DINAMIKA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN MASKUMAMBANG TAHUN 1937-1977 M : STUDI PEMBAHARUAN DALAM BIDANG AQIDAH OLEH KH. AMMAR FAQIH DAN KH. NADJIH AHJAD.

(1)

i

DINAMIKA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN MASKUMAMBANG TAHUN 1937-1977 M

(Studi Pembaharuan dalam Bidang Aqidah oleh KH. Ammar Faqih dan KH. Nadjih Ahjad)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh: Saadatul Hasanah NIM: A0.22.12.015

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

nama : Saadatul Hasanah NIM : A02212015

jurusan : Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

fakultas : Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk pada sumbernya. Jika ternyata di kemudian hari skripsi ini terbukti bukan hasil karya saya sendiri, saya bersedia mendapatkan sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang saya peroleh.

Surabaya, 24 Desember 2015 Saya yang menyatakan,


(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui pada tanggal 24 Desember 2015

Oleh Pembimbing,

Drs. Sukarma, M.Ag NIP. 196310281994031004


(4)

iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Skripsi ini telah diuji oleh Tim Penguji dan dinyatakan lulus pada tanggal 5 Februari 2016

Dekan,

Dr. H. Imam Ghazali Said, MA NIP. 1960021219900331002

Ketua/ Pembimbing,

Drs. Sukarma, M.Ag NIP. 196310281994031004

Penguji I,

Prof. Dr. H. Ahwan Mukarrom, MA NIP. 195212061981031002

Penguji II,

Dra. Lilik Zulaichah, M. Hum NIP. 195510051986032001

Sekretaris,

H. Akhmad Najibul Khairi, MA NIP. 197801152005011002


(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Pembaharuan Bidang Aqidah Pondok Pesantren Maskumambang Dukun Gresik (1937-1977 M) ”. Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana perubahan-perubahan yang dilakukan oleh KH Ammar Faqih dan KH Nadjih Ahjad dalam hal pengembangan pondok pesantren Maskumambang? (2) Bagaimana pembaharuan dalam bidang aqidah di pondok pesantren Maskumambang sejak tahun 1937 sampai 1977?

Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah, dengan menggunakan beberapa langkah yaitu heuristik, mengumpulkan arsip-arsip terkait seperti manuskrip Tuhfatul

Ummah fi al Aqāid wa Radd al Mafāsid, karya KH Ammar Faqih dan At Tibyan fi Al Aqaid

karya KH Nadjih Ahjad, verifikasi (kritik terhadap data), penafsiran serta bagaimana cara penulisan sejarahnya. Adapun pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan historis yang digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa masa lampau teori yang digunakan adalah teori yang dinyatakan oleh Zamakhsyari dhofier tentang elemen-elemen pondok pesantren yang terdiri dari pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab islam klasik dan kiai. Lima elemen tersebut merupakan dasar dari tradisi pesantren dan penelitian ini juga menggunakan teori kepemimpinan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan (1) perubahan yang dilakukan oleh KH. Ammar Faqih dan KH. Nadjih Ahjad dalam pengembangan pondok pesantren yaitu mendirikan Madrasah Banat, pemisahan antara guru laki-laki dan murid perempuan, mengganti literatur buku-buku yang digunakan dan lain-lain. (2) Terjadi pembaharuan pada bidang Aqidah di Pondok Pesantren Masumambang. Hal tersebut ditandai dengan berubahnya orientasi ajaran Pondok Pesantren Maskumambang, yang tadinya berorientasi pada Islam tradisional menjadi Islam yang murni yaitu hanya bersumber pada Alqur’an dan Hadis.


(6)

ABSTRACT

This paper which the title is “Pembaharuan Bidang Aqidah Pondok Pesantren Maskumambang Dukun Gresik (1937-1977 M) ”. the problem in this paper is (1) how the alteration who done by KH Ammar Faqih and KH Nadjih Ahjad to development Maskumambang cottage? (2) how the modernity of faith in Maskumambang cottage since 1937 until 1977 Masehi?.

This research is arrange by using method of this research by using history method which inside there is heuristic method who the researcher collect the source and data, the researcher getting a primary source of book which the title is Tuhfatul Ummah fi al Aqāid wa Radd al Mafāsid has written by KH Ammar Faqih and book which the title is At Tibyan fi Al Aqaid has written by KH Nadjih Ahjad, verification and interpretation. The theory of this paper Zamakhsari Dhofier’s theory about cottage elements which consist of cottage, mosque, student, Islamic

classic’s books learning and the principal of cottage. Those five elements are the fundamental of

cottage traditions. If the institution has those five elements it will be changing the status become pesantren and leadership’s theory.

The result of this research who have done by the researcher, (1)it’s happen about the modernity of faith in maskumambang cottage. The result of the modernity is change the percept orientation in maskumambang cottage, (2) which the first of this orientation is Islamic traditional become Islamic fundamental that just take the source from Alqur’an and Hadis.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 6

F. Penelitian Terdahulu ... 7

G. Metode Penelitian ... 11

H. Sistematika Bahasan ... 13

BAB II PROFIL PONDOK PESANTREN MASKUMAMBANG A. Sejarah Pondok Pesantren Maskumambang ... 15

B. Kondisi Lingkungan Pondok Pesantren Maskumambang ... 22

C. Sistem Pengajaran dan Kurikulum di Pondok Pesantren Maskumambang ... 33

BAB III PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN MASKUMAMBANG A. Dua Kyai Pembaharu di Pondok Pesantren Maskumambang ... 39

B. Usaha-usaha Pengembangan Pondok Pesantren Maskumambang... 48

C. Pembaharuan Bidang Pendidikan di Pondok Pesantren Maskumambang ... 54

BAB IV PEMBAHARUAN BIDANG AQIDAH PONDOK PESANTREN MASKUMAMBANG A. Pembaharuan oleh KH Ammar Faqih di Pondok Pesantren Maskumambang ... 58

B. Pembaharuan oleh KH Nadjih Ahjad di Pondok Pesantren Maskumambang ... 70

C. Respon Terhadap Pembaharuan di Pondok Pesantren Maskumambang ... 85

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 90


(8)

DAFTAR PUSTAKA


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Adanya pesantren bermula ketika Islam masuk ke Nusantara dan beberapa abad kemudian muncul beberapa tempat pengajian yang digunakan sebagai pengembangan dalam mempelajari keislaman.1

Di dalam pesantren terdapat seorang kyai yang mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut. Menetapnya santri dalam sebuah asrama atau pondok sangatlah menguntungkan dalam proses pengajaran karena sistem pembelajaran dapat dilakukan satu hari penuh dan kyai dapat mengawasi santrinya secara langsung.

Tujuan didirikannya pondok pesantren sendiri adalah dakwah untuk menyebarkan ajaran agama Islam, mendidik santri agar menguasai ilmu agama serta sebagai benteng pertahanan umat Islam dalam bidang akhlak. Pada awal berdirinya suatu pesantren, seorang kyai tidak menggunakan kurikulum maupun pembelajaran pada setiap kelas. Seorang kyai menerapkan model pembelajaran secara tradisional dengan menggunakan metode

sorogan, wetonan (bandongan) dan majlis ta’lim.


(10)

2

Pondok pesantren Maskumambang didirikan pada tahun 1859 oleh KH. Abdul Djabbar. Pondok ini terletak di Desa Sembungan Kidul Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik. Pada masa kepemimpinan KH. Abdul Djabbar hanya mendidik masyarakat sekitar Maskumambang dan itupun terbatas hanya pada pembelajaran Alquran dan beberapa asas ilmu agama Islam. Cita-cita KH. Abdul Djabbar sangatlah sederhana, ia hanya ingin menanamkan ajaran agama Islam kepada masyarakat Maskumambang dan sekitarnya.

Pada tahun 1907 M atau tahun 1325 H, KH. Abdul Djabbar berpulang ke rahmatullah dalam usia 84 tahun dan kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh anaknya yang bernama KH. Muhammad Faqih yang terkenal dengan sebutan Kyai Faqih Maskumambang.

Pada tahun 1937 M bertepatan dengan tahun 1353 H, KH. Muhammad Faqih berpulang ke rahmatullah dalam usia 80 tahun dan kepemimpinan Pondok Pesantren Maskumambang diteruskan oleh putra beliau yang keempat yaitu KH. Ammar Faqih.

Menurut KH. Nadjih Ahjad, KH. Ammar Faqih pernah belajar di Makkah selama dua tahun (1926-1928 M). Ketika beliau belajar disana pemikiran-pemikirannya banyak mendapat pengaruh langsung dari Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Pemikiran Syekh Muhammad bin Abdul Wahab membawa pengaruh yang sangat positif, terutama dalam pola


(11)

3

penanaman jiwa tauhid di lingkungan Pondok Pesantren Maskumambang sampai saat ini.2

Pada hari Selasa malam Rabu tanggal 25 Agustus 1965 M, KH. Ammar Faqih berpulang ke rahmatullah. Sebelum berpulang ke rahmatullah ia telah menyerahkan kepemimpinan pesantren kepada menantunya yang kedua yaitu KH. Nadjih Ahjad. Dalam memimpin pesantren KH. Nadjih Ahjad melakukan pembaruan-pembaruan atau modernisasi kedua dalam bidang kelembagaan, organisasi, metode dan sistem pendidikan, kurikulum, serta bidang sarana dan prasarana.

Pada hari Rabu tanggal 7 Oktober 2015 KH. Nadjih Ahjad meninggal dunia dan kepemimpinan pondok pesantren dilanjutkan oleh menantunya yaitu KH. Fathihudin Munawwir.

Dari penjelasan diatas dapat sedikit ditangkap bahwa sistem pendidikan pada pesantren ini setiap dipegang oleh pemimpin yang berbeda maka penerapan sistemnya berbeda pula, begitu juga dalam pengajaran ilmu tauhid yang ada di Pondok Pesantren Maskumambang, juga ikut berubah sesuai dengan kyai yang memimpin pondok pesantren yang telah terpengaruh oleh pemikiran guru mereka dan terus mengalami kemajuan mengikuti perkembangan zaman. Dapat dilihat pada periode perintisan yang dipimpin oleh KH. Abdul Djabbar orientasi pesatren ini berpaham Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah, pengikut madhab Syafi’iyah. Pada masa kepemimpinan KH. Faqih Maskumambang orientasi pondok ini juga masih

2Haji Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyyah terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat (Jakarta: Asta Buana Sejahtera, 2009), 144.


(12)

4

sama mengikuti madhab Syafi’iyah karena melanjutkan dari ayahnya. Pada masa ini kitab akidah khususnya tauhid yang digunakan adalah Aqidatul Awwam. Namun, setelah orientasi pondok pesantren ini dirubah yaitu pada masa kepemimpinan KH. Ammar Faqih berubah menjadi Ihya’us Sunnah wa Ijtinabul Bid’ah dan kitab akidah khususnya tauhid sudah tidak lagi menggunakan Aqidatul Awwam lagi tetapi menggunakan kitab Tuhfatul Ummah, dan pada masa KH. Nadjih Ahjad kitab tauhid diganti lagi yaitu dengan menggunakan at-Thibyan fi al-Aqaid.3

Penelitian ini merupakan penelitian yang menarik bagi penulis karena terjadi perubahan orientasi pada Pondok Pesantren Maskumambang dimana KH. Ammar Faqih melakukan pembaruan dalam berbagai bidang termasuk dalam bidang akidah, fikih, tasawuf, bahasa, hadis dan tafsir. Yang awalnya mengikuti madhab Syafi’iyah kemudian beralih menjadi Ihya’us Sunnah Wajtinabul Bid’ah. Sehingga akan mempengaruhi dalam proses belajar mengajar seperti dengan mengganti buku literatur, pemahaman guru yang mengajar, dan lain-lain. Serta respons dari masyarakat maupun orang tua santri yang mondok di Pesantren Maskumambang pada masa KH. Ammar Faqih dan KH. Nadjih Ahjad pasti berbeda-beda. Pondok pesantren ini justru semakin berkembang sehingga menarik untuk diteliti dengan menggunakan bantuan pendekatan yang digunakan oleh Zamakhsyari Dhofir dalam tradisi pesantren.


(13)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apa perubahan-perubahan yang dilakukan oleh KH. Ammar Faqih dan KH. Nadjih Ahjad dalam hal pengembangan Pondok Pesantren Maskumambang?

2. Bagaimana pembaruan dalam bidang akidah di Pondok Pesantren Maskumambang pada tahun 1937-1977 M?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Secara administratif penelitian ini bertujuan sebagai syarat memperoleh gelar sarjana dalam program strata satu (S-1) pada jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya.

2. Untuk mengetahui pengembangan dan pembaruan atau modernisasi di Pondok Pesantren Maskumambang sejak tahun 1937 sampai 1977, khususnya dalam bidang akidah.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari skripsi ini nantinya adalah :

1. Untuk memperkaya kazanah keilmuan dan berguna sebagai catatan sejarah, terutama di Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora.


(14)

6

2. Memberikan informasi ilmiah mengenai pembaruan bidang akidah di Pondok Pesantren Maskumambang Dukun Gresik.

E. Penelitian Terdahulu

Sesuai dengan data yang terdapat dalam perpustakaan melalui penelusuran data yang telah penulis lakukan, belum ada penelitian skripsi yang membahas tentang obyek penelitian kali ini. Berikut beberapa penelitian yang berkaitan dengan tema yang penulis bahas:

1. Fahima, Pengaruh Ajaran Tauhid Muhammad bin Abdul Wahab terhadap Pelaksanaan Akidah para Santri di Pondok Pesantren Maskumambang

(Skripsi Fakultas Dakwah, 1991). Di dalam tulisan tersebut memang ada kesamaan dari tema pembahasan dengan penulis. Namun, titik fokus skripsi tersebut lebih cenderung pada pengaruh ajaran tauhid Muhammad bin Abdul Wahab terhadap pelaksanaan akidah para santrinya saja.

2. Sirriyatul Ilmiyyah, Pembentukan Kebudayaan Islam di Pondok Pesantren Qomarudin Sampurnan Bungah Gresik (Oleh KH. M. Sholeh Musthofa) 1907-1977, (Skripsi Fakultas Adab, 2004). Skripsi tersebut berisi tentang pembaruan yang dilakukan oleh KH. Sholeh Musthofa dalam hal pembentukan kebudayaan Islam di Pondok Pesantren Qomarudin.

3. Haji Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku keagamaan Masyarakat (Buku Literatur, 2009). Buku tersebut merupakan disertasi Haji Mundzir Suparta yang membahas mengenai perubahan orientasi pondok pesantren salafiyah khususnya di


(15)

7

Pondok Pesantren Maskumambang Gresik mulai dari pembaruan bidang fikih, akidah, tasawuf dan lain-lain.

4. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Buku Literatur, 1978). Buku tersebut berisi tentang pola umum pendidikan Islam-tradisional, perubahan-perubahan tradisi pesantren dan lain-lain.

5. Nuruddin, KH Ammar Faqih: Sang Pencerah dari Kota Santri (Buku Literatur, 2015). Buku tersebut merupakan tesis Nurudin yang di dalamnya membahas mengenai biografi KH Ammar Faqih.

Dari beberapa penelitian terdahulu diatas tidak ada kesamaan dalam permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, penulis lebih menekankan pada pembaruan bidang akidah di Pondok Pesantren Maskumambang Dukun dari tahun 1937-1977 M. Sementara itu, penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas secara umum membahas mengenai pembaruan pada bidang kurikulum, kebudayaan dan pengaruh ajaran Muhammad bin Abdul Wahab terhadap perilaku masyarakat.

F. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Dalam penelitian tentang Pembaruan Pondok Pesantren Maskumambang Dukun Gresik (1937-1977 M) penulis menggunakan pendekatan historis yang digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa masa lampau dan menggunakan teori dari Zamakhsyari Dhofier4 tentang

4Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982 ), 44.


(16)

8

elemen pondok pesantren yang terdiri dari pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kyai. Lima elemen tersebut merupakan dasar dari tradisi pesantren. Jika suatu lembaga memiliki kelima elemen tersebut maka akan berubah statusnya menjadi pesantren.

1. Pondok

Pada dasarnya pesantren adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seseorang guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama ini berada dalam satu lingkungan kompleks dengan lingkungan kyainya.5 Pada Pondok Pesantren Maskumambang yang berada di Desa Sembungan Kidul Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik ini juga berada dalam satu lingkungan dengan tempat tinggal kyainya. Pondok atau asrama tempat tinggal para santri juga dipisahkan antara laki-laki dan perempuan.

2. Masjid

Masjid adalah elemen yang tidak dapat dipisahkan dari pesantren, karena masjid ini dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam proses salat lima waktu, khotbah dan salat Jumat dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.6

3. Santri

Santri adalah elemen yang paling penting dalam suatu lembaga pesantren. Dalam tradisi pesantren santri dibedakan menjadi dua

5Ibid., 44.


(17)

9

kelompok santri yaitu santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pondok pesantren. Sedangkan santri kalong adalah murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren yang biasanya tempat tinggalnya tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah.7

4. Pengajaran Kitab-kitab Islam

Tujuan utama dari pengajaran ini adalah untuk mendidik calon-calon ulama. Biasanya kitab-kitab klasik yang diajarkan pada pesantren antara lain: nahwu, fikih, hadis, tafsir, tauhid dan cabang-cabang ilmu lainnya seperti tarikh dan balaghah.8

5. Kyai

Kyai adalah tokoh kunci yang menentukan corak kehidupan pesantren. Semua warga pesantren tunduk pada kyai. Mereka berusaha keras melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, serta menjaga hal-hal yang sekiranya tidak direstui oleh kyai, sebaliknya yaitu selalu berusaha melakukan hal-hal yang direstui oleh kyai.9 Pada umumnya pertumbuhan suatu pesantren tergantung kepada kemampuan pribadi dari kyainya. Kebanyakan kyai di Jawa beranggapan bahwa suatu pesantren dapat diibaratkan sebagai suatu kerajaan kecil dimana kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan dalam kehidupan dan lingkungan pesantren.

7Ibid., 51.

8Ibid., 55.


(18)

10

Selain itu penelitian ini juga menggunakan teori continuity and change yaitu mengenai kesinambungan dan perubahan. Teori tersebut dinyatakan oleh John Obert Voll dalam bukunya yang berjudul Islam: Continuity and Change in the Modern World. Dari teori tersebut peneliti akan mengungkapkan kesinambungan dan perubahan yang ada dalam Pondok Pesantren Maskumambang. Seperti kesinambungan dan perubahan antar kepemimpinan dalam kaitannya tentang pembaharuan-pembaharuan dalam bidang Akidah khususnya. Jika dalam masa kepemimpinan KH. Abdul Djabbar dan KH. Muhammad Faqih berorientasi pada ajaran Islam tradisional, maka di dua kepemimpinan berikutnya yaitu KH. Ammar Faqih dan KH. Nadjih Ahjad sudah berorientasi pada Ihya’ al-Sunah wa al Ijtina al-Bid’ah.

Dari teori diatas, diharapkan dapat mempermudah penulis dan pembaca sekalian dalam memahami substansi skripsi ini secara sistematis, ilmiah dan integral dalam kazanah perbendaharaan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pendidikan dan ajaran di Pondok Pesantren Maskumambang ini.

G. Metode Penelitian

Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini, maka penulis mengguunakan metode penulisan sejarah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Heuristik (Pengumpulan Sumber) adalah kata heuristik berasal dari bahasa Yunani heuriskein yang artinya memperoleh. Heuristik adalah


(19)

11

suatu teknik, seni dan ilmu. Bisa juga dikatakan pengumpulan sumber adalah suatu proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak sejarah. Karena sejarah tanpa sumber maka tidak bisa bicara. Sehingga sumber ini merupakan hal paling utama yang akan menentukan aktualitas masa lalu manusia agar dapat dipahami oleh orang lain.10

Di dalam mengumpulkan sumber, penulis menggunakan beberapa informasi yang berasal dari :

a. Arsip Pondok Pesantren Maskumambang Gresik yang berupa akta notaris pendirian madrasah YKUI Maskummbang, foto-foto kegiatan.

b. Wawancara dengan anak KH. Ammar Faqih, pengurus dan guru di Pondok Pesantren Maskumambang Gresik.

c. Majalah Pondok Pesantren Maskumambang Gresik. d. Manuskrip KH. Ammar Faqih.

e. Kitab karangan KH. Nadjih Ahjad tentang akidah.

f. Buku yang berjudul Pondok Pesantren Maskumambang yang diterbitkan oleh sekretariat Pondok Pesantren Maskumambang Gresik.

g. Buku panduan penerimaan santri baru Pondok Pesantren Maskumambang yang diterbitkan oleh sekretariat Pondok Pesantren Maskumambang Gresik.


(20)

12

2. Verifikasi (kritik) adalah proses seleksi pada sumber-sumber yang telah dikumpulkan dengan cara melakukan kritik sumber. Kritik sumber merupakan usaha untuk mendapatkan sumber-sumber yang relevan dengan cerita sejarah yang ingin disusun. Selain itu, kritik sumber dimaksudkan sebagai penggunaan dan penerapan dari sejumlah prinsip-prinsip untuk menilai atau menguji kebenaran nilai-nilai sejarah dalam bentuk aslinya dan menerapkan pengertian sebenarnya. Kritik sumber terdiri dari dua jenis, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah proses untuk melihat apakah sumber yang didapatkan tersebut asli atau tidak, sedangkan kritik intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah sumber tersebut layak dipercaya kebenarannya atau tidak. Dengan kritik ekstern penulis melihat fisik daripada arsip-arsip yang telah didapatkan sedangkan dengan kritik intern penulis berusaha untuk melihat isi daripada arsip-arsip tersebut.

3. Interpretasi (penafsiran) yaitu menetapkan makna yang saling berhubungan atau menafsirkan fakta-fakta sejarah yang telah diperoleh. Tujuannya agar fakta yang ada mampu untuk mengungkap permasalahan yang ada, sehingga diperoleh pemecahannya. Dalam tahap ini penulis membandingkan fakta yang satu dengan fakta yang lain, sehingga dapat ditetapkan makna dari fakta yang diperoleh untuk menjawab permasalahan yang ada.

4. Historiografi (penulisan sejarah) adalah tahap akhir langkah-langkah penulisan sejarah yang menyajikan cerita dan dapat


(21)

13

dipertanggungjawabkan kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh. Penulisan dalam penelitian ini juga menggunakan metode penulisan sejarah secara kronologis (penyusunan sejumlah kejadian atau peristiwa). Hal ini terlihat dari pengambilan bahasan pada rentang waktu antara tahun 1937-1977 M. Pada tahun tersebut terjadi pembaharuan bidang akidah pada Pondok Pesantren Maskumambang yang terjadi pada masa kepemimpinan KH Ammar Faqih dan KH Nadjih Ahjad.11

H. Sistematika Bahasan

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai isi penelitian ini, maka pembahasan dibagi menjadi lima bab. Uraian masing-masing bab disusun sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang tinjauan secara global permasalahan yang dibahas ini serta dikemukakan beberapa masalah meliputi: Pendahuluan, meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, kerangka teoritik, Metode Penelitian dan Sistematika Bahasan.

Bab kedua, menjelaskan mengenai profil Pondok Pesantren Maskumambang di Gresik yang terdiri dari tiga sub bagian yaitu: sejarah Pondok Pesantren Maskumambang, kondisi lingkungan Pondok Pesantren Maskumambang, sistem pengajaran dan kurikulum di Pondok Pesantren Maskumambang.


(22)

14

Bab ketiga, menjelaskan mengenai perubahan-perubahan yang dilakukan oleh KH. Ammar Faqih dan KH. Nadjih Ahjad dalam hal pengembangan Pondok Pesantren Maskumambang yang terdiri dari tiga sub bab yaitu dua kyai pembaru yang ada di Pondok Pesantren Maskumambang, usaha-usaha pengembangan pesantren dan pembaruan bidang pendidikan di Pondok Pesantren Maskumambang.

Bab keempat, menjelaskan pembaruan bidang akidah di Pondok Pesantren Maskumambang yang dilakukan pada masa kepemimpinan KH. Ammar Faqih dan KH. Nadjih Ahjad dalam Pondok Pesantren Maskumambang yang terdiri dari tiga sub-bab yaitu pembaruan oleh KH. Ammar Faqih, pembaruan oleh KH. Nadjih Ahjad dan respon masyarakat terhadap pembaruan ini.

Bab kelima, yang berisi penutup dan di dalamnya meliputi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran.


(23)

15

BAB II

PROFIL PONDOK PESANTREN MASKUMAMBANG

A. Sejarah Pondok Pesantren Maskumambang

Pondok Pesantren Maskumambang didirikan oleh KH. Abdul Djabbar (Ngabidin) pada tahun 1859 M atau 1821 H. Ia adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Setelah menikah dengan Nur Simah, KH. Abdul Djabbar mengembara ke daerah-daerah yang masih berupa hutan rimba dan akhirnya menemukan tempat di daerah Sembungan Kidul Kecamatan Dukun (dahulu masuk Kecamatan Sidayu). Di tempat tersebut ia membuka sebidang tanah dan membersihkannya untuk mendirikan rumah sederhana sebagai tempat tinggal keluarga dan berkelanjutan mendirikan pondok. Pondok ini didirikan setelah KH. Abdul Djabbar pergi berhaji dan mendirikan sebuah langgar panggung dengan luas ± 5 m2 dengan tinggi bangunan ± 2,5 m2 dan tinggi alas dari permukaan tanah ±1 m2, serta atap bangunan dari besek (bahasa Jawa: anyaman daun kelapa). Pada awalnya pondok pesantren ini didirikan sebagai usahanya untuk mencetak kader-kader dai yang dapat menghapus kepercayaaan-kepercayaan masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.1

Pondok pesantren ini merupakan pondok pesantren tertua di Gresik yang didirikan setelah Pondok Pesantren Qomarudin di Bungah yang berdiri pada tahun 1775 M atau 1181 H.2

1

Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat (Jakarta: Asta Buana Sejahtera, 2009), 122.

2

Muhammad Abduh, “Strategi Pengembangan Pesantren” (Tesis, STAI Qomaruddin, Gresik, 2013), 109.


(24)

16

Pada awalnya Pondok Pesantren Maskumambang yang terletak di Maskumambang Desa Sembungan Kidul Kecamatan Dukun Kabupaten Daerah tingkat II Gresik Provinsi Daerah tingkat I Jawa Timur (± 40 km arah barat laut kota Surabaya). Jika dilihat dari situasinya yaitu di daerah Suburban, Maskumambang cukup kondusif bagi penanaman ajaran-ajaran agama. Dengan letak geografis Maskumambang yang berada di pedesaan mengakibatkan pesantren ini jauh dari hiruk pikuk dan lalu lalang kendaraan serta kebisingan kota. Masyarakat yang ada disekitar Maskumambang juga masih mengedepankan sifat gotong royong dan paguyuban. Sehingga dengan suasana tersebut mereka mendukung didirikannya Pondok Pesantren Maskumambang.

Nama Maskumambang diambil dari kata Mas dan kumambang. Dimana kata Mas yang berarti emas yang bermakna perhiasan dan

Kumambang yang berasal dari Bahasa Jawa Kambang (ngambang) yang berarti terapung atau tampak. Maskumambang berarti emas yang tampak dan menjadi kebanggan umat Islam dan masyarakatnya.3 Namun, ada pengertian lain Mas disini tetap diartikan sebagai emas tapi emas disini adalah ilmu tauhid, karena apabila tidak disertai dengan ilmu tauhid yang murni seseorang tidak akan masuk ke surga. Kata kambang diartikan sebagai sesuatu yang tampak. Jadi, Pondok Maskumambang ini tampak karena ilmu ke tauhidannya.4

3

Ibid., 116. 4


(25)

17

Pada saat KH. Abdul Djabbar merintis Pesantren Maskumambang banyak masyarakat di sekitarnya yang masih mempraktikkan ajaran-ajaran tradisi dan agama lokal serta melakukan kemaksiatan. Ketika Pesantren Maskumambang berdiri, pesantren ini baru memiliki sarana satu buah langgar dengan tiga kamar kecil (gotaan) tempat KH. Abdul Djabbar mengajar putra-putra beliau dan penduduk sekitarnya. Sarana yang dimiliki oleh KH. Abdul Djabbar ini didirikan di atas tanahnya sendiri yang sebelumnya berupa hutan kecil yang penuh dengan semak belukar serta pepohonan besar dan tinggi.

Pada masa kepemimpinan KH. Abdul Djabbar merupakan periode perintisan dimana santri yang belajar di pesantren ini masih sedikit dan hanya terdiri dari anak-anak kampung sekitar Maskumambang dan anak KH. Abdul Djabbar sendiri. Metode pengajaran yang digunakan juga masih dasar dan sederhana yaitu menggunakan metode halaqah5 dan sorogan6. Pelajaran yang diajarkan juga masih sebatas pelajaran Al-Qur’an dan beberapa dasar ilmu agama.

Dilihat dari sisi paham keagamaan, ajaran-ajaran yang disampaikan di Pondok Pesantren Maskumambang pada masa kepemimpinan KH. Abdul Djabbar ini berpahamkan Ahl al-Sunnah wa al-Jamāah. Memang hampir semua pesantren yang ada di Jawa Timur adalah pengikut madhab Syafi’iyah

5

Metode halaqah adalah metode yang digunakan di seluruh pesantren tradisional di masa-masa awal yaitu cara penyampaiannya melalui kitab kuning yang diajarkan di musala atau masjid. Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah (Jakarta: LP3ES, 1986), 12.

6

Metode sorogan adalah merupakan suatu metode mengajar yang dilakukan dengan cara guru menyampaikan pelajaran langsung kepada santri secara individual dan dilakukan secara bergilir. Biasanya metode ini digunakan pada santri yang jumlahnya sedikit. Metode ini sangat bagus karena guru dapat langsung memberikan pengajaran pada santri satu per satu. Namun, metode pembelajaran seperti ini kurang efisien dan membutuhkan waktu yang lama. Mujammil Qomar,

Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi (Jakarta: Erlangga, 1996),


(26)

18

dan penganut madhab Ahl al-Sunnah wa al-Jamāah.7 Menurut Ustaz Maemun, amaliyah keagamaan dan tradisi pesantren yang pada umumnya dipraktikkan di Pondok Pesantren Maskumambang diantaranya adalah tradisi ziarah kubur, tahlilan dan haul. Dalam hal peribadatan yakni menggunakan doa qunut pada saat salat shubuh, dua azan pada saat salat Jumat dan bacaan salawat kepada Nabi Muhammad.8

KH. Abdul Djabbar meninggal pada tahun 1907 M atau 1325 H yaitu dalam usia 87 tahun dan meninggalkan sepuluh anak antara lain Rois, Alimah, Abu Dzarrin, KH. Muhammad Faqih, Atqon, Shahid, Muhsinah, Harun, Ahmad Muhtadi dan Abdul Musthain. Kemudian kepemimpinan pondok pesantren dipimpin oleh putranya yang keempat yaitu KH. Muhammad Faqih yang terkenal dengan sebutan KH. Faqih Maskumambang. Pengangkatan KH. Faqih sebagai pemimpin Pondok Pesantren dilakukan secara musyawarah dan kepemimpinan pondok pesantren ini bersifat kolektif, artinya meskipun KH. Faqih sebagai pemimpin pondok pesantren akan tetapi, semua putra dan putri KH. Abdul Djabbar juga ikut dalam pengelolaan pesantren.

Sejak tahun 1907 KH. Faqih Maskumambang mulai memusatkan perhatiannya untuk mengasuh pesantren Maskumambang dengan dibantu oleh saudara-saudaranya dan didukung oleh masyarakat sekitarnya. Ia melakukan pengembangan pesantren dari sisi fisik dan sistemnya. Pada masa kepemimpinan KH. Faqih Maskumambang santri yang berdatangan untuk

7

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 70. 8

Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat, 123.


(27)

19

menimba ilmu bukan hanya dari sekitar Maskumambang saja. Namun, sudah banyak dari beberapa daerah lain. Hal tersebut dikarenakan letak Pondok Pesantren Maskumambang dekat dengan Sidayu Gresik, yang pada saat itu menjadi pusat perdagangan yaitu tempat berkumpulnya pedagang dari Pulau Madura, Kalimantan, Sumatera, Surabaya, Tuban, Lamongan dan daerah-daerah lainnya. Selain itu Sidayu juga menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Gresik.9 Kemasyhuran pesantren ini dibuktikan dengan keberhasilan KH. Faqih dalam mencetak generasi santrinya sehingga menjadi tokoh penting, seperti KH. Zubair pendiri Pesantren Sarang Jawa Tengah, KH. Wahid Hasyim Jombang, KH. Abdul Hadi Langitan, dan lain-lain.

KH. Faqih Maskumambang ini merupakan salah seorang ulama besar yang terkenal di Pulau Jawa. Bahkan ketenarannya dikenal hingga luar pulau Jawa. KH. Faqih Maskumambang ini ahli dalam bidang Ilmu tafsir, tauhid, fiqih, nahwu, balaghah, manthiq, ushul fiqh dan lain-lain.10 Karyanya yang terkenal adalah al-Mandzumah al-Daila fi Awāli al-Asyhur al-Qamariyah. Buku tersebut berisi tentang pemikiran KH. Faqih dalam bidang astronomi (ilmu falak), khususnya berkaitan dengan cara mengetahui permulaan tanggal di setiap bulan Qamariyah. Buku tersebut digunakan oleh kaum Nahdiyyin

untuk mengetahui cara penentuan awal bulan Qomariyyah. Selain itu KH. Faqih Maskumambang juga pernah mengarang sebuah kitab yang berjudul

an-Nusus al-Islāmiyah fi al-Rad ‘ala mazhab al-Wahābiyah yang didalamnya

9

Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat, 124-125.

10

Fatihudin Munawwir, Pondok Pesantren Maskumambang (Gresik: Sekretariat PP Maskumambang), 1.


(28)

20

menjelaskan bahwa Wahabi dengan seenaknya telah memonopoli kebenaran agama, tanpa mempertimbangkan aspek-aspek yuridis dan teologis. Bahkan tidak jarang mereka sering kali melakukan tindak kriminalisasi teologis yang mengakibatkan sesama umat Islam terpecah, merugi dan saling membenci. Seakan tiket masuk surga hanya ada di tangan mereka.11

Menurut Dhofier, pada masa KH. Faqih ini bentuk fisik Pondok Pesantren Maskumambang ini banyak mengalami banyak perubahan terutama pada jumlah bangunan asrama santri, karena pada masa KH. Faqih santri yang tinggal di pesantren ini terus mengalami peningkatan. Jika pada masa KH. Abdul Djabbar jumlah asramanya hanya terdiri atas tiga kamar, di masa KH. Faqih ini mengalami penambahan kamar yakni menjadi 10 kamar yang masing-masing berukuran 2 m x 1,5 m.12

Dalam hal pengajaran KH. Faqih juga tidak hanya menggunakan metode halaqah dan sorogan lagi. Tetapi juga menggunakan sistem

bandongan, dan wetonan. Dalam hal kurikulum pembelajaran, KH. Faqih menggunakan sistem pengajaran tuntas kitab. Sedangkan dalam hal ibadah pada masa kyai Faqih pemahaman fikih dan syariat Islamnya tidak jauh berbeda dengan yang dipraktikkan pada masa KH. Abdul Djabbar, yaitu

mengikuti paham Syafi’iyah. Tradisi peribadatan pada masa Kyai Faqih ini

juga masih melanjutkan tradisi yang dilakukan pada masa KH. Abdul Djabbar, seperti tradisi ziarah ke makam wali dan orang-orang keramat,

11

Muhammad Faqih, Menolak Wahabi, terjemahan oleh Abdul Aziz Masyhuri (Depok: Sahifa, 2015), 6.

12

Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat,127.


(29)

21

tahlilan pada orang yang sudah meninggal hingga hari ketujuh, keempat puluh, keseratus, keseribu dan setiap tahun (haul), mengadakan perayaan meninggalnya ulama (haul), doa qunut, penggunaan bedug sebagai tanda masuknya waktu salat, doa qunut, penentuan awal bulan dengan rukyat, salawat diantara dua khotbah dan sebagainya.

Pada tahun 1937 atau 1353 H, KH. Faqih Maskumambang meninggal dunia dan kepemimpinan Pondok Pesantren Maskumambang dilanjutkan oleh putranya yang keempat yaitu KH. Ammar Faqih. Keputusan tersebut sudah diambil oleh KH. Faqih Maskumambang sebelum ia meninggal. Ia berwasiat agar kepemimpinan pondok pesantren dilanjutkan oleh KH. Ammar Faqih dan wasiat tersebut mendapat dukungan dari saudara-saudara KH. Ammar dengan penuh toleransi. Sebelumnya dua diantara saudara KH. Ammar sudah mendirikan pesantren sendiri di luar Maskumambang, yaitu KH. Abdul Hamid yang mendirikan pesantren di Karang Binangun Lamongan dan KH. Mukhtar yang mendirikan pesantren di Kebondalem Surabaya dan tiga saudara yang lain berada di luar Maskumambang. Sehingga suasana tersebut cukup kondusif bagi suksesi kepemimpinan dan tidak menimbulkan konflik di keluarga.13

KH. Ammar Faqih wafat pada hari Rabu tanggal 15 Agustus 1965 M. Sebelum KH. Ammar wafat, KH. Ammar telah menyerahkan kepemimpinan

13


(30)

22

Pondok Pesantren Maskumambang kepada menantunya yang kedua, yaitu KH. Nadjih Ahjad yang sebelumnya juga sudah ikut mengasuh pesantren. 14

Pada masa kepemimpinan KH. Ammar Faqih dan KH. Nadjih Ahjad orientasi pondok pesantren ini mengalami perubahan, jika pada masa KH. Abdul Djabbar dan KH. Faqih Maskumambang orientasi pondok pesantren ini mengikuti Manhaj Ahl al-Sunnah wa al-Jāmaah, maka pada masa kepemimpinan KH. Ammar Faqih dan KH. Nadjih Ahjad ini mengikuti

Manhaj Ihya’us Sunah Wajtinābul Bid’ah.15

B. Kondisi Pondok Pesantren Maskumambang

Kondisi Pondok Pesantren Maskumambang atau lingkungan Fisik Pondok Pesantren Maskumambang pada masa kepemimpinan KH. Ammar Faqih dan KH Nadjih Ahjad pada tahun 1937 hingga 1977 M diantaranya adalah

a. Masyarakat pesantren yang terdiri dari pemimpin pondok pesantren atau kyai, ustaz, santri dan pengurus.

Dalam Pondok Pesantren Maskumambang ini pelaku yang ada diantaranya yaitu:

1) Pemangku Pondok : KH. Ammar Faqih

2) Ustaz16 : Kyai Abdul Hamid, Kyai Ridwan, Kyai Abdurrahman, Kyai Adnan Nor 3) Pengurus17

14

Ibid., 2. 15

Nihlah, Wawancara , Gresik, 13 September 2015. 16


(31)

23

a) Ketua : KH. Nadjih Ahjad

b) Wakil Ketua : Mahfud Hasyim c) Sekretaris : Syihabumillah d) Bendahara : H. Choirun Ja’qub e) Pembantu umum : Mukatab dan Supijan 4) Santri

Santri yang mondok di maskumambang terdiri dari santri kalong dan santri mukim. Diantaranya santri mukim yaitu H. Ali Kamal, Kyai Maimun, KH. Munir Abbas dan santri kalong yaitu Kyai Mudlakir.

b. Sarana perangkat keras seperti masjid, rumah kyai, pondok atau asrama santri, gedung sekolah atau madrasah, lapangan olah raga dan sebagainya. 1) Masjid Pondok Pesantren Maskumambang yang terletak di halaman

Pondok Pesantren Maskumambang ini difungsikan sebagai pusat kegiatan keagamaan. Selain berfungsi sebagai tempat untuk salat jamaah bagi santri dan warga sekitar masjid ini juga berfungsi sebagai tempat: a) Pengajian terpadu untuk santri putra dan putri yang diasuh oleh

pemangku pesantren dan para guru.

b) Pelatihan dan pembinaan keterampilan berpidato bagi para santri

baik yang berupa “Kulima” (kuliah lima menit) untuk tingkat

Ibtidaiyah dan Tsanawiyah dan “Kultum” (kuliah tujuh menit) untuk tingkat Aliyah.

17


(32)

24

c) Diskusi, dan lain-lain18

2) Rumah kyai ini terletak di kompleks Pondok Pesantren Maskumambang yang berada tepat di sebelah kiri setelah pintu masuk pondok pesantren. 3) Asrama santri yang terdiri dari dua bagian yaitu asrama santri putra dan

asrama santri putri. Dengan adanya asrama santri ini maka santri yang mukim akan selalu mendapatkan pengawasan dan bimbingan pengasuh pesantren. Mereka juga mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memperdalam pengajaran yang diberikan dibangku sekolah dan pelajaran lainnya dengan bimbingan para guru. Selain itu santri juga akan mendapatkan keterampilan yang sangat dibutuhkan kelak setelah hidup di tengah-tengah masyarakat.

4) Gedung sekolah atau madrasah berjumlah enam yang terdiri dari MI putra, MI Putri, MTs Putra, Mts Putri, MA Putra dan MA Putri.

5) Lapangan olahraga yang terletak di masing-masing gedung madrasah dimana lapangan ini digunakan untuk tempat olahraga, area bermain santri atau murid.

6) Lembaga Otonom Pesantren yang didalamnya terdapat lembaga-lembaga lain yang mempunyai wewenang untuk mengatur sendiri dalam menggerakkan program-programnya. Namun, tetap berkewajiban untuk berkonsultasi dengan pesantren dan melaksanakan keputusan-keputusan pesantren. Lembaga otonom Pondok Pesantren Maskumambang ini berdiri sebagai perwujudan adanya keterikatan alumni dan masyarakat

18


(33)

25

terhadap Pondok Pesantren Maskumambang. Lembaga otonom pesantren ini adalah Madrasah Yayasan Kebangkitan Umat Islam yang selanjutnya disebut dengan YKUI. Madrasah YKUI ini didirikan pada hari Selasa tanggal 4 Maret 1958 dengan Akte Notaris Gusti Djohan, No 27/ 1958 dan diperbaharui pada tanggal 23 Januari sesuai SK. MEN. KEH No C-159.HT.03.02-TH.1993 Akta Notaris Wachid Hasyim, No 45, karena adanya kehendak dari masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke madrasah-madrasah yang ada di Maskumambang. Sementara daya tampung madrasah yang ada di Maskumambang tidak memungkinkan dapat menerima mereka. Madrasah YKUI ini terdiri dari :

(a) madrasah Ibtidaiyah YKUI Sambogunung yang berdiri pada tahun 1964

(b) madrasah Ibtidaiyyah YKUI Sekar gadung yang berdiri pada tahun 1966

(c) madrasah Ibtidaiyah YKUI Babaksari yang berdiri pada tahun 196319

c. Sarana perangkat lunak seperti tujuan, visi dan misi, kurikulum, kitab, penilaian, tata tertib, perpustakaan, pusat dokumentasi, cara pengajaran, keterampilan, pusat pengembangan masyarakat dan lain-lain.

1) Tujuan dari didirikannya Pondok Pesantren Maskumambang adalah untuk mengabdi pada Islam dan kaum Muslimin karena Allah

19


(34)

26

khususnya, kepada bangsa dan negara umumnya di bidang pendidikan dan pengajaran serta menciptakan isi masjid yang baik, yaitu manusia-manusia yang berguna, terampil dalam kehidupan, tidak melupakan Tuhan dalam kesibukan ini20, seperti digambarkan dalam al-Qur’an:

                                     21 2) Cara pengajaran di pondok pesantren ini yaitu dengan menggunakan

sistem campuran yaitu pada saat menjelang maghrib menggunakan sistem halaqah yang bertempat di masjid, sesudah maghrib menggunakan sistem klasikal, dimana ustaz atau ustazah mengajar di kelas dan pada pagi hari menggunakan sistem bandongan dan halaqah. 3) Pusat pengembangan masyarakat di Pondok Pesantren Maskumambang

diantaranya adalah dengan membuat sebuah Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren). Koperasi ini didirikan dengan tujuan untuk mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan kemajuan daerah kerja umumnya dalam rangka menggalang terlaksananya masyarakat adil dan makmur.

Koperasi Pondok Pesantren Maskumambang telah memiliki Badan Hukum Nomor: 54/ BH/ II/ 22/ 73. Kopontren merupakan pendiri dari Kopindo (Koperasi Pemuda Indonesia) dan menjadi salah satu dari anggotanya. Diantara usaha-usaha dari Kopontren Maskumambang

20

Pondok Pesantren Maskumambang, Ibid., 3. 21


(35)

27

adalah membuka Uswah (Usaha Warung Sehat), simpan pinjam, kredit sepeda motor, kios telepon, dan lain-lain.

C. Sistem Pengajaran dan Kurikulum Pondok Pesantren Maskumambang Dalam sistem pendidikan pesantren tidak mengenal adanya aliran-aliran pendidikan. Sumber dari sistem pendidikan pesantren adalah ajaran Islam. Namun, terdapat perbedaan filosofis dalam memahami dan menerapkan ajaran-ajaran Islam pada bidang pendidikan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang ada disekitarnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan pandangan hidup kyai yang memimpin pesantren tentang beberapa konsep seperti teologi, manusia, kehidupan, tugas dan tanggung jawab manusia terhadap kehidupan dan pendidikan. Dalam sebuah pesantren memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan antara satu pesantren dengan pesantren lainnya, sesuai dengan tekanan bidang studi yang ditekuni dan gaya kepemimpinan yang dibawakannya seperti Pondok Pesantren Tebu Ireng di Jombang yang terkenal dengan pusat studi hadis dan fikih, Pondok Pesantren Guluk-guluk di Madura yang terkenal dengan dakwah bil-hal22 dan Pondok Pesantren Maskumambang di Gresik yang terkenal dengan Ihya’us Sunah Wajtinābul Bid’ah dan seterusnya.

Pada umumya sistem pendidikan yang ada di pondok pesantren tradisional menggunakan sistem sorogan, bandongan dan wetonan. Sedangkan pada pondok pesantren modern sudah menggunakan sistem kurikulum dan pembelajaran per-kelas.

22


(36)

28

Sistem sorogan adalah sistem yang paling sulit dari semua sistem pendidikan pondok pesantren tradisional. Karena sistem ini membutuhkan kesabaran, ketaatan, kerajinan dan kedisiplinan pribadi dari muridnya. Sistem ini sangat bagus karena guru dapat langsung mengawasi, menilai dan membimbing satu per satu santrinya secara maksimal. Namun, sistem ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Di dalam pondok pesantren Maskumambang sistem pendidikan ini sudah pernah diterapkan pada masa kepemimpinan KH. Abdul Djabbar. Selain metode sorogan pada masa kepemimpinan KH. Abdul Djabbar juga menerapkan sistem pendidikan

halaqah.

Sistem pendidikan halaqah, bandongan dan sorogan terus digunakan mulai dari kepemimpinan KH. Abdul Djabbar, KH. Faqih Maskumambang, KH. Ammar Faqih dan KH. Nadjih Ahjad. Namun, bedanya pada masa kepemimpinan KH. Nadjih Ahjad sudah ada sistem pendidikan secara klasikal.23

Kurikulum yang digunakan di Pondok Pesantren Maskumambang menggunakan kurikulum gabungan yaitu dengan menggabungkan antara kurikulum madrasah dengan kurikulum pesantren. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mempertahankan kurikulum pesantren dan mengadopsi kurikulum madrasah. Namun, kurikulum madrasah ini digunakan pada masa kepemimpinan KH. Nadjih Ahjad.

Tabel 2.1. Perbedaan Kurikulum antar Periode Kepemimpinan

23


(37)

29

Periode Kurikulum

KH. Abdul Djabbar Pelajaran Al-Qur’an dan Praktek Ibadah

KH. Faqih Maskumambang Al-Qur’an, Aqidah, Fiqih dan Bahasa

KH. Ammar Faqih Al-Qur’an, Aqidah, Fiqih, Bahasa dan Tafsir

KH. Nadjih Ahjad Al-Qur’an, Aqidah, Fiqih, Bahasa dan kurikulum madrasah

Kitab-kitab yang digunakan di Pondok Pesantren Maskumambang diantaranya adalah:24

1) Pada Masa KH. Muhammad Faqih:

Kitab-kitab yang diajarkan di Pesantren Maskumambang juga sama dengan kitab-kitab yang diajarkan pada Pesantren Salafiyah pada umumnya diantaranya:

a) Bidang tafsir menggunakan kitab Tafsir al-Jalālain karya Jalaludin al-Mahalli dan Jalaludin as-Suyūti.

b) Bidang fiqh menggunakan kitab Safinah al-Najāh karya Syekh. Salim bin Sumair al-Hadromi, Fath al-Qarib karya Syekh. Muhammad bin Qosim al-Ghazali, Fath al Muin karya Syekh Zainudin Abdul Aziz al-Malibary, I’anah al-Talibin karya Abu Bakr Usman bin Muhammad Shatal al-Dimyati al-Bakri, Fath

al-Wahhāb karya Imam Zakariyah al-Anshari, al-Muhadhāb karya

24

Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat, 168-169.


(38)

30

Imam Syafiidan al-Iqna’ karya Syihabudin Ahmad bin al-Hasan bin Ahmad al-Ashbani (Abu Syuja’).

c) Bidang hadis menggunakan kitab Nail al-Autar karya Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdillah bin al-Husayn as-Shaukani, Riyadh as-Shālihin karya Syekh Islami Muhammad Ibnu Abi Dhakariya Yahya Ibnu Sharif Nawawi.

d) Bidang tasawuf menggunakan kitab Ihya’ Ulum al-Din karya Imam Ghazali.

e) Bidang aqidah menggunakan kitab Aqidah al-Awwām Syekh. Ahmad alMarzuki, Wāshiyah al-Anbiya’, Hidāyah as-Shibyān

karya Abu Abdullah Husain Nashir bin Muhammad.

f) Bidang bahasa menggunakan kitab al-Ajrumiyah karya Syekh as-Sanhaji, al-Imrithi karya Imam Syorafudin as-Sanhaji, al- Fiyah Ibnu al-Malik Syekh al-Alamah Muhammad Ibnu Andillah ibn Malik at-Tay.25

2) Pada Masa KH. Ammar Faqih :

a) Bidang tafsir menggunakan kitab Tafsir al-Jalālain karya Jalaludin al-Mahalli dan Jalaludin as-Suyūti.

b) Bidang fiqh menggunakan kitab Safinah al-Najah karya Syekh. Salim bin Sumair al-Hadromi, Fath al-Qarib karya Syekh. Muhammad bin Qosim al-Ghazali, Fath al-Muin Syekh. Zainudin Abdul Aziz al-Malibary, I’anah al-Talibin karya Abu

25


(39)

31

Bakr Usman bin Muhammad Shatal al-Dimyati al-Bakri, Fath al-Wahhab karya Imam Zakariyah al-Anshari, al-Muhadhab karya Imam Syafiidan al-Iqna’ karya Syihabudin Ahmad bin al-Hasan bin Ahmad al-Ashbani (Abu Syuja’).

c) Bidang hadis menggunakan kitab Nail al-Autar, Riyadh as- Shalihin karya Syekh Islami Muhammad ibn Abi Dhakariya Yahya ibnu Sharif Nawawi.

d) Bidang tasawuf menggunakan kitab Ihya’ Ulum al-Din.

e) Bidang aqidah menggunakan kitab Tuhfah al-Ummah karangan KH. Ammar Faqih.

f) Bidang bahasa menggunakan kitab al-Ajrumiyah karya Syekh as-Sanhaji, al-Imrithi karya Imam Syorafudin as-Sanhaji, al-Fiyah Ibnu al-Malik Syekh al-Alamah Muhammad ibn Andillah ibn Malik at-Tay.

3) Pada Masa KH. Nadjih Ahjad :

a) Bidang tafsir menggunakan kitab Tafsir al-Marāghi karya Syekh Ahmad Mustafa al-Maraghi.

b) Bidang fiqh menggunakan kitab at-Tibyan fi al-Ahkam al-Imliyah

karya KH. Nadjih Ahjad, fiqih as-Sunah karya Syekh Sayyid Sabiq.

c) Bidang hadis menggunakan Shahih al-Bukhari karya Imam Bukhari.


(40)

32

d) Bidang tasawuf menggunakan kitab as-Shufiyah fi Indunisiyyah: Nasya’tuhā wa Thuruha wa Atsaruha karya Farhan Dloifuri Juhri.

e) Bidang aqidah menggunakan kitab at-Tibyan fi al-Aqaid dan Kitab al-Tauhid karya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. f) Bidang bahasa menggunakan kitab al-Bayān lihidāyah dan as-

Shibyan karya KH. Nadjih Ahjad.26

26


(41)

33

BAB III

PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN MASKUMAMBANG

A. Dua Kyai Pembaru di Pondok Pesantren Maskumambang 1. Biografi KH. Ammar Faqih

a. Riwayat Hidup KH. Ammar Faqih 1) Masa Kecil dan Remaja

KH. Ammar Faqih dilahirkan di Desa Sembungan Kidul Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik pada tanggal 8 Desember 1902. Pada masa kecil kyai Ammar belajar ilmu agama yang berkaitan dengan akidah, fikih, nahwu, sharaf, ushul fiqih dan akhlak kepada ayahnya sendiri yaitu KH. Faqih Maskumambang. Di masa kecil KH. Ammar Faqih tidak pernah mendapatkan perlakuan yang istimewa dari kedua orang tuanya karena orang tua KH. Ammar tidak membeda-bedakan pada semua anaknya. Dalam bergaul KH. Ammar juga tidak membeda-bedakan antar teman, dia bergaul dengan siapa saja. Bahkan Ketika kecil KH. Ammar nakal dan bandel akan tetapi juga memiliki kecerdasan.

Pada masa kecil hingga remaja pelajaran yang diperoleh KH. Ammar Faqih dari ayahnya adalah sharaf, nahwu, mantiq, ilmu kalam, balaghah dan Sastra Arab. Ilmu-ilmu tersebut dikuasai KH. Ammar sebelum usia 20 tahun.

Pada tahun 1925 Kyai Ammar sudah hafal Al-Qur’an dengan masa belajar tujuh bulan. Setelah menguasai beberapa ilmu yang


(42)

34

ada di Pesantren Maskumambang pada tahun 1926 Kyai Ammar pergi berangkat haji, seperti pada umumnya ulama Indonesia yang berangkat haji ke Makkah mereka sekaligus belajar di Haramayn, Kyai Ammar ini juga belajar di sana. Ia mempelajari ilmu-ilmu agama Islam di Makah dan Madinah selama dua tahun. Dalam menempuh perjalanan ke Makkah transportasi yang digunakan KH. Ammar adalah kapal api, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama. Di dua kota tersebut ia belajar ilmu agama kepada Umar Hamdan yang merupakan ulama yang sering mengadakan hubungan dengan tokoh-tokoh Gerakan Wahhabi di Makkah. sehingga pemikiran Kyai Ammar terpengaruh oleh ajaran Wahhabi.1 Ulama yang menjadi rujukan dan guru ketika KH. Ammar belajar di Makkah adalah Ustaz Umar Hudan dan berguru kepada seorang Mufti di Masjidil Haram yang bernama Syekh Abu Bakar Syato.

2) Kehidupan KH. Ammar Faqih

Menurut H. Ali Kamal KH. Ammar Faqih menikah lebih dari sepuluh kali. Perempuan yang dinikahi berasal dari daerah Gresik dan Lamongan, yaitu Dukunanyar, Sidayu Lawas, Parengan, Ujung Pangkah dan Sidayu. Sebagian lagi berasal dari daerah Surabaya yaitu Nyamplungan. Pernikahan tersebut banyak dilakukan secara

1Haji Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat (Jakarta: Asta Buana Sejahtera, 2009), 131.


(43)

35

nikah siri, sedangkan pernikahan yang resmi dan mempunyai anak hanya dilakukan sebanyak empat kali.2

Pada tahun 1926 M atau ketika KH. Ammar Faqih berusia 25 tahun. KH. Ammar Faqih menikah dengan Musfiroh, yaitu seorang perempuan yang berasal dari desa Dukunanyar Dukun Gresik. Ia merupakan seorang janda yang tidak mempunyai anak. Dari pernikahan yang pertama ini, KH. Ammar Faqih mepunyai dua

anak perempuan yang bernama Sa’adatudzzaironi dan Dlohwah.

Dlohwah kemudian dinikahkan dengan KH. Nadjih Ahjad yang berasal dari Ujung Pangkah Gresik.

Menurut KH. Marzuki Ammar pada tahun 1932 M KH. Ammar Faqih menikah lagi dengan seorang janda beranak dua yang bernama Mardliyah yang berasal dari Nyamplungan Surabaya. Dari pernikahan kedua ini dikaruniai tiga anak yang bernama Muaz, Marzuki Ammar dan Munsifah.3

Pada tahun 1936 M KH. Ammar Faqih menikah lagi dengan Nduk Marhamah, seorang janda satu anak yang berasal dari Dukunanyar Dukun Gresik. Dari pernikahan tersebut, dia memiliki seorang anak laki-laki bernama Rojab. Namun, dalam usia enam bulan Rojab meninggal dunia.

Setelah menikah dengan Nduk Marhamah KH. Ammar Faqih menikah lagi dengan seorang janda satu anak yang bernama Ning

2Nurudin, KH. Ammar Faqih: Sang Pencerah Dari Kota Santri, (Yogyakarta: Ghaneswara, 2015), 40.


(44)

36

Suhandari pada tahun 1948 M. Pada saat menikah dengan Ning Suhandari usia KH. Ammar Faqih adalah 46 tahun. Dari pernikahan ini dikaruniai dua anak yang bernama Ambar Ammar dan Adzfar Ammar.4

Semua istri KH. Ammar Faqih tinggal dalam satu kompleks Pesantren Maskumambang. Namun, berbeda rumah. Menurut KH. Marzuki Ammar Alasan KH. Ammar Faqih menikah lebih dari satu kali adalah islamisasi kepada keuarga jauhnya karena kebanyakan istri-istri KH. Ammar masih keluarga yang jauh. KH. Ammar Faqih beranggapan bahwa banyak dari anggota keluarganya yang masih melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam sebenarnya, menurut Al-Qur’an dan Sunnah. Selain itu tujuan menikah berkali-kali adalah agar bisa membantunya dalam mengajar dan mengembangkan pesantrennya.5

b. Karir KH. Ammar Faqih dalam Bidang Sosial Politik

Pada tahun 1931 Kyai Ammar melanjutkan studinya ke Madrasah Falaqiyyah yang berada di Jakarta tepatnya di jalan Mas Mansur. Pada tahun 1942 kyai Ammar diangkat menjadi kepala Kantor Urusan Agama di Kecamatan Karang Binangun Lamongan. Pengangkatan Kyai Ammar sebagai ketua ini dilakukan setelah sebelas tahun masa jabatan menjadi pegawai. Diangkatnya Kyai Ammar

4Ibid., 42.


(45)

37

sebagai kepala KUA ini merupakan keputusan dari Jepang. Hal tersebut dilakukan oleh Jepang dalam rangka mencari dukungan dari kalangan ulama agar nantinya bersedia membantu Jepang melawan musuh-musuhnya.

Pada tahun 1943 Kyai Ammar mengikuti latihan para kyai yang diadakan oleh pemerintah militer Jepang di Jakarta. Namun, meskipun Kyai Ammar ini mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Jepang, Kyai Ammar juga menganggap bahwa Jepang adalah kafir sehingga aturan dan perintahnya tidak boleh dipatuhi. Anggapan tersebut membuat Kyai Ammar sempat dimasukkan ke dalam penjara oleh tentara Jepang selama beberapa bulan. Sehingga berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang ada di Pondok Pesantren Maskumambang. Namun, setelah Kyai Ammar keluar dari penjara proses pembelajaran berlangsung normal kembali.

Setelah perang kemerdekaan, pada tahun 1946 Kyai Ammar ikut terlibat dan aktif dalam Partai Masyumi. Dalam kepengurusan partai kyai Ammar pernah menjadi Pimpinan Anak Cabang Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik dan pada tahun 1959 ia terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Surabaya (sekarang Kabupaten Gresik). Ia juga pernah menjadi anggota Majelis Syuro Masyumi pusat dan pernah menjadi anggota DPR RI dari Masyumi. Namun, setelah Masyumi pecah dan NU mengundurkan diri dari keanggotaan Masyumi pada tahun 1952, Kyai Ammar keluar dari keanggotaan Masyumi karena


(46)

38

dirasa Kyai Ammar sudah tidak cocok lagi untuk aktif di Masyumi, menurutnya Umat Islam sebaiknya bersatu bukan bercerai-berai.

Setelah keluar dari Masyumi Kyai Ammar aktif dalam organisasi Muhammadiyah di Daerah Dukun. Ia menjabat sebagai ketua pengurus Muhammadiyah wilayah Kecamatan Dukun.6

c. KH. Ammar Faqih Meninggal Dunia

KH. Ammar Faqih meninggal dunia pada tahun 1965, sebelum meninggal KH. Ammar mempunyai kebiasaan yang suka merokok. Menurut KH. Marzuki dalam sehari KH. Ammar bisa menghabiskan dua bungkus rokok. Bahkan sebelum meninggal KH. Ammar Faqih menderita penyakit paru-paru. Namun, karena penyakit tersebut akhirnya KH. Ammar Faqih berhenti untuk tidak merokok.7

KH. Ammar Faqih meninggal dunia pada usia 63 tahun, tepat pada hari Rabu dini hari tanggal 25 Agustus 1965 pukul 02.00 WIB.8 Pada saat pemakaman jenazah KH. Ammar Faqih banyak pelayat yang datang untuk memberi penghormatan terakhir mulai dari masyarakat sekitar, politisi birokrat hingga ulama datang menyaksikan pemakaman KH. Ammar Faqih yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Desa Siraman Kecamatan Dukun. Menurut KH. Mudlakir pada saat pemakaman jenazah KH. Ammar Faqih, keranda jenazah tidak dinaikkan ke atas punggung melainkan hanya di umpan dari satu

6Suparta. Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat, 188.

7Nurudin, KH. Ammar Faqih: Sang Pencerah Dari Kota Santri, 85. 8KH. Marzuki Ammar, Wawancara, Gresik, 16 November 2015.


(47)

39

tangan ke tangan yang lain hingga sampai di pemakaman. Hal tersebut dilakukan agar pelayat yang terdiri dari santri, kolega serta kerabatnya mendapat kesempatan untuk memberi penghormatan untuk memanggulnya.9

Makam KH. Ammar Faqih sangat sederhana tidak ada hal yang menunjukkan jika semasa hidupnya dia adalah tokoh besar. Bahkan nama KH. Ammar Faqih pun tidak tertulis di batu nisannya. Terdapat dua makam KH. Ammar Faqih di puncak barat Taman Makam Pahlawan Dukun yang terletak diantara Sembungan Anyar dan Lasem.10

2. Biografi KH. Nadjih Ahjad

a. Riwayat Hidup KH. Nadjih Ahjad

1) Masa kecil dan Remaja KH. Nadjih Ahjad

KH. Nadjih Ahjad dilahirkan di Blimbing Paciran Lamongan pada tanggal 19 Maret 1936. Ayahnya bernama KH. Muhammad Ahjad dan ibunya bernama Ning Suhandari. Ayah KH. Nadjih masih kerabat dengan KH. Abdul Djabbar yaitu dari neneknya, Ngapiyani yang merupakan adik kandung dari KH. Abdul Djabbar.

Pada usia tujuh tahun KH. Nadjih Ahjad sudah ditinggal ayahnya wafat dan tinggal bersama ibu beserta saudara-saudaranya. Pada tahun 1948 KH. Nadjih pindah ke Maskumambang mengikuti

9Nurudin, KH. Ammar Faqih: Sang Pencerah Dari Kota Santri, 89.

10Hal tersebut dilakukan karena ingin mengelabuhi masyarakat agar tidak menziarahi makam KH. Ammar Faqih karena KH. Ammar Faqih telah bewasiat agar nantinya tidak ada masyarakat yang menziarahi makamnya dan hal ini hanya diketahui oleh pihak keluarga saja.(KH. Marzuki Ammar, wawancara, Gresik, 21 November 2015)


(48)

40

ibunya yang menikah dengan KH. Ammar Faqih. Hingga mulai saat itu KH. Nadjih memperoleh pendidikan agama langsung dari KH. Ammar Faqih yang menjadi ayah tirinya. Di bawah asuhan KH.. Ammar Faqih inilah beliau banyak mempelajari tauhid, fikih dan Bahasa Arab.

Ketika di bawah asuhan KH. Amar Faqih, KH. Nadjih Ahjad sudah memiliki tipe manusia pembelajar yang haus akan ilmu. Semua ilmu agama Islam yang ada dipelajari secara otodidak sehingga KH. Amar Faqih menjadikan KH. Nadjih sebagai teman berfikir. KH. Nadjih Ahjad identik dengan buku dan kazanah ilmu. 2) Kehidupan KH. Nadjih Ahjad

KH. Nadjih Ahjad menikah dengan salah seorang putri KH. Ammar Faqih yang bernama Dlohwah. Dlohwah masih satu keturunan dengan KH. Nadjih Ahjad, yaitu bertemu pada Kadiyun. Jika diuraikan silsilah keturunan KH. Nadjih Ahjad adalah sebagai berikut: Nadjih bin Ahjad bin Mutmainah binti Nyai Ngapiyani binti Kadiyun. Sedangkan Dhohwah binti Ammar bin Faqih bin Abdul Jabbar bin Kadiyun.

Dari pernikahan ini ia dikarunia empat anak satu orang putra, yaitu Abdul Ilah Nadjih dan tiga orang putri yaitu Diflah Nadjih, Ifsantin Nadjih, dan Tafhamin Nadjih. Dalam membangun rumah tangga, KH. Nadjih menjadikan rumah tangga sebagai sarana pendidikan yang pertama dan utama bagi putra-putrinya. Sebagai


(49)

41

orang tua yang bertanggungjawab atas pendidikan anak dan atas pembentukan dan persiapan anak menghadapi kehidupan, ia mampu melaksanakan tanggungjawab pendidikan secara sempurna, yakni tanggung jawab pendidikan iman, tanggung jawab pendidikan moral, tanggung jawab pendidikan fisik, tanggung jawab pendidikan rasio, tanggung jawab pendidikan kejiwaan, maupun tanggung jawab pendidikan sosial.11

Dalam mendidik putra-putrinya KH. Nadjih Ahjad benar-benar memulai dari akidah yang shahihah. Ia menanamkan akidah yang kuat dan benar tentang Allah, Malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, Rasul Allah, hari akhir serta qadha dan qadar-Nya.

3) KH. Nadjih Ahjad Meninggal Dunia

KH. Nadjih Ahjad meninggal dunia pada hari Rabu, 7 Oktober 2015 pukul 02.20 WIB dan dimakamkan di makam keluarga yang berada di Pondok Pesantren Maskumambang, di dekat makam ibu dan istrinya. Sebelum KH. Nadjih Ahjad meninggal dunia KH. Nadjih sudah mengalami sakit diabetes.

Pada saat prosesi pemakaman terdapat tiga gelombang dalam menshalati jenazah KH. Nadjih Ahjad. Gelombang pertama terdiri dari santri putri, gelombang kedua terdiri dari santri putra dan

11Muhammad Abduh, Membongkar Bid’ah dan Syirik: Menegakkan Sunnah di Tengah Masyarakat (Gresik: PP Maskumambang, 2010), 2-3.


(50)

42

gelombang ketiga yang terdiri dari umum (mulai dari kerabat, kolega hingga masyarakat sekitar).12

b. Karir KH. Nadjih Ahjad dalam Bidang Sosial Politik Karir KH. Nadjih Ahjad dalam bidang sosial :

1) Dewan Syuro, Dewan Pimpinan Wilayah Dewan Dakwah Islamiyyah Jawa Timur

2) Pengurus Dewan Pusat Dewan Dakwah Islamiyah (DDI) 3) Penasihat Yayasan Al Falah (1985-2010)

4) Pengurus ICMI Jawa Timur

5) Wakil ketua Dewan Pembina Dewan Dakwah Periode 2010-2015 Karir KH. Nadjih Ahjad dalam bidang politik:

1) Pengurus Masyumi (sebelum dibubarkan) 2) Pengurus DPP Partai Bulan Bintang

3) Anggota DPRD Kabupaten Gresik dari partai Masyumi

4) Anggota DPR RI dari partai Bulan Bintang pada tahun 1999-200413 B. Usaha-usaha Pengembangan Pondok Pesantren Maskumambang

1. Perkembangan pada Masa KH. Ammar Faqih a. Perkembangan Fisik

Pada masa kepemimpinan KH. Ammar Faqih pengembangan fisik Pondok Pesantren Maskumambang tidak terjadi cukup banyak karena pada masa kepemimpinan Kyai Ammar situasi di sekitar Pondok Pesantren Maskumambang kurang kondusif yang disebabkan

12KH. Marzuki Ammar, Wawancara, Gresik, 21 November 2015.

13Suara Islam, “Pejuang Piagam Jakarta itu telah Berpulang”, dalam http://www.suara-islam.com/read/index/15784/-Takziah-KH.-Nadjih-Ahjad (15 Oktober 2015).


(51)

43

oleh penjajahan Jepang dan Maskumambang lebih banyak digunakan sebagai markas untuk melawan para penjajah. Namun, diakhir kepemimpinannya tepatnya pada tahun 1943 didirikan sebuah pendidikan diniyah yang digunakan untuk santri perempuan yang diberi nama Madrasah Banat.

Pada tahun 1946 mendirikan Madrasah Ibtidaiyyah Putri. Seiring dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat maka didirikan pula Madrasah Ibtidaiyyah putra Maskumambang pada tahun 1955. Dua tahun kemudian didirikan Madrasah Tsanawiyah Maskumambang dan satu tahun sebelum KH. Ammar Faqih wafat juga didirikan Madrasah Aliyah Maskumambang. Dalam mendirikan madrasah ini KH. Ammar Faqih dibantu oleh KH. Nadjih Ahjad yang pada saat itu juga mendirikan Yayasan Kebangkitan Umat Islam pada tahun 1958. b. Perkembangan Sistem Pendidikan

Sistem pendidikan pada masa KH. Ammar Faqih ini terlihat pada saat KH. Ammar Faqih membangun Madrasah Banat. Madrasah Banat yang dikhususkan untuk santri putri ini berdiri karena pada saat itu kebanyakan pondok pesantren hanya terdapat sekolah untuk putra saja. Sehingga agar perempuan juga bisa bersekolah maka dibentuklah

Madrasah Banat ini agar perempuan juga mendapat kesempatan yang sama. Kemudian pada tahun 1937 KH. Ammar melakukan pemisahan antara guru putra dengan santri putri. Karena dianggap tidak baik oleh KH. Ammar.


(52)

44

2. Perkembangan pada masa KH. Nadjih Ahjad a. Perkembangan Fisik

Dalam melakukan pengembangan fisik Pondok Pesantren Maskumambang khususnya dalam membangun sarana belajar mengajar yang berupa ruang kelas dan asrama santri, KH. Nadjih Ahjad dibantu oleh beberapa pengurus yang lain diantaranya menantunya sendiri yaitu KH. Fatihudin Munawir.

Pembangunan pertama dilakukan dengan merenovasi bangunan-bangunan lama yang ada, membangun fasilitas-fasilitas baru yang dibutuhkan pesantren dan membangun gedung-gedung madrasah baru.

Berikut merupakan tabel sarana fisik yang telah dibangun pada masa kepemimpinan KH. Nadjih Ahjad:14

1) Kawasan Lingkungan Pesantren Putri.

Tabel 2. Sarana Fisik Pondok Pesantren Putri No Jenis Bangunan Tahun

Pembangunan

Keterangan

1 Asrama Putri 1974 3 lantai

2 Aula Putri 1987 Lantai 2

3 Kamar Tamu 1987 5 ruang

4 Kantin dan Koperasi 1988 10 ruang

5 MCK 1988 50 ruang


(53)

45

6 Kantor Guru MI Putri 1990 1 ruang 7 Kantor Guru Putri

MTs/ MA/ SMK 2

1998 1 ruang

8 Ruang Belajar MA Putri

1998 3 lantai

9 Ruang Belajar MTs Putri

1999 3 lantai

10 Ruang Belajar MI Putri

1999 3 lantai

11 Perpustakaan Putri 2000 1 ruang 12 Laboratorium IPA

Putri

2000 1 ruang

13 Laboratorium Bahasa Putri

2001 1 ruang

14 Dapur Umum Pesantren

2002 1 unit

15 Ruang Belajar SMK 2

2010 3 lantai

2) Kawasan Lingkungan Pesantren Putra.

Tabel 3. Sarana Fisik Pesantren Putra

No Jenis Bangunan Tahun

Pembangunan


(54)

46

1 Aula Putra 2004

2 Kantin Putra 2011

3 Lapangan Bulu tangkis 1996

4 Tempat Parkir 2011

5 Perpustakaan Putra 2003

6 Masjid 1981 Renovasi

2012 7 Kantor Guru MA Putra 2012

8 Ruang belajar MA Putra 2012 9 Kantor Guru MTs Putra 2001 10 Ruang belajar MTs Putra 2001

11 Kantor Guru MI 2002

12 Ruang belajar MI Putra 2002 13 Poliklinik

Maskumambang

2013

14 Lapangan Bola Voli 2007

15 Lapangan Basket 2007

16 Laboratorium Bahasa 2009 17 Laboratorium Komputer 2005

18 Laboratorium IPA 2005

19 Workshop 1999

20 Asrama Putra 1985

3) Kawasan Luar Kompleks Pesantren.

Tabel 4. Sarana Fisik Luar Kompleks Pesantren

No Jenis Bangunan Tahun

Pembangunan

Keterangan

1 Gedung STIT 1999


(55)

47

3 Ruang Belajar SMK 1 2000

4 Bengkel Las 2006

5 Bengkel Mesin 2007

6 Perpustakaan 2000

7 Aula 2000

8 Lapangan Olah Raga 2002

b. Perkembangan Sistem Pendidikan

Dengan berdirinya Madrasah YKUI Maskumambang tahun 1958, sistem pendidikan di pesantren ini terus berkembang dan KH. Nadjih Ahjad sebagai pengelola Pesantren Maskumambang mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiyyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah.

Pada tahun 1986 KH. Nadjih Ahjad menunjuk Drs. KH. Fathihudin Munawir untuk mengurus lembaga pendidikan yang ada dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Pesantren Maskumambang. Dengan dibantu oleh beberapa staf, KH. Fatihudin mengembangkan pesantren dengan mendirikan SMK 1 Maskumambang, SMK 2 Maskumambang dan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT).

Selain mendirikan lembaga pendidikan formal KH. Fatihudin juga mendirikan lembaga-lembaga non-formal seperti :

1) Mendirikan lembaga pengembangan kepribadian muslim (MPDC) 2) Mendirikan lembaga pelayanan santri (BTM, Poliklinik, Payment


(56)

48

3) Mendirikan lembaga ekonomi pesantren (CV/ PT Maskumambang) 4) Mendirikan lembaga penjamin mutu pendidikan

5) Menetapkan Moslem Personality Insurance (MPI)

6) Menggalang kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang ada, terutama perusahaan milik alumni Pesantren Maskumambang C. Pembaruan Bidang Pendidikan di Pondok Pesantren Maskumambang

1. Metode Pendidikan Pondok Pesantren Maskumambang a. Pada masa KH. Abdul Djabbar

Metode yang digunakan pada masa perintisan ini menggunakan metode halaqah. Pendidikan yang diajarkan ialah pendidikan

Al-Qur’an. Pendidikan Al-Qur’an merupakan pendidikan yang paling

sederhana, biasanya pendidikan Al-Qur’an ini diajarkan tentang cara-cara membaca Al-Qur’an mulai dari bacaan al-Fatiha kemudian sura-surat pendek yang terdapat di Juz Amma (terdiri dari surat 78 sampai dengan surat 114), yang penting untuk melaksanakan ibadah.15 Dalam pengajaran ini para murid mempelajari huruf-huruf Arab dan menghafalkan teks-teks yang ada dalam Al-Qur’an. Disamping itu diajarkan juga peraturan dan tata tertib salat, wudhu dan beberapa doa. b. Pada Masa KH. Muhammad Faqih

Pada masa kepemimpinan KH. Muhammad Faqih metode yang digunakan masih tetap menggunakan metode halaqah. Namun, sudah betambah lagi menjadi bandongan, wetonan dan sorogan. Dengan


(57)

49

mengajarkan berbagai kitab kuning seperti Aqidatul Awwam, Washiyatul Musthafa dan lain-lain.

c. Pada Masa KH. Ammar Faqih

Metode pembelajaran yang digunakan pada masa KH. Ammar Faqih masih sama dengan yang dipakai sebelumnya pada masa kepemimpinan KH. Abdul Djabbar dan KH. Muhammad Faqih. Namun, perbedaannya pada masa kepemimpinan KH. Ammar ini sudah dibedakan pengajaran antara laki-laki dan perempuan. Jika sebelumnya kyai bisa mengajar santri perempuan pada masa kepemimpinan Kyai Ammar sudah tidak bisa. Pada tahun 1943 didirikan Madrasah Banat yang didalamnya khusus mengajar santri-santri perempuan dan diajar oleh guru perempuan.

Metode belajar ini sangat sederhana yaitu santri duduk bersila dalam langgar panggung dan menulis di atas dampar. Waktu pelaksanaanya juga dilaksanakan pada siang hari setelah dhuhur dan setelah maghrib.

d. Pada Masa KH. Nadjih Ahjad

Metode yang digunakan pada masa KH. Nadjih Ahjad ini meneruskan dari metode yang digunakan pada masa kyai-kyai sebelumnya yaitu masih diajarkan halaqah Qur’an yang dilaksanakan ketika menjelang maghrib. Pada pagi hari yaitu setelah salat subuh menggunakan sistem bandongan selama tiga hari dan tiga hari


(58)

50

berikutnya menggunakan halaqah. Setelah salat maghrib dilaksanakan metode pembelajaran klasikal.16

2. Kurikulum Pondok Pesantren Maskumambang a. Pada masa KH. Abdul Djabbar

Kurikulum yang digunakan pada masa kepemimpinan KH. Abdul Djabbar menggunakan kurikulum pesantren yang bermanhaj Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah, yang sering digunakan oleh pesantren berbasiskan kurikulum pesantren tradisional yang kebanyakan menggunakan kitab kuning. Namun, pada masa kepemimpinan KH. Abdul Djabbar yang merupakan periode perintisan ini masih belum menggunakan kitab kuning. Karena yang diajarkan masih terbatas pengajaran Al-Qur’an dan beberapa dasar ilmu pendidikan Islam seperti fikih yang di dalamnya terdapat pengajaran ibadah dan kondisi masyarakat sekitarnya juga masih awam jadi yang diajarkan hanya sebatas dasar-dasar pendidikan Islam.

b. Pada masa KH. Muhammad Faqih

Pada masa kepemimpinan KH. Muhammad Faqih ini kurikulum yang digunakan masih tetap sama yaitu kurikulum pesanten yang bermanhaj Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaah. Hal tersebut dapat dilihat dari buku-buku yang diajarkan yang kebanyakan digunakan oleh pesantren tradisional dengan menggunakan kitab kuning. Pada masa


(59)

51

kepemimpinan KH. Muhammad Faqih juga menggunakan kurikulum tuntas kitab.

c. Pada masa KH. Ammar Faqih

Pada masa kepemimpinan KH. Ammar Faqih kurikulum yang digunakan sudah berbeda lagi yang bermanhaj Ihya’us Sunah wa

Ijtinabul Bid’ah. Kitab-kitab yang diajarkan sudah diganti meskipun tidak semuanya. Namun, kitab Aqidah yang dahulunya menggunakan kitab Aqidah al-Awwam, Washiyah al-Anbiya’, Hidayah as-Shibyan

sudah diganti lagi tidak menggunakan kitab tersebut dan diganti dengan Tuhfah al-Ummah karangan KH. Ammar Faqih sendiri yang isinya hampir sama dengan kitab al-Tauhid karangan Syekh. Muhammad bin Abdul Wahab.

d. Pada masa KH. Nadjih Ahjad

Pada masa kepemimpinan KH. Nadjih Ahjad kurikulum yang digunakan sama dengan pada masa kepemimpinan KH. Ammar Faqih yaitu menggunakan Manhaj Ihya’us Sunah wa Ijtinabul Bid’ah. Namun, semua kitab yang digunakan sudah banyak yang diganti. Di masa ini kurikulum yang digunakan tidak hanya kurikulum pesantren saja. Namun, sudah dipadukan antara kurikulum pesantren dengan kurikulum madrasah.


(1)

85

Madrasah YKUI (Yayasan Kebangkitan Umat Islam) Maskumambang pada tahun 1958. Selain itu KH. Nadjih Ahjad juga mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiyyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan lain-lain.

2. Terjadi dua pembaruan dalam bidang aqidah di Pondok Pesantren

Maskumambang. Pembaruan yang pertama dilakukan pada masa kepemimpinan KH. Ammar Faqih (1902-1965 M). Padahal pada dua masa kepemimpinan sebelumnya yaitu pada masa kepemimpinan KH. Abdul Djabbar dan KH. Muhammad Faqih Pondok Pesantren Maskumambang ini lebih berorientasi menganut Islam-tradisional. Dan pada masa KH. Ammar Faqih Pondok Pesantren Maskumambang lebih berorientasi kepada Ihyā’us

Sunnah wa Ijtinābul Bid’ah. Pembaruan ini dilakukan KH. Ammar Faqih

dalam rangka mengembalikan Islam kepada Alquran dan Sunnah. Agar masyarakat tidak melakukan tahayyul, bid’ah dan khurafāt. Dalam melakukan pembaruan KH. Ammar Faqih terpengaruh oleh pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab, pemikiran ini didapatnya pada saat berguru di Makkah kepada Ustaz Umar Hudan dan berguru kepada seorang mufti di Masjidil Haram yang bernama Syekh Abu Bakar Syato. Dalam melakukan pembaruan KH. Ammar Faqih memberantas praktik-praktik keagamaan yang dianggapnya menyimpang dari Alquran dan Sunnah. KH. Ammar Faqih dalam menyikapi permasalahan-permasalahan yang mengandung


(2)

86

menghilangkan benda-benda yang dikeramatkan, seperti membongkar cungkup leluhurnya, menebangi pohon-pohon yang dianggap keramat oleh warga sekitar. Hal tersebut dibuktikan dalam pemikiran-pemikiranya seperti melarang haul kepada orang yang sudah meninggal, mengharamkan

melagukan Alquran, kritis terhadap arti kata dari ibadah dengan menyembah dan salat dengan sembahyang dan lain-lain seperti yang telah disebutkan dalam bab yang sebelumnya. Pembaruan yang kedua dilakukan pada masa KH. Nadjih Ahjad (1936-2015 M). Dalam melakukan pembaruan KH. Nadjih Ahjad terpengaruh oleh KH. Ammar Faqih karena sejak kecil KH. Nadjih Ahjad telah berguru pada KH Ammar Faqih sehingga pemikirannya tidak jauh berbeda dengan KH. Ammar Faqih. Pembaruan yang dilakukan oleh KH. Nadjih Ahjad yaitu dalam bidang aqidah dan kelembagaan

pesantren. Diantara pembaruan dalam bidang aqidah yaitu menanti kitab

Tuhfatul Ummah karangan KH. Ammar Faqih dengan kitab at-Tibyān fi al

-‘Aqāid karangan KH. Nadjih Ahjad sendiri dan juga menggunakan kitab

at-Tawhīd karangan Muhammad bin Abdul Wahab selain itu KH. Nadjih Ahjad

juga melarang berdoa kepada para nabi atau makhluk lain, melarang mengkultuskan orang-orang saleh, melarang bernazar kepada selain Allah, dan lain sebagainya seperti yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya.


(3)

87

B. SARAN

Sebagai mahasiswi Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab Universitas Islam Sunan Ampel penulis menyarankan sebagai berikut:

1. Kepada masyarakat secara umum khususnya umat Islam hendaknya memperhatikan aqidahnya apa sudah sesuai dengan Alqur’an dan Hadis atau belum, karena aqidah adalah pokok dari keimanan kita terhadap Allah

Subhānahu wa Ta’ālā. Sehingga harus benar-benar diperhatikan.

2. Kepada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel sebagai Lembaga Pendidikan Islam hendaknya mengajarkan tauhid kepada mahasiswanya dan mencontoh pembaruan yang dilakukan pada Pondok Pesantren Maskumambang ini, karena sebelum melakukan pembaruan dalam struktur kelembagaan, kurikulum dan pendidikan. Terlebih dahulu membenahi


(4)

DAFTAR PUSTAKA 1. Buku

Stenbring, Karel A. Pesantren, Madrasah, Sekolah. Jakarta: LP3ES. 1986. Abu Shaleh, Khalid et al. Jangan Asal Shalat.Solo: Pustaka Iltizam. 2013.

Ahjad, Nadjih. Ikhtisar Aqidah Islamiyah jilid 3. Gresik: PP Maskumambang. 1410 H.

Al Jibrin, Abdullah bin Abdul Aziz. Cara Mudah Memahami Aqidah. Jakarta: Pustaka at-Tazkia. 2011.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES. 1982.

Djarwanto. Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penelitian Skripsi. Jakarta: Liberty. 1990.

Faqih, Ammar. Hidayatul Ummah, telah diterjemahkan oleh Bey Arifin dan Adenan Noor, dengan judul baru Jadilah Mukmin Sejati. Surabaya: Bina Ilmu. 1978.

Faqih, Ammar. Tuhfatul Ummah fi al Aqāid wa Radd al Mafāsid. Mesir: Dār Ihyā’al Kutub al ‘Arabiyyah. 1315 H.

Faqih, Muhammad. an Nusus al Islamiyah fi al Rad ‘ala mazhab al Wahabiyah, telah diterjemahkan oleh Abdul Aziz Masyhuri, dengan judul baru

Menolak Wahabi. Depok: Sahifa. 2015.

Mahmud, Abu Ammar. Kesalahan-Kesalahan Umum Dalam Shalat. Jakarta: Darul Haq. 2012.

Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren.Jakarta: INIS. 1994.

Mastuki HS, et al. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka. 2005. Munawwir, Fatihudin. Profil Pondok Pesantren Maskumambang. Gresik: PPM

Press. [tanpa tahun].

Nurudin. KH Ammar Faqih: Sang Pencerah Dari Kota Santri. Yogyakarta: Ghaneswara. 2015.

PP Maskumambang, Sekretariat. Pondok Pesantren Maskumambang. Gresik: Sekretariat Pondok Pwsantren Maskumambang. [tanpa tahun].

Suparta, Haji Mundzir. Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyyah

Terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat. Jakarta: Asta Buana


(5)

Salim, Agus Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus

Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2002.

Taimiyyah, Ibnu. Kemurnian Akidah. Jakarta: Bumi Aksara. 1990.

Taimiyyah, Ibnu. Tawasul Wal Wasilah, telah diterjemahkan oleh Halimudin, dengan judul baru Kemurnian Akidah.Jakarta: Bumi Aksara. 1996.

Wahab, Muhammad bin Abdul. Tegakkan Tauhid dan Tumbangkan Syirik. Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2000.

Zulaichah, Lilik. Metodologi Sejarah I. Surabaya: Fakultas Adab. 2005. 2. Wawancara

Abduh. Wawancara, Gresik, 2 November 2015

Nihlah. Wawancara, Gresik, 13 September 2015

Nihlah. Wawancara, Gresik, 2 November 2015

KH. Mahfud Ma’shum. Wawancara, Gresik, 5 Desember 2015

KH Mukhlas Hamim. Wawancara, Gresik, 5 Desember 2015.

KH Marzuki Ammar. Wawancara, Gresik, 16 November 2015

KH Marzuki Ammar. Wawancara, Gresik, 21 November 2015

KH. Marzuki Ammar. Wawancara, Gresik, 5 Desember 2015

Naf’an Abu Manshur. Wawancara, Gresik,21 November 2015

3. Majalah

A. Adnan Noer, “Apakah Ahli Sunnah Wal Jama’ah Itu?”, Al Muslimun, Edisi

110/X, Jumadil Akhir 1399 H/Mei 1979

__________________________________________________________, Edisi 112/X, Sya’ban 1399 H/Juli 1979

__________________________________________________________, Edisi 114/X, Syawal 1399 H/September 1979


(6)

__________________________________________________________, Edisi 115/X, Dzul Qa’dah 1399 H/Oktober 1979

__________________________________________________________, Edisi 117/X, Muharram 1400 H/Desember 1979

4. Tesis

Abduh, Muhammad. Strategi Pengembangan Pesantren. Gresik: STAI

Qomaruddin, 2013. 5. Internet

Suara Islam. “Pejuang Piagam Jakarta itu telah Berpulang”, dalam

http://www.suara-islam.com/read/index/15784/-Takziah-KH.-Nadjih-Ahjad. 15