PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK BERBASIS ASSERTIVE TRAINING UNTUK MENINGKATKAN SELF CONCEPT ANGGOTA KARANG TARUNA YODHA MANDIRI DI DESA PACUH BALONGPANGGANG GRESIK.

(1)

PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK BERBASISASSERTIVE

TRAININGDALAM MENINGKATKANSELF CONCEPTANGGOTA

KARANG TARUNA YODHA MANDIRI DI DESA PACUH BALONGPANGGANG GRESIK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Bimbingan Konseling Islam (S.Sos)

Oleh: Lailatul Nikmah NIM. B03213011

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Lailatul Nikmah (B03213011), Pengaruh Bimbingan Kelompok Berbasis Assertive Training untuk meningkatkan Self Concept Anggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik.

Fokus penelitian ini adalah, Apakah terdapat pengaruh pelaksanaan Bimbingan Kelompok Berbasis Teknik Assertive Trainingdalam Meningkatkan Self Concept Anggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisa data penelitian Eksperimen analisis uji t (Paired Sample t-test). Sedangkan dalam pengumpulan data menggunakan angket pre-tet dan post-test, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subyek penelitian adalah 15 anggota karang taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik. Dalam penelitian ini proses konseling menggunakan bimbingan kelompok berbasis assertive training dalam meningkatkan self concept anggota karang

taruna Yodha Mandiri dengan topic materi “self concept the leader training”. Untuk melihat adanya pengaruh atau tidaknya Bimbingan Kelompok berbasis Assertive Training dalam meningkatkan Self Concept anggota karang taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik. Dengan melihat hasil uji-t menunjukkan bahwa sebelum diberi treatment 60,93 dan sesudah diberi treatment 67,60. Nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam Paired Sample t-test, diketahui bahwa hasil prosentasenya adalah 84,5% dengan melihat standar ujinya dapat dikatakan bahwa Bimbingan Kelompok berbasis Assertive Training dikategorikan “Sangat Berpengaruh”

dalam meningkatkan Self Concept Anggota karang taruna Yodha Mandiri di desa Pacuh Balongpanggang Gresik.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISTAS SKRIPSI... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Operasional ... 7

1. Bimbingan Kelompok ... 7

2. Assertive Training ... 9

3. Self Concept ... 13

F. Metode Penelitian ... 17

1. Pendekatan dan jenis penelitian ... 17

2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling... 19

3. Variabel dan Indikator Penelitian ... 22

4. Teknik Pengumpulan Data ... 24

5. Teknik Analisis Data... 27

G. Sistematika Pembahasan ... 30

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 32

1. Bimbingan Kelompok ... 32

a. Langkah Awal... 33

b. Perencanaan Kegiatan ... 33

c. Pelaksanaan Kegiatan ... 33

d. Evaluasi Kegiatan ... 35

e. Analisis dan Tindak Lanjut... 37

2.Assertive Training... 37


(8)

b. Perilaku Asertif... 41

c. TujuanAssertive Training... 41

d. ManfaatAssertive Training... 42

e. Tahapan PelaksanaanAssertive Training... 43

f. Prosedur yang Diberikan Kepada Klien... 46

g. Langkah-langkah StrategiAssertive Training... 46

3.Self Concept(Konsep Diri) ... 48

a. Pengertian Diri... 48

b. Hakikat Konsep Diri... 48

c. Proses Terbentuknya Konsep Diri ... 55

d. Pengembangan Konsep Diri ... 56

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 57

f. MateriSelf Concept(Konsep Diri) DalamTraining... 58

B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 62

C. Hipotesis Penelitian... 65

BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 66

1. Profil Desa ... 66

a. Data Wilayah Desa Pacuh ... 66

b. Geografi dan Topografi Desa Pacuh ... 67

c. Ortobitas (Jarak Dari Pusat Pemerintahan) ... 67

d. Bidang Keluarga Berencana... 67

e. Keadaan Ekonomi Sosial dan Budaya Masyarakat Desa Pacuh ... 68

f. Prasarana Pendidikan Perhubungan Dan Keagamaan ... 70

g. Upaya-upaya Pembangunan Desa Pacuh ... 71

h. Permasalahan dan Hambatan Desa Pacuh... 73

i. Usaha Untuk Mengatasi Permasalahan... 74

2. Karang Taruna Yodha Mandiri... 75

a. Sejarah Perkembangan Karang Taruna Yodha Mandiri... 75

b. Tugas dan Wewenang Pengurus Karang Taruna Yodha Mandiri.... 76

c. Program Kerja Karang Taruna Yodha Mandiri... 81

d. Program Kerja yang Sudah Berjalan... 82

B. Deskripsi Hasil Penelitian... 82

1. Tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok BerbasisAssertive Trainingdalam MeningkatkanSelf ConceptAnggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik ... 82

a. Langkah Awal dan Perencanaan ... 82

b. Pelaksanaan ... 85

c. Kegiatan Penyampaian Isi Materi ... 89

d. Penutup, Renungan dan Evaluasi... 97

2. Deskripsi Hasil Penelitian Bimbingan Kelompok Berbasis Assertive Trainingdalam MeningkatkanSelf ConceptAnggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik ... 98


(9)

b. Uji Realibilitas Data... 106

3. Pengujian Hipotesis ... 110

BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis Pengujian Hipotesis Data Bimbingan Kelompok Berbasis Assertive Training dalam Meningkatkan Self Concept Anggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik... 112

1. Uji Prasyarat Analisis ... 112

a. Uji Normalitas ... 113

b. Uji Homogenitas ... 114

2. Uji Hipotesis ... 118

B. Analisis Pengujian Data Tingkat Pengaruh Bimbingan Kelompok Berbasis Assertive Training dalam Meningkatkan Self Concept Anggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik... 122

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 125

B. Saran ... 126 DAFTAR PUSTAKA


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemuda adalah generasi penerus bangsa yang di pundaknya mengemban amanah untuk menjadikan suatu bangsa lebih maju dan bernilai saing tinggi di tingkat dunia. Bisa juga dikatakan bahwa pemuda ialahagent of change, pembawa generasi perubahan bagi peradaban dunia. Maka wajib bagi setiap pemuda untuk senantiasa menambah khasanah keilmuan dan wawasannya demi membawa perubahan yang lebih baik untuk daerahnya, dimana sosok pemuda diharapkan dapat melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya. Suatu bangsa pastinya memiliki harapan yang besar agar di masa yang akan datang pemuda dapat menjadikan masyarakat Indonesia ini bangsa yang lebih maju. Oleh karenanya para pemuda memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan harapan dan cita-cita bangsa dari generasi sebelumnya. Seperti kata Ir. Soekarno dalam pidatonya, “Beri aku seribu orang, dan dengan mereka aku akan menggerakkan Gunung Semeru. Beri aku sepuluh pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air, dan dengan mereka aku akan mengguncang dunia” disinilah dapat diartikan bahwa pemuda adalah harapan Bangsa.

Begitupula jika suatu daerah memiliki sekumpulan pemuda yang aktif untuk berbaur dalam membangun desa maka beruntunglah desa tersebut, namun alangkah malangnya jika suatu desa di huni oleh banyak


(11)

2

pemuda namun banyak sekali yang merusaknya. Karena tidak semua pemuda memiliki cita-cita luhur untuk menjadikan bangsa ini ke arah lebih maju. Seperti halnya saat ini, banyak sekali fenomena yang tidak lagi jadi wacana baru. Fakta yang terjadi akhir-akhir ini sering kita saksikan pemberitaannya di berbagai media tentang maraknya kasus kenakalan yang dilakukan oleh para remaja/pemuda, beberapa persoalan yang memberikan bukti bahwa generasi muda saat ini banyak sekali yang melanggar norma masyarakat, mulai dari bolos sekolah, pergaulan bebas, mengkonsumsi narkoba, kasus asusila dan sebagainya. Sehingga berdampak sangat buruk bagi diri pemuda jika dia tidak memiliki pagar yang kokoh pada diri mereka sendiri, maka bisa saja ikut terjerumus pada arus rusaknya moral anak bangsa, disini terjadi kehancuran karakter dikalangan pemuda, karena yang demikian maka akan hancur pula masa depan suatu peradaban.

Untuk memfasilitasi para pemuda agar mereka memiliki pandangan hidup yang jelas dan terarah, yakni dengan adanya organisasi kepemudaan yang berada di wilayah desa/kelurahan adalah Karang Taruna yang sangat bermanfaat untuk menciptakan suatu pola pikir, dan konsep diri yang lebih baik bagi para pemuda yang berada disuatu desa melalui proses belajar, sebagaimana arahan Menteri Sosial,1 yang menyatakan bahwa “Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan di dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

1Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 77/HUK/2010 tentang Pedoman


(12)

3

Berkaitan dengan pengertian organisasi karang taruna, peraturan Mentri Sosial menyebutkan bahwa,2 “Karang Taruna adalah organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan sarana setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial.”

Arti yang terkandung dari pernyataan diatas adalah bahwa karang taruna adalah organisasi yang tepat dan sudah ditetapkan oleh Menteri Sosial sebagai wadah pengembangan generasi muda di wilayah desa yang harus dimanfaatkan.

Keberadaan karang taruna di desa juga mempunyai dampak positif bagi warga di sekitarnya, hal ini dapat dilihat dari peran, tujuan dan fungsinya. Karena keberadaannya yang berada di lingkungkungan masyarakat setidaknya organisasi karang taruna peran dan fungsinya harus mensejahterakan masyarakatnya dengan kegiatan-kegiatan yang sudah dirancang. Begitupula dampak bagi para anggota karang taruna sendiri yang mayoritas terbentuk dari sekumpulan pemuda yang berada disuatu desa tersebut pastinya memberikan kontribusi yang positif. Dengan adanya karang taruna diharapkan bisa menjadi wadah pembelajaran setiap individunya untuk berorganisasi, dan lebih berani untuk mengaktualisasikan dirinya.

2Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 77/HUK/2010 tentang pedoman


(13)

4

Organisasi karang taruna ini dapat berjalan sesuai dengan fungsinya apabila masing-masing komponen melaksanakan tugasnya dengan baik. Adapun tugas pokok dan fungsi karang taruna sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Sosial sebagai berikut,3 “Karang Taruna memiliki tugas pokok secara bersama-sama dengan Pemerintah. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitasi maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya.”

Namun Pembentukan organisasi karang taruna di desa Pacuh ini terbilang masih sangat awal, karena masih awal tentunya disini dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai masalah, baik sosial maupun dalam pembentukan kepribadian bagi para anggotanya, kebanyakan para anggota tidak yakin akan amanah yang akan mereka emban. Hal ini diungkapkan oleh beberapa anggota karang taruna Yodha Mandiri, yang beranggapan bahwa mereka masih anak sekolah yang belum pernah terjun dalam masyarakat. Sementara tanggung jawab yang diamanahkan sangatlah berat, bahkan ketua yang terpilih pun masih tidak berani untuk berbicara di depan para anggotanya, hingga akhirnya banyak timbul permasalahan, ini adalah pandangan para anggota tentang diri mereka. Yang terbangun dalam konsep diri seseorang adalah bagaimana cara

3Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 77/HUK/2010 tentang Pedoman


(14)

5

individu memandang dirinya secara utuh, fisikal, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.4

Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas anggota karang taruna ini memiliki sifat yang kurang asertif, dimana orang yang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah atau lemah, mudah tersinggung, mudah cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar dalam mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan tidak bebas dalam mengemukakan masalah. Konsep diri mereka yang tidak jelas karena mereka tidak tahu peran apa yang mereka jalankan, tujuan apa yang harus mereka capai, dan kurang yakin pada diri mereka sendiri.

Berangkat dari permasalahan inilah, penulis ingin melakukan penelitian yang lebih mendalam untuk dapat meningkatkan konsep diri para anggota karang taruna. Dengan cara melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Bimbingan Kelompok Berbasis Assertive Training

dalam Meningkatkan Self Concept Anggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh, BalongpanggangGresik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti memfokuskan permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Apakah terdapat pengaruh pelaksanaan Bimbingan Kelompok Berbasis Assertive Training dalam Meningkatkan Self Concept Anggota

4Keliat, Budi Anna, Dkk.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. (Jakarta: EGC,


(15)

6

Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik?

C. Tujuan Penelitian

Searah dengan rumusan masalah yang tertera di atas, tujuan penelitian secara umum adalah untuk mengetahui seberapa efektif untuk membantu konselor dalam meningkatkan Self Concept pada anggota karang taruna Yodha Mandiri melalui Bimbingan Kelompok berbasis Assertive Training

di Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik. Secara rinci tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

Untuk mengetahui pengaruh Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Berbasis Assertive Training dalam Meningkatkan Self Concept Anggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis:

1. Dari segi teoritis

Dari segi teoritis, hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai rujukan atau penambah referensi kepustakaan bagi peneliti berikutnya yang ingin meneliti ataupun menganalisa penelitian tentang meningkatkan


(16)

7

2. Dari segi praktis

Sedangkan dari segi praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada Karang Taruna lain dalam melaksanakan kegiatan dan pengembangannya. Disamping itu, hasil penelitian ini juga diharapkan untuk menjadi sumber inspirasi bagi yang membutuhkan, terutama bagi yang sedang melakukan penelitian untuk mempermudah dan melancarkan analisisnya.

E. Definisi Operasional

Pada dasarnya, konsep merupakan unsur yang sangat penting dari suatu penelitian yang merupakan definisi singkat dari sejumlah fakta atau gejala-gejala yang diamati, oeh sebab itu konsep-konsep yang dipilih dalam penelitian ini sangat perlu dibatasi ruang lingkup dan batasan masalahnya sehingga pembahasannya tidak akan melebar atau kabur.

Dalam pembahasan ini peneliti membatasi dari sejumlah konsep yang diajukan dalam penelitian dengan judul “Bimbingan Kelompok berbasis Assertive Training dalam Meningkatkan Self Concept Anggota Karang Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik”. Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah :

1. Bimbingan Kelompok

Menurut Willis, di dalam karakteristik bimbingan (guidance)salah satunya terdapat bimbingan kelompok. Menurutnya bimbingan


(17)

8

kelompok adalah saat dimana konselor menghadapi banyak konseli. Disini pembimbing/konselor lebih banyak bersikap sebagai fasilitator untuk kelancaran diskusi kelompok dan dinamika kelompok. Masalah yang dihadapi adalah persoalan bersama, misalnya meningkatkan prestasi belajar, berorganisasi, kreativitas dan sebagainya.5

Sedangkan menurut Prayitno dan Amti, bimbingan kelompok adalah kegiatan pemberian informasi untuk keperluan tertentu bagi para anggota kelompok.6 dan menurut Winkel bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing individu, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri.7 Sunawan juga menyatakan bimbingan kelompok yaitu layanan yang membantu dalam pengembanga pribadi, kemampuan hubungan social, kegiatan belajar, karir/jabatan dan pengambilan keputusan serta melakukan kegaiatan tertentu melalui dinamika kelompok.8

Dari beberapa uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok merupakan suatu kegiatan layanan yang bersifat membantu dalam situasi kelompok dengan tujuan mengoptimalkan dengan menggunakan dinamika kelompok.

5Sofyan S. Willis.Konseling Individual, Teori dan Praktek, (Bandung: Penerbit Alfabeta,

2011). Hlm. 15

6Prayino dan Erman Amti.Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2004). Hlm. 20

7Winkel, WS. Dan Sri Hastuti.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,

(Yogyakarta: Media Abadi). Hlm. 38


(18)

9

Kegiatan ini banyak menggunakan alat-alat pelajaran seperti cerita-cerita yang tidak tamat, boneka, dan film. Kadang-kadang dalam pelaksanaanyya konselor mendatangkan ahli tertentu untuk memberikan ceramah yang bersifat informatif. Penyelenggaraan bimbingan kelompok memerlukan persiapan dan praktik pelaksanaan kegiatan yang memadai, dari langkah awal sampai dengan evaluasi dan tindak lanjutnya.9

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan bimbingan kelompok karena objek yang dihadapi adalah lebih dari satu orang, dan dalam proses pelaksanaannya disini peneliti sebagai konselor dan objek merupakan kliennya. Dalam kegiatannya klien yang terdiri dari anggota karang taruna ini akan dibagi menjadi 3 kelompok, di dalam prosesnya akan dimulai dengan:

a. Langkah awal dan perencanaan b. Tahap pelaksanaan

c. Kegiatan penyampaian isi materi yang meliputi (citra diri/cermin diri, identitas diri, harga diri, diri ideal)

d. Penutup, Renungan dan Evaluasi.

2. Assertive Training

Assertive training merupakan salah satu teknik dalam terapi behavioral. Terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni

9Achmad Juntika Nurihsan.Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. (Bandung: PT.


(19)

10

Pavlovian dari Ivan Palov dan

S

kinerian dari B.F Skinner. Mula-mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis.

Willis menjelaskan bahwa Assertive Training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Assertive training adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal berikut:10

a. Tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya. b. Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain

mengambil keuntungan padanya.

c. Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya.

Selain itu Gunarsih dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi menjelaskan pengertian latihan asertif yaitu prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya.11

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa assertive training atau latihan asertif adalah prosedur latihan yang diberikan untuk membantu peningkatan kepercayaan diri dalam mengkomunikasikan apa yang diinginkan,

10Willis, S.Konseling Individual teori dan praktek. (Bandung: Alfabeta, 2004). Hlm. 78 11Gunarsih, S. D.Konseling dan Psikoterapi. (Jakarta: Gunung Mulia, 2007). Hlm. 96


(20)

11

dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

Dalam proses bimbingan yang akan dilakukan ini konselor mengajarkan kepada klien untuk:

1. Bisa menyampaikan pendapat dan segala apa yang ada di dalam hatinya, melalui training.

2. Konselor juga membimbing dan memperlihatkan model perilaku yang lebih diinginkan klien dan klien mempraktekkan seperti apa yang dicontohkan oleh konselor.

3. Klien kemudian berusaha untuk mengulangi respon yang diberikan. 3. Selain itu konselor mengajak klien untuk lebih dekat dengan orang

yang berada di sekelilingnya.

4. Konselor meminta klien untuk lebih berani dan terbuka tentang hal apapun.

5. Klien dituntut untuk selalu aktif dalam menerima tantangan, terlibat penuh saat diminta untuk maju kedepan, dan bisa menjelaskan setiap materi yang telah diberikan.

Kegiatan ini dilakukan melalui training dalam bentuk latihan-latihan yang berisikan materi tentang Self Concept, dan dalam prosesnya terletak pada tahap pelaksanaan, penyampaian materi, dan penutup hingga evaluasi.


(21)

12

Pada tahap pelaksanaan bentuk assertive training dimulai saat konselor mengajak klien (anggota karang taruna Yodha Mandiri) berpartisipasi penuh dalam kegiatantraining, yang meliputi:

1. Pada tahap langkah awal dan perencanaan pembimbing/konselor mengidentifikasi keadaan atau permasalahan yang sedang dialami klien.

2. Setelah itu pembimbing/konselor memeriksa dan memikirkan bantuan apa yang cocok untuk diberikan kepada klien.

3. Kemudian dipilih lah situasi khusus dimana klien melakukan permainan peran (role playing) dengan mediatraining self concept. 4. Di dalam training ini (tahap pelaksanaan) pembimbing/konselor

memberikan umpan balik secara verbal dan visual, menekankan hal yang positif dan menunjukkan hal-hal yang tidak sesuai (tidak cocok) pada klien, dengan cara yang baik dan tidak menghukum atau menyalahkan.

5. Pembimbing/ konselor memperlihatkan model perilaku yang seharusnya dimiliki oleh klien.

6. Pembimbing atau konselor menjelaskan hal-hal yang mendasari perilaku yang diinginkan klien.

7. Dalam proses training pembimbing/konselor juga memberi contoh (modelling) melalui video-video motivasi.


(22)

13

8. Selama training berlangsung, penyampaian materi ini berisikan tentang hal yang meyakinkan tentang diri klien yang positif yang kemudian diikuti oleh perilaku-perilaku (praktek) secara langsung. 9. Klien kemudian menirukan apa yang diminta pembimbing/konselor. 10. Pembimbing/konslor memberi penghargaan atas perkembangan yang

terjadi pada klien.

11. Dan terakhir pemberian tugas rumah dan tindak lanjut, yakni terjadi saat proses perenungan. Pembimbing/konselor memberi tugas rumah pada klien untuk mempraktekkan perilaku yang diharapkan, untuk memaafkan dirinya dan lingkungan sekitarnya, dan lebih menerima serta terbuka lagi pada diri sendiri. Dan konselor memeriksa perilaku target apakah sudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

3.Self Concept

Menurut Keliat, konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual.12 Konsep diri adalah pandangan dan sikap individu terhadap diri sendiri. Pandangan diri terkait dengan dimensi fisik, karakteristik individual, dan motivasi diri. Pandangan diri tidak hanya meliputi kekuatan-kekuatan individual, tetapi juga kelemahan bahkan juga kegagalan dirinya.

12Keliat, Budi Anna, Dkk.Proses Kperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. (Jakarta: EGC,


(23)

14

Harlock memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.13

Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat indiviu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya.

Dari beberapa pendapat dari para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.

Komponen Konsep diri yakni terdiri dari Citra diri (Self Image),

Ideal Diri (Self Ideal), Harga diri (Self Esteem), Peran (Self Rool)dan Identitas (Self Idencity).

a. Citra diri

Citra diri adalah sikap terhadap dirinya baik disadari maupun tidak disadari. Dapat diartikan sebagai pengertian seseorang terhadap dirinya sendiri, Pietrofesa dalam setiap

13Elizabeth B. Hurlock.Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


(24)

15

tulisannya secara konsisten menerangkan bahwa citra diri meliputi semua nilai, sikap, dan keyakinan terhadap diri seseorang dalam berhubungan dengan lingkungan, dan merupakan paduan dari sejumlah persepsi diri yang mempengaruhi dan bahkan menentukan persepsi atau tingkah laku. Ada ke khasan dari orang ke orang dalam citra dirinya dan itu unik.14

b. Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaiamana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri.

c. Harga Diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah lakudengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu: dicintai, dihormati, dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaiakan diri. Sebaliknya individu akan merasa dirinya

14Andi Mappiare AT.Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta: PT Raja Grafindo


(25)

16

negative, relatif tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicinta atau tidak diterima di lingkungannya.15

d. Peran

Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi inidividu di dalam kelompok sosial. Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada setiap waktu sepanjang daur kehidupannya. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.

e. Identitas Diri

Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari observasi dan penilaian dirinya, menyadari bahwa individu dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya. Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan berkembangnya konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri.

Oleh karena itu, dalam meningkatkan self concept dalam penelitian ini peneliti menggunakan bimbingan kelompok berbasis

assertive training dengan harapan anggota karang taruna Yodha Mandiri untuk bisa:

15Keliat, Budi Anna, Dkk.Proses Kperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. (Jakarta: EGC,


(26)

17

1. Memiliki citra diri (Self Image)yang baik.

2. Menjadikan dirinya Ideal (Self Ideal) yang bisa jadi panutan. 3. Memiliki harga diri (Self Esteem)yang tinggi.

4. Memiliki Peran (Self Rool) dan kontribusi yang penuh dalam desa.

5. Serta memiliki Identitas Diri (Self Idencity) yang membedakan dirinya dengan orang lain.

Hingga terbangun Konsep diri (Self Concept) yang jelas pada masing-masing individunya, yang demikian itu akan sangat bermanfaat bagi pengembangan kepribadian anggota karang taruna Yodha Mandiri terlebih manfaatnya juga akan didapat oleh desa itu sendiri, karena dengan memiliki konsep diri yang jelas maka akan terlaksana dengan baik pula dalam melaksanakan program kerjanya.

.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif, penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan metode-metode yang didasarkan pada informasi numerik atau kuantitas-kuantitas, dan biasanya di asosiasikan


(27)

18

dengan analisis-analisis statistik.16 Analisis yang ada di penelitian kuantitatif menggunakan metode pengumpulan data atau pengukuran variabel.17 Lebih jelasnya, penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data berupa angka sebagai alat untuk menemukan keterangan mengenai apa yang ingin diketahui, angka-angka terkumpul sebagai hasil penelitian yang menggambaerkan situasi dan kejadian.18 MC. Milan dan Scumacher membedakan ada dua metode dalam penelitian kuantitatif yaitu eksperimental dan non eksperimental. Non eksperimental dapat berbentuk deskriptif, komparatif, korelasional, dan survei. Selain dengan survei, data kuantitatif dapat diambil melalui testing eksperimen atau kuesioner.

Adapun jenis penelitiannya, peneliti akan menggunakan penelitian eksperimental, penelitian eksperimental dapat didefinisikan sebagai metode yang dijalankan dengan menggunakan suatu perlakuan (treatment) tertentu. Observasi pada penelitian eksperimental dilakukan di bawah kondisi buatan(artifical condition) yang diatur oleh peneliti.19 Hal ini diambil karena peneliti ingin menggunakan suatu perlakuan terhadap kelompok tertentu dengan kondisi yang akan diatur sedemikian rupa dan kemudian hasilnya akan di evaluasi.

16Jane Stokes,How To Do Media And Cultural Studies: Panduan Untuk Melaksanakan

Penelitian, (Yogyakarta: Benteng Pustaka, 2003), Hlm. 4

17Nanang Martono,Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data

Sekunder(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), Hlm. 11

18Margono,Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), Hlm. 103

19Restu Kartika Widi. AsasMetodologi Penelitian: Sebuah Pengantar dan Penuntun


(28)

19

Pre-Experimental Design (non design), khususnya One Group Prerest-Posttest Design adalah bentuk penelitian eksperimental yang dipilih oleh peneliti. Model ini dipilih karena peneliti hendak memberikan tes pada saat sebelum dan sesudah diberi perlakuan.20

2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

a. Populasi

Secara etimologi populasi diartikan sebagai jumlah orang atau benda di suatu daerah yang memiliki sifat universal21, sedangkan populasi menurut Sugiono adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedang Suharsimi Arikunto mengartikan populasi adalah keseluruhan objek penelitian.22 Dari pengertian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa populasi merupakan sekelompok orang atau objek yang berhubungan dengan kriteria penelitian untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti. Populasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu finite (terbatas) dan infinite (tidak terbatas). Populasi terbatas artinya diketahui jumlahnya sedang tidak

20Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,

2009). Hlm. 74

21Mahi M Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), Hlm. 60

22Asep Saepul Hamdi & E. Bahrudin,Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam


(29)

20

terbatas tidak diketahui jumlahnya.23 Populasi yang sudah ditentukan disebut dengan populasi sasaran (target population). Dalam populasi sasaran, peneliti menjelaskan secara spesifik batasan dari populasi yang dipakai.24 Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan populasi tidak terbatas yakni dari perangkat Desa Pacuh, masyarakat Desa Pacuh dan seluruh anggota krang taruna desa pacuh.

b. Sampel

Sampel adalah bagian terkecil yang mampu mewakili suatu kelompok secara keseluruhan yang lebih besar (populasi).25 Kemudian dari sampel tersebut kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi yang bersangkutan. Oleh sebab itu sampel yang diambil harus betul-betul representatif.26 Dari pengertian tersebut, dapat ditarik pemahaman bahwa sampel yang diambil dari populasi inilah yang mewakili keseluruhan populasinya.

Adapun sampel penelitian ini adalah 15 anggota karang taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh yang dipilih dari masing-masing perwakilan, penguruas harian (inti) berjumlah 6 orang, perwakilan dari koordinator dan anggota tiap devisi 9 orang, jadi jumlah sampel keseluruhan 15 orang.

23Wasis,Pedoman Riset Praktis, (Jakarta: EGC, 2006), Hlm. 44

24Eriyanto,Teknik Sampling Analisis Opini Publik, (Yogyakarta: LkiS, 2007), Hlm. 63 25Mahi M Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), Hlm. 61

26Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,(Bandung: Alfabeta,


(30)

21

Pemilihan sampel ini tidak terlepas dari kondisi dan kualitas anggota karang taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh yang sangat susah jika untuk dikumpulkan dalam sauatu tempat yang sama dengan bentuk formal, dan jika dilakukan rapat biasanya hanyalah orang-orang tertentu yang memiliki kesadaran untuk menghadirinya, oleh karenanya peneliti hanya memilih orang-orang yang aktif saja. Aktif disini dalam artian anggota yang selalu hadir saat rapat, dan selalu mengikuti kegiatan program kerja karang taruna, yakni pengurus harian (anggota inti) dan beberapa anggota dari devisi-devisi lainnya.

c. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini berbasis pada

Probability Sampling. Probability Sampling adalah sebuah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel sebuah penelitian.27

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

Purpose Sampling (Sampling Bertujuan), yaitu teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya.28

27Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

2012), Hlm. 120


(31)

22

d. Lokasi Penelitian

Lokasi dan waktu penelitian merupakan rencana tentang tempat dan jadwal yang akan dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitiannya. Dalam pembuatan proposal membuat jadwal penelitian merupakan sesuatu yang harus dilakukan karena dapat memberikan rencana secara jelas dalam prosees pelaksanaan penelitian. Jadwal penelitian meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian.29

Adapun lokasi penelitian ini adalah Balai Desa Pacuh yang terletak di Dusun Gridi Jaya Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur.

3. Variabel dan Indikator Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian,30jadi variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan.31 Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).

29A. Aziz Alimul Hidayat,Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data,

(Jakarta: Salemba Medika, 2012), Hlm. 23-24

30Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis,(Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2013), Hlm. 118

31Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan: Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,


(32)

23

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni X (variabel bebas) dan Y (variabel terikat).

a. Variabel bebas (VX) adalah Bimbingan Kelompok berbasis Assertive Training.

b. Variabel terikat (VY) adalah Self Concept anggota karang taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik.

Dari variabel tersebut di uji dibuat indikator dari indikator di perjelas menjadi indikator-indikator dalam penelitian ini adalah:

a. Indikator variabel bebas (X):

Bimbingan kelompok berbasisassertive trainingdibatasi pada32:

1.) Keberanian anggota dalam mengekspresikan pikiran, perasaan dan kebutuhan dirinya, baik secara verbal, dan tanpa perasaan takut, cemas dan khawatir.

2.) Mudah berkomunikasi, hangat, dan menjalin hubungan sosial yang baik dengan orang lain.

3.) Mampu menyatakan perasaannya secara jelas, tegas, jujur, apa adanya dan sopan.

4) Tidak mudah tersinggung, sensitif dan emosional.

5) Menolak permintaan yang dianggap tidak masuk akal, berbahaya, negatif dan dapat merugikan oranglain.

b. Indikator variabel terikat (Y):

Self Conceptdalam hal ini dibatasi pada33:

32Gerald Corey.Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. (Bandung: PT. Refika


(33)

24

1) Mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menghadapi kehidupan yang dijalaninya.

2) Menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia. 3) Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. 4) Menyadari dan tidak merasa malu akan keadaan dirinya.

5) Kelemahan yang dimilikinya tidak membuatnya menyalahkan dirinya sendiri.

4. Teknik Pengumpulan Data

Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum mengadakan penelitian adalah menentukan teknik yang akan digunakan dalam mengumpulkan data, harus diperlihatkan cara dan hakekat pemakaian metode pengumpulan datanya. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.34

Teknik pengumpulan data adalah tahapan yang paling krusial, maka proses ini harus dilakukan dengan cermat agar memperoleh hasil yang sesuai dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.35 Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui 4 (empat) cara yaitu, melalui observasi,

33http://psikologi-komunikasi.blogspot.co.id/2014/05/konsep-diri.html?m=1, diunduh

pada tanggal 27 November 2016 paa pukul 02:59 WIB

34 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,

2012), Hlm. 223


(34)

25

wawancara (interview), kuesioner (angket) dan dokumentasi yang dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a.) Pada tahap awal dilakukan Observasi

Yaitu melakukan pengamatan secara sistematis dan terencana untuk memperoleh data yang valid. Dalam hal ini selain peneliti melakukan pengamatan pada aktivitas dan seluruh kegiatannya, peneliti juga ikut terjun langsung mulai dari rapat hingga turun ke lapangan untuk mengamati atau mengobservasi anggota karang taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik yang melakukan kegiatan personal atau intrapersonal yang berhubungan dengan Self Konsep para anggotanya.

b.) Pada tahap selanjutnya dilakukan Wawancara (interview)

Secara intensif dan mendalam terhadap para informan, dengan cara wawancara yang tidak terstruktur dengan menggunakan panduan yang memuat garis besar lingkup penelitian, dan dikembangkan dengan bebas selama wawancara berlangsung akan tetapi tetap pada sebatas ruang lingkup penelitian, dengan tujuan agar tidak kaku dalam memperoleh informasi dengan mempersiapkan terlebih dahulu gambaran umum pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara mendalam secara umum merupakan suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan


(35)

26

pedoman wawancara dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.36

Peneliti mengamati kenyataan dan mengajukan pertanyaan kepada ketua karang taruna hingga beberapa dari anggotanya untuk mendapatkan informasi, hal yang ditanyakan dalam wawancara ini tidak begitu formal, dengan pertanyaan langsung dan terbuka hingga berkembang secara wajar berdasarkan ucapan dan buah pikiran yang dicetuskan oleh orang yang diwawancarai.37 Teknik ini digunakan oleh peneliti sebagai penguat hasil observasi maupun angket yang telah diperoleh.

c.) Angket (Kuesioner)

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.38

Peneliti menggunakan angket tertutup guna memperoleh data tentang hal-hal yang berkaitan dengan bimbingan kelompok, dalam peneliaiannya peneliti menggunakan angket dengan jenis rating scale, dengan ketentuan sebagai berikut:

STS(Sangat tidak sesuai) : bernilai1

TS(Tidak Sesuai) : bernilai2

36 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan

Ilmu Sosial Lainnya(Jakarta: Kencana, 2010), h. 108

37 Andi Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif

(Yogyakarta: Diva Press, 2010), h. 14

38 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,


(36)

27

S(Sesuai) : bernilai3

SS(Sangat sesuai) : berniali4

Peneliti akan memberikan angket sebelum diberikan perlakuan dan sesudah diberikan perlakuan yang terkait dengan self concept anggota karang taruna Yodha Mandiri Pacuh Balongpanggang Gresik.

d.) Studi dokumen (Dokumentasi)

Adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan percakapan, menyangkut persoalan pribadi, memerlukan interpretasi yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman peristiwa tersebut.39

Metode ini digunakan peneliti sebagai bukti otentik visual saat proses pelaksanaan bimbingan kelompok berbasis assertive training pada anggota karang taruna Yodha Mandiri.

5. Teknik Analisis Data

Di dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah pengumpulan data empirik. Secaara garis besar, kegiatan menganalisis datanya adalah dimulai dari mengelompokkan data, menyajikan data setiap variabel, melakukan perhitungan dan menjawab perumusan masalah, dan melakukan perhitungan dengan menggunakan statistik.40

39Burhan Bungin,Metode Penelitian kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2006), Hlm. 130

40Asep Saepul Hamdi & Bahruddin,Metoe Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam


(37)

28

Peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa angket (kuesioner), setelah data terkumpul lalu data diukur dan dimasukkan dalam formulasi uji

Paired Samples T-test. Tujuannya adalah untuk melihat pengaruh dan membandingkan antara variabel bebas dan variabel terikat. Sehingga dapat menjawab rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas.

thitung=

2

Keterangan:

=

Rata-rata sampel 1

=

Rata-rata sampel 2

= Simpangan baku sampel 1 = Simpangan baku sampel 2 = Varian 1

= Varian 2

r = Korelasi antar dua variabel

Sedangkan langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini antara lain: a. Memeriksa (editing)

Hal ini dilakukan setelah semua data yang kita kumpulkan melalui kuesioner atau angket atau instrumen lainnya, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memeriksa kembali semua kuesioner tersebut satu persatu.


(38)

29

Hal ini dilakukan denganmaksud untuk mengecek apabila terjadi kesalahan maka responden diminta untuk mengisi angket kembali.

b. Memberi Tanda Kode(Coding)

Memberi tanda kode terhadap pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan. Hal ini, dimaksudkan untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa.

c. Tabulasi Data

Tabulasi data dilakukan jika semua masalah editing dan coding

kita selesaikan, artinya tidak ada lagi permasalahan yang timbul dalam

editingdancodingatau semuanya telah selesai.

Analisis perhitungan rumus statistik dengan menggunakan tabel data, ragam tabel data disesuaikan dengan kebutuhan komponen rumus tersebut. Dengan demikian, rumus perhitungan analisis rumus-rumus tersebut hanya dilakukan dalam tabel itu. Teknik analisis data dimaksudkan untuk mengkaji kaitannya dengan kepentingan pengajuan hipotesis penelitian, tujuannya adalah untuk mencari kebenaran data tersebut.

Adapun ketiga teknik analisis data ini ditempuh untuk mengetahui pengaruh dari treatment yang digunakan oleh peneliti yang berupa Bimbingan kelompok berbasis assertive training (veriabel X) dalam meningkatkan Self Concept anggota karang taruna Yodha Mandiri (variabel Y).


(39)

30

H.Sistematika Pembahasan

Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi tentang gambaran umum yang memuat pola dasar penulisan skripsi ini yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, kerangka teori dan hipotesis serta metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, populasi, sampel dan teknik sampling, variabel dan indikator penelitian. Teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan sistematika pembahasan.

Bab dua membahas tentang kajian teoretik yang meliputi pengertian, Tujuan, Fungsi, Langkah Penyelenggaraan, serta Teori – Teori yang mendasari Bimbingan Kelompok, serta memaparkan tentang konsepAssertive Training yang digunakan untuk pelaksanaan Proses Bimbingan Kelompok. Juga dijabarkan hasil penelitian terdahulu yang relevan dan hipotesis penelitian.

Bab tiga membahas tentang gambaran umum Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik, seperti kondisi dan letak geografisnya, sejarah dan perkembangannya, struktur Kepemerintahan Desa, kondisi Anggota Karang Trauna serta kegiataan-kegiatan yang ada di Organisasi Karang Taruna Yodha Mandiri Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik.

Bab empat membahas tentang analisa Bimbingan Kelompok berbasis


(40)

31

Taruna Yodha Mandiri di Desa Pacuh Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik.

Bab lima membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(41)

32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik

1. Bimbingan Kelompok

Salah satu layanan bimbingan dan konseling adalah bimbingan kelompok, bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri konseli. Isi bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berhubungan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan masalah sosial.

Informasi yang diberikan dalam bimbingan kelompok itu bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman tentang orang lain, dan tujuan tidak langsungnya yakni perubahan pada sikap. Kegiatan bimbingan kelompok biasanya dipimpin oleh seorang konselor pendidikan atau seorang guru.41

Kegiatan bimbingan kelompok banyak menggunakan alat-alat pelajaran seperti cerita-cerita yang tidak tamat, boneka, dan film. Kadang-kadang dalam pelaksanaannya konselor mendatangkan ahli tertentu untuk memberikan ceramah yang bersifat informatif. Kegiatan ini pada umumnya menggunakan prinsip dan proses dinamika kelompok, seperti dalam kegiatan sosiodrama, diskusi panel dan teknik lainnya yang berkaitan dengan kegiatan kelompok.

41 Achmad Juntika Nurihsan,Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT


(42)

33

Penyelenggaraan bimbingan kelompok memerlukan persiapan dan praktik pelaksanaan kegiatan yang memadai dari langkah awal sampai dengan evaluasi dan tindak lanjutnya.

a. Langkah Awal

Langkah atau tahap awal yang dilakukan dalam pembentukan kelompok sampai dengan mengumpulkan peserta yang siap melaksanakan kegiatan kelompok. Langkah awal ini dimulai dengan penjelasan tentang adanya layanan bimbingan kelompok bagi para peserta, juga tentang pengertiannya, tujuannya, dan kegunaan bimbingan kelompok. Setelah penjelasan ini langkah selanjutnya menghasilkan kelompok yang langsung merencanakan waktu dan tempat menyelenggarakan kegiatan bimbingan kelompok.

b. Perencanaan Kegiatan

Perencanaan kegiatan bimbingan kelompok meliputi: 1.) Materi layanan

2.) Tujuan yang ingin dicapai 3.) Sasaraan kegiatan

4.) Bahan atau sumber bahan untuk bimbingan kelompok 5.) Rencana penilaian

6.) Waktu dan tempat c. Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan yang telah direncanakan itu selanjutnya akan dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut:


(43)

34

1.) Persiapan menyeluruh yang meliputi persiapan fisik (tempat dan kelengkapannya), persiapan bahan, persiapan keterampilan, dan persiapan administrasi.

Mengenai persiapan keterampilan untuk penyelenggaraan bimbingan kelompok, pembimbing diharapkan mampu melaksanakan teknik-teknik berikut ini:

a.) Teknik umum, yaitu “Tiga M” (mendengar dengan baik, memahami secara penuh, merespon secara tepat dan positif) dorongan minimal, penguatan, dan keruntutan.

b.) Keterampilan memberikan tanggapan, mengenal perasaan peserta, mengungkapkan perasaan sendiri dan merefleksikan. c.) Keterampilan memberikan pengarahan, seperti memberikan

informasi, memberikan nasihat, bertanya secara langsung dan terbuka, mempengaruhi dan mengajak, menggunakan contoh pribadi, memberikan penafsiran, mengkonfrontasikan, mengupas masalah dam menyimpulkan, dan memantapkan asas kerahasiaan kepada seluruh peserta.

2.) Pelaksanaan tahap-tahap kegiatan Tahap Pertama: Pembentukan

Temanya pengenalan, pelibatan dan pemasukan diri. Meliputi kegiatan:

a.) Mengungkapkan pengertian dan tujuan bimbingan kelompok. b.) Menjelaskan cara-cara dan asas-asas bimbingan kelompok.


(44)

35

c.) Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri. d.) Teknik khusus.

e.) Permainan penghangatan/pengakraban. Tahap Kedua: Peralihan

Meliputi kegiatan:

a.) Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya.

b.) Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya.

c.) Membahas suasana yang terjadi.

d.) Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota. Tahap Ketiga: Kegiatan

Meliputi kegiatan:

a.) Pemimpin kelompok mengemukakan suatu masalah atau topik. b.) Tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang

hal-hal yang belum jelas yang menyangkut masalah atau topik yang dikemukakan pemimpin kelompok.

c.) Anggota membahas masalah atau topik tersebut secara mendalam dan tuntas.

d.) Kegiatan selingan. d. Evaluasi Kegiatan

Penilaian kegiatan bimbingan kelompok difokuskan pada perkembangan kepribadian dan hal-hal yang dirasakan berguna untuk


(45)

36

mereka. Isi kesan-kesan yang diungkapkan oleh para peserta merupakan isi penilaian yang sebenarnya. Penialaian terhadap bimbingan kelompok dapat dilakukan secara tertulis, baik melalui essai, daftar cek, maupun daftar isian sederhana. Secara tertulis para peserta diminta mengungkapkan perasaannya, pendapatnya, harapannya, minat dan sikapnya terhadap berbagai hal, baik yang telah dilakukan selama kegiatan bimbingan kelompok (isi maupun proses), juga kemungkinan keterlibatan mereka untuk kegiatan serupa selanjutnya. Kepada para peserta juga dapat diminta untuk mengemukakan (baik lisan maupun tulisan) tentang hal-hal yang paling berharga atau kurang mereka senangi selama kegiatan bimbingan kelompok berlangsung.

Penilaian terhadap bimbingan kelompok berorientasikan pada perkembangan, yaitu mengenali kemajuan atau perkembangan positif yang terjadi pada diri peserta. Penilaian terhadap bimbingan kelompok

lebih bersifat penilaian “dalam proses” yang dapat dilakukan melalui:

1.) Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta selama kegiatan berlangsung.

2.) Mengungkapkan pemahaman peserta atas materi yang dibahas. 3.) Mengungkapkan kegunaan bimbingan kelompok bagi mereka dan

perolehan mereka sebagai hasil dari keikutsertaan mereka.

4.) Mengungkapkan minat dan sikap mereka tentang kemungkinan kegiatan lanjutan.


(46)

37

5.) Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan bimbingan kelompok.

e. Analisis dan Tindak Lanjut

Hasil penelitian kegiatan bimbingan kelompok perlu dianalisis untuk mengetahui lebih lanjut seluk beluk kemajuan para peserta dan seluk beluk penyelenggaraan bimbingan kelompok. Hal ini perlu dikaji apakah hasil-hasil pembahasan dan pemacahan masalah sudah dilakukan sealam atau setuntas mungkin, dan apakah sebenarnya masih ada aspek-aspek penting yang belum dijangkau dalam pembahasan itu.

Dalam analisis tersebut, satu hal yang menarik ialah analisis tentang kemungkinan dilanjutkannya pembahasan topik atau masalah yang telah dibahas sebelumnya. Usaha tindak lanjut mengikuti arah dan hasil analisis tersebut diatas. Tindak lanjut itu dapat dilaksanakan melalui bimbingan kelompok selanjutnya atau kegiatan dianggap sudah memadai dan selesai sehingga oleh karenanya upaya tindak lanjut secara tersendiri dianggap tidak diperlukan.42

2.Assertive Training

a. PengertianAssertive Training

Assertive training merupakan salah satu teknik dalam terapi behavioral. Pada dasarnya pendekatan behavioral mempunyai beberapa teknik yaitu desentisasi sistematis, assertive training, pengkondisian

42Achmad Juntika Nurihsan,Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT


(47)

38

aversi dan kontrak perilaku. Terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Palov dan skinerian dari B.F Skinner, mula-mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis.

Willis menjelaskan bahwa assertive training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitik beratkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya.Assertive trainingadalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal berikut:43

1.) Tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya.

2.) Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan padanya.

3.) Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya.

Latihan asertif digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna utnuk membantu orang yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan

“tidak”, mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya.44

Selain itu Gunarsih dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi menjelaskan pengertian latihan asertif yaitu prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial

43Willis, S.Konseling Individual teori dan praktek. (Bandung: Alfabeta, 2004). Hlm. 78 44Latipun,Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2015), Hlm. 101


(48)

39

melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya.45

Assertive training adalah bentuk pengembangan dari clasical conditioningdengan target kliennya yang mengalami kecemasan sosial. Terapi ini muncul karena adanya kecemasan pada diri individu, itu terjadi karena seseorang mempunyai masalah dengan kebiasaan menghindari ketegasan pada situasi kondisi dimana ketegasan itu sebenarnya menjadi kekuatan, jadi sederhananya paparan tersebut pada intinya untuk situasi serupa dan hasil dari beberapa macam respon asertif, mereka berkata bahwa itu tindakan yang penting untuk maju ke depan.

Pada dasarnya teknik asertive trainingadalah latihan keterampilan sosial untuk membantu seseorang dalam mengungkapkan perasaannya, berusaha berkomunikasi dengan orang lain. Intinya adalah latihan keterampilan sosial atau berkomunikasi sosial. Hal ini dapat diterapkan pada individu-individu yang mengalami kecemasan untuk mengungkapkan perasaannya, sulit berkomunikasi dan untuk mengungkapkan ekspresi kemarahannya dengan benar.

Sedangkan ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam teknik assertive training antara lain: role playing, modeling, dan diskusi kelompok:46

1.)Role playing(bermain peran)

45Gunarsih, S. D.Konseling dan Psikoterapi. (Jakarta: Gunung Mulia, 2007). Hlm. 96 46Sulistyani,Dasar-Dasar Konseling, (Jakarta: Prestasi Pustaka Jakarta, 2014), Hlm. 242


(49)

40

Adalah cara yang dapat digunakan dalam latihan asertif untuk membantu individu yang sulit mengungkpkan ekspresi atau perasannya pada seseorang yang merasa dia takuti. Dalam hal ini bermain peran dapat dilakukan konselor dan klien, misalnya: konselor menjadi seseorang yang dianggap orang yang mempunyai masalah dengan klien, dengan begitu klien akan mudah untuk mengungkapkan perasaannya.

2.)Modeling(permainan tingkah laku model)

Yaitu cara yang dilakukan untuk membantu individu dalam berperilaku asertif. Biasanya konselor memberikan model yang sesuai dengan memutarkan video seseorang yang bisa menginspirasi atau konselor berperan sebagai model dan klien berusaha menirukan.

3.) Diskusi Kelompok

Yaitu cara yang digunakan konselor untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan secara berkelompok dengan cara diskusi. Biasanya digunakan untuk memecahkan masalah yang sama dan diharapkan anggota kelompok dapat aktif dalam kelompok untuk melatih keberanian dan kemampuannya dalam mengungkapkan pendapat.


(50)

41

b. Perilaku Asertif

Perilaku assertive merupakan terjemahan dari istilah assertiveness atau assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non assertive dan perilaku agresif. Frensterhim dan Bear mengatakan bahwa orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif yakni yang memiliki kepercayaan diri yang baik, dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan berkomunikasi dengan orang lain secara lancar. Sebaliknya orang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah atau lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan tidak bebas mengemukakan masalah atau hal yang telah dikemukakan.

Berasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah perilaku seseorang dalam hubungan antar pribadi yang menyangkut, emosi, perasaan, pikiran serta keinginan dan kebutuhan secara terbuka, tegas dan jujur tanpa perasaan cemas atau tegang trhadap orang lain, tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain.

c. TujuanAssertive Training

Teknik assertive training dalam pelaksanaannya tentu memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh konselor dan klien, menurut Corey terdapat beberapa tujuanassertive training yaitu47:

47Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Refika


(51)

42

a.) Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan kepadaa perasaan dan hak-hak orang lain.

b.) Meningkatkan keterampilan behaviornya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak.

c.) Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaannya terhadap perasaan dan hak orang lain.

d.) Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan mengekspresikan dirinya dengan enak dalam berbagai situasi sosial.

e. ) Menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.

d. ManfaatAssertive Training

Menurut pendapat Corey48, manfaat latihan asertif yaitu membantu bagi orang-orang yang:

a.) Tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung.

b.) Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya.

c.) Memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”.

48Gerald Corey,Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Refika


(52)

43

d.) Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya dan merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat latihan asertif adalah membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

e. Tahapan PelaksanaanAssertive Training

Pada umumnya teknik untuk melakukan latihan asertif mendasarkan pada prosedur belajar dalam diri seseorang yang perlu diubah, diperbaiki dan diperbarui. Pelaksanaan asertive training memiliki beberapa tahapan atau prosedur yang akan dilalui ketika pelaksanaan latihan. Adapun tahapan-tahapannya yakni49:

1) Identifikasi terhadap keadaan khusus yang menimbulkan persoalan pada klien.

2) Memeriksa apa yang dilakukan atau dipikirkan klien pada situasi tersebut.

3) Dipilih sesuatu situasi khusus di mana klien melakukan permainan peran (role palying) sesuai dengan apa yang ia perlihatkan.


(53)

44

4) Terapis memberikan umpan balik secara verbal, menekankan hal yang positif dan menunjukkan hal-hal yang tidak sesuai (tidak cocok) dengan sikap yang baik dan dengan cara yang tidak menghukum atau menyalahkan.

5) Terapis memperlihatkan model perilaku yang lebih diinginkan, klien menerima model perilaku jika sesuai (terjadi pergantian peran). 6) Terapis membimbing, menjelaskan hal-hal yang mendasari perilaku

yang diinginkan.

7) Selama berlangsung proses peniruan, terapis meyakinkan pernyataan dirinya yang positif yang diikuti oleh perilaku.

8) Klien kemudian berusaha untuk mengulangi respon tersebut.

9) Terapis menghargai perkembangan yang terjadi pada klien dengan

strategi “pembentukan” (shaping) atau dukungan tertentu yang menyertai pembentukan respon baru (langkah nomor lima, enam, tujuh dan delapan, diulang sampai terapis dan klien puas terhadap respon-responnya yang setidaknya sudah berkurang ansietasnya dan tidak membuat pernyataan diri (selfsentiment) yang negatif. 10) Sekali klien dapat menguasai keadaan sebelumnya menimbulkan

sedikit ansietas, terapis melangkah maju ke hierarki yang lebih tinggi dari keadaannya yang menjadi persoalan.

11) Kalau interaksinya terjadi dalam jangka waktu lama, harus dipecah menjadi beberapa bagian yang diatur waktunya. Selanjutnya terapis


(54)

45

bersama klien menyusun kembali urutan keseluruhannya secara lengkap.

12) Diantara waktu-waktu pertemuan, terapis menyuruh klien melatih dalam imajinasinya, respon yang cocok pada beberapa keadaan. Kepada mereka juga diminta meyertakan pernyataan diri yang terjadi selama melakukan imajinasi. Hasil apa yang yang dilakukan klien dibicarakan pada pertemuan berikutnya.

13) Pada saat klien memperlihatkan ekspresi yang cocok dari perasaan-perasaannya yang negatif, terapis menyuruhnya melakukan dengan respon yang paling ringan. Selanjutnya klien harus memberikan respon yang kuat kalau respon tidak efektif.

14) Terapis harus menentukan apakah klien sudah mampu memberikan respon yang sesuai dari dirinya sendiri secara efektif terhadap keadaan baru, baik dari laporan langsung yang diberikan maupun dari keterangan orang lain yang mengetahui keadaan klien.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa assertive training merupakan terapi perilaku yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan individu yang diganggu kecemasan dengan berbagai teknik yang ada agar individu tersebut dapat memiliki prilaku assertif yang diinginkan.


(55)

46

f. Prosedur yang Diberikan Kepada Klien

Menurut Albert, salah seorang tokoh yang banyak menulis mengenai perilaku asertif atau terapi perilaku asertif – assertive behaviour therapy, atau latihan asertif social skill training, adalah prosedur pelatihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya prosedurnya adalah:50

1) Latihan keterampilan, dimana perilaku verbal maupun nonverbal diajarkan, dilatih dan diitegrasikan dalam rangkaian perilakunya. 2) Mengurangi kecemasan, yang diperoleh secara langsung maupun

tidak langsung, sebagai tambahan dari latihan keterampilan.

3) Menstruktur kembali aspek kognitif , dimana nilai-nilai kepercayaan, sikap yang membatasi ekspresi diri pada klien, diubah oleh pemahaman dan hal-hal yang dicapai dari perilakunya.

g. Langkah-langkah strategiassertive training

Adapun langkah-langkah dalam strategi latihan asertif adalah sebagai berikut:

1) Rasional strategi: Yaitu konselor memberikan rasional/menjelaskan maksud penggunaan strategi. Konselor memberikan overview tahapan-tahapan implementasi strategi.


(56)

47

2) Identifikasi keadaan yang menimbulkan persoalan: Yaitu konselor meminta klien menceritakan secara terbuka permasalahan yang dihadapi dan sesuatu yang dilakukan atau dipikirkan pada saat permasalahan timbul.

3) Membedakan perilaku asertif dan tidak asertif serta mengeksplorasi target: Yaitu konselor dan klien membedakan perilaku asertif dan perilaku tidak asertif serta menentukan perubahan perilaku yang diharapkan.

4) Bermain peran: Pemberian umpan balik serta pemberian model perilaku yang lebih baik, klien bermain peran sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, konselor memberi umpan balik secara verbal, pemberian model perilaku yang lebih baik, pemberian penguat positif dan penghargaan.

5) Melaksanakan latihan dan praktik: Klien mendemonstrasikan perilaku yang asertif sesuai dengan target perilaku yang diharapkan. 6) Mengulang latihan: Klien mengulang latihan kembali tanpa bantuan

pembimbing.

7) Tugas rumah dan tindak lanjut: Konselor memberi tugas rumah pada klien, dan meminta klien mempraktekan perilaku yang diharapkan dan memeriksa perilaku target apakah sudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.


(57)

48

3.Self Concept(Konsep Diri)

a. Pengertian Diri

Menurut Wiliam James ada dua jenis diri yaitu “diri” dan “aku”.

Diri adalah aku sebagaimana dipersepsikan oleh orang lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan aku adalah inti dari diri aktif, mengamati, berfikir dan berkehendak (subjective self).51

Sedangkan menurut Sarwono, teori-teori yang timbul kemudian menggunakan salah satu dari konsep itu saja, yaitu self (diri) atau ego (aku) atau menggabungkan kedua konsep itu dalam satu konsep yang lebih menyeluruh yaitu kepribadian.

Dalam pandangan para ahli psikologi, ego selain lebih luas dari self, juga lebih bersifat hakikat, lebih inti dari pada pribadi manusia, sedangkanselfadalah lebih sebagai perwujudan fungsional daripada ego. b. Hakikat Konsep Diri

Ada lima hal atau aspek yang mempunyai keterkaitan yang kuat dengan konsep diri, jika memahami aspek-aspek ini akan lebih mudah dalam mengidentifikasi konsep diri, lima aspek yang berkaitan dengan konsep diri tersebut yakni:52

51Baret, Jim. & William, Geoff,Ujilah Bakat Profesional Anda, (Jakarta: Erlangga,

2001), Hlm. 125

52Muhammad Thohir,Pemahaman Individu, (Surabaya: UIN SA Press, 2014),


(58)

49

1) Fisik diri

Tubuh dan semua aktivitas biologis berlangsung di dalamnya, walaupun banyak orang mengidentifikasikan diri mereka lebih pada akal pikiran daripada tentang tubuh mereka sendiri.

2) Diri-sebagai-proses

Suatu aliran akal pikiran emosi dan perilaku kita yang konstan, apabila kita mendapat sesuatu masalah, membeika respon secara emosional, membuatsuatu rencana untuk memecahkannya dan kemudian melakukan tindakan, semua peristiwa tersebut adalah bagian dari diri-sebagai-proses.

3) Diri-sosial

Terdiri atas akal pikiran dan perilaku yang kita ambil sebagai respons secara umum terhadap orang lain dan masyarakat. Dalam masyarakat kita memainkan peran tertentu dan kita mengidentifikasi diri dengan peran tersebut secara kuat.

4) Konsep-diri

Adalah apa yang terlintas dalam pikiran saat anda berpikir

tentang “saya”, masing-masing kita melukis sebuah gambaran mental tentang diri sendiri, dan meskipun gambaran ini mungkin sangat tidak realistis, hal tersebut etap milik kita dan berpengaruh besar pada pemikiran dan perilaku kita.


(59)

50

5) Cita-diri

Apa yang anda inginkan, citi diri merupakan faktor yang paling penting dari perilaku anda, lebih jauh lagi, citra diri anda akan menentukan konsep diri anda, dengan mengukur prestasi anda yang sebenarnya dibandingkan dengan cita diri yang membentuk konsep diri anda.

Dalam melihat konsep diri Allport memakai dua pendekatan yakni fenomenologi dan fungsional. Secara fenomenologis artinya diri sebagaiana yang dialami sehari-hari yakni yang terdiri dari berbagai aspek yang essensial (lawan dari aspek yang insidental dan aksidental), hangat (lawan dari diri yang dingin dan kabur), dan sentral (lawan dari diri sampingan).

Sedangkan definisi fungsional mencakup hal-hal yang muncul dalam perkembangan seseorang dalam usia-usia tertentu, yakni:

1) Indra Jasmani (berkembang di usia 0-2 tahun) 2) Identitas Diri (berkembang di usia 0-2 tahun) 3) Harga Diri (berkembang di usia 2-4 tahun) 4) Perluasan Diri (berkembang di usia 4-6 tahun) 5) Citra Diri (berkembang di usia 4-6 tahun)


(60)

51

7) Dorongan untuk mengejawantahkan diri (muncul ketika seseorang berusia 12 tahun ke atas).

Menurut Allport, jika seseorang memiliki proprium yang berkembang dengan baik dan memiliki disposisi yang adaptif (keunikan individu dengan individu lainnya), berarti ia telah mencapai tahap kedewasaan psikologis (orang yang kesehatan mentalnya terjaga). Tujuh tanda seseorang yang meimiliki kedewasaan psikologis:

1) Memiliki perluasan diri yang jelas dan spesifik.

2) Memiliki teknik dan cara-cara tertentu agar pergaulannya dengan orang lain dapat lancar dan baik (misalna kepercayaan, empati, kejujuran, toleransi)

3) Memiliki kestabilan emosional dan menerima diri sendiri. 4) Memiliki pendapat yang realistis.

5) Memfokuskan perhatian pada masalah dan mengembangkan kemampuan untuk memecahkannya.

6) Mampu melihat diri sendiri seecara objektif yaitu menilai perilaku

sendiri dan mampu “menertawakan diri sendiri”

7) Memiliki filsafat hidup yang utuh, termasuk orientasi nilai yang partikular, sentimen keagamaan yang terdifferensiasi, dan kesadaran yang terpersonalisasi.


(61)

52

Jalaluddin Rakhmat berpendapat, walaupun konsep diri merupakan tema utama psikologi humanistik yang muncul belakangan ini. pembicaraan tentang konsep diri dapat dilacak sampai William James

membedakan antara “The I” diri yang sadar dan aktif, menurut James ada

dua jenis diri yaitu “diri” dan “aku”. Diri adalah aku sebagaimana yang

dipersepsikan oleh orang lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan aku adalah inti dari diri aktif, mengamati, berpikir dan berkehendak (subjective self).

Lalu, apakah yang dimaksud dengan konsep diri itu? Siapakah saya? Apakah saya? Jawaban dari pertanyaan tersebut akan mengandung konsep diri yang terdiri atas:

a) Citra diri (Self Image), bagian ini merupakan deskripsi ssederhana. Misalnya saya seorang pelajar, saya seorang kaka, dan sebagainya. b) Penghargaan diri (Self Esteem), bagian ini meliputi suatu penilaian,

suatu perkiraan, mengenai kepantasan diri (self worth). Misalnya saya peramah, saya pintar, dan sebagainya.

Konsep diri (Self Concept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembahasan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga inilah yang dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.

Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai orgasme yang


(62)

53

memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.

Kebanyakan individu beranggapan bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki, padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimilikinya. Pandangan dan sikap negatif seseorang terhadap kualitas kemampuan yang dimilikinya mengakibatkan individu tersebut memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan.

Sebaliknya, jika pandangan individu tersebut positif terhadap kualitas kemampuan yang dimilikinya akan mengakibatkan seseorang individu itu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Burns, konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan dan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Sedangkan menurut Mulyana, konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan orang lain pada individu.


(1)

125

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bimbingan kelompok berbasis assertive training yang dilakukan kepada 15 sampel di Desa Pacuh Balongpanggang Gresik. Berdasarkan pada hasil penyebaran angket kepada 15 sampel anggota karang taruna Yodha Mandiri tentang pengaruh bimbingan kelompok berbasis assertive training dalam meningkatkan self concept anggota karang taruna Yodha Mandiri di desa Pacuh Balongpanggang Gresik tersebut, maka dapat penulis simpulkan tentang model bimbingan kelompok berbasis assertive training itu sendiri. Dalam pengkondisiannya peneliti memberikan gambaran awal yang dikemas dalam sebuah pelatihan (training) yang di dalamnya mencakup pembahasan tentang materiself conceptyang meliputi (Citra diri, Identitas diri, Harga diri, dan diri ideal). Setelah disajikan sedemikian rupa, lalu dipelatihan tersebut klien sudah dalam bentuk kelompok-kelompok yang pelaksanaannya juga dilatih untuk aktif. Dengan tujuan untuk mengubah cara klien dalam berfikir dan bersikap tentang dirinya sendiri, sehingga klien bisa lebih bersyukur dan menerima kondisi dirinya, lebih mengenali kepribadiannya, dan mengetahui rancana-rencana apa yang akan diambil kedepannya. Mendorong klien untuk berani mengekspresikan perasaannya, lebih terbuka dan berani tampil di depan umum, serta memahami perannya dalam masyarakat.


(2)

126

Selanjutnya untuk sejauh mana pengaruh bimbingan kelompok berbasis

assertive training dalam meningkatkan self concept anggota karang taruna Yodha Mandiri dapat diketahui melalui Uji tpaired samples t test.Pada output pertama, (group statistics) menyajikan deskripsi dari pasangan variabel yang dianalisis, yang meliputi rata-rata (mean) sebelum diberi treatment 60,93 dan sesudah diberi treatment 67,60. Pada output kedua, diperoleh hasil korelasi antara kedua variabel yang menghasilkan angka 0,238 dengan nilai probabilitas (sig.) 0,393. Hal ini menyatakan bahwa korelasi antara sebelum dan sesudah diberikan treatment berhubungan secara nyata, karena nilai probabilitas < 0,05. Pada output ketiga, diketahui nilai signifikansi sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi 0,000 < 0,05 sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam

Paired Sample t-test, diketahui bahwa hasil prosentasenya adalah 84,5% dengan melihat standar ujinya dapat dikatakan bahwa Bimbingan Kelompok berbasis Assertive Training dikategorikan “Sangat Berpengaruh” dalam

meningkatkan Self Concept Anggota karang taruna Yodha Mandiri di desa Pacuh Balongpanggang Gresik.

B. Saran

Peneliti berharap kepada peneliti selanjutnya merujuk pada hasil penelitian yang sudah ada dengan harapan agar penelitian yang dihasilkan nantinya dapat lebih baik, peneliti dalam hal ini berusaha memberikan saran-saran agar kedepannya penelitian bisa jauh lebih baik.


(3)

127

Konselor hendaknya mengamalkan ilmu yang sudah di dapatnya selama dibangku perkuliahan, dan selalu terbuka untuk mau menerima dan mengkaji lagi ilmu-ilmu baru selama dilapangan. Karena pelajaran terbaik adalah pengalaman dan selalu berusaha mengasah kemampuan untuk menyiapkan diri menjadi seorang konselor yang handal dan profesional, juga jadilah orang yang selalu sudi berbagi, peduli tanpa pamrih, dan bermanfaat untuk orang-orang sekitar.

2. Bagi Klien

Hidup adalah suatu perjalanan layaknya tinta yang digoreskan diatas kertas, jika ingin hasil goresan itu baik dan mendapat nilai bagus goreskanlah dengan tulisan-tulisan yang baik. Kehidupan juga demikian, berbuat baiklah, ukir kehidupan dengan segala sesuatu yang terbaik untuk diserahkan kepada-Nya, hinggga Allah bangga pernah menciptakan kita untuk hidup di dunia, tanpa ada kata sia-sia. Jangan pernah takut dengan segala permasalahan, tembus batas potensi diri kita dan yakinlah Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya.

3. Bagi Pembaca Pada Umumnya

Penelitian ini masih perlu adanya pengujian lebih lanjut dan lebih mendalam lagi, dalam kaitannya dengan pengaruh dan perubahan, hendaknya perlu adanya penerapan secara berlanjut(continue)sampai dapat dipastikan klien mengalami perubahan yang besar. Dan dalam tahap implementasi, perlu adanya waktu jangka panjang untuk meneliti kembali.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amti, Erman dan Prayino, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 2004

Arifin, Zaenal,Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Dan Praktek,

Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006

Bahrudin, E & Asep Saepul Hamdi, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan, Yogyakarta: Deepublish, 2012

Baret, Jim. & William, Geoff, Ujilah Bakat Profesional Anda, Jakarta: Erlangga, 2001

Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya,Jakarta: Kencana, 2010

Corey, Gerald, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT. Refika Aditama, 2009

Eriyanto,Teknik Sampling Analisis Opini Publik, Yogyakarta: LkiS, 2007

Gani, Irwan, & Siti Amalia, ALAT ANALISIS DATA: Aplikasi Statistik untuk Penelitian Bidang Ekonomi dan Sosial, Yogyakarta: ANDI, 2015

Gunarsih, S. D,Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: Gunung Mulia, 2007

Hasan, Iqbal, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004

Hidayat, A. Aziz Alimul,Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data, Jakarta: Salemba Medika, 2012

Hikmat, Mahi M, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra,Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011

Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehiddupan.Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Keluarga Bandung: CV. Media Fitrah

Rabbani, 2012

Keliat, Budi Anna, Dkk, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2, Jakarta: EGC, 2005


(5)

Latipun,Psikologi Konseling, Malang: UMM Press, 2015

Mappiare, Andi AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1992

Mardisiwi, Adiar Ersti. Kenniko Okta Putra,Twin Path,Yogyakarta: CV. Sunrise, 2015

Margono,Metodologi Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1997

Martono, Nanang, Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014

Nurihsan, Achmad Juntika, Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling, Bandung: PT. Refika Aditama, 2005

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 77/HUK/2010 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna dalam pasal 1 ayat 1

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 77/HUK/2010 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna pasal 4

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 77/HUK/2010 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna dalam pasal 5 dan Pasal 6

Prastowo, Andi, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Diva Press, 2010

Priyanto, Dwi, Mandiri Belajar SPSS (Statistical Product and service Solution):Untuk Analisi Data & Uji Statistik, 2006

Saepul Hamdi, Asep, E. Bahruddin, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam Pendidikan, Yogyakarta: Deepublish, 2014

Siregar, Syofian, Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi dengan

Perbandingan perhitunagn Manu7al & SPSS, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013

Situmorang, Syafrizal, dkk. Analisis Data untuk Riset Manajemen dan Bisnis, Medan: USU Press, 2010

Stokes, Jane, How To Do Media And Cultural Studies: Panduan Untuk Melaksanakan Penelitian, Yogyakarta: Benteng Pustaka, 2003


(6)

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,Bandung: Alfabeta, 2012

Sulistyani,Dasar-Dasar Konseling, Jakarta: Prestasi Pustaka Jakarta, 2014 Sunawan,Bimbingan Konseling Belajar, Semarang: UNNES, 2009

Thohir, Muhammad,Pemahaman Individu, Surabaya: UIN SA Press, 2014

Widi, Restu Kartika, Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengantar dan Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010

Willis, Sofyan, Konseling Individual, Teori dan Praktek, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2011

Winkel, WS. Dan Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Yogyakarta: Media Abadi, 2009