Menara di Indonesia kajian sejarah dan a

BANGUNAN KUNO MASA ISLAM: MENARA

Disusun oleh:
Asri Hayati Nufus

1406612483

Miftah Putra TL

1406565190

Taufiqurrahman

1406612533

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2017

1. Pengertian dan Sejarah Menara
Bangunan ibadah pada agama muslim tidak hanya berupa satu bangunan saja, tetapi dapat

berupa sebuah kompleks mesjid yang terdiri dari mesjid, menara, bahkan makam. Dalam hal
ini menara merupakan salah satu bangunan arsitektural islam yang menarik untuk dibahas.
Selain karena fungsinya sebagai tempat bagi muazin untuk mengumandangkan adzan,
arsitektur mesjid menarik untuk dibahas karena masing-masing menara mesjid mempunyai
ciri khas tersendiri. Seringkali menara pun menjadi ikon mengenai bangunan islam.
Menara menurut Francis D. K. Ching dalam bukunya A Visual Dictionary of Architecture
adalah bangunan atau struktur dengan perbandingan tingginya yang jauh lebih besar daripada
alasnya, bisa berdiri sendiri atau merupakan bagian dari bangunan yang lebih besar.
Pengertian menara dalam KBBI adalah bangunan yang tinggi (Seperti mesjid, gereja);
bangunan yang dibuat jauh lebih tinggi daripada bangunan induknya.
Menara atau minaret merupakan bangunan yang tinggi dan ramping yang merupakan
bagian dari masjid yang mempunyai tangga yang menuju satu balkon ke balkon lainnya yang
memungkinkan muazin dapat mengumandangkan azan bagi para muslim untuk beribadah
(Francis D. K. Ching, 1996:252).
Kata menara berasal dari bahasa Arab yaitu manaroh yang berarti tempat untuk menaruh
api atau cahaya di atas. Akar kata Menara yaitu kata nar yang artinya api, awalan ma untuk
menyatakan tempat, al-manar berarti tempat api. Di dalam bahasa inggris, menara
diterjemahkan menjadi minaret (Pijper, 1947: 274-283).
Menurut H. A. R. Gibb ada tiga istilah yang digunakan untuk menyebut menara yaitu
(Gibb, 1953: 341):

1. Ma’dhana
2. Mi’dhana
Jamak kedua kata di ata ma’adhin dan kedua kata tersebut berarti tempat menyerukan
adzan.
3. Sawma’a yang artinya closter atau ruangan.
Jumlah bangunan menara pada suatu kompleks mesjid tidak ditentukan. Terdapat
kompleks mesjid yang memiliki satu menara atau bahkan dua sampai lima menara. Selain itu,
pembangunan menara tidak hanya dilakukan bersamaan dengan pembangunan mesjid, tetapi
dapat dibangun sebelum atau setelah adanya mesjid.

Jumlah menara pada sebuah mesjid juga memengaruhi peranan dalam pembentukan
komposisi bentuk dan facade mesjid (Frishman dan Khan, 1994: 262), seperti:
a. Menara kembar (berjumlah dua buah) yang menegaskan wujud segi empat yang
membingkai sebuah facade.
b. Empat menara menegaskan bentuk balok yang melingkungi komposisi tiga dimensi
dari ruang shalat
c. Enam menara menandai sudut-sudut dari ruang shalat dan courtyard.
Kemudian, terdapat dua pola dasar menara yang terbentuk berdasarkan tata letak maupun
hubungan antara menara mesjid dan mesjid


yaitu pola menara yang dibangun terpisah

dengan mesjidnya dan pola menara yang dibangun bersatu atau bersamaan dengan mesjidnya
(Nasution, 2004:39). Menurut Pijper menara menjadi penanda adanya komunitas muslim di
daerah sekitar menara tersebut, ataupun sebagai hiasan atau pelengkap sebuah kompleks
mesjid saja (Pijper, 1985: 28-34). Hal ini ditunjukkan dengan adanya semakin banyak dan
tingginya menara-menara mesjid di Jawa pada umumnya. Gejala tersebut memperlihatkan
bahwa keinginan untuk menghias lebih besar daripada untuk persyaratan keagamaan (Pijper:
1985: 28).
Terdapat lima gaya bangunan menara menurut Pijper (1947):
1.
2.
3.
4.
5.

Menara dengan gaya menara kulkul di Bali
Menara yang mendapat pengaruh Portugis
Menara yang mendapat pengaruh Belanda dengan bentuk mercusuar
Menara yang mendapat pengaruh gaya Hadramaut (Arab)

Menara yang mendapat pengaruh India.

Awal mula menara sebagai salah satu ikon bangunan arsitektural yang berkaitan dengan
mesjid masih belum diketahui. Pada masa Rasulullah sendiri, belum ada bangunan menara
dan muazin mengumandangkan azannya dari dalam mesjid atau bahkan di atas bangunan
mesjid itu sendiri. Menara atau minaret bukan merupakan bangunan yang khas Islam karena
ternyata menara telah ada pada masa arsitektur Sumeria dan Assyiria yang berkembang di
Mesopotamia, yaitu sejak dibangunnya ziggurat, yang merupakan sarana untuk memuja para
dewa dan diyakini sebagai pengganti gunung dan esensinya adalah menjadi tinggi (Spiro
Kostof 1995:57; dalam Rizki Qadarini, 2002: 4). Dari penjelasan tersebut dapat diketahui
bahwa sebenarnya menara bukanlah sesuatu yang menjadi ciri Islam walaupun menara
memang berkaitan dengan kebutuhan religi.

Sehubungan hal tersebut, terdapat beberapa pendapat mengenai dimulainya pembangunan
minaret pada masa Islam. Pendapat pertama menyebutkan bahwa menara mulai dibangun
pada Dinati Umayyah tepatnya pada tahun 673 oleh Gubernur Mesir, Maslama yang
membangun empat buah menara yang dipengaruhi oleh menara gereja asal Syria yang
terletak pada setiap sudut mesjid pengganti mesjid Amr di Fustat (Frishman dan Khan,
1994:89 dalam Rizki Qadarini, 2002:31). Pendapat kedua adalah menara pertama kali
dikenalkan oleh Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dari Bani Umayyah yang didirikan pada

mesjid Nabi di Madinah. Pembangunan menara ini dilakukan bersamaan dengan renovasi
mesjid pada tahun 705-715 yang menggunakan balkon dengan tujuan agar azan yang
diserukan dapat terdengar lebih jelas dan cakupan daerahnya lebih luas (Surnatyo, 2000:31;
dalam Rizki Qadarini, 2002: 31).

2. Bagian-bagian Menara

Pada suatu Minaret atau menara masjid, ada komponen-komponen yang menjadi
atribut kuat dari bangunan tersebut. Komponen-komponen itu dibagi menjadi tiga bagian
utama, yaitu bagian kaki, tubuh dan atap menara. Ketiga bagian tersebut memiliki komponenkomponen tersendiri.
A. Puncak Menara
Bagian paling atas adalah bagian
puncak menara. Bagian ini mencakup
bagian teratas dari tubuh menara atau
bagian

terbawah

dari


sampai

dengan

puncak

atap

menara

atap

yang

biasanya ditandai dengan mustaka atau
penangkal

petir.

Bagian


atap

ini

berfungsi untuk melindungi isi menara
dan penggunanya dari berbagai keadaan
cuaca.

B. Tubuh Menara
Bagian kedua adalah bagian tubuh.
Bagian ini mencakup bagian teratas dari
kaki

menara

(soubasement)

atau


terbawah dari tubuh sampai dengan
bagian terbawah dari atap menara. Pada
bagian

tubuh

biasanya

komponen-komponen

seperti

terdapat
tangga,

jendela, anjungan, dan pintu keluar
menuju anjungan menara. Bagian ini
dibatasi pada plafon pada bagian bawah
puncak menara. Tangga naik yang
terdapat pada bagian ini berfungsi sebagai sarana uuntuk mencapai ruangan

balkon menara. Di bagian tubuh ini, jendela berfungsi sebagai ventilasi yang
Gambar 1. Menara secara keseluruhan
mengatur keluar masuknya udara, dan juga cahaya.

C. Kaki Menara
Bagian terakhir yang menjadi bagian dasar dari menara adalah bagian kaki.
Kaki menara mencakup bagian terbawah dari tubuh menara. Komponen yang
terdapat pada kaki menara terdapat pondasi, denah, selasar, pintu masuk dan
ruangan dalam menara (soubasement). Ruangan dalam menara ini membatasi
antara bagian kaki dengan tubuh. Bagian ini berfungsi sebagai pondasi tubuh
menara yang tinggi, serta tempat masuknya seorang muadzin yang hendak
mengumandangkan adzan di atas menara.
Berdasarkan jenisnya bagian kaki menara dibagi menjadi empat bentuk:

Gambar 1. Jenis-jenis Kaki Menara

a. Jenis Kaki Selasar (tinggi kaki < 30 cm)
b. Jenis Kaki Batur (tinggi kaki > 30 cm)
c. Jenis Kaki Langsung
d. Jenis Kaki Ruang


3. Contoh Menara Masjid di Indonesia: Menara Masjid Kudus
Mesjid Kudus, atau Masjid Menara Kudus berada di Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa
Tengah. Masjid ini mempunyai nama resmi Masjid Al Aqsa Manarat Qudus dan berdiri tahun
1549 Masehi (Kementrian Agama RI, 2014). Masjid ini merupakan salah satu masjid kuno di
Indonesia yang memiliki ciri khas yaitu menara. Menara pada Masjid Kudus memiliki
keunikan tersendiri karena memiliki arsitektur yang bergaya Hindu. Ini dikarenakan peran
dari Sunan Kudus, sebagai pendiri masjid ini, beradaptasi dalam melakukan dakwah atau
islamisasi pada budaya masyarakat pada zaman itu, yang mayoritas beragama Hindu dan
Buddha. Dampaknya, terjadilah akulturasi dari segi arsitektur pada bangunan Masjid Kudus,
dan berdampak pula pada bentuk dan gaya arsitektur Menara Masjid ini.
A. Menara Masjid Kudus

Gambar 3. Menara Masjid Kudus
Sumber: www.Google.com

Menara Masjid Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter, dengan bagian dasar
menara berukuran 10 x 10 meter. Sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring
bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya berwarna
biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara itu, 12

buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang. Di dalam menara terdapat
tangga yang terbuat dari kayu jati.. Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya
hubungan dengan kesenian Hindu di Jawa karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari
3 bagian: (1) kaki, (2) badan, dan (3) puncak bangunan. Menara ini dihiasi
pula antefiks (hiasan yang menyerupai bukit kecil).
Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk
motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang
tanpa perekat semen. Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian
kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat
batang saka guru (tiang penopang bangunan) yang menopang dua tumpuk atap tajug
(atap berbentuk piramida atau limas). Pada bagian puncak atap tajug terdapat
semacam mustaka (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjidmasjid tradisional di Jawa, yang jelas merujuk pada unsur arsitektur Jawa-Hindu
(Kementrian Agama RI, 2014)

B. Fungsi Menara Masjid Kudus
Pada awalnya, fungi dari Menara sendiri adalah sebagai mercusuar, berdasarkan arti
dari kata menara itu sendiri yang berasal dari kata berbahasa Arab yaitu manaroh yang
berarti tempat untuk menaruh api di atas (Syafwandi, 1984: 55-56).
Seiring dengan berkembangnya agama islam, fungsi dari menara berubah menjadi
tempat muadzin mengumandangkan Adzan. Selain itu, Menara juga berfungsi sebagai
tempat berdzikir di malam hari, khususnya pada bulan Ramadhan. (Syafwandi, 1984: 56)
Menara Masjid Kudus mempunyai empat fungsi dalam penerapannya pada zaman
awal ketika sunan Kudus masih hidup, yaitu:
1. Sebagai tempat adzan
2. Sebagai tempat berdzikir

3. Sebagai tempat untuk memanggil, mengumpulkan masyarakat untuk tujuan
tertentu
4. Sebagai tempat menyimpan beduk dan kentongan dari kayu (Syafrandi, 1984: 72)
Dari fungsi di atas, dapat kita simpulkan bahwa fungsi dari menara masjid kudus ini
sebagai tempat memanggil atau member iyarat kepada masyarakat untuk tujuan tertentu.
4. Kesimpulan
Menara merupakan salah satu ikon bangunan arsitektual pada islam, walaupun saat ini
masih belum diketahui sejak kapan menara menjadi salah satu ikon Islam. Pada
perkembangannya di zaman islam, fungsi menara menjadi pemberi isyarat (adzan) kepada
masyarakat sekitar untuk menunaikan sholat. Di Indonesia, terjadilah akulturasi budaya
islam dengan hindu di jawa pada Menara Masjid Kudus, ditinjau dari bentuk arsitektur
dan ornament yang terdapat pada bangunan tersebut.
Menara di Masjid Kudus terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki menara, tubuh
menara, dan atap menara. Dilihat dari segi arkeologis, terdapat gaya tertentu pada menara
yang menyerupai pembagian bangunan candi di Indonesia, yaitu adanya antefiks di
bangunan menara yang menandakan pula adanya akulturasi dengan budaya hindu di jawa.

Daftar Pustaka:
Bloom, Jonatan M. 2002. The Minaret: Symbol of faith and Power. Saudi Aramco World.
Ching, Francis D.K. 1995. A Visual Dictionary of Architecture. New York: Van Nostrad
Reinhold
Gibb, H. A. R. Dan Kraemers. “Masdjid”, Shorter Encyclopedia of Islam. Leiden dan
London. 1953. Hal. 330-353.
Nasution, Isman Pratama. Menara Masjid Kuna Indonesia: Suatu Survei dan Studi
Kepustakaan. Wacana, Vol. 6. No. 1, April 2004 (27-40).
Pijper, G. F. 1947. The Minaret in Java. Indian Antiqua. Leiden: E. J. Brill.
Pijper, G. F. 1984. “Mesjid-mesjid di Pulau Jawa” dalam Beberapa Studi tentang Sejarah
Islam di Indonesia 1900-1950, diterjemahkan oleh: Tudjimah dan Yessy Agusdin.
Jakarta: UI Press.
Qadarini, Rizki. 2002. Eksistensi Menara Sebagai Ekspresi Arsitektural Mesjid dan Gereja.
Skripsi. Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Syafwandi, 1984. Menara Masjid Kudus: Dalam Tinjauan Sejarah dan Arsitektur. Skripsi.
Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Widinanda, Vitra. 2009. Menara-Menara Mesjid Kuno Di Pulau Jawa Abad Ke 16-19 M:
Tinjauan Arsitektural Dan Ragam Hias. Skripsi. Depok: Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
http://simas.kemenag.go.id (diakses pada 6 Mei 2017)

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24