Sejarah dan Perkembangan Islam di pakpak

Sejarah dan Perkembangan Islam di Pakpak
BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah

Menelusuri sejarah dan perkembangan Islam di Pakpak[1] tentu saja tentu saja merupakan
sesuatu yang cukup beralasan. Sebab, Pakpak dalam konteks budaya sangat dipengaruhi oleh
Islam[2]—di samping Kristen dan Hindu-Buddha—sebagaimana yang terlihat dalam
kebudayaan masyarakatnya. Kenyataan ini setidaknya menunjukkan bahwa pengaruh Islam
di daerah ini, walaupun jumlah masyarakat Islam—di daerah ini—bukanlah masyarakat yang
mayoritas, tetapi justeru menjadi masyarakat minoritas menempati hanya sebagian kecil dari
kecamatan yang ada di Pakpak dengan jumlah tidak begitu signifikan dibanding Kristen.
Dalam proses pekembangan Islam di Pakpak ini, ada kesan kuat bahwa sebenarnya Islam
lebih dahulu masuk di daerah ini sebelum Kristen, hal ini setidaknya dapat dilihat dari apa
yang dikemukan oleh J. Boangmanalu mengatakan:
Pada waktu itu, agama utama masyarakat Pakpak di Kota Kerangan adalah si pelebegu
(animisme). Sebagian sudah beragama Islam. Sementara agama Kristen, baru pada usianya
diperkenalkan oleh almarhum Wilfrid Banureah, seorang tukang jahit pakaian yang datang
dari kota salak.[3]

Sebagaimana yang dikemukan J. Boangmanalu ini jelas menunjukkan kalau Islam lebih
dahulu dibanding Kristen masuk ke daerah Pakpak. Namun, kenyataan belakangan
menunjukkan justeru populasi masyarakat Islam lebih sedikit dibanding dengan Kristen.
Agaknya, penyebaran Kristen di daerah ini jauh lebih intentif dan terorganisir dilakukan
dibanding dengan penyebaran Islam, sehingga wajar kalau Kristen jauh lebih besar
pengaruhnya dan diterima di kalangan masyarakat Pakpak sebagai agama resmi atau juga
sangat mungkin sekali bahwa proses dakwah Islam di daerah ini justeru mengalami stagnasi
setelah selang beberapa lama pasca ketika Islam masuk ke Pakpak.

Selain itu, ada sumber yang menyebutkan penyebaran agama Kristen di Tanah Pakpak pada
awalnya tidak diterima karena sebelumnya sudah berkembang agama Islam.[4] Hal ini juga
menjadi penegasan lain bahwa Islam di Pakpak tidak dilakukan secara lebih baik sehingga
pengaruh Islam dapat disebut “kalah” dengan Kristen di Pakpak, sehingga belakangan Islam
justeru menjadi komunitas yang minoritas dibanding jumlah masyarakat Kristen.[5] Sebuah
fakta yang menarik dikemukan bahwa masyarakat Pakpak secara umum lebih dikenal
beragama Kristen dibanding Islam, walaupun sebagaimana di awal dikemukan bahwa Islam
jauh lebih dahulu masuk ke Pakpak dibanding Kristen.
Menarik dikemukakan di sini, dalam sejarah berkembangnya Islam dan Kristen di Pakpak ini,
sejak dahulu jarang mengalami konflik yang dapat berakibat menimbulkan keretakan
hubungan kedua agama ini. Sebab, hubungan antar kedua agama ini untuk konteks Pakpak

diikat oleh kedekatan kekeluargaan atau kekerabatan antara umat beragama di kalangan Islam
dan Kristen,[6] yang sampai saat ini nilai-nilai kekerabatan masih sangat kuat dipegangi
masyarakatnya. Untuk itu, tidak mengherankan kalau konflik antara Islam dan Kristen
hampir dapat disebut tidak ada dikarenakan kuatnya daya ikat kekeluargaan dan kekerabatan
yang ada di tengah masyarakat menjadi penyatu antar agama yang berbeda tersebut.
Dalam konteks penetrasi Islam dalam sejarah lokal Pakpak menurut beberapa sumber
menyebutkan bahwa Islam pertama kali di daerah Pakpak ini berasal dari Aceh dan Barus.
Sebab, kedua daerah ini memiliki hubungan kontak langsung dengan Pakpak karena memiliki
hubungan perbatasan langsung secara geografis. Untuk hubungan kontak dengan Barus telah
terjalin hubungan keduanya baik jalur niaga ataupun kontak langsung. Sebab, kedua daerah
ini secara ekonomi sangat memberi pengaruh bagi perkembangan masyarakat Pakpak itu
sendiri untuk dapat survive dalam memenuhi segala kebutuhan kehidupannya, terutama
ketika itu Barus dikenal sebagai sentral niaga internasional pengekspor hasil-hasil alam,
termasuk juga damar dan kemenyan yang berasal dari Pakpak.
Sedangkan kontak dengan Aceh memiliki hubungan khusus dengan Pakpak, disamping
kedekatan teritorial dengan Pakpak. Oleh sebab itu, sangat besar kemungkinan kalau Islam
yang berasal dari Aceh ini lah yang masuk dan berkembang di daerah Pakpak. Fakta ini juga
diperkuat bahwa Islam di daerah Aceh jauh lebih dahulu apabila dibanding dengan Pakpak
dan daerah lainnya yang berbatasan dengan Aceh karena Aceh juga memiliki hubungan
khusus dengan Barus sebagai pusat utama penyebaran Islam ketika itu. Untuk itu,


perkembangan Islam di Aceh memberi pengaruh besar dalam proses penyebarluasaan Islam
ke daerah lainnya, termasuk ke Pakpak.
Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa orang Pakpak yang pertama sekali mendalami
Islam adalah Abdurrauf Singkil, seorang tokoh tasauf yang dikenal dengan ajaran wujudiyah.
Namun, proses pengislaman yang lebih serius dan sistemaris baru dilakukan oleh Tengku
Telaga Mekar dari wilayah Gayo dan proses pengislaman yang lebih intensif dilakukan pada
masa Guru Gindo.[7] Akan tetapi, secara pasti dapat disebut belum ditemukan adanya buktibukti yang dapat mempertegas bahwa keterlibatan Abdurrauf dalam proses penetrasi Islam di
Pakpak atau juga Tengku Telaga karena sejauh penelitian ini dilakukan belum ada
pengkajian yang dapat secara pasti menjelaskan tentang siapa tokoh-tokoh penyebar Islam ke
Pakpak pada awalnya.
Sejauh pengkajian yang dilakukan masih sangat sedikit sekali informasi yang didapatkan
tentang sejarah dan perkembangan Islam di Pakpak, maka penelitian ini dimaksudkan sebagai
upaya yang lebih serius dalam menemukan deskripsi perkembangan Islam di Pakpak Barat.
Untuk itu, penelitian ini secara sistematis akan menjelaskan tentang bagaimana proses
penetrasi awal Islam masuk ke Pakpak serta bagaimana bentuk jalur-jalur Islam berkembang
dan selanjutnya juga dijelaskan juga bagaimana perkembangan mutakhir Islam di Pakpak.

B.


Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan sebelumnya, maka berikut ini akan
dirumuskan apa saja yang menjadi masalah dalam penelitian ini, yang akan diperinci dalam
bentuk pertanyaan, yaitu bagaimana asal usul masyarakat Pakpak? bagaimana proses
penetrasi awal Islam di Pakpak? dan bagaimana perkembangan Islam di Pakpak?

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab apa saja yang menjadi masalah yang
telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan
jawaban yang utuh dari asal usul masyarakat Pakpak, proses penetrasi Islam di Pakpak dan

perkembangan Islam di Pakpak. Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan apa saja yang
telah dikemukan sebagai upaya jawaban utuh terhadap sejarah dan perkembangan Islam di
Pakpak.

D.


Signifikansi Penelitian

Signifikansi penelitian ini akan dapat mendeskripsikan Islam di Pakpak secara utuh dan
komprehenshif, maka signifikansi penelitian ini setidaknya mencakup dua signifikan utama,
yaitu signifikansi akademik dan signifikansi praktis. Signifikansi akademik diharapkan
bahwa dengan penelitian ini akan dapat menemukan teori-teori tentang Islam di Pakpak untuk
dan kemudian dapat dijadikan sebagai landasan pengembangan pengkajian Islam di daerahdaerah minoritas lainnya.
Signikansi praktis penelitian ini diharapkan mampu menjadi pegangan dalam mengambil
kebijakan dalam upaya pengembangan dakwah Islam ke depan, serta sekaligus juga sebagai
pijakan dalam penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama bagi para peneliti dan pengkaji
untuk dapat mengembangkan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

E.

Kajian Terdahulu

Sejauh penelitian ini dilakukan, belum ada penelitian khusus tentang sejarah dan
perkembangan Islam di Pakpak. Namun, deskripsi umum yang dapat dijadikan pijakan adalah
perkembangan Islam di Batak. Karena sejarah Batak sangat berkaitan khusus dengan Pakpak,

baik dari sisi antropologis ataupun sosiologis. Oleh karena itu, ada sebagian dari kalangan
peneliti Pakpak yang memasukkan Pakpak sebagai bagian dari etnis Batak, walaupun
sebenarnya masyarakat Pakpak sendiri ada yang menolak upaya pengidentfikasian tersebut.
Sejauh ini, berdasarkan hasil penelitian Ery Soedewo diduga Islam di tanah Batak sudah ada
tahun 1816-1820.[8] Penelitian ini memanglah tidak secara utuh menjelaskan sejarah Islam di
Pakpak, tetapi beberapa informasi yang ada di dalamnya dapat dijadikan referensi awal untuk
penelitian selanjutnya. Karena memang sebagaimana yang dikemukan sebelumnya bahwa

diduga perkembangan Islam di Batak memberi pengaruh—secara langsung ataupun tidak—
terhadap perkembangan Islam di Pakpak.
Sedangkan hasil penelitian Baskoro Daru Tjahjono menemukan bahwa seiring dengan
masuknya agama-agama besar (Kristen dan Islam) ke dalam masyarakat Pakpak, secara
berangsur-angsur kepercayaan terhadap lokal semakin menghilang.[9] Penelitian Tjahjono ini
setidaknya menunjukkan bahwa Islam dan Kristen memiliki pengaruh yang besar dalam
mempengaruhi kehidupan masyarakat Pakpak.
Menurut Bungaran Antonius Simanjuntak, proses penyebaran Islam di Pakpak tidak dapat
dipisahkan dari penyebaran Islam di tanah Batak, Simanjuntak mencatat bahwa Sementara itu
orang Minangkabu sudah menganut agama Islam sejak awal abad ke 14 yang dibawa
pedagang Arab. Sekitar 400 tahun kemudian beberapa di antara penganut tersebut
menunaikan ibadah haji ke tanah Arab, yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang.

Sekembalinya dari Arab mereka ingin mengembangkan agama Islam ke daerah-daerah yang
belum menganut agama Islam. Mereka tahu bahwa orang Batak masih animisme dan paganis.
Mereka menuju ke sana.[10] Berkaitan dengan ini penelitian ini dimaksudkan untuk
menemukan sejarah dan perkembangan Islam di Pakpak secara akademis bahwa agama Islam
memiliki pengaruh yang besar bagi masyarakat Pakpak secara keseluruhannya.
1. F.

Kerangka Teori

Dalam penelitian sejarah dan perkembangan Islam di Pakpak digunakan teori perbatasan.
Pemilihan teori perbatasan sebagai landasan teori karena memang Islam yang ada di Pakpak
sepenuhnya sangat dipengaruhi oleh daerah-daerah perbatasan dengan Pakpak yang
sebelumnya telah lama mengenal Islam. Secara literal perbatasan berarti batas atau daerah
jalur pemisah antar unit-unit politik (negara); daerah dekat batas.[11] Dalam penelitian ini,
yang dimaksudkan perbatasan adalah daerah dekat batas yang mengubungkan Pakpak dengan
daerah lainnya.
Secara teoritis, teori perbatasan ini untuk pertama kali diperkenalkan oleh Karl Haushoper
yang mencoba menghubungkan antara politik dan geografi, yang mana sebenarnya keduanya
saling mempengaruhi dalam proses perluasan sebuah daerah atau negara pada daerah lainnya.
[12] Menurut Nicholas J Spykman teori daerah batas (rimland), yaitu teori wawasan

kombinasi yang menggabungkan kekuatan darat, laut dan udara.[13] Secara lebih tegas

menurut Haushoffer teori perbatasan ini sebagai bentuk penegasan terhadap upaya dalam
bentuk kolonisasi atas negara atau daerah yang dianggap masih kurang berbudaya.
Dalam konteks penelitian sejarah dan perkembangan Islam di Pakpak juga memiliki
hubungan politik dengan geografi, khususnya politik penyebarluasaan wilayah Islam yang
dilakukan pada wilayah-wilayah yang belum mengenal Islam sebagaimana yang dicatat
dalam sejarah bahwa Kesultanan Aceh memiliki peran signifikan dalam proses ekspansi
Islam di Sumatera Utara, khususnya daerah-daerah yang basis masyarakat etnis Batak,[14]
Pemilihan teori ini karena teori perbatasan menjadi relevan dalam melihat sejarah dan
perkembangan Islam di Pakpak yang secara tegas dapat disebut bahwa Islam yang masuk dan
berkembang di daerah ini melalui jalur perbatasan daerah yang ada di sekitar Pakpak, yaitu
jalur Aceh dan Barus. Dalam hal ini, teori perbatasan dimaksudkan tidak dalam kerangka
politik semata, walaupun sebenarnya indikasi tersebut ada dalam proses penetrasi Islam di
Pakpak, terutama politik ekspansi pengaruh Islam dari Aceh pada daerah-daerah yang
berbatasan dengannya, maka tentu saja Pakpak yang secara langsung berbatasan dengan Aceh
merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ekspansi kekuasaan ini
berdasarkan jalur niaga dan akulturasi untuk kemudian selanjutnya dikembangkan menjadi
penyebarluasan Islam.
Sedangkan perbatasan dengan Barus yang dikenal sebagai sentral niaga pada masa awal

Islam di Nusantara juga menjadi sesuatu hal yang juga paling mungkin dalam upaya kontak
Islam dengan Pakpak, walaupun sejauh ini belum ditemukan data yang akurat tentang adanya
proses penetrasi Islam dari jalur Barus, tetapi dapat diduga kuat bahwa Islam yang ada di
Pakpak juga sangat dipengaruhi Islam yang ada di Barus. Berkaitan dengan apa yang
dikemukan ini lah menarik untuk dikaitkan penelitian tentang sejarah dan perkembangan
Islam di Pakpak ini berdasarkan teori perbatasan.
Sebagaimana yang dikemukan bahwa Islam di Pakpak secara umum dipengaruhi oleh Islam
yang ada di Aceh dan Barus karena kedua daerah yang disebut ini jauh lebih dahulu Islam
berkembang. Bahkan, dapat ditegaskan bahwa Barus memiliki peran penting dalam
perkembangan Islam tidak hanya utuk kawasan sekitarnya, termasuk juga Aceh, tetapi lebih
dari pada itu juga Barus sebagaimana yang diyakini umumnya sejarawan bahwa Islam di
Indonesia juga sangat berkaitan dengan Barus sebagai sentral utamanya.

Menarik untuk dikemukan di sini bahwa Pakpak secara teritorial memiliki hubungan khusus
dengan Aceh dan Barus, maka dapat dipastikan bahwa Islam yang ada dan berkembang di
Pakpak juga diduga sangat berkaitan dengan Aceh dan Barus sebagai daerah yang berbatasan
langsung. Untuk itu, dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori perbatasan karena
adanya perbatasan Aceh dan Barus dengan Pakpak diduga kuat menjadi penyebab utama
penetrasi Islam di Pakpak. sebab, sesuai dengan teori perbatasan bahwa hubungan daerah
yang memiliki hubungan perbatasan tidak bisa hindari kontak antar daerah yang berbatasan

tersebut.

G.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian sejarah lokal yang secara umum informasinya masih dalam
bentuk tutur lisan, maka diperlukan rekonstruksi sejarah untuk menemukan sejarah yang
benar-benar dapat dikaui kebenarnya berdasarkan kerangka ilmu sejarah. Untuk itu, dalam
penelitian ini akan digunakan metode penelitian sejarah yang menggunakan sumber sejarah
sebagai bahan utama penelitian. Berkaitan dengan ini metode sejarah yang digunakan untuk
menguji dan menganalisa segala bentuk informasi yang berkaitan dengan masa lalu objek
yang diteliti.
Secara sistematis dapat disebut sedikitnya ada 4 (empat) langkah yang digunakan dalam
penelitian ini sebagaimana yang dirumuskan Nugroho Nitisusanto dalam penelitian sejarah.
[15]
Langkah pertama, heuristik, yaitu kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampu yang sesuai
dengan tema penelitian dan yang mendukung objek yang diteliti. Secara umum data yang
digunakan adalah data yang berbentuk tertulis, maka metode yang digunakan juga adalah
metode library research dan sekaligus juga field research untuk menemukan data yang

sesungguhnya dari tempat yang diteliti. Sebab, sejauh ini informasi tertulis yang bentuk
naskah tertulis masih sangat sedikit sekali dijumpai. Metode library research yang
digunakan dalam bentuk naskah tertulis seperti buku, jurnal, disertasi, tesis, skripsi dan
lainnya selain mengumpul informasi-informasi yang berkaitan dengan tema yang diteliti,
sekaligus juga mengkritisi apabila ada informasi yang dianggap tidak sesuai dengan data-data
yang ditemukan. Sedangkan metode field research dilakukan dengan mengunjungi lokasi

yang diteliti dan sekaligus melakukan serangkaian wawancara terhadap pihak-pihak yang
dianggap dapat menjelaskan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Langkah kedua, kritik, yaitu menyelidiki jejak-jejak itu sendiri, baik bentuk maupun isinya
terhadap informasi-informasi yang didapatkan. Dalam upaya melakukan kritik ini dilakukan
terhadap informasi-informasi sejarah yang dianggap tidak sesuai dengan sebagaimana
mestinya, baik itu secara substansial sisi informasi atau pun juga sumber-sumber yang
digunakan dalam menginformasikan informasi yang didapatkan. Dalam hal ini, kritik hanya
dilakukan pada informasi-informasi yang dianggap tidak populer dan jauh dari kerangka
ilmiah atau terkadang juga dibiarkan saja informasi itu secara desktiptis apabila tidak
ditemukan data-data yang mendukung.
Langkah ketiga, interpetasi, yaitu menetapkan makna yang saling berhubungan dengan faktafakta yang diperoleh melalui pengujian dan penganalisaaan data yang ditemukan yang
kemudian diinterpretasikan berdasarkan apa dan bagaimana seharusnya. Dalam hal ini,
pengujian dan penganalisaan dilakukan sehingga memberikan suatu informasi yang benarbenar sesuai dengan kerangka penelitian sejarah. Upaya pengujian dan penganalisaan ini
penting karena berkaitan khusus dengan substansi informasi sejarah yang akan disajikan
sebagai temuan penelitian yang telah melalui beberapa tahapan yang relevan sebagaimana
yang telah dikemukan dengan penelitian dilakukan.
Langkah keempat, penyajian, yaitu menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk
naratif yang disajikan dalam bentuk penyunan secara sistematis terhadap apa saja yang telah
ditentukan dalam sistematika penulisan. Penyajian ini ditulis secara deskriptis terhadap
semua hasil penelitan yang didaparkan dari sumber tertulis ataupun hasil wawancara yang
dilakukan dalam upaya pengumpulan data tersebut yang akan dilaporkan dalam bentuk
tertulis.

1. H.

Sistematika Penelitian

Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian ini akan disusun sistematika penelitian,
yang mencakup semua hal yang dianggap berkaitan dengan tema utama penelitian.

Bab I: Pendahuluan terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
signifikansi penelitian, kajian terdahulu, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II: Sekilas tentang Pakpak terdiri atas letak geografis, nenek moyang dan asal usul.
Bab III: Penetrasi Islam di Pakpak terdiri atas jalur-jalur Islam di antaranya Barus, Aceh dan
Minang, pionir islam dan identitas Islam.
Bab IV: Perkembangan Islam di Pakpak terdiri atas gelombang pertama: sejarah awal Islam,
gelombang kedua: kontak dengan Kota Medan, gelombang ketiga: perkembang belakangan
dan analisis.
Bab V: Penutup terdiri atas kesimpulan dan saran-saran.[]

BAB II
SEKILAS TENTANG PAKPAK

1. A.

Letak Geografis

Sebelum menjelaskan letak geografis Pakpak, terlebih dahulu akan dijelaskan posisi Pakpak
hubungannya dengan Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara melalui jalur
jalan yang mengubungkan Medan-Pakpak. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan

jalan dari Medan menuju Pakpak setidaknya melalui tiga kabupaten atau lima kota, yaitu
Pancurbatu (Kabupaten Deli Serdang), Sibolangit (Kabupaten Deli Serdang), Berastagi
(Kabupaten Karo), Kabanjahe (Kabupaten Karo), Sidikalang (Kabupaten Dairi), Pakpak
(Kabupaten Pakpak Bharat) hingga Singkil (Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh).
Jalan menuju Pakpak ini setidaknya menghabiskan waktu sekitar 3 jam dengan menggunakan
kenderaan pribadi, dengan jalan yang berliku-liku mengingat jalan menuju ke Pakpak melalui
pegunungan Bukit Barisan yang ada di kanan kirinya dibatasi jurang yang setiap saat dapat
membahayakan bagi pengguna jalan. Bahkan, ada juga yang mengistilahkan jalan menujuk
Pakpak ini melalui “99 tikungan”,[16] tetapi untuk belakangan ini jalan menuju Pakpak ini
cukup baik dengan aspal yang hanya sedikit rusak, sehingga tidak terlalu melalahkan, serta
ditambah lagi di kanan kirinya yang jurang banyak pemandangan yang cukup indah untuk
ukuran orang yang berdomisili di Kota Medan.[17]

Gambar 1, Pemandangan Jalan Menuju Pakpak
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Secara geografis Pakpak menurut catatan Kabupaten Pakpak Bharat dalam angka 2012
mencatat bahwa luas wilayah Pakpak yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan budidaya luas
sekitar 77.893.39 ha dan hutan lindung luas sekitar 43.936.61 ha.[18] Jadi, jumlah
keseluruhan wilayah Pakpak adalah 1.218.30 Km2. Berdasarkan angka jumlah luas wilayah
yang dikemukan menunjukkan bahwa Pakpak merupakan bagian dari daerah yang potensial
untuk dikelola dan dikembangkan menjadi lebih baik, mengingat jumlah wilayah yang cukup
luas tersebut dan sebagian yang lainnya belum dikembangkan menjadi lahan produktif bagi
peningkatan kehidupan ekonomi masyarakatnya.
Sebelum berbicara tentang Pakpak lebih lanjut, terutama tentang perkembangan Islam di
dalamnya, maka penting juga untuk menjelaskan letak posisi Pakpak tersebut supaya lebih
mudah dipahami letak geografis. Pengungkapan posisi Pakpak dipandangan penting karena
berkaitan khusus dengan pembahasan berkaitan dengan masalah Islam yang berkembang di
Pakpak. Sebab, sebagaimana di awal dikemukan bahwa penelitian tentang perkembangan
Islam di Pakpak menggunakan teori perbatasan karena itu pengungkapan letak posisi Pakpak,

terutama segala hal yang berkaitannya dengan Pakpak menjadi relevan dijelaskan dalam
pembahasan ini.
Secara jamak diketahui bahwa Pakpak merupakan bagian Kabupaten Dairi awalnya sebelum
dilakukan pemekaran menjadi Kabupaten Pakpak Bharat. Menimbang bahwa Dairi
merupakan sebuah kabupaten yang cukup luas, maka atas inisiatif masyarakatnya diusulkan
lah pemekaran Pakpak dari Kabupaten Dairi. Untuk itu, setelah selang beberapa lama
akhirnya pada tahun 2003 pada masa Presiden Megawati Soekarnoputi Pakpak resmilah
Pakpak menjadi kabupaten yang mandiri dengan nama Kabupaten Pakpak Bharat,[19] yang
mengurus sendiri segala hal yang berkaitan dengan daerahnya dengan memisahkan diri dari
Kabupaten Dairi yang memang sangat luas untuk ukuran sebuah kabupaten, maka pilihan
pemekaran dimaksudkan untuk mempercepat proses pembangunan di daerah ini, termasuk
Dairi dan Pakpak.

Gambar 2, Peta Perbatasan Kabupaten Pakpak
Sumber: Kabupaten Pakpak Bharat
Secara geografis Pakpak ini di sebelah utaranya berbatasan dengan Kabupaten Dairi sebagai
kabupaten yang induk secara ideologi dan kebudayaan masih menyatu. Sebab, sebagaimana
yang telah dikemukan sebelumnya Kabupaten Dairi merupakan bagian dari Pakpak awalnya
sebelum dimekarkan. Untuk itu, walaupun telah terjadi pemisahan antara Pakpak dan Dairi,
tetapi sebagai sebuah entitias masyarakat antara keduanya tidak dapat dipisahkan dari sisi
ideologi dan kebudayaan yang ada di masyarakatnya karena memang keduanya memiliki
keidentikan dalam banyak hal sebagai sebuah identitas masyarakat yang satu.
Sedangkan di sebelah Selatan Pakpak berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan
dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Perbatasan sebelah Selatan ini lah yang menghubungkan
Pakpak ke Barus sebagai bagian dari kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah
yang dikenal sebagai jalur penetrasi Islam di wilayah ini. Bahkan, tidak hanya itu Barus juga
menjadi sentral pertama perkembangan Islam di Indonesia secara umum sebagaimana yang
banyak menjadi menjadi perhatian para ahli sejarah tentang sejarah awal Islam di Indonesia
selalu merujuk Barus sebagai pusat niaga internasional pada saat itu, yang dibuktikan

sekarang banyak ditemukan bukti-bukti makam tua yang menunjukkan fakta tersebut ada.
[20]
Kemudian, di sebelah Timur Pakpak juga berbatasan dengan Kabupaten Dairi, Kabupaten
Toba Samosir dan Humbang Hasundutan. Perbatasan sebelah Timur ini menunjukkan bahwa
Pakpak dilingkupi daerah Dairi dan Hambang Hasundutan yang secara geografis tentu saja
perbatasan daerah ini juga memiliki pengaruh dalam dalam masyarakatnya, terutama dalam
hal kedekatan budaya antar kedua daerah ini dan termasuk juga penyebaran masyarakat
Pakpak di dalamnya merupakan sesuatu hal yang tidak bisa dihindari mengingat perbatasan
ini juga menunjukkan adanya hubungan ekonomi antar kedua daerah ini, terutama Dairi
sebagai bagian dari Pakpak itu sendiri.
Adapun sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil, yang merupakan sebuah
daerah yang tidak merupakan bagian dari kawasan Sumatera Utara sebagaimana daerahdaerah lain yang disebut berbatasan dengan Pakpak. Perbatasan sebelah Barat ini dengan
Aceh Singkil menjadi sangat penting dalam penelitian ini, terutama kaitannya dengan proses
penetrasi Islam di Pakpak karena secara geografis Pakpak dan Singkil memiliki perbatasan
langsung yang menghubungkan kedua daerah ini. Bahkan, jalur transportasi menuju Singkil
umumnya melalui jalur Pakpak untuk sampai ke daerah Singkil tersebut.
Dalam pembahasan selanjutnya, perbatasan Pakpak dengan Singkil menjadi sangat penting
karena sebagaimana yang akan dijelaskan—dalam pembahasan selanjutnya—bahwa
penetrasi Islam di Pakpak sepenuhnya sangat berkaitan dengan Singkil, di sisi lain Barus juga
memiliki peran dalam proses penterasi Islam di Pakpak, tetapi dari sisi pengembangan dan
kontribusi dapat ditegaskan bahwa Singkil jauh lebih besar dibanding Barus tersebut,
walaupun secara jamak dapat disebut Islam untuk pertama kalinya berkembang di daerah
Barus ini. Bahkan, beberapa data menyebutkan peneterasi Islam di Aceh juga bersumber dari
daerah Barus ini.[21]
Untuk memudahkan pengenalan Pakpak secara lebih rinci berikut ini akan dijelaskan
kecamatan-kecamatan yang ada di daerah ini berdasarkan tabel.

Tabel 1, Jumlah Kecamatan dan Luasnya

No

Kecamatan

Desa

Dusun

Luas

1
2
3
4
5

Salak
Sitellu Tali Urang Jehe
Pagindar
Sitellu Tali Urang Julu
Pergetteng-getteng

6
10
4
5
5

29
49
12
17
22

245,57
473,62
75,45
53,02
66,64

6
7
8

Sengkut
Kerajaan
Tinada
Siempat Rube
Total

10
6
6
52

36
22
22
210

147,61
74,03
82,36
1.218,30

Sumber: Pakpak Bharat dalam Angka 2012, h. 7.
Sebagai sebuah Kabupaten Pakpak terdiri atas 8 (delapan) kecamatan, yaitu Kecamatan
Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kecamatan Tinada,
Kecamatan Siempat Rube, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kecamatan Pergetteng Getteng
Sengkut dan Kecamatan Pagindar.[22] Dari kedelapan kecamatan ini secara umum dapat
disebut masyarakat Pakpak yang beragama Islam hanya berdomisili di Kecamatan Sitellu Tali
Urang Jehe yang secara langsung berhubungan dengan Aceh Singkil, walaupun masyarakat
Pakpak yang Islam tetap menyebar di berbagai kecamatan lainnya, tetapi jumlahnya tidak
signifikan dibanding di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe tersebut.[23]

Menurut Mansur Berutu bahwa Sitellu Tali Urang Jehe ini lah penetrasi Islam pertamakalinya
terjadi, tepatnya di Desa Kaban Tengah dan Sibande Desa Tanjung Meriah sebagaimana akan
dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya.[24] Sejauh observasi yang peneliti lakukan bahwa
simbol-simbol Islam cukup nyata di daerah ini. Bahkan, di Desa Kaban Tengah ditemukan
sebuah mushalla sebagai tempat sarana ibadah masyarakat Islam sebagai bagian dari bukti
Islam yang ada di daerah ini. Namun, dapat disebut kondisi mushalla sebagai sarana tempat
ibadah ini sangat sederhana dan cenderung memprihatinkan. Akan tetapi, dapat dipastikan
bahwa mushalla ini memiliki peran strategis bagi masyarakat Pakpak dalam kaitannya
dengan hubungan antar sesama.

Gambar 3, Mushalla Desa Kaban Tengah
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Peran penting mushalla ini bagi masyarakat Kaban Tengah dapat dilihat bahwa hampir semua
aktifitas keagamaan dilakukan di sini, baik itu yang berhubungan langsung dengan
pelaksanaan ritual keagamaan ataupun sosial kemanusiaan semuanya dilakukan di mushalla
tersebut. Untuk itu, dapat ditegaskan bahwa bagi masyarakat Islam Pakpak rumah ibadah
menjadi sarana pemersatu dan pengikat hubungan antar sesama, yang juga diperkuat dengan
ikatan adat dan budaya yang dianut masyarakatnya.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa jumlah total keseluruhan masyarakat Pakpak
berdasarkan hasil statistik Tahun 2012 menyebutkan bahwa jumlah keseluruhan masyarakat
sekitar 40.884 jiwa dan dapat dipastikan bahwa angka ini akan terus bertambah pada tahun
depannya mengingat tingginya jumlah masyarakat yang terus mengalami perkembangan.
Tabel 2, Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga
No
1
2
3
4
5

Kecamatan
Salak
Sitellu Tali Urang Jehe
Pagindar
Sitellu Tali Urang Julu
Pergetteng-getteng
Sengkut

Penduduk
7.360
9.501
1.216
3.390
3.750

Rumah Tangga
1.696
2.061
276
754
861

6
7
8

Kerajaan
Tinada
Siempat Rube
Jumlah

8.149
3.654
3.864
40.884

1.780
856
842
9.126

Sumber: Pakpak Bharat dalam Angka 2012, h. 51.
Sebagaimana lazimnya sebuah komunitas masyarakat, maka tentu saja masyarakat Pakpak
dalam upaya memenuhi segala kebutuhan hidupnya akan selalu berupaya untuk memilih
bidang pekerjaan yang sesuai dan relevan dengan kehidupannya sebagai bagian dari strategi
untuk survive. Berdasarkan data yang ada di Kabupaten Pakpak menunjukkan bahwa
sedikitnya ada 4 (empat) bidang pekerjaan yang dominan dipilih masyarakat Pakpak dalam
upaya mengintentifikasi dirinya. Sebab, pekerjaan bagi masyarakat secara umum merupakan
bentuk identitas diri dalam struktur sosial masyarakat.
1. PNS (Pegawai Negeri Sipil)
Sebagaian kecil dari masyarakat Pakpak memilih menjadi PNS, walapun mungkin saja
sebagian besar dari itu juga berkeinginan untuk menjadi PNS sebagai bidang pekerjaan dalam
upaya memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Pilihan menjadi PNS tentu saja merupakan
sebuah pilihan yang agak prestisius bagi masyarakat Pakpak karena PNS sejauh ini dianggap
sebagai bentuk bidang pekerjaan yang memiliki makna tersendiri dalam kehidupan
masyarakat. Akan tetapi, untuk menjadi PNS tidak lah semua masyarakat dapat memenuhi
syarat dan ketentuan yang berlaku.
Pilihan menjadi PNS berdasar data yang ada menunjukkan bahwa setiap tahunnya angka ini
terus mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, setidaknya kenyataan ini juga
menegaskan bahwa pilihan menjadi PNS merupakan sebuah pilihan yang banyak diminati
masyarakat, walaupun pada kenyataannya bidang pekerjaan menjadi PNS di Pakpak tidak
sepenuhnya posisi tersebut ditempati oleh masyarakat Pakpak. Sebab, sejauh ini banyak juga
ditemukan sebagian besar dari PNS yang ada dan bekerja di Pakpak ini justeru merupakan
masyarakat yang transmigran ke Pakpak dari berbagai daerah yang ada di Sumatera Utara.
Menurut data Pemerintah Kabupaten Pakpak menunjukkan jumlah PNS mencapai 2.522
orang PNS dengan ketentuan gologan I sebanyak 10 orang, golongan II sebanyak 1.185

orang, golongan III sebanyak 1.150 orang dan golongan IV sebanyak 177 orang.[25]
Berdasarkan jumlah PNS serta klasifikasi golongan menunjukkan bahwa tingkat partisifasi
masyarakat Pakpak untuk menjadi PNS dapat disebut cukup sangat tinggi sebagai penegasan
bahwa pilihan menjadi PNS merupakan sebuah pilihan yang banyak dari kalangan
masyarakatnya.
1. Pertanian
Selain dari PNS, sebagian masyarakat Pakpak juga memilih bidang pekerjaanya sebagai
petani yang mana dari dahulu Pakpak dikenal sebagai tempat pertanian penghasil berbagai
hasil alam seperti kemenyan dan damar. Namun, dalam perkembangan berikutnya pertanian
yang dilakukan di Pakpak tidak lagi hanya terbatas pada jenis pertanian ini. Bahkan, kedua
ini sudah hampir jarang ditemukan di Pakpak karena pertanian umumnya sangat berkaitan
dengan kebutuhan pokok masyarakat, maka pilihan jenis pertanian juga ikut terus mengalami
perkembangan sebagaimana perkembangan masyarakatnya dalam upaya memenuhi
kebutuhan hidupanya.
Sejauh ini pertanian yang banyak dilakukan masyarakat Pakpak umumnya terdiri dari jenis
pertanian kelapa sawit, kemenyan, kopi robusta, kopi arabika, gambir, karet, kulit manis dan
tembakau. Berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa masyarakat Pakpak yang memilih
pertanian sebagai bidang pekerjaan mencakupn sampai 6.576 rumah tangga, yang termasuk
di dalamnya kegiatan bertani dan berkebun dengan teknis yang bervariasi antar satu petani
dengan petani lainnya. Hasil pertanian ini umumnya dijadikan sebagai upaya dalam untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya, baik itu yang diekspor ke luar Pakpak ataupun
juga dikelola sendiri di daerah ini.
c. Peternakan
Sebagaimana halnya pertanian peternakan juga merupakan bagian dari pilihan lain dari
aktifitas bidang pekerjaan yang digeluti masyarakat Pakpak sebagaimana yang ditemukan
bahwa masyarakat Pakpak secara umum memiliki beberapa populasi jenis peternakan, baik
itu yang termasuk kategori besar dan kecil. Berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa
peternakan yang dikelola masyarakat Pakpak terdiri atas kerbau yang diduga mencapai 3.308
ekor, sapi atau lembu sebanyak 206 ekor yang termasuk kegori peternakan besar. Sedangkan

peternakan kategori kecil mencakup misalnya peternakan babi sebanyak 3.181 ekor, kambing
2.351 ekor, ayam sebanyak 148.538 ekor dan itik sebanyak 2.380 ekor.
1. Industri
Dalam upaya memenuhi segala kebutuhan hidupnya masyarakat Pakpak banyak juga terlibat
dalam industri sebagai bentuk kegiatan ekonomi dalam mengolah bahan mentah, bahan baku,
bahan setengah jadi menjadi barang yang siap pakai. Berdasarkan data yang ada di Pakpak
ditemukan 1 unit perusahan industri dalam kategori sedang yang melibatkan beberapa
karyawan dan 28 unit industri kecil yang dikelola secara terbatas dalam rumah tangga.
Tampaknya, pilihan industri sebagai bidang pekerjaan bagi masyarakat Pakpak masih sangat
kecil jumlahnya apabila dibanding dengan bidang usaha lainnya.
1. Koperasi
Koperasi sebagai bagian dari institusi ekonomi yang berbasis masyarakat tentu merupakan
salah satu institusi yang dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Untuk itu,
keterlibatan ekonomi dalam bidang ekonomi masyarakat Pakpak merupakan satu bagian yang
tidak dapat dipisahkan, walaupun tingkat kesadaran masyarakat Pakpak dapat disebut masih
sangat kecil terhadap bidang ini. Menurut data yang ada di Pakpak sedikitnya ada 2 unit
koperasi dengan jumlah anggota mencapai sebanyak 1.026 orang dan koperasi yang non
masyarakat sebanyak 43 unit dengan jumlah anggota sebanyak 1.472 orang.
1. Lapangan Usaha
Selain dari bidang pekerjaan yang digeluti masyarakat Pakpak sejauh ini ditemukan juga
bidang pekerjaan lainnya yang dapat memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Menurut
data yang ada beberapa jenis usaha lain yang dipilih masyarakat seperti pertambangan atau
penggalian sebanyak 13 unit, industri pengolahan 34 unit, konstruksi 26 unit, perdagangan
besar dan eceran 803 unit, penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan/minuman 403
unit, transportasi, pergudangan dan komunikasi 51 unit, perantara keuangan 8 unit, usaha
persewaan dan jasa perusahaan 10 unit, jasa pendidikan 74 unit, jasa kesehatan dan kegiatan
sosial 18 unit, jasa kemasyarakatan dan sosial budaya 60 unit, jasa perorangan yang melayani
rumah tangga 4 unit.

Dalam bidang pendidikan yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat. Sebab, dengan pendidikan masyarakat dapat menjadi lebih tertata
sebagaimana mestinya sebuah masyarakat. Dalam hal pendidikan masyarakat Pakpak juga
terlibat secara aktif dalam proses dan upaya-upaya untuk memenuhi segala kebutuhan.
Berikut ini akan dijelaskan secara singkat tentang tingkat dan jenjang pendidikan yang ada
dalam masyarakat Pakpak.
Sejauh ini jenjang pendidikan dasar setingkat dengan Sekolah Dasar (SD) umumnya rata-rata
murid yang bersekolah mencapai hanya sebesar 120 orang dengan jumlah murid sebanyak
6.170 orang dengan jumlah tenaga pendidikan sebanyak 120 orang yang tersebar pada
delapan kecamatan yang ada di Kabupaten Pakpak. sedangkan pada tingkat Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) mencapai 149 orang persekolah dengan rata-rata terbesar ada pada
Kecamatan Salak 312 orang persekolah dan rata-rata terkecil di Kecamatan Pagindar sekitar
58 orang, sedangkan pada jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dengan
jumlah murid sebanyak 1.244 orang dengan guru pengajar sebanyak 102 orang guru.
Dalam bidang keagamaan masyarakat Pakpak secara umum menganut 3 (tiga) agama resmi,
yaitu Kristen, Katolik dan Islam. Penyebutan Islam pada bagian terakhir dari ketiga agama ini
menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang minoritas dianut masyarakat Pakpak,
walaupun sebenarnya di luar tiga agama resmi ini ada juga ditemukan penganut agama lain,
tetapi jumlah tidak signifikan. Bahkan, menurut penelitian Edy Sadewo bahwa dalam
masyarakat Pakpak menemukan jejak agama Hindu dan Budha dalam masyarakat Pakpak,
tetapi sejauh penelitian ini jumlah polulasi penganut kedua agama ini hampir tidak
ditemukan, walaupun tentu saja ada.
Masyarakat Pakpak secara umum dapat disebut merupakan masyarakat yang religius,
walaupun tentu saja tingkat pengamalan keagamaanya sangat relatif disamping sebagai
masyarakat yang patuh pada adat dan budaya. Hal ini setidaknya dapat dipertegas dari banyak
jumlah penganut agama berdasarkan agama-agama yang dianut masing-masing. Menurut
laporan Kementerian Agama Sumatera Utara mencatat jumlah penganut agama Kristen
sebanyak 23,065 orang, Katolik sebanyak 1,223 orang dan Islam sebanyak 16,161 orang.
Tabel 3, Jumlah Penganut Agama

No

Kabupaten
Agama

1

Pakpak Bharat

Kristen Katolik
23,065 1,223

Islam
16,161

Total
40,505

Sumber: Kementerian Agama Sumatera Utara
Berdasarkan data yang dikemukan ini dapat dipahami bahwa populasi agama-agama yang
banyak dianut masyarakat Pakpak adalah agama Kristen yang menjadi agama mayoritas di
Pakpak ini. Namun, dibanding dengan Katolik jumlah masyarakat Pakpak yang beragama
Islam jauh lebih besar dibanding Katolik. Besarnya jumlah agama Kristen tentu saja sangat
berkaitan dengan besarnya pengaruh ekspansi misionaris Kristen dalam menyebarluaskan
agama Kristen pada masyarakat Pakpak sebagaimana yang banyak disebutkan juga berkaitan
dengan adanya kepentingan kolonialisme dalam penyebarluasan agama Kristen tersebut.
Namun, berkaitan dengan agama Katolik tidak banyak diketahui proses penetrasi dan
perkembangannya di Pakpak.

1. B.

Nenek Moyang

Menelusuri asal usul nenek moyang orang Pakpak—sejauh penelitian ini dilakukan—belum
ditemukan penjelasan ilmiah yang memadai tentang siapa sebenarnya nenek moyang
masyarakat Pakpak. Sejauh ini, informasi yang didapatkan tentang orang Pakpak umumnya
masih dalam bentuk cerita rakyat yang diyakini oleh orang Pakpak kebenarannya, walaupun
tentu saja cerita rakyat yang dimaksudkan di sini agak sulit membuktikannya secara ilmiah
karena cerita ini bercampur dengan mitos. Berdasarkan cerita rakyat yang berkembang di
kalangan masyarakat Pakpak sedikitnya ada tiga versi cerita tentang nenek moyang awal
orang Pakpak tersebut.
Adanya tiga versi cerita rakyat tentang asal usul nenek moyang masyarakat Pakpak
menunjukkan bahwa banyak kemungkinanan tentang asal usul nenek moyang tersebut. Dari
ketiga versi cerita rakyat tentang nenek moyang Pakpak ini tidak satu yang dapat dipastikan
mendekati kebenaran tentang asal usul nenek moyang masyarakat Pakpak. Sebab, informasi

berdasarkan cerita rakyat ini hampir sepenuhnya berisikan tentang mitos-mitos yang agak
sulit untuk diterima kebenarannya berdasarkan analisis sejarah, walaupun tentu saja ada cerita
yang mungkin paling dekat dengan dugaan asal usul nenek moyang masyarakat Pakpak.
Versi Pertama, certita rakyat tentang asal usul nenek moyang masyarakat berasal dari India
Selatan. Menurut cerita rakyat bahwa masyarakat Pakpak berasal dari Assam, sebuah daerah
yang ada di India Selatan, selanjutnya masuk ke pedalaman dan berkembang menjadi
masyarakat Pakpak. Cerita rakyat tentang asal usul nenek moyang masyarakat Pakpak ini
secara lebih rinci disebutkan oleh Mansehat Manik dalam “Silsilah Pakpak dengan Manik
Pergetteng-getteng Sengkut dan Hubungannya terhadap Marga-marga Pakpak lainnya”.
Manik menulis:
Menjelang tengah malam, hujanpun reda, badai dan topan pun mulai berangsur menghilang
serta petir dan kilatpun tak pernah menyambar, guruh da gunturpun tak kedengaran lagi.
Bulan pun nampak terang bercahaya menyinari dua sosok manusia yang terapung-apung di
tengah lautan Indika tanpa kemudi, tanpa arah tujuan. Sebab, mereka tak tau lagi di mana
tongkang mereka pada saat itu, sungguh pun tidak secepat badai saat badai dan topan
mengamuk sebelum di mana kini hanya angin sepoi-sepoi yang berhembus.
Mereka dicahayai oleh sinar rembulan di malam itu, keadaan sunyi dan dingin mencekam
serta lapar harus ditahan, yah… hampir hilang keseimbangan badan mereka dan jika hilang
kesimbangan badan, maka nyawalah taruhannya, mereka akan mati di tengah lautan. Di
dalam keadaan mencekam itu, si suami terus menghibur agar si isteri sabar dan dapat
bertahan sampai kapan saat indah akan diberikan Ilahi kepada mereka.
Singkatnya… setelah beberapa lama mereka di sana si lelaki menyampaikan usul kepada
Lona, agar si Kada pergi ke arah matahari terbit, melihat dan mencari mana tau ada manusia
di sana. Tujuannya adalah mencari manusia sebagai kawan dan bila seandainya ada, maka
akan pindah kesana nantinya. Demikian lah Kada dan Lona bertempat tinggal menentap di
tempat itu, sedangkan mereka selalu mendapat tantangan buasnya alam. Beberapa lama
kemudian, Kada dan Lona dianugerahi putra oleh Debata Guru yang diberi nama Hyang yang
artinya keramat, maka Hyang menjadi nama keramat bagi suku Pakpak, sampai semuanya
disebut punya Hyang.[26]

Berdasarkan versi cerita rakyat yang dikemukan Manik ini menunjukkan bahwa nenek
moyang masyarakat Pakpak berasal dari India. Tampaknya, cerita rakyat ini diperkuat dengan
adanya jejak Hindu-Budha dalam budaya Pakpak.[27] Berdasarkan adanya dugaan ini
menunjukkan bahwa sebelum Islam dan Kristen datang ke Pakpak terlebih dahulu mengenal
agama Hindu, yang sangat mungkin sekali berkaitan dengan cerita rakyat tentang asal usul
nenek moyang Pakpak yang berasal dari India. Sebab, agama Hindu umumnya berkembang
dan menyebar dari India, termasuk juga di Indonesia keseluruhannya.
Terlepas dari bagaimana kebenaran versi pertama asal usul nenek moyang masyarakat Pakpak
ini, versi lain ada juga yang menyebutkan bahwa asal usul nenek moyang masyarakat Pakpak
berasal dari etnis Batak. Adanya dugaan ini disebabkan adanya kesamaan struktur sosial dan
kemiripan marga-marga antara masyarakat Batak dengan masyarakat Pakpak.[28] Tidak
hanya itu, menurut Uli Kozok kemiripan Batak dengan Pakpak juga terjadi dalam bahasa,
semua dialek bahasa Batak berasal dari satu bahasa purba (proto language) yang sebagian
kosa katanya dapat direkonstruksikan.[29] Lebih lanjut, Kozok mengatakan bahwa kelima
suku Batak memiliki bahasa yang satu sama lain mempunyai banyak persamaan. Namun
demikian, para ahli bahasa membedakan sedikit dua cabang bahasa-bahasa Batak yang
perbedaanya begitu besar sehingga tidak memungkinkan adanya komunikasi antara kedua
kelompok tersebut. Bahasa Angkola, Mandailing dan Toba membentuk rumpun Selatan.
Sedangkan bahasa Karo dan Pakpak-Dairi termasuk rumpun Utara.[30]
Berdasarkan penjelasan yang dikemukan Kozok ini dapat dipahami bahwa sebenarnya Batak
dan Pakpak memiliki banyak kemiripan dalam bahasa, maka tentu saja adanya dugaan bahwa
asal usul nenek moyang Pakpak berasal dari Batak juga sangat mungkin saja apabila melihat
banyak kemiripan antara Batak dengan Pakpak dalam segalanya, termasuk bahasa. Karena
memang sangat sulit menolak bahwa Batak dan Pakpak tidak memiliki hubungan sama sekali
berdasarkan banyaknya kemiripan yang dimiliki masing-masing suku ini. Sebab, kemiripan
dalam bahasa bukanlah kebetulan belaka, tetapi lebih dari pada itu adanya hubungan antar
keduanya yang saling mempengaruhi.
Berbeda dengan versi kedua tentang asal usul nenek moyang Pakpak, versi ketiga justeru
kebalikan dari versi kedua bahwa diduga Pakpak jauh lebih dahulu ada sebelum Batak, maka
walaupun ada kemiripan tentu saja Batak merupakan bagian dari Pakpak. versi ketiga tentang
asal usul nenek moyang Pakpak ini diperkuat dengan adanya cerita rakyat Pakpak tentang
tiga zaman manusia di Pakpak, yaitu zaman Tuara (manusia raksasa), zaman si Aji (manusia

primitif) dan zaman manusia (homo sapien).[31] Versi ketiga ini menunjukkan bahwa
berdasarkan cerita rakyat yang berkembang bahwa Pakpak lebih dahulu ada dibanding Batak,
sehingga menurut versi ini Pakpak lah yang mempengaruhi Batak.
Berdasarkan tiga versi cerita rakyat yang dikemukan setidaknya menunjukkan bahwa dari
ketiga versi yang dikemukan sebelumnya menunjukkan bahwa ketiga versi sebenarnya sangat
berkaitan dengan kaitannya apabila dihubungkan dengan asal usul nenek moyang masyarakat
Pakpak. Sebab, sangat mungkin juga kalau sebenarnya nenek moyang masyarakat Pakpak
berasal dari India, mengingat bahwa Barus sebagai sentral niaga internasional ketika itu,
maka sangat mungkin juga kalau ada kemungkin adanya nama-nama yang disebut telah
melakukan perjanalan menggunakan kapal yang hingga akhirnya terdampak di Barus dan
untuk selanjutnya tinggal di daerah Pakpak seperti yang dikenal sekarang ini.
Sedangkan Pakpak berasal dari etnis Batak Toba juga sangat memungkin menjadi asal usul
nenek moyang Pakpak karena mengingat bahwa dari sisi adat dan kultur memiliki kedekatan
antara Pakpak dan Batak Toba. Tampaknya, ini juga yang menjadi salah satu alasan para
pengkaji Pakpak sebelumnya memasukkan Pakpak sebagai bagian dari etnis Batak karena
adanya kedekatan dengan Batak Toba. Kemudian, untuk dipertegas lagi bahwa kedekatan
adat dan kultur bukan lah sesuatu yang sangat mungkin terjadi apabila tidak memang
memiliki kesamaan dan kedekatan. Sebab, manusia umum cenderung membentuk adat dan
kulturnya sendiri masing-masing.
Demikian juga hal dengan versi ketiga cerita rakyat tentang asal usul nenek moyang yang
mengatakan kebalikan dari versi kedua bahwa justeru Pakpak lebih dahulu dibanding Batak,
yang didasarkan folklor tentang asal usul nenek moyang masyarakat Pakpak. Hampir sama
seperti yang dikemukan tentang versi kedua asal usul Pakpak bahwa kedekatan adat dan
budaya masyarakat Pakpak dan Batak menjelaskan bahwa keduanya memiliki hubungan atau
kedekatan dalam identitas masyarakat karena memang antar keduanya memiliki adat dan
kultur yang sulit dibedakan.
Berkaitan dengan asal usul nenek moyang masyarakat Pakpak yang dikemukan penelitian ini
tidak dapat menjustifikasi mana dari ketiga versi cerita rakyat tentang asal usul nenek
moyang Pakpak yang paling mendekati. Namun, penelitian ini setidaknya menunjukkan
bahwa sangat mungkin ketiga versi cerita ini merupakan cerita rakyat yang utuh tentang asal

usul nenek moyang Pakpak. Untuk itu, dapat dikemukan bahwa asal usul nenek moyang
masyarakat Pakpak sangat berkaitan dengan ketiga versi cerita yang dikemukan.

1. C. Asal Usul
Sebagaimana hal tentang asal usul nenek moyang Pakpak banyak memiliki versi-versi cerita
rakyat, maka asal susul kata Pakpak pun memiliki banyak versi cerita-cerita berasal dari
cerita rakyat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sedikitnya ditemukan ada 3 (tiga)
versi cerita rakyat tentang asal usul kata Pakpak, yang mana cerita ini juga kemungkinan
benarnya juga masih dapat diperdebatkan. Namun, sejauh penelitian ini dilakukan belum
ditemukan adanya informasi yang dapat dipercayai kebenarannya, maka untuk menjelaskan
asal usul kata Pakpak digunakan lah versi-versi cerita rakyat yang berkembang di tengah
masyarakat Pakpak itu sendiri.
Versi pertama tentang asal usul kata Pakpak ini ada yang menyebut berasal dari kata
“Pakpak” yang dalam bahasa lokal Pakpak berarti tinggi.[32] Penyebutan kata Pakpak berasal
dari kata “Pakpak” yang berarti tinggi jelas menunjukkan bahwa posisi daerah Pakpak berada
pada dataran tinggi atau pegunungan mengingat bahwa daerah Pakpak memang berada di
daerah pegunungan, maka kata Pakpak berarti tinggi tentu saja dimaksudkan masyarakat
umumnya menyebut bahwa daerah tinggi dengan sebutan “Pakpak”. Untuk itu, asal usul
nama Pakpak versi ini jelas menunjukkan bahwa Pakpak dengan makna tinggi berkaitan
dengan posisi Pakpak yang memang berada di tempat yang tinggi.
Sedangkan versi kedua mengatakan Pakpak berasal dari nama orang yang berasal dari cerita
rakyat yang mengatakan bahwa dahulunya ada tiga orang pemuda bersahabat yang berasal
dari Aceh Singkil, yang bernama si Gayo, si Karo dan si Pakpak. Menurut ceritanya ini ketiga
pemuda ini melakukan perjalanan arah yang berbeda si Gayo memilih jalan mengikuti jalur
sungai Kali Alas hingga tiba disebut daerah yang belakangan disebut Gayo, sedangkan si
Karo memilih jalan Lae Ulun hingga akhirnya ti di daerah yang belakangan disebut Karo.
Adapun si Pakpak memilih jalur mengikuti Lae Renun dan hingga akhirnya sampai di
Pegagan Hilir dan menetap di sana yang akhirnya daerah ini disebut dengan nama Pakpak.
[33]

Kemudian, selain dari kedua versi yang dikemukan ada juga versi lain yang menyebutkan
bahwa Pakpak berasal dari suara yang dihasilkan dari orang yang menebang pohon. Dalam
versi cerita ini disebutkan bahwa Pakpak dahulunya merupakan sebuah peladangan yang
banyak ditumbuhi pohon-pohon, maka aktifitas masyarakat ketika itu selain beladang juga
menebang pohon untuk dijadikan kayu. Secara ringkas Kerani Berutu menyebutkan:
ada, sebab dulunya, kira-kira tahun 1600 waktu—masih—manusia sama burung-burung,
sama jin-jin masih berhubungan dia. Jadi, pada waktu itu Pakpak ini kebetulan beladangbeladang di gunung-gunung, memakai parang-parang. Jadi, parang ini ditebangkan sama
kayu-kayu itu… pakpak.. itu makanya termasuk pakpak itu dari peladangan![34]
Berdasarkan versi cerita ini menunjukkan bahwa asal usul kata Pakpak berasal dari suara
pohon-pohon yang ditebang sebanarnya agak sulit diterima kebenarannya, terutama kaitannya
dengan asal usul kata Pakpak. Sebagaimana hal dengan versi cerita-cerita rakyat yang
dikemukan tentu saja belum ada penulusuran yang serius dan mendalam terutama kebenaran
cerita-cerita yang berkembang tentang asal usul kata Pakpak tersebut.
Selain itu, itu ada versi lain yang mengatakan bahwa asal usul kata Pakpak berasal dari kata
“wakwak” sebuah kawasan yang berada di negeri Abunawas yang sekarang dikenal dengan
Irak pada zaman baheula, kata-kata “wak-wak” ini mengalami pergeseran istilah menjadi
Pakpak, tetapi versi cerita ini agak sulit diterima karena jejak kemiripan budaya ataupun etnis
antara Pakpak dengan Irak sangat tidak berhubungan sama sekali. Terlepas dari kebenaran
versi-versi cerita yang telah dikemukan tampaknya yang paling mungkin mendekati
kebenaran tentang asal usul Pakpak adalah versi cerita pertama yang menjelaskan bahwa
Pakpak berasal dari kata “Pakpak” yang berarti tinggi. Sebab, kenyataan yang ada berkaitan
dengan Pakpak yang memang berada di dataran tinggi.
Dengan demikian, berdasarakan penjelasan yang

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24