PENGUKURAN LEBAR LAUT TERITORIAL MENGGUN
40
PENGUKURAN LEBAR LAUT TERITORIAL MENGGUNAKAN GARIS
PANGKAL MENURUT UNCLOS 1982 DAN PENERAPANNYA DALAM
HUKUM INDONESIA
Oleh:
Eva Johan
Fakult as Hukum Universit as Sult an Tirt ayasa, Serang Bant en
Abst ract
Arr angement of concer ni ng wi de det ermi nat ion t he t err it or i al of sea i s conduct ed by wi t hdr awal t he
j et t y l i nes t hat done by harmoni zi ng t he r egul at i on of t he st i pul at ing t he usef ul of t he ar chi pel ago
j et t y l i nes t hat mat chi ng wi t h r egi on of NKRI by posi t ive l aw i nst r ument of Indonesi a. But whi ch
r equir e t o be reemphasi zed i s Indonesi a obl i gat ion t o make a map of t he regional bor der l i ne of
Indonesi a, because t i l l i n t he end Indonesi a st i l l use t he i l l ust rat ive map t hat made i n t he 1960 year .
The gover nment of Indonesi a have t o i mmediat el y make t he map of t he region of Indonesi a by usi ng
dot co-or di nat e of t he j et t y l i nes of Indonesi a ar chi pel ago whi ch have been speci f ied accor di ng t o PP
No. 37 year 2008 t o t ake care t he soverei gnt y of Indonesi a.
Kat a kunci : pengukuran lebar laut t errit orial, garis pangkal dan hukum Indonesia.
A. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang memiliki rangkaian ribuan pulau-pulau yang t ersebar dan t erbent ang di sepanj ang Kat ulist iwa.
Kondisi geograf is dan karakt erist ik alam yang
mengunt ungkan ini, membuat Indonesia menj adi daya t arik bagi negara-negara luar unt uk
dapat dimiliki. Karakt erist ik yang demikian
memaksa Indonesia unt uk dapat menj aga dan
bahkan f akt or alami menunj ukkan bahwa wilayahnya memiliki corak dan t at a gambaran yang
bersif at khusus sebagai gugusan kepulauan at au
sebagai sat u kawasan nusant ara. Dalam perbandingan seluruh luasnya, ant ara wilayah
darat dengan laut , maka laut sebagai wilayah
negara menduduki t empat bagian yang besar. 2
Laut sebagai bagian wilayah negara yang
memiliki porsi t erluas harus dapat diman-
mempert ahankan keut uhan Negara Kesat uan
Republik Indonesia. Kedaulat an t erit orial t et ap
merupakan suat u konsep pent ing dalam hukum
int ernasional. Dalam hukum int ernasonal perolehan dan hilangnya wilayah negara akan
menimbulkan dampak t erhadap kedaulat an
negara at as wilayah it u. 1
Fakt or wilayah merupakan salah sat u
sendi esensial bagi eksist ensi suat u negara,
art inya t anpa wilayah, suat u negara t idak akan
ada. Secara umum dapat dikat akan bahwa
wilayah suat u negara t erdiri dari wilayah darat ,
laut / perairan dan udara. Namun kenyat aan
menunj ukkan t idak semua negara wilayahnya
t erdiri dari ket iga mat ra t ersebut . Indonesia
dilihat dari segi t erit orinya adalah suat u negara
yang memiliki ket iga mat ra wilayah t ersebut ,
f aat kan oleh Indonesia dalam rangka menj aga
kedaulat an dan mensej aht erakan rakyat Indonesia. Hal paling dasar unt uk melindungi suat u
wilayah laut adalah t erlebih dahulu menget ahui
seberapa luas wilayah negara t ersebut bila
diukur dengan menggunakan garis pangkal,
yang mana dengan menget ahui garis pangkal
suat u negara maka dapat ket ahui luas wilayah
negara t ersebut . Dengan demikian negara
dapat menget ahui seberapa j auh hak-hak yang
dimilikinya at as wilayah laut nya sehingga dapat
dieksploit asi unt uk dapat mencapai t uj uan
negara.
Zona laut yang merupakan kedaulat an
penuh suat u negara adalah laut t erit orial. Laut
t erit orial ini diukur menggunakan met ode pe-
2
1
Mocht ar Kusumaat madj a dan Et t y R. Agoes, Pegant ar
Hukum Int er nasi onal , Al umni, Bandung, 2003, hl m. 162
Di myat i Hart ono, Dr, SH, Hukum Laut Int er nasi onal :
Yur i sdi ksi Nasi onal Indonesi a sebagai Negar a Nusant ar a,
BPHN, Binacipt a, Jakart a, 1983, hl m. 10-11
Pengukuran Lebar Laut Ter it ori al Menggunakan Gari s Pangkal
Menurut Uncl os 1982 dan Penerapannya Dal am Hukum Indonesia
41
narikan garis pangkal. Oleh karena it u, unt uk
menget ahui berapa lebar laut t erit orial suat u
negara, negara t ersebut harus menent ukan
met ode garis pangkal apa yang akan dit erapkan, disesuaikan dengan kondisi-kondisi wilayah
negara t ersebut .
sebelah mana bat as t erluar diukur. Garis
pangkal merupakan dasar pengukuran bagi
lebar laut yang menent ukan lebar laut t erit orial
suat u negara, j uga akan menent ukan dasar
pengukuran zona marit im lainnya yait u, perairan pedalaman, zona t ambahan, peairan
kepulauan, zona ekonomi eksklusif dan bat as
B. Cara Mengukur Lebar Laut Teritorial
Kebebasan di laut lepas t elah berkembang secara cepat menj adi prinsip dasar hukum
int ernasional, t et api t idak semua zona laut
memiliki karakt erist ik sepert i it u. Diperbolehkan bagi negara pant ai unt uk menent ukan
sepanj ang garis pant ainya sebagai bagian dari
perairan t erit orial at au laut t erit orialnya, dan
menet apkannya sebagai bagian dari wilayanya
yang t ak t erpisahkan. Mengingat pent ingnya
peran Laut Terit orial sebagai dasar penent uan
zona laut , maka laut t erit orial t elah mengalami
banyak perkembangan. Negara pant ai dapat
menerapkan berbagai f ungsi kewenangannya
dan dapat menikmat i hak-hak t ert ent u, sepert i
yang di ungkapkan Shaw:
laut lepas. Pengert ian Garis Pangkal (Basel i ne)
yang dikut ip dari Proclamat ion No. 4 of 1986
Governor of t he Falkland, 9 LOSB 19 (1987):
Beyond t he t err i t or i al sea, ot her j ur i sdi ct i onal zones have been i n pr ocess of
devel opment . Coast al st at e may now
exer ci se part i cul ar j ur i sdi ct ional f unct i ons i n t he cont i guous zone, and t he
t rend of t he i nt ernat i onal t oday i s
movi ng r api dl y i n f avour of even l ar ger
zones i n whi ch t he coast al st at e may
enj oy cer t ai n r ight s t o t he excl usive of
ot her nat ions, such as f isher y zones and
mor e recent l y excl usi ve economi c zones.
Thi s gr adual shi f t in t he l aw of t he sea
t owar ds t he enl ar gement of t he t er r i t or i al sea (t he accept ed l i mit i s now a
wi dt h 12 mi les i n cont r ast t o 3 mi l es
some t hir t y year s ago), coupl ed wi t h t he
cont inual assert ion of j uri sdi ct ional
r i ght s over port i ons of what were r egar ded as hi gh seas, ref lect s a basi c
change i n emphasi s in t he at t it ude of
st at es t o t he sea. 3
Di dalam menent ukan bat as laut t erit orial
negara dan zona marit im lainnya, perlu pert ama-t ama unt uk menet apkan dari t it ik pant ai
3
Mal col m N. Shaw, Int er nat i onal Law: 4t h edi t i on,
Cambri dge Univer si t y Press, Cambri dge (UK), 2001,
hl m. 391
The basel i ne i s t he l i ne f rom whi ch t he
out er l i mit s of t he t err i t or i al sea and
ot her coast al st at e zones (t he cont i guous
zone, t he excl usi ve f i shing zone and t he
excl usi ve economi c zone (EEZ)) are
measur ed. 4
Garis Pangkal adalah garis darimana
bat as t erluar laut t errit orial dan zona laut
Negara pant ai lainnya (zona t ambahan, zona
eksklusif perikanan dan zona ekonomi eksklusif ) diukur. Mengingat pent ingnya pengukuran garis pangkal unt uk mennet ukan bat as laut
t errit orial suat u negara, maka akan dij elaskan
t erlebih dahulu t iga macam Garis Pangkal yang
dikenal dan dit erapkan oleh negara-negara
menurut ket ent uan Uni t ed Nat i on on Convent i on of The Law Of The Sea (UNCLOS) 1982.
1. Pengukuran dengan menggunakan Garis
Pangkal Biasa (Normal Baseline)
Menurut Hukum kebiasaan Int ernasional
garis pangkal diukur dari garis air laut t erendah
disepanj ang pant ai. Prinsip ini digambarkan
dalam Pasal 3 Konvensi Jenewa Tahun 1958
t ent ang Laut Terit orial dan Zona Tambahan:
Except wher e ot her wi se provi ded . . . t he
nor mal Basel i ne f or measur ing breadt h
of t he t er ri t ori al sea i s t he l ow wat er
l i ne al ong t he coast as mar ked on
l ar gescal e chart s of f i ci al l y recogni sed by
t he coast al st at e.
Kalimat t ersebut kemudian diadopsi dalam Pasal 5 UNCLOS 1982 dibawah j udul Garis
Pangkal Biasa (Normal Basel i ne) . Pengert ian di
at as dapat diambil kesimpulan bahwa garis
4
Churchil l l , R. R. dan Lowe, A. V. , The Law of The Sea: 3r d
edi t i on, Jur is Publ ising, Manchest er Uni versit y Press,
Manchest er (UK), 1999, hl m. 31
42
Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 9 No. 1 Januar i 2009
pangkal biasa unt uk mengukur luas laut t errit orial adalah pada garis air surut t erendah
sepanj ang pant ai mengikut i lekuk pant ai,
sepert i yang dit andai pada pet a skala besar
yang secara resmi diakui oleh Negara pant ai.
Prakt ek pengukuran dengan Garis Pangkal
Biasa yang diat ur dalam Pasal 5 UNCLOS, yang
diukur pada saat air laut rendah, t ernyat a t idak
dapat dit erapkan oleh set iap Negara dengan
alasan berbagai keadaan geograf is yang
pada j arak t ert ent u dari pant ai, yang dit uangkan dalam Dekrit Raj a Norwegia. Dekrit ini
kemudian diklaim oleh Inggris t elah menyalahi
cara penarikan garis pangkal yang t idak sewaj arnya digunakan menurut hukum int ernasional yang biasa digunakan oleh negara-negara.
Pokok pemikiran ICJ dalam pert imbangannya adalah bahwa j alur marit im bukanlah
suat u perluasan semu t erbat as dari wilayah
kekuasaan darat an suat u negara sebagai suat u
berbeda-beda. UNCLOS mengenal sit uasi sepert i ini, oleh karena it u pada Pasal 14 mengenai Kombinasi cara-cara penet apan garis
pangkal bahwa ‘ Negara pant ai dapat menet apkan garis pangkal secara bergant ian dengan
menggunakan cara penarikan manapun yang
diat ur dalam pasal-pasal di at as unt uk menyesuaikan dengan keadaaan yang berlainan’ .
Kondisi geograf is khusus yang diat ur dalam Konvensi Jenewa dan UNCLOS adalah: (i)
garis pangkal lurus unt uk pant ai yang menekuk
t aj am at au memiliki gugusan pulau; (ii) t eluk;
(iii) mulut sungai; (iv) pelabuhan; (v) saat
elevasi surut ; (vi) pulau; (vii) karang.
2. Pengukuran dengan menggunakan Garis
Pangkal Lurus (St raight Baseline)
Diperlukan suat u at uran yang mengat ur
wilayah t ambahan yang berdampingan di mana
demi alasan-alasan ekonomi, keamanan, dan
geograf is negara pesisir it u berhak unt uk
melaksanakan hak-hak berdaulat eksklusif ,
yang hanya t unduk pada pembat asn-pembat asan sepert i hak lint as damai dari kapalkapal asing yang dilakukan di laut t erit orial. 6
Keput usan dalam kasus The Anglo-Nor wegi an Fi sheri es saat it u dipandang sebagai
penemuan hukum yuridis namun prinsip-prinsip
umum diadopsi sebagai bagian Hukum Int ernasional. Pada Konvensi Jenewa t ent ang Laut
Terit orial 1958, Pasal 4 mengadopsi prinsipprinsip yang digunakan oleh ICJ t ersebut dan
menet apkan met ode garis pangkal lurus dengan
met ode berbeda yang diizinkan dari sist em
pengukuran air laut rendah biasanya. Terdapat
empat ket ent uan yang disyarat kan dalam hal
bagi Negara yang memiliki kondisi geograf i yang
berbeda; at uran t ersebut perlu unt uk dibuat
unt uk mencegah negara dalam menaf sirkan
dengan t epat . Garis pangkal yang dit arik akan
menent ukan penambahan perairan pedalaman
dan Negara mungkin ingin menambah luas
perairannya unt uk t uj uan pert ahanan.
Met ode menarik garis pangkal pada keadaan geograf i yang t idak biasa (abnormal )
dit emukan dalam The Angl o-Nor wegi an Fi sher i es case5, yang menj adi t it ik t olak lahirnya
pengukuran dengan met ode Garis Pangkal
Lurus. The Anglo-Nor wegi an Fi sher ies case mengenai cara penarikan garis pangkal dengan
menggunakan garis pangkal lurus yang dit arik
melalui 48 t it ik yang dipilih pada darat an
ut ama at au pulau-pulau at au karang-karang
suat u negara menggunakan met ode garis
pangkal lurus.
Pada Konvensi Hukum Laut ke t iga yang
menghasilkan UNCLOS 1982 Pasal 7 mengadopsi
dan menambahkan dua persyarat an pengukuran
met ode Garis Pangkal Lurus yang dapat
digunakan oleh suat u negara. Penarikan bat as
laut t erit orial dengan cara penarikan garis
pangkal lurus, merupakan garis pangkal yang
dit arik dengan menghubungkan t it ik-t it ik t erluar dengan menggunakan garis lurus. Penarikan garis pangkal lurus t ersebut t idak boleh
menyimpang t erlalu j auh dari arah umum
pant ai dan bagian-bagian yang t erlet ak di
dalam garis pangkal it u harus cukup dekat
ikat annnya dengan darat an unt uk dapat t unduk
pada rezim perairan pedalaman. Penarikan
garis pangkal lurus dapat dilakukan apabila
5
ht t p: / / www. icj -cij . org. Case Angl o Nor wegi an Fi sher i es,
Summary of t he Judgment 18 December 1951, diakses
t anggal 30 Okt ober 2008
6
JG. St arke, 1995, Pengant ar Hukum Int er nasi onal : Buku
I, Jakart a : Sinar Gr af ika, hl m. 331
Pengukuran Lebar Laut Ter it ori al Menggunakan Gari s Pangkal
Menurut Uncl os 1982 dan Penerapannya Dal am Hukum Indonesia
t erdapat beberapa kondisi geograf is yang
khusus:
a. Bent uk dari pant ai menj orok t aj am ke dalam
maupun keluar
b. Di depan pant ai t erdapat deret an pulau dan
deret an karang7
Pengat uran pent ing t ent ang cara-cara
merupakan persyarat an t ambahan yang dihasilkan saat UNCLOS 1982.
The dr awi ng of st r ai ght basel i nes must
not depart t o any appreci abl e ext ent
f rom t he gener al di rect ion of t he coast ,
and t he sea ar eas l yi ng wit hi n t he l i nes
must be suf f i ci ent l y cl osel y l i nked t o t he
l and domai n t o be subj ect t o t he r egi me
of i nt er nal wat er s. 10
pengukuran menggunakan garis pangkal lurus
yang t ercant um dalam UNCLOS 1982:
In l ocal i t i es where t he coast l ine is deepl y
i ndent ed and cut i nt o, or i f t here is
f r i nge of i sl ands al ong t he cost i n i t s
i mmedi at e vi cini t y, t he met hod of dr awi ng st rai ght basel i nes j oini ng appropr i at e
poi nt s may be empl oyed i n dr awi ng t he
basel i ne f r om whi ch t he breadt h of t he
t er ri t ori al sea is measur ed. 8
Pengukuran dengan menggunakan met ode
garis pangkal lurus digunakan pada daerah
dimana garis pant ai menj orok j auh ke dalam
dan menikung ke dalam at au j ika t erdapat
suat u deret an pulau sepanj ang pant ai di
dekat nya, dengan cara menghubungkan t it ikt it ik t erluar dari pulau dengan darat an/ pulau
ut ama dengan menarik garis pangkal lurus
unt uk menent ukan lebar laut t erit orialnya.
Wher e because of t he presence of del t a
and ot her nat ur al condit ions t he coast l i ne i s hi ghl y unst abl e, t he appr opr i at e
poi nt s may be sel ect ed al ong t he
f ur t hest seawar d ext ent of t he l ow wat er l i ne and, not wit hst andi ng subsequent
r egression of t he l ow wat er l i ne, t he
st r ai ght basel i nes shal l r emai n ef f ect i ve
unt i l changed by t he coast al st at e i n
accor dance wit h t he Convent i on. 9
Karena keberadaan delt a dan kondisi
alam lainnya, garis pant ai menj adi t idak t et ap,
maka t it ik-t it ik yang t et ap dapat dipilih pada
garis air rendah yang paling j auh menj orok ke
laut , dan sekalipun garis air rendah kemudian
mundur, garis-garis pangkal lurus t ersebut akan
t et ap berlaku sampai adanya perubahan dari
Negara pant ai yang berhubungan dengan Konvensi ini. Penambahan keberadaan delt a ini
7
8
9
Mirza Sat r ia Buana, 2007, Hukum Int er nasi onal : Teor i
dan Pr akt ek , Bandung : FH Unl am dan Nusamedia,
hl m. 76
Pasal 7 Ayat 1 UNCLOS 1982
Ibi d, Ayat 2
43
Penarikan garis pangkal lurus t ersebut t idak boleh menyimpang t erlalu j auh dari arah
umum pant ai, dan bagian-bagian yang t erlet ak
di dalam garis pangkal t ersebut harus cukup
dekat dengan ikat annnya dengan darat an
ut ama unt uk dapat t unduk pada rezim perairan
pedalaman.
St r aight basel i nes shal l not be dr awn t o
and f r om l ow-t i de el evat ions, unl ess
l i ght -houses or si mi l ar i nst al l at ions
whi ch ar e per manent l y above sea l evel
have been bui l t on t hem or except i n
i nst ances wher e t he dr awi ng of basel i nes
t o and f rom such elevat ions has r eceived
gener al i nt er nat i onal r ecognit ion. 11
Garis pangkal lurus t idak boleh dit arik ke
dan dari elevasi surut kecuali j ika di at asnya
didirikan mercusuar at au inst alasi serupa yang
secara permanent ada di at as permukaan laut ,
at au kecuali dalam hal penarikan garis pangkal
lurus ke dan dari elevasi demikian t elah memperoleh pengakuan umum secara int ernasional.
Wher e t he met hod of st r ai ght basel i nes
i s appl i cabl e under paragr aph 1, account
may be t aken, i n det ermi ni ng par t i cul ar
basel i nes, of economi c i nt er est s pecul i ar
t o t he r egi on concer ned, t he real i t y and
t he i mport ance of whi ch ar e cl ear l y
evi denced by long usage. 12
Dalam penerapan penarikan garis pangkal
lurus berdasarkan kondisi geograf is garis pant ai
menj orok j auh ke dalam dan menikung ke
dalam at au j ika t erdapat suat u deret an pulau
sepanj ang pant ai di dekat nya, dapat ikut di
perhit ungkan kepent ingan ekonomi yang khusus
bagi daerah yang bersangkut an, yang kenyat aan
dan pent ingnya secara j elas dibukt ikan oleh
10
11
12
Ibi d, Ayat 3
Ibi d, Ayat 4
Ibi d, Ayat 5
44
Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 9 No. 1 Januar i 2009
prakt ek yang t elah berlangsung lama. Jadi harus dibukt ikan bahwa ada kepent ingan ekonomi
yang akan dilindungi ket ika suat u Negara
menggunakan garis pangkal lurus, dan menj adi
suat u kebiasaan yang t elah lama digunakan.
The syst em of st r ai ght basel i nes may not
be appl i ed by a st at e in such a manner as
t o cut of f t he t er ri t ori al sea of anot her
st at e f rom t he hi gh seas or an excl usi ve
economi c zone. 13
diluarnya yang t idak merupakan pulau, sedangkan konsep yang diaj ukan oleh India adalah
kepulauan merupakan bagian dari wilayah
Negara yang sebagian besar merupakan bagian
dari benua. 14 Namun akhirnya def inisi yang
diberikan oleh UNCLOS 1982 t ent ang Negara
Kepulauan adalah:
(1) “ Ar chi pel agi c St at e” means a st at e
const i t ut ed whol l y by one or more
ar chi pel agos and may i ncl ude ot her
i sl ands;
(2) “ Ar chi pel ago” means a group of
i sl ands, i ncl udi ng par t s of i sl ands,
i nt er connect ing wat er s and ot her
nat ur al f eat ur es whi ch ar e so cl osel y
i nt errel at ed t hat
such
i sl ands,
wat er s and ot her nat ur al f eat ures
f or m an i nt ri nsi c geogr aphi cal ,
economi c and pol i t i cal ent it y, or
whi ch
hi st or i cal l y
have
been
r egar ded as such. 15
Sist em penarikan garis pangkal lurus t idak
boleh dit erapkan oleh suat u Negara dengan
cara yang sedemikian rupa sehingga memot ong
laut t errit orial Negara lain dari laut lepas at au
zona ekonomi eksklusif .
3. Pengukuran dengan menggunakan Garis
Pangkal Lurus Kepulauan (Archipelagic
Baseline)
Met ode ket iga yang dapat digunakan
unt uk menent ukan luas laut t errit orial adalah
dengan menggunakan Garis Pangkal Kepulauan
( ar chi pel agi c basel i nes). UNCLOS 1982 memberikan cara-cara unt uk mengukur luas laut
Negara kepulauan yang digunakan unt uk mendukung bagi keperluan menet apkan zona
marit ime Negara-negara kepulauan. Namun
t idak semua Negara dapat meng-klaim dirinya
sebagai suat u Negara kepulauan (ar chi pel agi c
st at e) .
Salah sat u yang memberikan pengaruh
besar t erhadap Konvensi UNCLOS 1982 adalah
dengan dit erimanya konsep Negara Kepulauan
(ar chi pel agi c st at e) yang selama Konvensi
Suat u Negara dapat dikat akan sebagai
Negara Kepulauan apabila Negara t ersebut
seluruhnya t erdiri dari sat u at au lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.
Art inya secara yuridis, Negara kepulauan akan
berbeda art inya dengan def inisi Negara-negara
yang secara geograf is wilayahnya berbent uk
kepulauan, karena kepulauan adalah suat u
gugusan pulau-pulau, t ermasuk bagian pulau,
perairan diant aranya dan lain-lain wuj ud
alamiah yang hubungannya sat u sama lainnya
sedemikian arat nya sehingga pulau-pulau, perairan dan wuj ud alamiah lainnya it u merupakan
suat u kesat uan geograf i, ekonomi dan polit ik
yang hakiki, at au yang secara hist ories
diperj uangkan oleh Mocht ar Kusumaat madj a,
dimana Negara-negara kepulauan sepert i
Indonesia, Filipina, Fij i, Maurut ius dan kepulauan Solomon menginginkan adanya suat u
perat uran khusus unt uk menj aga kedaulat an
ekst ernal Negara-negara kepulauan t ersebut .
Walaupun t erdapat perbedaan konsepsi Negara
kepulauan pada Sidang Konf erensi Hukum Laut
III yang pert ama di Ney York, yang diaj ukan
oleh Indonesia, Fij i, Maurit ius dan Filipina,
yait u Negara secara keseluruhan merupakan
kepulauan t anpa ada bagian-bagain wilayah lain
14
13
15
Ibi d, Ayat 6
dianggap sebagai demikian. Dengan kat a lain,
Pasal ini membedakan pengert ian yuridis
ant ara Negara Kepulauan dangan Kepulauan.
Konsekuensi perbedaan di at as bahwa
penarikan garis pangkal kepulauan (ar chi pel agi c basel i ne) t idak dapat dilakukan oleh
semua Negara yang mengat asnamakan dirinya
sebagai Negara kepulauan. Beberapa syarat
yang harus dipenuhi bila akan menerapkan garis
pangkal lurus kepulauan: Pert ama, adanya sat u
Mocht ar Kusumaat madj a, 2003, Konsepsi Hukum Negar a
Nusant ar apada Konf er ensi Hukum Laut III, Bandung :
Al umni, , hl m. 17
Pasal 46 UNCLOS 1982
Pengukuran Lebar Laut Ter it ori al Menggunakan Gari s Pangkal
Menurut Uncl os 1982 dan Penerapannya Dal am Hukum Indonesia
kesat uan geograf is, ekonomi, polit ik dan hist ories; kedua, adanya ket ent uan khusus Hukum
Laut yang membukt ikan keberadaan pulau
Negara Kepulauan yang relat ive kecil (smal l i sl ands, soci al l y, and economi cal l y i nsi gnif i cant )
t idak dapat dij adikan t empat menarik garis
pangkal kepulauan.
Cara penarikan garis lurus kepulauan
dalam UNCLOS 1982 berbunyi sebagai berikut :
An ar chi pel agi c st at e may dr aw st r ai ght
ar chi pel agi c basel i ne j oi ni ng t he out er most poi nt of t he out er most i sl ands and
dr yi ng r eef s of t he ar chi pel ago provi ded
t hat wit hi n such basel i nes are incl uded
t he mai n i sl ands and an ar ea in whi ch
t he r at ion of t he area of t he wat er of
t he ar ea of t he l and, i ncl udi ng at ol l s, i s
bet ween 1 t o 1 and 9 t o 1. 16
Met ode garis kepulauan ini secara j elas
mengat akan bahwa luas laut negara kepulauan
diukur dari t it ik surut pant ai pulau t erluar dan
bat u-bat u karang t erluar dari negara pant ai
t ersebut , dan dit arik sampai 12 mil laut yang
menghubungkan t it ik-t it ik paling luar dari pulau
paling luar. Selama rasio perbandingan air
dengan darat an t idak melebihi sembilan
of t he t er ri t ori al sea f rom t he near est
i sl and. 18
Garis pangkal kepulauan t idak boleh di
t arik ke dan dari elevasi surut , kecuali j ika di
at asnya didirikan mercusuar at au inst alasi
serupa yang secara permanent t elah ada di at as
permukaan laut , at au apabila elevasi surut
t ersebut t erlet ak seluruhnya at au sebagian
pada suat u j arak yang t idak melebihi lebar laut
t errit orial dari pulau yang t erdekat .
The syst em of such basel i nes shal l not be
appl i ed by an ar chi pel agi c st at e i n such a
manner as t o cut of f f rom t he hi gh seas
or t he excl usi ve economi c zone t he
t er ri t ori al sea of anot her st at e. 19
Garis pangkal kepulauan ini t idak boleh
dit erapkan oleh suat u negara dengan cara yang
sedemikian rupa sehingga memot ong laut
t errit orial negara lain dari laut lepas at au zona
ekonomi eksklusif .
If a par t of t he ar chi pel agi c wat ers of an
ar chi pel agi c st at e l i es bet ween t wo part s
of an i mmedi at ely adj acent nei ghbour i ng
st at e, exi st ing ri ght s and al l ot her
l egi t imat e i nt erest s whi ch t he l at t er
st at e has t r adit i onal l y exer ci sed in such
wat er s and al l r ight s st i pul at ed by
agr eement bet ween t hose st at es shal l
cont inue and be r espect ed. 20
berbanding sat u sert a dengan ket ent uan bahwa
wilayah yang dihasilkan t idak memot ong negara
lain dari laut lepas dan zona ekonomi eksklusif .
The l engt h of such basel ine shal l not
exceed 100 naut i cal mi l es, except t hat
up t o 3 per cent of t he t ot al number of
basel i ne encl osi ng any ar chi pel ago may
exceed t hat l engt h, up t o a maximum
l engt h of 125 naut i cal mi les. 17
Panj ang garis pangkal kepulauan t idak
boleh lebih dari 100 mil laut , kecuali j ika 3%
dari j umlah t ot al garis pangkal yang meliput i
set iap kepulauan yang mungkin melebihi dari
kepanj angan maksimal 125 mil laut .
Such basel i ne shal l not be dr awnt o and
f rom
l ow-t i de
el evat i on,
unl ess
l i ght house or si mi l ar inst al l at i on whi ch
ar e per manent l y above sea l evel have
been bui l t on t hem or where a l ow-t i de
el evat ion i s sit uat ed whol l y or par t y at
a di st ance not exceedi ng t he breadt h
Apabila suat u bagian perairan kepulauan
suat u negara kepulauan, t erlet ak di ant ara dua
bagian suat u negara t et angga yang langsung
berdampingan, hak-hak yang ada dan kepent ingan-kepent ingan sah lainnya yang dilaksanakan secara t radisional oleh negara t ersebut
t erakhir di perairan demikian, sert a segala hak
yang dit et apkan dalam perj anj ian ant ara
negara-negara t ersebut akan t et ap berlaku dan
harus dihormat i. Salah sat u cont oh hak
t radisional yang harus t et ap dihormat i diant ara
dua negara yang berdampingan adalah perj anj ian ant ara Indonesia dan Malaysia t ent ang
hak dan kewaj iban masing-masing negara
sebagai akibat penarikan garis lurus kepulauan
yang t elah dirat if ikasi dengan UU No. 1 Tahun
18
16
17
Pasal 47 Ayat 1 UNCLOS 1982
Ibi d, Ayat 2
45
19
20
Ibi d, Ayat 4
Ibi d, Ayat 5
Ibi d, Ayat 6
46
Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 9 No. 1 Januar i 2009
1983 mengenai hak nelayan Malaysia yang
diberikan hak unt uk t idak mengikut i at uran alur
lint as kepulauan dan lint as damai. Nelayan
Malaysia diberikan lint as khusus unt uk mencari
ikan, dengan diberikan suat u lorong khusus.
Set iap negara pant ai waj ib membuat pet a
laut wilayahnya, dengan menggunakan t it ikt it ik koordinat geograf is. Kemudian pet a
t ersebut dserahkan kepada Sekj en PBB. Apabila
pet a t ersebut sudah sesuai, akan disahkan oleh
lebarnya hanya 3 mil-laut . 21 Ini berart i perairan
laut di ant ara pulau-pulau Indonesia merupakan
laut bebas (high sea) yang dapat digunakan
oleh semua negara.
Akibat dari penggunaan garis pangkal
biasa, t erdapat lorong laut bebas sehingga
pulau-pulau Indonesia t erpisah-pisah. Penet apan lebar wilayah kelaut an 3 mil laut t ersebut
dirasa t idak menj amin kesat uan wilayah Negara
Kesat uan Republik Indonesia, yang berdaulat ,
PBB dan akan diserahkan ke negara-negara lain.
berhak dan berkewaj iban unt uk mengambil
t indakan-t indakan yang dipandang perlu unt uk
melindungi negara.
C. Penetapan Garis Pangkal Dalam Hukum
Indonesia
Menyadari Indonesia sebagai negara luas
yang dipisahkan oleh laut dan t erdiri dari
banyak pulau-pulau, penet apan garis pangkal di
Indonesia t elah diat ur sej ak masa Hindia
Belanda. Pengat uran mengenai met ode penarikan garis pangkal yang dit erapkan Indonesia
mengalami perkembangan pada set iap masa
pemerint ahan. Sej arah penerapan garis pangkal
di Indonesia dapat dit elusuri melalui Hukum
posit if Indonesia.
1. Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan
Maritim Hindia Belanda 1939 (T errit oriale
Zee En Marit ieme Kringen Ordonant ie/
T ZMKO)
Wilayah perairan Indonesia dimulai pengat urannya sej ak j aman penj aj ahan Belanda
melalui Ter r it or ial e Zee En Mar i t i eme Kr i ngen
Or donant ie (TZMKO) yang dikeluarkan oleh
pemerint ah Hindia Belanda pada t ahun 1939.
Perat uran ini masih dipakai Indonesia sampai
saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agust us 1945.
TZMKO adalah ordonansi (undang-undang) t ent ang Laut Terit orial dan Lingkungan Marit im
Indonesia yang menet apkan, ant ara lain, bahwa
laut t erit orial Indonesia adalah j alur laut yang
membent ang ke arah laut sampai j arak t iga
mil-laut dari garis air rendah ( l aag wat er l i j n)
pulau-pulau at au bagian pulau yang merupakan
wilayah darat an ( gr ondgebei d) Indonesia. Dengan demikian wilayah perairan Indonesia
meliput i j alur-j alur laut yang mengelilingi
2. Deklarasi Dj uanda 13 Desember 1957
Bent uk geograf is Indonesia sabagai suat u
negara kepulauan yang t erdiri dari beribu-ribu
pulau mempunyai sif at dan corak t ersendiri.
Penent uan bat as laut t erit orial sepert i yang
diat ur dalam Terr it or i ale Zee En Mar i t ieme
Kr i ngen Or donant ie t idak lagi sesuai dengan
pert imbangan-pert imbangan Indonesia sebagai
suat u negara kepulauan, karena membagi
wilayah darat an Indonesia dalam bagian-bagian
yang t erpisahdengan perairan t erit orialnya
sendiri-sendiri. Unt uk mej aga keut uhan t erit orial dan unt uk melindungi kekayaan Indonesia, semua kepulauan sert a laut yang t erlet ak diant aranya harus dianggap sebagai suat u
kesat uan yang bulat . Oleh karena it u, pada
t ahun 1957, Pemerint ah mengumumkan mengenai Wilayah Perairan Negara Republik Indonesia, yang disebut sebagai Deklarasi Juanda
sebagai pelet ak at uran pert ama mengenai
hukum posit if t ent ang laut di Indonesia. Deklarasi Juanda menyebut kan bahwa:
Segala perairan di sekit ar, di ant ara dan
yang menghubungkan pulau-pulau yang t ermasuk negara Indonesia dengan t idak memandang luas at au lebarnya adalah bagianbagian yang waj ar daripada wilayah darat an
negara Indonesia dan dengan demikian bagian
daripada perairan pedalaman at au nasional
yang berada di bawahkedaulat an mut lak negara
Indonesia. Lalu lint as yang damai di perairan
set iap pulau at au bagain pulau Indonesia yang
21
Depart emen Kel aut an dan Per ikanan, 2000, Di sunt ing
ol eh: Et t y R Agoes Di manakah Bat as-Bat as Wi l ayah Ki t a
di Laut , hl m. 4
Pengukuran Lebar Laut Ter it ori al Menggunakan Gari s Pangkal
Menurut Uncl os 1982 dan Penerapannya Dal am Hukum Indonesia
pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dij amin
selama dan sekedar t idak bert ent angan dengan
kedaulat an dan keselamat an negara Indonesia. 22
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang No.4 Tahun 1960 Tentang Perairan
47
Jenewa t ent ang Hukum Laut t ahun 1958. Pada
akhir 1982 disepakat i suat u perj anj ian baru
yang mengat ur t ent ang berbagai kegiat an di lau
dalam bent uk perj anj ian int ernasional yang
komprehensif , yait u Uni t ed Nat ions Convent ion
o t he Law of t he Sea 1982 (UNCLOS 1982).
Indonesia
Sebagian dari ket ent uan-ket ent uan TZMKO yang berhubungan dengan penet apan wilayah perairan dicabut dan digant i dengan
Perat uran Pemerint ah Penggant i UndangUndang No. 4 Tahun 1960 Tent ang Perairan
Indonesia (Perpu No. 4 t ahun 1960), yang
merubah cara penarikan garis pangkal dan
lebar laut Indonesia. Perpu No. 4 t ahun 1960
memberikan kekuat an hukum kepada Deklarasi
Dj uanda, yang merupakan pernyat aan sepihak
pemerint ah t ent ang Wilayah Perairan Indonesia
menj adi bagian dari perat uran perundangundangan nasional. Undang-undang ini t elah
dicabut dan disesuaikan dengan ket ent uan
hukum int ernasional yang baru melalui UU No. 6
t ahun 1996 t ent ang Perairan Indonesia.
4. Undang-undang No. 17 Tahun 1985 Tentang Ratifikasi UNCLOS 1982
Konsep Negara kepulauan t elah dit erima
oleh Konvensi Hukum Laut UNCLOS 1982 sebagai suat u ket ent uan hukum yang mengakomodir bent uk-bent uk khusus dari Negara
yang t erdiri dari gugusan pulau-pulau. Dengan
demikian, UNCLOS 1982 dengan t egas mengakui
Indonesia sebagai Negara kepulauan ( ar chi pel agi c st at e), dan menerima rezim landas
kont inen, maka pada t ahun 1985 lahirlah
undang-undang no. 17 t ahun 1985 yang berisikan
rat if ikasi at as UNCLOS 1982.
Undang-undang No. 17 Tahun 1985 merupakan implement asi hukum int ernasional ke
dalam hu-kum nasional suat u negara. Dengan
diundangkannya UU No. 17 t ahun 1985 t ent ang
Laut
wilayah
Indonesia
dan
cara
penerapan garis pangkalnya dij elaskan pada
Pasal 1 ayat (2) Perpu No. 4 t ahun 1960:
pengesahan UNCLOS 1982, maka Indonesia t elah t erikat oleh kewaj iban unt uk melaksanakan
dan menaat i ket ent uan-ket ent uan yang t ercant um di dalamnya.
Wilayah laut indonesia ialah laut selebar
dua belas mil laut yang garis luarnya
diukur t eak lurus at as garis dasar at au
t it ik pada garis dasar yang t erdiri dari
garis-garis lurus yang menghubungkan
t it ik-t it ik t erluar pada garis air rendah
daripada pulau-pulau at au bagian pulaupulau yang t erluar dalam wilayah Indonesia dengan ket ent uan bahwa j ika ada
selat yang lebarnya t idak melebihi dua
puluh empat mil laut dan Negara Indonesia t idak merupakan sat u-sat unya negara t epi, maka garis bat as laut wilayah
Indonesia dit arik pada t engah selat . 23
Perpu No. 4 Tahun 1960 didasarkan pada
ket ent uan-ket ent uan hukum int ernasional sebagaimana dit et apkan dalam Konvensi-konvensi
22
23
Dekl ar asi Dj uanda, 13 Desember 1957, Lihat Wirj ono
Prodj odikoro, Prof , Dr , SH, Hukum Laut Bagi Indonesi a,
Sumur, Bandung, 1991, hl m. 16
NHT Si ahaan dan Suhendi , Hukum Laut Nasi onal :
Hi mpunan Per at ur an Per undang-undangan Kemar i t i man,
Dj ambat an, Jakart a, 1989, hl m. 21
5. Undang-undang No. 6 Tahun 1996 Tentang
Perairan Indonesia
Pada 1996 dit et apkan Undang-undang No.
6 Tahun 1996 t ent ang Perairan Indonesia unt uk
menggant ikan UU No. 4/ Prp/ 1960 sebagai implement asi Konvensi Hukum Laut 1982. Menurut
UU No. 6 Tahun 1996 Pasal 2, Negara Republik
Indonesia adalah Negara kepulauan yang berart i
segala perairan di sekit ar, di ant ara, dan yang
menghubungkan pulau-pulau at au bagian pulaupulau yang t ermasuk darat an Negara Republik
Indonesia, dengan t idak memperhit ungkan luas
at au lebarnya merupakan bagian int egral dari
wilayah darat an Negara Republik Indonesia
sehingga merupakan bagian dari perairan
Indonesia yang berada di bawah kedaulat an
Negara Republik Indonesia. Sedangkan wilayah
perairan Indonesia meliput i Laut Terit orial,
Perairan Kepulauan dan Perairan Pedalaman,
48
Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 9 No. 1 Januar i 2009
dimana Laut Terit orial Indonesia adalah j alur
laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur
dari garis pangkal kepulauan Indonesia. 24
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia dit arik
dengan menggunakan garis pangkal lurus kepulauan, dan apabila t idak dapat digunakan
maka digunakan garis pangkal biasa at au garis
pangkal lurus. 25 Jadi dengan kat a lain Indonesia
menerapkan garis pangkal biasa dan garis
pangkal lurus dalam menent ukan luas wilayah
kecuali bahwa 3 % (t iga perserat us) dari
j umlah keseluruhan Garis Pangkal Lurus
Kepulauan dapat melebihi kepanj angan
t ersebut , hingga maksimum 125 (serat us dua
puluh lima) mil laut . 26
Garis lurus yang dit arik ant ara dua t it ik
pada garis air rendah t ersebut merupakan garis
yang dit arik secara lurus ant ara dua t it ik
berdampingan yang lazim dilakukan dalam
bat as-bat as pengert ian navigasi dan pemet aan
laut nya. Ket ent uan-ket ent uan mengenai garis
pangkal lurus menurut undang-undang ini mengadopsi ket ent uan dari Pasal 47 UNCLOS 1982.
6. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2002
Tentang Daftar Koordinat Geografis Titiktitik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Pengat uran Garis Pangkal Kepulauan Indonesia yang t elah disesuaikan dengan ket ent uan-ket ent uan UNCLOS 1982 dapat dilihat
pada Perat uran Pemerint ah No. 38 Tahun 2002
Tent ang Daf t ar Koordinat Geograf is Tit ik-t it ik
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Pemerint ah
menurut Pasal 2 PP No. 38 t ahun 2002, dapat
menarik garis pangkal kepulauan unt uk
menet apkan lebar laut t errit orial. Penarikan
garis pangkal kepulauan menggunakan garis
pangkal lurus kepulauan, garis pangkal lurus
unt uk kepent ingan navigasi. Penarikan garis
pangkal lurus kepulauan dilakukan dengan
memperhat ikan t at anan let ak kepulauan at au
kelompok-kelompok pulau yang let aknya berberat uran dan bersambung secara berat uran.
Oleh karena it u, penarikan garis pangal lurus
kepulauan t idak dapat dilakukan menyimpang
dari arah konf igurasi umum kepulauan. Pengert ian konf igurasi umum kepulauan merupakan pengert ian yang t uj uannya ident ik dengan
pengert ian arah umum pant ai, yait u unt uk
mencegah perluasan laut t reit orial suat u
Negara dengan cara yang t idak sewaj arnya.
Tit ik t erluar pada garis air rendah yang
berbat asan dengan Negara t et angga yang berhadapan at au berdampingan yang merupakan
t it ik t erluar pulau t erluar yang digunakan unt uk
penarikan garis pangkal dit et apkan berdasarkan
dan garis pangkal biasa.
Penarikan
garis pangkal
kepulauan
t erdapat pada Bab II. Garis pangkal lurus
kepulauan dij elaskan bahwa:
a. Di ant ara pulau-pulau t erluar, dan karang
kering t erluar kepulauan Indonesia, garis
pangkal unt uk mengukur lebar laut t erit orial
adalah Garis Pangkal Lurus Kepulauan.
b. Garis Pangkal Lurus Kepulauan adalah garis
lurus yang menghubungkan t it ik-t it ik t erluar
pada Garis Air Rendah pada t it ik t erluar
pulau t erluar, dan karang kering t erluar
yang sat u dengan t it ik t erluar pada Garis Air
Rendah pada t it ik t erluar pulau t erluar,
karang kering t erluar yang lainnya yang
berdampingan.
c. Panj ang Garis Pangkal Lurus Kepulauan t idak
perset uj uan kedua Negara yang dit uangkan
dalam perj anj ian int ernasional. Seluruh ket ent uan t ersebut harus memenuhi ket ent uan
Hukum Laut Int ernasional.
Garis pangkal yang digunakan unt uk mengukur pulau-pulau t erluar yang t erlet ak pada
at ol at au pada karang-karangdi sekit arnya
digunakan met ode penarikan garis pangkal
biasa. Met ode penarikan garis pangkal biasa
menj elaskan bahwa garis pangkal unt uk mengukur lebar laut t errit orial adalah garis pangkal biasa berupa garis air rendah pada sisi at oll
at au karang-karang t ersebut yang t erj auh ke
arah laut . 27
Apabila ada pulau yang mempunyai pant ai yang t aj am lekukannya, at au t erdapat delt a
dan kondisi alamiah lainnya, maka garis
boleh
24
25
melebihi
100
(serat us)
mil
laut ,
Pasal 3 UU No. 6 Tahun 1996 t ent ang Per air an Indonesi a
Ibi d, Pasal 5
pangkal yang digunakan adalah garis pangkal
26
27
Pasal 3 PP No. 38 Tahun 2002
Ibi d, Pasal 4
Pengukuran Lebar Laut Ter it ori al Menggunakan Gari s Pangkal
Menurut Uncl os 1982 dan Penerapannya Dal am Hukum Indonesia
49
7. Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2005
Tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil
rubahan Atas Peraturan Pemerintah No.38
Tahun 2002 Tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan
Indonesia
Dikeluarkannya Perat uran Pemerint ah No.
38 Tahun 2002 adalah merupakan suat u respon
Indonesia t erhadap sengket a Pulau Sipadan-
Terluar NKRI
Pemerint ah Indonesia mengeluarkan Perat uran Presiden No. 78 Tahun 2005 Tent ang
Pengolahan Pulau-pulau Kecil Terluar NKRI.
Dengan dikeluarkannya Perat uran Presiden No.
78 Tahun 2005 ini art inya t elah ada kesadaran
pemerint ah Indonesia t erhadap pent ingnya
pulau-pulau t erluar di wilayah NKRI. Pengelolaan pulau-pulau t erluar dapat menj adi alat
yang ef ekt if bagi Indonesia unt uk menj aga
keut uhan kedaulat an wilayah.
Keberadaan Perat uran Presiden No. 78
Tahun 2005 t ent ang Pengelolaan Pulau-pulau
Kecil Terluar menj adi alat ut ama dalam upaya
pembangunan sebagaimana t ersebut di at as.
Perpres yang dit andat angai pada t anggal 29
Desember 2005, mempunyai misi ut ama se-
Ligit an ant ara Indonesia dan Malaysia, dimana
di dalam perat uran pemerint ah t ersebut
memuat t it ik-t it ik dasar koordinat bat as-bat as
kepulauan Indonesia secara lengkap dan
memasukkan Pulau Sipadan-Ligit an ke dalam
daf t ar pulau-pulau t erluar NKRI. Set elah ada
keput usan dari Mahkamah Int ernasional (Int er nat ional Court of Just i ce) yang memenangkan
Malaysia sebagai pemilik dari Pulau SipadanLigit an
berdasarkan
Prinsip
Ef f ect ivit ies
Occupat ion30, maka dengan demikian PP No. 38
Tahun 2002 t ent ang Daf t ar Koordinat Geograf is
Tit ik-t it ik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
j uga harus diperbaharui karena Pulau SipadanLigit an t idak lagi menj adi bagian wilayah NKRI.
Keput usan Mahkamah Int ernasional mengenai kepemilikan Pulau Sipadan dan Pulau
bagaimana t uj uan keberadaan Perpres t ersebut . Misinya adalah:
a. Menj aga keut uhan wilayah NKRI, keamanan
nasional, pert ahanan Negara dan bangsa
sert a mencipt akan st abilit as kawasan
b. Memanf aat kan sumber daya alam dalam
rangka pembangunan yang berkelanj ut an.
c. Memberdayakan masyarakat dalam rangka
peningkat an kesej aht eraannya. 29
Pulau-pulau t erluar Indonesia ini mempunyai
nilai-nilai st rat egis sebagai t it ik dasar dari garis
pangkal kepulauan dalam penet apan wilayah
perairan Indonesia, ZEE, dan Landas Kont inen
Indonesia mengingat Indonesia memiliki banyak
sekali pulau-pulau t erluar yang berbat san
langsung dengan negara-negara lain.
Ligit an t elah mempunyai kekuat an hukum yang
t et ap, dan bahwa Provinsi Timor Timur t elah
menj adi negara t ersendiri, hal ini mempunyai
implikasi hukum t erhadap koordinat geograf is
t it ik-t it ik garis pangkal kepulauan pada lampiran Perat uran Pemerint ah Nomor 38 Tahun
2002 t ent ang Daf t ar Koordinat Geograf is Tit ikt it ik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Beberapa perubahan at as Perat uran Pemerint ah
Nomor 38 Tahun 2002 yang menyangkut cara
penarikan garis pangkal adalah:
1) Pemerint ah melakukan pembaharuan secara
rut in unt uk memperbaiki dan melengkapi kekurangan dalam penet apan Koordinat Geograf is Tit ikt it ik Terluar unt uk menarik Garis
Pangkal Kepulauan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6,
Pasal 7, dan Pasal 8.
lurus. Garis pangkal lurus adalah garis lurus
yang dit arik ant ara t it ik-t it ik t erluar pada garis
air rendah yang menj orok paling j auh kea rah
laut pada delt a at au kondisi alamiah lainnya. 28
D. Pengaturan Garis Pangkal Kepulauan Menurut Pp No.37 Tahun 2008 Tentang Pe-
28
29
Ibi d, Pasal 5
ht t p: / / www. indonesia. go. id, Depar t emen Kel aut an dan
Per i kanan:
Per pr es No. 78 Tahun 2005 t ent ang
Pengel ol aan
Pul au-pul au
Keci l
Ter l uar
t el ah
di t andat angani , di akses t anggal 19 Januari 2009.
Pembaharuan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)
dilaksanakan
oleh
inst ansi
30
ht t p: / / www. icj . com. Case concer t i ng sover ei gnt y over
Pul au si padan-Li gi t an (Indonesi a and Mal aysi a) , Summary
of t he Judgment of 17 December 2002, di akses t anggal
19 Januar i 2009
50
Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 9 No. 1 Januar i 2009
pemerint ah yang menyelenggarakan t ugas di
bidang survei dan pemet aan, di bawah
koordinasi kement erian yang membidangi
polit ik, hukum dan keamanan.
2) Apabila di kemudian hari t ernyat a t erdapat
pulau-pulau t erluar, at ol, karang kering
t erluar, elevasi surut t erluar, t eluk, muara
sungai, t erusan at au kuala dan pelabuhan,
yang dapat digunakan unt uk penet apan
t it ik-t it ik t erluar dari Garis Pangkal Ke-
harmonisasi perat uran mengenai penet apan
penggunaan Garis pangkal kepulauan yang
sesuai dengan wilayah NKRI, melalui inst rumen
hukum posit if Indonesia. Tet api yang perlu
dit ekankan kembali adalah kewaj iban Indonesia
unt uk membuat pet a garis bat as wilayah
Indonesia, karena hingga saat ini masih
menggunakan pet a ilust rat if yang dibuat pada
t ahun 1960. Pemerint ah Indonesia harus segera
membuat pet a wilayah negara Indonesia
pulauan belum t ermasuk dalam lampiran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2), maka diadakan perubahan dalam
lampiran t ersebut sesuai dengan dat a baru.
3) Apabila di kemudian hari Koordinat Geograf is Tit ik-t it ik Terluar, pulau-pulau Terluar, at ol, karang kering t erluar, elevasi
surut t erluar, t eluk, muara sungai, t erusan
at au kuala dan pelabuhan berubah, maka
diadakan penyesuaian dalam lampiran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2). 31
dengan menggunakan koordinat t it ik-t it ik garis
pangkal kepulauan Indonesia yang t elah
dit et apkan menurut PP No. 37 t ahun 2008 unt uk
menj aga kedaulat an Negara Kesat uan Republik
Indonesia
E. Penutup
Walaupun hampir duapuluh t iga t ahun
Indonesia t elah merat if ikasi ket ent uan-ket ent uan UNCLOS 1982 (UU No. 17 Tahun 1985
t ent ang rat if ikasi Indonesia t erhadap Unit ed
Nat ion Convent ion on The Law of The Sea),
namun
beberapa
perat uran
perundangundangan yang t erkait dengan laut masih belum
banyak yang t erharmonisasi dengan ket ent uan
UNCLOS 1982. Harmonisasi ket ent uan UNCLOS
1982 yang merupakan produk hukum int ernasional dengan perat uran nasional merupakan
suat u kewaj iban dan konsekuensi logis dari
dirat if ikasinya UNCLOS ke dalam hukum
nasional Indonesia.
Dalam pengat uran mengenai penent uan
lebar laut t erit orial dengan menggunakan
penarikan garis pangkal, Indonesia t elah
menyadari art i pent ing dari penet apan garis
pangkal demi kesat uan wilayah NKRI di darat ,
laut dan udara. Hal ini dibukt ikan dengan
31
Pasal 11 PP No. 37 Tahun 2008 Tent ang Perubahan At as
Pemerint ah Nomor 38 Tahun 2002 t ent ang Daf t ar
Koordinat Geograf is Tit ik-t it ik Gar is Pangkal Kepul auan
Indonesi a
Daftar Pustaka
A. Buku
Buana, Mirza Sat ria. 2007. Hukum Int er nasi onal : Teor i dan Pr akt ek . Bandung: FH
Unlam dan Nusamedia;
Churchilll, R. R. dan Lowe, A. V. 1999. The Law
of The Sea: 3r d edi t ion , Manchest er (UK):
Juris Publising, Manchest er Universit y
Press;
Depart emen Kelaut an dan Perikanan, Disunt ing
oleh: Et t y R Agoes. 2000. Di manakah
Bat as-Bat as Wi l ayah Kit a di Laut ;
Hart ono, Dimyat i. 1983. Hukum Laut Int er nasi onal : Yur i sdi ksi Nasional Indonesi a
sebagai Negar a Nusant ar a. Jakart a:
BPHN dan Binacipt a;
Kusumaat madj a, Mocht ar dan Et t y R. Agoes.
2003. Pegant ar Hukum Int er nasional ,
Bandung: Alumni;
Kusumaat madj a, Mocht ar. 2003. Konsepsi
Hukum Negar a Nusant ar apada Konf erensi
Hukum Laut III. Bandung: Alumni;
Prodj odikoro, Wirj ono. 1991. Hukum Laut Bagi
Indonesi a. Bandung: Sumur.
Shaw, Malcolm N. 2001. Int ernat i onal Law: 4t h
edi t ion . Cambridge (UK): Cambridge
Universit y Press;
Siahaan dan Suhendi. 1989. Hukum Laut Nasi onal : Hi mpunan Per at ur an Per undangundangan Kemar i t i man , Jakart a: Dj ambat an;
St arke, JG. 1995. Pengant ar Hukum Int er nasi onal : Buku I, Jakart a: Sinar Graf ika;
Pengukuran Lebar Laut Ter it ori al Menggunakan Gari s Pangkal
Menurut Uncl os 1982 dan Penerapannya Dal am Hukum Indonesia
B.
t ent ang Daf t ar Koordinat Geograf is Tit ikt it ik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Perj anj ian Internasional
Uni t ed Nat i on Convent i on on The Law Of The
Sea (UNCLOS) 1982, Depart emen Luar
Negeri Direkt orat Perj anj ian Int ernasional
C.
51
Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 Tent ang
Rat if ikasi UNCLOS 1982
Undang-Undang No. 6 Tahun
Perairan Indonesia
1996
t ent ang
Perundang-undangan Nasional
D.
Deklarasi Dj uanda, 13 Desember 1957
Ordonansi Laut Terit orial dan
Marit im Hindia Belanda 1939
Lingkungan
Perat uran Pemerint ah Penggant i
undang No. 4 Tahun 1960
Perairan Indonesia
UndangTent ang
Perat uran Pemerint ah No. 38 Tahun 2002
t ent ang Daf t ar Koordinat Geograf is Tit ikt it ik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Perat uran Presiden No. 78 Tahun 2005 Tent ang
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar
NKRI
Perat uran Pemerint ah No. 37 Tahun 2008
Tent ang Perubahan
At as Perat uran
Pemerint ah Nomor 38 Tahun 2002
Situs Internet dan Publikasi lainnya
ht t p: / / www. icj -cij . org. Case Angl o Nor wegi an
Fi sher i es, Summary of t he Judgment 18
December 1951, diakses t anggal 30
Okt ober 2008;
ht t p: / / www. icj . com. Case concert i ng sover eignt y
over
Pul au
si padan-Li git an
(Indonesi a and Mal aysi a) , Summary of t he
Judgment of 17 December 2002, diakses
t anggal 19 Januari 2009;
ht t p: / / www. indonesia. go. id,
Depar t emen
Kel aut an dan Per i kanan: Per pres No. 78
Tahun 2005 t ent ang Pengel ol aan Pul aupul au Keci l Ter l uar t el ah di t andat angani ,
diakses t anggal 19 Januari 2009.
PENGUKURAN LEBAR LAUT TERITORIAL MENGGUNAKAN GARIS
PANGKAL MENURUT UNCLOS 1982 DAN PENERAPANNYA DALAM
HUKUM INDONESIA
Oleh:
Eva Johan
Fakult as Hukum Universit as Sult an Tirt ayasa, Serang Bant en
Abst ract
Arr angement of concer ni ng wi de det ermi nat ion t he t err it or i al of sea i s conduct ed by wi t hdr awal t he
j et t y l i nes t hat done by harmoni zi ng t he r egul at i on of t he st i pul at ing t he usef ul of t he ar chi pel ago
j et t y l i nes t hat mat chi ng wi t h r egi on of NKRI by posi t ive l aw i nst r ument of Indonesi a. But whi ch
r equir e t o be reemphasi zed i s Indonesi a obl i gat ion t o make a map of t he regional bor der l i ne of
Indonesi a, because t i l l i n t he end Indonesi a st i l l use t he i l l ust rat ive map t hat made i n t he 1960 year .
The gover nment of Indonesi a have t o i mmediat el y make t he map of t he region of Indonesi a by usi ng
dot co-or di nat e of t he j et t y l i nes of Indonesi a ar chi pel ago whi ch have been speci f ied accor di ng t o PP
No. 37 year 2008 t o t ake care t he soverei gnt y of Indonesi a.
Kat a kunci : pengukuran lebar laut t errit orial, garis pangkal dan hukum Indonesia.
A. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang memiliki rangkaian ribuan pulau-pulau yang t ersebar dan t erbent ang di sepanj ang Kat ulist iwa.
Kondisi geograf is dan karakt erist ik alam yang
mengunt ungkan ini, membuat Indonesia menj adi daya t arik bagi negara-negara luar unt uk
dapat dimiliki. Karakt erist ik yang demikian
memaksa Indonesia unt uk dapat menj aga dan
bahkan f akt or alami menunj ukkan bahwa wilayahnya memiliki corak dan t at a gambaran yang
bersif at khusus sebagai gugusan kepulauan at au
sebagai sat u kawasan nusant ara. Dalam perbandingan seluruh luasnya, ant ara wilayah
darat dengan laut , maka laut sebagai wilayah
negara menduduki t empat bagian yang besar. 2
Laut sebagai bagian wilayah negara yang
memiliki porsi t erluas harus dapat diman-
mempert ahankan keut uhan Negara Kesat uan
Republik Indonesia. Kedaulat an t erit orial t et ap
merupakan suat u konsep pent ing dalam hukum
int ernasional. Dalam hukum int ernasonal perolehan dan hilangnya wilayah negara akan
menimbulkan dampak t erhadap kedaulat an
negara at as wilayah it u. 1
Fakt or wilayah merupakan salah sat u
sendi esensial bagi eksist ensi suat u negara,
art inya t anpa wilayah, suat u negara t idak akan
ada. Secara umum dapat dikat akan bahwa
wilayah suat u negara t erdiri dari wilayah darat ,
laut / perairan dan udara. Namun kenyat aan
menunj ukkan t idak semua negara wilayahnya
t erdiri dari ket iga mat ra t ersebut . Indonesia
dilihat dari segi t erit orinya adalah suat u negara
yang memiliki ket iga mat ra wilayah t ersebut ,
f aat kan oleh Indonesia dalam rangka menj aga
kedaulat an dan mensej aht erakan rakyat Indonesia. Hal paling dasar unt uk melindungi suat u
wilayah laut adalah t erlebih dahulu menget ahui
seberapa luas wilayah negara t ersebut bila
diukur dengan menggunakan garis pangkal,
yang mana dengan menget ahui garis pangkal
suat u negara maka dapat ket ahui luas wilayah
negara t ersebut . Dengan demikian negara
dapat menget ahui seberapa j auh hak-hak yang
dimilikinya at as wilayah laut nya sehingga dapat
dieksploit asi unt uk dapat mencapai t uj uan
negara.
Zona laut yang merupakan kedaulat an
penuh suat u negara adalah laut t erit orial. Laut
t erit orial ini diukur menggunakan met ode pe-
2
1
Mocht ar Kusumaat madj a dan Et t y R. Agoes, Pegant ar
Hukum Int er nasi onal , Al umni, Bandung, 2003, hl m. 162
Di myat i Hart ono, Dr, SH, Hukum Laut Int er nasi onal :
Yur i sdi ksi Nasi onal Indonesi a sebagai Negar a Nusant ar a,
BPHN, Binacipt a, Jakart a, 1983, hl m. 10-11
Pengukuran Lebar Laut Ter it ori al Menggunakan Gari s Pangkal
Menurut Uncl os 1982 dan Penerapannya Dal am Hukum Indonesia
41
narikan garis pangkal. Oleh karena it u, unt uk
menget ahui berapa lebar laut t erit orial suat u
negara, negara t ersebut harus menent ukan
met ode garis pangkal apa yang akan dit erapkan, disesuaikan dengan kondisi-kondisi wilayah
negara t ersebut .
sebelah mana bat as t erluar diukur. Garis
pangkal merupakan dasar pengukuran bagi
lebar laut yang menent ukan lebar laut t erit orial
suat u negara, j uga akan menent ukan dasar
pengukuran zona marit im lainnya yait u, perairan pedalaman, zona t ambahan, peairan
kepulauan, zona ekonomi eksklusif dan bat as
B. Cara Mengukur Lebar Laut Teritorial
Kebebasan di laut lepas t elah berkembang secara cepat menj adi prinsip dasar hukum
int ernasional, t et api t idak semua zona laut
memiliki karakt erist ik sepert i it u. Diperbolehkan bagi negara pant ai unt uk menent ukan
sepanj ang garis pant ainya sebagai bagian dari
perairan t erit orial at au laut t erit orialnya, dan
menet apkannya sebagai bagian dari wilayanya
yang t ak t erpisahkan. Mengingat pent ingnya
peran Laut Terit orial sebagai dasar penent uan
zona laut , maka laut t erit orial t elah mengalami
banyak perkembangan. Negara pant ai dapat
menerapkan berbagai f ungsi kewenangannya
dan dapat menikmat i hak-hak t ert ent u, sepert i
yang di ungkapkan Shaw:
laut lepas. Pengert ian Garis Pangkal (Basel i ne)
yang dikut ip dari Proclamat ion No. 4 of 1986
Governor of t he Falkland, 9 LOSB 19 (1987):
Beyond t he t err i t or i al sea, ot her j ur i sdi ct i onal zones have been i n pr ocess of
devel opment . Coast al st at e may now
exer ci se part i cul ar j ur i sdi ct ional f unct i ons i n t he cont i guous zone, and t he
t rend of t he i nt ernat i onal t oday i s
movi ng r api dl y i n f avour of even l ar ger
zones i n whi ch t he coast al st at e may
enj oy cer t ai n r ight s t o t he excl usive of
ot her nat ions, such as f isher y zones and
mor e recent l y excl usi ve economi c zones.
Thi s gr adual shi f t in t he l aw of t he sea
t owar ds t he enl ar gement of t he t er r i t or i al sea (t he accept ed l i mit i s now a
wi dt h 12 mi les i n cont r ast t o 3 mi l es
some t hir t y year s ago), coupl ed wi t h t he
cont inual assert ion of j uri sdi ct ional
r i ght s over port i ons of what were r egar ded as hi gh seas, ref lect s a basi c
change i n emphasi s in t he at t it ude of
st at es t o t he sea. 3
Di dalam menent ukan bat as laut t erit orial
negara dan zona marit im lainnya, perlu pert ama-t ama unt uk menet apkan dari t it ik pant ai
3
Mal col m N. Shaw, Int er nat i onal Law: 4t h edi t i on,
Cambri dge Univer si t y Press, Cambri dge (UK), 2001,
hl m. 391
The basel i ne i s t he l i ne f rom whi ch t he
out er l i mit s of t he t err i t or i al sea and
ot her coast al st at e zones (t he cont i guous
zone, t he excl usi ve f i shing zone and t he
excl usi ve economi c zone (EEZ)) are
measur ed. 4
Garis Pangkal adalah garis darimana
bat as t erluar laut t errit orial dan zona laut
Negara pant ai lainnya (zona t ambahan, zona
eksklusif perikanan dan zona ekonomi eksklusif ) diukur. Mengingat pent ingnya pengukuran garis pangkal unt uk mennet ukan bat as laut
t errit orial suat u negara, maka akan dij elaskan
t erlebih dahulu t iga macam Garis Pangkal yang
dikenal dan dit erapkan oleh negara-negara
menurut ket ent uan Uni t ed Nat i on on Convent i on of The Law Of The Sea (UNCLOS) 1982.
1. Pengukuran dengan menggunakan Garis
Pangkal Biasa (Normal Baseline)
Menurut Hukum kebiasaan Int ernasional
garis pangkal diukur dari garis air laut t erendah
disepanj ang pant ai. Prinsip ini digambarkan
dalam Pasal 3 Konvensi Jenewa Tahun 1958
t ent ang Laut Terit orial dan Zona Tambahan:
Except wher e ot her wi se provi ded . . . t he
nor mal Basel i ne f or measur ing breadt h
of t he t er ri t ori al sea i s t he l ow wat er
l i ne al ong t he coast as mar ked on
l ar gescal e chart s of f i ci al l y recogni sed by
t he coast al st at e.
Kalimat t ersebut kemudian diadopsi dalam Pasal 5 UNCLOS 1982 dibawah j udul Garis
Pangkal Biasa (Normal Basel i ne) . Pengert ian di
at as dapat diambil kesimpulan bahwa garis
4
Churchil l l , R. R. dan Lowe, A. V. , The Law of The Sea: 3r d
edi t i on, Jur is Publ ising, Manchest er Uni versit y Press,
Manchest er (UK), 1999, hl m. 31
42
Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 9 No. 1 Januar i 2009
pangkal biasa unt uk mengukur luas laut t errit orial adalah pada garis air surut t erendah
sepanj ang pant ai mengikut i lekuk pant ai,
sepert i yang dit andai pada pet a skala besar
yang secara resmi diakui oleh Negara pant ai.
Prakt ek pengukuran dengan Garis Pangkal
Biasa yang diat ur dalam Pasal 5 UNCLOS, yang
diukur pada saat air laut rendah, t ernyat a t idak
dapat dit erapkan oleh set iap Negara dengan
alasan berbagai keadaan geograf is yang
pada j arak t ert ent u dari pant ai, yang dit uangkan dalam Dekrit Raj a Norwegia. Dekrit ini
kemudian diklaim oleh Inggris t elah menyalahi
cara penarikan garis pangkal yang t idak sewaj arnya digunakan menurut hukum int ernasional yang biasa digunakan oleh negara-negara.
Pokok pemikiran ICJ dalam pert imbangannya adalah bahwa j alur marit im bukanlah
suat u perluasan semu t erbat as dari wilayah
kekuasaan darat an suat u negara sebagai suat u
berbeda-beda. UNCLOS mengenal sit uasi sepert i ini, oleh karena it u pada Pasal 14 mengenai Kombinasi cara-cara penet apan garis
pangkal bahwa ‘ Negara pant ai dapat menet apkan garis pangkal secara bergant ian dengan
menggunakan cara penarikan manapun yang
diat ur dalam pasal-pasal di at as unt uk menyesuaikan dengan keadaaan yang berlainan’ .
Kondisi geograf is khusus yang diat ur dalam Konvensi Jenewa dan UNCLOS adalah: (i)
garis pangkal lurus unt uk pant ai yang menekuk
t aj am at au memiliki gugusan pulau; (ii) t eluk;
(iii) mulut sungai; (iv) pelabuhan; (v) saat
elevasi surut ; (vi) pulau; (vii) karang.
2. Pengukuran dengan menggunakan Garis
Pangkal Lurus (St raight Baseline)
Diperlukan suat u at uran yang mengat ur
wilayah t ambahan yang berdampingan di mana
demi alasan-alasan ekonomi, keamanan, dan
geograf is negara pesisir it u berhak unt uk
melaksanakan hak-hak berdaulat eksklusif ,
yang hanya t unduk pada pembat asn-pembat asan sepert i hak lint as damai dari kapalkapal asing yang dilakukan di laut t erit orial. 6
Keput usan dalam kasus The Anglo-Nor wegi an Fi sheri es saat it u dipandang sebagai
penemuan hukum yuridis namun prinsip-prinsip
umum diadopsi sebagai bagian Hukum Int ernasional. Pada Konvensi Jenewa t ent ang Laut
Terit orial 1958, Pasal 4 mengadopsi prinsipprinsip yang digunakan oleh ICJ t ersebut dan
menet apkan met ode garis pangkal lurus dengan
met ode berbeda yang diizinkan dari sist em
pengukuran air laut rendah biasanya. Terdapat
empat ket ent uan yang disyarat kan dalam hal
bagi Negara yang memiliki kondisi geograf i yang
berbeda; at uran t ersebut perlu unt uk dibuat
unt uk mencegah negara dalam menaf sirkan
dengan t epat . Garis pangkal yang dit arik akan
menent ukan penambahan perairan pedalaman
dan Negara mungkin ingin menambah luas
perairannya unt uk t uj uan pert ahanan.
Met ode menarik garis pangkal pada keadaan geograf i yang t idak biasa (abnormal )
dit emukan dalam The Angl o-Nor wegi an Fi sher i es case5, yang menj adi t it ik t olak lahirnya
pengukuran dengan met ode Garis Pangkal
Lurus. The Anglo-Nor wegi an Fi sher ies case mengenai cara penarikan garis pangkal dengan
menggunakan garis pangkal lurus yang dit arik
melalui 48 t it ik yang dipilih pada darat an
ut ama at au pulau-pulau at au karang-karang
suat u negara menggunakan met ode garis
pangkal lurus.
Pada Konvensi Hukum Laut ke t iga yang
menghasilkan UNCLOS 1982 Pasal 7 mengadopsi
dan menambahkan dua persyarat an pengukuran
met ode Garis Pangkal Lurus yang dapat
digunakan oleh suat u negara. Penarikan bat as
laut t erit orial dengan cara penarikan garis
pangkal lurus, merupakan garis pangkal yang
dit arik dengan menghubungkan t it ik-t it ik t erluar dengan menggunakan garis lurus. Penarikan garis pangkal lurus t ersebut t idak boleh
menyimpang t erlalu j auh dari arah umum
pant ai dan bagian-bagian yang t erlet ak di
dalam garis pangkal it u harus cukup dekat
ikat annnya dengan darat an unt uk dapat t unduk
pada rezim perairan pedalaman. Penarikan
garis pangkal lurus dapat dilakukan apabila
5
ht t p: / / www. icj -cij . org. Case Angl o Nor wegi an Fi sher i es,
Summary of t he Judgment 18 December 1951, diakses
t anggal 30 Okt ober 2008
6
JG. St arke, 1995, Pengant ar Hukum Int er nasi onal : Buku
I, Jakart a : Sinar Gr af ika, hl m. 331
Pengukuran Lebar Laut Ter it ori al Menggunakan Gari s Pangkal
Menurut Uncl os 1982 dan Penerapannya Dal am Hukum Indonesia
t erdapat beberapa kondisi geograf is yang
khusus:
a. Bent uk dari pant ai menj orok t aj am ke dalam
maupun keluar
b. Di depan pant ai t erdapat deret an pulau dan
deret an karang7
Pengat uran pent ing t ent ang cara-cara
merupakan persyarat an t ambahan yang dihasilkan saat UNCLOS 1982.
The dr awi ng of st r ai ght basel i nes must
not depart t o any appreci abl e ext ent
f rom t he gener al di rect ion of t he coast ,
and t he sea ar eas l yi ng wit hi n t he l i nes
must be suf f i ci ent l y cl osel y l i nked t o t he
l and domai n t o be subj ect t o t he r egi me
of i nt er nal wat er s. 10
pengukuran menggunakan garis pangkal lurus
yang t ercant um dalam UNCLOS 1982:
In l ocal i t i es where t he coast l ine is deepl y
i ndent ed and cut i nt o, or i f t here is
f r i nge of i sl ands al ong t he cost i n i t s
i mmedi at e vi cini t y, t he met hod of dr awi ng st rai ght basel i nes j oini ng appropr i at e
poi nt s may be empl oyed i n dr awi ng t he
basel i ne f r om whi ch t he breadt h of t he
t er ri t ori al sea is measur ed. 8
Pengukuran dengan menggunakan met ode
garis pangkal lurus digunakan pada daerah
dimana garis pant ai menj orok j auh ke dalam
dan menikung ke dalam at au j ika t erdapat
suat u deret an pulau sepanj ang pant ai di
dekat nya, dengan cara menghubungkan t it ikt it ik t erluar dari pulau dengan darat an/ pulau
ut ama dengan menarik garis pangkal lurus
unt uk menent ukan lebar laut t erit orialnya.
Wher e because of t he presence of del t a
and ot her nat ur al condit ions t he coast l i ne i s hi ghl y unst abl e, t he appr opr i at e
poi nt s may be sel ect ed al ong t he
f ur t hest seawar d ext ent of t he l ow wat er l i ne and, not wit hst andi ng subsequent
r egression of t he l ow wat er l i ne, t he
st r ai ght basel i nes shal l r emai n ef f ect i ve
unt i l changed by t he coast al st at e i n
accor dance wit h t he Convent i on. 9
Karena keberadaan delt a dan kondisi
alam lainnya, garis pant ai menj adi t idak t et ap,
maka t it ik-t it ik yang t et ap dapat dipilih pada
garis air rendah yang paling j auh menj orok ke
laut , dan sekalipun garis air rendah kemudian
mundur, garis-garis pangkal lurus t ersebut akan
t et ap berlaku sampai adanya perubahan dari
Negara pant ai yang berhubungan dengan Konvensi ini. Penambahan keberadaan delt a ini
7
8
9
Mirza Sat r ia Buana, 2007, Hukum Int er nasi onal : Teor i
dan Pr akt ek , Bandung : FH Unl am dan Nusamedia,
hl m. 76
Pasal 7 Ayat 1 UNCLOS 1982
Ibi d, Ayat 2
43
Penarikan garis pangkal lurus t ersebut t idak boleh menyimpang t erlalu j auh dari arah
umum pant ai, dan bagian-bagian yang t erlet ak
di dalam garis pangkal t ersebut harus cukup
dekat dengan ikat annnya dengan darat an
ut ama unt uk dapat t unduk pada rezim perairan
pedalaman.
St r aight basel i nes shal l not be dr awn t o
and f r om l ow-t i de el evat ions, unl ess
l i ght -houses or si mi l ar i nst al l at ions
whi ch ar e per manent l y above sea l evel
have been bui l t on t hem or except i n
i nst ances wher e t he dr awi ng of basel i nes
t o and f rom such elevat ions has r eceived
gener al i nt er nat i onal r ecognit ion. 11
Garis pangkal lurus t idak boleh dit arik ke
dan dari elevasi surut kecuali j ika di at asnya
didirikan mercusuar at au inst alasi serupa yang
secara permanent ada di at as permukaan laut ,
at au kecuali dalam hal penarikan garis pangkal
lurus ke dan dari elevasi demikian t elah memperoleh pengakuan umum secara int ernasional.
Wher e t he met hod of st r ai ght basel i nes
i s appl i cabl e under paragr aph 1, account
may be t aken, i n det ermi ni ng par t i cul ar
basel i nes, of economi c i nt er est s pecul i ar
t o t he r egi on concer ned, t he real i t y and
t he i mport ance of whi ch ar e cl ear l y
evi denced by long usage. 12
Dalam penerapan penarikan garis pangkal
lurus berdasarkan kondisi geograf is garis pant ai
menj orok j auh ke dalam dan menikung ke
dalam at au j ika t erdapat suat u deret an pulau
sepanj ang pant ai di dekat nya, dapat ikut di
perhit ungkan kepent ingan ekonomi yang khusus
bagi daerah yang bersangkut an, yang kenyat aan
dan pent ingnya secara j elas dibukt ikan oleh
10
11
12
Ibi d, Ayat 3
Ibi d, Ayat 4
Ibi d, Ayat 5
44
Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 9 No. 1 Januar i 2009
prakt ek yang t elah berlangsung lama. Jadi harus dibukt ikan bahwa ada kepent ingan ekonomi
yang akan dilindungi ket ika suat u Negara
menggunakan garis pangkal lurus, dan menj adi
suat u kebiasaan yang t elah lama digunakan.
The syst em of st r ai ght basel i nes may not
be appl i ed by a st at e in such a manner as
t o cut of f t he t er ri t ori al sea of anot her
st at e f rom t he hi gh seas or an excl usi ve
economi c zone. 13
diluarnya yang t idak merupakan pulau, sedangkan konsep yang diaj ukan oleh India adalah
kepulauan merupakan bagian dari wilayah
Negara yang sebagian besar merupakan bagian
dari benua. 14 Namun akhirnya def inisi yang
diberikan oleh UNCLOS 1982 t ent ang Negara
Kepulauan adalah:
(1) “ Ar chi pel agi c St at e” means a st at e
const i t ut ed whol l y by one or more
ar chi pel agos and may i ncl ude ot her
i sl ands;
(2) “ Ar chi pel ago” means a group of
i sl ands, i ncl udi ng par t s of i sl ands,
i nt er connect ing wat er s and ot her
nat ur al f eat ur es whi ch ar e so cl osel y
i nt errel at ed t hat
such
i sl ands,
wat er s and ot her nat ur al f eat ures
f or m an i nt ri nsi c geogr aphi cal ,
economi c and pol i t i cal ent it y, or
whi ch
hi st or i cal l y
have
been
r egar ded as such. 15
Sist em penarikan garis pangkal lurus t idak
boleh dit erapkan oleh suat u Negara dengan
cara yang sedemikian rupa sehingga memot ong
laut t errit orial Negara lain dari laut lepas at au
zona ekonomi eksklusif .
3. Pengukuran dengan menggunakan Garis
Pangkal Lurus Kepulauan (Archipelagic
Baseline)
Met ode ket iga yang dapat digunakan
unt uk menent ukan luas laut t errit orial adalah
dengan menggunakan Garis Pangkal Kepulauan
( ar chi pel agi c basel i nes). UNCLOS 1982 memberikan cara-cara unt uk mengukur luas laut
Negara kepulauan yang digunakan unt uk mendukung bagi keperluan menet apkan zona
marit ime Negara-negara kepulauan. Namun
t idak semua Negara dapat meng-klaim dirinya
sebagai suat u Negara kepulauan (ar chi pel agi c
st at e) .
Salah sat u yang memberikan pengaruh
besar t erhadap Konvensi UNCLOS 1982 adalah
dengan dit erimanya konsep Negara Kepulauan
(ar chi pel agi c st at e) yang selama Konvensi
Suat u Negara dapat dikat akan sebagai
Negara Kepulauan apabila Negara t ersebut
seluruhnya t erdiri dari sat u at au lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.
Art inya secara yuridis, Negara kepulauan akan
berbeda art inya dengan def inisi Negara-negara
yang secara geograf is wilayahnya berbent uk
kepulauan, karena kepulauan adalah suat u
gugusan pulau-pulau, t ermasuk bagian pulau,
perairan diant aranya dan lain-lain wuj ud
alamiah yang hubungannya sat u sama lainnya
sedemikian arat nya sehingga pulau-pulau, perairan dan wuj ud alamiah lainnya it u merupakan
suat u kesat uan geograf i, ekonomi dan polit ik
yang hakiki, at au yang secara hist ories
diperj uangkan oleh Mocht ar Kusumaat madj a,
dimana Negara-negara kepulauan sepert i
Indonesia, Filipina, Fij i, Maurut ius dan kepulauan Solomon menginginkan adanya suat u
perat uran khusus unt uk menj aga kedaulat an
ekst ernal Negara-negara kepulauan t ersebut .
Walaupun t erdapat perbedaan konsepsi Negara
kepulauan pada Sidang Konf erensi Hukum Laut
III yang pert ama di Ney York, yang diaj ukan
oleh Indonesia, Fij i, Maurit ius dan Filipina,
yait u Negara secara keseluruhan merupakan
kepulauan t anpa ada bagian-bagain wilayah lain
14
13
15
Ibi d, Ayat 6
dianggap sebagai demikian. Dengan kat a lain,
Pasal ini membedakan pengert ian yuridis
ant ara Negara Kepulauan dangan Kepulauan.
Konsekuensi perbedaan di at as bahwa
penarikan garis pangkal kepulauan (ar chi pel agi c basel i ne) t idak dapat dilakukan oleh
semua Negara yang mengat asnamakan dirinya
sebagai Negara kepulauan. Beberapa syarat
yang harus dipenuhi bila akan menerapkan garis
pangkal lurus kepulauan: Pert ama, adanya sat u
Mocht ar Kusumaat madj a, 2003, Konsepsi Hukum Negar a
Nusant ar apada Konf er ensi Hukum Laut III, Bandung :
Al umni, , hl m. 17
Pasal 46 UNCLOS 1982
Pengukuran Lebar Laut Ter it ori al Menggunakan Gari s Pangkal
Menurut Uncl os 1982 dan Penerapannya Dal am Hukum Indonesia
kesat uan geograf is, ekonomi, polit ik dan hist ories; kedua, adanya ket ent uan khusus Hukum
Laut yang membukt ikan keberadaan pulau
Negara Kepulauan yang relat ive kecil (smal l i sl ands, soci al l y, and economi cal l y i nsi gnif i cant )
t idak dapat dij adikan t empat menarik garis
pangkal kepulauan.
Cara penarikan garis lurus kepulauan
dalam UNCLOS 1982 berbunyi sebagai berikut :
An ar chi pel agi c st at e may dr aw st r ai ght
ar chi pel agi c basel i ne j oi ni ng t he out er most poi nt of t he out er most i sl ands and
dr yi ng r eef s of t he ar chi pel ago provi ded
t hat wit hi n such basel i nes are incl uded
t he mai n i sl ands and an ar ea in whi ch
t he r at ion of t he area of t he wat er of
t he ar ea of t he l and, i ncl udi ng at ol l s, i s
bet ween 1 t o 1 and 9 t o 1. 16
Met ode garis kepulauan ini secara j elas
mengat akan bahwa luas laut negara kepulauan
diukur dari t it ik surut pant ai pulau t erluar dan
bat u-bat u karang t erluar dari negara pant ai
t ersebut , dan dit arik sampai 12 mil laut yang
menghubungkan t it ik-t it ik paling luar dari pulau
paling luar. Selama rasio perbandingan air
dengan darat an t idak melebihi sembilan
of t he t er ri t ori al sea f rom t he near est
i sl and. 18
Garis pangkal kepulauan t idak boleh di
t arik ke dan dari elevasi surut , kecuali j ika di
at asnya didirikan mercusuar at au inst alasi
serupa yang secara permanent t elah ada di at as
permukaan laut , at au apabila elevasi surut
t ersebut t erlet ak seluruhnya at au sebagian
pada suat u j arak yang t idak melebihi lebar laut
t errit orial dari pulau yang t erdekat .
The syst em of such basel i nes shal l not be
appl i ed by an ar chi pel agi c st at e i n such a
manner as t o cut of f f rom t he hi gh seas
or t he excl usi ve economi c zone t he
t er ri t ori al sea of anot her st at e. 19
Garis pangkal kepulauan ini t idak boleh
dit erapkan oleh suat u negara dengan cara yang
sedemikian rupa sehingga memot ong laut
t errit orial negara lain dari laut lepas at au zona
ekonomi eksklusif .
If a par t of t he ar chi pel agi c wat ers of an
ar chi pel agi c st at e l i es bet ween t wo part s
of an i mmedi at ely adj acent nei ghbour i ng
st at e, exi st ing ri ght s and al l ot her
l egi t imat e i nt erest s whi ch t he l at t er
st at e has t r adit i onal l y exer ci sed in such
wat er s and al l r ight s st i pul at ed by
agr eement bet ween t hose st at es shal l
cont inue and be r espect ed. 20
berbanding sat u sert a dengan ket ent uan bahwa
wilayah yang dihasilkan t idak memot ong negara
lain dari laut lepas dan zona ekonomi eksklusif .
The l engt h of such basel ine shal l not
exceed 100 naut i cal mi l es, except t hat
up t o 3 per cent of t he t ot al number of
basel i ne encl osi ng any ar chi pel ago may
exceed t hat l engt h, up t o a maximum
l engt h of 125 naut i cal mi les. 17
Panj ang garis pangkal kepulauan t idak
boleh lebih dari 100 mil laut , kecuali j ika 3%
dari j umlah t ot al garis pangkal yang meliput i
set iap kepulauan yang mungkin melebihi dari
kepanj angan maksimal 125 mil laut .
Such basel i ne shal l not be dr awnt o and
f rom
l ow-t i de
el evat i on,
unl ess
l i ght house or si mi l ar inst al l at i on whi ch
ar e per manent l y above sea l evel have
been bui l t on t hem or where a l ow-t i de
el evat ion i s sit uat ed whol l y or par t y at
a di st ance not exceedi ng t he breadt h
Apabila suat u bagian perairan kepulauan
suat u negara kepulauan, t erlet ak di ant ara dua
bagian suat u negara t et angga yang langsung
berdampingan, hak-hak yang ada dan kepent ingan-kepent ingan sah lainnya yang dilaksanakan secara t radisional oleh negara t ersebut
t erakhir di perairan demikian, sert a segala hak
yang dit et apkan dalam perj anj ian ant ara
negara-negara t ersebut akan t et ap berlaku dan
harus dihormat i. Salah sat u cont oh hak
t radisional yang harus t et ap dihormat i diant ara
dua negara yang berdampingan adalah perj anj ian ant ara Indonesia dan Malaysia t ent ang
hak dan kewaj iban masing-masing negara
sebagai akibat penarikan garis lurus kepulauan
yang t elah dirat if ikasi dengan UU No. 1 Tahun
18
16
17
Pasal 47 Ayat 1 UNCLOS 1982
Ibi d, Ayat 2
45
19
20
Ibi d, Ayat 4
Ibi d, Ayat 5
Ibi d, Ayat 6
46
Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 9 No. 1 Januar i 2009
1983 mengenai hak nelayan Malaysia yang
diberikan hak unt uk t idak mengikut i at uran alur
lint as kepulauan dan lint as damai. Nelayan
Malaysia diberikan lint as khusus unt uk mencari
ikan, dengan diberikan suat u lorong khusus.
Set iap negara pant ai waj ib membuat pet a
laut wilayahnya, dengan menggunakan t it ikt it ik koordinat geograf is. Kemudian pet a
t ersebut dserahkan kepada Sekj en PBB. Apabila
pet a t ersebut sudah sesuai, akan disahkan oleh
lebarnya hanya 3 mil-laut . 21 Ini berart i perairan
laut di ant ara pulau-pulau Indonesia merupakan
laut bebas (high sea) yang dapat digunakan
oleh semua negara.
Akibat dari penggunaan garis pangkal
biasa, t erdapat lorong laut bebas sehingga
pulau-pulau Indonesia t erpisah-pisah. Penet apan lebar wilayah kelaut an 3 mil laut t ersebut
dirasa t idak menj amin kesat uan wilayah Negara
Kesat uan Republik Indonesia, yang berdaulat ,
PBB dan akan diserahkan ke negara-negara lain.
berhak dan berkewaj iban unt uk mengambil
t indakan-t indakan yang dipandang perlu unt uk
melindungi negara.
C. Penetapan Garis Pangkal Dalam Hukum
Indonesia
Menyadari Indonesia sebagai negara luas
yang dipisahkan oleh laut dan t erdiri dari
banyak pulau-pulau, penet apan garis pangkal di
Indonesia t elah diat ur sej ak masa Hindia
Belanda. Pengat uran mengenai met ode penarikan garis pangkal yang dit erapkan Indonesia
mengalami perkembangan pada set iap masa
pemerint ahan. Sej arah penerapan garis pangkal
di Indonesia dapat dit elusuri melalui Hukum
posit if Indonesia.
1. Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan
Maritim Hindia Belanda 1939 (T errit oriale
Zee En Marit ieme Kringen Ordonant ie/
T ZMKO)
Wilayah perairan Indonesia dimulai pengat urannya sej ak j aman penj aj ahan Belanda
melalui Ter r it or ial e Zee En Mar i t i eme Kr i ngen
Or donant ie (TZMKO) yang dikeluarkan oleh
pemerint ah Hindia Belanda pada t ahun 1939.
Perat uran ini masih dipakai Indonesia sampai
saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agust us 1945.
TZMKO adalah ordonansi (undang-undang) t ent ang Laut Terit orial dan Lingkungan Marit im
Indonesia yang menet apkan, ant ara lain, bahwa
laut t erit orial Indonesia adalah j alur laut yang
membent ang ke arah laut sampai j arak t iga
mil-laut dari garis air rendah ( l aag wat er l i j n)
pulau-pulau at au bagian pulau yang merupakan
wilayah darat an ( gr ondgebei d) Indonesia. Dengan demikian wilayah perairan Indonesia
meliput i j alur-j alur laut yang mengelilingi
2. Deklarasi Dj uanda 13 Desember 1957
Bent uk geograf is Indonesia sabagai suat u
negara kepulauan yang t erdiri dari beribu-ribu
pulau mempunyai sif at dan corak t ersendiri.
Penent uan bat as laut t erit orial sepert i yang
diat ur dalam Terr it or i ale Zee En Mar i t ieme
Kr i ngen Or donant ie t idak lagi sesuai dengan
pert imbangan-pert imbangan Indonesia sebagai
suat u negara kepulauan, karena membagi
wilayah darat an Indonesia dalam bagian-bagian
yang t erpisahdengan perairan t erit orialnya
sendiri-sendiri. Unt uk mej aga keut uhan t erit orial dan unt uk melindungi kekayaan Indonesia, semua kepulauan sert a laut yang t erlet ak diant aranya harus dianggap sebagai suat u
kesat uan yang bulat . Oleh karena it u, pada
t ahun 1957, Pemerint ah mengumumkan mengenai Wilayah Perairan Negara Republik Indonesia, yang disebut sebagai Deklarasi Juanda
sebagai pelet ak at uran pert ama mengenai
hukum posit if t ent ang laut di Indonesia. Deklarasi Juanda menyebut kan bahwa:
Segala perairan di sekit ar, di ant ara dan
yang menghubungkan pulau-pulau yang t ermasuk negara Indonesia dengan t idak memandang luas at au lebarnya adalah bagianbagian yang waj ar daripada wilayah darat an
negara Indonesia dan dengan demikian bagian
daripada perairan pedalaman at au nasional
yang berada di bawahkedaulat an mut lak negara
Indonesia. Lalu lint as yang damai di perairan
set iap pulau at au bagain pulau Indonesia yang
21
Depart emen Kel aut an dan Per ikanan, 2000, Di sunt ing
ol eh: Et t y R Agoes Di manakah Bat as-Bat as Wi l ayah Ki t a
di Laut , hl m. 4
Pengukuran Lebar Laut Ter it ori al Menggunakan Gari s Pangkal
Menurut Uncl os 1982 dan Penerapannya Dal am Hukum Indonesia
pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dij amin
selama dan sekedar t idak bert ent angan dengan
kedaulat an dan keselamat an negara Indonesia. 22
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang No.4 Tahun 1960 Tentang Perairan
47
Jenewa t ent ang Hukum Laut t ahun 1958. Pada
akhir 1982 disepakat i suat u perj anj ian baru
yang mengat ur t ent ang berbagai kegiat an di lau
dalam bent uk perj anj ian int ernasional yang
komprehensif , yait u Uni t ed Nat ions Convent ion
o t he Law of t he Sea 1982 (UNCLOS 1982).
Indonesia
Sebagian dari ket ent uan-ket ent uan TZMKO yang berhubungan dengan penet apan wilayah perairan dicabut dan digant i dengan
Perat uran Pemerint ah Penggant i UndangUndang No. 4 Tahun 1960 Tent ang Perairan
Indonesia (Perpu No. 4 t ahun 1960), yang
merubah cara penarikan garis pangkal dan
lebar laut Indonesia. Perpu No. 4 t ahun 1960
memberikan kekuat an hukum kepada Deklarasi
Dj uanda, yang merupakan pernyat aan sepihak
pemerint ah t ent ang Wilayah Perairan Indonesia
menj adi bagian dari perat uran perundangundangan nasional. Undang-undang ini t elah
dicabut dan disesuaikan dengan ket ent uan
hukum int ernasional yang baru melalui UU No. 6
t ahun 1996 t ent ang Perairan Indonesia.
4. Undang-undang No. 17 Tahun 1985 Tentang Ratifikasi UNCLOS 1982
Konsep Negara kepulauan t elah dit erima
oleh Konvensi Hukum Laut UNCLOS 1982 sebagai suat u ket ent uan hukum yang mengakomodir bent uk-bent uk khusus dari Negara
yang t erdiri dari gugusan pulau-pulau. Dengan
demikian, UNCLOS 1982 dengan t egas mengakui
Indonesia sebagai Negara kepulauan ( ar chi pel agi c st at e), dan menerima rezim landas
kont inen, maka pada t ahun 1985 lahirlah
undang-undang no. 17 t ahun 1985 yang berisikan
rat if ikasi at as UNCLOS 1982.
Undang-undang No. 17 Tahun 1985 merupakan implement asi hukum int ernasional ke
dalam hu-kum nasional suat u negara. Dengan
diundangkannya UU No. 17 t ahun 1985 t ent ang
Laut
wilayah
Indonesia
dan
cara
penerapan garis pangkalnya dij elaskan pada
Pasal 1 ayat (2) Perpu No. 4 t ahun 1960:
pengesahan UNCLOS 1982, maka Indonesia t elah t erikat oleh kewaj iban unt uk melaksanakan
dan menaat i ket ent uan-ket ent uan yang t ercant um di dalamnya.
Wilayah laut indonesia ialah laut selebar
dua belas mil laut yang garis luarnya
diukur t eak lurus at as garis dasar at au
t it ik pada garis dasar yang t erdiri dari
garis-garis lurus yang menghubungkan
t it ik-t it ik t erluar pada garis air rendah
daripada pulau-pulau at au bagian pulaupulau yang t erluar dalam wilayah Indonesia dengan ket ent uan bahwa j ika ada
selat yang lebarnya t idak melebihi dua
puluh empat mil laut dan Negara Indonesia t idak merupakan sat u-sat unya negara t epi, maka garis bat as laut wilayah
Indonesia dit arik pada t engah selat . 23
Perpu No. 4 Tahun 1960 didasarkan pada
ket ent uan-ket ent uan hukum int ernasional sebagaimana dit et apkan dalam Konvensi-konvensi
22
23
Dekl ar asi Dj uanda, 13 Desember 1957, Lihat Wirj ono
Prodj odikoro, Prof , Dr , SH, Hukum Laut Bagi Indonesi a,
Sumur, Bandung, 1991, hl m. 16
NHT Si ahaan dan Suhendi , Hukum Laut Nasi onal :
Hi mpunan Per at ur an Per undang-undangan Kemar i t i man,
Dj ambat an, Jakart a, 1989, hl m. 21
5. Undang-undang No. 6 Tahun 1996 Tentang
Perairan Indonesia
Pada 1996 dit et apkan Undang-undang No.
6 Tahun 1996 t ent ang Perairan Indonesia unt uk
menggant ikan UU No. 4/ Prp/ 1960 sebagai implement asi Konvensi Hukum Laut 1982. Menurut
UU No. 6 Tahun 1996 Pasal 2, Negara Republik
Indonesia adalah Negara kepulauan yang berart i
segala perairan di sekit ar, di ant ara, dan yang
menghubungkan pulau-pulau at au bagian pulaupulau yang t ermasuk darat an Negara Republik
Indonesia, dengan t idak memperhit ungkan luas
at au lebarnya merupakan bagian int egral dari
wilayah darat an Negara Republik Indonesia
sehingga merupakan bagian dari perairan
Indonesia yang berada di bawah kedaulat an
Negara Republik Indonesia. Sedangkan wilayah
perairan Indonesia meliput i Laut Terit orial,
Perairan Kepulauan dan Perairan Pedalaman,
48
Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 9 No. 1 Januar i 2009
dimana Laut Terit orial Indonesia adalah j alur
laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur
dari garis pangkal kepulauan Indonesia. 24
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia dit arik
dengan menggunakan garis pangkal lurus kepulauan, dan apabila t idak dapat digunakan
maka digunakan garis pangkal biasa at au garis
pangkal lurus. 25 Jadi dengan kat a lain Indonesia
menerapkan garis pangkal biasa dan garis
pangkal lurus dalam menent ukan luas wilayah
kecuali bahwa 3 % (t iga perserat us) dari
j umlah keseluruhan Garis Pangkal Lurus
Kepulauan dapat melebihi kepanj angan
t ersebut , hingga maksimum 125 (serat us dua
puluh lima) mil laut . 26
Garis lurus yang dit arik ant ara dua t it ik
pada garis air rendah t ersebut merupakan garis
yang dit arik secara lurus ant ara dua t it ik
berdampingan yang lazim dilakukan dalam
bat as-bat as pengert ian navigasi dan pemet aan
laut nya. Ket ent uan-ket ent uan mengenai garis
pangkal lurus menurut undang-undang ini mengadopsi ket ent uan dari Pasal 47 UNCLOS 1982.
6. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2002
Tentang Daftar Koordinat Geografis Titiktitik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Pengat uran Garis Pangkal Kepulauan Indonesia yang t elah disesuaikan dengan ket ent uan-ket ent uan UNCLOS 1982 dapat dilihat
pada Perat uran Pemerint ah No. 38 Tahun 2002
Tent ang Daf t ar Koordinat Geograf is Tit ik-t it ik
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Pemerint ah
menurut Pasal 2 PP No. 38 t ahun 2002, dapat
menarik garis pangkal kepulauan unt uk
menet apkan lebar laut t errit orial. Penarikan
garis pangkal kepulauan menggunakan garis
pangkal lurus kepulauan, garis pangkal lurus
unt uk kepent ingan navigasi. Penarikan garis
pangkal lurus kepulauan dilakukan dengan
memperhat ikan t at anan let ak kepulauan at au
kelompok-kelompok pulau yang let aknya berberat uran dan bersambung secara berat uran.
Oleh karena it u, penarikan garis pangal lurus
kepulauan t idak dapat dilakukan menyimpang
dari arah konf igurasi umum kepulauan. Pengert ian konf igurasi umum kepulauan merupakan pengert ian yang t uj uannya ident ik dengan
pengert ian arah umum pant ai, yait u unt uk
mencegah perluasan laut t reit orial suat u
Negara dengan cara yang t idak sewaj arnya.
Tit ik t erluar pada garis air rendah yang
berbat asan dengan Negara t et angga yang berhadapan at au berdampingan yang merupakan
t it ik t erluar pulau t erluar yang digunakan unt uk
penarikan garis pangkal dit et apkan berdasarkan
dan garis pangkal biasa.
Penarikan
garis pangkal
kepulauan
t erdapat pada Bab II. Garis pangkal lurus
kepulauan dij elaskan bahwa:
a. Di ant ara pulau-pulau t erluar, dan karang
kering t erluar kepulauan Indonesia, garis
pangkal unt uk mengukur lebar laut t erit orial
adalah Garis Pangkal Lurus Kepulauan.
b. Garis Pangkal Lurus Kepulauan adalah garis
lurus yang menghubungkan t it ik-t it ik t erluar
pada Garis Air Rendah pada t it ik t erluar
pulau t erluar, dan karang kering t erluar
yang sat u dengan t it ik t erluar pada Garis Air
Rendah pada t it ik t erluar pulau t erluar,
karang kering t erluar yang lainnya yang
berdampingan.
c. Panj ang Garis Pangkal Lurus Kepulauan t idak
perset uj uan kedua Negara yang dit uangkan
dalam perj anj ian int ernasional. Seluruh ket ent uan t ersebut harus memenuhi ket ent uan
Hukum Laut Int ernasional.
Garis pangkal yang digunakan unt uk mengukur pulau-pulau t erluar yang t erlet ak pada
at ol at au pada karang-karangdi sekit arnya
digunakan met ode penarikan garis pangkal
biasa. Met ode penarikan garis pangkal biasa
menj elaskan bahwa garis pangkal unt uk mengukur lebar laut t errit orial adalah garis pangkal biasa berupa garis air rendah pada sisi at oll
at au karang-karang t ersebut yang t erj auh ke
arah laut . 27
Apabila ada pulau yang mempunyai pant ai yang t aj am lekukannya, at au t erdapat delt a
dan kondisi alamiah lainnya, maka garis
boleh
24
25
melebihi
100
(serat us)
mil
laut ,
Pasal 3 UU No. 6 Tahun 1996 t ent ang Per air an Indonesi a
Ibi d, Pasal 5
pangkal yang digunakan adalah garis pangkal
26
27
Pasal 3 PP No. 38 Tahun 2002
Ibi d, Pasal 4
Pengukuran Lebar Laut Ter it ori al Menggunakan Gari s Pangkal
Menurut Uncl os 1982 dan Penerapannya Dal am Hukum Indonesia
49
7. Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2005
Tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil
rubahan Atas Peraturan Pemerintah No.38
Tahun 2002 Tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan
Indonesia
Dikeluarkannya Perat uran Pemerint ah No.
38 Tahun 2002 adalah merupakan suat u respon
Indonesia t erhadap sengket a Pulau Sipadan-
Terluar NKRI
Pemerint ah Indonesia mengeluarkan Perat uran Presiden No. 78 Tahun 2005 Tent ang
Pengolahan Pulau-pulau Kecil Terluar NKRI.
Dengan dikeluarkannya Perat uran Presiden No.
78 Tahun 2005 ini art inya t elah ada kesadaran
pemerint ah Indonesia t erhadap pent ingnya
pulau-pulau t erluar di wilayah NKRI. Pengelolaan pulau-pulau t erluar dapat menj adi alat
yang ef ekt if bagi Indonesia unt uk menj aga
keut uhan kedaulat an wilayah.
Keberadaan Perat uran Presiden No. 78
Tahun 2005 t ent ang Pengelolaan Pulau-pulau
Kecil Terluar menj adi alat ut ama dalam upaya
pembangunan sebagaimana t ersebut di at as.
Perpres yang dit andat angai pada t anggal 29
Desember 2005, mempunyai misi ut ama se-
Ligit an ant ara Indonesia dan Malaysia, dimana
di dalam perat uran pemerint ah t ersebut
memuat t it ik-t it ik dasar koordinat bat as-bat as
kepulauan Indonesia secara lengkap dan
memasukkan Pulau Sipadan-Ligit an ke dalam
daf t ar pulau-pulau t erluar NKRI. Set elah ada
keput usan dari Mahkamah Int ernasional (Int er nat ional Court of Just i ce) yang memenangkan
Malaysia sebagai pemilik dari Pulau SipadanLigit an
berdasarkan
Prinsip
Ef f ect ivit ies
Occupat ion30, maka dengan demikian PP No. 38
Tahun 2002 t ent ang Daf t ar Koordinat Geograf is
Tit ik-t it ik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
j uga harus diperbaharui karena Pulau SipadanLigit an t idak lagi menj adi bagian wilayah NKRI.
Keput usan Mahkamah Int ernasional mengenai kepemilikan Pulau Sipadan dan Pulau
bagaimana t uj uan keberadaan Perpres t ersebut . Misinya adalah:
a. Menj aga keut uhan wilayah NKRI, keamanan
nasional, pert ahanan Negara dan bangsa
sert a mencipt akan st abilit as kawasan
b. Memanf aat kan sumber daya alam dalam
rangka pembangunan yang berkelanj ut an.
c. Memberdayakan masyarakat dalam rangka
peningkat an kesej aht eraannya. 29
Pulau-pulau t erluar Indonesia ini mempunyai
nilai-nilai st rat egis sebagai t it ik dasar dari garis
pangkal kepulauan dalam penet apan wilayah
perairan Indonesia, ZEE, dan Landas Kont inen
Indonesia mengingat Indonesia memiliki banyak
sekali pulau-pulau t erluar yang berbat san
langsung dengan negara-negara lain.
Ligit an t elah mempunyai kekuat an hukum yang
t et ap, dan bahwa Provinsi Timor Timur t elah
menj adi negara t ersendiri, hal ini mempunyai
implikasi hukum t erhadap koordinat geograf is
t it ik-t it ik garis pangkal kepulauan pada lampiran Perat uran Pemerint ah Nomor 38 Tahun
2002 t ent ang Daf t ar Koordinat Geograf is Tit ikt it ik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Beberapa perubahan at as Perat uran Pemerint ah
Nomor 38 Tahun 2002 yang menyangkut cara
penarikan garis pangkal adalah:
1) Pemerint ah melakukan pembaharuan secara
rut in unt uk memperbaiki dan melengkapi kekurangan dalam penet apan Koordinat Geograf is Tit ikt it ik Terluar unt uk menarik Garis
Pangkal Kepulauan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6,
Pasal 7, dan Pasal 8.
lurus. Garis pangkal lurus adalah garis lurus
yang dit arik ant ara t it ik-t it ik t erluar pada garis
air rendah yang menj orok paling j auh kea rah
laut pada delt a at au kondisi alamiah lainnya. 28
D. Pengaturan Garis Pangkal Kepulauan Menurut Pp No.37 Tahun 2008 Tentang Pe-
28
29
Ibi d, Pasal 5
ht t p: / / www. indonesia. go. id, Depar t emen Kel aut an dan
Per i kanan:
Per pr es No. 78 Tahun 2005 t ent ang
Pengel ol aan
Pul au-pul au
Keci l
Ter l uar
t el ah
di t andat angani , di akses t anggal 19 Januari 2009.
Pembaharuan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)
dilaksanakan
oleh
inst ansi
30
ht t p: / / www. icj . com. Case concer t i ng sover ei gnt y over
Pul au si padan-Li gi t an (Indonesi a and Mal aysi a) , Summary
of t he Judgment of 17 December 2002, di akses t anggal
19 Januar i 2009
50
Jurnal Dinamika Hukum
Vol . 9 No. 1 Januar i 2009
pemerint ah yang menyelenggarakan t ugas di
bidang survei dan pemet aan, di bawah
koordinasi kement erian yang membidangi
polit ik, hukum dan keamanan.
2) Apabila di kemudian hari t ernyat a t erdapat
pulau-pulau t erluar, at ol, karang kering
t erluar, elevasi surut t erluar, t eluk, muara
sungai, t erusan at au kuala dan pelabuhan,
yang dapat digunakan unt uk penet apan
t it ik-t it ik t erluar dari Garis Pangkal Ke-
harmonisasi perat uran mengenai penet apan
penggunaan Garis pangkal kepulauan yang
sesuai dengan wilayah NKRI, melalui inst rumen
hukum posit if Indonesia. Tet api yang perlu
dit ekankan kembali adalah kewaj iban Indonesia
unt uk membuat pet a garis bat as wilayah
Indonesia, karena hingga saat ini masih
menggunakan pet a ilust rat if yang dibuat pada
t ahun 1960. Pemerint ah Indonesia harus segera
membuat pet a wilayah negara Indonesia
pulauan belum t ermasuk dalam lampiran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2), maka diadakan perubahan dalam
lampiran t ersebut sesuai dengan dat a baru.
3) Apabila di kemudian hari Koordinat Geograf is Tit ik-t it ik Terluar, pulau-pulau Terluar, at ol, karang kering t erluar, elevasi
surut t erluar, t eluk, muara sungai, t erusan
at au kuala dan pelabuhan berubah, maka
diadakan penyesuaian dalam lampiran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2). 31
dengan menggunakan koordinat t it ik-t it ik garis
pangkal kepulauan Indonesia yang t elah
dit et apkan menurut PP No. 37 t ahun 2008 unt uk
menj aga kedaulat an Negara Kesat uan Republik
Indonesia
E. Penutup
Walaupun hampir duapuluh t iga t ahun
Indonesia t elah merat if ikasi ket ent uan-ket ent uan UNCLOS 1982 (UU No. 17 Tahun 1985
t ent ang rat if ikasi Indonesia t erhadap Unit ed
Nat ion Convent ion on The Law of The Sea),
namun
beberapa
perat uran
perundangundangan yang t erkait dengan laut masih belum
banyak yang t erharmonisasi dengan ket ent uan
UNCLOS 1982. Harmonisasi ket ent uan UNCLOS
1982 yang merupakan produk hukum int ernasional dengan perat uran nasional merupakan
suat u kewaj iban dan konsekuensi logis dari
dirat if ikasinya UNCLOS ke dalam hukum
nasional Indonesia.
Dalam pengat uran mengenai penent uan
lebar laut t erit orial dengan menggunakan
penarikan garis pangkal, Indonesia t elah
menyadari art i pent ing dari penet apan garis
pangkal demi kesat uan wilayah NKRI di darat ,
laut dan udara. Hal ini dibukt ikan dengan
31
Pasal 11 PP No. 37 Tahun 2008 Tent ang Perubahan At as
Pemerint ah Nomor 38 Tahun 2002 t ent ang Daf t ar
Koordinat Geograf is Tit ik-t it ik Gar is Pangkal Kepul auan
Indonesi a
Daftar Pustaka
A. Buku
Buana, Mirza Sat ria. 2007. Hukum Int er nasi onal : Teor i dan Pr akt ek . Bandung: FH
Unlam dan Nusamedia;
Churchilll, R. R. dan Lowe, A. V. 1999. The Law
of The Sea: 3r d edi t ion , Manchest er (UK):
Juris Publising, Manchest er Universit y
Press;
Depart emen Kelaut an dan Perikanan, Disunt ing
oleh: Et t y R Agoes. 2000. Di manakah
Bat as-Bat as Wi l ayah Kit a di Laut ;
Hart ono, Dimyat i. 1983. Hukum Laut Int er nasi onal : Yur i sdi ksi Nasional Indonesi a
sebagai Negar a Nusant ar a. Jakart a:
BPHN dan Binacipt a;
Kusumaat madj a, Mocht ar dan Et t y R. Agoes.
2003. Pegant ar Hukum Int er nasional ,
Bandung: Alumni;
Kusumaat madj a, Mocht ar. 2003. Konsepsi
Hukum Negar a Nusant ar apada Konf erensi
Hukum Laut III. Bandung: Alumni;
Prodj odikoro, Wirj ono. 1991. Hukum Laut Bagi
Indonesi a. Bandung: Sumur.
Shaw, Malcolm N. 2001. Int ernat i onal Law: 4t h
edi t ion . Cambridge (UK): Cambridge
Universit y Press;
Siahaan dan Suhendi. 1989. Hukum Laut Nasi onal : Hi mpunan Per at ur an Per undangundangan Kemar i t i man , Jakart a: Dj ambat an;
St arke, JG. 1995. Pengant ar Hukum Int er nasi onal : Buku I, Jakart a: Sinar Graf ika;
Pengukuran Lebar Laut Ter it ori al Menggunakan Gari s Pangkal
Menurut Uncl os 1982 dan Penerapannya Dal am Hukum Indonesia
B.
t ent ang Daf t ar Koordinat Geograf is Tit ikt it ik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Perj anj ian Internasional
Uni t ed Nat i on Convent i on on The Law Of The
Sea (UNCLOS) 1982, Depart emen Luar
Negeri Direkt orat Perj anj ian Int ernasional
C.
51
Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 Tent ang
Rat if ikasi UNCLOS 1982
Undang-Undang No. 6 Tahun
Perairan Indonesia
1996
t ent ang
Perundang-undangan Nasional
D.
Deklarasi Dj uanda, 13 Desember 1957
Ordonansi Laut Terit orial dan
Marit im Hindia Belanda 1939
Lingkungan
Perat uran Pemerint ah Penggant i
undang No. 4 Tahun 1960
Perairan Indonesia
UndangTent ang
Perat uran Pemerint ah No. 38 Tahun 2002
t ent ang Daf t ar Koordinat Geograf is Tit ikt it ik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Perat uran Presiden No. 78 Tahun 2005 Tent ang
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar
NKRI
Perat uran Pemerint ah No. 37 Tahun 2008
Tent ang Perubahan
At as Perat uran
Pemerint ah Nomor 38 Tahun 2002
Situs Internet dan Publikasi lainnya
ht t p: / / www. icj -cij . org. Case Angl o Nor wegi an
Fi sher i es, Summary of t he Judgment 18
December 1951, diakses t anggal 30
Okt ober 2008;
ht t p: / / www. icj . com. Case concert i ng sover eignt y
over
Pul au
si padan-Li git an
(Indonesi a and Mal aysi a) , Summary of t he
Judgment of 17 December 2002, diakses
t anggal 19 Januari 2009;
ht t p: / / www. indonesia. go. id,
Depar t emen
Kel aut an dan Per i kanan: Per pres No. 78
Tahun 2005 t ent ang Pengel ol aan Pul aupul au Keci l Ter l uar t el ah di t andat angani ,
diakses t anggal 19 Januari 2009.