BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) - Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

  Erlina dan Rasdianto (2013) menyatakan bahwa laporan keuangan adalah produk akhir dari proses akuntansi yang telah dilakukan. Laporan keuangan yang disusun harus memenuhi prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

  Laporan keuangan dihasilkan dari masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang kemudian dijadikan dasar dalam membuat Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Laporan keuangan daerah suatu hasil dari proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dari transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah dan pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah yang memerlukannya. Laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tersebut harus disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

  LKPD digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dengan anggaran yang ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu entitas pemerintah daerah. Laporan keuangan daerah bermanfaat dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi sosial maupun politik karena LKPD memberi a.

  Kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran.

  b.

  Kesesuaian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan.

  c.

  Jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai.

  d.

  Cara entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya.

  e.

  Posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang termasuk yang berasal dari pajak dan pinjaman.

  f.

  Perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

  Laporan Keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.

  Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik tujuan laporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Untuk memenuhi tujuan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaaan, sisa lebih/kurang pelaksaaan anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit laporan operasional, aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan.

  Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dikeluarkan 2 kali dalam satu tahun anggaran, yaitu:

  • Per-semester, yang dimulai dari periode Januari – Juni.
  • Per-tahunan, yang dimulai dari periode Januari – Desember.

  Setiap pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan: a.

  Akuntabilitas Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

  b.

  Manajemen Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat.

  c.

  Transparansi Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.

  d.

  Keseimbangan antar Generasi (intergenerational equity) Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.

  Laporan Keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan mengungkapkan informasi berikut: a.

  Alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun.

  b.

  Fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan (Erlina dan Rasdianto, 2013)

  Komponen Laporan Keuangan Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, pembuatan laporan keuangan dilakukan oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Laporan Keuangan tersebut akan di konsolidasikan oleh entitas pelaporan dalam hal ini disebut sebagai Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten. Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/Kota/ Kabupaten terdiri dari:

  • Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan
  • Neraca -

  Laporan Operasional (LO)

  • Laporan Arus Kas (LAK)
  • Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
  • Catatan atas Laporan Keuangan (CALK)

  Secara garis besar, Laporan Keuangan pemerintah dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

  a. Laporan Pelaksanaan Anggaran (Budgetary Report)

  • Laporan Realisasi Anggaran -

  Laporan Perubahan SAL

  b. Laporan Financial (Financial Report)

  • Neraca -

  Laporan Operasional

  • Laporan Perubahan Ekuitas -

  Laporan Arus Kas

  c. Catatan atas Laporan Keuangan

  Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki a.

  Relevan; Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini dan memprediksi masa depan serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Informasi yang relevan yaitu:

  Memiliki manfaat umpan balik (feedback value);

  • Memiliki manfaat prediktif (predictive value);
  • Tepat waktu; dan
  • Lengkap;
  • b.

  Andal; Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi yang andal harus memenuhi:

  Penyajian jujur;

  • Dapat diverifikasi (verifiability); dan
  • Netralitas.
  • c.

  Dapat dibandingkan; dan Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya baik secara internal maupun eksternal.

  d.

  Dapat dipahami.

  Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna.

2.1.2 Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

  Disclosure didefinisikan sebagai penyampaian informasi. Pengungkapan

  laporan keuangan mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas entitas yang terdapat pada catatan atas laporan keuangan terhadap pengungkapan wajib laporan keuangan entitas pelaporan sehingga laporan keuangan harus lengkap, jelas, dan dapat menggambarkan secara tepat kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi entitas tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

  71 Tahun 2010 pada lampiran PSAP 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan, bahwa setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan keuangan untuk tujuan umum. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalahpahaman di antara pembacanya. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman atas sajian laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan.

  Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap Laporan Arus Kas dapat mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen- komitmen lainnya.

  Dalam rangka pengungkapan dalam laporan keuangan yang memadai, Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: 1.

  Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi; 2. Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 3. Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;

  4. Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian- kejadian penting lainnya; 5. Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar muka laporan keuangan;

  6. Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan; dan

7. Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

  Pengungkapan laporan keuangan merupakan cara untuk menjelaskan atau membeberkan hal-hal informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai seperti yang terdapat pada catatan atas laporan keuangan sesuai prinsip akuntabilitas. Pemerintah mengungkapkan hal-hal yang bersifat penting dan informatif sebagai bentuk good governance dalam melaksanakan prinsip akuntabilitas dan transparansi yang dituangkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Penyusunan LKPD harus disajikan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan SAP yang akan menghasilkan suatu Sistem Akuntansi Pemerintahan. Penyusunan LKPD adalah salah satu bentuk penerapan prinsip transparansi yang merupakan keterbukaan pemerintah atas aktivitas pengelolaan keuangan daerah. LKPD merupakan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan yang telah dilakukan pemerintah selama suatu periode untuk diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor

  15 Tahun 2006 tentang BPK bahwa BPK sebagai satu-satunya auditor yang mempunyai wewenang untuk memeriksa laporan keuangan ketiga lapis pemerintahan di Indonesia yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Setelah LKPD selesai diperiksa maka BPK akan mengeluarkan opini atas hasil pemeriksaan tersebut. Opini dari BPK ini yang menjadi acuan atas kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah karena opini bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar umum. Opini dari hasil pemeriksaan BPK menjadi penting ketika dikaitkan dengan tujuan laporan keuangan yaitu menyajikan informasi keuangan, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para stakeholders yang terdiri dari masyarakat, legislatif, lembaga pemeriksa/pengawas, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah (Sarjono, 2012).

  Jenis Pengungkapan menurut Sri Rahayu, pengungkapan dalam laporan keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua terdiri dari: a.

  Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure) Adalah pengungkapan/penjelasan yang harus (wajib) dilakukan oleh pimpinan entitas (kepala daerah) khususnya.

  Contohnya: Kebijakan akuntansi yang digunakan pemerintah karena setelah

  • keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sesuai dengan bunyi pasal 4 ayat 1 yaitu pemerintah menerapkan SAP berbasis akrual, yang sebelumnya mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah yang menerapkan SAP berbasis kas, jadi pemerintah harus mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
  • makro, pencapaian target Undang-Undang APBN/Perda APBD, berikut

  Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi

  • Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
  • Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
  • Pengungkapan informasi untuk pengakuan pendapatan pajak, retribusi, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs, dan lain-lain.

  b.

  Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure) Adalah pengungkapan/penjelasan yang secara sukarela diungkapkan oleh pimpinan entitas/kepala daerah khususnya kepada publik/masyarakat, anggota legislatif, kreditor, pegawai, investor, dan lain-lain sebagai stakeholder. Contohnya:

  • Profil Daerah dan Pemerintah Daerah, dan lain-lain.

  Sedangkan Tingkatan (level) pengungkapan terdiri dari tiga konsep pengungkapan yaitu: a.

  Pengungkapan memadai (adequate disclosure) b. Pengungkapan wajar (fair disclosure) c. Pengungkapan berlebihan (full disclosure)

  Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda. Definisi pengungkapan wajib dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku (Naim dan Rakhman, 2000), (Suhardjanto, Yulianingtyas, 2011).

2.1.3 Total belanja

  Pengertian belanja adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum negara/daerah yang mengurangi saldo anggaran lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah (Erlina dan Rasdianto, 2013 dikutip dalam PSAP No.2, Paragraf 7).

  Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah bahwa pengertian belanja daerah sebagai kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

  Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintahan, belanja dikelompokkan menjadi: A.

  Belanja langsung Belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari belanja: a.

  Belanja pegawai; b.

  Belanja barang dan jasa; c. Belanja modal.

  B.

  Belanja tidak langsung Belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis a.

  Belanja pegawai; b.

  Belanja bunga; c. Belanja subsidi; d.

  Belanja hibah; e. Belanja bantuan sosial; f. Belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa. (Erlina dan Rasdianto, 2013)

  Jadi total belanja daerah terdiri dari total realisasi belanja langsung dengan belanja tidak langsung.

2.1.4 Total Aset

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Kekayaan daerah dapat dilihat pada angka total aset yang terdiri dari total aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan aset lainnya yang dimiliki oleh kabupaten/kota.

  A.

  Aset Lancar Aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat bulan sejak tanggal pelaporan. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan.

  B.

  Investasi Jangka Panjang Merupakan investasi yang diadakan dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi, Investasi jangka panjang meliputi investasi nonpermanen contohnya surat utang negara dan permanen contohnya penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya.

  C.

  Aset Tetap Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah daerah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum (PSAP Nomor 7). Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) salah satu kriteria untuk dapat dikategorikan sebagai aset tetap adalah nilainya yang besar sedangkan aset tetap yang nilai per unitnya kecil dapat langsung dikelompokkan sebagai persediaan. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca.

  Termasuk dalam aset tetap pemerintah adalah: Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh

  • entitas lainnya, misal entitas pemerintah lainnya, universitas, dan kontraktor.
  • Klasifikasi aset tetap menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 pada PSAP Nomor 7 mengenai akuntansi aset tetap menyebutkan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas terdiri

  Hak atas tanah dari: Tanah, Peralatan dan Mesin, Gedung dan Bangunan, Jalan, Jaringan dan Instalasi, Aset tetap lainnya, Konstruksi dalam pengerjaan.

  Aset tetap harus mempunyai wujud dan memenuhi kriteria sebagai berikut agar dapat diakui sebagai aset tetap yakni: Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;

  • Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
  • Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
  • Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
  • Pengungkapan Aset Tetap berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71

  Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah menyebutkan bahwa laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sebagai berikut:

  • amount );

  Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying

  • penambahan, pelepasan atau mutasi aset tetap;

  Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan

  • digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode;

  Informasi penyusutan, meliputi nilai penyusutan, metode penyusutan yang

  Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;

  • Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi aset tetap;
  • Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi;
  • >Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.

  Untuk hal yang terkait dengan konstruksi dalam pengerjaan, laporan keuangan harus mengungkapkan sebagai berikut: Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian

  • dan jangka waktu penyelesaiannya;

  Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaannya;

  • Jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
  • Uang muka kerja yang diberikan;
  • Retensi.
  • D.

  Aset Lainnya Aset Non Lancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya yang terdiri dari:

  Aset tak berwujud;

  • Tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan;
  • Aset kerjasama dengan pihak ketiga (kemitraan); dan
  • Kas yang dibatasi penggunaannya.
  • 2.1.5 Tingkat Ketergantungan

  Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah didanai dari dan atas beban APBD. Namun kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam pendapatan asli daerah (PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai PAD (Lembaga Penelitian Smeru). Dalam arti tidak semua pemerintah daerah dapat memenuhi pembiayaan daerahnya. Karena itu pemerintah daerah kabupaten/kota masih membutuhkan daerah dalam menjamin terselenggaranya pembangunan dengan baik sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dan tujuan pembangunan daerah. Agar terselenggaranya tujuan pembangunan nasional di daerah maka urusan pemerintahan yang diserahkan atau didistribusikan kepada daerah disertai pula dengan penyerahan atau transfer keuangan yang terwujud dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Dengan adanya ketergantungan pemerintah daerah kabupaten/kota pada pemerintah pusat maka semakin besar pula desakan dari pemberi bantuan (pemerintah pusat) untuk mendapatkan laporan pertanggungjawaban atas pemakaian dana bantuan tersebut. Laporan pertanggungjawaban ini merupakan alat untuk memantau kinerja pemerintah daerah dalam menggunakan dana bantuan tersebut. Ketergantungan pemerintah daerah kabupaten/kota pada pemerintah pusat disebut dengan dana perimbangan.

  Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dana perimbangan terdiri atas: A.

  Dana Bagi Hasil (DBH); Bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari:

  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

  • Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan
  • Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi - Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

  Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: Pertambangan umum;

  • Perikanan;
  • Pertambangan minyak bumi;
  • Pertambangan Gas Bumi; dan
  • Pertambangan Panas Bumi.
  • B.

  Dana Alokasi Umum (DAU); dan DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU diberikan pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan PAD.

  DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

  Prinsip Dasar Alokasi DAU terdiri dari: a. Kecukupan (adequacy) Sistem DAU harus memberikan sejumlah dana yang cukup kepada daerah.

  b.

  Netralitas dan efisiensi (neutrality and efficiency) Desain dari sistem alokasi harus netral dan efisien. Maksud dari netral adalah suatu sistem alokasi harus diupayakan sedemikian rupa sehingga efeknya justru memperbaiki (bukan menimbulkan) distorsi dalam harga relatif pada perekonomian daerah. Arti dari efisien adalah sistem alokasi DAU tidak boleh menciptakan distorsi dalam struktur harga input. Karena itu sistem alokasi harus memanfaatkan berbagai jenis instrumen finansial alternatif c.

  Akuntabilitas (accountability) Penggunaan DAU sebaiknya dilepaskan ke daerah karena peran daerah akan sangat dominan dalam penentuan arah alokasi. Maka peran lembaga DPRD, pers dan masyarakat di daerah bersangkutan amatlah sangat penting dalam proses penentuan prioritas anggaran yang perlu dibiayai dari pos DAU.

  d.

  Relevansi dengan tujuan (relevance) Sudah selayaknya alokasi DAU ditujukan untuk membiayai sebagian dari: beban fungsi yang dijalankan; dan

  • hal-hal yang merupakan prioritas dan target-target nasional yang harus
  • dicapai.

  e.

  Keadilan (equity) DAU harus bertujuan untuk meratakan pendapatan antar daerah.

  f.

  Objektivitas dan transparansi (Objectivity and Transparancy) Sistem alokasi DAU yang baik harus didasarkan pada upaya untuk meminimumkan kemungkinan manipulasi untuk itu sistem alokasi DAU harus dibuat sejelas mungkin dan formulanya dibuat setransparan mungkin serta dipahami oleh khalayak umum.

  g.

  Kesederhanaan (simplicity) Rumusan alokasi DAU harus sederhana.

  Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN.

  Formulasi untuk menghitung besarnya DAU DAU untuk Provinsi = 10% x 26% x PDN APBN DAU untuk Kab/Kota = 90% x 26% x PDN APBN DAU suatu Provinsi = (Bobot Provinsi yang bersangkutan / Bobot seluruh

  Provinsi di Indonesia) x DAU untuk Provinsi DAU suatu Kab/Kota = (Bobot Kab/Kota yang bersangkutan / Bobot seluruh Kab/Kota di Indonesia) x DAU untuk Kab/Kota.

  (Erwin Anthony’s Blog) DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum (UU No. 33 Tahun 2004). Rumus DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar Celah Fiskal = Bobot Celah Fiskal x DAU seluruh Kab/Kota Bobot Celah Fiskal daerah = Celah Fiskal daerah / Total Celah Fiskal seluruh Kab/Kota Celah Fiskal Daerah = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal Kebutuhan Fiskal = Total Belanja Daerah rata-rata x [(Bobot x Indeks Jumlah Penduduk) + (Bobot x Indeks Luas Wilayah) + (Bobot x Indeks Kemahalan Konstruksi) + (Bobot x Indeks Pembangunan Manusia) + (Bobot x Indeks PDRB perkapita)] Kapasitas Fiskal = Pendapatan Asli Daerah + Dana Bagi Hasil Alokasi Dasar = Gaji PNSD termasuk kenaikan gaji pokok dan gaji ke-13 dan gaji CPNSD Ketentuan: Jika celah fiskal = 0, maka DAU = Alokasi dasar Jika celah fiskal < 0 (atau negatif) dan nilainya negatif lebih kecil dari alokasi dasar, maka DAU = Alokasi dasar Jika celah fiskal < 0 (atau negatif) dan nilainya sama atau lebih besar dari alokasi dasar, maka DAU = 0 C.

  Dana Alokasi Khusus (DAK).

  DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional sehingga dapat membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. Sesuai dengan Undang-undang Nomor

  32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk:

  Membiayai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah Pusat atas dasar

  • prioritas nasional; dan Membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.
  • Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan untuk mengatur lebih lanjut tentang DAK. Pelaksanaan DAK diarahkan untuk kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan
fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal (Kajian hubungan keuangan pusat dan daerah). DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas.

  Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, untuk menyatakan komitmen dan tanggungjawabnya, daerah penerima wajib mengalokasikan dana pendamping dalam APBD-nya sebesar minimal 10% dari jumlah DAK yang diterimanya. Pada daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan dana pendamping yaitu daerah yang selisih antara penerimaan umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif. Tetapi kenyataannya dalam pelaksanaannya tidak ada daerah penerima DAK yang mempunyai selisih antara penerimaan umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif (Ditama Binbangkum).

  Unsur-unsur DAK sebagai berikut: Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN;

  • Dialokasikan kepada daerah tertentu;
  • Digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah;
  • Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas
  • nasional/fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN;
  • tertentu; dan

  DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau diusulkan oleh daerah

  • dengan umur ekonomis yang panjang.

  DAK diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat

  1. Penetapan program dan kegiatan; Sesuai dengan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 menyatakan bahwa program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun anggaran bersangkutan.

  2. Penghitungan alokasi DAK; Pada Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap yaitu: a. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; Harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

  Kriteria Umum dengan rumus: Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai Daerah Keterangan: Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH – DBHDR) Belanja Pegawai Daerah = Belanja PNSD DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi PNSD = Pegawai Negeri Sipil Daerah Kriteria Khusus yang digunakan yaitu:

  • Barat, dan daerah tertinggal/terpencil;

  Seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua

  • kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan,

  Karakteristik daerah yang meliputi daerah pesisir dan pulau-pulau Kriteria Teknis dirumuskan oleh masing-masing menteri teknis terkait terdiri dari: Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan;

  • Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan;
  • Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air -

  Minum dan Sanitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum; Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam

  • Negeri;
  • dan Perikanan;

  Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan

  Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian;

  • Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Lingkungan -

  Hidup; Bidang Keluarga Berencana dirumuskan oleh Kepala Badan

  • Koordinator Keluarga Berencana Nasional;

  Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan;

  • Bidang Sarana dan Prasarana Pedesaan dirumuskan oleh Menteri -

  Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal; dan Bidang Perdagangan dirumuskan oleh Menteri Perdagangan.

  • b. Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah.

3. Arah Kegiatan dan penggunaan DAK; dan 4.

  Administrasi pengelolaan DAK.

  Administrasi pengelolaan DAK terdiri dari:

  Penyaluran;

  • Pelaporan.
  • 2.1.6 Opini Audit

  Opini Audit merupakan pendapat dari auditor atas pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah. Dalam hal ini dilakukan oleh BPK sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK menyebutkan bahwa BPK sebagai satu-satunya auditor yang mempunyai wewenang untuk memeriksa laporan keuangan ketiga lapis pemerintahan di Indonesia yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pada Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah menyebutkan bahwa berdasarkan UUD 1945 pemeriksaan atas laporan keuangan dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan demikian BPK RI akan melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah. BPK sebagai auditor yang independen akan melaksanakan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku dan akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan.

  Menurut Sarjono (2012) Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Jadi opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria: a.

  Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan; c.

  Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan d. Efektivitas sistem pengendalian intern.

  Menurut Mulyadi (2002) terdapat lima tipe pokok laporan audit yang diterbitkan oleh auditor yaitu: a.

  Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion

  report );

  Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Dalam arti bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

  Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika memenuhi kondisi sebagai berikut: Prinsip akuntansi berterima umum digunakan untuk menyusun laporan

  • keuangan;
  • periode telah cukup dijelaskan;

  Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari periode ke

  • dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan

  Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan

  • ekuitas, dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan;

  Semua laporan baik itu neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan

  • auditor;

  Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh

  • melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkannya untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan;

  Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah

  • paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.

  Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambahkan

  Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak, baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun oleh auditor.

  b.

  Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language); Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan diberikan auditor dikarenakan keadaan tertentu yang mengharuskan auditor untuk menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkan suatu paragraf penjelasan atau modifikasi kata- kata dalam laporan audit baku adalah:

  Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum;

  • Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas;

  • Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan;
  • Penekanan atas suatu hal;
  • Laporan audit yang melibatkan auditor lain.

  c.

  Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion

  report );

  Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan auditor dikarenakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan atau kas entitas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan:

  • Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat;
  • Auditor yakin atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar. Bila auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian, ia harus menjelaskan semua alasan yang menyebabkan ia berkesimpulan bahwa terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, dalam paragraf (atau beberapa paragraf)
d.

  Laporan yang berisi pendapat tidak wajar (adverse opinion report); Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor dikarenakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan. Dalam arti auditor mengetahui adanya ketidakwajaran laporan keuangan klien.

  e.

  Laporan yang di dalamnya auditor tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion report ).

  Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan oleh auditor jika auditor tidak melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Jika auditor menyatakan tidak memberikan pendapat, dalam laporan auditnya, harus memberikan semua alasan substantif yang mendukung pernyataan tersebut yang dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah:

  Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit;

  • Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.
  • Dalam hal ini auditor tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran

2.2 Review Penelitian Terdahulu NO NAMA /TAHUN JUDUL

VARIABEL HASIL PENELITIAN

  Bahwa ukuran daerah, , e- government, kemauan politik(tingkat pendidikan penduduk), dan tingkat pendapatan penduduk berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan secara elektronik. Sedangkan penerbitan surat utang pemerintah, fitur keuangan, situasi politik, visibilitas internet, dan tingkat komitmen sosial-politik masyarakat tidak berpengaruh terhadap pengungkapan secara elektronik.

  Hasil Penelitian adalah: Bahwa Tingkat Ketergantungan, Ukuran Pemda, Kompleksitas Pemerintahan mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat pengungkapan. Sedangkan PAD dan Belanja Daerah

  Variabel Dependent: Tingkat Pengungkapan dan Kualitas Informasi Variabel Independent: Pendapatan Asli Daerah(PAD), Tingkat Ketergantungan,

  Kinerja dan Karakteristik Pemda Terhadap Tingkat Pengungkapan dan Kualitas

  5. Rora Puspita, Dwi Martani 2010 Analisis Pengaruh

  Bahwa Kekayaan Daerah, Kompleksitas Pemerintah (Jumlah Populasi), Jumlah Temuan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Sedangkan Tingkat Ketergantungan, tingkat penyimpangan, dan jenis pemerintah daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota.

  Insentif Pemerintah Daerah Kekayaan Daerah, Tingkat Ketergantungan, Kompleksitas Pemerintahan B.Hasil Pemeriksaan Jumlah Temuan, Tingkat Penyimpangan C.Karakteristik Daerah Tipe Pemerintah Daerah Hasil Penelitian adalah:

  Variabel Dependent:

  Local Government Financial Statement Disclosure in Indonesia

  4. Annisa Lestari, Dwi Martani 2008

  Keuangan B.Aspek Politik Situasi Politik, E-Government C.Aspek Lingkungan Visibilitas Internet, Tingkat Pendapatan Masyarakat,

Tingkat pendidikan dan

Komitmen sosial-politik masyarakat Hasil Penelitian adalah:

  1. Amiruddin Zul Hilmi, Dwi Martani 2009

  Variabel Dependent: E-Disclosure Variabel Independent: A.Karakteristik Daerah Ukuran Daerah, Penerbitan Surat Utang Pemerintah, Fitur

  Factors Influencing E- Disclosure in Local Public Administrations

  3. Carlos Serrano- Cinca, Mar Rueda-Tomas, Pilar Portilo- Tarragona 2008

  Hasil Penelitian adalah: Bahwa hanya jumlah anggota DPRD yang berpengaruh positif terhadap kepatuhan pengungkapan wajib. Sedangkan ukuran daerah, jumlah SKPD dan status daerah tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pengungkapan wajib dalam LKPD. Untuk lokasi pemerintah daerah dan tingkat pengungkapan wajib yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengungkapan wajib antara pemda di Jawa/Bali dengan pemda di luar Jawa/Bali.

  

Kepatuhan pengungkapan

wajib dalam LKPD Variabel Independent: Ukuran daerah, Jumlah SKPD, Status daerah Variabel Kontrol: Lokasi Pemerintah Daerah, Jumlah Anggota DPRD

  Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kepatuhan Pengungkapan Wajib Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi empiris pada Kabupaten/Kota di Indonesia) Variabel Dependent:

  2. Djoko Suhardjanto Rena Rukmita Yulianingtyas 2011 Pengaruh

  Bahwa Tingkat Kekayaan Daerah, Jumlah Penduduk, Tingkat Penyimpangan Keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Sedangkan Tingkat Ketergantungan, Total Aset, Jumlah SKPD, dan Jumlah Laporan Keuangan yang diaudit tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.

  Tingkat Kekayaan Daerah, Jumlah Penduduk, Tingkat Penyimpangan Keuangan, Tingkat Ketergantungan, Total Aset, Jumlah SKPD, dan Jumlah Laporan Keuangan yang Diaudit Hasil Penelitian adalah:

  Variabel Dependent:

Tingkat Pengungkapan

Laporan Keuangan Variabel Independent:

  Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi di Indonesia

  • -Tingkat Pengungkapan

    Laporan Keuangan Variabel Independent: A.

Dokumen yang terkait

1. Sejarah Singkat Perusahaan - Sistem Penanganan Piutang pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Sistem Penanganan Piutang pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan

0 0 21

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Latar Belakang dan Sejarah Perusahaan - Analisis Rasio Keuangan pada PT PLN (Persero) Area Medan

0 6 22

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Jumlah Produksi pada Tahun 2014 PTPN IV Kota Medan

0 1 13

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Bank Indonesia - Sistem Internal Kontrol Kas Pada Kantor Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Burs

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 2 12

BAB II PROFIL PT. KHARISMA PEMASARAN BERSAMA NUSANTARA (PT.KPBN) CABANG MEDAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Singkat Perusahaan - Sistem Pengawasan Internal Kas Pada PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT.KPBN) Cabang Medan

0 0 13

Lampiran 2 Data Variabel No Nama Pemerintah KabKota Tahun Total Belanja (Expend) X1 (Ln Expend)

0 0 25