Bahaya Pelapukan Kayu pada Bangunan Rumah di Pulau Jawa
BahayaPelapukan
PelapukanKayu
Kayu
Bahaya
padaBangunan
BangunanRumah
Rumah
pada
diPulau
PulauJawa
Jawa
di
Trisna Priadi
(E.061040011)
Komisi Pembimbing:
Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS
Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan, MSc
Dr. Ir. Achmad, MS
Dr. Arief Budi Witarto, M.Eng
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
PENDAHULUAN
Populasi: 136,5 juta jiwa (57,5%)
Luas Wilayah: 129.4 38,3 km2
Jumlah rumah: 32,9 juta unit
Kayu tidak awet
mendominasi
kayu konstruksi
Diyakini ancaman
pelapukan tinggi
Peta Bahaya Pelapukan Kayu
(Schefer 1971, Kumi-Woode 1996, Leicester 2001)
di Indonesia belum ada ...!
Di USA 10% produksi kayu tahunan untuk
perbaikan bangunan lapuk oleh jamur
(Lyon 1991).
Di Inggris £3 juta/minggu
untuk perbaikan
bangunan lapuk oleh jamur (Schmidt
2007).
Di daerah tropis agen biodeteriorasi lebih
aktif (Bowyer 2003).
Dampak pelapukan kayu pada
bangunan rumah secara teknis dan
ekonomis di Pulau Jawa ?
Tujuandan
danManfaat
ManfaatPenelitian
Penelitian
Tujuan
Menyusun peta bahaya pelapukan kayu
di Pulau Jawa; mengetahui karakteristik
biologi jamur penyebab pelapukan pada
bangunan rumah serta dampaknya
secara teknis dan ekonomis.
Landasan ilmiah dalam perumusan
kebijakan pemerintah dalam pengendalian
pelapukan pada bangunan perumahan.
Peningkatan efisiensi dan efiktifitas
pemanfaatan kayu di masa datang
METODE
PENELITIAN
1. Analisis Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di
Pulau Jawa
Penentuan indeks pelapukan (Scheffer) berdasarkan data iklim P Jawa
tahun 2002, 2004, 2006 dan 2008.
Keterangan:
T : suhu rata-rata bulanan (oC)
D : jumlah hari dalam satu bulan dengan
curah hujan 0.25 mm
Indeks
Pelapuka Kelas Bahaya
n
Pelapukan
< 35
rendah
35 < 65
sedang
65 - 100
tinggi
> 100
sangat tinggi
2. Survey Pelapukan Bangunan Rumah
di 10 daerah di Pulau Jawa :
Lembang, Malang, Gresik, Subang, Bogor, Serang,Tegal, Yogyakarta,
Semarang, dan Jakarta Utara
Metode: wawancara, observasi, pengukuran volume kayu lapuk dan
penghitungan kerugian.
3. Identifkasi Jenis serta Uji Sifat
Oksidasi dan
Pertumbuhan Jamur Pelapuk Kayu
Bangunan
ISOLASI
jamur dari tubuh buah
(Gunawan et al. 2004)
Pemurnian & Pemeliharaan
isolat jamur pada media PDA
Penumbuhan tubuh buah
pada
media baglog
• 82.5% serbuk sengon atau
pinus,
• 15% dedak,
• 1.5% gips,
• 1% kapur
• air secukupnya (Herliyana
2007)
IDENTIFIKASI
IDENTIFIKASI
jamur
jamur
berdasarkan ciri
ciri
berdasarkan
morfologis
morfologis
(Stamets 2000;
2000; Emberger
Emberger
(Stamets
2006; Hutchings
Hutchings 2010)
2010)
2006;
Identifkasi Molekuler Jamur Pelapuk
Kayu
(Afrida et al. 2008)
Ekstraksi
DNA
Amplifikasi
PCR
Agarose Gel
Electrophoresis
Purifikasi
produk
PCR
DNA
sequencing
Uji Oksidasi Jamur Pelapuk Kayu
(Nishida et al. 1988)
Berdasarkan perubahan warna media
guaiacol yang diinokulasi jamur uji
Uji
Sifat
Pertumbuhan
Jamur
Uji Sifat Pertumbuhan Jamur
PelapukKayu
Kayudalam
dalamVariasi
VariasiSuhu
Suhu
Pelapuk
danpH
pH
dan
G. applanatum
S. commune
Kecepatan
Pertumbuha
n
Suhu:
20 oC, 25 oC , 30
o
C, 35 oC, 40 oC,
45 oC & 50 oC.
pH *:
4.26, 5.02, 5.40,
6.08, 7.09
Pengukuran
Diameter
Miselia
(tiap hari)
Eyela Multi
Thermo Incubator
MTI-202
*) Pengaturan pH media dengan citric acid phosphate bufer, pada suhu 35 oC
4. Analisis Dampak Degradasi Kayu oleh
Jamur Pelapuk
Uji Biodeteriorasi Kayu oleh Jamur S. commune dan G. applanatum
Uji Biodeteriorasi Kayu oleh Jamur S. commune dan G. applanatum
Pengamata
n Struktur
Anatomi
Kayu
Analisis
Kadar
Selulosa &
Lignin
Kayu
Uji
Penurunan
Berat Kayu
Uji Berat
jenis Kayu
Uji
Modulus
Lentur &
Modulus
Patah Kayu
Uji Lapang Pelapukan Kayu Tidak
Uji Lapang Pelapukan Kayu Tidak
Menyentuh Tanah
Menyentuh Tanah
Daerah:
Lembang, Malang, Bogor,
Serang, Tegal, Semarang, &
Jakarta
Analisis Data
Uji korelasi indeks pelapukan dan nilai faktor-faktor
iklim dengan nilai mekanis kayu menggunakan
program SPSS 17.0
Susunan kayu dalam uji lapang
pelapukan kayu (Rapp et al. 2001)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kelas Bahaya Pelapukan Kayu pada Bangunan Rumah di
Pulau Jawa
Pulau Sumatera
LAUT J AWA
104 °50 '
5°00 '
Kepuluan Ka rimun
Jawa di
Kelas Bahaya Pelapukan
Kayu
Kepulauan Seribu
Pulau Jawa
105 °40 '
106 °30 '
107 °20'
108 °10 '
109 °00 '
109 °50 '
110 °40 '
111 °30 '
112 °20 '
113 °10 '
Pulau Sumatera
114 °00 '
#
Cirebon
Blora
Serang
#
Provinsi
BANTEN
#
6°40 '
#
[
%
DKI Tuban
JAKARTA
Serang
Gresik
Indramayu
#
Bogor
##
#
#
#
Subang
#
LAUT J AWA
#
5°50 '
#
Sumedang
Cirebon
#
#
#
#
#
Bandung
#
Kuningan
#
Provinsi
Garut
JAWA BARAT
#
40
[
%
7°30 '
8°20 '
9°10 '
40
80
#
#Kudus
Tegal
#
Pekalongan
#
Salatiga
#
Indramayu
#
Rembang
#
Blora
#
Tuban
Bojonegoro
Sragen
Blora
Pulau Madura
#
#
#
Banyumas
#
Provinsi Surabaya
JAWA TIMUR
#
#
Magelang
Kebumen
Pulau Nusa Kambangan
#
Surakarta
#
Pasuruan
#
#
Cirebon
#
Madiun
#
6
#
Subang
Gresik
#
#
Semarang
Provinsi
JAWA TENGAH
160 Kilometers
Rembang
#
Jepara
#
#
120
5
Pulau Madura
DKI JAKARTA
#Kudus
#
#
0
#
Sumedang
JAWA TIMUR
#
Sala
ti
ga
JAWA TENGAH
Sra gen
# DI YOGYAKARTA # Bandung
#
Tasikmalaya
ya
Jepara
Kepuluan Karimun Jawa
Provinsi
Pek alongan #
#
Sura ba ya Sema rang
#
Provinsi
Bogor
BANTEN
Provinsi
Bojonegoro
Te
gal
Sukabumi
ni nga n
n
E
S
Kepulauan Seribu
dus Rembang
L
5
N
W
#
114 °50 '
#
Probolinggo
7
#Bojo
#
Situbondo
#
Bondowoso
Madiun #
Lumajang
Pasuruan
Situbondo
Malang
#
#
Trenggalek
#
Jember
#
Blitar
Banyumas
Pulau
SAMUDERA
INDONESIA
#
# Probolinggo
Kuningan
Banyuwangi
#
Keterangan :
Bali
#
#
#
Magela ng
Sukabumi
Kediri
Bondowoso
Ponorogo
Bahaya Pelapukan Sangat Tinggi
Sura karta#
#
#
#
Madiun
Bahaya Pelapukan Tinggi
Kebumen
#
#
#
Garut
Malang Luma jang
Bahaya Pelapukan Sedang
Trenggalek
#
Jember
#
Blitar
Pulau
Nus
a Kamba nga
n
Skala 1: 250.000,
Bakosurtanal
P
# # #
Ponorogo
Banyuwangi
#
Ponorogo
Kediri
#
#
#
#
#
#
#
8
Provinsi
JAWA BARAT
104 °50 '
105 °40 '
106 °30 '
107 °20'
108 °10 '
DI YOGYAKARTA
109 °00 '
109 °50 '
110 °40 '
111 °30 '
Peta Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di Pulau Jawa
NE S IA
112 °20 '
9
Tasikmalaya
113 °10 '
114 °00 '
114 °50 '
#
B
Trengg
Pulau
IP
KB
Jumlah Hari Hujan Bulanan di Pulau Jawa
PETA JUMLAH HARI HUJAN PER BULAN DI PULAU JAWA
104 °50 '
105 °40 '
106 °30 '
107 °20 '
108 °10 '
109 °00 '
109 °50 '
110 °40 '
111 °30 '
112 °20 '
113 °10 '
114 °00 '
114 °50 '
°00 '
5
N
Pulau Sumatera
W
E
S
Kepulauan Seribu
LAUT J AWA
°50 '
40
0
40
80
120
160 Kilometers
5
Kepuluan Karimun Jawa
Serang
DKI JAKARTA
Provinsi
BANTEN
°40 '
#
Subang
Indramayu
Jepara
#
Bogor
Sumedang
Bandung
#
#
Kuningan
Sukabumi
#
Cirebon
#
Tegal
#
#
Pekalongan
Tasikmalaya
Salatiga
#
Blora
Semarang
Provinsi
JAWA TENGAH
#
Provinsi
Garut
JAWA BARAT
°30 '
6
#
Kudus Rembang
Tuban
Sragen
Provinsi Surabaya
JAWA TIMUR
#
Banyumas
Magelang
#
Kebumen
Pulau Nusa Kambangan
Surakarta
#
#
Ponorogo
#
#
Probolinggo
Kediri
Trenggalek
SAMUDERA INDONESIA
Keterangan :
Pasuruan
#
DI YOGYAKARTA
7
#
Madiun
#
°20 '
Pulau Madura
Gresik
#
Bojonegoro
#
Blitar
Malang
Lumajang
#
Situbondo
#
Bondowoso
#
Jember
#
Banyuwangi
Pulau
Bali
8
10-13 hari hujan
8-9 hari hujan
°10 '
4-7 hari hujan
104 °50 '
105 °40 '
Sumber Data :
- Peta Rupabumi Indonesia skala 1: 250.000, Bakosurtanal
- Hasil analisis dan survei lapangan
106 °30 '
107 °20 '
108 °10 '
109 °00 '
9
109 °50 '
110 °40 '
111 °30 '
112 °20 '
113 °10 '
114 °00 '
114 °50 '
Suhu di Pulau Jawa
PETA SUHU DI PULAU JAWA
104 °50 '
105 °40 '
106 °30 '
107 °20 '
108 °10 '
109 °00 '
109 °50 '
110 °40 '
111 °30 '
112 °20 '
113 °10 '
114 °00 '
114 °50 '
°00 '
5°0
N
Pulau Sumatera
W
E
S
Kepulauan Seribu
LAUT J AWA
°50 '
40
0
40
80
120
160 Kilometers
5°5
Kepuluan Karimun Jawa
Serang
Provinsi
BANTEN
°40 '
DKI JAKARTA
#
Su bang
Jepara
#
Bogor
Provinsi
JAWA BARAT
Indramayu
Sumedang
Bandung
#
#
Kuningan
Sukabumi
#
Kudus Rembang
#
Tegal
#
#
Pekalongan
Garut
Tasikmalaya
Salatiga
#
Blora
Semarang
Provinsi
JAWA TENGAH
#
°30 '
6°4
#
Cirebon
Tuban
Bojonegoro
Sragen
Provinsi Surabaya
JAWA TIMUR
#
Banyumas
Magelang
#
Kebumen
Pulau Nusa Kambangan
Surakarta
DI YOGYAKARTA
#
#
Keterangan :
#
#
Probolinggo
Kediri
Trenggalek
SAMUDERA INDONESIA
Pasuruan
#
#
7°3
#
Madiun
Ponorogo
°20 '
Pulau Madura
Gresik
#
#
Blitar
Malang
Lumajang
#
Situbondo
#
Bondowoso
#
Jember
#
Banyuwangi
Pulau
Bali
8°2
27-29 oC
25-26 oC
°10 '
20-24 oC
104 °50 '
105 °40 '
Sumber Data :
- Peta Rupabumi Indonesia skala 1: 250.000, Bakosurtanal
- Hasil analisis dan survei lapangan
106 °30 '
107 °20 '
108 °10 '
109 °00 '
9°1
109 °50 '
110 °40 '
111 °30 '
112 °20 '
113 °10 '
114 °00 '
114 °50 '
R u m a h T e rs e ra n g Ja m u r P e la p u k (
2. Intensitas Serangan Jamur Pelapuk pada
Bangunan Rumah
di Pulau Jawa
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Persentase rumah terserang jamur pelapuk di berbagai daerah surve
V o lu m e K e r u s a k a n K a y
(c m 3 /ru m a h )
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0
< 10
10 - 20
21 - 30
> 30
Kelas Umur Rumah (tahun)
Volume kerusakan kayu oleh jamur pelapuk pada
berbagai kelas umur bangunan rumah
Rangka
Plafon; 2,852; Atap; 5,942;
31.49%
15.11%
Lisplang;
Tiang & Dind7,032;
ing; 782;
37.27%
4.15%
Talang;
783;
Pintu &
4.15%
Jendela;
1,291;
6.84%
Lain-lain; 187;
0.99%
Volume (cm3) dan persen kerusakan komponen
bangunan per rumah oleh jamur pelapuk
Pelapukan dipicu oleh pembasahan kayu oleh hujan
Kerusakan
Genting
bergeser
Talang bocor
Masalah Desain dan konstruksi
Pemasanga
n genting
Drainase
Sambungan
atap
komponen
Ujung
komponen
Persentase jenis pelapukan
pada banguan rumah di
Pulau Jawa
Lapuk Coklat;
36.10%
Lapuk Putih;
46.93%
Lapuk Lunak;
16.97%
terpenting dalam pelapukan kayu softwood di US adalah jamur pelapuk coklat (Deacon 200
K e ru g ia n P e r R u m a h
( ru p ia h /t a h u n )
erugian ekonomis per unit rumah akibat pelapukan ka
20,000
18,000
16,000
14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
0
Rata-rata kerugian akibat pelapukan Rp 12.500,-/tahun/ rumah
K e r u g ia n P e r D a e r a h
(m ily a r r u p ia h /ta h u n )
Kerugian ekonomis akibat pelapukan kayu
pada bangunan rumah di sepuluh kota di
Pulau Jawa
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Kerugian di Pulau Jawa = Rp 411.3 milyar/tahun
Kerugian di UK = Rp 208 milyar/tahun (Schmidt 2007).
3. Jenis dan Karakteristik Biologi Jamur Pelapuk
Kayu
Bangunan Rumah
Miselia jamur DE, SC dan PB pada media PDA (potato dextrose agar)
C=clamp connection; S=sekat hifa; .
Hifa jamur pelapuk DE, SC,dan PB (C=clamp connection; S=sekat hif
Hifa septat dan clamp connection merupakan ciri penting
penting Basidiomycete
Basidiomycete
(Watanabe
(Watanabe 2002)
2002)
(a)
(b)
Pertumbuhan miselia jamur PB, SC, dan DE pada
serbuk kayu sengon (a) dan pinus (b)
Tubuh buah jamur DE pada rangka
plafon (a) dan pori-pori pada
permukaan bagian bawah tubuh buah
(b)
(b)
(a)
Tubuh buah jamur SC pada kayu sengon
(a), lamela pada bagian bawah tubuh
buah (b), dan jejak spora (c)
(b)
(a)
(c)
(b)
(a)
(c)
Tubuh buah jamur PB pada kusen pintu (a), penampang irisan
melintang tubuh buah (b), dan pori-pori pada permukaan bagian
bawah tubuh buah (c).
Ciri morfologis tubuh buah jamur DE, SC dan PB
Ciri morfologis tubuh buah jamur DE, SC dan PB
Jamu
r
Ciri Tubuh Buah
DE
Tidak bertangkai, keras, abu-abu-coklat-hitam-putih,
konteks cokelat; himenofor tabung 2 lapis, pori
bulat/bersudut 73.98 m, 55 pori/ mm2
SC
Tidak bertangkai, seperti kipas, putih kelabu, berbulu
(atas), lamela seperti insang, daging tipis-lunak-keras,
spora putih-bulat lonjong
PB
Tidak bertangkai, keras, coklat-hitam-putih, himenofor
tabung 3 lapis, pori bulat/bersudut 91.93 m, 49
pori/mm2
Berdasarkana
Berdasarkana ciri morfologis spesimen jamur yang diuji dan data pembanding
Emberger
Emberger (2006):
•• DE & PB = Ganoderma
Ganoderma applanatum
applanatum
•• SC
= Schizophyllum
Schizophyllum commune
commune
Hasil identifkasi molekuler jamur uji:
Perbandingan ITS sequence ketiga jamur dengan DDBJ database
Jamur DE & PB :
93% identitas Ganoderma lipsiense (nomor akses Genbank:EF060006.1)
(Zhang et al 2000).
G. lipsiense = G. applanatum: family Ganodermataceae, ordo Polyporales,
class Basidiomycetes, phylum Basidiomycota (the BayScience Foundation
2009).
Jamur SC :
99% identitas Schizophyllum commune (nomor akses Genbank:
EF155505.1)
(Zhang et al 2000)
S. commune : family Schizophyllaceae, ordo Agaricales, class
Basidiomycetes, phylum Basidiomycota (UniProt Consortium 2010).
Sifat Oksidasi Jamur Pelapuk Kayu Bangunan
DE
SC
PB
Pewarnaan yang terjadi pada media guaiacol setelah
delapan hari inokulasi jamur DE, SC dan PB.
Jamur
Jamur Schizophyllum
Schizophyllum commune
commune adalah
adalah jamur
jamur pelapuk
pelapuk putih
putih (Ghosh
(Ghosh et
et al.
al. 2005;
2005;
Hirai
Hirai et
et al
al 2008;
2008; Tsujiyama
Tsujiyama &
& Minami
Minami 2005).
2005).
P e rtu m b u h a n D ia m e te r ( c m /h a ri
Sifat Pertumbuhan Jamur Pelapuk
S. commune dan G. applanatum
2.500
2.000
f(x) = 0 x⁵ − 0 x⁴ + 0.02 x³ − 0.79 x² + 12.9 x − 80.36
R² = 1
1.500
1.000
f(x) = − 0 x⁵ + 0 x⁴ − 0.05 x³ + 1.5 x² − 22.53 x + 133.29
R² = 1
.500
.000
20
S. commune
25
30
35
40
45
Suhu (oC)
Pertumbuhan diameter miselia jamur pelapuk S. commune dan G. applanatum pada
berbagai suhu inkubasi (suhu optimum SC 29oC, GA 37oC).
P e rtu m b u h a n D ia m e te r (c m /h
2.500
2.000
1.500
1.000
f(x) = 0.11 x³ − 2.15 x² + 12.5 x − 21.27
R² = 1
f(x) = 0.2 x³ − 3.51 x² + 20.02 x − 35.9
R² = 1
.500
.000
4.000
S. commune
4.500
5.000
5.500
6.000
6.500
pH
Pertumbuhan diameter miselium jamur pelapuk S. commune dan G. applanatum dalam
berbagai pH media PDA (Potato Dextrose Agar) (pH optimum jamur SC 4.9, GA 4.6).
7.000
4. Mekanisme Invasi Jamur Pelapuk dan Dampak
Kerusakannya
pada Kayu
(a)
(b)
(c)
Hifa jamur pelapuk G.applanatum dalam saluran interseluler (a) dan sel jari-jari
(b) kayu pinus serta dalam sel pembuluh (c) kayu sengon (perbesaran 450x).
(a)
(b)
(c)
Hifa jamur pelapuk S.commune dalam saluran interseluler (a) dan sel jari-jari (b)
kayu pinus serta dalam sel pembuluh (c) kayu sengon (perbesaran 450x).
Degradasi bagian torus dari noktah halaman pada dinding sel kayu
pinus setelah 12 minggu pengumpanan terhadap jamur pelapuk G.
applanatum (perbesaran 2000x).
Degradasi bagian torus dari noktah halaman pada dinding sel kayu
pinus setelah 12 minggu pengumpanan terhadap jamur pelapuk
S.commune (perbesaran 2000x).
SC-12
Rongga-rongga yang terbentuk oleh jamur pelapuk
G.applanatum pada kayu sengon (a) dan pinus (b).
100 mµ
(a
100 mµ
(b
Rongga-rongga yang terbentuk oleh jamur pelapuk
S.commune pada kayu sengon (a) dan pinus (b).
100 mµ
(a
100 mµ
(b
rubahan Sifat Kimia Kayu oleh Jamur Pelapuk
Perubahan warna media serbuk kayu setelah diinokulasi dengan jamur pelapuk G.
applanatum (GS) dan S. commune (SS) selama dua minggu (S=kontrol).
Kadar selulosa dan lignin serbuk kayu setelah uji
biodeteriorasi dengan jamur pelapuk G. applanatum (a)
dan S. commune (b).
(a)
(b)
Perubahan Sifat Fisis
dan Mekanis Kayu oleh
Jamur Pelapuk
(a)
(x)
(b)
(y)
Penurunan berat kering kayu
kamper (a), pinus (b), dan
sengon (c) oleh jamur pelapuk
G. applanatum (x) dan
S. commune (y).
(c)
(a)
(a)
(b)
(b)
(c)
(c)
MOE dan MOR kayu kamper (a), pinus (b) dan sengon (c) setelah
pengumpanan terhadap jamur pelapuk G. applanatum dan S. commune
(Penurunan MOE & MOR kayu setelah 12 minggu pengumpanan: Sengon 35% & 46%; kamper
16% & 18%; pinus 22% & 34%).
MOE (Kg/cm2)
120,000
f(x) = − 0.84 x² + 1.41 x + 105996.55
R² = 0.93
100,000
80,000
60,000
f(x) = − 0.78 x² − 24.97 x + 50892.92
R² = 0.97
40,000
20,000
00
0
Kamper
20
40
60
80
100
120
140
160
Indeks Pelapukan
Hubungan modulus lentur (MOE) kayu dalam uji lapang
pelapukan dengan indeks pelapukan daerah
(—= MOE kamper kontrol; —=MOE sengon kontrol).
1,600
1,400
f(x) = − 0 x² − 1.56 x + 1425.88
R² = 0.98
MOR (Kg/cm2)
1,200
1,000
800
600
f(x) = − 0.01 x² − 0.94 x + 670.26
R² = 0.89
400
200
00
0
Kamper
20
40
60
80
100
120
140
160
Indeks Pelapukan
Hubungan modulus patah (MOR) kayu dalam uji lapang
pelapukan dengan indeks pelapukan daerah
(—=MOR kamper kontrol;—=MOR sengon kontrol).
Mekanisme Serangan Jamur Pelapuk pada
Mekanisme Serangan Jamur Pelapuk pada
Kayu Bangunan
Kayu
Bangunan
Prakondisi
INFEKSI
(primer/
sekunder)
jamur pelapuk
pelapukan
kayu
Kayu basah
INFEKSI primer
bakteri/ kapang/
jamur pewarna
PERKECAMBAH
AN
spora→hifa
KOLONISASI
hifamiseliu
m
INVASI hifa & DEGRADASI
kayu
terutama melalui:
• Sel jari-jari
• Sel pembuluh & saluran
interseluler
• Noktah pada dinsing sel
REPRODUKSI
Tubuh
Buah→Spora
Pendukung pelapukan kayu pada bangunan rumah
Iklim
Keragam
an
Keawet
an Kayu
Bahaya
Jamur
Pelapuk
Pelapuk
an Kayu
Posisi &
Kondisi
Kayu
pada
Banguna
n
Teknik &
Manajeme
n
Banguna
n
KESIMPULAN
Berdasarkan peta kelas bahaya pelapukan kayu,
kota/kabupaten di Pulau Jawa pada umumnya tergolong
kelas sangat tinggi (47%) dan tinggi (40%).
Pelapukan kayu bangunan rumah merupakan masalah
yang merugikan masyarakat luas:
Terjadi pada 87% bangunan rumah di berbagai kota/kabupaten.
Terjadi pada berbagai komponen bangunan rumah terutama
pada lisplang dan rangka atap yang dipicu dengan
pembasahan.
Nilai kerugian akibat pelapukan:
Per rumah = Rp 6.000 – Rp 19.000 /tahun
Per kota/kabupaten = Rp 0,4-7 milyar / tahun.
Di Pulau Jawa Rp 401,2 milyar/ tahun.
KESIMPULAN (cont’d)
Pelapukan kayu bangunan menambah beban ekologis
karena meningkatkan konsumsi kayu dari hutan
S. commune dan G. applanatum merupakan jamur pelapuk
bangunan rumah yang tergolong pelapuk putih yang tumbuh
optimum pada kondisi hangat (29 oC dan 37 oC) dan agak
asam (pH 4,9 dan 4,6). Pertumbuhan keduanya tergolong
agak cepat tapi terhambat pada suhu 50 oC dan pH 7
G. applanatum dan S. Commune mangakibatkan pelapukan
simultan dan membahayakan fungsi struktur bangunan
KESIMPULAN (cont’d)
Menginfeksi kayu terutama melalui sel jari-jari, sel
pembuluh dan saluran interseluler.
Masuk ke dalam sel kayu dengan merusak tori pada noktah
dinding sel.
Kerusakan sel-sel kayu menjadikan kayu keropos dan
berongga-rongga.
Selulosa kayu terdegradasi lebih banyak daripada lignin
terutama oleh jamur G. applanatum yang mendegradasi
lebih cepat dibandingkan jamur S. commune.
G. applanatum mengakibatkan lapuk berat pada kayu
sengon (penurunan berat 12,6%), sedangkan S. commune
menimbulkan lapuk sedang (penurunan berat 6,7%).
Penurunan sifat mekanisnya (MOE & MOR) lebih dari 14%.
Jumlah hari hujan bulanan faktor iklim paling
berpengaruh terhadap pelapukan kayu
SARAN
Diperlukan kebijakan pemerintah untuk mendorong penggunaan
kayu yang diawetkan dengan teknik tekanan untuk bangunan
rumah di daerah-daerah bahaya pelapukan tinggi dan sangat tinggi.
Kayu untuk komponen bangunan harus dikeringkan dan dilindungi
dari pembasahan.
Inspeksi berkala dan penanggulangan dini pelapukan diperlukan
untuk mencegah kerugian besar akibat pelapukan
SARAN (cont’d)
Pemerintah perlu meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pengendalian pelapukan
kayu pada bangunan rumah.
Pemerintah perlu mendorong kegiatan dan usaha
pengawetan dan pengeringan kayu serta
memasyarakatkan bahan pengawet kayu yang
sudah terstandarisasi dan murah.
Pemerintah perlu mendorong perusahaan dan
lembaga penelitian untuk mengembangkan
teknologi pengawetan kayu konstruksi yang
murah, efektif dan ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Andi S. 2010. Data Jumlah Rumah Menurut Kualitasnya. Kolaborasi
Statistika, Ilmu Sosial & Teknologi Informasi.
http://andi.stk31.com/data-jumlah-rumah-menurut-kualitasnya.html [7
Juni 2010].
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood
Sci-ence. An Introduction. Ed ke-4. Iowa: Blackwell Publishing
Company.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia 2009. Jakarta: BPS
Deacon J. 2004. The Microbial World: Armillaria mellea and Other Wooddecay Fungi. http://helios.bto.ed.ac.uk/bto/microbes/armill.htm [24
September 2004].
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Sifat dan Kegunaan 120 Jenis
Kayu Perdagangan Indonesia. Jakarta: Dephut.
www.dephut.go.id/informasi/ propinsi/.../jenis_kayu_dagang.html [16
April 2010].
[FPL] Forest Products Laboratory. 2000. Climate Efect on Durability of
Wood. Madison: FPL.
http://www.toolbase.org/Building-Systems/Landscaping/ wood-climateefect [16 April 2010].
DAFTAR PUSTAKA (cont’d)
[FPL] Forest Products Laboratory. 2007. Relative Durability of Untreated
Wood in Above-Ground Applications. TechLine.
www.fpl.fs.fed.us/durability-of-untreated-wood-above-ground.pdf [19 Mei
2010].
Harris SY. 2001. Building Pathology: Deterioration, Diagnostics, and
Interven-tion. New York : John Wiley & Sons, Inc.
Hidayat I. 2010. Benarkah Indonesia Memiliki Keragaman Jenis Jamur Yang
Tinggi? CM & BRC Project LIPI – JICA. Research Center For Biology Cibinong Science Center (CSC). http://www.biologi.lipi.go.id/
bio_indonesia/mTemplate.php?h=3&id_berita=160 [6 April 2010].
Huang Z, Maher K, Amartey S. 2004. Analysing the Chemical Changes in
Wood Brought about by Decay Fungi. http://www.fprc.co.uk/PDF/ICWSE
% 202004-Paper%201.pdf [16 November 2005].
Kumi-Woode, BG. 1996. Natural Decay Resistance of Some Ghanian
Timbers and Wood Decay Hazard Potential for Ghana [thesis].
Canada:Lakehead University.
Leicester RH, Wang CH. 2003. An engineering model for the decay of
timber in ground contact. 34th Annual Conference of the International
Research Group on Wood Preservation.
Dapus
DAFTAR PUSTAKA (cont’d)
Lyon WF. 1991. Wood Rot. Ohio State University Extension Fact Sheet.
http:// ohioline.osu.edu/hyg-fact/3000/3300.html [16 Januari 2010].
Muslich M, Sumarni G. 2008. Standarisasi Mutu Kayu Berdasarkan
Ketahanan-nya terhadap Penggerek di Laut. Di dalam: Prosiding PPI
Standardisasi 2008. Puslitbang BSN.
lib.bsn.go.id/index.php?/mjlh_artikel/majalah/ unduh/116 [16 April
2010].
Nicholas DD, Crawford D. 2003. Concepts in the Development of New
Accele-rated Test Methods for Wood Decay. American Chemical Society.
www. fpl.fs.fed.us/documnts/pdf2003/nicho03a.pdf [24 Mei 2007].
[Puskim] Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. 2009. RISHA
(Ru-mah Instan Sederhana Sehat). Bandung: Puslitbang Permukiman.
http:// puskim.pu.go.id/produk-litbang/teknologi-terapan/risha-rumahinstan-sederhana-sehat [24 April 2010].
Rapp AO, Augusta U, Peek RD. 2001. Facts and ideas of testing wood
above ground. COST E22. Reinbek. Hamburg.
Ridout B. 2004. Timber Decay in Buildings: The Conservation Approach to
Treatment. London: Spon Press.
Dapus
Schefer TC. 1971. A climate index for estimating potential for decay in
wood structure above ground. Forest Products Journal 21(10): 25-31.
DAFTAR PUSTAKA (cont’d)
Schmidt O. 2007. Indoor wood-decay basidiomycetes: damage,
causal fungi, physiology, identifcation and characterization,
prevention and control. Mycol Progress 6:261-279.
Singh J. 2004. Timber Decay. Cathedral Communications.
http://www.building
conservation.com/articles/envmon/envmon.htm [26 Juli 20076].
Vitanen H, Vinha J, Salminen K, Ojanen T, Peuhkuri R, Paajanen L,
Lähdesmäki K. 2010. Moisture and bio-deterioration risk of
building materials and structures. Journal of Building Physics
33:201-224. SAGE Publication.
http://jen.sagepub.com/cgi/content/abstract/33/3/201 [23 Maret
2010].
Watt SD. 1999. Building Pathology, Principles and Practice. Oxford:
Blackwell Science Ltd.
Zhang Z, Schwartz S, Wagner L, Miller W. 2000. A greedy algorithm
for aligning DNA sequences. J Comput Biol 7(1-2):203-214.
Dapus
TERIMA KASIH
Terima kasih
PelapukanKayu
Kayu
Bahaya
padaBangunan
BangunanRumah
Rumah
pada
diPulau
PulauJawa
Jawa
di
Trisna Priadi
(E.061040011)
Komisi Pembimbing:
Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS
Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan, MSc
Dr. Ir. Achmad, MS
Dr. Arief Budi Witarto, M.Eng
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
PENDAHULUAN
Populasi: 136,5 juta jiwa (57,5%)
Luas Wilayah: 129.4 38,3 km2
Jumlah rumah: 32,9 juta unit
Kayu tidak awet
mendominasi
kayu konstruksi
Diyakini ancaman
pelapukan tinggi
Peta Bahaya Pelapukan Kayu
(Schefer 1971, Kumi-Woode 1996, Leicester 2001)
di Indonesia belum ada ...!
Di USA 10% produksi kayu tahunan untuk
perbaikan bangunan lapuk oleh jamur
(Lyon 1991).
Di Inggris £3 juta/minggu
untuk perbaikan
bangunan lapuk oleh jamur (Schmidt
2007).
Di daerah tropis agen biodeteriorasi lebih
aktif (Bowyer 2003).
Dampak pelapukan kayu pada
bangunan rumah secara teknis dan
ekonomis di Pulau Jawa ?
Tujuandan
danManfaat
ManfaatPenelitian
Penelitian
Tujuan
Menyusun peta bahaya pelapukan kayu
di Pulau Jawa; mengetahui karakteristik
biologi jamur penyebab pelapukan pada
bangunan rumah serta dampaknya
secara teknis dan ekonomis.
Landasan ilmiah dalam perumusan
kebijakan pemerintah dalam pengendalian
pelapukan pada bangunan perumahan.
Peningkatan efisiensi dan efiktifitas
pemanfaatan kayu di masa datang
METODE
PENELITIAN
1. Analisis Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di
Pulau Jawa
Penentuan indeks pelapukan (Scheffer) berdasarkan data iklim P Jawa
tahun 2002, 2004, 2006 dan 2008.
Keterangan:
T : suhu rata-rata bulanan (oC)
D : jumlah hari dalam satu bulan dengan
curah hujan 0.25 mm
Indeks
Pelapuka Kelas Bahaya
n
Pelapukan
< 35
rendah
35 < 65
sedang
65 - 100
tinggi
> 100
sangat tinggi
2. Survey Pelapukan Bangunan Rumah
di 10 daerah di Pulau Jawa :
Lembang, Malang, Gresik, Subang, Bogor, Serang,Tegal, Yogyakarta,
Semarang, dan Jakarta Utara
Metode: wawancara, observasi, pengukuran volume kayu lapuk dan
penghitungan kerugian.
3. Identifkasi Jenis serta Uji Sifat
Oksidasi dan
Pertumbuhan Jamur Pelapuk Kayu
Bangunan
ISOLASI
jamur dari tubuh buah
(Gunawan et al. 2004)
Pemurnian & Pemeliharaan
isolat jamur pada media PDA
Penumbuhan tubuh buah
pada
media baglog
• 82.5% serbuk sengon atau
pinus,
• 15% dedak,
• 1.5% gips,
• 1% kapur
• air secukupnya (Herliyana
2007)
IDENTIFIKASI
IDENTIFIKASI
jamur
jamur
berdasarkan ciri
ciri
berdasarkan
morfologis
morfologis
(Stamets 2000;
2000; Emberger
Emberger
(Stamets
2006; Hutchings
Hutchings 2010)
2010)
2006;
Identifkasi Molekuler Jamur Pelapuk
Kayu
(Afrida et al. 2008)
Ekstraksi
DNA
Amplifikasi
PCR
Agarose Gel
Electrophoresis
Purifikasi
produk
PCR
DNA
sequencing
Uji Oksidasi Jamur Pelapuk Kayu
(Nishida et al. 1988)
Berdasarkan perubahan warna media
guaiacol yang diinokulasi jamur uji
Uji
Sifat
Pertumbuhan
Jamur
Uji Sifat Pertumbuhan Jamur
PelapukKayu
Kayudalam
dalamVariasi
VariasiSuhu
Suhu
Pelapuk
danpH
pH
dan
G. applanatum
S. commune
Kecepatan
Pertumbuha
n
Suhu:
20 oC, 25 oC , 30
o
C, 35 oC, 40 oC,
45 oC & 50 oC.
pH *:
4.26, 5.02, 5.40,
6.08, 7.09
Pengukuran
Diameter
Miselia
(tiap hari)
Eyela Multi
Thermo Incubator
MTI-202
*) Pengaturan pH media dengan citric acid phosphate bufer, pada suhu 35 oC
4. Analisis Dampak Degradasi Kayu oleh
Jamur Pelapuk
Uji Biodeteriorasi Kayu oleh Jamur S. commune dan G. applanatum
Uji Biodeteriorasi Kayu oleh Jamur S. commune dan G. applanatum
Pengamata
n Struktur
Anatomi
Kayu
Analisis
Kadar
Selulosa &
Lignin
Kayu
Uji
Penurunan
Berat Kayu
Uji Berat
jenis Kayu
Uji
Modulus
Lentur &
Modulus
Patah Kayu
Uji Lapang Pelapukan Kayu Tidak
Uji Lapang Pelapukan Kayu Tidak
Menyentuh Tanah
Menyentuh Tanah
Daerah:
Lembang, Malang, Bogor,
Serang, Tegal, Semarang, &
Jakarta
Analisis Data
Uji korelasi indeks pelapukan dan nilai faktor-faktor
iklim dengan nilai mekanis kayu menggunakan
program SPSS 17.0
Susunan kayu dalam uji lapang
pelapukan kayu (Rapp et al. 2001)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kelas Bahaya Pelapukan Kayu pada Bangunan Rumah di
Pulau Jawa
Pulau Sumatera
LAUT J AWA
104 °50 '
5°00 '
Kepuluan Ka rimun
Jawa di
Kelas Bahaya Pelapukan
Kayu
Kepulauan Seribu
Pulau Jawa
105 °40 '
106 °30 '
107 °20'
108 °10 '
109 °00 '
109 °50 '
110 °40 '
111 °30 '
112 °20 '
113 °10 '
Pulau Sumatera
114 °00 '
#
Cirebon
Blora
Serang
#
Provinsi
BANTEN
#
6°40 '
#
[
%
DKI Tuban
JAKARTA
Serang
Gresik
Indramayu
#
Bogor
##
#
#
#
Subang
#
LAUT J AWA
#
5°50 '
#
Sumedang
Cirebon
#
#
#
#
#
Bandung
#
Kuningan
#
Provinsi
Garut
JAWA BARAT
#
40
[
%
7°30 '
8°20 '
9°10 '
40
80
#
#Kudus
Tegal
#
Pekalongan
#
Salatiga
#
Indramayu
#
Rembang
#
Blora
#
Tuban
Bojonegoro
Sragen
Blora
Pulau Madura
#
#
#
Banyumas
#
Provinsi Surabaya
JAWA TIMUR
#
#
Magelang
Kebumen
Pulau Nusa Kambangan
#
Surakarta
#
Pasuruan
#
#
Cirebon
#
Madiun
#
6
#
Subang
Gresik
#
#
Semarang
Provinsi
JAWA TENGAH
160 Kilometers
Rembang
#
Jepara
#
#
120
5
Pulau Madura
DKI JAKARTA
#Kudus
#
#
0
#
Sumedang
JAWA TIMUR
#
Sala
ti
ga
JAWA TENGAH
Sra gen
# DI YOGYAKARTA # Bandung
#
Tasikmalaya
ya
Jepara
Kepuluan Karimun Jawa
Provinsi
Pek alongan #
#
Sura ba ya Sema rang
#
Provinsi
Bogor
BANTEN
Provinsi
Bojonegoro
Te
gal
Sukabumi
ni nga n
n
E
S
Kepulauan Seribu
dus Rembang
L
5
N
W
#
114 °50 '
#
Probolinggo
7
#Bojo
#
Situbondo
#
Bondowoso
Madiun #
Lumajang
Pasuruan
Situbondo
Malang
#
#
Trenggalek
#
Jember
#
Blitar
Banyumas
Pulau
SAMUDERA
INDONESIA
#
# Probolinggo
Kuningan
Banyuwangi
#
Keterangan :
Bali
#
#
#
Magela ng
Sukabumi
Kediri
Bondowoso
Ponorogo
Bahaya Pelapukan Sangat Tinggi
Sura karta#
#
#
#
Madiun
Bahaya Pelapukan Tinggi
Kebumen
#
#
#
Garut
Malang Luma jang
Bahaya Pelapukan Sedang
Trenggalek
#
Jember
#
Blitar
Pulau
Nus
a Kamba nga
n
Skala 1: 250.000,
Bakosurtanal
P
# # #
Ponorogo
Banyuwangi
#
Ponorogo
Kediri
#
#
#
#
#
#
#
8
Provinsi
JAWA BARAT
104 °50 '
105 °40 '
106 °30 '
107 °20'
108 °10 '
DI YOGYAKARTA
109 °00 '
109 °50 '
110 °40 '
111 °30 '
Peta Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di Pulau Jawa
NE S IA
112 °20 '
9
Tasikmalaya
113 °10 '
114 °00 '
114 °50 '
#
B
Trengg
Pulau
IP
KB
Jumlah Hari Hujan Bulanan di Pulau Jawa
PETA JUMLAH HARI HUJAN PER BULAN DI PULAU JAWA
104 °50 '
105 °40 '
106 °30 '
107 °20 '
108 °10 '
109 °00 '
109 °50 '
110 °40 '
111 °30 '
112 °20 '
113 °10 '
114 °00 '
114 °50 '
°00 '
5
N
Pulau Sumatera
W
E
S
Kepulauan Seribu
LAUT J AWA
°50 '
40
0
40
80
120
160 Kilometers
5
Kepuluan Karimun Jawa
Serang
DKI JAKARTA
Provinsi
BANTEN
°40 '
#
Subang
Indramayu
Jepara
#
Bogor
Sumedang
Bandung
#
#
Kuningan
Sukabumi
#
Cirebon
#
Tegal
#
#
Pekalongan
Tasikmalaya
Salatiga
#
Blora
Semarang
Provinsi
JAWA TENGAH
#
Provinsi
Garut
JAWA BARAT
°30 '
6
#
Kudus Rembang
Tuban
Sragen
Provinsi Surabaya
JAWA TIMUR
#
Banyumas
Magelang
#
Kebumen
Pulau Nusa Kambangan
Surakarta
#
#
Ponorogo
#
#
Probolinggo
Kediri
Trenggalek
SAMUDERA INDONESIA
Keterangan :
Pasuruan
#
DI YOGYAKARTA
7
#
Madiun
#
°20 '
Pulau Madura
Gresik
#
Bojonegoro
#
Blitar
Malang
Lumajang
#
Situbondo
#
Bondowoso
#
Jember
#
Banyuwangi
Pulau
Bali
8
10-13 hari hujan
8-9 hari hujan
°10 '
4-7 hari hujan
104 °50 '
105 °40 '
Sumber Data :
- Peta Rupabumi Indonesia skala 1: 250.000, Bakosurtanal
- Hasil analisis dan survei lapangan
106 °30 '
107 °20 '
108 °10 '
109 °00 '
9
109 °50 '
110 °40 '
111 °30 '
112 °20 '
113 °10 '
114 °00 '
114 °50 '
Suhu di Pulau Jawa
PETA SUHU DI PULAU JAWA
104 °50 '
105 °40 '
106 °30 '
107 °20 '
108 °10 '
109 °00 '
109 °50 '
110 °40 '
111 °30 '
112 °20 '
113 °10 '
114 °00 '
114 °50 '
°00 '
5°0
N
Pulau Sumatera
W
E
S
Kepulauan Seribu
LAUT J AWA
°50 '
40
0
40
80
120
160 Kilometers
5°5
Kepuluan Karimun Jawa
Serang
Provinsi
BANTEN
°40 '
DKI JAKARTA
#
Su bang
Jepara
#
Bogor
Provinsi
JAWA BARAT
Indramayu
Sumedang
Bandung
#
#
Kuningan
Sukabumi
#
Kudus Rembang
#
Tegal
#
#
Pekalongan
Garut
Tasikmalaya
Salatiga
#
Blora
Semarang
Provinsi
JAWA TENGAH
#
°30 '
6°4
#
Cirebon
Tuban
Bojonegoro
Sragen
Provinsi Surabaya
JAWA TIMUR
#
Banyumas
Magelang
#
Kebumen
Pulau Nusa Kambangan
Surakarta
DI YOGYAKARTA
#
#
Keterangan :
#
#
Probolinggo
Kediri
Trenggalek
SAMUDERA INDONESIA
Pasuruan
#
#
7°3
#
Madiun
Ponorogo
°20 '
Pulau Madura
Gresik
#
#
Blitar
Malang
Lumajang
#
Situbondo
#
Bondowoso
#
Jember
#
Banyuwangi
Pulau
Bali
8°2
27-29 oC
25-26 oC
°10 '
20-24 oC
104 °50 '
105 °40 '
Sumber Data :
- Peta Rupabumi Indonesia skala 1: 250.000, Bakosurtanal
- Hasil analisis dan survei lapangan
106 °30 '
107 °20 '
108 °10 '
109 °00 '
9°1
109 °50 '
110 °40 '
111 °30 '
112 °20 '
113 °10 '
114 °00 '
114 °50 '
R u m a h T e rs e ra n g Ja m u r P e la p u k (
2. Intensitas Serangan Jamur Pelapuk pada
Bangunan Rumah
di Pulau Jawa
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Persentase rumah terserang jamur pelapuk di berbagai daerah surve
V o lu m e K e r u s a k a n K a y
(c m 3 /ru m a h )
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0
< 10
10 - 20
21 - 30
> 30
Kelas Umur Rumah (tahun)
Volume kerusakan kayu oleh jamur pelapuk pada
berbagai kelas umur bangunan rumah
Rangka
Plafon; 2,852; Atap; 5,942;
31.49%
15.11%
Lisplang;
Tiang & Dind7,032;
ing; 782;
37.27%
4.15%
Talang;
783;
Pintu &
4.15%
Jendela;
1,291;
6.84%
Lain-lain; 187;
0.99%
Volume (cm3) dan persen kerusakan komponen
bangunan per rumah oleh jamur pelapuk
Pelapukan dipicu oleh pembasahan kayu oleh hujan
Kerusakan
Genting
bergeser
Talang bocor
Masalah Desain dan konstruksi
Pemasanga
n genting
Drainase
Sambungan
atap
komponen
Ujung
komponen
Persentase jenis pelapukan
pada banguan rumah di
Pulau Jawa
Lapuk Coklat;
36.10%
Lapuk Putih;
46.93%
Lapuk Lunak;
16.97%
terpenting dalam pelapukan kayu softwood di US adalah jamur pelapuk coklat (Deacon 200
K e ru g ia n P e r R u m a h
( ru p ia h /t a h u n )
erugian ekonomis per unit rumah akibat pelapukan ka
20,000
18,000
16,000
14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
0
Rata-rata kerugian akibat pelapukan Rp 12.500,-/tahun/ rumah
K e r u g ia n P e r D a e r a h
(m ily a r r u p ia h /ta h u n )
Kerugian ekonomis akibat pelapukan kayu
pada bangunan rumah di sepuluh kota di
Pulau Jawa
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Kerugian di Pulau Jawa = Rp 411.3 milyar/tahun
Kerugian di UK = Rp 208 milyar/tahun (Schmidt 2007).
3. Jenis dan Karakteristik Biologi Jamur Pelapuk
Kayu
Bangunan Rumah
Miselia jamur DE, SC dan PB pada media PDA (potato dextrose agar)
C=clamp connection; S=sekat hifa; .
Hifa jamur pelapuk DE, SC,dan PB (C=clamp connection; S=sekat hif
Hifa septat dan clamp connection merupakan ciri penting
penting Basidiomycete
Basidiomycete
(Watanabe
(Watanabe 2002)
2002)
(a)
(b)
Pertumbuhan miselia jamur PB, SC, dan DE pada
serbuk kayu sengon (a) dan pinus (b)
Tubuh buah jamur DE pada rangka
plafon (a) dan pori-pori pada
permukaan bagian bawah tubuh buah
(b)
(b)
(a)
Tubuh buah jamur SC pada kayu sengon
(a), lamela pada bagian bawah tubuh
buah (b), dan jejak spora (c)
(b)
(a)
(c)
(b)
(a)
(c)
Tubuh buah jamur PB pada kusen pintu (a), penampang irisan
melintang tubuh buah (b), dan pori-pori pada permukaan bagian
bawah tubuh buah (c).
Ciri morfologis tubuh buah jamur DE, SC dan PB
Ciri morfologis tubuh buah jamur DE, SC dan PB
Jamu
r
Ciri Tubuh Buah
DE
Tidak bertangkai, keras, abu-abu-coklat-hitam-putih,
konteks cokelat; himenofor tabung 2 lapis, pori
bulat/bersudut 73.98 m, 55 pori/ mm2
SC
Tidak bertangkai, seperti kipas, putih kelabu, berbulu
(atas), lamela seperti insang, daging tipis-lunak-keras,
spora putih-bulat lonjong
PB
Tidak bertangkai, keras, coklat-hitam-putih, himenofor
tabung 3 lapis, pori bulat/bersudut 91.93 m, 49
pori/mm2
Berdasarkana
Berdasarkana ciri morfologis spesimen jamur yang diuji dan data pembanding
Emberger
Emberger (2006):
•• DE & PB = Ganoderma
Ganoderma applanatum
applanatum
•• SC
= Schizophyllum
Schizophyllum commune
commune
Hasil identifkasi molekuler jamur uji:
Perbandingan ITS sequence ketiga jamur dengan DDBJ database
Jamur DE & PB :
93% identitas Ganoderma lipsiense (nomor akses Genbank:EF060006.1)
(Zhang et al 2000).
G. lipsiense = G. applanatum: family Ganodermataceae, ordo Polyporales,
class Basidiomycetes, phylum Basidiomycota (the BayScience Foundation
2009).
Jamur SC :
99% identitas Schizophyllum commune (nomor akses Genbank:
EF155505.1)
(Zhang et al 2000)
S. commune : family Schizophyllaceae, ordo Agaricales, class
Basidiomycetes, phylum Basidiomycota (UniProt Consortium 2010).
Sifat Oksidasi Jamur Pelapuk Kayu Bangunan
DE
SC
PB
Pewarnaan yang terjadi pada media guaiacol setelah
delapan hari inokulasi jamur DE, SC dan PB.
Jamur
Jamur Schizophyllum
Schizophyllum commune
commune adalah
adalah jamur
jamur pelapuk
pelapuk putih
putih (Ghosh
(Ghosh et
et al.
al. 2005;
2005;
Hirai
Hirai et
et al
al 2008;
2008; Tsujiyama
Tsujiyama &
& Minami
Minami 2005).
2005).
P e rtu m b u h a n D ia m e te r ( c m /h a ri
Sifat Pertumbuhan Jamur Pelapuk
S. commune dan G. applanatum
2.500
2.000
f(x) = 0 x⁵ − 0 x⁴ + 0.02 x³ − 0.79 x² + 12.9 x − 80.36
R² = 1
1.500
1.000
f(x) = − 0 x⁵ + 0 x⁴ − 0.05 x³ + 1.5 x² − 22.53 x + 133.29
R² = 1
.500
.000
20
S. commune
25
30
35
40
45
Suhu (oC)
Pertumbuhan diameter miselia jamur pelapuk S. commune dan G. applanatum pada
berbagai suhu inkubasi (suhu optimum SC 29oC, GA 37oC).
P e rtu m b u h a n D ia m e te r (c m /h
2.500
2.000
1.500
1.000
f(x) = 0.11 x³ − 2.15 x² + 12.5 x − 21.27
R² = 1
f(x) = 0.2 x³ − 3.51 x² + 20.02 x − 35.9
R² = 1
.500
.000
4.000
S. commune
4.500
5.000
5.500
6.000
6.500
pH
Pertumbuhan diameter miselium jamur pelapuk S. commune dan G. applanatum dalam
berbagai pH media PDA (Potato Dextrose Agar) (pH optimum jamur SC 4.9, GA 4.6).
7.000
4. Mekanisme Invasi Jamur Pelapuk dan Dampak
Kerusakannya
pada Kayu
(a)
(b)
(c)
Hifa jamur pelapuk G.applanatum dalam saluran interseluler (a) dan sel jari-jari
(b) kayu pinus serta dalam sel pembuluh (c) kayu sengon (perbesaran 450x).
(a)
(b)
(c)
Hifa jamur pelapuk S.commune dalam saluran interseluler (a) dan sel jari-jari (b)
kayu pinus serta dalam sel pembuluh (c) kayu sengon (perbesaran 450x).
Degradasi bagian torus dari noktah halaman pada dinding sel kayu
pinus setelah 12 minggu pengumpanan terhadap jamur pelapuk G.
applanatum (perbesaran 2000x).
Degradasi bagian torus dari noktah halaman pada dinding sel kayu
pinus setelah 12 minggu pengumpanan terhadap jamur pelapuk
S.commune (perbesaran 2000x).
SC-12
Rongga-rongga yang terbentuk oleh jamur pelapuk
G.applanatum pada kayu sengon (a) dan pinus (b).
100 mµ
(a
100 mµ
(b
Rongga-rongga yang terbentuk oleh jamur pelapuk
S.commune pada kayu sengon (a) dan pinus (b).
100 mµ
(a
100 mµ
(b
rubahan Sifat Kimia Kayu oleh Jamur Pelapuk
Perubahan warna media serbuk kayu setelah diinokulasi dengan jamur pelapuk G.
applanatum (GS) dan S. commune (SS) selama dua minggu (S=kontrol).
Kadar selulosa dan lignin serbuk kayu setelah uji
biodeteriorasi dengan jamur pelapuk G. applanatum (a)
dan S. commune (b).
(a)
(b)
Perubahan Sifat Fisis
dan Mekanis Kayu oleh
Jamur Pelapuk
(a)
(x)
(b)
(y)
Penurunan berat kering kayu
kamper (a), pinus (b), dan
sengon (c) oleh jamur pelapuk
G. applanatum (x) dan
S. commune (y).
(c)
(a)
(a)
(b)
(b)
(c)
(c)
MOE dan MOR kayu kamper (a), pinus (b) dan sengon (c) setelah
pengumpanan terhadap jamur pelapuk G. applanatum dan S. commune
(Penurunan MOE & MOR kayu setelah 12 minggu pengumpanan: Sengon 35% & 46%; kamper
16% & 18%; pinus 22% & 34%).
MOE (Kg/cm2)
120,000
f(x) = − 0.84 x² + 1.41 x + 105996.55
R² = 0.93
100,000
80,000
60,000
f(x) = − 0.78 x² − 24.97 x + 50892.92
R² = 0.97
40,000
20,000
00
0
Kamper
20
40
60
80
100
120
140
160
Indeks Pelapukan
Hubungan modulus lentur (MOE) kayu dalam uji lapang
pelapukan dengan indeks pelapukan daerah
(—= MOE kamper kontrol; —=MOE sengon kontrol).
1,600
1,400
f(x) = − 0 x² − 1.56 x + 1425.88
R² = 0.98
MOR (Kg/cm2)
1,200
1,000
800
600
f(x) = − 0.01 x² − 0.94 x + 670.26
R² = 0.89
400
200
00
0
Kamper
20
40
60
80
100
120
140
160
Indeks Pelapukan
Hubungan modulus patah (MOR) kayu dalam uji lapang
pelapukan dengan indeks pelapukan daerah
(—=MOR kamper kontrol;—=MOR sengon kontrol).
Mekanisme Serangan Jamur Pelapuk pada
Mekanisme Serangan Jamur Pelapuk pada
Kayu Bangunan
Kayu
Bangunan
Prakondisi
INFEKSI
(primer/
sekunder)
jamur pelapuk
pelapukan
kayu
Kayu basah
INFEKSI primer
bakteri/ kapang/
jamur pewarna
PERKECAMBAH
AN
spora→hifa
KOLONISASI
hifamiseliu
m
INVASI hifa & DEGRADASI
kayu
terutama melalui:
• Sel jari-jari
• Sel pembuluh & saluran
interseluler
• Noktah pada dinsing sel
REPRODUKSI
Tubuh
Buah→Spora
Pendukung pelapukan kayu pada bangunan rumah
Iklim
Keragam
an
Keawet
an Kayu
Bahaya
Jamur
Pelapuk
Pelapuk
an Kayu
Posisi &
Kondisi
Kayu
pada
Banguna
n
Teknik &
Manajeme
n
Banguna
n
KESIMPULAN
Berdasarkan peta kelas bahaya pelapukan kayu,
kota/kabupaten di Pulau Jawa pada umumnya tergolong
kelas sangat tinggi (47%) dan tinggi (40%).
Pelapukan kayu bangunan rumah merupakan masalah
yang merugikan masyarakat luas:
Terjadi pada 87% bangunan rumah di berbagai kota/kabupaten.
Terjadi pada berbagai komponen bangunan rumah terutama
pada lisplang dan rangka atap yang dipicu dengan
pembasahan.
Nilai kerugian akibat pelapukan:
Per rumah = Rp 6.000 – Rp 19.000 /tahun
Per kota/kabupaten = Rp 0,4-7 milyar / tahun.
Di Pulau Jawa Rp 401,2 milyar/ tahun.
KESIMPULAN (cont’d)
Pelapukan kayu bangunan menambah beban ekologis
karena meningkatkan konsumsi kayu dari hutan
S. commune dan G. applanatum merupakan jamur pelapuk
bangunan rumah yang tergolong pelapuk putih yang tumbuh
optimum pada kondisi hangat (29 oC dan 37 oC) dan agak
asam (pH 4,9 dan 4,6). Pertumbuhan keduanya tergolong
agak cepat tapi terhambat pada suhu 50 oC dan pH 7
G. applanatum dan S. Commune mangakibatkan pelapukan
simultan dan membahayakan fungsi struktur bangunan
KESIMPULAN (cont’d)
Menginfeksi kayu terutama melalui sel jari-jari, sel
pembuluh dan saluran interseluler.
Masuk ke dalam sel kayu dengan merusak tori pada noktah
dinding sel.
Kerusakan sel-sel kayu menjadikan kayu keropos dan
berongga-rongga.
Selulosa kayu terdegradasi lebih banyak daripada lignin
terutama oleh jamur G. applanatum yang mendegradasi
lebih cepat dibandingkan jamur S. commune.
G. applanatum mengakibatkan lapuk berat pada kayu
sengon (penurunan berat 12,6%), sedangkan S. commune
menimbulkan lapuk sedang (penurunan berat 6,7%).
Penurunan sifat mekanisnya (MOE & MOR) lebih dari 14%.
Jumlah hari hujan bulanan faktor iklim paling
berpengaruh terhadap pelapukan kayu
SARAN
Diperlukan kebijakan pemerintah untuk mendorong penggunaan
kayu yang diawetkan dengan teknik tekanan untuk bangunan
rumah di daerah-daerah bahaya pelapukan tinggi dan sangat tinggi.
Kayu untuk komponen bangunan harus dikeringkan dan dilindungi
dari pembasahan.
Inspeksi berkala dan penanggulangan dini pelapukan diperlukan
untuk mencegah kerugian besar akibat pelapukan
SARAN (cont’d)
Pemerintah perlu meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pengendalian pelapukan
kayu pada bangunan rumah.
Pemerintah perlu mendorong kegiatan dan usaha
pengawetan dan pengeringan kayu serta
memasyarakatkan bahan pengawet kayu yang
sudah terstandarisasi dan murah.
Pemerintah perlu mendorong perusahaan dan
lembaga penelitian untuk mengembangkan
teknologi pengawetan kayu konstruksi yang
murah, efektif dan ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Andi S. 2010. Data Jumlah Rumah Menurut Kualitasnya. Kolaborasi
Statistika, Ilmu Sosial & Teknologi Informasi.
http://andi.stk31.com/data-jumlah-rumah-menurut-kualitasnya.html [7
Juni 2010].
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood
Sci-ence. An Introduction. Ed ke-4. Iowa: Blackwell Publishing
Company.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia 2009. Jakarta: BPS
Deacon J. 2004. The Microbial World: Armillaria mellea and Other Wooddecay Fungi. http://helios.bto.ed.ac.uk/bto/microbes/armill.htm [24
September 2004].
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Sifat dan Kegunaan 120 Jenis
Kayu Perdagangan Indonesia. Jakarta: Dephut.
www.dephut.go.id/informasi/ propinsi/.../jenis_kayu_dagang.html [16
April 2010].
[FPL] Forest Products Laboratory. 2000. Climate Efect on Durability of
Wood. Madison: FPL.
http://www.toolbase.org/Building-Systems/Landscaping/ wood-climateefect [16 April 2010].
DAFTAR PUSTAKA (cont’d)
[FPL] Forest Products Laboratory. 2007. Relative Durability of Untreated
Wood in Above-Ground Applications. TechLine.
www.fpl.fs.fed.us/durability-of-untreated-wood-above-ground.pdf [19 Mei
2010].
Harris SY. 2001. Building Pathology: Deterioration, Diagnostics, and
Interven-tion. New York : John Wiley & Sons, Inc.
Hidayat I. 2010. Benarkah Indonesia Memiliki Keragaman Jenis Jamur Yang
Tinggi? CM & BRC Project LIPI – JICA. Research Center For Biology Cibinong Science Center (CSC). http://www.biologi.lipi.go.id/
bio_indonesia/mTemplate.php?h=3&id_berita=160 [6 April 2010].
Huang Z, Maher K, Amartey S. 2004. Analysing the Chemical Changes in
Wood Brought about by Decay Fungi. http://www.fprc.co.uk/PDF/ICWSE
% 202004-Paper%201.pdf [16 November 2005].
Kumi-Woode, BG. 1996. Natural Decay Resistance of Some Ghanian
Timbers and Wood Decay Hazard Potential for Ghana [thesis].
Canada:Lakehead University.
Leicester RH, Wang CH. 2003. An engineering model for the decay of
timber in ground contact. 34th Annual Conference of the International
Research Group on Wood Preservation.
Dapus
DAFTAR PUSTAKA (cont’d)
Lyon WF. 1991. Wood Rot. Ohio State University Extension Fact Sheet.
http:// ohioline.osu.edu/hyg-fact/3000/3300.html [16 Januari 2010].
Muslich M, Sumarni G. 2008. Standarisasi Mutu Kayu Berdasarkan
Ketahanan-nya terhadap Penggerek di Laut. Di dalam: Prosiding PPI
Standardisasi 2008. Puslitbang BSN.
lib.bsn.go.id/index.php?/mjlh_artikel/majalah/ unduh/116 [16 April
2010].
Nicholas DD, Crawford D. 2003. Concepts in the Development of New
Accele-rated Test Methods for Wood Decay. American Chemical Society.
www. fpl.fs.fed.us/documnts/pdf2003/nicho03a.pdf [24 Mei 2007].
[Puskim] Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. 2009. RISHA
(Ru-mah Instan Sederhana Sehat). Bandung: Puslitbang Permukiman.
http:// puskim.pu.go.id/produk-litbang/teknologi-terapan/risha-rumahinstan-sederhana-sehat [24 April 2010].
Rapp AO, Augusta U, Peek RD. 2001. Facts and ideas of testing wood
above ground. COST E22. Reinbek. Hamburg.
Ridout B. 2004. Timber Decay in Buildings: The Conservation Approach to
Treatment. London: Spon Press.
Dapus
Schefer TC. 1971. A climate index for estimating potential for decay in
wood structure above ground. Forest Products Journal 21(10): 25-31.
DAFTAR PUSTAKA (cont’d)
Schmidt O. 2007. Indoor wood-decay basidiomycetes: damage,
causal fungi, physiology, identifcation and characterization,
prevention and control. Mycol Progress 6:261-279.
Singh J. 2004. Timber Decay. Cathedral Communications.
http://www.building
conservation.com/articles/envmon/envmon.htm [26 Juli 20076].
Vitanen H, Vinha J, Salminen K, Ojanen T, Peuhkuri R, Paajanen L,
Lähdesmäki K. 2010. Moisture and bio-deterioration risk of
building materials and structures. Journal of Building Physics
33:201-224. SAGE Publication.
http://jen.sagepub.com/cgi/content/abstract/33/3/201 [23 Maret
2010].
Watt SD. 1999. Building Pathology, Principles and Practice. Oxford:
Blackwell Science Ltd.
Zhang Z, Schwartz S, Wagner L, Miller W. 2000. A greedy algorithm
for aligning DNA sequences. J Comput Biol 7(1-2):203-214.
Dapus
TERIMA KASIH
Terima kasih