ANALISIS ARTIKEL PENDIDIKAN POLEKSOSBUD. pdf
ANALISIS ARTIKEL
PENDIDIKAN POLEKSOSBUD DAN IDEOLOGI DALAM MEMBANGUN KARAKTER
BANGSA
Peneliti: Bagyo Handoko Sutiksna
Sumber: http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/econosains/article/view/557/482
Disusun Oleh:
Sarah Nurbaitillah
Berdasarkan fenomena yang terjadi yakni mengenai pendidikan nasional, menurut
peneliti masalah pendidikan di Indonesia masih dianggap kurang dapat menghasilkan pribadipribadi yang unggul dalam ilmu pengetahuan, akhlak dan kemanusiaan. Bangsa Indonesia
dianggap sedang mengalami krisis multi dimensi yang berkaitan dengan konflik politik,
sosial, budaya dan keagamaan. Munculnya berbagai konflik tersebut berarti menunjukkan
adanya kesalahan mendasar dalam filosofi dan Manajemen Pendidikan di Indonesia. Oleh
karena itu, maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mencari alternatif-alternatif sebagai
solusi untuk memecahkan persoalan tersebut. Karena kemajuan suatu bangsa sangat
ditentukan oleh kualitas pendidikan. Peneliti juga mencoba menuangkan pemikiran dan
perhatiannya yang besar terhadap permasalahan pendidikan khususnya di Indonesia.
Hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu adanya krisis multi dimensi yang
berkaitan dengan konflik politik, sosial, budaya dan keagamaan. Banyak kalangan mulai
melihat bahwa model pendidikan Indonesia saat ini kurang berbasis pada kemanusiaan,
sehingga anak-anak didik dan produk pendidikan juga rentan terhadap konflik kemanusiaan
dan disintegrasi sosial budaya. Hal ini berarti, model pendidikan selama ini setidaknya telah
memiliki andil terhadap maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga menyebabkan
Negara tergolong sebagai salah satu Negara yang tingkat korupsinya tertinggi di dunia.
Berdasarkan fakta dan fenomena tersebut akhirnya dijadikan latar belakang penelitian ini.
Teori-teori utama yang mendukung penelitian ini antara lain yaitu teori Martin
Cannoy dan Henry M. Levin (1996) “In contrast, I attempt to demonstrate that the
educational system corresponds to the social, economic, and political institutions of our
society and that the only way we can obtain significant changes in educational functions and
relations is to forge changes in the overall social, economic, and political relationships that
1
charaterize the polity” yang artinya bahwa satu-satunya cara yang bisa digunakan untuk
mendapatkan perubahan signifikan dalam fungsi dan hubungan pendidikan adalah dengan
memelopori perubahan terhadap keseluruhan hubungan sosial, ekonomi dan politik yang
menjadi ciri suatu pemerintahan. Teori kedua yaitu teori dari Ronald Inglehart dalam
Modernization and Post Modernization (1997) yang mengatakan “ By culture, we refer to
system of common basic value that helps shape the behavior of the people in a given society.
In most preindustrial societies, this value system takes form of religion and change very
slowly; but with industrialization and accompanying processes of modernization, these world
views tend to become more secular, and open to change. For reasons discussed earlier, the
cultures of virtually all preindustrial societies are hostile to social mobility and individual
economic accumulation” berdasarkan konteks tersebut, nampak bahwa adanya pengaruh
kebudayaan terhadap pembangunan baik politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dalam hal ini
ketercapaian harapan kondisi riil dengan kebijakan yang ada akan nampak jelas jika model
dan strategi proses pendidikan difungsikan sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu
teori dari Jacques Delors (1998) mengatakan bahwa terdapat Empat Pilar yang merupakan
dasar atas consensus Unesco melalui International Commission on Education for The Twenty
First Century berikut ini: “If it is to succeed in its tasks, education must be organized around
four fundamental types of learning which, throughout a person’s life, will in a way be the
pillars of knowledge: learning to know, that is acquiring the instruments of understanding;
learning to do, so as to be able to act creatively on one’s environment; learning to live
together, so as to participate and co-operate with other people in all human activities; and
learning to be, an essensial progression which proceeds from the orevious three. Of course,
these four paths of knowledge all form a whole, because there are many points of contact,
intersection and exchange among them”.
Hasil dari penelitian ini yaitu aspek poleksosbud dalam pendidikan diperlukan karena
dengan adanya sistem pendidikan yang baik, berarti dapat menghubungkan institusi sosial,
ekonomi dan politik di dalam masyarakat. Upaya untuk evaluasi pencapaian aspek
Poleksosbud dalam pendidikan juga memiliki sektor pendidikan yaitu pemerintahan,
anggaran dan tujuan, sumberdaya pendidikan, proses persekolahan, hasil pendidikan, serta
hasil sosial, politik dan ekonomi. Dalam hal ini, terdapat pengaruh kebudayaan terhadap
pembangunan baik politik, ekonomi, sosial dan budaya sebagaimana yang dijelaskan oleh
Ronald Inglehart dalam Modernization and Post Modernization (1997). Perlunya model dan
strategi proses pendidikan yang difungsikan sesuai dengan perkembangan zaman, agar dapat
mengembangkan kemampuan dan menumbuhkan nilai dan sikap yang serasi dengan tuntutan
pembangunan di kehidupan dewasa ini.
Pendidikan yang dijadikan ideologi pembangunan karakter pastinya memiliki unsur,
yang diharapkan proses pembentukan karakter bangsa dapat menuju modernisasi yang sesuai
dengan landasan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Selain itu, khususnya di
sekolah, pendidikan budi pekerti juga perlu ada dan dibentuk. Kegiatan pendidikan budi
pekerti ini merupakan pembantu orang tua pada bidang yang tidak dapat ditangani oleh orang
tua sendiri, yakni pengajaran. Akan tetapi, proses pembelajaran di sekolah hanya
memerhatikan ranah kognitif saja, tidak untuk menanamkan nilai-nilai pembentukan moral
anak. Oleh karena itu, perlunya metode kreatif yang digunakan pendidik agar dapat mendidik
para pelajar menjadi orang yang berbudi pekerti lewat proses pembelajaran. Sehingga dalam
kegiatan pendidikan di sekolah, tanggung jawab pokok untuk pembentukan moral maupun
intelektual dari pelajar tidak terletak pada salah satu prosedur atau kegiatan intrakurikuler
atau ekstrakurikuler, akan tetapi pada pengajar. Proses pembelajaran juga seharusnya
merupakan “konteks anak, pengalaman, anak, refleksi oleh anak, kegiatan anak dan evaluasi”
sekolah harus menyediakan dan mempersiapkan pengalaman tersebut, baik apa yang
diajarkan maupun tingkah laku mereka, sehingga dapat dijadikan bahan untuk tahap
kemudian yaitu refleksi. Penilaian para pelajar ini merupakan penilaian nilai (value
judgement). Disini, peran guru sangat penting bagi muridnya serta guru perlu membuat model
pembelajaran yang dapat bermakna sebagai proses pembudayaan dan pembentukan karakter
yaitu proses pembelajaran yang hendaknya dapat merangsang, menantang dan menyenangkan
yang sesuai dengan Empat Pilar consensus Unesco.
Dengan demikian berkaitan konteks di atas, kemajuan suatu bangsa itu sangat
ditentukan oleh kualitas pendidikan. Pendidikan turut serta dalam mengembangkan sumber
daya manusia yang bermutu, dengan indikator berkualifikasi ahli, terampil, kreatif, inovatif,
serta memiliki sikap dan perilaku yang positif. Mulai dari lembaga pendidikan yang dimana
sekolah harus dapat memelopori perubahan terhadap keseluruhan hubungan sosial, ekonomi
dan politik yang menjadi aspek utama dalam proses pembelajaran di lingkungan sekolah.
Pendidikan juga harus memiliki kurikulum dan silabus yang mengarah pada pembentukan
kompetensi tertentu dan terakreditasi secara nasional. Sistem pendidikan nasional juga tidak
boleh mengesampingkan ideologi, nilai-nilai, perilaku, moral dan budaya bangsa. Serta
dengan adanya penanaman nilai-nilai poleksosbud, diharapkan dapat mengembangkan
disiplin ilmu pendidikan.
Rekomendasi hasil penelitian ini yaitu perlunya data-data yang mendukung sebagai
fakta bahwa pendidikan di Indonesia masih kurang dalam hal membangun karakter bangsa
yang berbudi pekerti. Selain itu, perlu diberikan contoh sekolah yang masih tertinggal dalam
membuat kurikulum atau silabus yang belum mengembangkan penanaman nilai-nilai
poleksosbud dan ideologi pada proses pembelajarannya. Serta bentuk penanganan pemerintah
selama ini terhadap pendidikan poleksosbud dan ideologi dalam membangun karakter
bangsanya itu seperti apa.
Referensi:
Sutiksna, B. (2012). PENDIDIKAN POLEKSOSBUD DAN IDEOLOGI DALAM
MEMBANGUN KARAKTER BANGSA. Econosains: Jurnal Online Ekonomi Dan
Pendidikan,
10(1),
27-36.
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/econosains/article/view/557
Retrieved
from
PENDIDIKAN POLEKSOSBUD DAN IDEOLOGI DALAM MEMBANGUN KARAKTER
BANGSA
Peneliti: Bagyo Handoko Sutiksna
Sumber: http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/econosains/article/view/557/482
Disusun Oleh:
Sarah Nurbaitillah
Berdasarkan fenomena yang terjadi yakni mengenai pendidikan nasional, menurut
peneliti masalah pendidikan di Indonesia masih dianggap kurang dapat menghasilkan pribadipribadi yang unggul dalam ilmu pengetahuan, akhlak dan kemanusiaan. Bangsa Indonesia
dianggap sedang mengalami krisis multi dimensi yang berkaitan dengan konflik politik,
sosial, budaya dan keagamaan. Munculnya berbagai konflik tersebut berarti menunjukkan
adanya kesalahan mendasar dalam filosofi dan Manajemen Pendidikan di Indonesia. Oleh
karena itu, maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mencari alternatif-alternatif sebagai
solusi untuk memecahkan persoalan tersebut. Karena kemajuan suatu bangsa sangat
ditentukan oleh kualitas pendidikan. Peneliti juga mencoba menuangkan pemikiran dan
perhatiannya yang besar terhadap permasalahan pendidikan khususnya di Indonesia.
Hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu adanya krisis multi dimensi yang
berkaitan dengan konflik politik, sosial, budaya dan keagamaan. Banyak kalangan mulai
melihat bahwa model pendidikan Indonesia saat ini kurang berbasis pada kemanusiaan,
sehingga anak-anak didik dan produk pendidikan juga rentan terhadap konflik kemanusiaan
dan disintegrasi sosial budaya. Hal ini berarti, model pendidikan selama ini setidaknya telah
memiliki andil terhadap maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga menyebabkan
Negara tergolong sebagai salah satu Negara yang tingkat korupsinya tertinggi di dunia.
Berdasarkan fakta dan fenomena tersebut akhirnya dijadikan latar belakang penelitian ini.
Teori-teori utama yang mendukung penelitian ini antara lain yaitu teori Martin
Cannoy dan Henry M. Levin (1996) “In contrast, I attempt to demonstrate that the
educational system corresponds to the social, economic, and political institutions of our
society and that the only way we can obtain significant changes in educational functions and
relations is to forge changes in the overall social, economic, and political relationships that
1
charaterize the polity” yang artinya bahwa satu-satunya cara yang bisa digunakan untuk
mendapatkan perubahan signifikan dalam fungsi dan hubungan pendidikan adalah dengan
memelopori perubahan terhadap keseluruhan hubungan sosial, ekonomi dan politik yang
menjadi ciri suatu pemerintahan. Teori kedua yaitu teori dari Ronald Inglehart dalam
Modernization and Post Modernization (1997) yang mengatakan “ By culture, we refer to
system of common basic value that helps shape the behavior of the people in a given society.
In most preindustrial societies, this value system takes form of religion and change very
slowly; but with industrialization and accompanying processes of modernization, these world
views tend to become more secular, and open to change. For reasons discussed earlier, the
cultures of virtually all preindustrial societies are hostile to social mobility and individual
economic accumulation” berdasarkan konteks tersebut, nampak bahwa adanya pengaruh
kebudayaan terhadap pembangunan baik politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dalam hal ini
ketercapaian harapan kondisi riil dengan kebijakan yang ada akan nampak jelas jika model
dan strategi proses pendidikan difungsikan sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu
teori dari Jacques Delors (1998) mengatakan bahwa terdapat Empat Pilar yang merupakan
dasar atas consensus Unesco melalui International Commission on Education for The Twenty
First Century berikut ini: “If it is to succeed in its tasks, education must be organized around
four fundamental types of learning which, throughout a person’s life, will in a way be the
pillars of knowledge: learning to know, that is acquiring the instruments of understanding;
learning to do, so as to be able to act creatively on one’s environment; learning to live
together, so as to participate and co-operate with other people in all human activities; and
learning to be, an essensial progression which proceeds from the orevious three. Of course,
these four paths of knowledge all form a whole, because there are many points of contact,
intersection and exchange among them”.
Hasil dari penelitian ini yaitu aspek poleksosbud dalam pendidikan diperlukan karena
dengan adanya sistem pendidikan yang baik, berarti dapat menghubungkan institusi sosial,
ekonomi dan politik di dalam masyarakat. Upaya untuk evaluasi pencapaian aspek
Poleksosbud dalam pendidikan juga memiliki sektor pendidikan yaitu pemerintahan,
anggaran dan tujuan, sumberdaya pendidikan, proses persekolahan, hasil pendidikan, serta
hasil sosial, politik dan ekonomi. Dalam hal ini, terdapat pengaruh kebudayaan terhadap
pembangunan baik politik, ekonomi, sosial dan budaya sebagaimana yang dijelaskan oleh
Ronald Inglehart dalam Modernization and Post Modernization (1997). Perlunya model dan
strategi proses pendidikan yang difungsikan sesuai dengan perkembangan zaman, agar dapat
mengembangkan kemampuan dan menumbuhkan nilai dan sikap yang serasi dengan tuntutan
pembangunan di kehidupan dewasa ini.
Pendidikan yang dijadikan ideologi pembangunan karakter pastinya memiliki unsur,
yang diharapkan proses pembentukan karakter bangsa dapat menuju modernisasi yang sesuai
dengan landasan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Selain itu, khususnya di
sekolah, pendidikan budi pekerti juga perlu ada dan dibentuk. Kegiatan pendidikan budi
pekerti ini merupakan pembantu orang tua pada bidang yang tidak dapat ditangani oleh orang
tua sendiri, yakni pengajaran. Akan tetapi, proses pembelajaran di sekolah hanya
memerhatikan ranah kognitif saja, tidak untuk menanamkan nilai-nilai pembentukan moral
anak. Oleh karena itu, perlunya metode kreatif yang digunakan pendidik agar dapat mendidik
para pelajar menjadi orang yang berbudi pekerti lewat proses pembelajaran. Sehingga dalam
kegiatan pendidikan di sekolah, tanggung jawab pokok untuk pembentukan moral maupun
intelektual dari pelajar tidak terletak pada salah satu prosedur atau kegiatan intrakurikuler
atau ekstrakurikuler, akan tetapi pada pengajar. Proses pembelajaran juga seharusnya
merupakan “konteks anak, pengalaman, anak, refleksi oleh anak, kegiatan anak dan evaluasi”
sekolah harus menyediakan dan mempersiapkan pengalaman tersebut, baik apa yang
diajarkan maupun tingkah laku mereka, sehingga dapat dijadikan bahan untuk tahap
kemudian yaitu refleksi. Penilaian para pelajar ini merupakan penilaian nilai (value
judgement). Disini, peran guru sangat penting bagi muridnya serta guru perlu membuat model
pembelajaran yang dapat bermakna sebagai proses pembudayaan dan pembentukan karakter
yaitu proses pembelajaran yang hendaknya dapat merangsang, menantang dan menyenangkan
yang sesuai dengan Empat Pilar consensus Unesco.
Dengan demikian berkaitan konteks di atas, kemajuan suatu bangsa itu sangat
ditentukan oleh kualitas pendidikan. Pendidikan turut serta dalam mengembangkan sumber
daya manusia yang bermutu, dengan indikator berkualifikasi ahli, terampil, kreatif, inovatif,
serta memiliki sikap dan perilaku yang positif. Mulai dari lembaga pendidikan yang dimana
sekolah harus dapat memelopori perubahan terhadap keseluruhan hubungan sosial, ekonomi
dan politik yang menjadi aspek utama dalam proses pembelajaran di lingkungan sekolah.
Pendidikan juga harus memiliki kurikulum dan silabus yang mengarah pada pembentukan
kompetensi tertentu dan terakreditasi secara nasional. Sistem pendidikan nasional juga tidak
boleh mengesampingkan ideologi, nilai-nilai, perilaku, moral dan budaya bangsa. Serta
dengan adanya penanaman nilai-nilai poleksosbud, diharapkan dapat mengembangkan
disiplin ilmu pendidikan.
Rekomendasi hasil penelitian ini yaitu perlunya data-data yang mendukung sebagai
fakta bahwa pendidikan di Indonesia masih kurang dalam hal membangun karakter bangsa
yang berbudi pekerti. Selain itu, perlu diberikan contoh sekolah yang masih tertinggal dalam
membuat kurikulum atau silabus yang belum mengembangkan penanaman nilai-nilai
poleksosbud dan ideologi pada proses pembelajarannya. Serta bentuk penanganan pemerintah
selama ini terhadap pendidikan poleksosbud dan ideologi dalam membangun karakter
bangsanya itu seperti apa.
Referensi:
Sutiksna, B. (2012). PENDIDIKAN POLEKSOSBUD DAN IDEOLOGI DALAM
MEMBANGUN KARAKTER BANGSA. Econosains: Jurnal Online Ekonomi Dan
Pendidikan,
10(1),
27-36.
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/econosains/article/view/557
Retrieved
from