PERLAKUAN KITOSAN DAN SUHU DINGIN PADA BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.) UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN Skripsi

PADA BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.) UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh: Sovia Santi Leksikowati NIM. M 0409056

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, .........................

Sovia Santi Leksikowati NIM. M 0409056

PADA BUAH ALPUKAT (Persea americana Mill.) UNTUK MENINGKATKAN DAYA SIMPAN SOVIA SANTI LEKSIKOWATI

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRAK

Alpukat (Persea americana Mill.) termasuk komoditi buah-buahan dengan permintaan pasar yang cukup tinggi. Di lain pihak terdapat permasalahan pascapanen yaitu buah alpukat mudah rusak sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan daya simpan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kitosan dan suhu dingin serta perlakuan yang paling optimal dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang terdiri dari dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu konsentrasi kitosan dengan empat taraf (0%, 1%, 2%, dan 3% w/v). Faktor kedua yaitu suhu penyimpanan dengan dua taraf (suhu ruang (28 °C) dan suhu dingin (16 °C)).

Parameter fisiologis dan biokimia yang diamati antara lain susut bobot, kadar air dengan metode oven, total gula reduksi dengan metode DNS, vitamin C dengan metode iodimetri, laju respirasi dengan alat PAA Horiba ASSA-1610, dan kandungan pigmen dengan metode spektrofotometri. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama satu bulan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Anava kemudian dilanjutkan dengan DMRT pada taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kitosan dan suhu dingin berpengaruh dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat. Perlakuan konsentrasi kitosan 2% dan 3% pada suhu dingin mampu mempertahankan bobot buah, kadar air, kadar klorofil, dan kadar karotenoid serta menurunkan laju respirasi buah. Perlakuan konsentrasi kitosan 3% pada suhu dingin mampu mempertahankan total gula reduksi dan vitamin C pada buah sehingga dapat meningkatkan daya simpan buah alpukat.

Kata Kunci : Persea americana Mill., kitosan, suhu, daya simpan buah

FOR AVOCADO (Persea americana Mill.) TO INCREASE SHELF LIFE SOVIA SANTI LEKSIKOWATI

Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,

Sebelas Maret University, Surakarta

ABSTRACT

Avocado (Persea americana Mill.) including fruit commodities with a high market demand. On the other hand there was an avocado postharvest problem it easily destruction so it was necessary to increase shelf life. The aims of this research were to study the effect of chitosan and cold temperature and also the optimal treatment to increase shelf life of avocado. The research had been performed using Randomized Complete Block Design (RCBD) with two factors and three replicates. The first factor was concentration of chitosan with four levels (0%, 1%, 2%, and 3% w/v). The second factor was storage temperature with two levels (room temperature (28 °C) and cold temperature (16 °C)).

Physiological and biochemical parameters were observed between the other weight loss, water content using oven method, total reducing sugars using DNS method, ascorbic acid using iodimetri method, respiration rate using PAA Horiba ASSA-1610, and pigment content using spectrophotometry method. Observations were made every week for a month. Data collected were analyzed using Anova followed by DMRT in 95% confidence level to determine the

significant difference between treatments. The result showed that chitosan and

cold temperatures treatment had significant effect to increase shelf life of avocado. Treatment of 2% dan 3% chitosan concentration in cold temperature was able to maintain the weight of fruit, water content, levels of chlorophyll, levels of carotenoid, and decreased respiration rate of fruit. Treatment of 3% chitosan concentration in cold temperature was able to maintain total reducing sugars and ascorbic acid of fruit so increased shelf life of avocado.

Keywords: Persea americana Mill., chitosan, temperature, shelf life fruit

Janganlah kita berfokus pada yang sulit, tapi pada yang harus kita lakukan

(Mario Teguh)

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan

(Mario Teguh)

kemalasan. Bersungguh-sungguhlah maka kamu akan mendapatkan dengan

segera apa yang kamu cita-

(Sholahuddin As-Supadi)

h karena tidak ada seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan pandai. Sebesar kemauanmu sebesar itu pula yang kau dapatkan. Man Jadda Wajada (Siapa bersungguh-

(Akbar Zainudin)

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Bapak Sahono, Ibu Mulyatmi, dan Adikku Disti Nurul Khoiriyah atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang tidak terhingga

Keluarga besar penulis atas doa dan dukungan Ibu Dra. Endang Anggarwulan, M.Si. dan Ibu Widya

Mudyantini, M.Si. atas semangat dan nasihat yang berharga

Sahabat seperjuangan di Jurusan Biologi FMIPA UNS ( Yani, Siti, Nat, Isna, Meutia, Lilis, Ratna, Puput, Ida, Yanuar, dan Nugroho) serta Mas Ari atas semangat dan dukungan yang luar biasa Almamater tercinta, Universitas Sebelas Maret

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi limpahan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi

Perlakuan Kitosan dan Suhu Dingin pada Buah Alpukat

(Persea americana Mill.) untuk Meningkatkan Daya Simpan Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis telah memperoleh saran, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang bermanfaat secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc. (Hons)., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penelitian untuk keperluan skripsi.

Dr. Agung Budiharjo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penelitian untuk keperluan skripsi.

Dra. Endang Anggarwulan, M.Si. dan Widya Mudyantini, M.Si. selaku dosen pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan semangat dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi.

selaku dosen penelaah I dan II yang telah memberikan saran dan masukan selama penyusunan skripsi.

Dr. Artini Pangastuti, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik serta seluruh dosen Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

Kepala dan staf UPT Laboratorium Pusat MIPA dan Laboratorium Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu selama penelitian.

Tim Peneliti Biomateri Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu pendanaan penelitian.

Teman-teman seperjuangan di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta atas doa dan dukungan selama masa perkuliahan serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan yang berupa saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan sangat membantu. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang terkait.

Surakarta, Februari 2013 Penulis

Halaman Tabel 1.

Kandungan gizi tiap 100 g buah alpukat segar ........................... 9

Tabel 2. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan............. 11

Tabel 3. Kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ............................................................................... 18

Tabel 4. Seri konsentrasi larutan standar gula reduksi .............................. 22

Tabel 5. Susut bobot buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (%) ......................................................... 29

Tabel 6. Kadar air buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (%) ................................................................ 34

Tabel 7. Total gula reduksi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/100 g) ................................ 36

Tabel 8. Vitamin C buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (mg/100 g) .................................................... 42

Tabel 9. Laju respirasi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan (ppm CO 2 /L/menit) ................................ 46

Tabel 10. Klorofil a buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan

suhu penyimpanan (mg/l) ............................................................ 51

Tabel 11. Klorofil b buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan

suhu penyimpanan (mg/l) ............................................................ 52

Tabel 12. Klorofil total buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan

dan suhu penyimpanan (mg/l) ..................................................... 53

Tabel 13. Kandungan karotenoid buah alpukat pada variasi konsentrasi

Halaman Gambar 1.

Morfologi Persea americana Mill. .......................................... 8

Gambar 2. Struktur kimia kitosan .............................................................. 10

Gambar 3. Bagan alir kerangka pemikiran................................................. 16

Gambar 4. Susut bobot buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ............................................................. 30

Gambar 5. Kadar air buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan .................................................................... 35

Gambar 6. Total gula reduksi buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ................................................ 38

Gambar 7. Perombakan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa ................ 40

Gambar 8. Vitamin C buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan ............................................................. 43

Gambar 9. Reaksi oksidasi asam askorbat ................................................. 45

Gambar 10. Laju respirasi buah alpukat pada variasi konsentrasi

kitosan dan suhu penyimpanan ................................................ 48

Gambar 11. Klorofil a buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan

dan suhu penyimpanan ............................................................. 54

Gambar 12. Klorofil b buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan

dan suhu penyimpanan ............................................................. 55

Gambar 13. Klorofil total buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan

dan suhu penyimpanan ............................................................. 55

Gambar 14. Karotenoid buah alpukat pada variasi konsentrasi kitosan

dan suhu penyimpanan ............................................................. 57

Gambar 15. Jalur degradasi klorofil ............................................................. 59

Gambar 16. Jalur biosintesis karotenoid ...................................................... 60

Halaman Lampiran 1.

Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap susut bobot ...................................... 72

Lampiran 2. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap kadar air .......................................... 73

Lampiran 3. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap total gula reduksi ............................. 74

Lampiran 4. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap vitamin C ......................................... 75

Lampiran 5. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap laju respirasi .................................... 76

Lampiran 6. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap klorofil a .......................................... 77

Lampiran 7. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap klorofil b .......................................... 78

Lampiran 8. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap klorofil total .................................... 79

Lampiran 9. Hasil anava dan uji DMRT pengaruh kitosan dan suhu penyimpanan terhadap karotenoid ....................................... 80

Lampiran 10. Hasil pengamatan buah alpukat selama 4 minggu ............... 81

Halaman

Gambar 17. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-1 ............. 81

Gambar 18. Perlakuan kitosan dan suhu dingin pada minggu ke-1 ........... 81

Gambar 19. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-2 ............. 81

Gambar 20. Perlakuan kitosan dan suhu dingin pada minggu ke-2 ........... 81

Gambar 21. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-3 ............. 82

Gambar 22. Perlakuan kitosan dan suhu dingin pada minggu ke-3 ........... 82

Gambar 23. Perlakuan kitosan dan suhu ruang pada minggu ke-4 ............. 82

Gambar 24. Perlakuan kitosan dan suhu dingin pada minggu ke-4 ........... 82

unit penyelenggara teknis

UV

ultra violet

PAA

plant assimilation analyzer

rancangan acak kelompok lengkap

RCBD

randomized complete block design

Anava

analisis varian

DMRT

duncan multiple range test

RH

relative humidity

HSP

hari setelah panen

glyceraldehyde-3-phosphate

DXS 1-deoxy-D-xylulose 5-phosphate synthase DXR

1-deoxy-D-xylulose 5-phosphate reductoisomerase MEP

2-C-methyl-D-erythritol 4-phosphate

HDR hydroxymethylbutenyl diphosphate reductase IPP

isopentenyl diphosphate

IPI

isopentenyl diphosphate isomerase

GP

geranylgeranyl diphosphate

PSY

phytoene synthase

PDS

phytoene desaturase

ZDS

zeta carotene desaturase

ZISO

zeta carotene isomerase

CrtISO

carotene isomerase

chromoplast-specific beta-cyclase

CYP97A, CYP97C

cytochrome P450 carotene hydroxylases

CHY1, CHY2

non-heme carotene hydroxylases

zeaxanthin epoxidase

VDE

violaxanthin de-epoxidase

ABA

abscisic acid

CaCCS

capsanthin/capsorubin synthase

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan mudahnya berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Peningkatan kualitas dan kuantitas buah lokal juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan devisa negara yaitu dengan ekspor komoditi buah-buahan yang akan meningkatkan ekspor nonmigas negara kita (Nuswamarhaeni dkk., 1989).

Alpukat merupakan tanaman yang dapat tumbuh subur di daerah tropis seperti Indonesia. Buah alpukat merupakan salah satu jenis buah yang digemari banyak orang karena selain rasanya yang enak, buah alpukat juga kaya antioksidan dan zat gizi seperti lemak yaitu 9,8 g/100 g daging buah (Afrianti, 2010). Selain itu, buah alpukat tidak bersifat musiman dan harganya terjangkau.

Alpukat tidak hanya melimpah di pasar lokal, pasar di luar negeri juga berhasil ditembus. Awalnya alpukat hanya melimpah di negara Singapura dan Belanda, kemudian menyusul negara lain seperti Saudi Arabia, Perancis, dan Brunai Darussalam. Impor buah alpukat di negara Perancis pada tahun 1989 sebanyak 3.790 kg dengan nilai 379 US$ meningkat pada tahun 1990 menjadi 5.749 kg dengan nilai 10.876 US$ (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Sebagai pembanding, di Indonesia mampu mengekspor buah alpukat dalam bentuk segar yang cukup tinggi, berdasarkan data BPS (2008), Indonesia mengekspor buah

5.121 kg pada tahun 2005; dan 4.104 kg pada tahun 2006. Walaupun angka tersebut mengalami penurunan, namun jumlah ekspor buah alpukat ke luar negeri dinyatakan tetap tinggi disamping produksi yang tinggi pula di dalam negeri yang mencapai 239.463 ton pada tahun 2006.

Salah satu kendala dalam usaha pemenuhan permintaan buah alpukat untuk konsumsi berbagai negara adalah karena rusaknya buah alpukat sebelum sampai ke tempat tujuan atau sebelum dikonsumsi. Besarnya kerusakan tersebut, di samping karena sifat buah-buahan yang mudah mengalami kerusakan atau pembusukan serta iklim tropis yang tidak menguntungkan bagi daya tahan simpan buah, terutama karena penanganan pascapanen yang belum memadai (Jumeri dkk., 2007). Buah alpukat mempunyai sifat yang mudah rusak terutama karena kondisi lingkungan yang tidak sesuai seperti suhu tinggi dan udara lembab yang dapat mempercepat proses kerusakan buah pascapanen. Hal ini menjadi suatu permasalahan dalam penyediaan alpukat yang bermutu baik bagi konsumen untuk pasar lokal maupun ekspor.

Metode penyimpanan produk buah-buahan yang saat ini banyak dikembangkan adalah metode penyimpanan dengan sistem kemasan atmosfer termodifikasi. Metode ini digunakan untuk memperpanjang masa simpan buah pascapanen agar buah masih dalam kondisi yang baik sampai siap dikonsumsi. Metode penyimpanan ini memerlukan biaya yang tinggi. Metode lain yang lebih praktis adalah dengan meniru mekanisme atmosfer termodifikasi, yaitu dengan penggunaan bahan pelapis (coating).

permukaan buah untuk menghambat keluarnya gas, uap air, dan menghindari kontak dengan oksigen, sehingga proses pemasakan dan pencoklatan buah dapat diperlambat (El-Ghaouth et al., 1991). Edible coating berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa (kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, dan zat terlarut) (Bourtoom, 2008).

Contoh bahan-bahan edible coating untuk melapisi buah antara lain selulosa, kasein, zein, protein kedelai, dan kitosan. Bahan-bahan ini dipilih karena memiliki karakteristik tidak berbau, tidak berasa, dan transparan (Park, 2002). Lapisan yang ditambahkan di permukaan buah ini tidak berbahaya bila ikut dikonsumsi bersama buah. Kitosan adalah salah satu bahan yang bisa digunakan sebagai coating buah. Kitosan merupakan polisakarida berasal dari limbah kulit udang-udangan yang mempunyai potensi yang cukup baik sebagai pelapis buah- buahan, misalnya pada buah tomat (El-Ghaouth et al., 1991) dan leci (Dong et al., 2004). Sifat lain kitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada jaringan tanaman. Enzim ini dapat mendegradasi kitin yang menjadi penyusun utama dinding sel fungi sehingga dapat digunakan sebagai fungisida (El-Ghaouth et al., 1991).

Metode lain yang dapat digunakan dalam menghambat metabolisme pada buah pascapanen adalah dengan pengendalian suhu penyimpanan. Peranan suhu penyimpanan bagi komoditas hortikultura khususnya di daerah tropis sangat besar. Pengendalian suhu dapat mengendalikan kematangan buah, kelayuan, mencegah kerusakan oleh mikrobia serta perubahan tekstur komoditi yang Metode lain yang dapat digunakan dalam menghambat metabolisme pada buah pascapanen adalah dengan pengendalian suhu penyimpanan. Peranan suhu penyimpanan bagi komoditas hortikultura khususnya di daerah tropis sangat besar. Pengendalian suhu dapat mengendalikan kematangan buah, kelayuan, mencegah kerusakan oleh mikrobia serta perubahan tekstur komoditi yang

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat digarisbawahi bahwa kendala dalam usaha pemenuhan kebutuhan buah alpukat untuk konsumsi berbagai negara adalah karena rusaknya buah alpukat sebelum sampai ke tempat tujuan atau sebelum dikonsumsi. Bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya simpan buah sebagai bentuk modifikasi pascapanen adalah dengan pemberian bahan pelapis buah dari kitosan dengan kombinasi suhu dingin, dimana telah disebutkan bahwa pengendalian suhu dapat mengendalikan kematangan buah, kelayuan, mencegah kerusakan oleh mikrobia, serta perubahan tekstur komoditi yang disimpan. Penurunan suhu dapat menurunkan laju respirasi, laju transpirasi, maupun proses oksidasi kimia sehingga proses kerusakan dan pembusukan buah dapat dihambat.

Pengujian terhadap parameter fisiologis dan biokimia buah yang diberi perlakuan kitosan dan suhu dingin perlu dilakukan sehingga dapat diketahui konsentrasi kitosan dan suhu yang paling optimal dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian

Perlakuan Kitosan dan Suhu Dingin pada Buah Alpukat (Persea americana Mill.) untuk Meningkatkan Daya Simpan

alam penelitian ini

dilakukan pengujian terhadap beberapa parameter fisiologis dan biokimia buah yang meliputi susut bobot, kadar air, total gula reduksi, vitamin C, laju respirasi, dan pigmen buah.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pengaruh kombinasi perlakuan kitosan (1%, 2%, 3% w/v) dan suhu dingin (16 °C) dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat?

2. Perlakuan manakah yang paling optimal dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mempelajari pengaruh kombinasi perlakuan kitosan (1%, 2%, 3% w/v) dan suhu dingin (16 °C) dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat.

2. Menentukan perlakuan yang paling optimal dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan informasi ilmiah tentang besarnya susut bobot, kadar air, total gula reduksi, vitamin C, laju respirasi, dan pigmen (klorofil dan karotenoid) buah alpukat pada perlakuan kitosan dan suhu dingin sehingga dapat diketahui karakter fisiologis dan biokimia buah selama penyimpanan.

meningkatkan daya simpan buah alpukat sehingga bermanfaat bagi pemasaran dan penyimpanan buah tropis.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Alpukat (Persea americana Mill.)

a. Klasifikasi Alpukat adalah pohon subtropis asli Amerika Tengah dan Meksiko dimana tanaman tersebut telah dibudidayakan dari zaman kuno (Chen et al ., 2009). Kedudukan tanaman alpukat dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut. Divisi

: Persea americana Mill. (Steenis, 1978).

b. Morfologi Alpukat adalah spesies polimorfik yang terdiri dari beberapa varietas botani atau subspesies, disesuaikan dengan geografis lingkungan mikro yang berbeda (Violi, 2008). Tanaman alpukat memiliki tinggi 3-10 meter. Daun alpukat bertangkai dan berjejal-jejal pada ujung ranting (Gambar 1). Bentuk daun alpukat bulat telur memanjang, eliptis atau bulat b. Morfologi Alpukat adalah spesies polimorfik yang terdiri dari beberapa varietas botani atau subspesies, disesuaikan dengan geografis lingkungan mikro yang berbeda (Violi, 2008). Tanaman alpukat memiliki tinggi 3-10 meter. Daun alpukat bertangkai dan berjejal-jejal pada ujung ranting (Gambar 1). Bentuk daun alpukat bulat telur memanjang, eliptis atau bulat

dimana tiga taju yang terluar merupakan taju yang terkecil. Benang sari berjumlah dua belas yang terdapat di dalam empat lingkaran dimana benang sari tiga terdalam direduksi menjadi staminodia. Ruang sari berjumlah empat dengan staminodia berwarna oranye atau coklat. Buah alpukat merupakan buah buni berbentuk bola atau buah peer yang memiliki panjang 5-20 cm dan berbiji satu tanpa sisa bunga yang tinggal. Buah alpukat berwarna hijau atau hijau kuning, keungu-unguan atau berbintik-bintik, gundul, dan berbau enak. Biji alpukat berbentuk bola dengan garis tengah 2,5-5 cm (Steenis, 1978).

Gambar 1. Morfologi Persea americana Mill. (Prihatman, 2000)

c. Kandungan Gizi Setiap 100 g buah alpukat mengandung 85,00 kalori, selain itu buah alpukat mengandung lemak dan karbohidrat sebagai kandungan gizi c. Kandungan Gizi Setiap 100 g buah alpukat mengandung 85,00 kalori, selain itu buah alpukat mengandung lemak dan karbohidrat sebagai kandungan gizi

Kandungan gizi

Nilai rata-rata

Kalsium (Ca)

10,00 mg

Fosfor (P)

20,00 mg

Zat besi (Fe)

0,90 mg

Vitamin A

180,00 S.I.

Vitamin B1

0,05 mg

Vitamin C

Bagian yang dapat dimakan (Bdd)

Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI dalam Rukmana (1997)

d. Manfaat Bagian yang dapat digunakan dari tanaman alpukat antara lain daging buah, daun, dan biji. Sifat kimiawi dari masing-masing bagian, untuk buah mengandung saponin, alkaloid, dan flavonoid, selain itu buah juga mengandung tanin dan daun mengandung polifenol, quersetin, dan gula alkohol persiit. Kegunaan dari masing-masing bagian yaitu daging buah dapat digunakan untuk sariawan dan melembabkan kulit kering. Daun alpukat dapat digunakan untuk mengatasi kencing batu, darah tinggi, sakit kepala, nyeri saraf, nyeri lambung, saluran napas membengkak d. Manfaat Bagian yang dapat digunakan dari tanaman alpukat antara lain daging buah, daun, dan biji. Sifat kimiawi dari masing-masing bagian, untuk buah mengandung saponin, alkaloid, dan flavonoid, selain itu buah juga mengandung tanin dan daun mengandung polifenol, quersetin, dan gula alkohol persiit. Kegunaan dari masing-masing bagian yaitu daging buah dapat digunakan untuk sariawan dan melembabkan kulit kering. Daun alpukat dapat digunakan untuk mengatasi kencing batu, darah tinggi, sakit kepala, nyeri saraf, nyeri lambung, saluran napas membengkak

2. Kitosan

a. Pengertian Kitosan adalah derivat polimer dari kitin yang memiliki gugus N- terasetilasi yang membuatnya larut dalam larutan asam. Kitin merupakan biopolimer alami yang terdapat pada eksoskeleton invertebrata yang merupakan polisakarida terbanyak kedua di alam setelah selulosa (Kittur et al ., 1998). Kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino dalam rantai karbonnya. Hal ini menyebabkan kitosan bermuatan positif yang berlawanan dengan polisakarida yang lainnya (Whang et al., 2005). Struktur kimia kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia kitosan (Harianingsih, 2010) Kitosan merupakan salah satu jenis polisakarida turunan kitin yang mempunyai sifat dapat membentuk film yang kuat, elastis, fleksibel, dan

(Butler et al., 1996). Jenis kemasan yang banyak dibuat dari kitosan adalah jenis edible film atau coating. Sifatnya yang edible (dapat dimakan) merupakan keunggulan kitosan sehingga dapat digolongkan ke dalam bahan kemasan yang ramah lingkungan.

b. Aplikasi Abdou et al. (2008) menyatakan bahwa kitosan dapat dimanfaatkan dalam bidang bioteknologi sebagai imobilisasi enzim, medium kultur tumbuhan, bidang obat-obatan dan kesehatan, bidang kecantikan, dan bidang pangan. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan

Aplikasi

Contoh

Antimikroba Bakterisidal dan fungisidal Edible film

Mengatur perpindahan uap antara makanan dan lingkungan sekitar, menahan

pelepasan

zat-zat antimikroba, antioksidan,

nutrisi,

flavor, dan obat

Bahan aditif Mempertahankan flavor alami, bahan pengontrol tekstur, bahan pengemulsi, dan bahan pengental

Nutrisi Sebagai serat diet, penurun kolesterol, tambahan

makanan

ikan, dan mereduksi penyerapan lemak Sumber: Shahidi et al. (1999)

Penelitian Ekaputri (2009) menyatakan bahwa perlakuan kitosan 1,5% mampu mempertahankan shelf-life (masa simpan) buah manggis (Garcinia mangostana L.) hingga 20 hari setelah panen. Penelitian Jayaputra dan Nurrachman (2005) terkait kitosan, juga menyatakan bahwa Penelitian Ekaputri (2009) menyatakan bahwa perlakuan kitosan 1,5% mampu mempertahankan shelf-life (masa simpan) buah manggis (Garcinia mangostana L.) hingga 20 hari setelah panen. Penelitian Jayaputra dan Nurrachman (2005) terkait kitosan, juga menyatakan bahwa

Alamsyah (2006) dalam Suptijah dkk. (1992) menyatakan bahwa penggunaan kitosan sebagai bahan pengawet dan edible coating yang efektif untuk mencegah kerusakan kualitas dan memperpanjang umur simpan produk pangan sangatlah potensial. Menurut Kittur et al. (1998) kitosan juga berfungsi untuk meningkatkan penampakan fisik buah, mengurangi deteriorasi serta pembusukan oleh mikroba, mengontrol

pertukaran gas (O 2 , CO 2 , dan etilen) serta mengontrol perubahan fisiologi, mikrobiologi, dan fisikokimia pada produk makanan.

3. Kerusakan Buah Selama Penyimpanan Kerusakan buah dapat terjadi sejak buah dipanen hingga proses penyimpanan. Beberapa proses kerusakan yang terjadi pada buah antara lain:

a. Pencoklatan Pembentukan warna coklat dikarenakan terjadinya oksidasi senyawa-senyawa fenol dan polifenol oleh enzim fenolase dan polifenolase membentuk quinon, yang selanjutnya berpolimerisasi membentuk melanin (pigmen berwarna coklat). Terjadinya reaksi browning enzimatis diperlukan adanya komponen yaitu fenolase dan polifenolase (enzim), senyawa-senyawa fenol dan polifenol (substrat), serta oksigen. Menghindari terjadinya reaksi browning enzimatis dapat a. Pencoklatan Pembentukan warna coklat dikarenakan terjadinya oksidasi senyawa-senyawa fenol dan polifenol oleh enzim fenolase dan polifenolase membentuk quinon, yang selanjutnya berpolimerisasi membentuk melanin (pigmen berwarna coklat). Terjadinya reaksi browning enzimatis diperlukan adanya komponen yaitu fenolase dan polifenolase (enzim), senyawa-senyawa fenol dan polifenol (substrat), serta oksigen. Menghindari terjadinya reaksi browning enzimatis dapat

b. Penyusutan Massa Selama penyimpanan, buah masih melakukan aktivitas yang memanfaatkan cadangan makanan yang tersisa. Reaksi metabolisme dalam bahan dikatalis oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam buah secara alami sehingga terjadi proses autolisis yang berakhir dengan kerusakan dan pembusukan (Trenggono dkk., 1990). Suhardi dan Yuniarti (1996) menyatakan bahwa penyusutan atau pengurangan berat bahan terus berlangsung selama penyimpanan sebagai akibat dari adanya proses respirasi. Hofman et al. (1997) serta Hagenmaier dan Baker (1995) menyatakan bahwa kehilangan berat disebabkan oleh proses biologis yang terus berlangsung yaitu proses respirasi secara sempurna sehingga gula

reduksi terombak menjadi CO 2 dan H 2 O yang mudah menguap.

c. Laju Respirasi dan Produksi Etilen yang Tinggi Trenggono (1992) menyatakan bahwa umur simpan buah sangat dipengaruhi oleh laju respirasi. Laju respirasi dapat dikendalikan antara lain dengan memanipulasi kandungan gas O 2 atau CO 2 dalam kemasan atau ruang penyimpanan. Menurunkan konsentrasi O 2 atau meningkatkan konsentrasi CO 2 dapat memperlambat laju respirasi sehingga umur simpan dapat diperpanjang. Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan sebagai hormon yang mengatur pertumbuhan, perkembangan, dan c. Laju Respirasi dan Produksi Etilen yang Tinggi Trenggono (1992) menyatakan bahwa umur simpan buah sangat dipengaruhi oleh laju respirasi. Laju respirasi dapat dikendalikan antara lain dengan memanipulasi kandungan gas O 2 atau CO 2 dalam kemasan atau ruang penyimpanan. Menurunkan konsentrasi O 2 atau meningkatkan konsentrasi CO 2 dapat memperlambat laju respirasi sehingga umur simpan dapat diperpanjang. Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan sebagai hormon yang mengatur pertumbuhan, perkembangan, dan

dengan KMnO 4 atau ozon (Harianingsih, 2010).

d. Laju Transpirasi yang Tinggi Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal (morfologi/ anatomi, rasio permukaan terhadap volum, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, pergerakan udara, tekanan atmosfer). Transpirasi yang berlebihan akan menyebabkan produk mengalami pengurangan berat, penurunan daya tarik (karena layu), nilai tekstur, dan nilai gizi. Pengendalian laju transpirasi dilakukan dengan pelapisan, penyimpanan dingin, atau memodifikasi atmosfer (Harianingsih, 2010).

e. Sensitivitas terhadap Suhu Pemaparan komoditi pada suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan kerusakan fisiologis yang bisa berupa: (1) freezing injuries, karena produk disimpan di bawah suhu bekunya; (2) chilling injuries, umum pada produk tropis yang disimpan di atas suhu beku dan diantara 5-

15 °C, tergantung sensitivitas komoditi; (3) heat injuries, terjadi karena paparan sinar matahari atau panas yang berlebihan. Berdasarkan sensitivitasnya terhadap suhu dingin, dikenal dua golongan produk, yaitu

(Harianingsih, 2010).

4. Perlakuan Pascapanen Alpukat mempunyai umur simpan sekitar 7 hari (sejak petik sampai siap konsumsi). Lama penyimpanan ini dapat diperlambat sampai 30-40 hari apabila disimpan dalam ruangan bersuhu 4 °C. Suasana ruang penyimpanan yang dingin (bersuhu rendah) akan memperlambat proses respirasi, apalagi bila disertai dengan kondisi buah yang mulus tanpa cacat. Sebaliknya, suasana ruangan yang panas (bersuhu tinggi) disertai luka atau cacat pada buah akan mempercepat proses pernapasan ini. Dengan demikian daya simpan alpukat pada ruangan bersuhu rendah akan lebih panjang daripada ruangan bersuhu tinggi (Indriani dan Sumiarsih, 1992).

B. Kerangka Pemikiran

Alpukat termasuk komoditi buah-buahan dengan permintaan pasar dalam bentuk segar yang cukup tinggi. Salah satu kendala dalam usaha pemenuhan kebutuhan buah alpukat untuk konsumsi berbagai negara adalah rusaknya buah alpukat sebelum sampai ke tempat tujuan atau sebelum dikonsumsi sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan daya simpan buah yang dapat dilakukan dengan pemberian kombinasi perlakuan kitosan dan suhu dingin (Gambar 3).

Gambar 3. Bagan alir kerangka pemikiran

C. Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini antara lain:

1. Kombinasi perlakuan kitosan dan suhu dingin berpengaruh dalam meningkatkan daya simpan buah alpukat.

2. Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang digunakan maka semakin meningkatkan daya simpan buah. Perlakuan suhu dingin dapat meningkatkan daya simpan buah.

Konsentrasi kitosan (0%, 1%, 2%,

dan 3% w/v)

Suhu penyimpanan (suhu ruang (28 °C) dan suhu dingin (16 °C))

Meningkatkan daya simpan buah alpukat

Peningkatan permintaan komoditas buah alpukat

Permasalahan pascapanen (buah cepat busuk)

Modifikasi pascapanen dengan kitosan dan suhu

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Agustus- Oktober 2012. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta Sub Laboratorium Biologi UPT Laboratorium Pusat Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bak, keranjang buah, neraca analitik, gelas ukur, tabung kaca, magnetic stirer, hotplate, gelas beker, pengaduk kaca, cawan petri, oven, erlenmeyer, corong kaca, botol kaca gelap, tabung reaksi, vorteks, spektrofotometer UV Vis Lambda 25 Perkin Elmer, kuvet, pipet tetes, pipet volum, plastik, Plant Assimilation Analyzer (PAA) Horiba ASSA-1610, mortar dan stamfer, serta buret dan statif.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain buah alpukat (Persea americana Mill.), air, kitosan, asam asetat 1%, akuades, kertas label, tissue, Dinitrosalisilat (DNS), fenol, Na-metabisulfit, NaOH, kertas saring Whatman 41, garam rocelle (KNa-tartrat), glukosa anhidrat, kalium iodida, iodium, amilum, vitamin C murni, dan aseton 80%.

Penelitian ini bersifat eksperimen dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang terdiri atas dua faktor yaitu konsentrasi kitosan dengan empat taraf (0%, 1%, 2%, dan 3% w/v) serta suhu

penyimpanan dengan dua taraf (suhu ruang (28 °C) dan suhu dingin (16 °C)).

Setiap perlakuan dilakukan dengan tiga ulangan. Berdasarkan kedua faktor perlakuan tersebut diperoleh delapan kombinasi perlakuan (Tabel 3). Tabel 3. Kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan dan suhu penyimpanan

Keterangan: 0%, 16° C = konsentrasi kitosan 0%, suhu dingin 1%, 16° C = konsentrasi kitosan 1%, suhu dingin 2%, 16° C = konsentrasi kitosan 2%, suhu dingin 3%, 16° C = konsentrasi kitosan 3%, suhu dingin 0%, 28° C = konsentrasi kitosan 0%, suhu ruang 1%, 28° C = konsentrasi kitosan 1%, suhu ruang 2%, 28° C = konsentrasi kitosan 2%, suhu ruang 3%, 28° C = konsentrasi kitosan 3%, suhu ruang

1. Persiapan Bahan Persiapan meliputi sortasi, pencucian, dan pengeringan buah. Buah yang digunakan adalah buah alpukat varietas hijau panjang yang diambil dari lahan di wilayah Tawangmangu dengan umur panen 6-7 bulan dari bunga mekar. Buah alpukat varietas hijau panjang memiliki karakteristik leher buah panjang, ujung buah tumpul, dan pangkal buah runcing. Sortasi dilakukan dengan memilih buah alpukat yang memiliki kriteria sama dalam tingkat kematangan dan ukuran serta bebas dari penyakit buah. Pencucian dilakukan dengan meletakkan buah alpukat pada bak besar dengan air mengalir agar kotoran yang menempel pada kulit buah hilang. Setelah proses pencucian selesai, buah dikeringanginkan di dalam ruangan.

2. Pembuatan Larutan Kitosan Larutan kitosan 1% w/v dibuat dengan cara melarutkan 10 g kitosan dalam 1000 ml asam asetat 1%. Larutan kitosan 2% w/v dibuat dengan cara melarutkan 20 g kitosan dalam 1000 ml asam asetat 1%. Larutan kitosan 3% w/v dibuat dengan cara melarutkan 30 g kitosan dalam 1000 ml asam asetat 1%. Masing-masing larutan diaduk dengan magnetic stirer hingga larut kemudian disimpan pada suhu ruang.

3. Proses Pelapisan pada Buah Buah alpukat dicelupkan ke dalam larutan kitosan dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3% w/v selama 10 menit.

Buah alpukat disimpan pada suhu ruang (28 °C) dan suhu dingin (16 °C) untuk selanjutnya dilakukan pengujian parameter fisiologis dan biokimia buah setiap minggu selama satu bulan.

5. Pengukuran Parameter Fisiologis dan Biokimia Buah

a. Susut Bobot Bobot buah diukur dengan menggunakan neraca analitik. Susut bobot buah dinyatakan dalam persen dengan perhitungan:

% susut bobot buah =

bobot buah awal bobot buah akhir

bobot buah awal

× 100% Keterangan:

Bobot buah awal = bobot buah pada awal penyimpanan Bobot buah akhir = bobot buah saat pengujian (pengamatan)

(Bastian dkk., 2004).

b. Kadar Air dengan Metode Oven

1) Cawan ditimbang untuk mengetahui berat awal cawan.

2) Sampel buah diambil kemudian dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang sebagai berat basah.

3) Cawan yang berisi sampel buah dimasukkan ke dalam oven pada suhu 102 °C sampai beratnya konstan kemudian ditimbang sebagai berat kering. Perhitungan:

% kadar air =

berat basah berat kering

berat basah

Berat basah = berat sampel sebelum dikeringkan dalam oven Berat kering = berat sampel setelah dikeringkan dalam oven

(Sudarmadji dkk., 1984).

c. Total Gula Reduksi dengan Metode DNS Prinsip metode DNS adalah dalam suasana alkali gula pereduksi akan mereduksi asam 3,5 dinitrosolisilat (DNS) membentuk senyawa yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.

1) Pembuatan Reagen DNS 1%

Reagen DNS 1% berfungsi mengikat gula reduksi dari sampel. Reagen DNS 1% dibuat dengan cara melarutkan 5 g DNS, 1 g fenol, 0,25 g Na-metabisulfit, dan 5 g NaOH dalam 300 ml akuades kemudian diaduk hingga larut. Larutan yang telah diperoleh diencerkan hingga 500 ml dan dibiarkan selama satu malam kemudian disaring.

2) Pembuatan Garam Rocelle (KNa-tartrat) 40%

Sebanyak 40 g KNa-tartrat dilarutkan dalam 80 ml akuades. Setelah larut, larutan diencerkan hingga 100 ml.

3) Penentuan Total Gula Reduksi Sampel

Sebanyak 10 g sampel buah yang telah dihaluskan dilarutkan dalam 100 ml akuades. Larutan tersebut diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 2 ml reagen DNS 1% ditambahkan ke dalam tabung reaksi kemudian divorteks. Selanjutnya

air mendidih selama 5 menit agar proses reduksi DNS terhadap gula reduksi berjalan cepat dan sempurna, kemudian didinginkan dalam air. KNa-tartrat 40% sebanyak 1 ml ditambahkan ke dalam tabung reaksi kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm menggunakan spektrofotometer UV Vis Lambda 25 Perkin Elmer. Penambahan KNa-tartrat 40% dilakukan pada tahap terakhir agar peran Na-metabisulfit yang dapat menangkap oksigen bebas pada larutan tidak mengganggu proses pengikatan gula reduksi oleh reagen DNS 1%.

4) Penentuan Kurva Standar

Kurva standar merupakan hasil pengukuran terhadap larutan yang hanya mengandung glukosa. Kurva standar dibuat dengan cara melarutkan 20 mg glukosa anhidrat dalam 20 ml akuades. Larutan ini digunakan sebagai stok. Larutan standar dibuat dengan konsentrasi 0,2-1 mg/ml. Larutan tersebut diberi perlakuan seperti pada penentuan total gula reduksi sampel (Miller, 1959). Seri konsentrasi larutan standar gula reduksi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Seri konsentrasi larutan standar gula reduksi

Larutan stok

Akuades (ml)

Konsentrasi larutan standar (mg/ml)

Prinsip metode iodimetri adalah sifat mereduksi dari vitamin C dan titrasi dengan larutan baku iodium.

1) Pembuatan Larutan Iodium 0,01 N

Sebanyak 2 g kalium iodida dilarutkan dalam 30 ml akuades. Sebanyak 1,27 g iodium ditambahkan ke dalam larutan tersebut. Setelah semua kristal iodium larut, selanjutnya dilakukan pengenceran hingga volume tepat 1.000 ml. Larutan disimpan dalam botol gelap dan tertutup rapat.

2) Pembuatan Larutan Amilum 1%

Larutan amilum 1% berperan sebagai indikator perubahan warna. Larutan tersebut dibuat dengan cara 0,1 g amilum dilarutkan dalam 5 ml akuades kemudian larutan tersebut dituangkan ke dalam 5 ml akuades yang telah dididihkan sambil diaduk-aduk.

3) Standarisasi Iodium

Sebanyak 24 mg vitamin C murni dilarutkan dalam 25 ml akuades kemudian diambil 5 ml larutan tersebut dan ditambah 1 ml larutan amilum 1% serta dititrasi dengan iodium hingga berwarna biru. Data yang diperoleh pada standarisasi iodium adalah volume yang digunakan untuk menitrasi vitamin C murni. Data ini digunakan untuk menghitung normalitas iodium dengan rumus:

N iod =

mxe Mr x V iod

N iod

: normalitas iodium (N)

: massa vitamin C murni yang dititrasi (g)

e : valensi vitamin C

Mr

: berat molekul vitamin C (g/mol)

V iod

: volume iodium untuk titrasi vitamin C murni (L)

4) Penentuan Kandungan Vitamin C Sampel

Sebanyak 10 g sampel buah yang telah dihaluskan dilarutkan dalam 100 ml akuades. Larutan tersebut diambil sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah 1 ml larutan amilum 1% serta dititrasi dengan larutan iodium 0,01 N hingga berwarna biru. Data yang diperoleh pada penentuan vitamin C sampel adalah volume larutan iodium 0,01 N yang diperlukan untuk menitrasi sampel. Data tersebut digunakan untuk menghitung massa vitamin C sampel dengan rumus:

m vitamin C = V iod x N iod x

Mr

x FP

Kandungan vitamin C sampel dihitung dengan rumus: Kandungan vitamin C = m vitamin C

Keterangan:

V iod

: volume iodium untuk titrasi sampel (L)

N iod

: normalitas iodium (N)

Mr

: berat molekul vitamin C (g/mol)

FP

: faktor pengenceran

V : volume ekstrak (ml) (Sudarmadji dkk., 1984).

e. Laju Respirasi dengan alat PAA Prinsip pengukuran laju respirasi dengan alat PAA Horiba ASSA- 1610 adalah menghitung jumlah CO 2 yang dihasilkan oleh buah. Cara kerja pengukuran laju respirasi adalah sebagai berikut.

1) Alat PAA dinyalakan selama dua jam sebelum digunakan.

2) Buah alpukat diinkubasi dengan dimasukkan ke dalam kantong plastik satu jam sebelum diukur.

3) Volume gas yang masuk disetel tiap sampel pada 2 L/menit.

4) Kalibrasi dilakukan untuk pengukuran kadar gas N 2 +CO 2 dengan

menggunakan tombol zero, span, dan meas.

5) Tombol zero digunakan untuk mengukur volume gas yang keluar setiap 0,5 L/menit pada skala 0 untuk mengukur kadar gas N 2.

6) Tombol span digunakan untuk mengukur gas N 2 +CO 2.

7) Tombol meas digunakan untuk pembacaan kadar CO 2 secara langsung,

(CO 2 +N 2 )-N 2 =CO 2.

8) Volume gas yang keluar pada 0,5 L/menit diatur untuk masing-masing sampel.

9) Pengukuran kadar CO 2 dilakukan dengan cara membaca pada skala

satuan ppm CO 2 /L/menit.

Laju respirasi = CO 2 sampel-CO 2 kontrol Keterangan:

CO 2 sampel : skala yang ditunjuk pada saluran (selang) sampel buah CO 2 kontrol : skala yang ditunjuk pada saluran (selang) kontrol

(Lestari dkk., 2008).

f. Pigmen Buah dengan Metode Spektrofotometri Prinsip metode pengukuran pigmen buah adalah sifat mendenaturasi protein dari aseton yang mengikat klorofil sehingga klorofil dapat lepas dari ikatan dengan protein dan ikut terekstrak dalam pelarut sehingga ekstrak dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 480, 645, dan 663 nm. Cara kerja pengukuran pigmen buah adalah sebagai berikut.

1) Kulit buah seberat 1 g digerus dalam mortar kemudian ditambah aseton 80% sebanyak 10 ml.

2) Kulit buah hasil gerusan disaring dengan kertas filter Whatman 41.

3) Filtrat yang diperoleh diukur absorbansinya pada panjang gelombang 480, 645, dan 663 nm dengan spektrofotometer UV Vis Lambda 25 Perkin Elmer.

4) Nilai kadar klorofil dan karotenoid dihitung dengan rumus:

a) Klorofil a (mg/l) = 12,7 x A663 2,69 x A645

= 22,9 x A645 4,68 x A663

c) Klorofil total (mg/l) = 8,02 x A663 + 20,2 x A645

d) Karotenoid (

= A 480 + 0,114 × A663 0,638 × A645 × V × 10 3

112,5 × W

Keterangan:

V = volume ekstrak (L)

= berat sampel (g) A480 = nilai absorbansi pada panjang gelombang 480 nm A645 = nilai absorbansi pada panjang gelombang 645 nm A663 = nilai absorbansi pada panjang gelombang 663 nm

(Hendry dan Grime, 1993).

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Varian (Anava) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diukur. Jika terdapat beda nyata di antara perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Suhu Penyimpanan

terhadap Susut Bobot

Bobot buah akan berkurang seiring dengan proses pematangan. Menurut Marcellin dalam Baker (1989), penyusutan bobot buah dipengaruhi oleh pemisahan sel-sel sepanjang lamela tengah yang porositasnya akan berkurang seiring dengan masaknya buah. Santoso dan Purwoko (1995) menambahkan, selama proses pematangan terjadi pemecahan polimer karbohidrat terutama senyawa pektin dan hemiselulosa yang akan melemahkan dinding sel dan gaya kohesif yang mengikat sel. Pemecahan polimer karbohidrat tersebut mempengaruhi bobot buah menjadi semakin berkurang selama penyimpanan.