Konsep Unconscious dalam Novel Telegram
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 2
A.
Data Buku.................................................................................................... 2
B.
Latar Belakang.............................................................................................. 2
C.
Rumusan Masalah.......................................................................................... 3
D.
Tujuan Penulisan............................................................................................ 3
E.
Landasan Teori.............................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 8
A.
Sinopsis Novel Telegram Karya Putu Wijaya.........................................................8
B.
Tokoh, Penokohan dan Sudut Pandang dalam Novel Telegram Karya Putu Wijaya...........9
C.
Konsep Unconscious dalam Novel Telegram Karya Putu Wijaya...............................11
D. Keterkaitan Unsur Penokohan dan Konsep Unconscious dalam Novel Telegram Karya Putu
Wijaya............................................................................................................. 12
BAB III PENUTUP................................................................................................ 13
A.
Simpulan................................................................................................... 13
B.
Saran........................................................................................................ 13
Daftar Pustaka...................................................................................................... 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Data Buku
Judul
: Telegram
Penulis
: Putu Wijaya
Penerbit
: Pustaka Jaya - Yayasan Jaya Raya
Tahun Terbit
: 1986
Tempat Terbit
: Jakarta
Tebal
: 144 halaman
B. Latar Belakang
Novel adalah bentuk uraian mengenai suatu tema yang dituturkan melalui cerita. Ia
merupakan kisah yang di dalamnya terdapat sebuah perenungan. Dalam makalah ini
penulis berusaha mengungkap makna hasil dari perenungan dalam novel karya Putu
Wijaya yang berjudul Telegram. Novel ini menarik untuk dikaji karena novel ini
menghadirkan corak baru dalam penulisan novel Indonesia tahun 70-an. Menurut
banyak kritikus sastra Indonesia, kebaruan novel ini terutama terletak pada bangunan cerita
yang merupakan perpaduan antara realitas dan khayalan yang dialami tokohnya. Perpaduan
antara realitas dan khayalan tersebut dapat dijelaskan dengan pendekatan psikologi yaitu
konsep unconscious mind.
2
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil bacaan penulis, juga resepsi yang penulis cari sebagai bahan
referensi, maka ada beberapa hal yang ingin penulis analisa yaitu;
1. Adakah kaitan unsur intrinsik dengan kajian psikologi sebagai unsur ekstrinsik
yang terdapat dalam novel Telegram karya Putu Wijaya?
2. Apakah yang dimaksud dengan teori unconscious mind?
3. Bagaimana kaitan unsur intrinsik novel dengan unsur psikologi dalam novel
Telegram karya Putu Wijaya?
D. Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis untuk menganalisa pembentukan perilaku dan segala
penyimpangan perilaku sebagai akibat proses tak sadar dalam novel Telegram karya Putu
Wijaya.
E. Landasan Teori
Penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur
intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra
sebelum memasuki penelitian lebih lanjut. Pendekatan struktural merupakan pendekatan
intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya
sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom
dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada
di luar karya sastra (Satoto, 1993: 32).
Unsur-unsur intrinsik ini meliputi peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar,
sudut pandang penceritaan, bahasa, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 1995:23). Dalam makalah
ini penulis memilih unsur tokoh dan sudut pandang sebagai unsur intrinsik novel yang
akan dianalisis.
1.
Tokoh
3
Dalam sebuah karya fiksi dikenal istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan.
Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting karena tidak
mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh
yang akhirnya menbentuk alur cerita. Tokoh menunjuk pada orang atau pelaku cerita
(Nurgiyantoro, 2000: 165) sedangkan penokohan mencakup pada tokoh, perwatakan, dan
bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam cerita (Nurgiyantoro, 2009: 166).
Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti
ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh
(Nurgiyantoro, 2000: 165). Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan
merupakan cara penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Tokoh
rekaan dalam sebuah karya fiksi dapat dibedakan berdasarkan beberapa kategori, seperti;
a) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel. Tokoh
yang paling banyak diceritakan, sering hadir dalam setiap kejadian, dan berhubungan erat
dengan tokoh-tokoh lain. Tokoh utama kemungkinan ada lebih dari satu dalam sebuah
novel. Kadar keutamaannya ditentukan dengan dominasi penceritaan dan perkembangan
plot secara utuh. Sedangkan tokoh tambahan merupakan lawan dari tokoh utama. Tokoh
tambahan lebih sedikit pemunculannya dalam cerita dan kehadirannya hanya ada
permasalahan yang terkait tokoh utama (Nurgiyantoro, 2009: 177).
b) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Berdasarkan fungsi penampilannya dalam cerita tokoh dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu tokoh protagonis dan antagonis. Altenberd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro,
2009: 178) mengemukakan bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi dan
sering dijadikan pahlawan yang taat dengan norma-norma, nilai-nilai sesuai dengan
konvensi masyarakat. Berbeda dengan Protagonis, tokoh antagonis merupakan tokoh yang
menjadi lawan dari tokoh protagonis. Tokoh antagonis tidak banyak digemari karena
banyak menganut nilai-nilai penyimpangan.
c) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
4
Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu perwatakan tertentu,
kepribadian yang tunggal dan tidak memungkinkan terjadi perubahan pandangan tentang
sifat yang telah dianutnya. Tokoh sederhana mudah diidentifikasi oleh pembaca karena
kedataran sifat dari tokoh tertentu ketika menghadapi permasalahan (Nurgiyantoro,
2009:182).
Selain tokoh sederhana, terdapat pula tokoh bulat. Tokoh bulat atau tokoh kompleks
merupakan tokoh yang memungkinkan memiliki watak yang bermacam-macam dan sering
kali sulit diduga atau diprediksi. Tokoh ini memberi kejutan kepada pembaca karena
memiliki beberapa kemungkinan tindakan dan penyikapan terhadap suatu permasalahan
(Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009: 183).
d) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakan pada tokoh-tokoh dalam cerita,
tokoh dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh
yang
tidak
mengalami
perubahan
watak
walaupun
menghadapi
permasalahan-
permasalahan dalam cerita (Altenberd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2009: 188). Tokoh
berkembang adalah tokoh yang memiliki perkembangan watak sesuai dengan peristiwa dan
alur cerita yang mempengaruhi tokoh tersebut (Nurgiyantoro, 2009: 188).
Nurgiyantoro (2009: 189) menjelaskan bahwa pada tokoh statis terdapat dua tokoh,
yaitu tokoh hitam dan putih. Tokoh hitam yang dimaksud adalah tokoh yang berwatak
jahat dan tokoh putih adalah tokoh yang berwatak baik. Kedua tokoh tersebut dari awal
kemunculan hingga akhir memiliki watak maupun penyikapan yang tetap dan saling
berlawanan.
e) Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Berdasarkan pencerminan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu
tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal adalah tokoh yang dicerminkan melalui status
sosialnya seperti profesi, kebangsaan, dan sesuatu yang terkait dengan lembaga atau yang
menggambarkan eksistensinya (Altenberd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2009: 190).
5
Tokoh netral adalah tokoh yang hadir dalam cerita tanpa ada unsur keterkaitan
status yang ada pada seseorang di dunia nyata. Kehadirannya berupa pelaku murni
imajinasi pengarang dan yang mempunyai cerita dalam novel (Nurgiyantoro, 2009: 191).
2. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara penyajian cerita, peristiwa-peristiwa, dan tindakantindakan pada karya fiksi berdasarkan posisi pengarang di dalam cerita (Nurgiyantoro,
2009: 246). Sudut pandang menurut Nurgiyantoro (2009: 256) dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu sudut pandang persona ketiga (diaan) dan sudut pandang persona pertama
(akuan).
1. Sudut Pandang Persona Ketiga (Diaan)
Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang persona ketiga adalah penceritaan
yang meletakkan posisi pengarang sebagai narator dengan menyebutkan nama-nama tokoh
atau menggunakan kata ganti ia, dia, dan mereka.
2. Sudut Pandang Persona Pertama (Akuan)
Sudut pandang persona pertama “aku” merupakan sudut pandang yang
menempatkan pengarang sebagai “aku” yang ikut dalam cerita. Kata ganti “dia” pada sudut
pandang ini adalah “aku” sang pengarang. Pada sudut pandang ini kemahatahuan
pengarang terbatas. Pengarang sebagai “aku” hanya dapat mengetahui sebatas apa yang
bisa dia lihat, dengar, dan rasakan berdasarkan rangsangan peristiwa maupun tokoh lain
(Nurgiyantoro, 2009: 262).
Adapun unsur ekstrinsik yang penulis bahas berkaitan dengan ilmu psikologi yaitu
Konsep Unconscious. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud dalam
teorinya, Psikoanalisis, pada tahun 1900-an. Teori Psikoanalisis berhubungan dengan
fungsi dan perkembangan mental manusia (Minderop, 2010:10).
6
Psikoanalisis mendasarkan pemikirannya pada proses bawah sadar (unconscious
mind) yang membetuk perilaku dan segala penyimpangan perilaku sebagai akibat proses
tak sadar. Psikoanalisis tidak bertujuan atau mencari apapun kecuali penemuan tentang
alam bawah sadar dalam kehidupan mental. (Freud, 2002:424)
Freud menyatakan bahwa pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam bawah sadar
(unconscious mind) ketimbang alam sadar (conscious mind). Ia melukiskan bahwa pikiran
manusia seperti gunung es yang justru bagian terbesarnya berada di bawah permukaan laut
yang tidak dapat dilihat. Ia mengatakan kehidupan seseorang dipenuhi oleh berbagai
tekanan dan konflik, untuk meredakan tekanan dan konflik tersebut manusia rapat
menyimpannya di alam bawah sadar. Freud merasa yakin bahwa perilaku seseorang kerap
dipengaruhi oleh alam bawah sadar yang mencoba memunculkan diri, dan tingkah laku itu
tampil tanpa disadari. (Minderop, 2010: 13)
Menurut Freud, hasrat tak sadar selalu aktif, dan selalu siap muncul. Kelihatannya
hanya hasrat sadar yang muncul, tetapi melalui suatu analisis ternyata ditemukan hubungan
antara hasrat sadar dengan unsur kuat yang datang dari hasrat taksadar. Hasrat yang timbul
dari alam taksadar yang direpresi selalu aktif dan tidak pernah mati. (Minderop, 2010: 15)
Freud menghubungkan kondisi bawah sadar dengan gejala-gejala neurosis.
Aktivitas bawah sadar tertentu dari suatu gejala neurosis memiliki makna yang sebenarnya
terdapat dalam pikiran. Namun, gejala neurosis tersebut akan diketahui setelah gejala
tersebut muncul ke alam sadar yang sesungguhnya merupakan gambaran gejala neurosis
yang diderita seseorang di alam bawah sadarnya. (Freud, 2002: 297)
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sinopsis Novel Telegram Karya Putu Wijaya
Seorang lelaki dihantui firasat akan menerima telegram dari kampungnya. Ia selalu
berpikir bahwa sebuah telegram pasti mengabarkan malapetaka. Kesadaran si Lelaki
bercampur dengan khayalan-khayalan yang ia ciptakan sendiri. Dalam khayalannya, ia
betul-betul menerima telegram dari kampungnya yang mengabarkan bahwa ibunya
meninggal dunia, itu berarti malapetaka baginya.
Masalahnya, sebagai anak sulung ia bertanggungjawab terhadap pengurusan
jenazah ibunya (red. ngaben), mengurus beberapa hektar tanah, tiga buah rumah dengan
semua penghuninya dan tugas berat lainnya yang harus ia pikul sebagai seorang kepala
keluarga. Semuanya wajib ia lakukan, sebab kalau tidak itu berarti ia putus hubungan
dengan keluarganya.
Sewaktu Sinta, anak angkatnya menanyakan isi telegram itu. Lelaki itu terpaksa
berbohong kepada Sinta. Ia tidak tahu bahwa sebenarnya Sinta sudah mengetahui isi
telegram tersebut. Sehingga, ketika Sinta mendesaknya, terpaksa ia harus mengakui yang
sebenarnya. Akhirnya, keduanya sepakat untuk segera bersiap-siap ke Bali.
Sebelum berangkat tiba- tiba muncul masalah baru, yaitu ibu kandung Sinta
kembali. Awalnya, si Lelaki menolak mentah-mentah permintaan ibu kandung Sinta.
Namun, akhirnya keduanya sepakat untuk menyerahkan pilihannya itu pada Sinta. Belum
selesai masalahnya dengan ibu kandung Sinta, datang lagi masalah baru yaitu ia tiba-tiba
merasa takut akibat kesehatannya yang makin menurun. Ia berpikir pasti penyakit itu
datangnya dari Nurma, pelacur yang sering ditidurinya.
Pada akhirnya, lelaki itu mengalami depresi kejiwaan. Ia tak bisa membedakan
antara realita dan khayalan yang ada di kepalanya. Satu-satunya pelarian baginya adalah
Rosa, pacar khayalannya, yang juga telah memutuskan hubungan dengan lelaki itu.
8
Sampai suatu hari, seseorang mengantarkan sebuah telegram kerumahnya yang
mengabarkan bahwa Ibunya telah meninggal dunia. Hal itu seakan menjadikan
khayalannya sebuah kenyataan.
B. Tokoh, Penokohan dan Sudut Pandang dalam Novel Telegram Karya Putu Wijaya
1. Tokoh dan Penokohan
Tokoh Sentral
Si Lelaki
Tepat waktu
“Udara bulan Oktober yang sangat gerah, dalam kibasan angin yang penuh
debu, tak menghalangiku untuk sampai di tempat perjanjian setengah jam
sebelum waktu. Ini sebuah prestasi yang biasa kulakukan.” (Wijaya, 1986:5)
Pengecut
“Moral yang sempat ditusukkan oleh bapak kepadaku sejak kecil, tidak
bulat. Ia terlalu lurus pada mengalah dan mengorbankan diri sendiri, tanpa
diimbangi oleh puji-pujian pada keberanian. Aku dididik sebagai pengecut.”
(Wijaya, 1986:15)
Bertanggungjawab
“Mengenai persoalan itu baiklah kita bicarakan nanti. Adik akan segera
pulang untuk menyelesaikannya. Semuanya adalah tanggung jawab saya.”
(Wijaya, 1986:16)
“Sebagai seorang yang baik-baik tentunya saya harus pulang untuk
menyelesaikan semuanya itu.” (Wijaya, 1986:17)
Mudah cemas
“Aku jadi bertambah cemas. Kusuruh ia segera memanggil bibi yang
tinggal tidak jauh dari rumah.” (Wijaya, 1986:79)
Keras kepala
“Dengar! Ini bukan soal duit. Persetan duit! Kamu boleh beli semua isi toko
Sarinah, tapi kamu tidak bisa mengambil apa-apa dari tanganku. Kamu tidak
bisa membayar apa yang sudah kukeluarkan dari dagingku selama sepuluh
tahun ini. Kamu pikir kamu bisa!” (Wijaya, 1986:105)
9
Rosa
Jujur
“Ia sudah tahu semua. Ia adalah wanita yang tak suka menyembunyikan
kebenaran tebakan orang.” (Wijaya, 1986:12)
Cantik
“Aku gambarkan, pada suatu masa aku mengawini Rosa, seorang wanita
yang sangat kucintai. Wanita itupun demikian pula. Ia cantik.” (Wijaya,
1986:90)
Cerdas
“Cerdas, penuh pengertian dan memiliki segalanya yang diperlukan oleh
seorang lelaki.” (Wijaya, 1986:90)
Tepat janji
“Rosa sendiri masih menepati janji, walaupun aku tahu dalam tempo
singkat telah banyak yang berubah.” (Wijaya, 1986:112)
Tokoh Bawahan
Sinta
Suka mendramatisir
“Kupanggil ia mendekat, lalu kutepuk-tepuk kepalanya supaya tenang.
Anak perempuan memang sangat besar bakatnya mendramatisir sesuatu.”
(Wijaya, 1986:23)
Nurma
Tidak banyak menuntut
“Kujelaskan kepadanya bahwa aku mempunyai seorang anak pungut. Aku
mempunyai keinginan untuk tidak mau terikat tanggung jawab. Dengan wajah
yang cukup meyakinkan, diterima segala keserakahanku. (Wijaya, 1986:35)
2. Sudut Pandang
Novel ini disampaikan oleh pencerita tunggal, yaitu si Lelaki yang merupakan salah
satu tokoh dalam cerita. Dalam berkisah si Lelaki mengacu kepada dirinya sendiri dengan
kata ganti “aku”.
Pencerita juga memiliki pengetahuan yang terbatas, sebab ia hanya bisa mengetahui
dari apa yang dia lihat, dengar, dan rasakan berdasarkan rangsangan peristiwa maupun
tokoh lain. Pencerita seperti itu disebut pencerita akuan. Maka dari itu, sudut pandang
seperti ini biasa disebut sebagai sudut pandang orang pertama atau akuan.
10
C. Konsep Unconscious dalam Novel Telegram Karya Putu Wijaya
Dalam novel “Telegram” karya Putu Wijaya tindakan-tindakan tokoh utamanya
yaitu ”si Lelaki” selalu dipengaruhi oleh tekanan atau konflik yang berada di alam bawah
sadarnya (unconscious mind) yang berusaha mencari pelepasan ketegangan. Tindakantindakan pelepasan ketegangan tersebut akhirnya berwujud sebagai Rosa, yang merupakan
pacar khayalan ciptaan “si Lelaki”.
Setiap “si Lelaki” mengalami masalah dalam kesehariannya, “si Lelaki” akan selalu
menghadirkan sosok Rosa. Namun, kebiasaan “si Lelaki” yang selalu mencari objek
pelepasan ketegangan dengan menghayalkan Rosa, menjadikan “si Lelaki” terkadang tak
dapat lagi membedakan kapan ia berkhayal dan kapan ia dalam keadaan tidak berkhayal.
Pada puncaknya, khayalan “si Lelaki” mengenai Rosa tidak dapat lagi dikontrol. Rosa
menjadi hidup, ia tidak lagi berupa tokoh khayalan “si Lelaki”, namun ia menjadi sosok
yang mempunyai kesadaran sendiri. Akhirnya, “si Lelaki” menghentikan khayalannya
tentang Rosa karena ia menganggap khayalannya ini berbahaya dan jika diteruskan
memungkinkan “si Lelaki” menjadi gila.
D. Keterkaitan Unsur Penokohan dan Konsep Unconscious dalam Novel Telegram
Karya Putu Wijaya
Tokoh ”si Lelaki” dalam novel ini telah menciptakan seorang tokoh lain yang
merupakan hasil imajinasinya, Rosa. Tokoh ini kemudian menjadi menarik karena pada
awalnya merupakan objek pelepasan ketegangan yang terepresi dalam alam bawah sadar
“si Lelaki”, bahkan penokohan yang diberi seolah merupakan khayalan “si Lelaki” akan
sosok perempuan idamannya. Namun pada saat menjelang akhir cerita, tokoh Rosa ini
tidak dapat lagi dikontrol oleh “si Lelaki”.
Tokoh khayalan ini menjadi seolah hidup dan muncul diluar kendali tokoh utama.
Ini menandakan bahwa konflik yang berada dalam alam bawah sadar “si Lelaki” sudah
begitu menekan kesadaran ‘”si Lelaki” sehingga “si Lelaki” bahkan tak dapat mengontrol
kesadarannya sendiri.
Sesuai dengan pendapat Sigmund Freud bahwa hasrat taksadar selalu aktif dan
selalu siap muncul. Rosa yang merupakan perwujudan hasrat taksadar tokoh utama bisa
saja tiba-tiba muncul meski tidak diinginkan oleh “si Lelaki”. Otak manusia pada dasarnya
11
bekerja secara otomatis sehingga terbiasa mengulangi sendiri pekerjaan yang kita lakukan
berulang-ulang. Apabila “si Lelaki” memiliki kebiasaan menghadirkan sosok Rosa ketika
ia mengalami masalah, maka objek pelepasan ketegangan ini bisa muncul ketika “si
Lelaki” merasa tertekan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sebagai sebuah karya sastra, novel Telegram karya Putu Wijaya ini memiliki
keunggulan bangunan cerita yang menarik. Ceritanya merupakan perpaduan antara realitas
dan khayalan yang dialami tokoh utamanya. Bahkan terdapat seorang tokoh yang
merupakan rekaan dari tokoh lainnya, bersifat khayalan dan tak nyata, namun tetap
digambarkan hidup di dalam novel ini.
Putu Wijaya sukses menggambarkan bagaimana kehidupan pada saat itu yang
penuh dengan tekanan dalam keseharian yang muncul sebagai masalah-masalah yang
dihadapi oleh manusia melalui sebuah karya novel.
Dalam menghadapi tekanan yang terdapat dalam alam bawah sadar (unconscious)
manusia membutuhkan suatu bentuk pelepasan ketegangan dan setiap orang memiliki cara
yang berbeda dalam menanganinya. Sebagai tokoh utama dalam novel Telegram, “si
12
Lelaki” memilih mewujudkan pelepasan ketegangannya sebagai sosok Rosa, hingga
kemudian sosok ini lepas dari kendalinya dan ia memilih untuk menghapus Rosa.
Dari novel ini, pengarang ingin memperlihatkan bahwa orang yang terlihat biasabiasa saja bisa melakukan tindakan-tindakan luar biasa yang diakibatkan oleh represi
konflik dalam alam bawah sadarnya (unconscious).
B. Saran
Dengan membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat lebih memahami pesan
yang terkandung dalam novel Telegram karya Putu Wijaya ini. Selain itu penulis berharap
pembaca mendapatkan pembelajaran mengenai teori psikologi kejiwaan dalam novel ini
yang telah dibahas dengan cukup jelas melalui hasil analisis dalam makalah ini.
Daftar Pustaka
Freud, Sigmund. General Introduction to Psychoanalysis: Psikoanalisis diterjemahkan
oleh Ira Puspitorini. 2002. Yogyakarta: Ikon Teralitera.
Minderop, Dr.Albertine,M.A. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh
Kasus. Edisi Pertama. 2010. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Sudjiman, Panuti. Memahami Cerita Rekaan. 1988. Jakarta: Pustaka Jaya.
Satoto, Soediro.1993. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: UNS Press.
Wijaya, Putu. Telegram. 1986. Jakarta: Pustaka Jaya.
13
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 2
A.
Data Buku.................................................................................................... 2
B.
Latar Belakang.............................................................................................. 2
C.
Rumusan Masalah.......................................................................................... 3
D.
Tujuan Penulisan............................................................................................ 3
E.
Landasan Teori.............................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 8
A.
Sinopsis Novel Telegram Karya Putu Wijaya.........................................................8
B.
Tokoh, Penokohan dan Sudut Pandang dalam Novel Telegram Karya Putu Wijaya...........9
C.
Konsep Unconscious dalam Novel Telegram Karya Putu Wijaya...............................11
D. Keterkaitan Unsur Penokohan dan Konsep Unconscious dalam Novel Telegram Karya Putu
Wijaya............................................................................................................. 12
BAB III PENUTUP................................................................................................ 13
A.
Simpulan................................................................................................... 13
B.
Saran........................................................................................................ 13
Daftar Pustaka...................................................................................................... 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Data Buku
Judul
: Telegram
Penulis
: Putu Wijaya
Penerbit
: Pustaka Jaya - Yayasan Jaya Raya
Tahun Terbit
: 1986
Tempat Terbit
: Jakarta
Tebal
: 144 halaman
B. Latar Belakang
Novel adalah bentuk uraian mengenai suatu tema yang dituturkan melalui cerita. Ia
merupakan kisah yang di dalamnya terdapat sebuah perenungan. Dalam makalah ini
penulis berusaha mengungkap makna hasil dari perenungan dalam novel karya Putu
Wijaya yang berjudul Telegram. Novel ini menarik untuk dikaji karena novel ini
menghadirkan corak baru dalam penulisan novel Indonesia tahun 70-an. Menurut
banyak kritikus sastra Indonesia, kebaruan novel ini terutama terletak pada bangunan cerita
yang merupakan perpaduan antara realitas dan khayalan yang dialami tokohnya. Perpaduan
antara realitas dan khayalan tersebut dapat dijelaskan dengan pendekatan psikologi yaitu
konsep unconscious mind.
2
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil bacaan penulis, juga resepsi yang penulis cari sebagai bahan
referensi, maka ada beberapa hal yang ingin penulis analisa yaitu;
1. Adakah kaitan unsur intrinsik dengan kajian psikologi sebagai unsur ekstrinsik
yang terdapat dalam novel Telegram karya Putu Wijaya?
2. Apakah yang dimaksud dengan teori unconscious mind?
3. Bagaimana kaitan unsur intrinsik novel dengan unsur psikologi dalam novel
Telegram karya Putu Wijaya?
D. Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis untuk menganalisa pembentukan perilaku dan segala
penyimpangan perilaku sebagai akibat proses tak sadar dalam novel Telegram karya Putu
Wijaya.
E. Landasan Teori
Penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur
intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra
sebelum memasuki penelitian lebih lanjut. Pendekatan struktural merupakan pendekatan
intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya
sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom
dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada
di luar karya sastra (Satoto, 1993: 32).
Unsur-unsur intrinsik ini meliputi peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar,
sudut pandang penceritaan, bahasa, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 1995:23). Dalam makalah
ini penulis memilih unsur tokoh dan sudut pandang sebagai unsur intrinsik novel yang
akan dianalisis.
1.
Tokoh
3
Dalam sebuah karya fiksi dikenal istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan.
Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting karena tidak
mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh
yang akhirnya menbentuk alur cerita. Tokoh menunjuk pada orang atau pelaku cerita
(Nurgiyantoro, 2000: 165) sedangkan penokohan mencakup pada tokoh, perwatakan, dan
bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam cerita (Nurgiyantoro, 2009: 166).
Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti
ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh
(Nurgiyantoro, 2000: 165). Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan
merupakan cara penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Tokoh
rekaan dalam sebuah karya fiksi dapat dibedakan berdasarkan beberapa kategori, seperti;
a) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel. Tokoh
yang paling banyak diceritakan, sering hadir dalam setiap kejadian, dan berhubungan erat
dengan tokoh-tokoh lain. Tokoh utama kemungkinan ada lebih dari satu dalam sebuah
novel. Kadar keutamaannya ditentukan dengan dominasi penceritaan dan perkembangan
plot secara utuh. Sedangkan tokoh tambahan merupakan lawan dari tokoh utama. Tokoh
tambahan lebih sedikit pemunculannya dalam cerita dan kehadirannya hanya ada
permasalahan yang terkait tokoh utama (Nurgiyantoro, 2009: 177).
b) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Berdasarkan fungsi penampilannya dalam cerita tokoh dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu tokoh protagonis dan antagonis. Altenberd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro,
2009: 178) mengemukakan bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi dan
sering dijadikan pahlawan yang taat dengan norma-norma, nilai-nilai sesuai dengan
konvensi masyarakat. Berbeda dengan Protagonis, tokoh antagonis merupakan tokoh yang
menjadi lawan dari tokoh protagonis. Tokoh antagonis tidak banyak digemari karena
banyak menganut nilai-nilai penyimpangan.
c) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
4
Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu perwatakan tertentu,
kepribadian yang tunggal dan tidak memungkinkan terjadi perubahan pandangan tentang
sifat yang telah dianutnya. Tokoh sederhana mudah diidentifikasi oleh pembaca karena
kedataran sifat dari tokoh tertentu ketika menghadapi permasalahan (Nurgiyantoro,
2009:182).
Selain tokoh sederhana, terdapat pula tokoh bulat. Tokoh bulat atau tokoh kompleks
merupakan tokoh yang memungkinkan memiliki watak yang bermacam-macam dan sering
kali sulit diduga atau diprediksi. Tokoh ini memberi kejutan kepada pembaca karena
memiliki beberapa kemungkinan tindakan dan penyikapan terhadap suatu permasalahan
(Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009: 183).
d) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakan pada tokoh-tokoh dalam cerita,
tokoh dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh
yang
tidak
mengalami
perubahan
watak
walaupun
menghadapi
permasalahan-
permasalahan dalam cerita (Altenberd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2009: 188). Tokoh
berkembang adalah tokoh yang memiliki perkembangan watak sesuai dengan peristiwa dan
alur cerita yang mempengaruhi tokoh tersebut (Nurgiyantoro, 2009: 188).
Nurgiyantoro (2009: 189) menjelaskan bahwa pada tokoh statis terdapat dua tokoh,
yaitu tokoh hitam dan putih. Tokoh hitam yang dimaksud adalah tokoh yang berwatak
jahat dan tokoh putih adalah tokoh yang berwatak baik. Kedua tokoh tersebut dari awal
kemunculan hingga akhir memiliki watak maupun penyikapan yang tetap dan saling
berlawanan.
e) Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Berdasarkan pencerminan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu
tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal adalah tokoh yang dicerminkan melalui status
sosialnya seperti profesi, kebangsaan, dan sesuatu yang terkait dengan lembaga atau yang
menggambarkan eksistensinya (Altenberd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2009: 190).
5
Tokoh netral adalah tokoh yang hadir dalam cerita tanpa ada unsur keterkaitan
status yang ada pada seseorang di dunia nyata. Kehadirannya berupa pelaku murni
imajinasi pengarang dan yang mempunyai cerita dalam novel (Nurgiyantoro, 2009: 191).
2. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara penyajian cerita, peristiwa-peristiwa, dan tindakantindakan pada karya fiksi berdasarkan posisi pengarang di dalam cerita (Nurgiyantoro,
2009: 246). Sudut pandang menurut Nurgiyantoro (2009: 256) dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu sudut pandang persona ketiga (diaan) dan sudut pandang persona pertama
(akuan).
1. Sudut Pandang Persona Ketiga (Diaan)
Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang persona ketiga adalah penceritaan
yang meletakkan posisi pengarang sebagai narator dengan menyebutkan nama-nama tokoh
atau menggunakan kata ganti ia, dia, dan mereka.
2. Sudut Pandang Persona Pertama (Akuan)
Sudut pandang persona pertama “aku” merupakan sudut pandang yang
menempatkan pengarang sebagai “aku” yang ikut dalam cerita. Kata ganti “dia” pada sudut
pandang ini adalah “aku” sang pengarang. Pada sudut pandang ini kemahatahuan
pengarang terbatas. Pengarang sebagai “aku” hanya dapat mengetahui sebatas apa yang
bisa dia lihat, dengar, dan rasakan berdasarkan rangsangan peristiwa maupun tokoh lain
(Nurgiyantoro, 2009: 262).
Adapun unsur ekstrinsik yang penulis bahas berkaitan dengan ilmu psikologi yaitu
Konsep Unconscious. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud dalam
teorinya, Psikoanalisis, pada tahun 1900-an. Teori Psikoanalisis berhubungan dengan
fungsi dan perkembangan mental manusia (Minderop, 2010:10).
6
Psikoanalisis mendasarkan pemikirannya pada proses bawah sadar (unconscious
mind) yang membetuk perilaku dan segala penyimpangan perilaku sebagai akibat proses
tak sadar. Psikoanalisis tidak bertujuan atau mencari apapun kecuali penemuan tentang
alam bawah sadar dalam kehidupan mental. (Freud, 2002:424)
Freud menyatakan bahwa pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam bawah sadar
(unconscious mind) ketimbang alam sadar (conscious mind). Ia melukiskan bahwa pikiran
manusia seperti gunung es yang justru bagian terbesarnya berada di bawah permukaan laut
yang tidak dapat dilihat. Ia mengatakan kehidupan seseorang dipenuhi oleh berbagai
tekanan dan konflik, untuk meredakan tekanan dan konflik tersebut manusia rapat
menyimpannya di alam bawah sadar. Freud merasa yakin bahwa perilaku seseorang kerap
dipengaruhi oleh alam bawah sadar yang mencoba memunculkan diri, dan tingkah laku itu
tampil tanpa disadari. (Minderop, 2010: 13)
Menurut Freud, hasrat tak sadar selalu aktif, dan selalu siap muncul. Kelihatannya
hanya hasrat sadar yang muncul, tetapi melalui suatu analisis ternyata ditemukan hubungan
antara hasrat sadar dengan unsur kuat yang datang dari hasrat taksadar. Hasrat yang timbul
dari alam taksadar yang direpresi selalu aktif dan tidak pernah mati. (Minderop, 2010: 15)
Freud menghubungkan kondisi bawah sadar dengan gejala-gejala neurosis.
Aktivitas bawah sadar tertentu dari suatu gejala neurosis memiliki makna yang sebenarnya
terdapat dalam pikiran. Namun, gejala neurosis tersebut akan diketahui setelah gejala
tersebut muncul ke alam sadar yang sesungguhnya merupakan gambaran gejala neurosis
yang diderita seseorang di alam bawah sadarnya. (Freud, 2002: 297)
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sinopsis Novel Telegram Karya Putu Wijaya
Seorang lelaki dihantui firasat akan menerima telegram dari kampungnya. Ia selalu
berpikir bahwa sebuah telegram pasti mengabarkan malapetaka. Kesadaran si Lelaki
bercampur dengan khayalan-khayalan yang ia ciptakan sendiri. Dalam khayalannya, ia
betul-betul menerima telegram dari kampungnya yang mengabarkan bahwa ibunya
meninggal dunia, itu berarti malapetaka baginya.
Masalahnya, sebagai anak sulung ia bertanggungjawab terhadap pengurusan
jenazah ibunya (red. ngaben), mengurus beberapa hektar tanah, tiga buah rumah dengan
semua penghuninya dan tugas berat lainnya yang harus ia pikul sebagai seorang kepala
keluarga. Semuanya wajib ia lakukan, sebab kalau tidak itu berarti ia putus hubungan
dengan keluarganya.
Sewaktu Sinta, anak angkatnya menanyakan isi telegram itu. Lelaki itu terpaksa
berbohong kepada Sinta. Ia tidak tahu bahwa sebenarnya Sinta sudah mengetahui isi
telegram tersebut. Sehingga, ketika Sinta mendesaknya, terpaksa ia harus mengakui yang
sebenarnya. Akhirnya, keduanya sepakat untuk segera bersiap-siap ke Bali.
Sebelum berangkat tiba- tiba muncul masalah baru, yaitu ibu kandung Sinta
kembali. Awalnya, si Lelaki menolak mentah-mentah permintaan ibu kandung Sinta.
Namun, akhirnya keduanya sepakat untuk menyerahkan pilihannya itu pada Sinta. Belum
selesai masalahnya dengan ibu kandung Sinta, datang lagi masalah baru yaitu ia tiba-tiba
merasa takut akibat kesehatannya yang makin menurun. Ia berpikir pasti penyakit itu
datangnya dari Nurma, pelacur yang sering ditidurinya.
Pada akhirnya, lelaki itu mengalami depresi kejiwaan. Ia tak bisa membedakan
antara realita dan khayalan yang ada di kepalanya. Satu-satunya pelarian baginya adalah
Rosa, pacar khayalannya, yang juga telah memutuskan hubungan dengan lelaki itu.
8
Sampai suatu hari, seseorang mengantarkan sebuah telegram kerumahnya yang
mengabarkan bahwa Ibunya telah meninggal dunia. Hal itu seakan menjadikan
khayalannya sebuah kenyataan.
B. Tokoh, Penokohan dan Sudut Pandang dalam Novel Telegram Karya Putu Wijaya
1. Tokoh dan Penokohan
Tokoh Sentral
Si Lelaki
Tepat waktu
“Udara bulan Oktober yang sangat gerah, dalam kibasan angin yang penuh
debu, tak menghalangiku untuk sampai di tempat perjanjian setengah jam
sebelum waktu. Ini sebuah prestasi yang biasa kulakukan.” (Wijaya, 1986:5)
Pengecut
“Moral yang sempat ditusukkan oleh bapak kepadaku sejak kecil, tidak
bulat. Ia terlalu lurus pada mengalah dan mengorbankan diri sendiri, tanpa
diimbangi oleh puji-pujian pada keberanian. Aku dididik sebagai pengecut.”
(Wijaya, 1986:15)
Bertanggungjawab
“Mengenai persoalan itu baiklah kita bicarakan nanti. Adik akan segera
pulang untuk menyelesaikannya. Semuanya adalah tanggung jawab saya.”
(Wijaya, 1986:16)
“Sebagai seorang yang baik-baik tentunya saya harus pulang untuk
menyelesaikan semuanya itu.” (Wijaya, 1986:17)
Mudah cemas
“Aku jadi bertambah cemas. Kusuruh ia segera memanggil bibi yang
tinggal tidak jauh dari rumah.” (Wijaya, 1986:79)
Keras kepala
“Dengar! Ini bukan soal duit. Persetan duit! Kamu boleh beli semua isi toko
Sarinah, tapi kamu tidak bisa mengambil apa-apa dari tanganku. Kamu tidak
bisa membayar apa yang sudah kukeluarkan dari dagingku selama sepuluh
tahun ini. Kamu pikir kamu bisa!” (Wijaya, 1986:105)
9
Rosa
Jujur
“Ia sudah tahu semua. Ia adalah wanita yang tak suka menyembunyikan
kebenaran tebakan orang.” (Wijaya, 1986:12)
Cantik
“Aku gambarkan, pada suatu masa aku mengawini Rosa, seorang wanita
yang sangat kucintai. Wanita itupun demikian pula. Ia cantik.” (Wijaya,
1986:90)
Cerdas
“Cerdas, penuh pengertian dan memiliki segalanya yang diperlukan oleh
seorang lelaki.” (Wijaya, 1986:90)
Tepat janji
“Rosa sendiri masih menepati janji, walaupun aku tahu dalam tempo
singkat telah banyak yang berubah.” (Wijaya, 1986:112)
Tokoh Bawahan
Sinta
Suka mendramatisir
“Kupanggil ia mendekat, lalu kutepuk-tepuk kepalanya supaya tenang.
Anak perempuan memang sangat besar bakatnya mendramatisir sesuatu.”
(Wijaya, 1986:23)
Nurma
Tidak banyak menuntut
“Kujelaskan kepadanya bahwa aku mempunyai seorang anak pungut. Aku
mempunyai keinginan untuk tidak mau terikat tanggung jawab. Dengan wajah
yang cukup meyakinkan, diterima segala keserakahanku. (Wijaya, 1986:35)
2. Sudut Pandang
Novel ini disampaikan oleh pencerita tunggal, yaitu si Lelaki yang merupakan salah
satu tokoh dalam cerita. Dalam berkisah si Lelaki mengacu kepada dirinya sendiri dengan
kata ganti “aku”.
Pencerita juga memiliki pengetahuan yang terbatas, sebab ia hanya bisa mengetahui
dari apa yang dia lihat, dengar, dan rasakan berdasarkan rangsangan peristiwa maupun
tokoh lain. Pencerita seperti itu disebut pencerita akuan. Maka dari itu, sudut pandang
seperti ini biasa disebut sebagai sudut pandang orang pertama atau akuan.
10
C. Konsep Unconscious dalam Novel Telegram Karya Putu Wijaya
Dalam novel “Telegram” karya Putu Wijaya tindakan-tindakan tokoh utamanya
yaitu ”si Lelaki” selalu dipengaruhi oleh tekanan atau konflik yang berada di alam bawah
sadarnya (unconscious mind) yang berusaha mencari pelepasan ketegangan. Tindakantindakan pelepasan ketegangan tersebut akhirnya berwujud sebagai Rosa, yang merupakan
pacar khayalan ciptaan “si Lelaki”.
Setiap “si Lelaki” mengalami masalah dalam kesehariannya, “si Lelaki” akan selalu
menghadirkan sosok Rosa. Namun, kebiasaan “si Lelaki” yang selalu mencari objek
pelepasan ketegangan dengan menghayalkan Rosa, menjadikan “si Lelaki” terkadang tak
dapat lagi membedakan kapan ia berkhayal dan kapan ia dalam keadaan tidak berkhayal.
Pada puncaknya, khayalan “si Lelaki” mengenai Rosa tidak dapat lagi dikontrol. Rosa
menjadi hidup, ia tidak lagi berupa tokoh khayalan “si Lelaki”, namun ia menjadi sosok
yang mempunyai kesadaran sendiri. Akhirnya, “si Lelaki” menghentikan khayalannya
tentang Rosa karena ia menganggap khayalannya ini berbahaya dan jika diteruskan
memungkinkan “si Lelaki” menjadi gila.
D. Keterkaitan Unsur Penokohan dan Konsep Unconscious dalam Novel Telegram
Karya Putu Wijaya
Tokoh ”si Lelaki” dalam novel ini telah menciptakan seorang tokoh lain yang
merupakan hasil imajinasinya, Rosa. Tokoh ini kemudian menjadi menarik karena pada
awalnya merupakan objek pelepasan ketegangan yang terepresi dalam alam bawah sadar
“si Lelaki”, bahkan penokohan yang diberi seolah merupakan khayalan “si Lelaki” akan
sosok perempuan idamannya. Namun pada saat menjelang akhir cerita, tokoh Rosa ini
tidak dapat lagi dikontrol oleh “si Lelaki”.
Tokoh khayalan ini menjadi seolah hidup dan muncul diluar kendali tokoh utama.
Ini menandakan bahwa konflik yang berada dalam alam bawah sadar “si Lelaki” sudah
begitu menekan kesadaran ‘”si Lelaki” sehingga “si Lelaki” bahkan tak dapat mengontrol
kesadarannya sendiri.
Sesuai dengan pendapat Sigmund Freud bahwa hasrat taksadar selalu aktif dan
selalu siap muncul. Rosa yang merupakan perwujudan hasrat taksadar tokoh utama bisa
saja tiba-tiba muncul meski tidak diinginkan oleh “si Lelaki”. Otak manusia pada dasarnya
11
bekerja secara otomatis sehingga terbiasa mengulangi sendiri pekerjaan yang kita lakukan
berulang-ulang. Apabila “si Lelaki” memiliki kebiasaan menghadirkan sosok Rosa ketika
ia mengalami masalah, maka objek pelepasan ketegangan ini bisa muncul ketika “si
Lelaki” merasa tertekan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sebagai sebuah karya sastra, novel Telegram karya Putu Wijaya ini memiliki
keunggulan bangunan cerita yang menarik. Ceritanya merupakan perpaduan antara realitas
dan khayalan yang dialami tokoh utamanya. Bahkan terdapat seorang tokoh yang
merupakan rekaan dari tokoh lainnya, bersifat khayalan dan tak nyata, namun tetap
digambarkan hidup di dalam novel ini.
Putu Wijaya sukses menggambarkan bagaimana kehidupan pada saat itu yang
penuh dengan tekanan dalam keseharian yang muncul sebagai masalah-masalah yang
dihadapi oleh manusia melalui sebuah karya novel.
Dalam menghadapi tekanan yang terdapat dalam alam bawah sadar (unconscious)
manusia membutuhkan suatu bentuk pelepasan ketegangan dan setiap orang memiliki cara
yang berbeda dalam menanganinya. Sebagai tokoh utama dalam novel Telegram, “si
12
Lelaki” memilih mewujudkan pelepasan ketegangannya sebagai sosok Rosa, hingga
kemudian sosok ini lepas dari kendalinya dan ia memilih untuk menghapus Rosa.
Dari novel ini, pengarang ingin memperlihatkan bahwa orang yang terlihat biasabiasa saja bisa melakukan tindakan-tindakan luar biasa yang diakibatkan oleh represi
konflik dalam alam bawah sadarnya (unconscious).
B. Saran
Dengan membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat lebih memahami pesan
yang terkandung dalam novel Telegram karya Putu Wijaya ini. Selain itu penulis berharap
pembaca mendapatkan pembelajaran mengenai teori psikologi kejiwaan dalam novel ini
yang telah dibahas dengan cukup jelas melalui hasil analisis dalam makalah ini.
Daftar Pustaka
Freud, Sigmund. General Introduction to Psychoanalysis: Psikoanalisis diterjemahkan
oleh Ira Puspitorini. 2002. Yogyakarta: Ikon Teralitera.
Minderop, Dr.Albertine,M.A. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh
Kasus. Edisi Pertama. 2010. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Sudjiman, Panuti. Memahami Cerita Rekaan. 1988. Jakarta: Pustaka Jaya.
Satoto, Soediro.1993. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: UNS Press.
Wijaya, Putu. Telegram. 1986. Jakarta: Pustaka Jaya.
13