PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN TEKNIK PR

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN TEKNIK PROBINGPROMPTING MELALUI SETTING KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA.

Oleh: Siti Muhdiati
PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNPAS
ABSTRAK
Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan dasar yang sangat penting
dikuasai siswa. Dengan menguasai kemampuan komunikasi matematis siswa dapat
mempelajari,memahami, dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan seharihari. Namun kemampuan matematis masih sangat rendah. Salah satu teknik
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa
adalah teknik Probing-Prompting melalui setting kooperatif. Dengan teknik
pembelajaran ini guru memberikan pertanyaan yang bersifat menggali pengetahuan dan
menuntun siswa menuju jawaban yang benar agar dapat membangun suatu konsep
melalui pemahaman mereka sendiri. Selain itu siswa dibagi dalam beberapa kelompok
kecil yang terdiri dari empat sampai lima orang dalam satu kelompoknya.Menurut
metodenya penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Populasi penelitiannya adalah
siswa kelas VII SMPN 3. Adapun sampel penelitiannya adalah kelas VII G untuk kelas
eksperimen dan kelas VII H untuk kelas kontrol yang dipilih secara acak. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan skala sikap. Tes yang digunakan
adalah tes tipe uraian soal-soal kemampuan komunikasi matematis. Sedangkan skala
sikap menggunakan model Skala Likert. Tes diujicobakan terlebih dahulu di kelas VIII.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji-t melalui program SPSS 17.0 for
Windows yaitu dengan menggunakan Independent Sample t-Tes dan uji Mann-Whitney
U. Berdasarkan analisis data hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa: peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
teknik probing-prompting melalui setting kooperatif lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran matematika dengan model konvensional; sikap siswa pada
umumnya positif.
Kata Kunci: Komunikasi matematis, Kooperatif Learning, Probing-Prompting

PENDAHULUAN
Komunikasi merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran matematika,
seperti yang tercantum dalam Standar Isi (SI) dalam Permendiknas 22 tahun 2006
(Wardhani, 2008:2) sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep , yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan mengaplikasi
konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat, dalam pemecahan
masalah (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
1

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan
dan pertanyaan matematik (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah (5) Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Kenyataan dilapangan menunjukan bahwa kemampuan komunikasi matematis
siswa masih rendah hal ini diungkap dalam Azizah (2010). Demikian juga Tri
Handayani (2011) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih
berada pada tahap rendah. Holipah (2011) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa
pada umumnya kemampuan komunikasi matematis siswa masih kurang.
Siswa SMP masih belum berani mengeluarkan pendapat atau ide-ide nya.
Guru harus dapat menimbulkan keberanian siswa untuk mengeluarkan idenya atau
sekedar hanya untuk bertanya, hal ini disebabkan karena mengajar bukanlah hanya satu
aktivitas yang sekedar menyampaikan informasi kepada siswa, melainkan suatu proses
yang menuntut perubahan. Untuk dapat berperan sebagai pengelola belajar yang
bertujuan untuk melibatkan siswa secara aktif sehingga terjadi perubahan-perubahan
tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, guru dapat menggunakan
berbagai strategi, metode, model ataupun teknik pembelajaran.
Salah satu teknik yang memberikan kesempatan pada siswa untuk

menyampaikan ide dan pengetahuan yang dimilikinya adalah teknik ProbingPrompting.
Berdasarkan paparan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: (1) Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan teknik Probing-Prompting melalui setting
kooperatif lebih baik dari pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan model
konvensional? (2) Bagaimana sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika
dengan menggunakan teknik Probing-Prompting melalui setting kooperatif?
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut: (1) Mengetahui Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

2

yang mendapatkan pembelajaran dengan teknik Probing-Prompting melalui setting
kooperatif lebih baik dari pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan model
konvensional. (2) Mengetahui sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika
dengan menggunakan teknik Probing-Prompting melalui setting kooperatif.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang luas pada
banyak pihak, antara lain : (1) Manfaat bagi siswa. Terciptanya suasana pembelajaran
yang menyenangkan, serta dapat menumbuhkan keberanian untuk bertanya dan
mengeluarkan pendapat sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis

siswa. (2) Manfaat bagi guru. Memberikan alternatif bagi guru untuk

menentukan teknik dalam mengajar yang dapat menumbuhkan minat belajar siswa dan
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga kemampuan komunikasi
matematis reka dapat meningkat. Manfaat bagi peneliti (3) Peneliti dapat memperoleh
pengalaman langsung bagaimana memilih teknik pembelajaran sehingga dimungkinkan
kelak terjun di lapangan mempunyai wawasan dan pengalaman.
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1.

Peningkatan

kemampuan

komunikasi

matematis


siswa

yang

mendapat

pembelajaran dengan teknik Probing-Prompting melalui setting kooperatif lebih
baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran
konvensional.
2.

Siswa bersikap positif terhadap pelajaran matematika, pembelajaran dengan teknik
probing-prompting melalui setting kooperatif dalam pembelajaran matematika, dan
soal-soal komunikasi matematis yang diberikan.

LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata
pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para peserta didiknya,
yang di dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan

terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik tentang
matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan
peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik dalam mempelajari
matematika tersebut (Suyitno, 2004:2).

3

Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu
matematika yang diajarkan di pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan
menengah (SLTA dan SMK) (Suherman, 2003:55). Matematika sekolah terdiri atas
bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuankemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada perkembangan IPTEK.
Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa pembelajaran matematika
merupakan suatu proses yang kompleks, dimana seorang guru harus dapat memberikan
pelayanan maksimal kepada peserta didik sehingga dapat menggali dan meningkatkan
kemampuan, potensi, minat dan bakat, serta dapat memenuhi kebutuhan peserta didik
tentang matematika. Proses ini diharapkan dapat menggiring peserta didik untuk bisa
mencapai tujuan pembelajaran matematika yang telah ditentukan.
A. Teori Belajar yang Melandasi Teknik Probing
Teori konstruktivisme yang dikembangkan oleh Jean Piaget mengungkapkan
bahwa siswa sebaiknya secara aktif membangun sendiri pengetahuannya. Pandangan

konstruktivis tentang pembelajaran menyatakan siswa seyogianya diberi kesempatan
agar menggunakan strategi sendiri dalam belajar secara sadar dan guru membimbing
siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
Menurut Sudjana (Gintings, 2008:29) penganut teori kontruktivistik
memandang upaya mentransfer pengetahuan adalah pekerjaan yang sia-sia.
Driver

(Suparno,

1996:49)

mengungkapkan

beberapa

prinsip

konstruktivisme, yaitu : (a) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara
personal maupun sosial; (b) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa
kecuali dengan keaktifan siswa; (c) siswa aktif mengkonstruksi terus menerus, sehingga

selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai
dengan konsep; (d) guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi siswa berjalan mulus.
B. Teknik Probing-Prompting
Prinsip dasar dari semua pengajaran efektif adalah menggunakan peretanyaan
(questioning) dalam ruang kelas (David, Jacobsen, Eggen, dan Kauchack, 2009:172). Namun
tidak semua pengajuan pertanyaan yang dilakukan oleh guru dapat dinilai efektif untuk
keberlangsungan pembelajaran. Pengajuan pertanyaan dinilai efektif jika pertanyaan tersebut
dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, mengantarkan guru kepada tujuan-tujuan
pelajaran, serta tujuan-tujuan khusus khusus dari teknik questioning sendiri.

4

Salah satu teknik mengajukan pertanyaan adalah teknik Pobing-prompting. kata
Prompting dan Probing. Prompting merupakan teknik mengajukan pertanyaan yang melibatkan
penggunaan isyarat-isyarat atau petunjuk-petunjuk yang digunakan untuk membantu siswa
menjawab dengan benar (Jacobsen, Eggen, dan Kauchack, 2009:182). Pada dasarnya ada tiga
kemungkinan yang terjadi ketika seorang guru mengajukan pertanyaan kepada siswa.
Kemungkinan tersebut adalah siswa menjawab dengan benar, salah, atau diam. Guru kemudian
berpindah kepada siswa lain dengan tujuan untuk menjaga kelancvaran diskusi. Sayangnya,

melakukan hal semacam itu akan membuat siswa tersebut menjadi bingung, kecil hati dan
secara pisikologis merasa terusir dari diskusi namun, dengan menerapkan teknik Prompting,
situasi diskusi tidak hanya berjalan lancar tetapi mampu memfasilitasi semua siswa dan
mengantarkan siswa kepada pengetahuan baru yang ingin dicapai sebagai hasil dari proses
berpikir mereka.
Probing merupakan teknik mengajukan pertanyaan yang bersifat menggali untuk
mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa yang bermaksud untuk mengembangkan kualitas
jawaban. Sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat serta beralasan (Suherman dkk,
2001:160) sedangkan menurut Jacobsen, Eggen, dan Kauchack (2009:184), probing merupakan
teknik mengajukan pertanyaan yang memberikan kesempatan siswa untuk mendukung atau
mempertahankan secara intelektual pandangan dan pendapat yang dinyatakan dengan
sederhana.

C. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil peserta didik untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar
guna mencapai tujuan belajar.
Unsur-unsur dasar dalam Cooperative Learning adalah sebagai berikut
(Lungdren, 1994). (1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam
atau berenang bersama.”(2) Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa

atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri
dalam mempelajari materi yang dihadapi. (3) Para siswa harus berpandangan bahwa
mereka semua memiliki tujuan yang sama.(4) Para siswa membagi tugas dan berbagi
tanggungjawab di antara para anggota kelompok.(5) Para siswa diberikan satu evaluasi
atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.(6) Para
siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama
selama belajar.(6) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

5

D. Metode Pembelajaran konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru
(teacher center). Pada pembelajaran seperti ini aktivitas siswa lebih banyak
mendengarkan, sedangkan guru menjelaskan.
Model konvensional yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
ekspositori. Menurut Hudoyo (Rusmiati, 2010:16) ekspositori meliputi gabungan
metode ceramah, tanya jawab, penemuan, dan peragaan.
Menurut Russeffendi (2006:290) ada beberepa tahapan-tahapan dalam metode
ekspositori, antara lain:(1)Guru menjelaskan konsep pada awal pengajaran(2) Siswa

diberi kesempatan untuk bertanya.(3)Guru memberikan soal-soal aplikasi konsep dan
meminta siswa untuk menyelesaikan soal-soal tersebut di papan tulis atau di
mejanya(4)Siswa bekerja individual atau bekerja sama dengan teman sebangkunya
dalam menyelesaikan soal-soal latihan dan sedikit melakukan tanya jawab(5)Kegiatan
terakhir adalah siswa mencatat materi yang telah dijelaskan yang seringkali dilengkapi
dengan soal-soal pekerjaan rumah.
E. Komunikasi matematis
Kemampuan komunikasi matematis menurut Suherman (2008:4) adalah
kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan ide matematika kepada orang lain dalam
bentuk lisan, tulisan, atau diagram sehingga orang lain memahaminya. Pandangan lain
mengenai komunikasi matematis menurut Bean dan Bart (Tedjaningrum, 2010:20)
adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk
pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkontruksi dan menjelaskan kajian
fenomena dunia nyata secara grafik, kata-kata atau kaliamt, persamaan, tabel dan sajian
secara fisik.
Kemampuan komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan komunikasi matematis tertulis, yang digolongkan kedalam tiga kategori
yang dikembangkan oleh Cai, Lane, dan Jakabein (Fitriani, 2009:19) yaitu: (1)Drawing,
yaitu memunculkan model konseptual seperti gambar, diagram dan grafik.
(2)Mathematical expression, yaitu membuat model matematis/persamaan aljabar secara
benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara lengkap dan
benar.(3)Written texts, menuliskan penjelasan dan jawaban permasalahannya secara
matematis, masuk akal, dan jelas serta tersusun secara logis dan sistematis.

6

F.

Sikap
Suroso (2006:29) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan bertindak pada

seseorang, untuk menanamkan, memupuk, dan membina sikap dan moral siswa, maka
sikap siswa perlu ditumbuh kembangkan sejak dini kearah hal-hal yang bersifat positif
dalam kehidupan manusia dengan menjunjung tinggi sistem dan moral yang berlaku
dalam masyarakat dan Agama untuk dikaitkan dan dianalogikan dengan kandungan nilai
dan moral dalam bahan ajar yang diambil dari fenomena alam.
Menurut Azwar (2005:5) definisi sikap dapat dimasukkan ke dalam salah satu
diantara tiga kerangka pemikiran sikap yaitu;

Pertama, kerangka pemikiran yang

diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles
Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.
Menurut Thurstone (Edwards, 1957:2) sikap atau attitude ialah a degree of
positive or negative associated psychological object atau tingkat kecenderungan atau
pernyataan gejala senang atau tidak senang dari seseorang terhadap suatu objek.
Jadi walaupun sikap didefinisikan oleh banyak perbedaan, namun ada
kesamaan maksud dari pengertian di atas yaitu bahwa respon seseorang terhadap suatu
hal mewakili sikap seseorang tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian ini untuk
mengetahui sikap siswa maka peneliti menggunakan skala sikap yang berupa
pernyataan-pernyataan untuk mendapatkan respon dari siswa yang diekspresikan
dengan bentuk sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen.
Menurut Ruseffendi (1994:32) penelitian eksperimen atau percobaan adalah penelitian
yang benar-benar untuk melihat hubungan sebab akibat.
Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yang memiliki kemampuan setara
dengan pembelajaran yang berbeda. Kelas pertama adalah kelas eksperimen, diberikan
pembelajaran dengan menggunakan teknik probing- prompting, sedangkan kelas kedua
sebagai kelompok kontrol memperoleh pembelajaran konvensional. Dari kedua kelas
tersebut akan dibandingkan peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang
dicapai oleh siswa. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol
pretes-postes. Maka desain penelitiannya adalah:

7

A

O

A

O

X

O
O

Keterangan :
A

: Pengelompokan subjek secara acak kelas

O

: Adanya pretes dan postes

X

: Pembelajaran matematika yang memperoleh perlakuan
(Pembelajaran dengan menggunakan teknik Probing-Prompting)
(Russefendi, 2005:50)
Untuk mendapat soal tes yang baik, soal tersebut harus diujicobakan terlebih

dahulu, agar dapat diketahui validitas, reabilitas, daya pembeda, dan tingkat
kesukarannya.
Tabel 1
Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tiap Butir Soal
Nomor soal

Validitas

Reliabilitas

Daya pembeda

1
2
3
4
5
6

Cukup Valid
Rendah
Rendah
Validitas tinggi
Validitas tinggi
Validitas tinggi

Reliabilitas
tinggi

Cukup
Jelek
Cukup
Baik
Baik
Cukup

Indeks
kesukaran
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 soal yang harus
direvisi setelah dilakukan uji instrumen. Maka dilakukan uji coba ke 2 untuk
menggantikan soal yang tidak layak.
Angket yang digunakan adalah angket model skala Likert. Suherman
(2003:189) mengemukakan bahwa dalam skala Likert, responden (subyek) diminta
untuk membaca dengan seksama setiap pernyataan yang disajikan, kemudian dia
diminta untuk menilai pernyataan-pernyataan itu. Derajat penilaian siswa terhadap suatu
pernyataan terbagi kedalam kategori, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS),
setuju (S), dan sangat setuju (SS). Masing-masing jawaban diberi skor sebagai berikut:
Analisis data yang akan digunakan adalah uji normalitas, homogenitas, Uji-t
menggunakan Independent Sampel T-Test atau uji Mann-Whitney U.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan Data Pretes
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan
komunikasi matematis siswa dan data hasil skala sikap siswa. Selanjutnya data tersebut

8

diolah dengan uji normalitas menggunakan uji statistik melalui program SPSS 17.0 for
Windows dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Nilai probabilitas pada kolom
signifikansi untuk kelas eksperimen adalah 0,122 dan untuk kelas kontrol adalah 0,150.
Oleh karena nilai signifikansi kedua kelas lebih dari 0,05, maka dapat dinyatakan kelas
eksperimen dan kelas kontrol merupakan sampel yang berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
Selanjutnya menguji homogenitas dua varians antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol dengan menggunakan uji Levene melalui aplikasi program SPSS 17.0 for
Windows dengan taraf signifikansi 0,05. Setelah dilakukan pengolahan data, pada kolom
signifikansi, nilai signifikansi sebesar 0,486 lebih dari 0,05, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasipopulasi yang mempunyai varians sama, atau kedua kelas tersebut homogen.
Karena kedua kelas tersebut berdistribusi normal dan memiliki variansi yang
homogen, selanjutnya dilakukan uji kesamaan dua rerata dengan uji-t melalui program
SPSS 17.0 for windows dengan menggunakan Independent Sample t-Tes dengan asumsi
kedua varians homogen (equal varians assumed) dengan taraf signifikansinya 0,05.
Hipotesis tersebut dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik (Uji dua pihak) sebagai
berikut
H0 : µ1 = µ2.

Kemampuan komunikasi matematis siswa yang akan memperoleh
pembelajaran dengan teknik Probing-Prompting melalui setting
kooperatif sama dengan siswa yang akan memperoleh pembelajaran
dengan metode konvensional.

H1 : µ1 ≠ µ2. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang akan memperoleh
pembelajaran dengan teknik Probing-Prompting melalui setting
kooperatif tidak sama dengan siswa yang akan memperoleh
pembelajaran dengan metode konvensional.
Setelah dilakukan pengolahan data untuk tes awal , diperoleh nilai signifikansi
pada signifikansi (2-tailed) adalah 0,489. Oleh karena nilai signifikansi lebih dari 0,05,
maka H0 diterima atau tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan
komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan teknik probingprompting melalui setting kooperatif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan biasa.

9

Pengolahan Data Postes
Data postes diolah dengan uji normalitas menggunakan uji statistik melalui
program SPSS 17.0 for Windows dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Nilai
probabilitas pada kolom signifikansi untuk kelas eksperimen adalah 0,279 dan untuk
kelas kontrol adalah 0,065. Oleh karena nilai signifikansi kedua kelas lebih dari 0,05,
maka dapat dinyatakan kelas eksperimen dan kelas kontrol merupakan sampel yang
berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Selanjutnya menguji homogenitas dua varians antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol dengan menggunakan uji Levene melalui aplikasi program SPSS 17.0 for
Windows dengan taraf signifikansi 0,05. Setelah dilakukan pengolahan data, pada kolom
signifikansi, nilai signifikansi sebesar 0,362 lebih dari 0,05, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasipopulasi yang mempunyai varians sama, atau kedua kelas tersebut homogen.
Karena kedua kelas tersebut berdistribusi normal dan memiliki variansi yang
homogen, selanjutnya dilakukan uji kesamaan dua rerata dengan uji-t melalui program
SPSS 17.0 for windows dengan menggunakan Independent Sample t-Tes dengan asumsi
kedua varians homogen (equal varians assumed) dengan taraf signifikansinya 0,05.
Hipotesis tersebut dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik (Uji satu pihak) sebagai
berikut
H0 : µ1 = µ2. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang telah memperoleh
pembelajaran dengan teknik Probing-Prompting melalui setting kooperatif
sama dengan siswa yang telah memperoleh pembelajaran dengan metode
konvensional.
H1 : µ1 > µ2. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang telah memperoleh
pembelajaran denga teknik Probing-Prompting melalui setting kooperatif
lebih baik dari siswa yang telah memperoleh pembelajaran dengan metode
konvensional.
Setelah dilakukan pengolahan data melalui Uji-t, diperoleh signifikansi untuk
uji dua pihak (2-tailed)= 0,000, karena uji satu pihak maka ½ x 0,000 < 0,05. Artinya
H0 ditolak atau terima H1 pada taraf signifikansi α = 0,05. Jadi kemampuan komunikasi
matematis siswa yang telah memperoleh pembelajaran denga teknik Probing-prompting

10

melalui setting kooperatif lebih baik dari siswa yang telah memperoleh pembelajaran
dengan metode konvensional
Pengolahan Indeks Gain
Dari perhitungan Indeks gain, diperoleh rata-rata peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa kelas eksperimen adalah 0,71. Sedangkan untuk kelas
kontrol peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah 0,45 Dan jika
melihat pada kriteria interpertasi indeks gain yang dikemukakan oleh Hake (Sopandi,
2010) kelas eksperimen berada pada tingkat interpretasi Indeks Gain tinggi sedangkan
kelas kontrol berada pada tingkat interpretasi Indeks Gain sedang.
Data Indeks gain diolah dengan uji normalitas menggunakan uji statistik
melalui program SPSS 17.0 for Windows dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Nilai
probabilitas pada kolom signifikansi untuk kelas eksperimen adalah 0,304 dan untuk
kelas kontrol adalah 0,065. Oleh karena nilai signifikansi kedua kelas lebih dari 0,05,
maka dapat dinyatakan kelas eksperimen dan kelas kontrol merupakan sampel yang
berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Selanjutnya menguji homogenitas dua varians antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol dengan menggunakan uji Levene melalui aplikasi program SPSS 17.0 for
Windows dengan taraf signifikansi 0,05. Setelah dilakukan pengolahan data, pada kolom
signifikansi, nilai signifikansi sebesar 0,039 kurang dari 0,05, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasipopulasi yang mempunyai varians tidak sama, atau kedua kelas tersebut tidak homogen.
Karena kedua kelas tersebut berdistribusi normal dan tidak homogen,
selanjutnya dilakukan uji uji Mann-Withney U melalui program SPSS 17.0 for windows
dengan taraf signifikansinya 0,05. Hipotesis tersebut

dirumuskan dalam bentuk

hipotesis statistik (Uji satu pihak) sebagai berikut
H0 : µ1 = µ2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang telah
memperoleh pembelajaran dengan teknik Probing-prompting melalui
setting kooperatif sama dengan siswa yang telah memperoleh
pembelajaran dengan metode konvensional.
H1 : µ1 > µ2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang telah
memperoleh pembelajaran denga teknik Probing-prompting melalui

11

setting kooperatif lebih baik dari siswa yang telah memperoleh
pembelajaran dengan metode konvensional.
Setelah dilakukan pengolahan data melalui Uji Mann-Whitney U, diperoleh
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,000. Karena uji satu pihak maka diperoleh signifikansi ½ x
0,000 < 0,05. Artinya H0 ditolak atau terima H1 pada taraf signifikansi α = 0,05. Jadi
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang telah memperoleh
pembelajaran denga teknik Probing-prompting melalui setting kooperatif lebih baik dari
siswa yang telah memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional.
Pengolahan Data Sikap
Setelah dilakukan perhitungan skala sikap siswa dari sampel, langkah
selanjutnya adalah diadakan pengujian secara umum (uji hipotesis). Tujuannya adalah
untuk mengetahui apakah sikap siswa untuk pelajaran matematika, pembelajaran
matematika dengan teknik probing-prompting melalui setting kooperatif, dan soal-soal
komunikasi matematis itu lebih dari 3 (bersikap positif). Uji yang dilakukan adalah uji
satu pihak. Adapun hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:
H0:

μ1 = 3,00 Tidak terdapat perbedaan signifikan antara sikap siswa terhadap

pelajaran matematika, terhadap pembelajaran matematika dengan teknik
Probing-Prompting melalui setting kooperatif, dan terhadap soal
komunikasi matematis, dengan nilai netral skala sikap yaitu 3.
Ha: μ1 > 3,00 Sikap siswa terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran
matematika dengan teknik Probing-Prompting melalui setting kooperatif,
dan terhadap soal komunikasi matematis, adalah lebih dari 3.
Setelah dilakukan pengolahan data, maka diperoleh nilai simpangan baku=
1,199dan thitung = 3,33. Bila taraf kesalahan 5 %, dk = 3 – 1 = 2, maka untuk uji satu
pihak, nilai t tabel = 2,920. Sehingga t hitung > t tabel, ini berarti H0 ditolak atau sikap
siswa positif terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran matematika dengan
teknik Probing-Prompting melalui setting kooperatif, dan terhadap soal komunikasi
matematis.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis terhadap skor awal (pretes) kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat disimpulkan bahwa antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Ini berarti bahwa pemilihan

12

kelasnya berasal dari populasi yang homogen. Sedangkan berdasarkan hasil analisis
terhadap indeks gain dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran dengan teknik
probing-prompting melalui setting kooperatif lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan biasa Berdasarkan hasil analisis skala
sikap, pada umumnya siswa memberikan respon positif terhadap pelajaran matematika,
pembelajaran dengan teknik probing-prompting melalui setting kooperatif, dan soal-soal
kemampuan komunikasi matematis yang diberikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.

Peningkatan

kemampuan

komunikasi

matematis

siswa

yang

menggunakan pembelajaran matematika dengan teknik Probing-Prompting melalui
setting kooperatif

lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran

matematika dengan pembelajaran konvensional.
2.

Sikap

siswa

positif

terhadap

pelajaran

matematika,

terhadap

pembelajaran matematika dengan menggunakan teknik Probing-Prompting melalui
setting kooperatif, dan terhadap soal-soal komunikasi matematis yang diberikan.
Saran-Saran
1. Untuk di Lapangan
Pembelajaran matematika dengan teknik Probing-Prompting melalui setting
kooperatif

dapat

dijadikan

suatu

alternatif

bagi

guru

dalam

melaksanakan

pembelajarannya, karena hasil penelitian menunjukkan, melalui pembelajaran
matematika dengan teknik Probing-Prompting melalui setting kooperatif kemampuan
komunikasi matematis siswa lebih baik. Kemudian dari hasil penelitian menunjukkan,
sikap siswa positif terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran dengan teknik
Probing-Prompting melalui setting kooperatif, dan terhadap soal-soal komunikasi
matematis, maka teknik Probing-Prompting melalui setting kooperatif ini dapat
digunakan dalam proses pembelajaran matematika, untuk menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan.

13

2.

Untuk Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian mengenai

pengaruh pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran probingprompting melalui setting kooperatif terhadap kompetensi matematika yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Eva. (2010). Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Strategi Student
Team Heroic Leadership untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis. Skripsi. Bandung : UPI. Tidak diterbitkan.
Azwar, S. (2005). Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Edwards, A.L. (1957). Techniques of Attitude Scale Construction. New York :
Appleton-Century-Crofts, Inc.
Eggen, P. D., Kauchak, D. P. dan Harder, R. J. (1988). Strategies for Teachers.New
Jersey: Prentice-Hall Inc Englewood Cliffs.
Fitriani, A.D. (2009). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa SMA Melalui Pembelajaran Means Ends Analysis. Tesis. UPI
Bandung: tidak diterbitkan
Ginting, Abdurrahman. (2008). Esensi Praktis Belajar & Pembelajaran. Bandung:
Humaniora.
Holipah. S (2011). Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Novick Terhadap
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika pada Siswa SMP. Skripsi
pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Jacobsen, Eggen, dan Kauchack. (2009). Methods for Teaching (Metode-metode
Pengajaran). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lungdren (1994). Cooperative learning. http://pmat.uad.ac.id/cooperative-learning.html
[2 Mei]
Ruseffendi, E.T. (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta
lainnya. Semarang : CV IKIP Semarang Press.
Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta
Lainnya. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.
Rusmiati, S. (2010) Penerapan Model Missouri Mathematics Project (MMP) untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi pada Jurusan
Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Suherman, dkk.(2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
JICA UPI.
Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia
Suherman , E . (2008). Belajar dan pembelajaran matematika. Hand out perkuliahan
FPMIPA upi Bandung

14

Suroso, A.Y. (2006). Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai. Bandung : Mughni
Sejahtera
Suyitno, Amin. 2004. Dasar-dasar Pembelajaran matematika. Semarang: FMIPA
UNNES
Suparno, Paul. (1996).Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.Yogyakarta: Kanisius
Tejaningrum, Dessy. 2010. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model
learning cycle dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa sma. Skripsi jurusan pendidikan matematika FPMIPA UPI Bandung: tidak
diterbitkan
Trihandayani, I (2011). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan teknik
Probing-Prompting untuk Meningkatkan kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa. Skripsi Bandung:UPI tidak diterbitkan.
Wardhani, Sri. (2008). Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs
untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta:PPPPTK
Matematika.

15