Pengaruh budaya organisasi terhadap komi

Pengaruh Langsung Budaya Organisasi terhadap Komitmen Organisasi
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang dapat
Menggerakkanorang orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja.
Budaya suatu organisasi mempunyai karakter yang dalam mempengaruhi setiap
anggotanya terlibat dalam melakukan aktivitas dengan pemberian pelaya nan yang
terbaik demi peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, setiap organisasi harus
memiliki keunggulan tertentu, didukung oleh budaya organisasi yang kuat dan dipahami
serta diterima oleh seluruh anggota organisasi secara konsisten. Budaya org anisasi
bukan saja menyatukan, tetapi juga memfasilitasi komitmen anggota organisasi
terhadap organisasi dan kelompok kerjanya. Budaya organisasi yang kondusif
mengembangkan rasa memiliki dan komitmen tinggi terhadap organisasi dan kelompok
kerjanya. Komitmen organisasi adalah keinginan anggota organisasi untuk tetap
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi
pencapaian tujuan organisasi. Kecocokan anggota organisasi dengan budaya yang
berlaku dapat meningkatkan pro duktivitas, kepuasan dalam bekerja, performance,
komitmen organisasi dan keinginan untuk tetap tinggal di perusahaan. Jika budaya
organisasi dapat mengikat setiap orang yang terlibat dalam organisasi tersebut, maka
dalam diri orang tersebut akan timbul ras a untuk berbuat yang terbaik terhadap
organisasi tersebut, karena tumbuhnya kesadaran dalam dirinya bahwa dia merupakan
bagian yang penting dari organisasi tersebut. Artinya, ia akan berkomitmen untuk tetap
mendukung organisasi, karena adanya kesadaran dan rasa memiliki terhadap

organisasi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas diduga bahwa budaya organisasi berpengaruh langsung
terhadap komitmen organisasi
Pengaruh Langsung Kepemimpinan terhadap Komitmen Organisasi
Faktor kepemimpinan memegang peranan yang penting dalam suatu organisasi,
karena
pemimpin itulah yang akan menggerakkan dan mengarahkan organisasi dalam
mencapai tujuan dan
sekaligus merupakan tugas yang tidak mudah, karena harus memahami setiap perilak
u bawahan yang
berbeda
beda. Kepemimpinan pada dasarnya merupakan cara yang dilakukan pemimpin dalam
mempengaruhi bawahannya untuk melakukan setiap kegiatan agar tercapai tujuan
yang diharapkan.
Dengan demikian, kepemimpinan dapat diartikan sebagai serangk
aian kegiatan penataan berupa
kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia
bekerjasama untuk

mencapai tujuan yang ditetapkan.

Komitmen merupakan suatu kekuatan yang mengikat seorang individu untuk
melakukan suatu
aksi yan
g relevan dengan sasasaran tertentu. Ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi
merupakan
kekuatan mengikat seseorang yang termanisfestasi dalam bentuk tanggungjawab,
loyalitas dan
pengabdian yang tinggi dalam menjalankan peran dan tugas yang diembannya. Bi
la kepala sekolah
dapat melahirkan ide
ide yang dapat mendukung dalam pelaksanaan pekerjaan guru serta melibatkan
semua unsur tenaga kependidikan dalam menentukan keputusan untuk kegiatan
bersama, maka hal ini
akan menumbuhkan komitmen dalam dirinya untuk
mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan uraian di
atas diduga bahwa kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap komitmen
organisasi.

Pengertian Kepuasan Kerja
Furnham

et al.
(2009)
mendefinisikan kepuasan kerja sebagai
sejauh mana
mereka merasa puas terhadap pekerjaan mereka.
Sopiah (2008) memaparkan
beberapa pengertian kepuasan kerja yaitu kepuasan kerja merupakan suatu
tangapan emosional seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja. Tanggapan
emosional bisa berupa per
asaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila
secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak
maka berarti karyawan tidak puas.
Sutrisno
(2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap
karyawan terhadap pe
kerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama
antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal


hal yang

menyangkut faktor fisik dan psikologis. Sikap terhadap pekerjaan ini merupakan
hasil dari sejumlah sikap khusus individu dan hub
ungan sosial individu di luar
pekerjaan sehinga menimbulkan sikap umum individu terhadap pekerjaan yang
dihadapinya.
Bhuian dan Menguc dalam James Boles
et al.
(2007) Kepuasan kerja
didefinisikan sebagai sikap bahwa individu memiliki tentang pekerjaan mere
ka.
Itu adalah sejauh mana orang merasa positif atau negatif tentang aspek intrinsik
dan/atau ekstrinsik suatu pekerjaan .
Prabu (2005) menyatakan kepuasan kerja merupakan selisih antara
harapan yang
dibayangkan
oleh seseorang
dari kon
tribusi pekerjaan yan
g telah
dilakukan

dengan kenyataan
yang mereka harapkan
.
Dari beberapa pendapat
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kepuasan
kerja adalah tanggapan
15
seseorang atas apa yang mereka harapkan pada saat bekerja dengan apa yang
mereka dapatkan setelah mereka m
elakukan pekerjaan tersebut. Dimana hal ini
berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antar karyawan, imbalan dan faktor
faktor lainnya. Jika terdapat selisih yang kecil antara apa yang diharapkan dengan
apa yang didapatkan maka orang tersebut akan meras
a puas begitu pula
sebaliknya.
2.2.2 Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat
sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori
ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang


terhadap kepuasan kerja.
Pada penelitian ini teori yang dipergunakan ialah
Two
factor theory
oleh
Herzberg.
Furnham
et al.
(2009) menyatakan
teori dua faktor merupakan teori
kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa
satisfaction
dan
dissatisfaction
mer
upakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu faktor
motivators
dan
hygiene factors
. Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor tertentu

memberikan kepuasan apabila tersedia dan menimbulkan ketidakpuasan apabila
tidak ada. Pada teori ini, keti
dakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar
pekerjaan dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah
reaksi negatif, dinamakan sebagai
hygiene
atau
maintenance factors.
Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan
pekerjaan itu
sendiri atau hasil langsung daripadanya, promosi dan kesempatan untuk
pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat
kepuasan kerja tinggi, dinamakan
motivators.
Penelitian dengan judul
16
Personality, motivation d
an job satisfaction : Herzberg meets the Big Five,
yang
dilakukan oleh Furnham


et al.
(2009) dimana penelitian ini menyelidiki sejauh
mana
motivators
dan
hygiene factors
menjelaskan varians dalam kepuasan kerja
seperti yang didefinisikan dalam teori dua f
aktor oleh Herzberg. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa
motivators
dan
hygiene factors
adalah prasyarat untuk
kepuasan kerja.
2.2.3 Faktor

Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor


fakt
or itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan
bergantung pada masing

masing karyawan.
Azeem
(2010) menyatakan ada
lima
aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
1)
Pekerjaan itu sendiri
2)
Gaji
3)
Pengawasan
4)
Kesempatan promosi
5)
Hubungan

dengan sesama pekerja
Hasil penelitian dari Lok dan Crawford (1999) menyatakan bahwa

hubungan sesama pekerja dan lingkungan kerja yang baik akan membuat perawat
pada rumah sakit merasa puas dan akan bekerja dengan baik dan akan
berkomitmen pada rumah saki
t tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Chiun
Lo
dan Ramayah (2011), dari penelitian ini didapatkan temuan bahwa dengan
dilakukan mentoring yang baik pada pekerjaan itu sendiri, promosi, supervisi
pimpinan, dan kelompok kerja akan menimbulkan kepuasan k
erja dan
17
kepercayaan diri kepada karyawan tersebut.
Naderi
(2012) menyatakan
studi saat
ini
mendukung
adanya

korelasi
positif yang signifikan
antara
kepuasan kerja
dan
komitmen
organisasi
.
Sebuah
penjelasan logis
dari
hasil ini
dapat bahwa
komitmen organis
asi
merupakan fungsi dari
kepuasan kerja
.
Berbagai dimensi
kepuasan kerja
seperti kepuasan
dengan gaji
,

rekan kerja
,
supervisi
,
dan bekerja
sendiri
dibutuhkan
oleh para pekerja
untuk memenuhi kebutuhan
dasar mereka
.
Ketika
kebutuhan
guru
terpenuhi
,
ada
kem
ungkinan bahwa
tingkat
komitmen
organisasi
dimanifestasikan
oleh
guru
akan
menjadi tinggi
.
2.3 Komitmen Organisasi
2.3.1 Pengertian Komitmen Organisasi
Mottaz (1988) menyatakan bahwa
komitmen organisasi
terkait dengan
identifikasi
.
Misalnya
,
komitmen
seseo
rang terhadap
organisasi adalah

respon
afektif
(
sikap)
yang dihasilkan dari
evaluasi
situasi kerja
yang menghubungkan
atau
menempel
individu
kepada organisasi
.
Darwish A (2000)
Komitmen
organisasi didefinisikan sebagai perasaan kewajiban karyawan
untuk ti
nggal
dengan organisasi,
perasaan ini dihasilkan dari tekanan internalisasi normatif yang
diberikan pada seorang individu. Menur
ut Mathis dan Jackson dalam Sop
ia
h
(2008) memberikan definisi “
Organizational Commitment is the degree to which
employees believ
e in and accept organizational goals and desire to remain with
the organization”
yaitu komitmen organisasional adalah derajat yang mana
karyawan percaya dan menerima tujuan

tujuan organisasi dan akan tetap tinggal
atau tidak akan meninggalkan organisasi.
Swailes dalam James Boles
et al.
(2007)
memaparkan bahwa komitmen organisasi mencerminkan perasaan positif terhadap
18
organisasi dan nilainya. Pada dasarnya, mengukur komitmen organisasi adalah
penilaian kesesuaian antara nilai

nilai sendiri individu dan ke
yakinan dan
organisasi
Melihat beberapa pengertian mengenai komitmen organisasi dari beberapa
ahli, mempunyai beberapa kesamaan yang dapat disimpulkan bahwa komitmen
organisasi memiliki pengertian sebagai suatu kesetiaan, kepercayaan dan loyalitas
yang di
miliki seseorang terhadap organisasi. Jadi komitmen organisasi ini
menggambarkan hubungan diantara individu dengan organisasi, jika individu
yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi, maka ia akan mempunyai
kesetian, kepercayaan dan loyalitas pada orga
nisasi dimana ia bekerja.
2.3.2 Bentuk Komitmen Organisasi
Darwish A (2000) menyatakan
komitmen
organisasi dapat dibedakan
menjadi 3
yaitu
komitmen afektif, komitmen berkelanjutan, komitmen normatif.
Penjelasan mengenai tiga komitmen dapat dijabarkan se
bagai berikut :
1)
Komitmen afektif
Allen dan Meyer dalam Nelson (2012) mendefinisikan komitmen afektif
sebagai hubungan antara karyawan dan organisasinya yang membuat
karyawan tersebut tidak meninggalkan organisasi karena didasarkan pada
ikatan emosional te
rhadap organisasi.
Penelitian dari
English
et al.
(2009) dengan judul
Moderator effect of
organizational tenure on the relationship between psychological climate
and affective commitment
. Dalam penelitian tersebut, komitmen afektif
19
ditemukan lebih kuat ba
gi karyawan dengan masa kerja lebih lama, selain
keterlibatan atasan sangat penting terhadap komitmen afektif.

Meyer
et
.
al
(2002), komitmen afektif yang tinggi ditemukan berhubungan
dengan
turnorver
karyawan yang rendah, ketidakhadiran rendah dan
kinerja l
ebih baik.
2)
Komitmen berkelanjutan
Mengacu pada komitmen yang didasarkan pada pengakuan karyawan
yang berkaitan dengan biaya meninggalkan organisasi. Dengan demikian
karyawan dengan komitmen berkelanjutan kuat tetap dengan organisasi
karena pengorbanan p
r
ibadi yang tinggi terkait dengan meninggalkan
organisasi
Meyer dan Allen dalam English
et
.
al
(2010) komitmen berkelanjutan
menggambarkan akan kebutuhan individu untuk tetap dengan organisasi
akibat dari pengakuan akan biaya terkait dengan meninggalkan orga
niasi.
English
et
.
al
(2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa dukungan
organisasi berdampak positif dirasakan pada komitmen berkelanjutan.
3)
Komitmen normatif
English
et
.
al
(2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa komitmen
normatif mencerminkan peras

aan seseorang yang berkewajiban untuk
mempertahankan keangotaan organisasi karena dia setia dan akan tetap
dalam organisasi. Jha (2011) mengemukakan bahwa komitmen normatif
adalah kecenderungan alami untuk setia dan berkomitmen kepada lembaga
atau organisa
si layaknya keluarga, perkawinan, negara dan agama. Mereka
20
berkomitmen semata
mata mereka yakin hal tersebut memang benar
dilakukan.
2.3.3 Membangun komitmen organisasi
Dessler dalam Sopiah
(2008) mengemukakan sejumlah cara yang bisa
dilakukan untuk mengem
bangkan komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :
1)
Make it charismatic.
Jadikan visi dan misi organisasi sebagai sesuatu yang
karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan
dalam berperilaku, bersikap dan bertindak.
2)
Build the tradit
ion.
Segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah
sebagai suatu tradisi yang secara terus menerus dipelihara, dijaga oleh
generasi berikutnya.
3)
Have comprehensive grievance proceduresv.
Bila ada keluhan atau
komplain dari pihak luar ataupun dari intern
al organisasi maka organisasi
harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara
menyeluruh.
4)
Provide extensive two
way communications. Jalinlah komunikasi dua arah
di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.
5)
Create a sense of community.

Jadi
kan semua unsur dalam organisasi
sebagai suatu
community
dimana di dalamnya ada nilai kebersamaan, rasa
memiliki, kerjasama dan berbagi.
6)
Build value

based homogeneity. Membangun nilai yang didasarkan
adanya kesamaan.
21
7)
Share and share alike.
Sebaiknya org
anisasi membuat kebijakan di mana
antara karyawan level bawah sampai paling atas tidak terlalu berbeda atau
mencolok dalam kompensasi, penampilan fisik dll.
8)
Emphasize barnraising, cross utilization and teamwork.
Organisasi
sebagai suatu
community
harus bek
erjasama, saling berbagi, saling
memberi manfaat dan memberikan kesempatan yang sama.
9)
Get together.
Adakan acara
acara yang melibatkan semua anggota
organisasi sehingga kebersamaan bisa terjalin.
10)
Support employee development.
Karyawan akan lebih memiliki k
omitmen
terhadap organisasi bila organisasi memperhatikan perkembangan karier
karyawan.
11)
Commit to actualizing.
Setiap karyawan diberi kesempatan yang sama

untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai
kapasitasnya.
12)
Provide first year j
ob challenge.
Karyawan masuk ke organisasi dengan
membawa mimpi dan harapannya, kebutuhannya. Berikan bantuan yang
kongkret bagi karyawan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya
dan mewujudkan impiannya.
13)
Enrich dan empower.
Ciptakan kondisi agar karya
wan bekerja tidak secara
monoton karena rutinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi
karyawan.
22
14)
Promote from within.
Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan
pertama diberikan kepada pihak intern perusahaan sebelum merekrut
karyawan dari luar.
15)
Prov
ide development activities.
Bila organisasi membuat kebijakan untu
merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengans sendirinya
hal tersebut akan memotivas karyawan untuk terus berkembang.
16)
The question of employee security.
Bila karyawan merasa a
man, baik fisik
maupun psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya.
17)
Put it in writing.
Data

data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan,
filosofi, sejarah, strategi dll sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan bukan
sekadar lisan.
18)
Commit to people

first values.
Membangun komitmen karyawan pada
organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara
instan. Oleh karena itu perusahaan harus memberikan perlakuan yang
benar pada masa awal karyawan memasuki organisasi.
19)
Hire ”right kind” m
anagers.
Bila pimpinan ingin menanamkan nilai

nilai, kebiasaan

kebiasaan , aturan

aturan , disiplin dll pada bawahan
sebaiknya pimpinan sendiri memberikan teladan dalam bentuk sikap dan
perilaku sehari

hari .
20)
Walk the talk.
Tindakan jauh lebih efek
tif dari sekedar kata

kata. Bila
pimpinan ingin karyawannya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan
tersebut mulai berbuat sesuatu, tidak sekedar kata

kata.