EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN PERILAKU SEKSUAL SEHAT REMAJA PUTRI.
Efektivitas Bimbingan Kelompok Dengan Menggunakan Teknik
Assertive Training Untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku
Seksual Sehat Remaja Putri
(Penelitian Pra-Eksperimenterhadap Siswi Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung
Tahun Ajaran 2014/ 2015)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Bidang Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Oleh Dewi Utami
1002936
DEPARTEMENPSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014
(2)
TEKNIK ASSERTIVE TRAINING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN PERILAKU SEKSUAL SEHAT
REMAJA PUTRI
(Penelitian Pra-Eksperimenterhadap Siswi Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung
Tahun Ajaran 2014/ 2015)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I
Prof. Dr. H. Juntika Nurihsan, M.Pd. NIP. 196606011991031005
Pembimbing II
Dra. Hj. Setiawati, M.Pd.
NIP. 196211121986102001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. Nandang Rusmana, M.Pd NIP : 196005011986031004
Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati
orang-orang mukmin untuk menambah keimanan
(3)
dan Allah Maha mengetahui, Maha Bijaksana.(Q.S.Al-fath: 4).
Kupersembahkan karya sederhana ini
Sebagai bukti bakti dan cintaku untuk Mama, Bapak
dan ketiga adikku.
Khususnya untuk Suami tercinta.
Semoga kita semua selalu disehatkan dan diselamatkan
oleh Allah SWT. Aamiin.
(4)
Dengan ini saya nyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Efektivitas Bimbingan Kelompok dengan Menggunakan Teknik Assertive Training untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri(Penelitian Pra-Eksperimenterhadap Siswi Kelas XIdi SMA Laboratorium (Percontohan) UPI
Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2015)” ini beserta seluruh isinyaadalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/ sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudianditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Oktober 2014 Yang membuat pernyataan
Dewi Utami NIM 1002936
(5)
KELOMPOK DENGAN
MENGGUNAKAN TEKNIK
ASSERTIVE
TRAINING
UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN PERILAKU SEKSUAL
SEHAT REMAJA PUTRI
Oleh Dewi Utami
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Dewi Utami 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
November 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(6)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :Nadia Aulia Nadhirah
Tempat dan tanggal lahir : Bandung, 14 April 1990
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Instumen Penelitian
Skripsi saya yang berjudul : “RANCANGAN HIPOTETIK LAYANAN
KONSELING KELOMPOK REALITAS UNTUK MENINGKATKAN
PERILAKU SEKSUAL SEHAT REMAJA” dapat digunakan oleh Saudari DEWI
UTAMI, mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, angkatan 2010 untuk penelitian dalam penyusunan skripsinya.
Demikian Surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, secara sadar dan tidak ada tekanan dari siapapun.
Bandung, ... Yang Membuat Pernyataan,
(7)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Setiawati
Tempat dan tanggal lahir : 12 November 1962
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Instumen Penelitian
Skripsi saya yang berjudul : “PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU SEKSUAL SEHAT MAHASISWA” dapat digunakan oleh Saudari DEWI UTAMI, mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, angkatan 2010 untuk penelitian dalam penyusunan skripsinya.
Demikian Surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, secara sadar dan tidak ada tekanan dari siapapun.
Bandung, ... Yang Membuat Pernyataan,
(8)
Dewi Utami, 2014
Efektivitas Bimbingan Kelompok D engan Menggunakan Teknik Assertive Training Untuk
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GRAFIK ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian ... 11
1.3 Tujuan Penelitian ... 13
1.4 Manfaat Penelitian ... 14
1.5 Hipotesis Penelitian ... 15
1.6 Struktur Organisasi skripsi ... 15
BAB II KONSEP TEKNIK ASSERTIVE TRAINING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN PERILAKU SEKSUAL SEHAT REMAJA PUTRI ... 16
2.1Konsep Perilaku Seksual Sehat Remaja ... 16
2.1.1 Pengertian Remaja, Tugas-tugas Perkembangan Remaja dan Karakteristik Perkembangan Fisik Remaja 16 2.1.2 Pemahaman, Perilaku Seksual Sehat Remaja, Bentuk dan Tahapan Perilaku Seksual ... 20
2.1.3 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja ... 26
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Munculnya Perilaku Seksual Remaja ... 27
2.1.5 Dampak Perilaku Seksual Remaja……... 28
2.2Konsep Teknik Assertive Training ... …… 33
2.2.1 Pengertian Teknik Assertive Training ... 33
2.2.2 Prinsip Dasar Assertive Training ... 35
2.2.3 Tujuan Teknik Assertive Training ... 36
2.2.4 Manfaat Teknik Assertive Training ... 37
2.2.5 Karakteristik Assertive Training... 37
2.2.6 Ciri dari Individu yang Assertive... 38
2.2.7 Langkah- langkah Assertive Training ... 38
2.2.8 Kelebihan dan Kekurangan Teknik Assertive Training 41 2.3Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling ... 42
2.4Teknik Assertive Training dalam Konteks Bimbingan Kelompok... 44 2.5Teknik Assertive Training untuk Meningkatkan Pemahaman
(9)
Sekolah... 45
2.6Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 45
2.7Kerangka Pemikiran dan Alur Penelitian... 49
BAB III METODE PENELITIAN ... 52
3.1Lokasi dan Subjek Penelitian……….. .. 52
3.2Desain Penelitian………. . 53
3.3Metode Penelitian ... 54
3.4Definisi Operasional Variabel ... 55
3.4.1 Teknik Assertive Training ... 54
3.4.2 Perilaku Seksual Sehat Remaja ... 57
3.5Pengembangan Instrumen Penelitian dan Program Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2015 ... 59
3.6Teknik Pengumpulan Data ... 68
3.7Analisis Data ... 69
3.8Prosedur dan Tahapan Penelitian ... 75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 77
4.1Deskripsi Hasil Penelitian ... 77
4.1.1 Gambaran Awal Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Siswi ... 77
4.1.2 Rancangan Program Bimbingan Kelompok dengan Menggunakan Teknik Assertive Training untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Siswi Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2015 ... 104
4.1.3 Gambaran Efektivitas Teknik Assertive Training untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Siswi Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2015... 132
4.2Pembahasan Hasil Penelitian ... 137
4.2.1 Gambaran Umum Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Siswi Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2015 ... 137
4.2.2 Bimbingan Kelompok dengan Teknik Assertive Training untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Siswi Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2015 155 4.2.3 Efektivitas Assertive Training utuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Siswi Kelas XI Di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2015 ... 185
(10)
Dewi Utami, 2014
Efektivitas Bimbingan Kelompok D engan Menggunakan Teknik Assertive Training Untuk
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 188
5.1Kesimpulan ... 188
5.2Rekomendasi ... 189
DAFTAR PUSTAKA ... 186
(11)
ABSTRAK
Dewi Utami. (2014). Efektivitas Bimbingan Kelompok dengan Menggunakan Teknik Assertive Training untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat
Remaja Putri (Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Siswi Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung
Tahun Ajaran 2014/ 2015)
Perilaku seksual sehat adalah tujuan yang ingin dicapai dari perkembangan seksualitas remaja yang dapat dicapai secara lebih optimal apabila remaja memiliki pemahaman yang baik mengenai perilaku seksual sehat. Perilaku seksual tidak sehat yang terjadi pada remaja saat ini sangat memprihatinkan. Fenomena tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri. Penelitian bertujuan untuk menguji secara empirik efektivitas teknik
assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi.
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan harapan memperoleh data mengenai gambaran umum pemahaman perilaku seksual sehat siswi. Metode penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimen, dengan desain Pratest-Postest One Group. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri dengan sampel sebanyak 16 siswi kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung. Hasil penelitian menunjukkan: (1) pemahaman perilaku seksual sehat siswi pada umumnya berada pada kategori sedang; (2) penggunaan teknik
assertive training dirancang berdasarkan item soal angket pemahaman perilaku seksual
sehat remaja putri dengan ketercapaian rendah; (3) penggunaan teknik assertive training efektif untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi karena menunjukan adanya perubahan hasil dari pre-test ke hasil post-test. Rekomendasi penelitian ditujukan bagi: (1) Guru Bimbingan dan Konseling, diharapkan dapat menggunakan teknik
assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi; (2)
Peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memperkaya sumber rujukan mengenai teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi.
(12)
ABSTRACT
Dewi Utami. (2014). The Effectiveness Of Group Guidance Using Assertive Training Technique To Improve Understanding Sexual Health Behavior of Teenager
(A Pre Experimental Research on Student at Class XI of SMA Laboratorium
(Percontohan) UPI Bandung In Academic Year 2014/ 2015)
Healthy sexual behaviors are the objectives which are wanted to be accomplished from the sexual development of teenager that can be optimally achieved if young women have a good understanding of healthy sexual behavior. Teenager’s unhealthy sexual behaviors which happen recently are very al arming. This phenomenon leads the researcher to conduct a research about the understanding of healthy sexual behavior of young women. The study aims to examine the effectiveness of assertive training technique empirically, in
order to improve student’ understanding of healthy sexual behavior. The study used a
quantitative approach, which was expected to get the general views of the understanding of healthy sexual behavior of female students. The method used was a pre-experiment, by using the design of Pratest-Posttest One Group. The data were collected using
questionnaires about young women’ understanding of healthy sexual behavior, which
involved samples of 16 female high scholers grade XI from SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung. The results showed; (1) Generally, the understanding of healthy sexual behavior of female students was in the middle category; (2) the use of assertive training techniques designed based on the instrument of young women’ understanding of healthy sexual behavior showed the low achievement; (3) the use of
assertive training techniques was effective to improve students’ understanding of healthy
sexual behavior, because it showed the changes from pre-test results to post-test results. The recommendations of the research refer to; (1) Teachers of Guidance and Counseling
are hoped to be able to use the assertive training techniques to improve students’
understanding of healthy sexual behavior; (2) The further researchers are also expected
to enrich the theories about the techniques that can be used to improve students’
understanding of healthy sexual behavior.
(13)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan bagian penting dalam setiap aspek kehidupan manusia yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Pendidikan mengupayakan agar peserta didik dapat mandiri dan berkembang secara optimal. Sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3, yang isinya sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah satu lembaga pendidikan adalah sekolah yang merupakan sebuah lembaga yang didirikan oleh pemerintah untuk mendidik putra-putri bangsa agar menjadi generasi yang cerdas dan memiliki sikap yang beradab, sesuai dengan nilai-nilai moral yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia. Orang tua mengusahakan untuk menyekolahkan anaknya dengan harapan agar ketika anak-anaknya lulus kelak akan menjadi orang yang berpendidikan. Pendidikan yang dimaksud bukan hanya sekedar pengajaran materi ilmu pengetahuan, akan tetapi pengajaran serta pemahaman dan penerapan atas moral yang baik. Civitas sekolah yang meliputi kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wakil kepala sekolah kurikulum, wakil kepala sekolah kesiswaan, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling, sesama peserta didik, dan warga sekolah lainnya memiliki peranan yang besar dalam membangun moralitas peserta didik yang baik. Begitu pula dengan perilaku peserta didik yang semestinya diperhatikan untuk mendukung peserta didik dalam membangun moral yang baik, mengingat remaja adalah sumber daya manusia yang sangat potensial sebagai tunas bangsa dan penentu masa depan bangsa Indonesia. Terlebih melihat jumlah remaja berusia 10 hingga 24 tahun di
(14)
Indonesia sudah mencapai sekitar 64 juta atau 27,6% dari total penduduk Indonesia (BKKBN, 2013).
Peserta didik yang duduk dibangku SMA tergolong pada masa remaja. Remaja adalah individu yang berada pada masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Hurlock (1980, hlm. 184) masa remaja disebut pula masa pubertas, yaitu periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari mahluk aseksual menjadi mahluk seksual. Sejalan dengan Yusuf (2011, hlm. 184) yang menyatakan bahwa fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Sementara Salzman (dalam Yusuf, 2011, hlm. 184) mengemukakan bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orangtua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral. Oleh sebab itu, remaja yang sedang mengalami berbagai perubahan dari segi fisik dan psikologis ingin mengetahui banyak hal termasuk dalam hal aktivitas seksual. Hal ini sejalan dengan Desmita (2012, hlm. 222) yang mengungkapkan salah satu fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas.
Remaja membutuhkan jawaban atas segala rasa keingintahuannya tentang masalah seksual, sehingga remaja memerlukan pemberian pemahaman informasi mengenai kesehatan reproduksi yang seringkali masih dianggap tabu oleh sebagian orang untuk dibicarakan apalagi untuk diajarkan. Sebagian orang berpendapat bahwa mengajarkan kesehatan reproduksi akan mengakibatkan meningkatnya perilaku seksual di kalangan remaja. Pendapat ini telah dibuktikan oleh Kuther (dalam Hinduan, Z. R., dkk., 2010, hlm. 1) yang menyatakan bahwa persiapan psikologis sebelum anak memasuki usia pubertas akan menentukan sikap dan perilakunya ketika menghadapi usia tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian di Swedia yang menunjukkan bahwa masyarakat yang diberikan pendidikan seks, mereka memiliki kesadaran untuk menunda hubungan seks. Mereka lebih mengenal bagaimana mencegah HIV atau AIDS, mengenali kehamilan yang tidak diinginkan, serta resiko yang dierima jika melakukan aborsi.
(15)
Jadi, mereka akan takut melakukan hubungan seks di luar pernikahan (Andika, 2010, hlm. 6).
Sampai saat ini perilaku seksualitas selalu menjadi topik yang sangat menarik untuk dibicarakan, khususnya oleh remaja yang memiliki rasa ingin tahu yang besar mengenai seks. Remaja bertanya-tanya, apakah mereka memiliki daya tarik seksual, bagaimana caranya berperilaku sexy, dan bagaimana kehidupan seksual mereka di masa depan (Santrock, 2007, hlm. 252). Selain itu ketertarikan mengenai masalah seksual ini dikarenakan seks adalah kebutuhan biologis makhluk hidup yang tidak dapat dihindari. Saat ini perilaku seksual telah menjadi hal yang sangat berkaitan erat dengan kehidupan remaja.
Berbagai perubahan biologis dan psikis yang terjadi pada remaja merupakan proses alamiah yang akan dilalui oleh semua individu, akan tetapi ketidaktahuan remaja terhadap perubahan tersebut menimbulkan perasaan gelisah dan was-was. Selain hal tersebut perubahan konsep diri dan pencarian identitas diri tersebut dapat menimbulkan masalah jika remaja tidak dibimbing dengan baik. Santrock (2003, hlm. 250) yang menyatakan bahwa identitas negatif pada remaja dapat menyebabkan terjadinya kenakalan remaja (juvenile delinquency), seperti perkelahian, penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), serta pelanggaran susila, seperti seks bebas atau kehamilan di luar nikah.
Kenakalan remaja (juvenile deliquency) adalah perilaku jahat (dursila) atau kejahatan/ kenakalan anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang (Kartono, 2013, hlm. 6). Tingkah laku yang menyimpang ini dapat disebabkan oleh tugas perkembangan remaja yang belum terselesaikan dengan baik. Tugas perkembangan yang penting dilewati remaja adalah kematangan hubungan dengan teman sebaya. Menurut Havighrust (dalam Yusuf, 2011, hlm. 74) hakikat tugas perkembangan remaja mengenai kematangan hubungan dengan teman sebaya ini dapat dirincikan dalam hakikat tugas dasar biologis, dasar psikologis dan dasar kebudayaan. Selain itu tugas perkembangan yang penting dan harus mampu dilewati remaja, menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980,
(16)
hlm. 226) adalah pembentukan hubungan-hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis, dan memainkan peran yang tepat sesuai jenis kelaminnya. Keberhasilan remaja dalam menyelesaikan tugas perkembangan ini mengantarkan remaja ke dalam suatu kondisi penyesuaian sosial yang baik dalam keseluruhan hidupnya.
Batasan usia remaja menurut Konopka (dalam Yusuf, 2011, hlm. 184) meliputi remaja awal (12-15 tahun), remaja madya (15-18 tahun), dan remaja akhir (19-22 tahun). Pada umumnya, karakteristik masa remaja diawali dengan laju perkembangan yang berlangsung sangat pesat (Yusuf, 2011, hlm. 26), di antaranya:
Perubahan fisik dan perilaku psikomotorik, mengalami perubahan bahasa dan perilaku kognitif, perubahan perilaku sosial, moralitas dan religius, serta perubahan perilaku afektif, konatif, dan kepribadian. Masa remaja awal biasanya berlangsung hanya dalam waktu relatif singkat yang ditandai oleh sifat-sifat negatif pada remaja sehingga sering kali masa ini disebut masa negatif dengan gejalanya seperti tidak tenang, kurang suka bekerja, pesimistik, dan sebagainya. Pada masa remaja madya, remaja mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja-puja sehingga masa ini disebut masa merindu puja (mendewa-dewakan), yaitu sebagai gejala remaja. Pada anak laki-laki sering aktif meniru. Sedangkan pada anak perempuan kebanyakan pasif, mengagumi, dan memujanya dalam khayalan.
Karakteristik remaja mencerminkan bahwa remaja berada pada masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang menegaskan bahwa remaja mengalami berbagai perubahan dalam hubungan sosial, yang ditandai dengan minat terhadap lawan jenis atau pengalaman pertama dalam bercinta yang memerlukan bimbingan dan perhatian yang ekstra, khususnya dalam minat seksual. George Levinger (dalam Yusuf, 2011, hlm. 186) menyatakan bahwa remaja mulai mengenal minatnya terhadap lawan jenisnya, yang biasanya terjadi pada saat kontak dengan kelompok. Dalam berinteraksi dalam kelompok, remaja mulai tertarik pada anggotanya. Sehingga perasaan tertarik inilah yang perlu diperhatikan agar remaja tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang.
Salah satu perilaku yang menyimpang adalah perilaku seksual tidak sehat remaja yang menunjukkan kurangnya konformitas terhadap norma-norma sosial yang termasuk dalam klasifikasi tipe kejahatan remaja secara instinktual. Menurut (Sarwono, 2012, hlm. 174) perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
(17)
didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu, dan senggama. Obyek seksual dapat berupa orang baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan, hewan, atau diri sendiri.
Secara umum perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik yang terjadi selama masa pubertas. Kematangan organ-organ seksual dan perubahan-perubahan hormonal, mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual dalam diri remaja (Desmita, 2012, hlm. 222). Selain itu Desmita (2012, hlm. 222) juga mengungkapkan bahwa dorongan seksual remaja sangat tinggi dan bahkan lebih tinggi dari dorongan seksual orang dewasa dan tidak jarang dorongan seksual menimbulkan ketegangan fisik maupun psikis.
Perbedaan dorongan seksual antara pria dan wanita, yaitu wanita sering bermimpi memiliki hubungan yang harmonis dan langgeng dengan pasangannya, kadang-kadang mereka mengijinkannya terjadi petting bahkan sampai intercourse untuk menguatkan hubungan mereka. Untuk itu siswa harus mampu menguasai dorongan seksualnya, karena sekali seseorang terlibat dalam hubungan seksual maka ia akan terus menginginkannya (Pikuinas, 1976, hlm. 251). Berkaitan dengan upaya yang dilakukan remaja untuk melepaskan diri dari ketegangan seksual, Desmita (2012, hlm. 223) menjelaskan:
Upaya melepaskan diri dari ketegangan seksual, dilakukan remaja dengan mencoba mengekspresikan dorongan seksualnya dalam berbagai bentuk tingkah laku seksual, mulai dari melakukan aktivitas berpacaran (dating), berkencan, bercumbu, sampai dengan melakukan kontak seksual.
Ketidakmampuan remaja untuk mengupayakan perilaku seksual yang sehat dalam menyikapi dorongan-dorongan seksual yang dialaminya, menjadikan remaja memungkinkan untuk terlibat dengan perilaku seksual tidak sehat. Upaya remaja untuk melepaskan diri dari ketegangan seksual dengan cara yang sehat yakni melalui perilaku seksual sehat. Setiawati (2008, hlm. 84) menjelaskan:
Perilaku seksual sehat adalah perilaku yang dipilih melalui berbagai pertimbangan resiko (secara fisik, psikologis dan sosial) untuk mengendalikan dorongan-dorongan seksual dan dilandasi oleh keimanan secara bertanggung jawab pada diri sendiri, orangtua, lingkungan dan yang lebih penting, mempertanggungjawabkan perilakunya kepada Tuhan.
(18)
Selain karena kematangan organ-organ seksual dan perubahan-perubahan hormonal, pengaruh sosial dan kultural juga memiliki peranan yang besar dalam pembentukan perilaku seksual anak remaja. Oleh karena itu remaja membutuhkan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya agar dapat mengupayakan perilaku seksual sehat. Akan tetapi remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya dengan orangtua atau orang yang lebih dewasa. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Hurlock (1980, hlm. 226) mengenai informasi seksual yang remaja coba penuhi dengan cara membahas bersama teman-teman, buku-buku tentang seks, atau mengadakan percobaan dengan masturbasi, bercumbu, atau bersenggama.
Fenomena perilaku seksual tidak sehat yang terjadi pada remaja saat ini sangat memprihatinkan. Data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia terakhir dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2011) menyebutkan bahwa remaja putri dikota-kota besar cenderung sudah tidak perawan. Hal ini berdasarkan hasil survei dari BKKBN yang menyatakan bahwa separuh dari perempuan lajang dikota besar khususnya Jabotabek kehilangan keperawanan dan melakukan hubungan seks pranikah. Tidak sedikit pula yang hamil diluar nikah. Rentang usia yang melakukan seks pranikah berkisar antara 13 - 18 tahun. Di wilayah lain di Indonesia seperti Surabaya perempuan lajang yang sudah kehilangan keperawanan mencapai 54 %, Bandung 47 %, dan Medan 52 %. Data ini dikumpulkan BKKBN sepanjang kurun waktu tahun 2010. Sejalan dengan pernyataan Kepala BKKBN, Sugiri Syarif (dalam BKKBN, 2011) yang menyatakan bahwa dari 100 orang remaja, 51 diantaranya sudah tidak lagi perawan. Berdasarkan data tersebut artinya perilaku seksual tidak sehat telah menjadi sesuatu yang tidak asing di kalangan remaja. Data tersebut juga bisa menjadi cerminan tentang remaja sekarang yang begitu permisif terhadap hubungan seksual.
Selain itu berita tentang meningkatnya jumlah kehamilan pada usia remaja di Indonesia dikeluhkan oleh BKKBN mengenai tingginya usia kehamilan pada remaja Indonesia saat ini, bahkan menurut survei terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tahun
(19)
2012 angka kehamilan remaja pada kelompok usia 15 – 19 tahun mencapai 48 dari 1.000 kehamilan (BKKBN, 2014). Hal ini sejalan dengan Direktur Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi Prof Biran Affandi yang mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 2,1-2.4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, sebanyak 30% di antaranya oleh remaja (BKKBN, 2014).
Hasil penelitian Puspita (2008, hlm. 2) memaparkan beberapa hal yang menjadi dasar remaja melakukan hubungan seksual. Remaja pria dan wanita memiliki alasan-alasan yang berbeda, antara lain, dipaksa (wanita 61% dan pria 23%), merasa sudah siap (wanita 51% dan pria 59%), butuh dicintai (wanita 45% dan pria 23%) dan takut diejek teman karena masih gadis atau perjaka (wanita 38% dan pria 43%). Beberapa faktor pendorong remaja untuk melakukan hubungan seksual seperti merasa dipaksa, merasa butuh dicintai dan takut diejek teman merupakan salahsatu indikasi adanya ketidaktegasan pada remaja.
Dari beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa perilaku seksual tidak sehat merupakan salah satu masalah utama remaja Indonesia yang sangat membutuhkan perhatian khusus karena memiliki berbagai dampak yang tidak hanya ditanggung oleh pelaku seksual tidak sehat, namun oleh orang tua, pihak sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu pentingnya meningkatkan perilaku seksual sehat adalah hal yang harus di lakukan sedini mungkin agar remaja dapat terselamatkan dari berbagai dampak perilaku seksual tidak sehat.
Dampak melakukan hubungan seksual tidak sehat yang dilakukan di luar pernikahan ini mengakibatkan kerusakan fisik, psikologis dan sosial. Kerusakan fisik meliputi terjadinya kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan terjangkit Infeksi Menular Seksual (IMS), termasuk HIV AIDS. Selain itu mengakibatkan kerusakan psikologis dan psikososial. Secara psikologis, misalnya dalam kasus kehamilan tidak diinginkan remaja belum siap untuk menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Sedangkan secara sosial adalah adanya ketegangan mental karena biasanya pasangan yang hamil di usia remaja, apalagi yang belum menikah akan menghadapi tantangan yang cukup berat.
Pendidikan Seks adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perilaku seksual sehat remaja. Pendidikan seks memberikan
(20)
informasi mengenai masalah seks yang seharusnya bersumber dari orang tua, namun tidak tersampaikan dengan baik kepada anaknya yang mengakibatkan remaja mencari tahu informasi tersebut dari berbagai sumber, seperti: majalah porno, filem porno dan situs internet. Dampak dari hal tersebut adalah terjadinya pola pikir yang salah tentang fungsi dan peran seks itu sendiri, sehingga terbentuklah pola perilaku seksual yang negatif, tidak sehat dan membahayakan bagi remaja sendiri yang memicu masalah yang cukup serius, seperti pergaulan bebas.
Studi pendahuluan di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung mengenai perilaku seksual sehat remaja dilakukan dengan metode wawancara dan observasi langsung yang dilakukan peneliti ketika mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) pada bulan Januari sampai Mei 2014. Hasil wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling, ada beberapa kasus yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja. Kasus yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja adalah ditemukannya beberapa peserta didik yang berpacaran sedang mojok di lingkungan sekolah, siswa dan siswi tersebut tidak hanya duduk berdekatan saja, siswa dan siswi sudah berani berpegangan tangan bahkan ada siswi yang dibelai-belai oleh pacarnya dan duduk di pangkuan pacarnya sebagai bentuk mengekspresikan cinta pada pasangannya yang merupakan ekspresi cinta yang melanggar norma.
Selain itu hasil wawancara dengan beberapa peserta didik kelas XII juga memaparkan bahwa ada beberapa siswa dan siswi kelas XII yang berlebihan dalam berpacaran. Pasangan siswa dan siswi yang sedang menjalin hubungan spesial itu sudah tidak sungkan lagi untuk memperlihatkan kemesraannya dengan pasangan di depan umum (kolidor sekolah), mulai dari berpegangan sampai berpelukan ala gaya titanic. Hal ini merupakan hal yang dikhawatirkan menjadi contoh yang tidak baik untuk adik kelas mereka, oleh karena itu peneliti mencoba untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat remaja mulai dari kelas XI.
Layanan Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen pendidikan yang secara terpadu dan bersinergi dengan dua komponen pendidikan lainnya, yaitu administratif dan pengajaran yang berupaya mencapai tujuan
(21)
pendidikan yang bermutu dan dirancang untuk memfasilitasi agar peserta didik mampu mencapai tugas-tugas perkembangan. Seiring dengan pesatnya kemajuan zaman dan teknologi, menjadi tantangan tersendiri bagi para pendidik dikarenakan dinamika kehidupan yang semakin kompleks saat ini berujung pada tekanan yang mungkin dialami oleh peserta didik yang berpengaruh pada perilakunya. Nurihsan dan Yusuf (2010, hlm. 1) menyatakan bahwa dampak positif dari globalisasi adalah mendorong manusia agar terus kreatif dan berpikir sehingga meningkatkan kemampuan. Adapun dampak negatif dari globalisasi adalah: (1) keresahan hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya konflik, stres, kecemasan dan frustrasi; (2) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin, kolusi dan korupsi, makin sulit diterapkannya ukuran baik-jahat dan benar-salah secara lugas; (3) adanya ambisi kelompok yang dapat menimbulkan konflik, tidak saja konflik prikis tapi juga fisik; dan (4) pelarian dari masalah melalui jalan pintas, yang bersifat sementara dan adiktif seperti penggunaan obat-obatan terlarang.
Urgensi layanan bimbingan dan konseling menjurus pada memfasilitasi upaya sekolah khususnya SMA Laboratorium (Percontohan) UPI. Sekolah berupaya dalam mengembangkan keterampilan siswa tidak hanya di bidang akademik, namun juga akhlak dan perilaku yang berusaha untuk dikembangkan karena tujuan pendidikan tidak hanya mampu menghantarkan peserta didik pada pencapaian standar kemampuan akademis, tetapi juga mampu membuat perkembangan diri yang sehat dan produktif (Nurihsan dan Yusuf, 2010, hlm. 2).
Salah satu jenis layanan dalam bimbingan dan konseling yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri adalah dengan menggunakan bimbingan kelompok. Salah satu teknik dalam layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat remaja adalah dengan menggunakan teknik assertive training. Asertivitas berasal dari bahas inggris, yaitu assert yang berarti menyatakan, menegaskan, menuntut, dan memaksa. Menurut kamus Inggris-Indonesia (John M. Echols dan Hasan Shadily, 1995, hlm. 41) kata kerja assert berarti menyatakan atau menegaskan.
Assertive Training (Joyce & Weil, 1980, hlm. 419) adalah metode
(22)
sosial yang akan memungkinkan mereka untuk mengekspresikan diri mereka secara nyaman dan lancar dalam situasi yang sebelumnya membuat mereka merasa cemas dan menghambat. Assertive training merupakan proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir untuk memperoleh kemahiran dalam merespon atau mengatasi situasi yang bermasalah, serta dapat mempertahankan hak pribadi dan mengekspresikan pikiran, perasaan dan keyakinan secara langsung, jujur, dan dengan cara yang sesuai yaitu dengan tidak menyakiti atau merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Michel, dkk. (dalam Sarwono, 2012, hlm. 210) menyatakan bahwa remaja putri menghubungkan seks dengan cinta. Sejalan dengan Cassell (dalam Sarwono, 2012, hlm. 210-211) yang menyatakan bahwa alasan mereka untuk berhubungan seks adalah cinta, sementara pada remaja pria kecenderungan ini jauh lebih kecil. Kemudian menurut Goodchilds & Zellman (dalam Sarwono, 2012, hlm. 211) menyatakan bahwa sebagian besar dari hubungan seks remaja diawali dengan agresivitas pada remaja pria dan selanjutnya remaja putrinyalah yang menentukan sampai batas mana agresivitas pria itu dapat dipenuhi. Crump dkk. (dalam Sarwono, 2012, hlm. 211) mendukung pernyataan tersebut dengan menyatakan bahwa remaja pria cenderung menekan dan memaksa remaja putri mitranya untuk berhubungan seks, namun ia sendiri tidak merasa memaksa. Berdasarkan beberapa pemaparan para Ahli di atas, maka penggunaan teknik assertive training ini diperuntukkan untuk remaja putri agar mampu mengontrol dirinya untuk menjauhi berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku seksual tidak sehat, khususnya agar mampu menolak ajakan perilaku seksual tidak sehat yang merupakan pengaruh dari teman sebaya atau pasangan. Reiss (Duvall dan Miller; dalam Feriyani& Fitri, 2010, hlm.138) menyatakan bahwa perilaku seksual tidak sehat yaitu perilaku seks yang terdiri dari berpegangan tangan, berpelukan, berangkulan, berciuman, bercumbuan, berhubungan badan yang dilakukan seseorang sebelum menikah. Asertif adalah perilaku yang dipelajari atau dibiasakan. Dengan menggunakan teknik assertive training konselor membantu siswi untuk belajar menolak, agar siswi dapat merespon suatu stimulus dari lingkungan dengan tegas dan menjaga hak dirinya tanpa melanggar hak orang lain.
(23)
Teknik assertive training ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri. Sedangkan penelitian ini dilatar belakangi oleh meningkatnya perilaku seksual tidak sehat di kalangan remaja yang sangat memprihatinkan dan merugikan remaja yang melakukannya. Oleh karena itu intervensi bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik assertive training dirancang untuk meningatkan pemahaman perilaku seksual sehat bagi siswi kelas XI SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung dengan memperbaiki keterampilan sosial peserta didik agar mampu bersikap tegas, berdiri untuk dirinya sendiri dan memperkuat dirinya sendiri.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah
Saat memasuki masa remaja dengan berbagai perubahan secara fisik, psikis dan emosi, remaja diharapkan dapat mengedalikan berbagai perasaan ingin tahunya terhadap berbagai masalah seksual. Perilaku seksual yang sehat merupakan tujuan yang ingin dicapai dari perkembangan seksualitas remaja yang dapat dicapai secara lebih optimal apabila remaja memiliki pemahaman yang baik mengenai perilaku seksual sehat. Batasan sehat menurut rumusan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah meliputi sehat secara fisik, psikologis, dan sosial (Imran, 1999, hlm. 44). Sehat secara fisik, artinya tidak tertular dari penyakit, tidak menyebabkan kehamilan sebelum menikah, tidak menyakiti dan merusak kesehatan diri sendiri dan orang lain. Sehat secara
psikologis, artinya mempunyai integrasi yang kuat (kesesuaian antara nilai, sikap
dan perilaku), percaya diri, menguasai informasi yang benar tentang seksualitas manusia. Selain itu, sehat secara sosial artinya mampu mempertimbangkan nilai-nilai sosial dan norma-norma agama yang ada di sekitarnya dalam menampilkan perilaku tertentu, menunjukan adanya penghargaan baik terhadap diri sendiri ataupun orang lain, mampu mengenadalikan dan mengontrol diri, mempertahankan diri dari tekanan teman sebaya atau pacar dari hal-hal negatif dan memahami konsekuensi tingkah laku dan siap menerima resiko tingkah lakunya (bertanggung jawab).
(24)
Pemahaman prilaku seksual sehat remaja yang dimaksud adalah mengerti dengan tepat mengenai segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh remaja untuk memenuhi dorongan seksual yang dilakukan berdasarkan pertimbangan sehat menurut aspek fisik, psikologis dan sosial sehingga dapat memiliki perilaku seksual yang sehat. Namun, pada kenyataannya tidak semua siswa memiliki pemahaman dan kemampuan mengendalikan diri untuk berperilaku seksual berdasarkan pertimbangan sehat dari aspek fisik, psikologis dan sosial yang mengakibatkan remaja tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan dirinya dan perasaannya terhadap lawan jenis mereka baik di lingkungan sekolah, maupun di lingkungan masyarakat luas. Kecenderungan dari remaja untuk bersikap terlalu pasif atau agresif pada lawan jenisnya akhirnya dapat menimbulkan berbagai resiko akan bahaya perilaku seksual tidak sehat. Hal yang sangat memprihatinkan disini adalah pada remaja putri yang telah memiliki pasangan di usianya yang masih sangat labil dan memiliki kebutuhan yang besar akan kasih sayang. Mereka tidak dapat menolak ketika pasangannya mulai mencoba memegang tangannya, mencium keningnya, mencium bibirnya, memeluknya, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral sex, bahkan sampai bersenggama (sexual
intercourse). Kesulitan menolak perilaku seksual tidak sehat tersebut karena
remaja putri tidak mau kehilangan orang yang mereka cintai, takut mengecewakan pasangannya, takut jika akhirya mereka tidak disukai bahkan tidak diterima lagi oleh pasangannya. Padahal kecemasan ini merupakan paradigma yang salah yang merupakan hasil dari kurangnya pendidikan seksual.
Remaja putri yang tidak dapat menolak perilaku seksual tidak sehat tersebut mungkin akan mengalami berbagai penurunan terhadap prestasinya di sekolah, dihantui rasa bersalah, hamil diluar nikah, bahkan berisiko terinfeksi virus HIV yang sangat berpengaruh pada kondisi fisik dan psikisnya. Oleh karena itu dibutuhkan pendidikan seksual yang menjelaskan betapa pentingnya kesehatan seksual.
Teknik assertive training membantu orang-orang yang : (a) tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, (b) menunjukan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
(25)
kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lain, (e) merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri (E. Koswara, 2013, hlm. 213). Pasangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi remaja putri untuk melakukan perilaku seksual tidak sehat. Oleh karena itu, perlu cara untuk meningkatkan perilaku seksual sehat agar remaja putri mampu bersikap tegas dan teguh terhadap pendiriannya untuk mengendalikan diri dan menolak rayuan pasangan yang mengajak melakukan perilaku seksual tidak sehat tersebut.
1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana deskripsi pemahaman perilaku seksual sehat siswi di kelas XI SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2015? 2) Bagaimana prosedur bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik
assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat
siswi di kelas XI SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2015?
3) Bagaimana efektivitas bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik
assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat
siswi di kelas XI SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2015?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan secara empiris mengenai efektivitas bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun pelajaran 2014/2015.
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan umum penelitian, maka dirumuskan tujuan-tujuan khusus untuk mencapai tujuan umum adalah sebagai berikut:
(26)
1) Mendeskripsikan pemahaman perilaku seksual sehat siswi kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung tahun pelajaran 2014/2015.
2) Mendeskripsikan bagaimana proses penyusunan program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun pelajaran 2014/2015. 3) Menganalisis efektivitas bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik
assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat
siswi kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun pelajaran 2014/2015.
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan baik bagi peneliti maupun pengembangan konsep-konsep keilmuan dan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling pribadi dan sosial di sekolah. Secara teoritis, manfaat penelitian ini adalah untuk memperkaya wawasan keilmuan bimbingan dan konseling dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling pribadi sosial dalam upaya meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi dengan menggunakan teknik assertive training. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti bagi pihak-pihak yang terkait sebagai berikut:
1) Bagi Peneliti, penelitian ini membantu peneliti dalam memahami berbagai faktor penyebab dari permasalahan yang terjadi di dalam diri siswi, sehingga diharapkan peneliti dapat menjadi seorang guru BK/ Konselor yang professional dalam menangani permasalahan peserta didik khususnya mengenai masalah meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi dengan menggunakan teknik assertive training.
2) Bagi guru bimbingan dan konseling/ konselor, memberikan panduan teknis dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan koseling dengan menggunakan teknik assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung.
(27)
3) Bagi siswi di kelas, siswi dapat memahami gambaran mengenai pemahaman perilaku seksual sehat, sehingga perilaku seksual tidak sehat yang merupakan salah satu perilaku menyimpang dapat dihindari.
4) Bagi peneliti selanjutnya, dapat mengembangkan layanan bimbingan dan konseling khususnya dalam bidang bimbingan pribadi sosial yang lebih memfasilitasi peserta didik untuk mengetahui berbagai macam informasi mengenai perilaku seksual sehat remaja.
5) Bagi jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan bimbingan dan konseling, khususnya mengenai perilaku seksual siswi.
1.5Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Jika remaja putri diberikan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik assertive training, maka akan meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi di kelas XI SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Pelajaran 2014/ 2015.
1.6Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah; Identifikasi dan Rumusan Masalah; Tujuan Penelitian; Manfaat Penelitian; Hipotesis; dan Sistematika Penelitian. Bab II Konsep Teknik Assertive Training untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri, yang terdiri dari Konsep Remaja dan Perilaku Seksual Sehat; Konsep Teknik Assertive Training; dan Penelitian Terdahulu yang Relevan. Bab III Metode Penelitian, yang berisi: Lokasi Populasi dan Sampel Penelitian, Desain Penelitian, Metode Penelitian, Definisi Operasional, Pengembangan Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, serta Analisis Data. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan yang menguraikan tentang pengolahan data serta pembahasan hasil pengolahan data. BAB V Penutup; kesimpulan, saran dan rekomendasi hasil penelitian.
(28)
BAGIAN III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Populasi dan Sampel Penelitian 3.1.1 Populasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, yakni: siswi kelas XI SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Banyaknya anggota populasi dalam penelitian adalah 110 siswi yang terbagi ke dalam 7 kelas, dengan penjabarannya sebagai berikut:
Tabel 3.1
Tabel Anggota Populasi
NO. Kelas Jumlah Siswa Putri
1. X SAINTEK 1 18
2. X SAINTEK 2 14
3. X SAINTEK 3 13
4. X SAINTEK 4 9
5. X SOSHUM 1 20
6. X SOSHUM 2 17
7. X SOSHUM 3 19
JUMLAH 110
Alasan penelitian ini dilakukan di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung, yaitu sebagai berikut:
1) SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung merupakan sekolah swasta yang terletak di dalam naungan Universitas Pendidikan Indonesia yang memiliki motto: Edukatif, Ilmiah dan Religius.
2) Hasil studi pendahuluan di sekolah mengenai perilaku seksual siswi selama peneliti melaksanakan PPL.
3) Belum pernah dilakukan penelitian sejenis di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung.
(29)
4) Siswi kelas XI termasuk kedalam masa remaja, sehingga memiliki rasa ingin tahu yang cukup tinggi untuk mengetahui informasi seksual.
3.1.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah beberapa siswi kelas XI SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung yang secara umum diambil berdasarkan kategori pemahaman perilaku seksual sehat terendah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling (sampel bertujuan). Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012, hlm. 124). Pengambilan sampel melalui teknik purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan berdasarkan strata, random atau daerah tetapi berdasarkan adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2010, hlm. 183). Dengan menggunakan teknik purposive sampling, peneliti dapat mengambil sampel dengan tujuan tertentu, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi (Arikunto, 2010, hlm. 183), yakni:
1) Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.
2) Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key
subjectis).
3) Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat didalam studi pendahuluan.
Pemilihan sampel penelitian didasarkan atas asumsi sebagai berikut:
1) Dalam perkembangannya, siswi SMA tergolong pada usia remaja madya yang dianggap sangat labil sehingga sangat memerlukan bimbingan untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat.
2) Pada masa SMA siswi masih sangat labil karena masih dalam pencarian jati diri sehingga mereka memiliki sikap tidak asertif yang cenderung tinggi.
3.2 Desain Penelitian
Model desain yang digunakan adalah One-Group Pretest-Postest Design dimana terdapat pre-test sebelum diberikan intervensi. Dengan pemberian pre-test maka hasil intervensi dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan
(30)
antara keadaan sebelum diberi intervensi dan setelah diberikan intervensi. Skema model penelitian Pre-Eksperimental Design dengan One-Group Pretest-Postest
Design menurut Arikunto (2010, hlm. 124), yakni sebagai berikut:
01 X 02 Keterangan:
O1 = Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (pre-test) X = Perlakuan berupa intervensi teknik assertive training O2 = Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (post-test)
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian pra-eksperimen. Pada metode penelitian pra-eksperimen tidak terdapat penyamaan sampel penelitian (random) serta tidak ada pengontrolan variabel. Dalam penelitian assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat pada remaja putri menggunakan pendekatan kuantitatif untuk memperoleh gambaran umum mengenai pemahaman perilaku seksual sehat siswi dan seberapa besar efektivitas teknik assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi. Menurut Sukmadinata (2012, hlm. 95) pendekatan
kuantitatif merupakan “sebuah pendekatan dalam penelitian yang menggunakan
instrumen- instrumen formal, standar dan bersifat mengukur”.
Prosedur langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam melakukan penelitian pra-eksperimen dengan menggunakan One-Group Pretest-Postest
Design, yakni sebagai berikut :
1) Pre-test
Pada tahap ini, peneliti mengidentifikasi pemahaman perilaku seksual sehat siswi dengan cara menyebarkan angket kepada siswi kelas XI SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.
2) Treatment
Merupakan tahap pemberian upaya bantuan dengan teknik assertive
training yang dilakukan kepada siswi yang memiliki pemahaman perilaku seksual
sehat dengan kategori rendah agar siswi mampu meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat dan mampu bersikap tegas dan teguh terhadap pendiriannya
(31)
untuk mengendalikan diri dan menolak rayuan pasangan yang mengajak untuk melakukan perilaku seksual tidak sehat.
3) Post-test
Pada tahap ini, peneliti menyebarkan angket yang sama dengan angket pada saat pre-test, tujuannya adalah peneliti dapat melihat perubahan yang terjadi dalam diri siswi setelah pelaksanaa bantuan yang dilihat dari skor rata-rata setiap aspek maupun jumlah skor secara keseluruhan yang diperoleh siswi.
3.4 Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu X dan Y, yang terdiri dari: Variabrl X : Teknik Assertive training
Variabel Y : Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri
Sebagai upaya menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam menafsirkan, maka definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.4.1 Teknik Assertive training
Teknik assertive training pada penelitian ini didefinisikan sebagai upaya konselor dalam membantu siswi kelas XI SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi untuk dapat bersikap tegas dalam menghadapi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual tidak sehat dan dapat menolak ajakan pasangannya untuk melakukan hubungan perilaku seksual tidak sehat, seperti: berpegangan tangan, berpelukan, berangkulan, berciuman, bercumbuan, berhubungan badan. Dengan teknik ini siswi dilatih untuk dapat berkata tidak, agar siswi mampu bersikap tegas dan teguh terhadap pendiriannya untuk mengendalikan diri dan menolak rayuan pasangan yang mengajak untuk melakukan perilaku seksual tidak sehat.
Berikut ini dijelaskan langkah-langkah dalam melakukan teknik assertive
training menurut Joyce & Weil (1980, hlm. 429) yang merumuskan lima tahapan
latihan asertif yaitu sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi perilaku target
Mengidentifikasikan perilaku target terjadi pada saat mendiskusikan situasi dimana mereka memiliki beberapa kesulitan mengekspresikan perasaan
(32)
dan mengidentifikasi jenis perasaan yang bermasalah. Pengidentifikasian bertujuan agar siswa mengetahui perilaku dan perasaan yang bermasalah dan perlu diperbaiki.
2) Menetapkan prioritas untuk situasi dan perilaku
Setelah pengidentifikasian perilaku yang akan dirubah maka perlu ditetapkan prioritas dalam pemilihan situasi. Prioritas ini perlu mencakup dua hal yang situasi dan jenis perasaan bahwa mereka memiliki kesulitan dalam mengekspresikan perasaannya dalam situasi yang tepat. prioritas ini memberikan dasar untuk memilih situasi dan perasaan yang akan dilakukan untuk berkonsentrasi pada langkah pertama. Dalam langkah kedua ini target dilatih untuk mengungkapkan perasaannya dalam bentuk ucapan atau kata-kata yang berisi hal logis dan tidak bertele-tele.
3) Memerankan situasi
Peserta didik akan terlibat dalam perilaku latihan atau bermain peran. Pemeranan situasi atau bermain peran ini perlu diakukan agar peserta didik mempelajari perilaku mana yang perlu diubah. Setelah diskusi tentang bermain peran mungkin dimodifikasi sehingga ekspresi perasaan akan menjadi baik memadai dan dapat diterima secara sosial, pemeran memberlakukan situasi kembali, kali ini dengan beberapa ekspresi perasaan. Diberlakukannya ini diikuti oleh beberapa orang lain dimana peserta didik (dan mungkin guru) dapat mengungkapkan secara memadai dalam situasi tersebut. Terutama ketika perasaan bertentangan yang akan diungkapkan atau ketika salah satu kebutuhan untuk mengganggu perilaku orang lain, guru dapat memimpin diskusi tentang berbagai macam tanggapan yang relatif tidak agresif tetapi efektif yang dapat dibuat dalam situasi sosial.
4) Pengulangan
Pada fase empat, pengulangan lebih lanjut dilakukan. Pengulangan perlu dilakukan agar siswa terbiasa dengan perilaku baru yang telah dipelajari pada fase sebelumnya. Peserta didik mempraktekkan perilaku baru dan mengamati berbagai gaya asertif. Mereka saling memberikan umpan balik lain pada cara untuk menjadi lebih efektif, dan secara bertahap unsur-unsur ekspresi yang jelas dari perasaan dan ketegasan dibuat eksplisit.
(33)
Asumsi dari model ini adalah peserta didik akan belajar perilaku baru dan mulai mentransfernya atau mengaplikasikan ke situasi kehidupan nyata mereka. Dalam tahap keempat ini, akan diberlakukan umpan balik antara target dan kelompok pengamat. Umpan balik ini terkait dengan komitmen dalam berekspresi.
5) Memindahkan pada situasi nyata
Konselor perlu menyadari tidak semua konsekuensi akan positif. Beberapa peserta didik akan menemukan mereka bisa lebih nyaman meminta pergi dari situasi ini. Orang lain akan mengekspresikan perasaan mereka dengan seseorang dan kemungkinan akan ditolak.
3.4.2 Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja
Perilaku seksual remaja merupakan bagian dari tahapan perkembangan manusia dari anak-anak menuju remaja, pengaruh internal dan eksternal berupa kurangnya pengarahan dan informasi mengenai perilaku seksual memiliki dampak pada remaja untuk melakukan perilaku seksual tidak sehat yang merupakan salah satu perilaku menyimpang yang dilakukan sebelum menikah. Perilaku ini berdampak negatif untuk remaja yang melakukannya sehingga remaja harus memiliki pemahaman mengenai perilaku seksual sehat agar tidak terjerumus untuk melakukan perilaku seksual tidak sehat. Untuk dapat mencapai tahap pemahaman terhadap perilaku seksual sehat siswi harus mempunyai pengetahuan terhadap konsep perilaku seksual tersebut.
Dalam penelitian ini pemahaman perilaku seksual sehat yang dimaksud adalah mengerti dengan tepat serta mampu mempertahankan pemahamannya yang tepat mengenai perilaku seksual sehat yang dilakukan siswi kelas XI SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung untuk memenuhi dorongan seksual yang dilakukan berdasarkan pertimbangan sehat menurut aspek fisik, psikologis, sosial. Dorongan seksual tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yang merupakan faktor penyebab munculnya perilaku seksual.
Perilaku seksual sehat secara fisik, psikologis, dan sosial yang di maksud adalah: Sehat secara fisik, artinya tidak tertular dari penyakit, tidak menyebabkan kehamilan sebelum menikah, tidak menyakiti dan merusak kesehatan diri sendiri dan orang lain. Sehat secara psikologis, artinya mempunyai integrasi yang kuat
(34)
(kesesuaian antara nilai, sikap dan perilaku), percaya diri, menguasai informasi yang benar tentang seksualitas manusia. Selain itu, sehat secara sosial artinya mampu mempertimbangkan nilai-nilai sosial dan norma-norma agama yang ada di sekitarnya dalam menampilkan perilaku tertentu, menunjukan adanya penghargaan baik terhadap diri sendiri ataupun orang lain, mampu mengendalikan dan mengontrol diri, mempertahankan diri dari tekanan teman sebaya atau pacar dari hal-hal negatif dan memahami konsekuensi tingkah laku dan siap menerima resiko tingkah lakunya (bertanggung jawab). Adapun indikator pemahaman perilaku seksual adalah sebagai berikut:
1) Sehat secara fisik
a. Memelihara kondisi fisik untuk menarik lawan jenis. b. Memelihara kesehatan fisik dan organ reproduksi.
c. Bagaimana menjaga fisik saat libido seksualitas meningkat. 2) Sehat secara Psikologis
a. Merasakan perubahan psikologis berkaitan dengan perkembangan seksual remaja.
b. Memiliki pengetahuan berkaitan dengan perkembangan seksual remaja. c. Memiliki integrasi yang kuat antara sikap yang dikembangkan dengan
perilaku yang dimunculkan berdasarkan nilai yang benar tentang seks. d. Menerima kondisi fisik.
e. Memiliki pengendalian diri terhadap dorongan seksual. f. Menghindari diri dari perilaku seksual yang menyimpang. g. Memiliki kemampuan sosial kognitif
3) Sehat secara sosial
a. Menghargai diri sendiri. b. Menghargai orang lain.
c. Menerima segala resiko sosial yang ditimbulkan akibat dari keputusan seksual yang diambil.
d. Penundaan usia perkawinan
e. Menghindari pembicaraan tentang seks f. Mempelajari informasi tentang seksual sehat g. Menjaga diri dari pergaulan bebas
(35)
h. Membatasi diri dari pengaruh negatif media
3.5 Pengembangan Instrumen Penelitian dan Program Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2015
3.5.1 Pengembangan Instrumen
Pada penelitian ini dibutuhkan data mengenai profil pemahaman perilaku seksual sehat siswi berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual tersebut. Untuk memperoleh data tersebut, maka diperlukan alat pengumpul data berupa angket dalam bentuk forced choice. Sugiono (2013, hlm. 199) mengemukakan bahwa kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
3.5.1.1 Jenis Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena sosial yang dialami. Jenis instrumen yang digunakan adalah kuesioner atau angket yaitu salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2013, hlm. 199).
Instrumen merupakan hasil modifikasi dari instrumen perilaku seksual sehat yang telah disusun oleh Dra. Hj. Setiawati, M.Pd. dan Nadia Aulia Nadhirah, S.Pd. Instrumen pemahaman perilaku seksual sehat ini menggunakan skala Guttman, skala pengukuran dengan tipe ini di dapat jawaban yang tegas dan
konsisten yaitu “YA atau TIDAK”, skala Guttman dibuat dalam bentuk checklist
(√). Pola skor pilihan angket dapat dilihat dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Pola Skor Pilihan Angket Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri Pernyataan Skor dua pilihan alternative respon
YA TIDAK
Positif 1 0
(36)
3.5.1.2Pengembangan Kisi-kisi Instrumen
Penyusunan kisi-kisi instrumen bertitik tolak dari variabel-variabel yang dirumuskan dalam definisi operasional, yang selanjutnya ditentukan kedalam aspek yang akan di ukur lalu diturunkan ke indikator, dari indikator kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pernyataan (Sugiyono, 2013, hlm. 149).
Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri di Sekolah Menengah Atas Kelas XI (Sebelum Uji Coba)
Aspek Indikator Pernyataan Jumlah
(+) (-)
1. Fisik 1. Memelihara
kondisi fisik untuk menarik lawan jenis
1,2,3,14,15,16 4 7
2. Memelihara kesehatan fisik dan organ reproduksi
5,6,7,17,18,19 5
3. Bagaimana
menjaga fisik saat libido seksualitas meningkat
46 47 2
2. Psikologis 1. Merasakan perubahan psikologis
berkaitan dengan perkembangan seksual remaja
8,9,10 11 4
2. Memiliki pengetahuan berkaitan dengan perkembangan seksual remaja
12,20 21,13 4
3. Memiliki integrasi yang kuat antara sikap yang
dikembangkan dengan perilaku yang
dimunculkan
(37)
Aspek Indikator Pernyataan Jumlah
(+) (-)
berdasarkan nilai yang benar tentang seks 4. Menerima
kondisi fisik
24 25, 26 3
5. Memiliki
pengendalian diri terhadap
dorongan perilaku seksual
27,28, 29 30 4
3. Menghindari diri dari perilaku seksual yang menyimpang
31, 32 33 3
4. Memiliki kemampuan sosial kognitif
48,50 49 3
3. Sosial 1. Menghargai diri sendiri
34, 35 36,37 4
2. Menghargai orang lain
38 39 2
3. Menerima segala resiko sosial yang ditimbulkan akibat dari keputusan seksual yang diambil
40, 42 41,43,44,45 6
4. Penundaan usia perkawian
51 52 2
5. Menghindari pembicaraan tentang aktivitas seksual
57 58 2
6. Mempelajari informasi tentang seksual sehat
53,54,55,56 4
4. Menjaga diri dari pergaulan bebas
59,62,63 60,61,64,65,66 8
5. Membatasi diri dari pengaruh negatif media
(38)
Aspek Indikator Pernyataan Jumlah
(+) (-)
Total Jumlah Item 75
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri di Sekolah Menengah Atas Kelas XI (Setelah Uji Coba)
Aspek Indikator Pernyataan Jumlah
(+) (-)
1. Fisik 1. Memelihara kondisi fisik untuk menarik lawan jenis
1 2 2
2. Memelihara
kesehatan fisik dan organ reproduksi
3 1
3. Bagaimana
menjaga fisik saat libido seksualitas meningkat
20 1
2. Psikologis 1. Merasakan perubahan psikologis
berkaitan dengan perkembangan seksual remaja
4 1
2. Memiliki pengetahuan berkaitan dengan perkembangan seksual remaja
5,7 8,6 4
3. Memiliki integrasi yang kuat antara sikap yang dikembangkan dengan perilaku yang dimunculkan berdasarkan nilai yang benar tentang seks
9,40,41,42 4
4. Menerima kondisi fisik
10 1
5. Memiliki
(39)
Aspek Indikator Pernyataan Jumlah
(+) (-)
terhadap dorongan perilaku seksual 6. Menghindari diri
dari perilaku seksual yang menyimpang
14 1
7. Memiliki
kemampuan sosial kognitif
22 21 2
3. Sosial 1. Menghargai diri sendiri
15 16 2
2. Menghargai orang lain
17 18 2
3. Menerima segala resiko sosial yang ditimbulkan akibat dari keputusan seksual yang diambil
19 1
4. Penundaan usia perkawian
23 1
5. Menghindari pembicaraan tentang aktivitas seksual
27 1
6. Mempelajari informasi tentang seksual sehat
24,25,26 3
7. Menjaga diri dari pergaulan bebas
28,31 29,30,32,33,34 7
8. Membatasi diri dari pengaruh negatif media
35,36,37 38,39 5
Total Jumlah Item 42
3.5.1.3Proses Pengembangan Instrumen 3.5.1.3.1 Uji Kelayakan Instrumen
Instrumen yang telah disusun diuji untuk mengetahui kelayakan instrumen dari segi bahasa, konstruk dan isi. Penimbangan uji kelayakan instrumen dilakukan oleh tiga dosen ahli dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
(40)
untuk memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M berarti item tersebut bisa langsung digunakan dan item yang diberi nilai TM memiliki dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau masih bisa digunakan dengan syarat harus direvisi. Hasil dari uji kelayakan instrumen terdapat item-item yang perlu diperbaiki dan disesuaikan dari segi bahasa, konstruk dan isi. Komentar dan saran dari tiga dosen ahli menjadi penyempurna instrumen yang dibuat untuk mengungkap pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri.
3.5.1.3.2 Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan dilakukan kepada tiga orang siswi yakni untuk mengukur sejauh mana instrumen dapat dipahami oleh peserta didik. Uji keterbacaan bertujuan untuk melihat sejauh mana keterbacaan instrumen yang digunakan untuk kebutuhan penelitian, sehingga pernyataan-pernyataan yang kurang dipahami oleh siswi dapat direvisi sehingga dapat dipahami oleh siswi kelas XI SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung. Hasil uji keterbacaan menunjukan bahwa item pada angket pemahaman perilaku seksual sehat remaja sudah dapat dipahami.
3.5.1.3.3 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen 3.5.1.3.3.1 Uji Validitas Instrumen
Uji validitas dilakukan terhadap seluruh butir item pada instrumen pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan pernyataan butir-butir item. Pengujian validitas butir item dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi skor setiap butir item dengan menggunakan rumus korelasi biserial titik. Korelasi ini merupakan salah satu bentuk korelasi dari Pearson yang digunakan dalam situasi peubah prediktor yang bersifat
dikhotomus (Furqon, 2008, hlm. 107).
Rumus:
(41)
Sumber: Furqon (2008, hlm. 107)
Dengan keterangan:
: Koefisien korelasi biserial titik : Rata-rata kelompok p
: Rata-rata kelompok t
: Simpangan baku untuk seluruh subjek p : Proporsi subjek kelompok p
q : Proporsi subjek kelompok q
Semakin tinggi nilai validitas soal menunjukan semakin valid instrumen tersebut digunakan dilapangan. Signifikansi diperoleh dengan menggunakan tabel
Setelah diperoleh nilai , langkah berikutnya adalah
membandingkan nilai dengan untuk mengetahui tingkat signifikansinya dengan ketentuan > Secara lebih jelas, hasil perbandingan uji signifikansi antara nilai dengan (Terlampir).
Pengujian validitas instrumen yang dilakukan dilakukan dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 terhadap 75 item pernyataan dalam instrumen dengan jumlah sampel sebanyak 110 siswi. Hasil dari pengujian instrumen dengan menggunakan rumus korelasi biserial didapati dari 75 butir item instrumen diperoleh item pernyataan yang valid sebanyak 42 item dan sebanyak 33 item pernyataan yang tidak valid. Hasil uji validitas setiap item dalam instrumen pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri di sekolah menengah atas kelas XI dapat dilihat dengan rincian di bawah ini:
Tabel 3.5
Hasil Uji Validitas Instrumen Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung
Kesimpulan No. Item Jumlah
Memadai
3,4,6,11,12,13,20,21,22,26,27,28,30,33,35,37, 38,39,43,47,49,50, 51,
53,54,56,58,59,60,61,63,64,65, 66,67,68,69,70,71,72,73,74.
42
Buang 1,2,5,7,8,9,10,14,15,16,17,18,19,23,24,25,29,31,32,
34,36,40,41,42,44,45,46,48,52,55,57,62,75 33
(42)
Reliabilitas merujuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2010, hlm. 221). Uji reliabilitas ini dilakukan untuk mengetahui konsistensi suatu instrumen. Rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen pemahaman perilaku seksual sehat adalah menggunakan rumus Kuder Richardson 20 (K-R20).
Rumus:
( ) ∑
(Arikunto, 2010, hlm. 231) Keterangan:
: nilai reliabilitas instrumen k : banyaknya butir pernyataan
: varians total
p : proporsi subjek kelompok p : q : proporsi subjek kelompok q :
Hasil perhitungan uji realiabilitas dengan menggunakan rumus KR-20 diperoleh hasil sebesar 0,87 terhadap 42 item dalam instrumen pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri yang artinya derajat keterandalan instrumen yang digunakan sangat tinggi dan dapat dipercaya. Kemudian uji reliabilitas dilakukan penghitungan ulang dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 16 untuk mendukung hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan rumus K-R20, metode yang digunakan yaitu Metode Alpha dengan tingkat kepercayaan 95%., yakni:
Tabel 3.6
Reliabilitas Instrumen Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri Reliability Statistics
(43)
Cronbach's Alpha
N of Items
,881 42
Hasil uji reliabilitas yaitu sebesar 0,881 dari 42 item valid berarti tingkat derajat keterandalan sangat tinggi, oleh karena itu instrumen pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri mampu menghasilkan skor secara konsisten. Sebagai tolak ukur, digunakan klasifikasi tentang koefisien reliabilitas sebagai berikut (Sugiyono, 2012, hlm. 257) :
Tabel 3.7
Pedoman Interprestasi Koefisien Reliabilitas No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan
1 0,00 - 0,199 Sangat rendah
2 0,20 - 0,399 Rendah
3 0,40 - 0,599 Sedang
4 0,60 - 0,799 Tinggi
5 0,80 - 1,000 Sangat tinggi
3.5.2 Program Bimbingan Kelompok dengan Menggunakan Teknik Assertive Training untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Siswi Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung
Dalam pengembangan program intervensi bimbingan kelompok dengan Menggunakan Teknik Assertive Training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1) Perencanaan program meliputi analisis kebutuhan (need assessment) dengan
penyebaran angket perilaku seksual sehat, dan berdasarkan gambaran umum pemahaman perilaku seksual sehat siswi kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung.
2) Pelaksaan program meliputi 6 sesi bimbingan kelompok untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi kelas XI.
3) Evaluasi program meliputi: dilihat dari hasil pretest dan posttest, setelah pemberian intervensi lalu dibandingkan dengan hasil dari pretest dan posttest.
(1)
190
Dewi Utami, 2014
Efektivitas Bimbingan Kelompok D engan Menggunakan Teknik Assertive Training Untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
2) Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan metode penelitian kuasi eksperimen sehingga ada kelas kontrol untuk melihat lebih jelas keefektifan penggunaan teknik assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri.
3) Peneliti selanjutnya dapat memilih sampel penelitian dengan jenis kelamin yang berbeda, yakni: remaja putra atau remaja putra dan putri.
4) Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan beberapa teknik dalam bimbingan dan konseling yang diasumsikan dapat meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat remaja.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
ABKIN. (2008). Rambu-rambu penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
dalam Jalur Pendidikan Formal.Departemen Pendidikan Nasional.
Andika, A. (2010). Bicara Seks Bersama Anak. Jakarta: Pustaka Anggrek.
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik).Jakarta: Bumi Aksara.
Ali, M. Dkk. (2014). Psikologi Remaja; perkembangan peserta didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
BKKBN. (2013). Remaja dan Permasalahannya Menjadi Perhatian Dunia. [Online]. Tersedia: http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=840. [21 Oktober 2013].
BKKBN. (2014). Aktivitas Sekual Remaja. [Online]. Tersedia: http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=1770. [8 Februari 2014]. BKKBN. Seks Bebas di Kalangan Remaja. (2011). [Online]. Tersedia:
http://kepri.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?ID=130&ContentTypeI d=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897. [8 Februari 2014]. Boeree, C. G. (2008). General Psychology. Yogyakarta: PRISMASOPHIE.
Corey, G. (1995). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Corey, G. (2007). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Corey, G. (2007). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Alih Bahasa. (2003). E. Koswara. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Aditama.
Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Darmasih, R. (2009). Faktor yang Memperngaruhi Perilaku Seks Pranikah Pada
Remaja SMA di Surakarta.Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat FIK
UMS: tidak diterbitkan.
(3)
192
Dewi Utami, 2014
Efektivitas Bimbingan Kelompok D engan Menggunakan Teknik Assertive Training Untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Duvall EM, Miller BC. (1985). Marriage and Family Development (6th ed). New
York (US): Harper & Row Publishers.
Echhols, John M. dan Hassan S. (1995). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta.
Feriyani, B. & Fitri, A. R. (2010). Perilaku Seksual Pranikah Ditinjau Dari Intensitas Cinta Dan Sikap Terhadap Pornografi Pada Dewasa Awal. Jurnal
Psikologi, 119-152.
Furqon. (2008). Statistika Teparan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Gunadarsa, S. D. (1992). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia. Hasan. (2013). Meningkatnya Usia Kehamilan Remaja.
https://www.jurnalperempuan.org/meningkatnya-usia-kehamilan-remaja.html. [8 Juli 2014].
Hiduan, Z. R., Dkk. (2010). Buku Pegangan Guru Pendidikan Kesehatan
Reproduksi. Bandung: Impact/ UPK-FK UNPAD.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B. (2002). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Alih bahasa Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta:
Erlangga.
Irfan, P. (2012). Teknik Asertif Training. [Online]. Tersedia; http://irvanhavefun.blogspot.com/2012/03/teknik-asertif-training.html. [21 Oktober 2013].
Imran, I. (1999). Perkembangan Seksualitas Remaja. Jakarta: PKBI.
Joyce, B & Weil, M. (1980). Models of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall. KBBI. (2014). Pemahaman. [Online]. Tersedia: http://kbbi.web.id/. [28
September 2014].
Kurniawan, D. (2008). Regresi Linier. [Online]. Tersedia: http:/ineddeni.wordpress.com. [14 September 2014].
Lickona, T. (2012). Character Matters; Persoalan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Lickona, T. (2012). Educating for Character; Mendidik untuk Membentuk
(4)
Loli. (2011). Teknik Asertif Training (Latihan Ketegasan). [Online]. Tersedia:
http://misscounseling.blogspot.com/2011/03/tehnik-konseling-asertif-training.html. [22 Oktober 2013].
Myrs, G. E., & Michele, T.M. (1992). The Dianamic Of Human Communication:
A Labory Approach. Singapura: McGraw-Hill inc.
Monks, F.J., A.M.P Knoers Siti Rahayu H. (2006). Psikologi Perkembangan (Pengantar dalam berbagai Bagiannya)). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nasrudin. (2013). Definisi Umum Prilaku Menyimpang Menurut Para Ahli. [Online]. Tersedia: http://nasrudin2616.wordpress.com/2013/04/30/definisi-umum-prilaku-menyimpang- menurut-para-ahli/. [18 Oktober 2013].
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nurihsan, A.J., dan Agustin, M. (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan
Remaja Tinjauan Psikologi, Pendidikan, dan Bimbingan.Bandung: PT.
Refika Aditama.
Oktaviani, E. A. (2010). Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial untuk
Mengembangkan Perilaku Seksual Sehat Remaja (Disusun Berdasarkan Studi Deskriptif pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 2009/ 2010). Skripsi Sarjana Jurusan Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.
Pikuinas, J. (1976). Human Development An Emergant Science. Third. Ed., Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha, Ltd.
Prabowo, I. (2011). Makalah Seks Bebas.[Online]. Tersedia: http://irvanhavefun.blogspot.com/2011/07/makalah-seks-bebas.html.
[18Juni 2013].
Prayitno & Amti, E. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Puspita Sari, C. (2008). JURNAL Harga Diri Pada Remaja Putri Yang Telah
Melakukan Hubungan Seks Pranikah. [Online]. Tersedia:
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/industrial-technology/2009/Artikel_10504036.pdf. [10 juni 2014].
Rathus, S. A. and Nevid J. S. (1980). Behavioral Therapy Strategies of
(5)
194
Dewi Utami, 2014
Efektivitas Bimbingan Kelompok D engan Menggunakan Teknik Assertive Training Untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah. Bandung: Rizki Press.
Santrock, John. W. (2007). Remaja (edisi 11 Jilid 1). Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. 2003. Adolescence Tenth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Santrock, John. W. (2003). Adolesence. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S. W. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sarwono, S. W. (2007). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Setiawati. (2008). Program Bimbingan Dan Konseling Pribadi Sosial Untuk
Mengembangkan Perilaku Seksual Sehat Mahasiswa. Thesis Universitas
Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.
Soetjiningsih, C. H. (2008). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual
Pranikah Pada Remaja. Disertasi Universitas Kristen Satya Wacana: tidak
diterbitkan.
Sugiyono. (2012). Statistika Untuk Penelitian.Bandung: Alfabeta. Sugiyono (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, N. S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, N.S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suleman, R. A. (2013). Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Penjumlahan
di SDN 3 Tapa Kabupaten Bone Bolango. [Online]. Tersedia:
file:///D:/6%20JURNAL/pemahaman%20penting.pdf. [28 September 2014].
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. (2012). Undang-undang Sisdiknas
Sistem Pendidikan Nasional Edisi Terbaru 2012. Bandung: Fokusindo
Mandiri.
Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan & Konseling di Sekolah.Bandung: Rizky Press.
(6)
Yusuf & Nurihsan. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda.