NASKAH PUBLIKASI Mahasiswa S1 Regular PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL, DAN KADAR ANTOSIANIN ROSELA MERAH DAN ROSELA UNGU

  commit to user NASKAH PUBLIKASI Mahasiswa S1 Regular PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL, DAN KADAR ANTOSIANIN ROSELA MERAH DAN ROSELA UNGU

  Disusun oleh : ANDRI EKO PERMADI H0708004 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

  

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN AIR TERHADAP

PERTUMBUHAN, HASIL, DAN KADAR ANTOSIANIN

ROSELA MERAH DAN ROSELA UNGU

Andri Eko Permadi, Edi Purwanto, Sumani

  

Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

ABSTRAK

  Tanaman rosela merah dan rosela ungu memiliki berbagai senyawa yang berfungsi sebagai obat diantaranya adalah antosianin. Rosela merah dan rosela ungu merupakan beberapa tanaman yang menghasilkan metabolit sekunder berupa antosianin. Hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa defisit air dapat meningkatkan kandungan metabolit sekunder tanaman. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengkaji pengaruh frekuensi pemberian air terhadap pertumbuhan dan kandungan metabolit sekunder rosela merah dan rosela ungu. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Januari sampai Juni 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan terdiri atas dua faktor perlakuan yaitu varietas rosela (rosela merah dan rosela ungu) dan frekuensi pemberian air (2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari). Variabel pengamatan meliputi tinggi tanaman, berat segar kelopak, berat kering kelopak, dan kadar antosianin total. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi tanaman dipengaruhi oleh varietas dan frekuensi pemberian air, sedangkan berat segar kelopak dan berat kering kelopak dipengaruhi oleh varietas. Frekuensi pemberian air 3 hari sekali meningkatkan kadar antosianin total sebesar 28% pada rosela ungu. Pada rosela merah kadar antosianin total menurun seiring dengan pengurangan frekuensi pemberian air.

  Kata kunci : rosela merah, rosela ungu, frekuensi pemberian air, antosianin

commit to user

  

EFFECT OF IRRIGATION FREQUENCY TO THE GROWTH, YIELD, AND

ANTHOCYANINS CONTENT OF LIGHT RED

ROSELLE AND DEEP RED ROSELLE

Andri Eko Permadi, Edi Purwanto, Sumani

  

Study Program of Agrotechnology, Faculty of Agriculture

University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta

ABSTRACT

  Light red roselle and deep red roselle has a variety of compounds that function as

drugs such as anthocyanin. Light red roselle and deep red roselle are some plants that

produce secondary metabolites such as anthocyanins. The results of several studies that

have been done indicate that water deficit can increase the content of plant secondary

metabolites. This research aimed to determining the effect of water stress period to the

growth and secondary metabolite content of light red roselle and deep red roselle.

Research carried out aimed to assess the effect of frequency of water on the growth and

secondary metabolite content of Light red roselle and deep red roselle. Implementation

research in the Greenhouse of Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS)

Surakarta from January to June 2012. A completely randomized design was conducted in

the two levels of roselle varieties (light red and dark red roselle) and the irrigation

frequency (2 days, 3 days, 4 days, 5 days). The observations variables were plant height,

weight of fresh petals, weight of dry petals, and total anthocyanins content. The results

showed that plant height is influenced by the type of roselle and irrigation frequency,

whereas the weight of fresh petals and the weight of dry petals are influenced by the type

of roselle. Irrigation frequency 3 days increased the total anthocyanin levels by 28% in

deep-red roselle. In light red roselle anthocyanin levels decreased with reduction irrigation frequency.

  Keywords : light red roselle, dark red roselle, irrigation frequency, anthocyanins

PENDAHULUAN

  Tanaman rosela merah dan rosela ungu merupakan jenis rosela yang sering dibudidayakan di Indonesia. Tanaman ini cukup populer karena menghasilkan kelopak bunga yang berkhasiat obat. Tanaman ini banyak dibudidayakan diberbagai daerah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Budidaya kedua tanaman tersebut cukup mudah dan tidak memerlukan tempat yang luas jika digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai peluang untuk mengembangkan produk kesehatan yang murah di Indonesia.

  Ada banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas kelopak bunga rosela. Salah satu faktor yang mempunyai pengaruh penting yaitu status air. Kebutuhan air bagi tanaman berbeda-beda tergantung jenis tanaman dan fase pertumbuhan. Defisit air pada tanaman purwoceng dapat meningkatkan bahan aktif (stigmasterol dan sitosterol) Purwoceng (Trisilawati dan Pitono 2012). Dalam penelitian Jaafar et al. (2012) menunjukkan bahwa rumput fatimah (Labisia pumila) yang ditanam pada kondisi

  

commit to user

  kekurangan air mampu peningkatan kadar metabolit sekunder, seperti flavonoid, dan antosianin. Hal tersebut menyiratkan bahwa tanaman yang ditanam pada kondisi kekurangan air dapat meningkatkan senyawa metabolit sekunder yang berkhasiat obat.

  Di Indonesia, tanaman rosela telah banyak dibudidayakan oleh petani maupun perusahaan yang memproduksi atau mengolah tanaman rosela. Belum banyak penelitian tentang bagaimana dampak atau pengaruh lingkungan terhadap kandungan metabolit sekunder rosela. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana frekuensi pemberian air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kandungan metabolit sekunder rosela. Diharapkan dari hasil penelitian ini terdapat peningkatkan kandungan metabolit sekunder yang berkhasiat obat pada tanaman rosela.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2012 di Laboratorium Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan ketinggian tempat 95 m dpl menggunakan tanah entisol. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan terdiri atas dua faktor perlakuan, yaitu varietas rosela (P1 : rosela merah dan P2 : rosela ungu) dan frekuensi pemberian air (F0 : 2 hari, F1 : 3 hari, F2 : 4 hari, F3 : 5 hari), sehingga didapatkan 8 kombinasi perlakuan. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak empat kali. Volume pemberian air yang digunakan sebesar 100% kadar lengas/air tersedia (KAT). Analisis data menggunakan uji F 5% dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range

  

Test). Variabel pengamatan meliputi variabel pertumbuhan (tinggi tanaman), hasil

  tanaman (berat segar kelopak dan berat kering kelopak), dan kadar antosianin total sebagai metabolit sekunder. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan metode pengukuran menggunakan mistar, berat segar kelopak dan berat kering kelopak dengan timbangan analitk, dan kadar antosianin total dengan metode spektrofotometer.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Variabel Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

  1. Tinggi Tanaman Pertumbuhan merupakan pertambahan volume (ukuran) dan massa sel makhluk hidup yang ditandai dengan bertambahnya ukuran makhluk hidup tersebut, dan hal ini merupakan indikator yang sering diamati dan mudah dilihat. Pertumbuhan tinggi pada tanaman dipengaruhi oleh sifat genetik dan lingkungan di sekitar tanaman tersebut (Sitompul dan Guritno 1995).

  Berdasarkan hasil analisis ragam 5 % menunjukkan bahwa jenis rosela dan frekuensi pemberian air serta interaksi kedua faktor berpengaruh nyata

  

commit to user

  terhadap tinggi tanaman rosela. Gambar 1, tanaman tertinggi ditunjukkan pada tanaman rosela merah dengan frekuensi pemberian air sebesar 5 hari yaitu 80,93 cm dan berbeda nyata dengan rosela merah dengan frekuensi pemberian air 2 hari, 3 hari, dan 4 hari serta berbeda nyata dengan rosela ungu dengan frekuensi pemberian air 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari. Sedangkan tanaman terendah ditunjukkan pada rosela ungu dengan frekuensi pemberian air 5 hari yaitu 56,06 cm dan berbeda nyata dengan rosela merah dengan frekuensi pemberian air 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari serta berbeda nyata dengan rosela ungu dengan frekuensi pemberian air 2 hari, 3 hari, dan 4 hari.

  Gambar 1. Histogram tinggi rosela Selanjutnya pada gambar 1 juga dapat diketahui bahwa semakin kecil frekuensi pemberian air maka tinggi tanaman rosela merah dan rosela ungu akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena air yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan kurang karena air yang diberikan ke tanaman frekuensinya kecil. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Islami dan Utomo (1995) yang mengungkapkan bahwa tanaman yang kekurangan air umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal. Kekurangan air pada tanaman akan menyebabkan penurunan aktivitas fotosintesis. Ada 3 hal yang menyebabkan kekurangan air mampu menurunkan aktivitas fotosintesis, yaitu: (1) berkurangnya luas permukaan fotosintesis, (2) menutupnya stomata, dan (3) berkurangnya aktivitas protoplasma yang telah mengalami dehidrasi.

  Gambar 1 juga menunjukkan bahwa rosela merah dengan frekuensi pemberian air 5 hari merupakan tanaman tertinggi. Meskipun dalam kondisi tercekam air, rosela merah dengan frekuensi pemberian air 5 hari merupakan tanaman tertinggi. Padahal semakin kecil frekuensi pemberian air tinggi tanaman

  commit to user

  rosela merah akan menurun. Hal tersebut menunjukkan bahwa frekuensi pemberian air pada tanaman tersebut belum mampu menghilangkan perbedaan tinggi tanaman pada rosela merah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Gardner et al. (1991) yang mengungkapkan bila perbedaan masih tetap timbul sekalipun bahan tanam dianggap mempunyai susunan genetik yang sama dan di tempat yang sama, ini berarti cara yang ditetapkan tidak mampu menghilangkan perbedaan sifat.

  2. Berat Segar Kelopak Berat segar kelopak merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap hasil kelopak bunga rosela. Salah satu unsur lingkungan yang mempengaruhi berat segar kelopak adalah air. Kekurangan air pada tanaman menyebabkan pertumbuhan daun kurang optimal. Hal tersebut secara otomatis mengakibatkan berkurangnya berat segar kelopak yang dihasilkan dari proses fotosintesis.

  Gambar 2. Histogram berat segar kelopak Berdasarkan hasil analisis ragam 5 % menunjukkan bahwa jenis rosela berpengaruh nyata terhadap berat segar kelopak rosela. Namun, frekuensi pemberian air dan interaksi kedua faktor berpengaruh tidak nyata terhadap berat segar kelopak rosela. Gambar 2 menunjukkan bahwa rosela ungu menghasilkan berat segar lebih besar bila dibandingkan dengan rosela merah. Rosela ungu memiliki berat kelopak terbesar pada frekuensi pemberian air 3 hari yaitu 56,67 g, yang diikuti dengan frekuensi 2 hari yaitu 50,06 g dan berbeda nyata dengan rosela merah dengan frekuensi pemberian air 2 hari dan 3 hari.

  Meskipun berat segar cenderung ditentukan oleh jenis rosela, air tetap memiliki andil dalam proses fotosintesis. Kekurangan air pada tanaman akan

  

commit to user pada tanaman akan menutup. Stomata merupakan sel tanaman yang mengontrol pergerakan air, karbon dioksida dan oksigen ke dalam dan ke luar tubuh tanaman. Ketika kelembaban rendah, stomata cenderung menutup untuk menghemat air. Hal tersebut secara otomatis menutup jalur untuk pertukaran air, karbon dioksida, dan oksigen yang mengakibatkan penurunan fotosintesis.

  3. Berat Kering Kelopak Berat kering mencerminkan penyerapan nutrisi tanaman. Ukuran berat kering tergantung juga pada laju fotosintesis. Kegiatan fotosintesis yang besar menghasilkan berat kering yang besar pula (Prawiranata et al. 1989). Peningkatan hasil fotosintesis merupakan penampilan ukuran dari berat kering yang mencerminkan bertambahnya protoplasma karena baik ukuran sel maupun jumlah sel akan bertambah (Setyati, 1991).

  Gambar 3. Histogram berat kering kelopak Berdasarkan hasil analisis ragam 5 % menunjukkan bahwa jenis rosela berpengaruh nyata terhadap berat kering kelopak rosela. Namun, frekuensi pemberian air dan interaksi kedua faktor berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering kelopak rosela. Gambar 3 menunjukkan bahwa rosela ungu menghasilkan berat kering lebih besar bila dibandingkan dengan rosela merah. Rosela ungu memiliki berat kering kelopak terbesar pada frekuensi pemberian air 3 hari yaitu 5,43 g, yang diikuti dengan frekuensi 2 hari yaitu 5,43 g dan berbeda nyata dengan rosela merah dengan frekuensi pemberian air 2 hari dan 3 hari.

  Berat kering yang dihasilkan kedua jenis tanaman cenderung ditentukan

  

commit to user merupakan unsur yang penting pada proses fotosintesis. Fitter dan Hay (1991) cekaman air akan menyebabkan penutupan stomata menyatakan bahwa pada daun sehingga akan memotong suplai karbon dioksida ke sel-sel mesofil lalu menyebabkan berkurangnya laju fotosintesis dalam sel-sel. Laju fotosintesis yang berkurang menyebabkan fotosintat yang dihasilkan juga berkurang sehingga menurunkan berat kering simplisia tanaman

B. Kadar Antosianin Total

  Antosianin adalah pigmen yang termasuk dalam keluarga flavonoid yang mudah larut dalam air dan menampilkan berbagai warna yang tergantung pada pH. Antosianin merupakan glukosida yang tersusun dari tiga cincin benzena dan gugus terikat yang membuat perbedaan antara berbagai jenis antosianin. Misalnya, pelargonidin-3-glukosida memiliki satu gugus hidroksil, sedangkan sianidin-3-glukosida memiliki dua gugus hidroksil dan delphinidin-3-gluklosida bahkan tiga gugus hidroksil (Holton & Cornish 1995). Antosianin dapat dimanfaatkan dalam pembuatan suplemen nutrisi karena memiliki banyak dampak positif bagi kesehatan manusia (Anonim 2012).

  Gambar 4. Histogram kandungan antosianin total Berdasarkan hasil analisis ragam 5 % menunjukkan bahwa jenis rosela dan frekuensi pemberian air serta interaksi kedua faktor berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan antosianin kelopak bunga rosela. Gambar 4 menunjukkan bahwa kandungan antosianin tertinggi pada rosela ungu ditunjukkan pada frekuensi pemberian air 3 hari yang berbeda sangat nyata dengan rosela ungu dengan frekuensi pemberian air 2 hari, 4 hari, dan 5 hari serta berbeda sangat nyata dengan rosela merah dengan pemberian air 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari.

  commit to user Pada rosela ungu menunjukkan peningkatan kadar antosianin sebesar 28%. Sedangkan pada rosela merah kandungan antosianin tertinggi ditunjukkan pada frekuensi pemberian air 2 hari yang berbeda sangat nyata dengan rosela ungu 2 hari, 3 hari, 4 hari dan 5 hari serta berbeda sangat nyata dengan rosela merah 3 hari, 4 hari, dan 5 hari. Pada rosela merah kadar antosianin total menurun seiring dengan pengurangan frekuensi pemberian air. Dari hasil kadar antosianin total kedua tanaman dapat diketahui bahwa kedua jenis rosela tersebut memiliki pola yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan karena faktor dalam yaitu faktor genetik.

  Selanjutnya gambar 8 menunjukkan bahwa pengaruh frekuensi pemberian air meningkatkan kandungan antosianin total pada tanaman rosela ungu. Semakin kecil frekuensi pemberian air maka kandungan antosianin akan semakin meningkat. Antosianin yang dihasilkan berfungsi sebagai pertahanan terhadap kondisi kekurangan air atau kekeringan. Chalker-Scott 1999 mengungkapkan bahwa tanaman yang sangat toleran terhadap kekeringan mengandung lebih banyak antosianin selama dehidrasi. Hal ini dapat terjadi karena pada kondisi kekeringan antosianin dapat menurunkan potensial osmotik daun ke titik dimana evapotranspirasi diminimalkan.

  Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan Tahkokorpi (2010) menunjukkan bahwa kandungan antosianin dalam buah bilberry meningkat pada saat tanaman buah bilberry ditanam dalam kondisi kekeringan. Antosianin terlibat dalam fotoproteksi dibawah kondisi kekeringan dan tidak memiliki peran aktif dalam regulasi osmotik di bilberry. Peran fotoproteksi antosianianin didukung oleh hubungan antara antosianin dan klorofil selama cekaman kekeringan langsung.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

  Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Tinggi tanaman dipengaruhi oleh jenis rosela dan frekuensi pemberian air, sedangkan berat segar kelopak dan berat kering kelopak dipengaruhi oleh jenis rosela.

  2. Frekuensi pemberian air 3 hari sekali meningkatkan kadar antosianin total sebesar 28% pada rosela ungu. Pada rosela merah kadar antosianin total menurun seiring dengan pengurangan frekuensi pemberian air.

  

commit to user

  • ) Coret yang tidak perlu

  

commit to user

PERNYATAAN

  Dengan ini kami selaku tim pembimbing skripsi mahasiswa program sarjana: Nama : Andri Eko Permadi NIM : H0708004 Program Studi : Agroteknologi Menyetujui naskah publikasi ilmiah atau naskah penelitian sarjana yang

disusun oleh yang bersangkutan dan dipublikasikan (dengan/tanpa*)

mencantumkan nama tim dosen pembimbing sebagai co-Author

  

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Prof. Dr. Ir. Edi Purwanto, MSc Ir. Sumani, MSi.

  

NIP. 19601008 198503 1 001 NIP. 19630704 198803 2 001