BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Kerja Gotong royong Masyarakat Petani Padi di Indonesia - Memudarnya Sitem Kerja Bearian Pada Petani Padi Etnis Banjar(Di Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Kerja Gotong royong Masyarakat Petani Padi di Indonesia

  Gotong royong adalah kegiatan/Sistem Kerja yang dilakukan secara bersama

  • sama dalam mengerjakan atau membuat sesuatu. Begitu pula yang dimaksud kegotongroyongan merupakan cara kerja yang rasional dan efisien akan dibina tanpa meninggalkan suasana tertentu. Pola seperti ini merupakan bentuk nyata dari solidaritas mekanik yang terdapat dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat petani padi di indonesia, sehingga setiap warga yang terlibat di dalamnya memiliki hak untuk dibantu dan berkewajiban untuk membantu, dengan kata lain di dalamnya terdapat azas timbal balik.

  Masyarakat petani padi di Indonesia memiliki berbagai macam Sistem Kerja, namun dalam satu kesatuan pada umumnya masyarakat petani padi di Indonesia menerapkan Sistem Kerja gotong royong yang diiringi dengan rasa solidaritas. Karena, dengan demikian sesama petani lebih terjalin rasa kekerabatannya se profesi. Gotong royong sebenarnya merupakan penggambaran adanya perilaku masyarakat pertanian di wilayah pedesaan yang bekerja untuk pihak lain. Pada umumnya tindakan ini dilakukan tanpa mengharapkan adanya menerima upah. Gotong royong juga merupakan suatu Sistem Kerja yang sudah mengakar, meliputi aspek-aspek dominan lain dalam berbagai kehidupan sosial.

  Dalam (Roucek dan Warren (1963:78 ) ) gotong royong berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama dan merupakan suatu proses yang paling dasar. Kerjasama merupakan sutau bentuk proses sosial dimana didalamnya terdapat aktifitas tertentu yang duitujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami terhadap aktifitas masing-masing. Kerjasama atau belajar bersama adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat. Ruang kelas suatu tempat yang sangat baik untuk membangun kemampuan kelompok (tim), yang di butuhkan dalam suatu proses pengerjaan.

  Menurut Soejono Soekamto (1987: 278) dalam Anjawaningsih (2006) menerangkan bahwa kerjasama merupakan ”Suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu orang. Kerjasama bisa bermacam-macam bentuknya, namun semua kegiatan yang dilakukan diarahkan guna mewujudkan tujuan bersama.” Sesuai dengan kegiatannya, maka kegiatan yang terwujud ditentukan oleh suatu pola yang disepakati secara besama-sama. Misalnya kerjasama di bidang sektor pertanian, kerjasama ini tentunya dilakukan oleh orang-orang yang berada dilingkungan sektor pertanian yang sama-sama memiliki tujuan yang sama.

2.2 Sistem Pengerjaan Lahan dengan Gotong royong

  Beberapa istilah pengerjaan lahan dengan gotong royong di beberapa wilayah di Indonesia seperti,

  1. Daerah kabupaten Sambas, terdapat Sistem Kerja yang di sebut Balale yang berbasis gotong royong dalam pengerjaan lahan sawah pada petani padi.

  Pada Di Sistem Kerja ini biasanya masyarakat terutama kaum perempuannya mengajak yang memiliki sawah padi mengajak beberapa orang wanita yang juga petani untuk ikut menanam padi, atau membersihkan lahan atau pula menuai padi. Ajakan tersebut disanggupi oleh petani lainnya tanpa bayaran materi. Namun imbalannya adalah mengerjakan atau ikut dalam kegiatan menanam padi, membersihkan lahan, maupun menuai pada sawah petani yang sudah diajak ikut belale tersebut. Sistem Kerja Belale' ini biasanya dilakukan pada waktu akan menanam padi, saat padi sudah tumbuh yang diikuti dengan membersihkan lahan dari rumput liar dalam bahasa Sambasnya disebut ''Merumput'' atau menuai padi yang dalam bahasa sambasnya disebut ''Beranyi''. Waktu pelaksanaannya biasanya lebih sering dilakukan pada siang hingga sore hari yaitu untuk jarak sawahnya jauh dari rumah biasanya dimulai dari jam 1 hingga 4 sore, tetapi jikalau lokasi sawahnya dekat dengan tempat tinggal biasanya dimulai setengah dua hingga pukul setengah 5 atau pukul lima.

  Sistem Kerja belale ini dilakukan meskipun cuaca panas atau hujan, kecuali jika cuaca sangat ekstrim seperti petir, maka petani akan istrirahat sebentar. Namun apa bila cuaca kembali normal, aktivitas belale kembali dilakukan. Tidak ada rasa lelah maupun keluhan karena aktivitas tersebut dilakukan berdasarkan rasa kebersamaan. Biasanya pelaksanaan Sistem Kerja belale berdasarkan urutan, jika hari Senin adalah giliran A, maka berikutnya bisa giliran B atau C sesuai kesepakatan bersama. Sistem Kerja belale ini bisa dilakukan oleh dua orang atau lebih. Tapi biasanya jumlahnya tidak melebihi dari 10 orang. di dalam web peci

  2. Mandailing adalah salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara. Sistem Kerja Marsialapari merupakan salah satu Sistem Kerja yang ada di masyarakat Mandailing. Marsialapari oleh masyarakat Mandailing dikenal sebagai suatu kegiatan tolong menolong dan gotong royong. Dimana pada saat itu masyarakat Mandailing secara sukarela dengan rasa gembira saling tolong menolong/ membantu saudara mereka yang membutuhkan bantuan, yang biasanya dilakukan di sawah. prosesi marsialapari dimulai dengan marsuaneme (menanam padi), Pada saat marsuaneme (menanam padi), dibantu oleh enam hingga sepuluh orang yang berasal dari teman atau sanak saudara, baik yang muda ataupun yang tua untuk marsialapari ke sawah. Dalam satu hari bisa selesai marsuaneme (menanam padi), hal ini dikarenakan adanya sistem gotong royong (marsialapari).

  Meskipun marsialapari merupakan kerja sukarela tetapi ada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki mendapat bagian pekerjaan yang tergolong lebih berat dari perempuan. Pekerjaan laki-laki berkaitan dengan perbaikan atau penyiapan saluran air, tanggul atau jalan.

  Sementara perempuan cenderung mengerjakan bagian-bagian yang berkaitan dengan penanaman dan pemanenan, puncaknya dari kegiatan marsialapariadalahmanyabi(panen).

  3. Paser, merupakan nama salah satu kabupaten yang terdapat di wilayah Kalimantan timur, masyarakat petani padi di paser memiliki Sistem Kerja khas untuk pengerjaan lahan sawah dengan sistem gotong royong dimulai dengan kegiatan menebas ini dilakukan secara bersama – sama atau gotong royong dengan bahasa paser di sebutkan kegiatan nyempolo, jumlah masyarakat yang melakukan nyempolo berkisar 10 sampai 20 orang sehingga pekerjaan terasa ringan, sebelum membakar lahan sawah biasanya di lakukan penebasan semak belukar kegiatan seperti ini dalam bahasa orang paser berarti mombas atau menebas belantara semak belukar dengan tujuan untuk mematikan tumbuh tumbuhan yang tumbuh pada area perladangan, mulai tumbuhan yang kecil sampai yang besar untuk di musnahkan yang kemudian akan di bakar jika waktu yang di tentukan sudah memadai.

  Perempuan maupun laki – laki bergegas mombas ataupun menebas hingga petang menyingsing. Kemudian, terkadang di bantu para anak laki- laki, dan para ibu sambil menunggu lahan siap di Tanami padi, Ketika semua kegiatan telah selesai di lakukan, sebelum menanam padi atau Nias maka pemilik lahan dan istri harus mempersiapkan kembali gotong royong menanam padi ladang dengan mengundang para tetangga ladang dan kerabat yang kemudian di tentukan harinya, dan pemeo ( pondok kecil yang terdapat di tengah ladang ) harus sudah tersedia sebagai tempat istirahat, gotong royong menanam padi dilakukan baik laki – laki maupun perempuan secara bersamaan, dan biasanya laki – laki sebagai nasok ( orang yang mebuat lubang tanam pada tanaman padi ) dan kaum perempuan yang memasukan bibit padi ke lubang tanam secara bersama – sama, terkadang untuk memberikan semangat dalam menanam padi di lakukan sambil berantun dengan melempar pantun sesama gotong royong dan gotong royong ini dalam Sistem Kerja paser dinamakan Nyempolo.

  Ketika musim panen datang maka rekan tetangga dan kerabat beramai

  • – ramai memanen padi dengan perlengkapan seperti Tas anjat melingkar/ solong , alat pemotong padi/ Gerapan ( yang terbuat dari kayu dan silet ), dan para ibu mengunakan tudung, tudung merupakan alat penutup kepala dengan mengunakan kain sarung dengan teknik pelipatan tertentu, hasil panen yang dilakukan secara gotong royong ketika selesai di lakukan maka para kerabat melakukan pembagian dengan hasil bagi 3 : 1, dengan maksud bahwa dalam 3 kaleng, maka 2 kaleng untuk pemilik lahan dan satu kaleng untuk kerabat yang membantu proses panen tersebut. Dalam ( M.yusuf 2000)

  Koentjaraningrat (1984 : 7) mengemukakan bahwa kegiatan gotong- royong di pedesaan sebagai salah satu cara untuk meringankan suatu pekerjaan, khususnya pada masyarakat petani padi di pedesaan. Hal tersebut menjadi ciri khas masyarakat petani padi di berbagai daerah di indonesia yang menggunakan Sistem Kerja gotong royong sebagai sistem dalam pengerjaan lahan sawah.

2.3 Modernisasi di Sektor Pertanian

  Modernisasi di bidang pertanian di Indonesia di tandai dengan perubahan yang mendasar pada pola-pola pertanian, dari cara-cara Sistem Kerjaonal menjadi cara-cara yang lebih maju. Perubahan-perubahan tersebut meliputi beberapa hal, antara lain dalam Sistem Kerja petani, pengelolahan tanah, penggunaan bibit unggul, pengunaan sarana-sarana produksi pertanian, dan penggunaan alat teknologi serta pengaturan waktu panen.

  Menurut Sediono Tjondronegoro (1989), dan juga Margo Lyon (1970), fenomena modernisasi pertanian ini bisa dilihat dari indikator – indikator yang menyertainnya, yakni : Penggunaan tenaga dalam produksi padi, Usaha mengurangi biaya, sistem pengupahan buruh, Sistem panen yang dipakai yaitu dengan derep atau upah tebas, Adanya transaksi – transaksi yang di ukur dngan uang, Kesadaran akan nilai dan kepentingan akan uang, kecakapan menggunakan uang dan kebutuhan akan uang tunai.

  Di sektor pertanian gejala modernisasi pada penggunaan teknologi baru di dalam kegiatan produksi pertanian. Penggunaan teknologi itu kemudian mengubah cara produksi, tehnik produksi dan hubungan-hubungan sosial di pedesaan. Pengenalan terhadap pola yang baru dilakukan dengan pembenahan terhadap kelembagaan-kelembagaan yang berkaitan dengan pertanian. Selanjutnya ditetapkan pola pengembangan dalam bentuk, usaha ekstensifikasi, intensifikasi dan diversifikasi. Selain itu, perubahan - perubahan sosial petani akibat dari modernisasi adalah dengan diperkenalkannya mesin-mesin, seperti mesin penuai dan traktor tangan telah menghilangkan/nyaris menggeser tadisi yang ada pada petani padi & mata pencaharian penduduk yang selama ini mendapatkan upah dari menuai. Kemudian, pemakaian traktor tangan telah menggantikan tenaga kerbau, sehingga sebagaian besar petani tidak lagi berternak kerbau.

  Hasil penelitian Scott (Di terjemahkan oleh Hassan Bahari, 2000: 202). tentang petani, diuraikan dengan cermat bagaimana penggunaan alat teknologi itu telah merubah hubungan sosial. Karena penggunaan mesin pemanen dan perontok padi, kemudian pemilik tanah memutuskan hubungan dengan pekerja. Putusnya hubungan antara pemilik tanah dan para pekerja dan tersisihnya Sistem Kerja gotong royong membuat perbedaan antara kelas kaya dan miskin semakin nyata. Mesin juga telah merubah orientasi para tuan tanah, dari anggapan usaha sebagai salah satu fungsi sosial menjadi kerja sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan.

  Penelitian Scott (Scott, 2000: 202). menunjukan bahwa penggunaan teknologi pertanian mempunyai dampak terhadap perubahan struktur masyarakat, dan akhirnya berpengaruh terhadap pola-pola institusional masyarakat. Kondisi ini akan memperluas struktur kemiskinan. Sedangkan tujuan dari pembangunan pertanian itu sendiri pada dasarnya adalah untuk memperkecil struktur kemiskinan. “Di dalam web Triyadi Rikky”

2.4 Pergeseran Tenaga Manusia pada Tenaga Mesin di Sektor Pertanian

  Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin- mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian. A.T Mosher (Mubyarto, 1989;235) menganggap teknologi yang senantiasa berubah itu sebagai syarat mutlak adanya pembangunan pertanian. Dalam kegiatan bercocok tanam tentu banyak menggunakan alat – alat untuk mengolah tanah ataupun hasil pertanian. Alat – alat untuk bercocok tanam tersebut sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu dan dari masa ke masa tentunya banyak mengalami berbagai macam perkembangan.

  Dalam proses pengolahan lahan mulanya menggunakan cangkul yang digerakkan oleh tenaga manusia selain itu tenaga manusia juga dipergunakan untuk menebas rumput dengan menggunakan parang/sabit dengan sistem upah maupun sistem gotong royong, akan tetapi seiring perkembangan zaman kurang efektif, karena dengan menggunakan tenaga manuia yang dikeluarkan tidak sebanding dengan luas tanah yang akan diolah. karena dalam hal ini manusia mempunyai peranan yang dominan didalam menggerakan alat dimaksud, sehingga produktifitas kinerja tegantung kepada kekuatan atau tenaga manusia itu sendiri, selain itu juga membutuhkan waktu yang cukup lama jika lahan yang akan ditanami cukup luas.

  Menggunakan bajak sawah yang ditarik oleh hewan, seperti kerbau, sapi ataupun kuda . Secara fisik kondisi tanah hasil pekerjaan bajak dengan kerbau (angleran) teksturnya lebih halus, hal itu dikarenakan pijakan terhadap tanah lebih intensif, serta kaya akan pupuk organik yang berasal dari kotoran kerbau. Dengan menggunakan bajak, para petani dapat mempersingkat waktu dalam mengolah tanah agar secepatnya bisa segera ditanami.

  Menggunakan mesin/alat teknologi yang digerakkan dengan tenaga non- manusia guna untuk pengerjaan pengolahan lahan sawah (Goldthorpe, 1992: 5).

  Dalam proses ini terjadi pergeseran tenaga manusia dan hewan dari produksi primer (pekerjaan yang membutuhkan tenaga manusia) ke produksi sekunder atau yang menggunakan mesin.

  Seiring berkembangnya teknologi pada sektor petanian serta adanya pemikiran kearah peningkatan produksi secara cepat dan berklanjutan, berdampak kepada perubahan alat pengolah lahan atau tanah, penggunaan bajak dengan tenaga kerbau sudah mulai ditinggalkan dan beralih menggunakan jasa traktor yaitu alat yang menggunakan tenaga mesin sebagai penggeraknya, dengan bentuk yang di rancang menyerupai kendaraan bermotor serta mengunakan bahan bakar, alat ini disebut dengan traktor. Penggunaan alat pengolahan lahan yang menggunakan kekuatan tenaga mesin ( traktor ) dipandang lebih produktif serta efisien, karena dalam penggunaannya manusia yang mengendalikan alat tersebut. Sehingga tanah akan lebih cepat diolah dan ditanami.

2.5 Pergeseran Nilai – nilai Sistem Kerja Lokal Pada Pedesaan

  Petani di Indonesia saat ini mengalami pergeseran nilai – nilai lokal dengan seiring majunya teknologi atau alat – alat yang mereka pergunakan pada sektor pertanian saat ini, sistem pertanian yang mereka pakai, topogrfi atau kondisi – kondisi fisik-geografik lainnya. Dengan mekanisasi pertanian yang modern dan berwawasan agribisnis dikembangkan dan dibangun dari pertanian Sistem Kerjaonil melalui proses modernisasi.

  Adanya modernisasi mekanisasi/tekhnologi pertanian di satu sisi mengakibatkan naiknya tingkat rasionalitas, sementara pada sisi lain mengakibatkan lunturnya nilai-nilai kepercayaan (nilai agama), nilai gotong royong (solidaritas) dan nilai seni mengalami komersialisasi. Nilai yang sangat dominan mengalami pergeseran adalah naiknya tingkat rasinolitas, orientasi finansial sebagai dampak kebijaksanaan pembangunan yang lebih memprioritaskan pembangunan ekonomi yang diikuti oleh pesatnya penerapan ilmu dan teknologi. Sehinga pergeseran nilai dan peran sosial budaya terjadi, karena modernisasi menurut Schoorl (1991) tidak sama persis dengan pembangunan.

  Adapun nilai Sistem Kerja Lokal yang mulai tergeser adalah :

  1. Nilai Kebersamaan Pudarnya nilai kebersamaan yang terjadi pada petani padi, tentunya tidak terjadi begitu saja, namun telah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian masyarakat petani mulai berubah, sehingga meninggalkan kebiasaan-kebiasan Sistem Kerja dahulu (Sistem Kerjaonal) menjadi modern. Dan mengakibatkan mulai luntur kebersamaan antar petani sehingga terjadinya pudarnya solidaritas petani padi dan menjadi petani yang individual. Selain itu adanya sistem tolong menolong, yaitu dalam tambahan tenaga bantuan dalam pekerjaan pertanian tidak disewa tetapi tolong menolong secara bergantian serta pudarnya nilai kebersamaan dalam Penyelesaian masalah menggunakan musyawarah dimana masyarakat berkumpul untuk membahas masalah yang terjadi saat itu di desa.

  Hal ini terjadi karena perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat desa. Dimana Mordenisasi yang terjadi di dalam masyarakat desa mengubah hubungan sosial dan gaya hidup pedesaan berubah dan menyesuaikan diri dengan hubungan dan gaya hidup modern, sesuai dengan kemampuan dan akses yang dimiliki. Dalam Pengaruh aspek ekonomis saat ini sangatlah kuat, dan besarnya pengaruh peranan sistem kapitalisme modern. Dengan semaikin besarnya peranan sistem modern dan ditunjang oleh sains-teknologi dan mekanisme yang menjadi inti dari proses globalisasi, membuat aspek ekonomis menjadi kekuatan yang sangat besar pengaruhnya dalam proses perubahan di desa.

  2. Nilai Agama (kepercayaan), Nilai kepercayaan selalu mendominasi dalam setiap langkah para petani sangat berperan penting dalam menjalankan kehidupan dengan tata cara dari kepercayaan yang diyakini, Kenyataan ini dapat dibuktikan dengan adanya kebiasan para petani yang mencari dan menentukan hari dan bulan baik untuk bercacok tanam dan memanen hasil pertaniannya. Sebelum pelaksanaan panen padi misalnya, di sekeliling sawah/ladang selalu didahului dengan acara do’a dan selamatan bersama agar hasil panenya meningkat dan mendapatkan perlindungan dan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Eksistensi nilai agama (kepercayaan) tersebut, setelah hadir dan diterapkanya teknologi telah bergeser dan bahkan ada yang telah hilang sama sekali diganti oleh nilai-nilai yang bersifat rasional. Hal ini menunjukan bahwa cara dan tingkat rasionalitas berfikir mereka semakin meningkat dan bertambah maju, sementara nilai-nilai agama (kepercayaan) makin luntur dan memudar.

  Agama muncul karena manusia hidup di dalam masyarakat dan dengan demikian mengembangkan kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu sebagai akibat dari kehidupan kolektif mereka. Agama ada karena agama dapat memenuhi fungsi-fungsi sosial tertentu yang penting dan tidak dapat dipenuhi tanpa agama.

  Peranan utama agama adalah sebagai integrator kemasyarakatan. Agama mengikat orang-orang menjadi satu dengan mempersatukan mereka dengan sekitar seperangkat kepercayaan, nilai, dan ritual bersama. Dengan demikian agama membantu memelihara masyarakat atau kelompok sebagai suatu komunitas moral.

  (Sanderson, 2011:553).

  Agama menurut Durkheim (dalam Kamanto, 2004:67) adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan-kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci, dan bahwa kepercayaan dan praktik tersebut mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam suatu komunitas moral yang dinamakan umat. Semua benda yang ada di dunia ini baik benda yang nyata maupun yang berwujud ideal memiliki pembagian, dan hal ini dibagi menjadi dua kelompok yang bertentangan, yaitu hal yang bersifat profan dan hal yang bersifat suci (sacred).

  3. Nilai Gotong royong (tolong menolong) Jika ada tetangga yang melaksanakan hajatan. Ketika petani mau menanam padi atau panenan, pemilik lahan hanya menyediakan makan pagi dan siang atau makan kecil. Jadi, kalau ada diantara mereka menanam atau memanen, maka warga yang lainnya ikut gotong royong dan begitu sebaliknya, terjadi semacam barter tenaga. Sekarang keadaanya telah bergeser, kalau mau bercocok tanam atau panenan sudah harus memperhitungkan upah.

  Dari sini lalu tumbuh benih – benih individualisme di pedesaan yang dulu damai dan penuh kekerabatan. Sementara, nilai kepercayaan dan rasa solidaritas, kegotongroyongan terlihat sermakin memudar. Di dalam gotong royong terdapat partisipasi, dimana partisipasi sangat penting dalam kegiatan gotong royong yang mempunyai nilai – nilai moral yang tinggi. Sebagai contoh seseorang yang ikut serta berpartisipasi berarti orang tersebut mempunyai rasa solider yang tinggi dan memiliki jiwa penolong yang tinggi. Untuk itu, partisipasi masyarakat sangat menentukan hasil pola pemanfaatan sumber daya oleh masyarakat.

2.6 Komersialisasi di Sektor Pertanian

  Komersialisasi pada sektor pertanian merupakan suatu upaya pengembangan dan usaha pemasaran suatu produk dari hasil panen, proses dan penerapan ini dalam kegiatan produksi. Hal ini karena pengaruh penggunaan sarana produksi yang harus dibeli dari luar desa. Komersialisasi itu muncul bukan dari hubungan harga, melainkan dari kenaikan hasil-hasilnya yang sangat besar. Kenaikan ini menyebabkan surplus yang besar bagi tuan tanah. Para petani kaya dengan kelebihan surplus yang mereka peroleh dari hasil panennya, telah mengumpulkan sebagian besar tanah di tangan mereka dan kemampuan yang lebih besar lagi untuk menanam lebih intensif dalam memperbesar surplus mereka.

  Kegiatan ini merupakan rangkaian yang cukup kompleks dengan melibatkan berbagai aspek yang mencakup kebijakan ekonomi, sumberdaya manusia, investasi, waktu, lingkungan pasar, dan sebagainya. Komersilisasi pada sektor pertanian menyebabkan mengikisnya nilai Sistem Kerja kearifan lokal yang ada pada setiap daerah. Karena dengan munculnya komersialisasi petani dipengaruhi dengan cara hanya mencari keuntungan dari hasil panen yang banyak dan lebih cepat. Dengan demikian secara tidak langsung mempengaruhi pola fikir petani yang Sistem Kerjaonal menjadi moderen.

  Munculnya pasar serta sistem pembayaran upah berarti guncangan di dalam pendapatan para petani penggarap berhubungan dengan adanya fluktuasi harga.

  Petani moderen yang ada saat ini selalu mencari cara bagaimana untuk menambah hasil panen dan bagaimana caranya agar lebih cepat panen, kemudian mereka melakukan inovasi – inovasi dari bibit biasa menjadi bibit unggul agar benih padi yang dihasilkan menjadi lebih bagus dari sebelumnya. kekreatifan petani agar menghasilkan produk hasil pertanian menjadi lebih mahal dan menjadikannya produk unggul untuk di komersialisasasikan pada pasar.

  Keberadaan komersiaisasi di sektor pertanian dapat terjadinya perubahan – perubahan besar dalam kehidupan agraria yang menghasilkan suatu kelas penggarap yang semakin besar dan kelangsungan petani yang akan ketergantungan pada teknologi disektor pertanian yang menjanjikan mempercepat Sistem Kerja petani dan dianggap lebih efektif ketimbang dengan cara gotong royong dan dengan penggunaan alat Sistem Kerjaonal. Namun, dengan demikian berimbas pada memudarnya Sistem Kerja sistem pertanian dengan nilai Sistem Kerjaonal yang ada.

2.7 Solidaritas Sosial

  Dalam mayarakat atau kelompok yang menganut solidaritas mekanik yang di utamakan ialah persamaan perilaku dan sikap para kelompok yang di ikat oleh apa yang dinamakannya kesadaran kolektif atau hati nurani kolektif adalah suatu kesadaran bersama yang mencakup seluruh kepercayaan. Durkheim (Johnson, 1986:183) solidaritas mekanik dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana yang dinamakan masyarakat segmental. Pada masyarakat seperti ini belum terdapat pembagian kerja yang berarti : apa yang dapat dilakukan oleh seorang anggota masyarakat biasaya dapat dilakukan pula oleh orang lain. Dengan demikian tidak terdapat saling ketergantungan antara kelompok berbeda, karena masing-masing kelompok dapat memenuhi kebutuhanya sendiri dan masing- masing kelompok terpisah satu dengan yang lain. Tipe solidaritas yang didasarkan atas kepercayaan dan setiakawan ini diikat oleh apa yang Durkheim dinamakan conscience collective yaitu suatu sistem kepercayaan dan perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat. Lambat laun pembagian kerja dalam masyarakat semakin berkembang sehingga solidaritas mekanik berubah menjadi solidaritas organik. Pada masyarakat dengan solidaritas organik masing-masing anggota masyarakat tidak lagi dapat memenuhi semua kebutuhanya sendiri melainkan ditandai oleh saling ketergantungan yang besar dengan orang atau kelompok lain. Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagian yang saling tergantung. Berbeda dengan solidaritas mekanik yang didasarkan pada hati nurani kolektif maka solidaritas organik didasarkan pada hukum dan akal.

  Menurut Nasution Z (2009:9) menjelaskan bahwa kata, solidaritas berati sifat, perasaan, solider, sifat satu rasa atau perasaan setia kawan. Selanjutnya Nasution mengatakan bahwa makna solidaritas adalah suatu ikatan primordial masyrakat yang mempersatukan, bagaimana orang yang berbagai latar belakang dapat hidup bersama dalam masyrakat, karena adanya rasa kebersamaan dan ingin menyatuh. Secara harafih, solidaritas berarti kesetiakawanan atau kekompakan.

  Solidaritas merupakan kesiapan untuk saling membela dan berjuang dalam tindakan bersama. Membahas tentang solidaritas sosial tentu tidak terlepas dari makna gotong –royong. Hubungannya dengan gotong royong, Sajogyo (2005:28) menyatakan bahwa, gotong-royong merupakan suatu bentuk tolong menolong yang umumnya berlaku pada daerah-daerah pedesaan dan merupakan perilaku yang berhubungan dengan kehidupan masyrakat kita sebagai petani. Gotong royong sebagai bentuk kerjasama antara individu, individu dengan kelompok dan antara sesama kelompok membentuk suatu norma saling percaya untuk melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan bersama. Karena solidaritas sosial adalah kekuatan persatuan internal dari suatu kelompok dan merupakan suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan dari perasaan moraldan kepercayaaan yang dianut bersama.

2.8. Penelitian Terdahulu

  Peneliti mengambil hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tujuan penelitian untuk menjadi inspirasi dan gambaran dalam melaksanakan penelitian.

  Dalam hal ini, peneliti mengambil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan dan berhubungan dengan memudarnya Sistem Kerja gotong royong antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Tikah radzi (2012) yang melihat tentang Sistem Kerja gotong royong semakin memudar di kalangan masyarakat. Dalam hasil penelitiannya, pudarnya Sistem Kerja gotong royong yang ada di lokasi penelitian gotong-royong dikatakan semakin pudar selaras dengan perubahan waktu. Salah satu sebabnya dikaitkan dengan masyarakat kini yang lebih bersifat materialistik.

  Pada zaman nenek moyang kita, sesuatu kerja dapat dilakukan secara bersama dan bermuafakat dengan tidak terbabit perhitungan upah atau kewangan. Tetapi pada zaman moden kini, setiap sesuatu perkerjaan, usaha dan kegiatan dikaitkan dengan konsep upah. Masyarakat moden sentiasa mengejar kemajuan, Kemajuan pula dikaitkan dengan kebendaan. Umumnya aspek kerjasama dan semangat gotong-royong tidak mendapat perhatian oleh anggota-anggota masyarakat.

  Achsannanda Maulyta Sari (2012), menegaskan pentingnya Nilai gotong royong dalam Sistem Kerja kerja gotong royong ini menjadi karakter bangsa yang diturunkan secara turun - temurun oleh para pendahulu kita yang didalamnya kaya akan nilai edukatif. Akan tetapi dalam kencangnya laju globalisasi saat ini, Sistem Kerja kerja gotong royong yang manfaatnya penting untuk mewariskan nilai luhur kini menjadi kian memudar. Nilai gotong royong seakan pasang surut timbul dalam kehidupan masyarakat sekarang. Maka diharapkan, Sistem Kerja kerja gotong royong dapat bertahan sebagai salah satu bentuk Sistem Kerja yang dilestarikan. Menegakkan Sistem Kerja ini tentu tidak lepas dari peran masyarakatnya dalam membangun rasa kebersamaan, persatuan, dan kepedulian sosial. Sehingga masyarakat terdidik bukan menjadi inividualistik, melainkan mementingkan kepentingan ribadi.

Dokumen yang terkait

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Reduksi Bottleneckdengan Pendekatan Theory Ofconstraint (Toc) Pada Bagian Karoseri Minibus Di Pt. Capella Medan Divisi Karoseri Bima Kencana

0 1 13

DAFTAR ISI - Reduksi Bottleneckdengan Pendekatan Theory Ofconstraint (Toc) Pada Bagian Karoseri Minibus Di Pt. Capella Medan Divisi Karoseri Bima Kencana

0 1 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitosan - Analisis Dan Karakterisasi Hidrogel Dari Kitosan Cangkang Belangkas (Tachypleus Gigas) Sebagai Absorben Logam Merkuri (Hg) Pada Limbah Tambang Emas Rakyat Di Kecamatan Huta Bargot Mandailing Natal

0 2 18

DAFTAR ISI - Analisis Dan Karakterisasi Hidrogel Dari Kitosan Cangkang Belangkas (Tachypleus Gigas) Sebagai Absorben Logam Merkuri (Hg) Pada Limbah Tambang Emas Rakyat Di Kecamatan Huta Bargot Mandailing Natal

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Salak 2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Salak - Studi Pemanfaatan Arang Aktif Serbuk Biji Salak (Salacca Edilus Reinw) Sebagai Adsorben Cr (VI) Dalam Limbah Cair Elektroplating

1 1 16

DAFTAR ISI - Studi Pemanfaatan Arang Aktif Serbuk Biji Salak (Salacca Edilus Reinw) Sebagai Adsorben Cr (VI) Dalam Limbah Cair Elektroplating

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Aplikasi Integrasi Metode Fuzzy Servqual dan Quality Function Deployment (QFD) Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan (Studi Kasus: SMP Swasta Cinta Rakyat 3 Pematangsiantar)

0 0 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) - Identifikasi Dan Prevalensi Ektoparasit Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Di Desa Tanjung Rejo Percut Sei Tuan Sumatera Utara

0 6 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sosial di Pedesaan - Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani Pasca Peralihan Jenis Tanaman Dari Kopi ke Jeruk

0 1 10

KATA PENGANTAR - Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani Pasca Peralihan Jenis Tanaman Dari Kopi ke Jeruk

0 0 20