ASKEP dengan Gaya Hidup Bulimia Nervosa (1)

MAKALAH KEPERAWATAN PENCERNAAN 2
“Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gaya Hidup: Bulimia Nervosa”

Dosen Pendamping:
Ika Nur Pratiwi, S.Kep, Ns., M.Kep

Disusun oleh: Kelompok 3
Vonny Nurul Khasanah

131411131061

Retty Merdianti

131411131064

Evi Nur Laili R. K

131411131079

Senja Putrisia Fajar E.


131411131082

Thali’ah Jihan N.

131411133014

Bella Nabila W. K

131411133020

Ayu Tria Kartika P.

131411133023

Kelas A1 2014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA

2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmad-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gaya Hidup: Bulimia Nervosa”.
Tanpa ridho-Nya mungkin kami tidak dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada
waktunya.
Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahui gangguan gaya
hidup dan menambah ilmu pengetahuan tentang bulimia nervosa. Makalah ini
disusun oleh penyusun dengan sebenar-benarnya. Penyusun mengucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Pencernaan 2 dan
teman-teman yang telah membantu penyusun sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, kritik yang
dapat membangun dari para pembaca sangat diharapkan penyusun. Terima kasih.

Surabaya, 2 Mei 2016


Penyusun

ii

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum.............................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................3
2.2 Etiologi......................................................................................................3
2.3 Patofisiologi...............................................................................................5

2.4 Manifestasi Klinis......................................................................................6
2.5 Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................12
2.6 Penatalaksanaan.......................................................................................13
2.7 Komplikasi..............................................................................................15
2.8 Prognosis.................................................................................................21
2.9 Pencegahan..............................................................................................21
2.10
Asuhan Keperawatan Umum...............................................................22
BAB 3 TINJAUAN KASUS BULIMIA NERVOSA............................................29
3.1 Tinjauan Kasus........................................................................................29
3.2 Pengkajian...............................................................................................29
3.3 Pemeriksaan Fisik....................................................................................30
3.4 Analisa Data............................................................................................30
3.5 WOC Kasus Bulimia Nervosa.................................................................32
3.6 Diagnosa Keperawatan............................................................................33
3.7 Intervensi Keperawatan...........................................................................33
3.8 Evaluasi...................................................................................................37
BAB 4 KESIMPULAN..........................................................................................38
4.1 Kesimpulan..............................................................................................38
4.2 Saran........................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................39
Lampiran 1. Format Pengkajian Keperawatan......................................................i

iii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia hidup tidak lepas dari kebutuhan dasarnya. Makanan
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Makanan dibutuhkan oleh
tubuh sebagai sumber energi untuk menjalankan kegiatan sehari-hari dan
tetap produktif. Dunia kesehatan mulai mengenal sebuah kelainan makan
sejak tahun 1979 pada zaman mesir kuno. Pada saat itu, ilmuwan
merekomendasikan pencucian perut sekali setiap bulan dalam 3 hari untuk
mempertahankan kesehatan. Praktik tersebut berlawanan dari kepercayaan
bahwa penyakit manusia disebabkan oleh makanan itu sendiri. Kelainan
tersebut disebut dengan bulimia nervosa. Bulimia lebih sering dialami oleh
wanita dibandingkan oleh pria, sama halnya dengan gangguan makan pada
umumnya. Penelitian memperkirakan terdapat sekitar 8 dari 100 wanita
yang mengidap kelainan ini. Sebagian besar dialami oleh wanita pada usia

16-40 tahun (Alodokter.com, 2015).
Bulimia nervosa mengenai 2% sampai 3% dari kelompok yang sama.
Wanita 10 kali lebih mungkin untuk terkena gangguan makan daripada pria.
Gangguan ini lebih prevalen di budaya barat, walaupun kejadiannya
meningkat di budaya Asia. Sebuah survei dari 496 remaja dilaporkan lebih
dari 12% pernah mengalami bentuk kelainan makan ketika mereka berusia
20 tahun (LeMone, 2008).
Kriteria utama yang mengindikasikan bulimia adalah siklus makan
yang berlebihan lalu mengeluarkan kalori ekstra dengan paksa dari tubuh.
Kemudian disertai dengan asumsi negatif tentang bentuk tubuh dan berat
badan. Langkah pengobatan untuk bulimia umumnya membutuhkan waktu
dan tenaga yang tidak sedikit. Dukungan penuh dari teman serta keluarga
juga berperan penting. Karena itu, pengidap serta keluarga dianjurkan untuk
bersabar dalam menjalaninya (Alodokter.com, 2015).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari bulimia nervosa?
2. Bagaimana etiologi dari bulimia nervosa?
3. Bagiaman patofisiologi dari bulimia nervosa?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari bulimia nervosa?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik bulimia nervosa?

6. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan dari bulimia nervosa?

7. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari bulimia nervosa?
8. Bagaimana prognosis dari bulimia nervosa?
9. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari bulimia
nervosa?
10. Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien dengan gangguan
bulimia nervosa?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami konsep teori dan asuhan keperawatan
pasien dengan gangguan sistem pencernaan, khususnya bulimia nervosa serta
dapat memahami dan menerapkan perannya sebagai perawat dalam
pencegahan dan penanganan masalah gastrointestinal terutama masalah
bulimia nervosa.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Konsep teori
a) Mengetahui definisi dari bulimia nervosa.
b) Mengetahui etiologi dari bulimia nervosa.
c) Mengetahui patofisiologi dan WOC dari bulimia nervosa.

d) Mengetahui manifestasi klinis dari bulimia nervosa.
e) Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari bulimia nervosa.
f) Mengetahui penatalaksanaan dan pencegahan dari bulimia nervosa.
g) Mengetahui komplikasi dari bulimia nervosa.
h) Mengetahui prognosis dari bulimia nervosa.
i) Dapat menjelaskan proses keperawatan pada pasien bulimia nervosa.
j) Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien bulimia nervosa.
2. Asuhan keperawatan pasien
a) Menjelaskan tentang pengkajian pasien dengan bulimia nervosa.
b) Menjelaskan tentang diagnosis keperawatan pasien dengan bulimia
nervosa.
c) Menjelaskan intervensi tindakan keperawatan kepada pasien dengan
bulimia nervosa.
d) Menjelaskan hasil evaluasi keperawatan kepada pasien dengan
bulimia nervosa.

2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Bulimia nervosa adalah penyakit kurang serius dan sangat berbeda dari
penyakit lainnya. Klien dengan bulimia nervosa cenderung untuk menjaga
berat badan yang relatif normal, tetapi melakukannya dengan cara makan
berlebihan (bingeing) dan memuntahkan (purging) isi lambung untuk
mencegah kenaikan berat badan. Telah dinyatakan bahwa bulimia nervosa
adalah bentuk dari penyakit depresi (Black Joyce, 2014).
Bulimia nervosa adalah gangguan yang ditandai dengan sering makan
berlebih dan induksi muntah diri sendiri terkait dengan hilangnya kontrol
yang berkaitan dengan makan dan perhatian terus-menerus dengan citra
tubuh. Individu dengan bulimia nervosa mungkin memiliki berat badan
normal dengan tinggi badan, atau berat badan mereka dapat berfluktuasi
dengan makan sebanyak-banyaknya dan memuntahkannya. Mereka juga
mungkin menyalahgunakan obat pencahar, diuretik, olahraga, atau obatobatan diet. Mereka mungkin memiliki tanda-tanda yang sering muntah,
seperti kelenjar ludah bengkak, pembuluh darah pecah di mata, dan masalah
gigi. Individu dengan bulimia nervosa bersusah payah untuk
menyembunyikan kebiasaan makan abnormal. Bulimia meningkat dalam
insiden dan bahkan mungkin lebih umum daripada anoreksia nervosa (Lewis,
2011).
Bulimia nervosa adalah kompulsif makan dengan induksi diri muntah,

yang umumnya dikenal sebagai binge-purge. Persentase yang tinggi dari
pasien dengan bulimia adalah perempuan muda. Pasien dengan bulimia
biasanya makan sejumlah besar makanan di satu duduk dan kemudian
pembersihan makanan dengan sengaja merangsang muntah sehingga berat
badan tidak naik. Obat pencahar juga kadang-kadang digunakan oleh pasien
bulemia untuk membersihkan tubuh dari makanan dan menghindari kenaikan
berat badan. Olahraga berlebihan juga dapat digunakan untuk mengontrol
berat badan.
2.2 Etiologi
Penyebab Bulimia nevosa dapat dijelaskan dengan pendekatan beberapa
jenis model (Sherli, 2010) yaitu:
1. Model adikasi
Bulimia Nervosa diyakini sebagai adiksi terhadap makanan dan tingkah
laku. Hal ini berhubungan dengan pengobatan Bulimia Nervosa yang
menekankan pada penghentian, dukungan sosial dan mencegah
3

2.

3.


4.

5.

kekambuhan, dimana metode ini mirip dengan pengobatan adiksi terhadap
alkohol maupun obat-obatan.
Model keluarga
Gangguan makan pada remaja berhubungan dengan sistem interaksi antara
keluarga. Oleh karena itu fokus pengobatan penderita bulimia nervosa
adalah disfungsi interaksi dalam keluarga. Penderita bulimia nervosa pada
umumnya memiliki riwayat kekerasan fisik maupun seksual semasa
kanak-kanak.
Model sosial budaya
Publikasi media tentang hubungan antara tubuh yang langsing dengan
karier yang sukses telah merangsang para remaja untuk melakukan diet
supaya tubuhnya menjadi langsing. Banyak remaja yang gagal mencapai
keaadaan ini dan akhirnya menjadi penderita bulimia nervosa.
Model kognitif dan tingkah laku
Bulimia nervosa merupakan implementasi tingkah laku yang irasional
tentang bentuk tubuh, berat badan, diet dan kepercayaan diri. Fokus
pengobatan adalah mengidentifikasi disfungsi ini dan membantu
menumbuhkan keyakinan yang rasional. Penderita diberikan jadwal makan
yang jelas dan teratur.
Model psikodinamik
Bulimia nervosa merupakan usaha untuk mengendalikan atau menghindari
dampak perasaan yang tertekan, implusif dan kecemasan. Pengobatan
psikodinamik adalah mencari proses yang mendasari penderita bulimia
nervosa terutama gambaran psikososialnya.
Penyebab pastinya tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang diduga
berperan dalam terjadinya bulimia nervosa (Silvia, 2009) adalah :

1. Faktor psikososial
Berupa perkembangan individu, dinamika keluarga, tekanan sosial untuk
berpenampilan kurus serta perjuangan untuk mendapatkan identitas diri.
2. Faktor genetik
Adanya bukti bahwa bulimia banyak didapat pada penderita dengan
riwayat keluarga gangguan depresi dan kecemasan, serta lebih banyak
pada kembar monozigot dibandingkan dizigot.
3. Faktor biologik
Penurunan sintesis, uptake dan turnover serotonin serta penurunan
sensitivitas reseptor serotonin post sinaptik. Berdasarkan studi ditemukan
fakta bahwa genetik, hormon dan bahan kimia yang terdapat di otak
berpengaruh terhadap efek perkembangan dan pemulihan bulimia.
4. Faktor budaya

4

Kebanyakan orang menilai bahwa cantik identik dengan kurus dan
terkadang kondisi tersebut menjadi suatu tuntutan kerja.Anggapan ini pun
menjadi budaya yang berkembang di masyarakat.
5. Perasaan pribadi
Penderita bulimia senantiasa berputus asa terhadap dirinya sendiri,
tidak percaya diri sehingga mereka diet dengan cara menggunakan pil diet
bahkan memuntahkan makanan. Penilaian orang terhadapa dirinya
menyebabkan kecemasan dan tekanan yang dapat menyebabkan stress
sehingga untuk mengatasinya mereka cenderung ke arah bulimia.
Faktor lain yang mendorong timbulnya bulimia nervosa adalah
masalah keluarga, pubertas, gangguan adaptasi, lingkungan dan penerimaan
teman sebaya, media dan masyarakat serta krisis identitas. Bulimia juga
sering dihubungkan dengan depresi. Kebanyakan, penderita bulimia berasal
dari keluarga yang tidak bahagia, umumnya mereka memiliki orang tua
yang gemuk, atau mereka sendiri kegemukan pada masa kanak-kanak.
Namun hingga kini masih belum jelas apakah gangguan emosional ini
sebagai sebab atau akibat dari bulimia.
2.3 Patofisiologi
Berdasarkan biologis yang ditunjukan berulang kali, dengan dasar
pada beberapa fakta: rasa lapar, rasa kenyang dan pilihan makanan diatur
oleh neurotransmiter dan neuropeptida, dan gangguan kebiasaan makan
dihubungkan dengan perubahan dari sekresi proses kimia ini; sistem
neurotransmiter tersebut tidak berfungsi pada klien dengan bulimia
nervosa. Kondisi perubahan pada fungsi biokimia otak telah ditunjukkan
dengan data sumber bahwa kadar noradrenalin (norepinefrin) dan serotonin
(5-hidroksitriptamin; 5-HT) lebih rendah pada seseorang dengan bulimia
nervosa daripada orang yang sehat. Kadar dopamin hampir sama, atau bisa
kurang dari orang sehat. Setelah gangguan kekambuhan terjadi, fungsi
noradrenergik kembali seperti awal dan dapat dikontrol. Dari semua
neuropeptida, perubahan kadar neuropeptida Y, peptida YY, β-endorfin,
corticotrophin-releasing hormon, somatostatin, kolesistokinin dan
vasopresin telah ditemukan pada fase simpatomimetik bulimia nervosa
(Brambilla, 2001).
Bertahun-tahun ukuran dan berat badan wanita akan meningkat sesuai
dengan peningkatan status nutrisi. Tetapi hal tersebut juga memicu persuasi
media yang mengajak wanita untuk menjadi kurus. Proyek media ini
menyalahi ideal kesehatan dan menyebabkan wanita dan remaja berusaha
untuk mempunyai tubuh yang kurus. Ketika memasuki masa remaja,

5

khususnya masa pubertas, remaja menjadi sangat sensitif atas pertambahan
berat badan mereka. Terjadi perubahan fisiologis tubuh yang terkadang
mengganggu. Wanita dengan bulimia nervosa memiliki respon yang lebih
lemah dari normal di wilayah otak yang merupakan bagian dari hubungan
dopamin dengan sirkuit balasan, sedangkan sirkuit balasan pada wanita
anoreksia nervosa terlalu sensitif terhadap rangsangan makanan (CNS
Spektrum, 2015).
Bulimia nervosa lebih sering dialami oleh remaja putri daripada
remaja pria. Bagi remaja putri, mereka mengalami pertambahan jumlah
jaringan lemak sehingga mereka akan mudah untuk gemuk apabila
mengkonsumsi makanan yang berkalori tinggi. Pada kenyataannya
kebanyakan wanita ingin terlihat langsing dan kurus karena mereka
beranggapan bahwa menjadi kurus akan membuat mereka bahagia, sukses
dan populer. Sementara apabila tubuh gendut, memakai baju apapun rasanya
seperti sedang memakai karung terigu. Akhirnya, lingkungan sekitar juga
ikut mempengaruhi. Maka tidak mengherankan apabila ketidakpuasan
seseorang dengan tubuhnya akan mengembangkan masalah pada gangguan
makan (WangMuba, 2009).
Remaja dengan gangguan makan seperti di atas memiliki masalah
dengan body imagenya. Artinya mereka sudah memiliki suatu mind set
(pemikiran yang sudah terpatri di otak) bahwa tubuh mereka tidak ideal.
Mereka mempersepsikan tubuhnya gemuk, banyak lemak yang intinya tidak
sedap untuk dipandang dan tidak menarik seperti tubuh orang lain. Akibat
pemikiran yang sudah terpatri ini, seorang remaja akan selalu melihat tubuh
mereka gemuk padahal kenyataannya justru berat badan mereka semakin
turun hingga akhirnya mereka menjadi sangat kurus. Mereka akan dihantui
perasaan bersalah ketika mereka makan banyak karena hal itu akan
menyebabkan berat badannya naik. Masalah ini akhirnya menyebabkan
remaja menjadi tidak percaya diri dan sulit untuk menerima kondisi dirinya.
Mereka beranggapan bahwa kepercayaan diri akan tumbuh kalau mereka
juga memiliki tubuh yang sempurna. Pengidap kemudian merasa bersalah,
menyesal, dan membenci diri sendiri sehingga akan memaksa tubuh untuk
mengeluarkan semua asupan kalori yang telah masuk. Cara ini umumnya
dilakukan dengan memaksa diri untuk muntah atau menggunakan obat
pencahar untuk memicu proses buang air besar. Pengidap bulimia
setidaknya mengalami siklus ini lebih dari dua kali dalam seminggu selama
minimal tiga bulan (WangMuba, 2009).

6

2.4 Manifestasi Klinis
Indikasi utama bahwa seseorang mengidap bulimia adalah
mengonsumsi makanan secara berlebihan, meski pengidap tidak merasa
lapar. Proses ini dapat terpicu oleh masalah emosional, seperti stres atau
depresi. Beberapa gejala yang ditimbulkan dari bulimia nervosa
(Alodokter.com, 2015):
a. Sangat terpaku pada berat badan serta bentuk tubuh, terkadang hingga
terasa tidak masuk akal
b. Selalu beranggapan negatif terhadap bentuk tubuhnya sendiri
c. Takut gemuk atau merasa kegemukan (berolahraga berlebihan)
d. Sering lepas kendali saat makan, misalnya terus makan sampai sakit perut
atau makan dengan porsi berlebihan
e. Menghindari makan di tempat-tempat umum atau di depan orang lain
f. Sering bergegas ke kamar mandi setelah makan
g. Memaksakan diri untuk muntah, terutama dengan memasukkan jari ke
kerongkongan
h. Memiliki gigi dan gusi yang rusak
i. Menggunakan obat pencahar, diuretik, atau enema setelah makan.
j. Menggunakan suplemen atau produk herba untuk menurunkan berat
badan.
Tanda dan gejala umum yaitu pusing, pening (light headedness),
palpitasi (karena dehidrasi, hipotensi, mungkin hipokalemia), bradycardia
atau tachycardia, hipotermia, dan hipotensi (sering dikaitkan dengan
dehidrasi). Gejala gastrointestinal seperti iritasi faring, nyeri perut (lebih
umum pada orang-orang yang menginduksi dirinya untuk muntah), darah
dalam muntahan (dari iritasi esofagus, dan dari air mata yang sebenarnya
mungkin berakibat fatal), kesulitan menelan, perut kembung, sembelit, dan
obstipasi.
Gejala lain yang terkait termasuklah inflamasi kronis dan sakit
tenggorokan, pembengkakan kelenjar di leher dan di bawah rahang, robekan
enamel gigi dan meningkatnya kepekaan dan kerusakan gigi akibat daripada
pemaparan terhadap asam perut, penyakit refluks gastroesofagus, intestinal
distress dan iritasi akibat penyalahgunaan obat cuci perut, masalah pada
ginjal akibat penyalahgunaan obat diuretik, dan dehidrasi berat karena
kekurangan cairan dari tubuh.
Bulimia Nervosa beberapa ciri khas yaitu binge eating, purging, dan
body image disertai dengan gangguan psikologis berupa depresi. Ciri

7

penting dari bulimia nervosa adalah suatu episode, dimana terjadi perilaku
meraih makanan yang tidak terkontrol dengan jumlah yang besar dalam
periode waktu yang singkat. Pasien sadar dengan gangguan kebiasaan
makannya. Mereka biasanya tidak menyadari rasa lapar selama pesta makan
dan tidak berhenti makan walaupun merasa kenyang. Mereka merasa takut
dengan ketidakmampuan berhenti makan secara sadar dan melaporkan
bahwa pesta makan hanya berhenti ketika terjadi nausea atau nyeri abdomen
yang berat, atau ketika diinterupsi dengan tertidur, atau ketika mereka
menginduksi vomiting (Soetjiningsih, 2007).
1) Binge Eating
Gambaran Klinis BN digolongkan pada orang yang mengalami
episode konsumsi makanan dengan jumlah yang sangat banyak (misalnya,
binge-eating) secara rekuren dan sering, dan merasakan kurangnya
penguasaan terhadap makan. Binge eating artinya mengkonsumsi makanan
yang banyak dalam periode waktu yang singkat. Pada saat episode binge
terjadi kehilangan kendali terhadap makanan. Penderita bulimia nervosa
dapat mengkonsumsi makanan sekitar 3000-7000 kkal per episode binge.
Epidode binge sering timbul pada waktu yang sama setiap hari atau timbul
sebagai akibat rangsangan emosional seperti depresi, jemu atau marah dan
kemudian diikuti oleh periode puasa berkepanjangan.Mengkonsumsi
makanan biasanya didahului muntah dengan kira-kira satu tahun. Episode
makan berlebihan yang berulang. Episode ini ditandai dengan kedua hal
berikut ini:
1) Makan, dalam periode waktu tertentu (misalnya dalam 2 jam),
jumlah makan jauh lebih besar daripada yang dimakan kebanyakan
orang pada periode waktu yang sama dan dalam keadaan atau
situasi yang sama. Selama mengkonsumsi makanan pasien
memakan makanan yang manis, tinggi kalori, dan biasanya lembut
atau lunak, seperti cake dan kue kering. Beberpa pasien lebih
menyukai makanan yang besar tanpa memandang rasanya.
2) Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode tersebut
(misalnya merasa tidak dapat menghentikan makan atau
mengendalikan apa atau berapa banyak yang dimakannya).
Makanan dimakan secara sembunyi-sembunyi dan secara cepat,
dan kadang-kadang tidak dikunyah.
Episode makan berlebihan seperti ini :
1) Makan lebih cepat dari normal.
2) Makan sampai merasa sangat kenyang hingga terasa tidak nyaman.
3) Makan makanan dengan jumlah besar meskipun secara fisik tidak
lapar.

8

4) Makan sendirian karena malu akan banyaknya makanan yang
dimakannya.
5) Merasa jijik dengan dirinya sendiri, depresi, atau sangat bersalah
setelah makan berlebihan.
Pesta makan seringkali diikuti dengan perasaan depresi dimana pasien
merasa sedih, kesepian, hampa, dan terisolasi, atau rasa cemas dengan
ketegangan yang luar biasa. Perasaan ini biasanya membaik selama pesta
makan, namun setelah itu pasien dilaporkan mengalami perasaan depresi
dengan mengkritik dan meremehkan diri serta timbul perasaan bersalah.
Pesta makan biasanya dilakukan secara rahasia yang dilakukan selama
beberapa menit sampai beberapa jam (seringkali kurang dari 2 jam).
Kebanyakan pesta makan terjadi secara spontan, namun beberapa telah
direncanakan. Frekuensi pesta makan berkisar dari kadang-kadang (sekali
atau dua kali sebulan) sampai berkali-kali dalam sehari. Kuantitas jumlah
makanan bervariasi namun selalu besar.
2) Purging
Penderita Bulimia Nervosa menempuh beberapa cara menolak
dampak dari makanan yang berlebihan. Bisanya setelah perilaku binge
eating yang diikuti dengan perilaku mengkompensasi binge dengan
menyingkirkan makanan yang dimakan (misalnya, muntah, penggunaan
obat cuci perut atau diuretik yang berlebihan). Paling sering adalah dengan
cara memuntahkan makanan dengan jalan merangsang faring atau secara
spontan atau dengan menggunakan sirup ipecac. Muntah yang sering terjadi
dan biasanya diinduksi dengan memasukkan jari ke dalam tenggorokan,
walaupun beberapa pasien mampu untuk muntah atas kehendaknya sendiri.
Muntah menurunkan nyeri abdomen dan perasaan penuh dan
memungkinkan pasien terus makan tanpa takut akan mengalami kenaikan
berat badan. Disamping itu, cara lainnya adalah menggunakan laksan,
diuretic dan enema serta dengan jalan melakukan latihan fisik yang
berlebihan.
Self-induced vomiting sangat sering namun bukanlah ciri untuk
diagnosis. Beberapa pasien setelah pesta makan melakukan puasa dalam
periode waktu yang lama, dan olahraga yang berat. Muntah dilakukan
dengan menggunakan emetik seperti sirup ipecac untuk menginduksi
muntah dengan mengaktifkan gag refleks. Luka pada punggung tangan juga
dapat muncul akibat menstimulasi gag refleks. Muntah juga dilakukan
berulang sampai pasien berpikir bahwa mereka telah mengeluarkan
makanan sebanyak mungkin. Penyalahgunaan laksatif umum dikaitkan
dengan bulimia nervosa, penggunaan diuretik bukanlah hal yang tidak biasa.
Jika muntah terlalu banyak, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit
9

dapat menjadi kasus yang darurat. Kematian akibat dilatasi dan rupture
gaster pernah dilaporkan.
3) Body Image
Penderita Bulimia Nervosa memiliki persepsi yang keliru tentang
berat badan dan bentuk tubuhnya. Mereka merasa kelebihan berat badan
atau gemuk, meskipun pada kenyataannya berat badannya dalam batas
normal. Sebagian besar pasien bulimia nervosa dalam rentang berat badan
yang normal, tetapi beberapa pasien khawatir terhadap citra tubuh dan
penampilannya, khawatir terhadap tanggapan orang lain terhadap dirinya,
dan khawatir terhadap daya tarik seksualnya. Sebagian besar pasien bulimia
nervosa aktif secara seksual, dibandingkan dengan pasien anoreksia nervosa
yang tidak tertarik terhadap seks. Pika dan perebutan selama makan kadangkadang ditemukan dalam riwayat pasien bulimia nervosa.
Pasien dengan bulimia nervosa sadar akan perilakunya dan seringkali
melakukan hal yang besar untuk merahasiakannya. Mereka sangatlah
khawatir mengenai penampilan fisik, dengan harga diri yang bergantung
pada ukuran dan bentuk tubuh. Penyesuaian seksual yang terganggu, mulai
dari pergaulan bebas sampai ke aktivitas seksual yang terbatas. Beberapa
gejala lain berkaitan dengan buruknya kontrol impuls yang sering pada
penderita bulimia nervosa, seperti penggunaan alkohol, penyalahgunaan
obat, mencuri, memutilasi diri sendiri, dan percobaan bunuh diri.
Kebanyakan pasien mengalami fluktuasi berat badan. Beberapa gejala yang
berkaitan dengan bulimia nervosa mencakup edema pada ekstremitas, sakit
kepala, nyeri tenggorokan, pembengkakan glandula parotis dan glandula
salivatorius lainnya, erosi pada enamel gigi dan karies berat, merasa
kembung, nyeri abdomen, lethargi dan fatigue. Dizziness, syncope, dan
seizure dapat muncul jika muntah yang berat. Menstruasi yang irregular
umum terjadi, namun amenorea tidak terus menerus.
Orang yang menderita BN dapat jatuh kepada golongan dengan berat
badan yang normal sesuai dengan umur mereka. Persepsi yang keliru ini
menyebabkan penderita Bulimia Nervosa berusaha menurunkan berat
badannya. Sebaliknya pada saat tertentu terjadi kehilangan kontrol terhadap
pembatasan makan, sehingga timbuk episode binge eating. Seperti AN,
mereka juga mempunyai ketakutan untuk pertambahan berat badan, dan
sangat nekad untuk mengurangi berat badan, merasa ketidakbahagiaan hebat
atas ukuran dan bentuk tubuh. Kebiasaannya, perilaku bulimik adalah
rahasia, karena selalu disertai dengan perasaan jijik dan malu. Siklus
perilaku binging dan penyingkiran ini selalunya berulang selama beberapa
kali dalam seminggu. Kebanyakan perubahan kondisi fisik adalah akibat
dari aspek penyingkiran penyakit, termasuklah ketidakseimbangan
10

elektrolit, masalah gastrointestinal, dan masalah berkaitan dengan rongga
mulut dan gigi.
4) Depresi
Gejala psikologis penderita Bulimia Nervosa adalah depresi. Mirip
dengan AN, orang yang menderita BN juga mempunyai penyakit psikologis
seperti depresi, ansietas dan/atau permasalahan penyalahgunaan zat. Depresi
sering kali mengikuti episode dan disebut penderitaan setelah pesta makan
(postbinge anguish). Biasanya, pasien dengan BN merasa malu dengan
perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahsiakannya daripada
keluarga dan teman-teman. Pengalaman episode binge eating dan purging
menimbulkan rasa bersalah, penyesalan yang dalam, dan perasaa malu.
Sebaliknya keadaan depresi juga menyebabkan timbulnya gangguan makan
dan episode binge.
Bulmina nervosa terdapat pada pasien dengan gangguan mood dan
gangguan kendali impuls. Bulimia nervosa juga terjadi pada orang dengan
resiko tinggi untuk gangguan terkait zat serta berbagai gangguan
kepribadian. Pasien bulimia nervosa juga mengalami gangguan ansietas,
gangguan bipolar I, dan gangguan disosiatif, serta riwayat penganiayaan
seksual. Gangguan mood sering terjadi pada pasien dengan BN dan
simptom cemas dan tegang (tension) sering dialami. Kebanyakan pasien
dengan bulimia nervosa mengalami depresi ringan dan sesetengah
mengalami gangguan mood dan perilaku yang serius seperti cobaan
membunuh diri dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang.
Biasanya, pasien dengan bulimia nervosa merasa malu dengan perbuatannya
sendiri dan cenderung untuk merahasiakannya dari keluarga dan temanteman (Chavez dan Insel, 2007).
Pada pemeriksaan status mental dapat ditemukan:
a) Penampilan: pasien biasanya rapi, berpakaian yang baik, dan
menunjukkan atensi pada hal yang rinci. Dandanan seringkali teliti dan
selanjutnya memperlihatkan bahwa pasien fokus pada penampilan
personal.
b) Tingkah laku: pasien biasanya tidak memiliki pergerakan yang
abnormal, namun perasaan cemas terlihat dari pergolakan psikomotor.
Perpindahan biasanya spontan, dan pasien umumnya kooperatif dan
dapat melaksanakan tugas yang diperintahkan.
c) Sikap terhadap pemeriksa: pasien umumnya mencegah kontak mata
karena malu
d) Mood dan afek: pasien seringkali memperlihatkan perasaan depresi dan
dapat juga berupa kecemasan

11

e) Pembicaraan: isi dan artikulasi biasanya normal
f) Proses pikir: pasien mungkin memiliki proses pikiran linear dan sampai
pada tujuan yang diarahkan
g) Isi pikir: pikiran cenderung berputar disekitar makanan dan
kekhawatiran tentang bentuk tubuh dan berat badan.
h) Kelainan persepsi: delusi dan halusinasi biasanya tidak ada
i) Ide bunuh diri: ide untuk bunuh diri biasa ditemukan terutama pada
pasien dengan mood depresi.
j) Ide pembunuhan: ide pembunuhan tidak berhubungan untuk diagnosis
bulimia nervosa
k) Kognisi: pasien pada umumnya sadar, dan berorientasi pada sekitar
mereka.
l) Daya nilai: pasien umumnya menunjukkan daya nilai yang buruk
mengenai perawatan diri dan pengobatannya. Strategi penurunan berat
badan seperti muntah yang diinduksi sendiri, penyalahgunaan laksatif,
dan diuretic seringkali dianggap sebagai metode yang sah dan sesuai
untuk mengatur berat badan.
m) Tilikan: tilikan pada pasien bulimia nervosa bervariasi.
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Uji Laboratorium dan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien
dengan bulimia nervosa menurut American Psychiatric Association (APA,
2013) adalah sebagai berikut :
1.

Pemeriksaan fisik yang menyeluruh

Pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk penting menunjukkan
adanya bulimia nervosa, terutama untuk menyingkirkan subtipe gangguan
tersebut. Pada pemeriksaan, dokter mungkin mencari tanda-tanda
komplikasi medis dimana termasuk juga erosi gigi, jaringan parut atau
abrasi pada kuku-kuku jari, dan kelenjar parotis bengkak.
2.

Uji kadar elektrolit serum

Para penderita bulimia dengan berat badan normal atau overweight
(gemuk) mungkin tidak memiliki kelainan laboratorium yang signifikan.
Kelainan laboratorium menjadi lebih umum dengan penurunan berat badan.
Tingkat elektrolit yang paling mungkin akan terpengaruh. Kelainan cairan
dan elektrolit seperti hipokalemia (yang dapat memprovokasi aritmia
jantung), hipokloremia, dan hiponatremia. Hilangnya asam lambung melalui
muntah dapat menyebabkan alkalosis metabolik (peningkatan serum
bikarbonat), dehidrasi melalui pencahar dan diuretik dapat menyebabkan
asidosis metabolik.
12

3.

Kadar amilase serum meningkat

Beberapa individu dengan bulimia nervosa menunjukkan peningkatan
sedang pada amilase serum yang mencerminkan peningkatan isoenzim
ludah. Tingkat amilase tinggi mungkin menunjukkan bahwa pasien telah
muntah. Dalam beberapa kasus, maka akan diperlukan untuk menyingkirkan
penyebab organik kadar amilase tinggi atau muntah, seperti pankreatitis.
Ketika difraksinasi menjadi komponen-komponen serum dan saliva,
peningkatannya terkadang tidak proporsional, dengan amilase saliva tinggi
melebihi amilase pankreas pada pasien yang telah muntah. Karena itu tes
difraksinasi mungkin bermanfaat untuk digunakan sebagai alat bantu
diagnostik dalam kasus dimana muntah ditolak dan memonitor terus muntah
pada pasien yang menjalani pengobatan.
4.

Evaluasi faktor-faktor psikologis

Pemeriksaan psikiatrik lengkap dengan memperhatikan depresi yang
merundungi bersama, anoreksia nervosa, penyalahgunaan zat/obat (contoh:
kokain, alkohol, ampetamin, sedative, dan pil diet), dan gangguan
kepribadian. Lakukan pula evaluasi pasien untuk impulsivitas dan
kecenderungan bunuh diri.
Gejala psikopatologinya terdiri dari ketakutan yang luas biasa akan
kegemukkan dan penderita mengatur sendiri batasan yang ketat dari ambang
berat badannya, sangat dibawah berat badan sebelum sakit dianggap berat
badan yang sehat dan optimal. Seringkali, tetapi tidak selalu, ada riwayat
episode anoreksia nervosa sebelumnya, interval antara kedua gangguan
tersebut berkisar antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Episode
sebelumnya ini dapat jelas terungkap, atau dalam bentuk ringan yang
tersembunyi dengan kehilangan berat badan yang sedang dan atau suatu fase
sementara dari amenore. Bulimia nervosa harus dibedakan dari gangguan
depresif, walaupun penderita bulimia sering mengalami gejala-gejala
depresi.
2.6

Penatalaksanaan
Pada beberapa kasus, ketika makan berlebih tidak terkendali, tetapi
pasien rawat jalan tidak berhasil, atau pasien menunjukkan gejala psikiatrik
tambahan seperti bunuh diri dan penyalahgunaan zat, rawat inap di rumah
sakit mungkin perlu dilakukan. Di samping itu, pada kasus mengeluarkan
makanan kembali yang berat, gangguan metabolik dan elektrolit yang
ditimbulkan mungkin sangat memerlukan rawat inap di rumah sakit.
Penatalaksanaan bulimia nervosa menurut (Sadock, 2010):

13

1. Psikoterapi
Umumnya dokter melakukan terapi kognitif, yang bertujuan
merubah persepsi dan cara berpikir pasien mengenai tubuhnya. Dokter
mendorong pasien untuk berpikir secara benar terhadap dirinya sehingga
menjadi lebih obyektif melihat suatu masalah, dan menghilangkan sikap
serta reaksi yang salah terhadap makanan.
a) Memberi kepercayaan kepada pasien sehingga pasien mau
bekerjasama dalam pengobatan.
b) Menghentikan kebiasaan makan yang salah dan episode muntah serta
diare: Hal ini dapat dilakukan dengan membatasi jumlah dan jenis
makanan pasien bulimia nervosa. Namun sedikit sulit bila pasien
tinggal dirumah tanpa pengawasan.
c) Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan keadaan
yang sudah membaik:
a. Setelah pengobatan biasanya pasien akan mengulangi
kebiasaannya untuk makan lagi, maka kita jangan menentangnya,
tapi kita anggap bahwa hal itu merupakan respon yang fisiologis.
b. Agar pasien mau makan, maka kita katakankepadanya bahwa rasa
lapar yang timbul itu, karena tubuhnya memerlukan nutrisi.
c. Kalau pengobatan berhasil, maka pasien akan mengurangi
ketergantungan terhadap kebiasaan jeleknya dan gejala depresinya
akan teratasi, ini dapat berlangsung untuk beberapa bulan.
d. Oleh karena kebiasaan makan yang jelek pada bulimua nervosa ini
mudah berulang kembali, maka pengobatan yang paling efektif
adalah dengan memberikan rasa paercaya diri kepada pasien
terhadap penampilan dan berat badannya.
2. Farmakoterapi
Untuk penderita bulimia umumnya diberikan obat-obatan jenis
antidepresan bersama dengan pengobatan psikoterapi. Obat yang diberikan
umumnya dari jenis trisiklik seperti imipramine (dengan merek dagang
Tofranil) dan desipramine hydrochloride (Norpramin); atau jenis selective
serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti fluoxetine (Antiprestin,
Courage, Kalxetin, Nopres, dan Prozac), sertraline (Zoloft), dan paroxetine
(Seroxat).
3. Terapi psikis
Terapi bulimia biasanya meliputi konseling dan terapi tingkah laku.
Sebagian besar gangguan makan permasalahannya bukanlah pada
makanan itu sendiri, tetapi pada kepercayaan diri dan persepsi diri. Terapi
akan efektif jika ditujukan pada penyebabnya, bukan pada gangguan
makannya. Terapi individu, dikombinasikan dengan terapi kelompok dan

14

terapi keluarga seringkali sangat membantu. Terapi kelompok adalah
terapi dimana penderita penyakit yang sama saling membagi pengalaman
mereka.
4. Terapi nutrisi
Ahli gizi dapat mengatur jadwal makan, memberikan penjelasan
mengenai tujuan terapi nutrisi, pentingnya diet sehat dan akibat buruk dari
pola makan yang salah terhadap kesehatan. Pengaturan diet untuk
penderita bulimia nervosa dilakukan secara bertahap tergantung tingkat
keparahan serta ada tidaknya komplikasi dengan penyakit penyerta. Selain
dengan pengaturan makan yang sehat dan berimbang diperlukan juga
olahraga secara tepat dan teratur.
5. Terapi Oral
a) Untuk mencegah erosi dan karies pada gigi, pasien dianjurkan tidak
menyikat gigi lagi setelah muntah, namun berkumur dengan sodium
fluorida 0,05%, alkaline mineral water, sodium bikarbonat, atau
magnesium hidroksida untuk menetralkan asam pada rongga mulut.
b) Mengurangi konsumsi makanan yang mengandung gula atau
karbohidrat, sebab akan meningkatkan resiko terjadinya karies.
c) Mengunyah permen karet rendah gula untuk meningkatkan produksi
saliva sintetik seperti glosodane
d) Gunakan pasta gigi, obat kumur, atau gel yang mengandung flourida
untuk mengurangi rasa sensitif pada gigi dan sebagai pertahanan
terhadap karies.
e) Menyikat gigi tiga kali sehari setelah melakukan flossing untuk
mengurangi plak pada gigi.
2.7 Komplikasi
Jika tidak segera ditangani, bulimia bisa memicu komplikasi yang
serius dan bahkan berakibat fatal. Frekuensi muntah yang sering terjadi akan
merusak gigi (akibat asam lambung) dan memicu pembengkakan kelenjar
air liur. Demikian pula dengan sakit tenggorokan serta bau mulut.
Kekurangan nutrisi juga termasuk komplikasi serius akibat bulimia.
Komplikasi ini dapat memicu dehidrasi, sulit untuk hamil karena siklus
menstruasi yang tidak teratur, kulit dan rambut yang kering, kuku yang
rapuh, gagal ginjal, serta gagal jantung. Sementara penggunaan obat
pencahar yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan pada organorgan pencernaan serta mengganggu keseimbangan kadar senyawa alami
tubuh. Ketidakseimbangan ini berpotensi memicu kelelahan, lemas, detak
jantung yang tidak teratur, serta kejang (Alodokter.com, 2015).

15

Komplikasi medis lainnya seperti dilatasi gaster akut yang dapat
berakibat rupture gaster. Selain itu robekan mallory-weiss pada esophagus,
rupture esophagus, refluks esophagitis, dan cardiomiopaty sebagai akibat
sekunder dari penggunaan ipecac. Toksisitas ipecac juga berhubungan
dengan skeletal myopathy, kronik hipokalemia. Xerosis berkaitan dengan
dehidrasi kronik. Penggunaan laksatif berlebihan dapat menyebabkan risiko

konstipasi kronik, cathartic colon dengan pseudo-hischprung syndrome, dan
komplikasi lainnya. Berikut efek yang ditimbulkan terhadap tubuh dan dan
masalah dalam beberapa aspek (Wildes, 2010):

(Gambar 1. Efek Bulimia Nervosa terhadap Tubuh)
1)

Gigi
Beberapa kelainan pada rongga mulut telah dilaporkan termasuk erosi
gigi, mengurangi laju aliran saliva, hipersensitivitas gigi, karies gigi,
penyakit periodontal, dan xerostomia (mulut kering). Erosi gigi biasanya
terjadi pada permukaan lingual dari gigi rahang atas. Meskipun gigi
mandibular juga dapat terpengaruh, mereka diyakini agak terlindung, dari
paparan asam lambung, oleh lidah. Erosi dapat terlihat pada awal enam
bulan setelah terjadinya induksi muntah sendiri yang bersifat reguler.

16

(Gambar 2. Karies Gigi dan Erosi Gigi)
Peningkatan frekuensi karies gigi telah dilaporkan sebagai
konsekuensi dari makan berlebihan
makanan yang mengandung
karbohidrat, peningkatan konsumsi minuman berkarbonasi, kebersihan
mulut yang buruk, selain paparan asam. Gingivitis (penyakit gusi) dan
penyakit periodontal mungkin akibat dari paparan berulang terhadap asam
lambung. Hal ini menyebabkan iritasi gusi kronis dan perdarahan.
Xerostomia ditemui pada pasien dengan self-induced muntah itu diduga
berhubungan dengan laju aliran saliva berkurang.
Pembesaran kelenjar ludah telah berkorelasi dengan peningkatan
kadar amilase serum. Kelenjar parotis bilateral yang merupakan kelenjar
yang paling sering terlibat, tetapi pembesaran submandibula juga dapat
dilihat. Ini wajah "Jenis tupai" yang umumnya terjadi 3-4 hari setelah
penghentian self-induced muntah. Kelenjar parotis dan submandibular
seringkali membesar secara simetris dan juga terasa sedikit nyeri. dan
sialadenosis (non-inflamatory saliva glands enlargement) sekitar 10-66%
yang biasanya disebabkan oleh kelainan sistemik seperti diabetes mellitus,
alakoholik, anoreksia nervosa dan bullimia nervosa. Tidak seperti anoreksia
nervosa, pada bulimia nervosa tidak terjadi gangguan densitas mineral
tulang, hanya saja gangguan densitas tulang ini tergantung pada usia
menarche, amenorrhhea, dan berat badan (semakin kurus semakin beresiko).
Hipertropi parotid dan submandibular bisa terjadi akibat kebiasaan muntah,
malnutrisi, dan disfungsi autonom. Cara utama untuk mencegah terjadinya
pembesaran kelenjar tersebut adalah tidak menginduksi muntah, dengan
demikian ukuran kelenjar parotis dan submandibular akan berkurang secara
perlahan dalam beberapa bulan. Terapi lain yang bisa dilakukan adalah
kompres hangat pada kelenjar tersebut, mencoba menggunakan pilocarpin
oral untuk menstimulasi pengeluaran air liur.

17

(Gambar 3. Pembengkakan Kelenjar Parotis akibat Bulimia Nervosa)
2)
Tenggorokan
Self-induced muntah dapat menyebabkan kerusakan pada sfingter
esofagus, mempengaruhi area dari faring dan laring. Muntahan kandungan
asam mungkin bersentuhan dengan pita suara dan sekitarnya,
mengakibatkan suara serak, disfagia, batuk kronis, sensasi terbakar di
tenggorokan atau sakit tenggorokan berulang.
3)
Jantung
Komplikasi jantung lebih sering terjadi pada AN dibandingkan dengan
BN, manifestasi klinis yang didapatkan berupa palpitasi yang disebabkan
oleh sinus takikardia yang merupakan efek dari hipokalemia,
hipomagnesaemia, dan dehidrasi yang terjadi. Dehidrasi akibat episode
berulang dari muntah yang dapat mengakibatkan hipotensi, dan ortostatik.
Meskipun pasien akan sering menggunakan jari-jari mereka atau benda
untuk menginduksi muntah, beberapa mungkin kembali menggunakan
ipecac, sirup sebelumnya digunakan untuk mengobati ingestions toksik
akut. Pasien dengan bulimia yang terlibat dalam self-induced muntah
mungkin menyalahgunakan obat ini. Bahan aktif ipecac adalah emetine
yang memiliki paruh yang panjang dan akibatnya dapat terakumulasi untuk
tingkat beracun dengan konsumsi kronis. Toksisitas Emetine dapat
mengakibatkan kerusakan permanen miosit jantung yang mengakibatkan
gagal jantung kongestif berat, aritmia ventrikel, dan kematian jantung
mendadak.
4)
Paru-paru
Pada pasien yang membersihkan melalui self-induced muntah, aspirasi
makanan dimuntahkan adalah sebuah kemungkinan. Dengan demikian, pada
orang dewasa muda yang sehat dengan gangguan pernapasan dengan onset
tiba-tiba, self-induced muntah dengan aspirasi harus dipertimbangkan.
Komplikasi paru lain dari self-induced muntah adalah pneumomediastinum,
yang merupakan diseksi udara melalui dinding alveolar, karena muntah.
5)
Elektrolit
Episode muntah berulang dapat menyebabkan dehidrasi dan
peningkatan regulasi sekresi Rennin-Angiotensin-Aldosteron. Aldosteron
disekresikan oleh kelenjar adrenal dan hasilnya terjadi peningkatan
penyerapan natrium bikarbonat dan retensi air
untuk mengurangi
kecenderungan terhadap dehidrasi, hipotensi dan penurunan volume dari
muntah berulang. Hal ini menghasilkan alkalosis metabolik dan nilai-nilai
kalium serum rendah. Secara bersama-sama, fenomena ini disebut sebagai
sindrom pseudo-Bartter. Kehilangan kalium tambahan yang berasal dari
muntahan yang sebenarnya. Melalui kalium serum yang rendah mungkin

18

penanda khusus untuk self-induced muntah dari bulimia, tidak sensitif.
Sebagian besar pasien dengan bulimia, yang hanya kadang-kadang muntah,
akan memiliki elektrolit serum yang normal, berbeda dengan mereka yang
muntah berlebihan atau mereka yang melakukannya secara teratur untuk
program berkepanjangan.
Tabel 4 . Perubahan elektrolit
PURGING
POTTASIU CHLORID
SODIUM
BICARBONATE
MODE
M
E
Decreased
Diuretics
Decreased
Decreased
Increased
or normal
Laxatives (shortterm)

Decreased
or normal

Decreased

Increased

Decreased

Laxatives (longterm)

Decreased
or normal

Decreased

Decreased

Increased

Vomiting

Decreased
or normal

Decreased

Decreased

Increased

6)

Kulit
Masalah dermatologi ditemukan pada pasien bulimia nervosa,
walaupun kurang dipedulikan, termasuk “Russell’s sign” terdapat penebalan
atau scar pada punggung tangan yang disebabkan oleh penekanan jari
terhadap gigi saat menginduksi muntah, lesi tersebut bisa menjadi
permanen. Tanda ini biasanya terlihat pada stadium awal penyakit ini. Pada
pasien kronis, cara menginduksi muntah biasanya dilakukan dengan
menekan abdomen. Perbuatan melukai diri sendiri terkadang terlihat pada
pasien dengan BN, contohnya menusuk diri dengan jarum, membakar kulit
dengan api rokok.
Pasien dengan berat badan yang cukup rendah mungkin menunjukkan
manifestasi dermatologi karena kelaparan termasuk alopecia, xerosis,
hipertrikosis lanuginosa, cheilosis, carotenoderma, pruritus, dan kerapuhan
kuku. Pasien dengan self-induced muntah akan sering melakukannya,
secara mekanis dengan memasukkan jari-jari mereka ke dalam mulut
mereka. Seiring waktu, pengenalan tangan ke dalam mulut menghasilkan
trauma berulang dan kulit lecet pada tangan.

19

(Gambar 4. Trauma berulang pada Kulit tangan)
7)
Masalah gastrointestinal
Gangguan traktus gastrointestinal bisa terjadi pada penderita bulimia,
seperti perut kembung, flatulensi, konstipasi, keterlambatan pengosongan
lambung (peristaltik menurun), GERD, Mallory – Weiss tears syndrome,
Rectal prolaps, dan apabila hal ini terjadi terutama pada kaum wanita maka
bulimia nervosa bisa dijadikan differensial diagnosa. Ipeca sering digunakan
oleh pasien bulimia untuk menginduksi muntah. Namun obat ini memiliki
efek samping yang cukup besar yakni kardiomiopati. Dental enamel erosi
dan gigi yang sensitif terhadap suhu panas dan dingin pada makanan
maupun minuman merupakan hal yang biasa ditemukan pada BN. Asam
lambung menyebabkan enamel menjadi lebih lembut secara bertahap.
Pasien harus diajarkan cara untuk mengurangi kerusakan enamel dengan
cara membersihkan mulut setelah muntah, yaitu dengan alkalinisasi mulut
dengan berkumur menggunakan soda kue yang dilarutkan dalam air dan
menunggu selama 30 menit terlebih dahulu baru dibersihkan. Cairan panas
dan dingin harus dihindari apabila menyebabkan nyeri pada gigi. Sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter gigi, penyakit gusi juga sering didapatkan pada
pasien ini.
Sebagai catatan, eritema pada konjungtiva, yang seringkali disertai
dengan perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi akibat dari muntah. Hal ini
terjadi karena terjadinya elevasi pada penekanan vena saat muntah.Batu
empedu juga harus dipertimbangkan sebagai diagnosis diferensial pada AN
dan BN yang datang dengan keluhan muntah atau nyeri perut kuadran kanan
atas. Nyeri tersebut disebabkan oleh batu empedu, yang angka kejadiannya
meningkat pada pasien yang mengalami penurunan berat badan. USG
merupakan cara untuk menyingkirkan keberadaaan dari batu empedu
tersebut.
Konstipasi, tidak jarang terdapat pada pasien BN. Pasien mengeluhkan
perut kembung dan susah buang air besar, sering kali pasien mengatasinya
dengan mengkonsumsi laksative. Hal tersebut justru dapat memperbukruk
konstipasinya. Tidak jarang pasien justru mengkonsumsi laksative dengan
pertimbangan bahwa dengan mengkonsumsi laksative maka berat badan
akan semakin berkurang, sedangkan laksative memiliki efek samping
terhadap motilitas kolon. Secara umum, dengan usaha pengembalian berat
badan dan memperbanyak makan secara bertahap maka usus akan
mengalammi perbaikan dalam waktu 3 minggu. Penatalaksanaan untuk
konstipasi itu sendiri adalah dengan edukasi terhadap pasien agar minum air

20

yang banyak 6-8 gelas perhari, serat dalam jumlah yang rendah yaitu 10
gram perhari, laktulosa jenis sintetik nonabsorbsi disakarida, 30-60 ml satu
sampai dua kali perhari, kita juga perlu mempberi tahu bahwa walaupun
pemberian laktulosa tersebut berasa sangat manis, pasien tidak perlu cemas
akan penambahan kalori yang mungkin terjadi, karena obat tersebut tidak
diabsobsi.
Muntah yang dipaksakan dapat merusak permukaan esofagus,
biasanya paling banyak terjadi pada sambungan antara esofagus dan
lambung. Kadang terdapat muntah darah berwarna merah segar, yang
dibarengi dengan isi lambung. Hal ini disebut Boerhaave’s sindrom yaitu
ruptur pada dinding esofagus yang merupakan dampak dari muntah yang
dipaksakan, kondisi seperti ini jarang ditemukan, namun sangat
berbahaya.Ruminative behavior merupakan regurgitasi isi lambung yang
dilakukan secara sadar, yaitu pengunyahan dan penelanan makanan,
kemudian dikunyah lagi, dan ditelan lagi, hal ini akan menyebabkan
terjadinya erosi gigi, aspirasi, dan Barrett’s esofagus.

21

8)

Masalah Endokrin
Hanya setengah dari pasien bulimia yang mengalami gangguan
menstruasi termasuk amenore dan oligomenore. Wanita dengan bulimia dan
gangguan menstruasi disebabkan oleh karena gangguan release hormon
gonadotropin dan leptin.
2.8

Prognosis
Pemantauan jangka panjang pada para pasien Bulimia nervosa
mengungkap bahwa 70 persen memperoleh kesembuhan, meskipun sekitar
10 persen tetap sepenuhnya somatik. Melakukan intervensi segera setelah
diagnosis ditegakkan berhubungan dengan prognosis yang lebih baik. Pasien
Bulimia nervosa yang lebih sering makan berlebihan dan muntah, komorbid
dengan penyalahgunaan zat