Kiprah dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary di Pondok Pesantren Annida Al-Islamy Bekasi Timur

(1)

AMSAR ADDARY DI PONDOK PESANTREN ANNIDA

AL-ISLAMY BEKASI TIMUR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Disusun Oleh:

KHOIRUNNISA

NIM : 108051000007

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

KHOIRUNNISA

NIM: 108051000007

Pembimbing

Umi Musyarrofah, MA NIP. 19710816 199703 2002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis


(5)

i

Khoirunnisa

Kiprah Dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary Di Pondok Pesantren Annida Al-Islamy Bekasi Timur

Kiprah merupakan suatu kegiatan atau partisipasi yang dilakukan dengan semangat tinggi yang bergerak dalam sebuah bidang. Sedangkan dakwah adalah sebuah aktifitas penyampaian ajaran islam yang sangat dibutuhkan manusia karena dakwah merupakan proses mengajak manusia dengan bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT untuk kemaslahatan umat dan kebahagiaan dunia akhirat. Peran para ulama pada umumnya sangatlah besar dalam mencapai kemerdekaan. Para ulama berjuang melalui aktifitas dan pemikiran dakwah Islam pada masyarakat. Para ulama menyakinkan pada masyarakat bahwa setiap bangsa dan negara berhak merdeka dan tidak ditindas oleh penjajah. KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary adalah salah satu ulama yang berpengaruh pada saat itu yang akrab dipanggil dengan KH. Muhajirin. Dalam pelaksanaan kiprah dakwah di suatu lembaga Islam seperti Pondok Pesantren, seorang Kyai atau Pimpinan sangat memegang peranan penting dalam menentukan suatu keberhasilan. Untuk itulah seorang Kyai atau pimpinan tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan dan kepandaian dalam ilmu pengetahuan agama, tetapi juga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kepandaian dalam peranan dakwah untuk menyampaikan materi dan isi dakwahnya. Salah satu tokoh yang akan penulis angkat adalah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary yang banyak mengkontribusikan hidupnya dalam dakwah di Pondok Pesantren Annida Al- Islamy dan masyarakat Bekasi timur.

Perumusan penelitiannya adalah bagaimana kiprah dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary dalam berdakwah?

Penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Dan tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi kegiatan pondok pesantren yang didirikan oleh KH. Muhammad Muhajirin, wawancara untuk mengetahui profil ketokohan KH. Muhammad Muhajirin dan dokumentasi mengkaji karya tulis KH. Muhammad Muhajirin. Penulis menggambarkan kiprah dakwah, materi dan isi pesan dakwah, dan faktor pendukung dan penghambat KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary dalam kiprah dakwahnya di Pondok Pesantren Annida Al- Islamy Bekasi Timur dan masyarakat.

KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary dalam dakwahnya di Pondok Pesantren Annida Al- Islamy secara umum kepada masyarakat, dan secara khusus kepada santri-santrinya merupakan upaya dalam mengembangkan pengetahuan keagamaan yang rahmatan lilalamin, yaitu pondok pesantren sebagai wadahnya. Dengan menggunakan metode bi al- lisan, bi al-hal, bi al-qalam, dan ditambah dengan bi al-hikmah, Mau’idzhatil hasanah dan al-mujadallah billati hiya ahsan. Dalam materi yang beliau sampaikan selalu berasaskan pada al-Qur’an dan Hadits dan didukung dengan menggunakan kitab-kitab kuning atau kitab salafiah. Faktor pendukung beliau dalam berdakwah di Pondok Annida Al- Islamy ialah sangat banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun materil dari berbagai instansi untuk kemajuan pondok pesantren Annida Al- Islamy, sedangkan hambatan yang beliau rasakan dalam berdakwah di pondok pesantren Annida Al- Islamy ialah karena usia beliau yang sudah cukup berumur membuat tidak maksimalnya beliau mengasuh para santri-santrinya.


(6)

ii

Alhamdulillah, segala puji syukur tak terkira kepada yang Maha Sempurna, Allah SWT, karena dengan segala anugerah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurah selalu kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, dan para sahabatnya.

Tidak sedikit rintangan dan cobaan yang penulis rasakan dalam

penyusunan skripsi ini, namun selangkah demi selangkah serta do’a dan kemudian

yang telah Allah SWT berikan, alhmdulillah kesulitan tersebut dapat teratasi. Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena banyak tangan-tangan yang membantu, oleh karena itu, lewat kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakulas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta Wakil Dekan I Dr. Suparto, M.Ed, Wakil Dekan II Drs. Jumroni, M. Si, Wakil Dekan III Dr. Sunandar, M.A.

2. Bapak Rachmat Baihaky, M.A, selaku Ketua Jurusan dan Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

3. Ibu Umi Musyarrofah, M.A, selaku Dosen Pembimbing dalam penyusunan skripsi ini, yang telah meluangkan waktunya untuk


(7)

iii

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu serta berbagai macam pengalaman selama menuntut ilmu.

5. Segenap staf perpustakaan baik umum maupun fakultas, yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani Studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orangtua tercinta, yaitu Ayahanda Alm. H. Ilyas Adiyasa, dan Ibunda Hj. Masiah Rahman, beserta semua saudaraku yaitu Kakak Syifa Fauziah Ilyas, Adik Nurul Aliyah Fajrin Ilyas, kakak ipar Rustam Rahim, keponakan tercinta Sultan Hafiz Pratama yang dengan ketulusan hati memberikan dorongan moral maupun materil atas kasih sayang yang diberikan serta iringan do’a dan semangat tiada henti kepada penulis unutk menuntut ilmu sampai saat ini.

7. Vivie Fitriyanthi, Fadhilah Puspita Fajri, Danang Budi Utomo dan Millati Silmy Yulianty sahabat seperjuangan semasa kuliah di KPIA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2008.

8. Sakim Darmawan kekasih dunia akhirat yang tak hentinya membantu dan menyemangati hati, jiwa dan hari-hari yang selalu menjadi doa.

9. Kepada Bapak H. Dhiyah Al-Maqdisi Muhajirin, Bapak KH. Dzauji Abdurrahman, Bapak H. Aizullah Muhajirin beserta guru-guru Annida


(8)

Al-iv

11.Teman-teman PSM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terkhusus (INTENSIVO) dan FLAT UIN Syarif Hidayatullah 2008.

12.Teman-teman White Pearls dan Fethullah Gulen Chair (Turki) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

13.FKMB (Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi) dan PERMASI (Persatuan Mahasiswa Bekasi).

14.KKN Real Sosial Project 2011 Bogor Tambilung Kecamatan Cidokom. 15.Dewan Guru Al-Alaq Elementary School yang telah banyak membantu

menyemangati dan Doa.

Dengan segala keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, penulis mengharapkan saran dan kritik yang memotivasi penulis untuk kelengkapan skripsi ini. Penulis sangat berharap semoga apa yang ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat.

Kiranya demikianlah, hanya ucapan terimakasih tiada hingga yang dapat penulis haturkan kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penulisan skripsi ini. Mudah-mudahan Allah SWT membalas segala budi baik dan bantuan semua pihak yang telah diberikan kepada penulis.

Bekasi, 28 Juni 2014


(9)

v HALAMAN JUDUL

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masala ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 8

E. Metodologi Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Kiprah ... 15

B. Dakwah dan Ruang Lingkupnya ... 18

BAB III PROFIL KH. MUHAMMAD MUHAJIRIN AMSHAR ADDARY A. Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan ... 39

B. Karya-karya KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary ... 47

C. Aktivitas Dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary .. 48

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Analisis Kiprah Dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary di Pondok Pesantren Annida Al-Islamy Bekasi Timur ... 54 B. Metode Dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary


(10)

vi

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kiprah merupakan suatu kegiatan atau partisipasi yang dilakukan dengan semangat tinggi yang bergerak dalam sebuah bidang.1 Sedangkan dakwah adalah sebuah aktifitas penyampaian ajaran Islam yang sangat dibutuhkan manusia karena dakwah merupakan proses mengajak manusia dengan bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT untuk kemaslahatan umat dan kebahagiaan dunia dan akhirat.2 Sehingga pada dasarnya kiprah dan dakwah sangatlah berkaitan satu sama lain. Banyak tempat atau alat yang bisa dijadikan sebagai media dalam menyampaikan dakwah tersebut. Diantaranya, masjid, majlis ta’lim, sekolah juga bisa melalui media cetak maupun elektronik, dan sebagainya.

Menurut Prof. H. Mahmud Yunus pengertian kiprah dakwah yaitu, melakukan kegiatan dakwah (amal ma’ruf dan nahi munkar) atau berpartisipasi dalam kegiatan dakwah dengan semangat tinggi dalam bentuk perbuatan nyata untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat khususnya dalam bidang pendidikan, sosial dan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat.3

1Departemen Pendidikan, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”

(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), cet. ke-3.

2

Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1988), cet. ke- 3, h.1. 3


(12)

Berkiprah tidak jauh berbeda dengan beraktifitas namun bedanya disini berkiprah adalah melakukan kegiatan atau tingkatannya berpartisipasi dalam kegiatan dengan semangat tinggi yaitu lebih tinggi tingkatannya dari pada beraktifitas. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia merupakan sebuahh aktifitas, yang mana aktifitas tidak bisa dipisahkan dengan organ keseluruhan yang melekat pada diri.

Terwujudnya dakwah bukan semata-mata sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkahlaku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, dakwah harus lebih berperan menuju pelaksanaan ajaran agama Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.

Dakwah menjadi suatu keharusan bagi setiap individu muslim dan muslimah untuk menyiarkan nilai-nilai ajaran agama Islam. Keberadaannya menjadikan Islam tegak dan kokoh dimuka bumi ini. Kiprah dakwah Islam yang maju akan membawa pengaruh terhadap kemajuan agama. Sebaliknya kiprah dakwah yang lesu akan mengakibatkan pada kemunduran agama. Oleh karena itu, maka dapat di mengerti jika Islam meletakan kewajiban dakwah di atas pundak setiap pemeluknya.4

Perkembangan masyarakat yang tengah mengalami perubahan di segala tingkat dan bidang seperti sekarang ini, maka peran ulama dan kyai

4

M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, h. 4.


(13)

menjadi lebih penting, karena mereka mempunyai posisi sebagai penjaga gawang dari norma dan nilai yang mengatur kehidupan mereka, yang sering kali dalam konteks perubahan tersebut, masyarakat mengalami semacam kegoncangan dan kebingungan karena kehilangan orientasi. Ini disebabkan karena norma dan nilai-nilai yang menopang kehidupan mereka sebelumnya, sekarang mengalami pergeseran.5

Dalam tradisi masyarakat Islam Indonesia, seorang kyai menempati posisi keagamaan yang sangat penting, pesantren dan lembaga pendidikan yang dimiliki seorang kyai di suatu wilayah tersebut dapat dilakukan suatu perubahan kehidupan sosial secara signifikan, karena kyai mempunyai elemen yang sangat penting. Maka sangat wajar perubahan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya berfungsi menerjemahkan nilai-nilai keberagamaan dari luar ke dalam komunitas pesantren.

Untuk itulah dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman. Dan dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara, rasa, berfikir, bersikap, dan bertindak.6

Dengan demikian, kegiatan dakwah pada dasarnya sebagai suatu

proses komunikasi antar seorang da’i dan mad’u dalam mengupayakan

5

Hasan Tholhah Muhammad, Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan Zaman,

(Jakarta: Bangun Prakarya, 2005) cet ke- I. h. 47 6

Hasan Tholhah Muhammad, Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan Zaman,


(14)

perubahan prilaku (tingkah laku) seorang menjadi lebih baik dari sebelumnya, karena dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran dan perasaaanya kepada orang lain dan dapat memberikan hiburan, memberikan inspirasi, menyakinkan dan mengajak untuk berbuat sesuatu yang baik.

Ilmu Falak (Astronomi) yaitu menjadi salah satu ilmu yang dikuasai oleh KH. Muhammad Muhajirin, pada awalnya berguru kepada Syekh Ahmad bin Muhammad, salah seorang murid dari Syekh Mansyur al- Falaky. Ilmu yang menuntut kecekatan mata dan kemampuan berhitung yang baik sesungguhnya telah lama menjadi daya tarik bagi KH. Muhammad Muhajirin. Beberapa waktu kemudian, KH. Muhammad Muhajirin pun belajar ilmu falak kepada Syekh Mansyur bin Abdul al Falaky.7 Sejak menguasai ilmu falak, KH. Muhammad Muhajirin telah melakukan praktek melihat awal bulan

(Ru’yat Al- Hilal) di kampung halamannya, Kampung Baru. Wilayah yang

saat itu sangat strategis untuk menantikan munculnya bulan (hilal). Posisi di pematang sawah merupakan posisi tempat dan strategis yang ditemukan oleh KH. Muhammad Muhajirin setelah sebelumnya beberapa kali tidak berhasil melihat bulan (hilal) karena posisi yang tidak tepat. Pelaksanaan ru’yat al hilal di Kampung Baru dimulai sejak tahun 1936 yang dipimpin oleh KH. Muhammad Muhajirin. Mulai tahun 1947 pelaksanaan ru’yat al hilal diteruskan oleh murid-murid beliau yang tidak lain merupakan adik-adik

7

Sejarah Singkat Perjalanan Hidup Syekh Muhammad Muhajirin Amsar Addary Allah Yarham, Bekasi: Pesantren Annida Al-Islamy, 2007, Hal. 5


(15)

sepupunya, yaitu KH. Abdul Hamid, KH. Abdul Halim, KH. Abdullah Azhari, KH. Abdul Salam. Hal ini disebabkan KH. Muhammad Muhajirin telah memutuskan untuk berangkat ke Mekkah guna menuntut ilmu. Pada awalnya pelaksanaan ru’yat al hilal di Kampung Baru hanya dilaksanakan sebanyak 6 kali setiap tahunnya, mulai bulan Rajab hingga Dzulhijjah. Namun apabila dianggap perlu pelaksanaan ru’yat al hilal pernah dilakukan setiap bulannya selama 7 tahun berturut-turut.8

KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary adalah ulama besar yang dikenal luas di kalangan masyarakat Bekasi khususnya, yang besar andilnya dalam upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI. Sebagai ilmuan, ia dikenal tidak saja di lingkungan Bekasi tetapi juga di luar negeri, khususnya di Masjidil Haram. Sebagai salah seorang guru terbaik di Masjidil Haram, ia menerima penghargaan berupa sebuah jam tangan berlapis emas yang bertuliskan Al- Mamlakatussuudiyyah dari Raja Faisal.9 Dengan latar belakang inilah muncul ketertarikan saya untuk melakukan penelitian mengenai kiprah seorang da’i dengan judul: “Kiprah Dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary Di Pondok Pesantren Annida Al-

Islamy Bekasi Timur”.

8Ma’ru

f, Amin. Rukyat untuk Penentuan Awal dan Akhir Ramadhan Menurut Pandangan Syariat dan Sorotan IPTEK, (Jakarta : Gema Insani Press. 1995).

9

Wawancara langsung kepada anak Alm. KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary yaitu Ust. Dhiyah Al-Maqdhisi Muhajirin. Dan dari salah satu muridnya yaitu Ust. H. Muhammad Yusuf guru di sekolah Annida Al-Islamy Bekasi timur.


(16)

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Pada penelitian ini, pembatasan masalah diambil agar penelitian yang penulis lakukan lebih terarah dan terperinci. Batasan masalah ini hanya pada kiprah dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary di Bekasi Timur semasa hidupnya.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diteliti sesuai dengan batasan masalah di atas, adalah sebagai berikut :

a. Kiprah Dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary di Pondok Pesantren Annida Al-Islamy Bekasi Timur?

b. Metode Dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary di Pondok Pesantren Annida Al-Islamy Bekasi Timur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Secara Umum

Untuk mengetahui seputar kiprah para tokoh Agama dalam berdakwah. b. Tujuan Secara Khusus

Untuk memberikan penjelasan mengenai kiprah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary dalam berdakwah. Dan untuk mengetahui yang dihasilkan dari dakwah K.H. Muhammad Muhajirin Amsar


(17)

Addary di keluarga, santri, serta masyarakat sekitar Pondok Pesantren Annida Al-Islamy Bekasi Timur.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Secara Teoritis

Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar starata satu (S1) pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga penelitian ini diharapkan dapat memperkaya studi mengenai kiprah berbagai tokoh agama demi berlangsungnya kegiatan dakwah dan dapat memberikan masukkan bagi pengembangan penceramah-penceramah muda mendatang dengan penelitian serupa di masa yang akan datang.

b. Manfaat Secara Praktis

Penelitian diharapkan dapat memberikan masuknya kepada para pelaku dakwah bagaimana mengemas nilai-nilai Islam menjadi bagian yang menarik serta dapat memberikan motivasi bagi para pemikir dakwah untuk tetap menyebarkan dakwah Islam dan dapat menambah wawasan bagi para pendakwah khususnya bagi para calon

da’iyah dalam mengemas pesan-pesan islam menjadi kajian lebih menarik.


(18)

D. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul skripsi ini peneliti sudah mengadakan tinjauan pustaka yang terdapat di Fakultas Dakwah maupun perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah. Selain dari buku-buku yang menjadi rujukan utama, data-data yang diperoleh pada penelitian ini berfokus pada kiprah dakwah. Menurut pengamatan peneliti dari hasil observasi yang peneliti lakukan menemukan beberapa penelitian yang juga membahas mengenai produksi, yaitu:

1. “Kiprah Dr.. HS. Suryani Thahir dalam Mengembangkan Majelis Mudzakarah As-Suryaniyah At-Thahiriyah di DKI Jakarta” Laila Fachriyah 104051001906 1429 H / 2008 M, Penelitiannya mengenai kiprah dakwah Dr. HS. Suryani Thahir dalam mengembangkan majelis mudzakarah as-suryani at-thahiriyah tetapi subjek pembahasan disini yaitu Dr. HS. Suryani Thahir dan objeknya yaitu dalam pengembangan Majlis mudzakarah as-suryani at-thahiriyah.10

2. “Kiprah Dakwah DR. KH. Ahmad Dimyathi Nadruzzaman, MA”

Indira Prajnahtia 105051001933 1431 H / 2010 M, Penelitiannya mengenai aktifitas dakwah yang dilakukan oleh Dr. KH. Ahmad Dimyathi Nadruzzaman11, dan kesamaan dengan pembahasan disini

10

Laila Fachriyah, Kiprah DR. HS. Suryani Thahir dalam Mengembangkan Majelis Mudzakarah As-Suryanih At-Thahiriyah di DKI Jakarta.. Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008

11

Indira Prajnahtia, Kiprah Dakwah DR. KH. Ahmad Dimyathi Nadruzzaman, MA.

Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.


(19)

yaitu membahas tentang kiprah dakwah seorang da’i tetapi subjek

penelitiannya berfokus kepada Dr. KH. Ahmad Dimyathi Nadruzzaman.

3. “Kiprah Dakwah Islam Guru Muhammad Mansur” Badru Zaman

104051001819 1429 H / 2008 M, Penelitiannya mengenai kiprah dakwah islam guru Muhammad Mansyur12. Kesamaannya dalam penelitian ini yaitu guru Muhammad Mansyur adalah salah seorang ulama besar betawi dan sekaligus guru dari KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary dalam menuntut ilmu.

4. “Pemikiran Dakwah Habib Abdullah Al-Haddad” Moch. Hilmi HAS

104051001837 1429 H / 2008 M, Penelitiannya mengenai sebuah

pemikiran seorang da’i yaitu habib Abdullah Al-Hadad dalam berdakwah.13

Persamaan dengan penelitian kali ini adalah pada objek penelitiannya yakni meneliti tentang kiprah dakwah sedangkan yang membedakannya adalah subjeknya yaitu penelitian ini meneliti tentang kiprah dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary di Bekasi Timur.

12

Badru Zaman, kiprah Dakwa Islam Guru Muhammad Mansyur. Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

13

Moch. Hilmi HAS, Pemikiran Dakwah Habib Abdullah Al-Haddad. Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.


(20)

E. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.14 Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode yang digunakan oleh penulis adalah dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah penelitian yang memaparkan situasi atau peristiwa, dimana pada hakikatnya metode deskriptif adalah mengumpulkan data-data.15

Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.16 Dengan menggunakan metode deskriptif ini, maka data yang diperoleh dari hasil penelitian dipaparkan atau digambarkan dalam sebuah tulisan ilmiah.

14

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 6.

15

Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 25.

16

Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, ed. Revisi, 2007), h. 9.


(21)

1. Tempat Penelitian

Lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian adalah Sekolah Annida Al-Islamy Bekasi Timur Jl. KH. Mas Mansyur No 91 kel. Bekasi Jaya Kec. Bekasi Timur 17112.

2. Objek dan Subjek Penelitia

Objek penelitian ini adalah Kiprah Dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary. Sedangkan Subjek analisis penelitiannya adalah KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary.

3. Sumber Data

Sumber data terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Data Primer adalah data yang diperoleh dari catatan, buku-buku, dan hasil karya antara lain: Misbah Al Zhulam Fi Syarhi Al Bulugh Al Maram, 8 jilid (fiqih hadits), Idhoh Al Maurud, 2 jilid (ushul fiqih), Muhammad Rasulullah (Tarikh), Mirah Amuslim Fi Siroh Khulafa (Tarikh), Al Muntakhab Min Tarikh Daulah Umayah (Hadits), Qowaid Al Khoms Al Bahiyyah (qowaid fiqih), Al istidzar (mustholah hadits/ushul hadits), Ta’liqot Ala Matini Al Jauharoh 2 jilid (tauhid), Muhtaroh Al Balaghah2 jilid (balaghah), Qowaid Al Nahwiyah 2 jilid (nahwu/tat bahasa Arab), Al Qoul Al Hatsis Fi Mustholah Al Hadits (usul fiqih), Taysir Al Ushul I Ilmi Al Ushul (ushul fiqih), Qowaid Al Mantiq 2 jilid (mantiq), Muthalaah Mahfudzot, Takhrij Al Furu’ Ala Al Ushul, Tathbiq Al Ayat Bi Al


(22)

Hadits, Tasawwuf, dan Faroid. Selain itu adalah mushaf yang belum sempat dicetak.17

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur yang mendukung data primer, internet18, dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara dilakukan secara langsung kepada keluarga yairu istri KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary yaitu ibu Hj. Hannah Abdurrahman, dan 7 anak KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary yaitu: Hj. Faiqoh Muhadjirin, H.Muhammad Ihsan Muhadjirin, Hj. Badi’ah Muhadjirin, Hj. Farhah Muhadjirin, Hj. Rufaida Muhadjirin, H. Dhiya Al Maqdisi Muhadjirin, H.Muhammad Aiz Muhadjirin, dan salah satu murid yang masih mengajar di sekolah Annida Al-Islamy Ust. Muhammad Yusuf. b. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari sumber data tambahan seperti buku, arsip dokumen pribadi, foto, video, dan lain-lain.

5. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari Desember 2013 - juni 2014. Peneliti sengaja menggunakan kaca mata analisis deskriptif kualitatif,

17

Sejarah Singkat Perjalanan Hidup Syekh Muhammad Muhajirin Amsar Addary Allah Yarham, (Bekasi : Pesantren Annida Al-Islamy. 2007). h. 21.

18


(23)

sebab kiprah dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary merupakan pembahasan dalam penelitian ini.

6. Teknik Analisis Data

Setelah data primer dan sekunder terkumpul, kemudian diklarifikasikan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah ditentukan. Setelah di klarifikasi, dilakukan analisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab, setiap bab memiliki beberapa sub bahasan yaitu:

BAB I : Pendahuluan membahas : Latar Belakang Masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Teoritis membahas : Landasan teori yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. Bab ini meliputi pengertian kiprah / aktifitas, dakwah berikut pengertian dan unsur-unsur dakwah.

BAB III : Profil dan Riwayat Hidup KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary membahas : Pada bab ini berisikan tentang latar belakang keluarga KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary, latar belakang pendidikan KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary, kehidupan


(24)

KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary, aktifitas dakwah dan karya-karyanya.

BAB IV : Hasil Penelitian membahas : Meliputi kiprah dan hasil kiprah KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary serta faktor pendukung dan penghambat dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary.

BAB V : Penutup membahas : dari beberapa uraian diatas maka penulis akan menguraikan kesimpulan yang ada serta memberikan saran atas permasalahan yang ditemui selama melakukan penelitian. Kemudian pada bagian terakhir memuat daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


(25)

15

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Kiprah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Aktivitas adalah keaktifan, kegiatan-kegiatan atau bisa juga berarti kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan tiap bagian dalam tiap suatu organisasi atau lembaga.1.

Dalam kamus besar Ilmu pengetahuan, kata aktivitas berasal dari ling: activity; Lay: Aktivitas: aktif, bertindak yaitu bertindak pada diri setiap eksistensi atau makhluk yang membuat atau menghasilkan sesuatu, dengan aktivitas menandai hubungan khusus manusia dengan dunia. Manusia bertindak sebagai subjek, alam sebagai objek.

Ada dua jenis aktivitas: aktivitas eksternal dan aktivitas internal, (eksternal, jika operasi manusia terhadap objek-objek menggunakan lengan kiri, jari-jari, dan kaki maka pada internal menggunakan tindakan mental dalam bentuk gambaran-gambaran dinamis). Aktivitas internal merencanakan eksternal.2

Aktifitas adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh manusia yang berhubungan langsung dengan sebuah tindakan atau kegiatan. Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan atau tidakan partisipasi dengan

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet. Ke 3, h. 17.

2

Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, LPKN, 1997, cet ke-1, h. 25.


(26)

semangat tinggi atau bergerak, dan berusaha disebuah bidang.3 aktifitas tidak dapat dipisahkan dengan organ keseluruhan yang melekat pada diri kita. Kiprah merupakan suatu kegiatan atau partisipasi yang dilakukan dengan semangat tinggi yang bergerak dalam sebuah bidang.4 Sedangkan dakwah adalah sebuah aktifitas penyampaian ajaran islam yang sangat dibutuhkan manusia karena dakwah merupakan proses mengajak manusia dengan bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT untuk kemaslahatan umat dan kebahagiaan dunia dan akhirat.5 Sehingga pada dasarnya kiprah dan dakwah sangatlah berkaitan satu sama lain. Banyak tempat atau alat yang bisa dijadikan sebagai media dalam menyampaikan dakwah tersebut. Diantaranya, Masjid, Majlis Ta‟lim, Sekolah juga bisa melalui media cetak maupun elektronik, dan sebagainya.

Berkiprah tidak jauh berbeda dengan beraktifitas namun bedanya disini berkiprah adalah melakukan kegiatan atau tingkatannya berpartisipasi dalam kegiatan dengan semangat tinggi yaitu lebih tinggi tingkatannya dari pada beraktifitas menurut Mahmud Yunus pengertian kiprah dakwah yaitu melakukan kegiatan dakwah (amal ma’ruf nahi munkar) atau berpartisipasi dalam kegiatan dakwah dengan semangat tinggi dalam bentuk perbuatan nyata untuk memecahkan persoalan masyarakat khususnya dalam bidang pendidikan, sosial dan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat.

3Departemen Pendidikan, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, (

Jakarta: Balai Puustaka,2005), cet. ke-3. h. 71

4Departemen Pendidikan, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”

(Jakart: Balai Pustaka, 2005), cet. k-3. h.71

5


(27)

Terwujudnya dakwah bukan semata-mata sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkahlaku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, dakwah harus lebih berperan menuju pelaksanaan ajaran agama Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.

Pengertian Kiprah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi kiprah adalah derap kegiatan. Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dengan semangat tinggi atau bergerak, berusaha disebuah bidang.6 Jadi kiprah yaitu dapat dikatakan sebagai tindakan, aktivitas, kemampuan kerja, reaksi, atau cara pandang seseorang terhadap ideologi atau institusinya.

Menurut Djumhur, kiprah dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri as sebagai suatu pekerjaan atau jabatan tertentu.7

Sedangkan menurut S. Nasution kiprah adalah suatu konsekuensi atau akibat kedudukan atas status seseorang.8 Sehingga dari kedudukannya tersebut dapat terlihat bagaimana aktivitasnya. Dari beberapa pengertian kiprah di atas maka dapat disimpulkan bahwa kiprah adalah serangkaian tingkahlaku sesuai hak dan kewajiban yakni bersifat timbal balik dalam hubungan dengan kemajuan suatu hal atau peristiwa.

6

Departemen Pendidikan, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), cet Ke-3. h.71

7

Djumhur. Moh. Surya. Bimbingan dan Penyuluhan (Bandung: PT. Pedoman Ilmu, 1975), h.12.

8


(28)

B. Dakwah dan Ruang Lingkupnya 1. Pengertian Dakwah

Pengertian dakwah secara bahasa berasal dari bahasa arab Da’a,

Yad’u, Da’watan yang berarti menyeru, memanggil, mengajak.9 Secara

istilah pengertian dakwah adalah mengajak manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. 10

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, dakwah adalah penyiaran, propaganda, seruan untuk memeluk, mempelajari dan mengamalkan ajaran agama.11 Dakwah secara istilah dari pengertian tersebut berarti seruan atau ajakan untuk melakukan sesuatu yang sejalan dengan ajaran agama Islam.

M. Quraish Shihab, mengartikan dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada kainsyafan atau usaha dalam mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik (dari yang awalnya berperilaku buruk sampai kepada arah yang lebih baik) dan sempurna. Baik kepada pribadi maupun kepada masyarakat, dan dakwah seharusnya berperan dalam pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan. 12

Toha Yahya Omar menegaskan bahwa, dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti: “seruan, panggilan, atau undangan”. Adapun

9

H. Mahmud Yunus, “Terjemahan Kamus Arab-Indonesia”, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, h. 127

10

Prof. Thoha Yahya Omar, M.A., Ilmu Dakwah, Jakarta: Wijaya. 1979, h. 1. 11

Frista Artmanda W., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jombang: Lintas Media), h. 232

12

Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi Dan Peran wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan1998) cet. ke- 17 h.194.


(29)

pengertian dakwah di dalam Islam adalah mengajak dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.13

Sedangkan dakwah dalam pengertian terminologis terdapat beberapa pendapat. Dari beberapa pendapat tersebut jika di tarik kesimpulan maka kesemuanya memiliki titik temu yang sama.

Pertama, bahwa dakwah merupakan proses penyelenggaraan suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan dengan sadar dan sengaja. Kedua, dasar dakwah adalah mengajak manusia kepada ajaran Allah SWT demi kemaslahatan baik secara individual maupun sosial kemasyarakatan. Ketiga, bahwa pada dasarnya kewajiban dakwah adalah menyampaikan yang benar dan mencegah hal yang munkar. Keempat, dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup si dunia dan akhirat serta keridhoan Allah. Kelima, terdapat upaya mempengaruhi orang lain.14

2. Landasan Hukum Dakwah

Pada dasarnya yang menjadi landasan hukum kewajiban dakwah adalah Al-Qur‟an dan Al-Hadits yang di dalamnya banyak menerangkan hal tersebut. Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 104:

                            13

Toha Yahya Omar, Ilmu Dakwah,(Jakarta: Wijaya, 1983), jilid I, cet. ke-3, h.1. 14

Drs.Hasanuddin, MA, Manajemen Dakwah, (Jakarta: UIN Jakart Press, 2005), cet I, h. 41- 42.


(30)

“Dan hendaklah ada dari kalanganmu sekelompok umat yang bertugas dalam bidang dakwah, menyeru ke jalan kebaikan, menyuruh ma’ruf, melarang munkar, merekalah orang-orang

yang beruntung.” (Ali Imran(3): 104).

Ayat tersebut memberi petunjuk kepada setiap umat muslim agar melakukan upaya penyebaran dan pemerataan ajaran Islam agar termasuk ke dalam golongan umat yang beruntung. Upaya-upaya yang harus dilakukan antara lain:

a) Mengajak kepada kebaikan b) Menyuruh kepada kebenaran c) Melarang dari kemunkaran15.

Para ulama sepakat bahwa dalam berdakwah wajib hukumnya baik secara individu maupun kelompok, meskipun ada yang berpendapat wajib kifayah dan ada yang berpendapat pula wajib ain karena dengan berdakwah, islam bisa tesebar keseluruh pelosok dunia. Ada beberapa pendapat para ulama yang mewajibkan berdakwah yaitu:

Menurut Thoha Jahja Omar kewajiban dakwah Islam berdasarkan firman Allah SWT yang tersirat dalam Al-Qur‟an surat An-Nahl ayat 125 yang artinya:











































































“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

15


(31)

Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang apa siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahu orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An-Nahl: 125).

Menurut Prof. Thoha Jahja Omar MA, di dalam bukunya H. Hassanuddin yang berjudul Hukum Dakwah menyebutkan bahwa ayat tersebut menerangkan teori atau cara-cara dakwah. Disamping itu ayat tersebut menunjukan wajibnya melaksanakan dakwah. Hal ini diketahui dari kata (Ud‟u) yang diterjemahkan dengan ajaklah adalah fi‟il amer. Menurut aturan ushul fiqh, setiap fi‟il amer menjadi perintah wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada dalil-dalil lain yang memalingkannya dari wajib itu kepada sunnah dan lain-lain.16

Sementara M. Natsir didalam bukunya Dakwah dan Pemikirannya berpendapat bahwa kewajiaban berdakwah haruslah dilakukan setiap muslim. Hal ini didasari firman Allah SWT yang artinya :









































































Kamu adalah sebaik-baik umat dilahirkan untuk (kemaslahatan) manusia, kamu mengajak kepada kebaikan, dan kamu mencegah

dari kemunkaran, serta kamu beriman kepada Allah.” (QS. Ali

-Imran: 110).

Dalam ayat diatas menunjukan bahwa melaksanakan dakwah dalam arti luas adalah kewajiban yang haru dipikul dan dilaksanakan

16


(32)

oleh setiap muslim maupun muslimat. Tidak boleh seorangpun dari kaum muslimin atau muslimat menghindari diri dari padanya. 17

Dengan demikian jelaslah bahwa dakwah adalah suatu kewajiban bagi setiap muslin yang mengetahui apa-apa yang dia gali dan menyampaikannya kepada orang yang belum sedikit banyak tau tentang agama yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai penyampai. Dan mudah dipahami oleh setiap muslim yang mendengarkannya untuk dilaksanakan oleh setiap umat beragama Islam.

3. Unsur-unsur Dakwah

Dakwah mempunyai unsur-unsur yang tidak terlepas dari kegiatannya. Oleh karena itu dakwah merupakan suatu bentuk yang khas dan dakwah tidak akan sukses tanpa adanya suatu unsur atau faktor tertentu.

Unsur-unsur dakwah yang dimaksud adalah unsur-unsur yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut yaitu subjek dakwah (da’i), objek dakwah (mad’u), sasaran dakwah, metode dakwah, media dakwah, materi dakwah dan tujuan dakwah.

a. Subjek Dakwah (Da’i)

Da‟i adalah seorang yang melakukan dakwah.18

Atau dapat diartikan sebagai orang yang menyampaikan pesan dakwah kepada khalayak (mad‟u). Seseorang yang dapat dikatakan da‟i apabila secara keilmuan ia telah menguasai tentang ajaran-ajaran Islam

17

H. Hassanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 45 18


(33)

dibandingkan mad‟unya.19

Dari segi wawasan intelektual, pengalaman spiritual, sikap mental dan kewibawaannya.

Adapun yang dimaksud dengan da‟i adalah orang yang melakukan dakwah, baik lisan, tulisan ataupun perbuatan, baik secara individu maupun kelompok lembaga. Da‟i disebut kebanyakan orang dengan sebutan mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran islam).

Disamping profesional, kesiapan subjek baik penguasaan terhadap materi, maupun penguasaan terhadap metode, media dan psikologi sangat menentukan gerakan dakwah untuk mencapai keberhasilan.20

Da‟i artinya orang yang mengajak atau mubaligh. Orang yang berusaha merubah situasi kepada situasi yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT baik secara individual maupun terbentuk organisasi sekaligus sebagai pemberi informasi dan pembawa misi.

Mubaligh sebagai komunikator, berperan menyampaikan ide-ide tertentu untuk menuju kepada sasaran pokok yaitu diterimanya ide tersebut sehingga ada perubahan sikap atau adanya pengukuhan terhadap sikap tertentu. Dengan demikian, mubaligh juga merupakan seorang pelaku utama untuk mempengaruhi perubahan sikap dari komunikatornya. Yang dikenal dengan Agent of social change

19

Asep Muhyidin, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h.137

20


(34)

Berkaitan dengaan subjek dakwah (da’i), maka dapat dibedakan menjadi dua bagian. Yaitu : Pertama : da‟i dalam kriteria umum dan yang ke dua da‟i dalam kriteria khusus.

1) Da‟i dalam kriteria umum, artinya setiap muslim atau muslimat yang berdakwah sebagaikewajiban yang melekat tak terpisahkan dari muslimat yang berdakwah sebagai penganut Islam, sesuai dengan perintah “Ballighu „anni walau ayat”.21 Hal ini juga dapat dilihat kesesuaiannya dengan surat At-Taubah ayat 71.



























































































“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma´ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha

Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (At-Taubah:71).

Ayat di atas telah menggariskan dengan amat jelas bahwa sasaran utama dakwah meliputi 2 hal, yaitu: pertama menyuruh ma‟ruf yang mempunyai konotasi yang luas sekali (namun dalam ayat ini ada stressing mengenai iman, shalat, dan zakat). Kedua,

21 Siti Muriah, “Metodologi Dakwah Kontemporer”,

(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), cet. ke-1, h. 23.


(35)

melarang kemunkaran. Dengan demikian, semua orang boleh dinamakan da‟i.

2) Da‟i dalam kriteria khusus, yakni mereka yang mengambil keahlian khusus (mutakhassis) dalam bidang dakwah Islam, dengan kesungguhan luar biasa dan dengan qudrah hasanah.22

Agar suatu tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan tercapai dengan efektif dan efisien maka juru dakwah harus mempunyai kemampuan di bidang yang berkaitan dengan tugasnya. Karena semakin memiliki kemampuan yang profesional maka semakin maningkat pula keberhasilan tugas dakwahnya. Da‟i akan berhasil dalam tugas melaksanakan dakwah jika dibekali kemampuan kemampuan yang berkaitan dengannnya. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh da‟i antara lain: 1. Kemampuan Berkomunikasi

2. Kemampuan Penguasaaan Diri 3. Kemampuan Pengetahuan Psikologi 4. Kemampuan Pengetahuan Kependidikan

5. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Pengetahuan Umum 6. Kemampuan di Bidang Al-Qur‟an

7. Kemampuan Pengetahuan di Bidang Ilmu Hadits 8. Kemampuan di Bidang Ilmu Agama secara Integral23.

22

Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), cet. ke-1, h. 27.

23

Drs. Samsul Munir Amin, MA., Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), cet. ke-1, h. 78-86.


(36)

Kunci keberhasilah juru dakwah atau da‟i sebenarnya terletak pada juru dakwahnya atau da‟i sebagai subjek dakwah itu sendiri. Dalam hal ini Rasulullah telah mencontohkan keberhasilan dakwahnya dalam mengembangkan ajaran Islam yang seharusnya menjadi teladan bagi para da‟i. Suatu keyakinan, sikap dan perilaku sehingga Rasulullah mendapat pertolongan Allah dalam mengemban fungsi kerisalahannya. Sikap-sikap yang perlu diteladani antara lain:24

1. Rasulullah percara dengan yakin, bahwa agama yang disiarkan adalah agama Allah (QS. Al- Isra (17):80)

2. Rasulullah sangat yakin bahwa Allah pasti menolong umat yang membela agama Allah (QS. Muhammad (47):7)

3. Rasulullah beserta para sahabat benar-benar jihad dengan mengorbankan harta, tenaga, dan jiwa untuk kepentingan tersiarnya agama Islam (QS. Al-Ankabut(29):69)

4. Rasulullah berkemauan keras dalam memikirkan umat agar mau beragama secara benar, walaupun beliau tahu mengenai orang-orang yang berpura-pura (QS. Al-Furqan (25):30) 5. Rasulullah sangat merasakan penderitaan umat yang tidak

tahu kebenaran, keras kemauanya untuk kesejahteraan umat dan sangat kasih sayank (QS. At Taubah (9):128)

24


(37)

6. Rasulullah sangat tinggi akhlaqnya dan mulia budi pekertinya (QS. Al-Qalam (68):4)

7. Rasulullah tidak pernah patah hati, dan selalu memberi maaf kepada orang lain yang berbuat tidak senonoh (QS. Ali Imran (3):159)

8. Rasulullah senantiasa berendah hati, tetap tenang, tabah, tidak gentar menghadapi lawan (QS. Al Anfal (8): 45).25

Adapun sikap para da‟i haruslah ilmiah dan amaliyah dalam berbagai permasalahan. Ilmiah berarti harus berdasarkan ilmu Al-quran dan Sunnah (hadits) dengan pemahaman komprehensif dan sama sekali tidak berdasarkan hawa nafsu kemarahan atau kecintaan. Sedangkan amaliyah berarti sikap pengamalan ilmu Al-Quran dan sunnah dengan diikhlaskan sematamata karena Allah bukan untuk kepentingan materi dan pribadi serta pelampiasan hawa nafsu.

Pada dasarnya seorang juru dakwah atau da‟i hendaklah memiliki kemampuan komperehensif di dalam masalah-masalah agama Islam, di samping sekaligus mengamalkannya. Sehingga dengan demikian, kunci sukses seorang juru dakwah atau dai terletak pada kesungguhan dan keikhlasan dalam menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam.

25

Ahmad W. Praktiknya (Editor), Islam dan Dakwah Pergumulan Antara Nilai dan Realitas, (Yogyakarta: Majlis Tabigh PP Muhammadiyah, 1988), hal. 161.


(38)

b. Objek Dakwah (Mad’u)

Mad‟u diartikan sebagai orang atau kelompok yang lazim disebut dengan ja‟maah yang senang mendengarkan dan memahami ajaran agama dari seorang da‟i. Seorang da‟i akan menjadikan mad‟u sebagai objek bagi transportasi keilmuan yang dimilikinya. Mad‟u adalah objek dakwah yaitu manusia, mulai dari individu, keluarga, kelompok, golongan, kaum ataupun massa. Setiap orang yang normal biasanya mempunyai cita-cita agar mempunyai kebahagiaan hidup, dengan demikian pesan dakwah mesti mengarah kepada persoalan hidup manusia seluruhnya.26

Dengan mengetahui karakter dan kepribadian mad’u sebagai penerima dakwah, maka dakwah lebih terarah karena tidak disampaikan secara serampangan tetapi mengarah kepada profesionalisme. Maka mad’u sebagai sasaran atau objek dakwah akan dengan mudah menerima pesan-pesan metode, maupun media yang digunakan dalam berdakwah tepat sesuai dengan kondisi mad‟u sebagai objek dakwah.27

Mad‟u adalah objek dakwah baik individual ataupun kolektif atau masyarakat secara umum. Sebelum berdakwah kepada mad`u maka sosok da`i harus mempelajari kondisi dan keadaan dari mad`u. Kegiatan memberikan pengaruh kepada mad`u apalagi dalam ranah dakwah amar ma`ruf nahi munkar bukanlah kegiatan yang mudah

26

Jamaluddin Kafie, Psikolog Dakwah, (Surabaya: Offset Indah, 1993), h. 32. 27

Drs. Samsul Munir Amin, M. A., ”Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Amzah, 2009), cet. ke-1, h.15.


(39)

jika kita tidak mengetahui keadaan dari mad`u maka sangat memungkinkan akan mengalami kegagalan total.

c. Materi Dakwah

Materi dakwah pada prinsipnya adalah sesuatu yang sudah diketahui sampai pada sesuatu yang belum diketahui untuk disampaikan oleh seorang da‟i kepada jama‟ah. Dalam dak‟wah materi yang disajikan harus menarik, dapat merangsang pendukung untuk mengikuti dan mengetahui. Bila demikian dakwah akan tetap hidup, jalan terus dan tidak membosankan.28 Pada dasarnya ajaran-ajaran Islam itu sendiri meliputi aspek dunia dan akhirat, maka tentunya materi dakwah itu luas sekali. Antara lain pokok-pokok materi dakwah atau ajaran Islam adalah:

1. Aqidah Islam, Tauhid, dan keimanan 2. Pembentukan pribadi yang sempurna

3. Pembangunan masyarakat yang adil dansempurna dan 4. Kemakmuran dan kesejahteraan dunia dan akhirat.29

Materi dakwah (Madah Ad-Dak’wah). Materi dakwah adalah isi dari pesan-pesan dakwah Islam. Pesan atau materi dakwah harus disampaikan secara menarik tidak monoton sehingga merangsang objek dakwah untuk mengkaji tema-tema Islam yang pada gilirannya objek dakwah akan mengkaji lebih mendalam mengenai materi

28

Choirul Umam, Rahasia Keberhasilan Dakwah K.H. Zainuddin MZ, (Surabaya: Ampel Suci, 1994), h. 121.

29Hamzah Ya‟qub,

Publisistik Islam, (Tekhnik Dakwah dan Leadership), (Bandung: C.V. Diponogoro, 1992), cet. Ke-4, h. 29-30 .


(40)

agama dan meningkatkan kualitas pengetahuan keislaman untuk pengalaman keagamaan objek dakwah.30

Secara konseptual pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Namun, secara global materi dakwah dapat diklarifikasikan menjadi tiga pokok, yaitu:

1. Masalah keimanan (aqidah) 2. Masalah Keislaman (syariah)

3. Masalah budi pekerti (akhlaqul karimah)

Materi dakwah yang harus disampaikan tercantum dalam penggalan ayat “ saling menasihati dalam kebenaran dan saling

menasihati dalam kesabaran” (QS. Al-Ashr (103):5)

Dalam arti lebih luas, kebenaran dan kesabaran mengandung makna nilai-nilai dan akhlak. Jadi, dakwah seyogiyanya menyampaikan, mengundang, dan mendorong mad‟u sebagai objek dakwah untuk memahami nilai-nilai yang memberikan makna pada kehidupan baik kehidupan akhirat maupun kehidupan dunia. Dari sistem nilai ini dapat diturunkan aspek legal (syariat dan fiqih) yang merupakan rambu-rambu untuk kehidupan dunia maupun akhirat.31

Menurut Barmawi Umari, materi dakwah Islam, antara lain :32

30

Drs. Samsul Munir Amin, M. A., ”Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Amzah, 2009), cet. ke-1, h.14.

31

M. Dawam Rahardjo (ED), Model Pembangunan Qaryah Thayyibah Suatu Pendekatan Pemerataan Pembangunan, (Jakarta: Intermasa, 1997), cet. 1, h. 109.

32


(41)

1. Akidah, menyebarkan dan menanamkan aqidah islamiyah berpangkal dari rukun iman yang prinsipil dan segala priciannya.

2. Akhlak, menerangkan mengenai akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah dengan segala dasar, hasil dan segala akibatnya, diikuti oleh contoh-contoh yang telah pernah berlaku dalam sejarah.

3. Ahkam. Menjelaskan aneka hukum meliputi soal-soal : ibadah, al-alwud as-syahsiah, muamalat yang wajib diamalkan oleh setiap muslim.

4. Ukhuawah, menggambarkan persaudaraan yang dikehendaki oleh Islam antara penganutnya sendiri, serta sikap Islam terhadap agama lain.

5. Pendidik, melukiskan sistem pendidikan model islam yang telah dipraktekkan oleh tokoh-tokoh pendidik islam di massa sekarang.

6. Social, mengemukkan solidaritas menurut tuntunan agama Islam, tolong menolong, kerukunan hidup sesuai ajaran Al-Quran dan hadits.

7. Kebudayaan, menggambarkan perilaku kebudayaan yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama, mengingat pertumbuhan kebudayaan dengan sifat asimilasi dan akulturasi sesuai dengan ruang dan waktu.


(42)

8. Kemasyarakatan, menguraikan konstruksi masyarakat yang berisi ajaran Islam, dengan tujuan keadilan dan kemakmuran bersama.

9. Amar Ma’ruf, Mengajak manusia untuk berbuat baik guna

memperoleh sa’adah fi ad-darain (kebehagiaan di dunia dan akhirat).

10.Nahi Munkar, melarang manusia dari berbuat jahat agar terhidar dari malapetaka yang akan menimpa manusia di dunia dan akhirat.

Pesan-pesan dakwah harus dilakukan dengan

mempertimbangkan situasi dan kondisi mad‟u sebagai penerima dakwah. Pesan-pesan dakwah yang disampaikan sesuai dengan kondisi sasaran objek dakwah, akan dapat diterima dengan baik oleh mad‟u. Oleh karena itu, da‟i hendaklah melihat kondisi objek dakwah dalam melakukan aktivitas dakwah agar pesan tersebut bisa ditangkap sesuai dengan karakter dan cara berfikir objek dakwah.

Materi dakwah, tidak lain adalah ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadits sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, syari‟ah, dan akhlak dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya. Materi yang disampaikan oleh seorang da‟i haruslah sesuai dengan kemampuan seseorang dalam memahami sesuatu. Seseorang yang intelektualitasnya rendah harus disampaikan dengan bahasa dan contoh yang dimengerti oleh mereka.


(43)

d. Media Dakwah

Media dakwah adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah, pada zaman modern umpamanya: televisi, radio, video, kaset rekaman, majalah, surat kabar dan lain sebagainya. Banyaknya media dakwah yang tersedia, maka seorang da‟i haruslah memilih salah satu atau beberapa media sesuai dengan kebutuhan.

Penggunaan media-media modren sudah selayaknya degunakan bagi aktivitas dakwah, agar dakwah dapat diterima olej publik secara komprehensif.

e. Metode Dakwah

Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da‟i kepada mad‟u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Metode dalam berdakwah tentunya harus sejalan dan sesuai dengan mad‟u yang akan dihadapi. Karena metode dakwah yang tepat merupakan salah satu penunjang dari keberhasilan dakwah itu sendiri. Mad‟u dengan kondisi psikologis dan keadaan yang serba terbatas seperti yang berada di dalam lembaga permasyaraktan tentunya memiliki pendekatan metode yang berbeda dibanding dengan mad‟u pada umumnya.

Dalam surat An-Nahl ayat 125, metode dakwah memiliki tiga bentuk yaitu dakwah bi al-Hikmah merupakan kemampuan dan ketetapan da‟i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik


(44)

dakwah dengan kondisi objektif mad‟u dan sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam berdakwah; dakwah bi al-mau’idza al-hasanah merupakan kata yang masuk kedalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan kedalam perasaan dengan penuh kelembutan; dakwah al-mujadalah bi-al-lati hiya ahsan merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan.33

Aplikasi metode dakwah tidak cukup mempergunakan metode tradisional saja, melainkan perlu diterapkan penggunaan metode sesuai dengan situasi dan kondisi zaman di era sekarang.34

f. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah adalah mengajak umat manusia kepada jalan yang benar yang diridhoi Allah SWT, agar hidup bahagia dan sejahtera dunia akhirat.

Tujuan ini dimaksudkan untuk memberikan arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah, sebab tanpa tujuan yang jelas seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia. Dengan demikian, tujuan dakwah sebagai bagian dari seluruh aktivitas dakwah sama pentingnya dengan unsur-unsur lainnya. Bahkan lebih dari itu tujuan dakwah

33

M. Munir, S.Ag.,MA, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), cet 2, h.19. 34

Drs. Samsul Munir Amin, M. A.,”Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Amzah, 2009), cet. ke-1, h.14.


(45)

sangat menentukan dan berpengaruh terhadap penggunaan metode dan media dakwah, sasaran dakwah sekaligus strategi dakwah.35

Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan untuk memberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah. Apalagi ditinjau dari segi pendekatan sistem (sistem approach), tujuan dakwah merupakan salah satu unsur dakwah. Di mana antara unsur dakwah yang satu dengan yang lainnya saling membantu, saling mempengaruhi, dan saling berhubungan.36

Dengan demikian tujuan dakwah ssebagai bagian dari seluruh aktivitas dakwah sama pentingnnya dengan unsur-unsur lain, seperti subjek dan objek dakwah, metode dan sebagainya. Bahkan lebih sari itu tujuan dakwah sangat menetukan dan berpengaruh terhadap penggunaan metode dan media dakwah, sasaran dakwah sekaligus strategi dakwah juga berpengaruh olehnya (tujuan dakwah). Ini disebabkan karena tujuan merupakan arah gerak yang hendak dituju seluruh aktivitas dakwah.37

Adapun tujuan dakwah, pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua macam tujuan, yaitu:

1. Tujuan Umum Dakwah ( Mayor Objective)

Tujuan umum dakwah merupakan suatu yang hendak dicapai dalam seluruh aktivitas dakwah. Ini berarti tujuan dakwah yang

35

Drs.Hasanuddin, MA, Manajemen Dakwah, (Jakarta: UIN Jakart Press, 2005), cet I, h.56

36

Asmuni Syukri, Dasar Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas,1983), h.49. 37

Drs. Samsul Munir Amin, M. A., ”Ilmu Dakwah”,(Jakarta: Amzah, 2009), cet. ke-1, h.59.


(46)

masih bersifat umum dan utama, di mana seluruh gerak langkahnya proses dakwah harus ditunjukan dan diarahkan kepadanya.

2. Tujuan Khusus Dakwah (Minor Objective)

Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan dan penjabaran dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan ag ar dalam pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat jelas diketahui ke mana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang hendak dikerjakan , kepada siapa berdakwah, dengan cara apa, bagaimana dan sebagainya secara terperinci. Sehingga tidak terjadi overlapping antar juru dakwah yang satu dengan lainnya hanya masih umumnya tujuan yang hendak dicapai.38

Menurut Toto Tasmara berpendapat bahwa tujuan dakwah adalah untuk menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun masyarakat, sehingga ajaran tersebut mampu memdorong suatu perbuatan yang sesuai dengan agama Islam tersebut.39

Jika dakwah dilihat sebagai sebuah kegiatan komunikasi, maka tujan komunikasi dakwah terbagi menjadi dua:

1. Tujuan dakwah jangka pendek, yaitu untuk memberikan pemahaman tentang Islam kepada masyarakat. Dengan adanya

38

Drs. Samsul Munir Amin, M. A., ”Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Amzah, 2009), cet. ke-1, h. 62.

39

Toto Tasmara, komunikasi Dakwah Islam, cet. ke-1, (Jakarta: Gema Insani Press, 1987), h. 7.


(47)

pemahaman tersebut maka masyarakat akan terhindar dari sikap atau perbuatan yang tidak terpuji.

2. Tujuan dakwah jangka panjang, yaitu untuk mengadakan perubahan sikap pada masyarakat. Sikap yang dimaksud adalah perilaku-perilaku yang terpuji bagi masyarakat yang tergolong kepada hal-hal yang negatif dan mengganggu ketentraman masyarakat.40

g. Etika Dakwah

Etika berhubungan dengan soal baik atau buruk, benar atau salah. Baik dan buruk berhubungan dengan kemanusiaan dan sering dikaitkan dengan perasaan dan tujuan seseorang, tidak berlaku umum dan merata. Seorang yang menganggap suatu perbuatan itu baik, belum tentu dianggap baik pula oleh pandangan orang lain, tergantung pada adat kebiasaan yang dipakai oleh tiap-tiap kelompok. Meskipun demikian, etika berlainan pula dengan adat, karena adat hanya memandang lahir, melihat tindakan yang di lakukan, sedangkan rtika lebih memperhatikan hati dan jiwa orang yang melakukannya, dengan maksud apa ia dilakukan. Seorang yang membungkukkan badannya ketika berlalu di hadapan orang tua-tua, telah diangap mematuhi suruhan adat, telah mematuhi adat, tetapi belum tentu etis, tergantung kepada maksud apa ia membungkukkan badan.41

40

M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, h. 7.

41


(48)

Ada yang mengatakan bahwa etika itu digerakkan dari luar, dari lingkungan manusia. Perundang-undangan, adat, dan tekanan-tekanan itu, dengan demikian terbentuklah Ethika Heteronom (dari heteros berarti “bergantung” dan nomos berarti “undang-undang”. Tetapi segala tindakan itu masih karena luar. Orang tidak mencuri hanya karena takut di hukum undang-undang, sebenarnya orang itu masih belum bernama etis. Sebab itu ada orang yang berpendapat Ethika Otonom (autos berarti “sendiri”), harus berpangkal dari diri sendiri, tidak mau mencuri karena memang mencuri itu buruk dan dirasakan tidak pantas.

Demikian simpang siurnya pendapat orang tentang etika. Orang menggali dan menggali, tetapi satu hal yang sudah jelas bahwa orang memerlukan etika bukan saja karena tuntutan alam sekitarnya. Tetapi juga untuk kepuasan dan kebahagiaan dirinya sendiri. Suatu yang melanggar etika, bukan saja perlu tidak dikerjakan, tetapi juga harus benar-benar hati merasa jijik mendekatinya dan melihat orang lain mengerjakannya. Dalam hubungannya dengan dakwah, akan kita catatkan beberapa hal yang peru di perhatikan, yaitu: Berlaku Sopan dan Jujur.


(49)

39

BIOGRAFI K. H. MUHAMMAD MUHAJIRIN AMSHAR ADDARI

A. Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary

Anak dari pasangan H. Amsar dan Hj. Zuhriah yaitu KH. Muhajirin yang akrab di panggil oleh masyarakat mempunyai nama lengkap KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary yang dilahirkan di Jakarta tepatnya di kampung baru cakung pada 10 November 1921 M. Beliau wafat pada tanggal 31 Januari 2003 di Bekasi dan meinggalkan seorang istri yaitu Hj. Hannah Abdurrahman dan delapan putra-putrinya. Nama putra-putri KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary yaitu anak pertama Hj. Faiqoh Muhajirin, anak kedua H. Muhammad Ihsan Muhajirin, anak ketiga H. Ahmad Zufar Muhajirin (Almarhum), keempat Hj. Badi‟ah Muhajirin, kelima Hj. Farhah Muhajirin, keenam Hj. Rufaida Muhanjirin, ketujuh H.Dhiya Al Maqdisi Muhadjirin dan kedelapan H.Muhammad Aiz Muhadjirin.1

Sosok KH. Muhammad Muhajirin dalam keluarga merupakan sosok orangtua yang sangat bersahaja. Dalam kehidupan sehari-hari tidak nampak kemewahan yang terlihat baik dari segi penampilan fisik maupun hal-hal lain yang berbeda disekitarnya. Kebersahajaan KH. Muhammad Muhajirin sesungguhnya telah muncul sejak masa mudanya saat beliau masih menuntut ilmu diberbagai tempat di wilayah Jakarta, Banten, bahkan sekembalinya dari

1


(50)

Mekkah. Demikian pula halnya saat beliau telah berkeluarga sikapbersahaja itu tetap melekat dari dalam diri KH. Muhammad Muhajirin. Kisah perjalanan hidup yang berliku-liku bahkan pahit saat masih muda dan di awal perkawinannya telah menjadikan sosok KH. Muhammad Muhajirin menjadi pribadi yang sangat bersahaja bahkan terkesan ”Slebor” dalam berpakaian untuk ukuran seorang ulama yang telah diakui eksistensinya tidak hanya di dalam negri bahkan di luar negri. Jarang sekali KH. Muhammad Muhajirin memakai pakaian-pakaian yang saat ini justru gemar dipertontonkan oleh kebanyakan masyarakat yang justru objektif belum saatnya menggunakannya. Namun dengan kesederhanaan dan kebersahajaan itulah menjadi ”daya tarik” serta kekhasan dari sosok KH. Muhammad Muhajirin.2

Dalam keluarga, KH. Muhammad Muhajirin merupakan pribadi yang sangat demokratis terhadap anak-anaknya meskipun rambu-rambu kehidupan Islami tetap tegas diberlakukan. Demokratisasi ini dapat terlihat dari kebebasan yang diberikan terhadap anak-anaknya, khususnya anak laki-laki dalam menentukan masa depannya masing-masing. Tidak ada pemaksaan kehendak dalam menentukan pendidikan yang akan ditempuh setelah tingkat Aliyah. Tidak ada satu pun anak laki-laki dari KH. Muhammad Muhajirin yang menempuh pendidikan agama di perguruan tinggi agama seperti IAIN. Semuanya justru dibiarkan memilih berdasarkan minatnya, seperti sastra inggris, ilmu politik serta ilmu hukum. Kebebasan yang tiada batas, karena semua anak laki-laki diwajibkan untuk mengikuti pengajian di pondok pesantren yang berada langsung di bawah pengawasannya. Seperti selesai

2


(51)

sholat magrib dan subuh semuanya anak laki-laki diperintahkan dan difasilitasi untuk mengikuti pengajian, baik ilmu tafsir, hadits, usul fiqh, tauhid dan lain nya.

Berbeda sikap KH. Muhammad Muhajirin terhadap anak perempuannya, dimana seluruhnya diharuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke Majma Al- Marhala Al- Ulya. Sikap yang terkesan ”kaku” dan ”memaksa” tersebut mungkin hanya dapat dirasakan manfaatnya oleh para anak perempuan beliau dimasa sekarang setelah bertahun-tahun pertanyaan serta ketidakpuasan dalam diri masing-masing anak perempuan tersebut dipendam.

Pendidikan agama KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary dimuali dari lingkungan keluarga. Membaca Al-Qur‟an merupakan kemampuan dasar yang pertama kali dipelajarinya, sehingga pada saat telah khatam Al-Qur‟an maka pihak keluarga melakukan tasyakuran dengan mengundang ulama serta masyarakat setempat. Selesai Khataman Al-Qur‟an KH. Muhammad Muhajirin muda dititipkan kepada para mu’allim (guru) untuk belajar berbagi ilmu agama. Diantara para mu‟allim tersebut adalah guru Asmat, H. Mukhoyyar, H. Ahmad, KH. Hasbialloh, H.Anwar, H. Hasan Murtaha, Syekh Muhammad Thohir,Syekh Ahmad bin Muhammad, KH. Sholeh Makmun, Syekh Abdul Majid, Sayyid Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi. Semua mu‟allim yang didatangi oleh KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary tersebut bertempat di wilayah Jakarta dan Banten.3

3


(52)

Saat menuntut ilmu dari para mu‟allim di Jakarta KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary melakukan perjalanan dengan bersepeda dari Kampung Baru menuju tempat para gurunya. Halangan dan rintangan seolah tidak dapat menghalangi niat dan semangat KH. Muhammad Muhajirin untuk selalu bisa hadir ke majelis-majelis para gurunya. Dalam sebuah pengakuan KH. Muhammad Muhajirin, pernah suatu ketika pada saat hendak menyebrangi sungai (kali) Cipinang, perahu yang ditumpangi untuk menyebrang dihadang oleh seekor buaya. Namun dengan kebesaran hati dan kemantapan tekat, rintangan tersebut tidak membuat nyali KH. Muhammad Muhajirin menjadi lemah untuk selalu hadir di majelis gurunya, yakni Syekh Muhammad Thohir (Guru Mat Thohir). Syekh Muhammad Thohir merupakan menantu dari Syekh Marzuki (Guru Marzuki) ulma kharismatik yang memiliki banyak murid dan pengikut. Syekh Muhammad Thohir dan Syekh Marzuki merupakan dua guru diantara guru-gurunya KH. Muhammad Muhajirin di Jakarta yang banyak mempengaruhi konsep dan pola pemikiran dalam memahami ilmu-ilmu agama. Hal ini dapat diketahui dengan seringanya kedua nama tersebut dijadikan rujukan oleh KH. Muhammad Muhajirin saat memberikan penjelasan kepada murid-muridnya. Guru lainya yang kerapkali disebut delam penjelasan ta‟lim KH. Muhhammad Muhajirin adalah Syekh Abdul Majid (Guru Majid) Pekojan.4

Dalam memahami teknik serta hukum membaca Al-Qur‟an, KH. Muhammad Muhajirin belajar kepada KH. Sholeh Muakmun Banten.

4


(53)

Menurut Pengakuannya, meskipun KH. Muhammad Muhajirin telah mampu membaca Al-Qur‟an dengan baik, namun dihadapan KH. Sholeh Makmun, bacaannya dianggap masih belum sempurna sehingga harus diulang-ulang dan disempurnakan. Bahkan untuk menyelesaikan surat Al- Fatihah saja membutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk menyempurnakan teknik serta ”makhroj” nya. Selama beberapa bulan, KH. Muhammad Muhajirin belajar kepada KH. Sholeh Makmun tentang ilmu membaca Al-Qur‟an dan tekhnik 7 cara baca Al-Qur‟an (Qiraat Sab’ah). Menurut pengakuannya, karena kurang memiliki suara yang memadai, KH. Muhammad Muhajirin hanya sekedar mengetahui dan memahami berbagai macam tekhnik membaca Al-Qur‟an dan tidak melanjutkan untuk menjadi ”Qoori”5.

Ilmu Falak (Astronomi) yang menjadi salah satu ilmu yang dikuasai oleh KH. Muhammad Muhajirin, pada awalnya berguru kepada Syekh Ahmad bin Muhammad, salah seorang murid dari Syekh Mansyur al- Falaky. Ilmu yang menuntut kecekatan mata dan kemampuan berhitung yang baik sesungguhnya telah lama menjadi daya tarik bagi KH. Muhammad Muhajirin. Beberapa waktu kemudian, KH. Muhammad Muhajirin pun belajar ilmu falak kepada Syekh Mansyur bin Abdul al Falaky. Sejak menguasai ilmu falak, KH. Muhammad Muhajirin telah melakukan praktek melihat awal bulan

(Ru’yat Al- Hilal) di kampung halamannya, Kampung Baru. Wilayah yang

saat itu sangat strategis untuk menantikan munculnya bulan (Hilal). Posisi di pematang sawah merupakan posisi tempat dan strategis yang ditemukan oleh

5 Keluarga Besar Syekh KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary, “

Sejarah Singkat dan Sisi Lain Kehidupan Syeikh Muhammad Muhajirin Amsar Addary” (Bekasi: Pondok Pesantren Annida Al Islam , 2012), h. 3-5


(54)

KH. Muhammad Muhajirin setelah sebelumnya beberapa kali tidak berhasil melihat bulan (Hilal) karena posisi yang tidak tepat. Pelaksanaan ru’yat al hilal di Kampung Baru dimulai sejak tahun 1936 yang dipimpin oleh KH. Muhammad Muhajirin. Mulai tahun 1947 pelaksanaan ru’yat al hilal diteruskan oleh murid-murid beliau yang tidak lain merupakan adik-adik sepupunya, yaitu KH. Abdul Hamid, KH. Abdul Halim, KH. Abdullah Azhari, KH. Adbul Salam. Hal ini disebabkan KH. Muhammad Muhajirin telah memutuskan untuk berangkat ke Mekkah guna menuntut ilmu. Pada awalnya pelaksanaan ru’yat al hilal di Kampung Baru hanya dilaksanakan sebanyak 6 kali setiap tahunya, mulai bulan Rajab hingga Dzulhijjah. Namun apabila dianggap perlu pelaksanaan ru’yat al hilal pernah dilakukan setiap bulannya selama 7 tahun berturut-turut6.

Pendidikan Syeikh Muhammad Muhadjirin Amsar Addary secara umum beliau belajar dari berpuluh-puluh guru dengan berbagai disiplin ilmu, baik semasa di Indonesia maupun ketika berada di Mekkah (tersusun dalam lampiran khusus).7

Pendidikan formal : Daarul „Ulum Mekkah Adapun guru-guru beliau dalam Ilmu Falak ialah :

1. Guru Muhammad Manshur bin Abdul Hamid

2. Salah satu murid Guru Muhammad Manshur bin Abdul Hamid (yang kami tidak ketahui namanya)

6

Maruf, Amin. Rukyat Untuk Penentuan Awal dan Akhir Ramadhan Menurut Pandangan Syariat dan Sorotan IPTEK, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).

7

Wawancara langsung kepada bapak Muhammad Yusuf selaku murid KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary saat ini menjadi guru di MA Annida Al-Islamy Bekasi Timur.


(55)

3. Guru Abdul Majid

4. Syeikh Muhammad Yasin Al Falaki

5. Beberapa ulama di tanah suci Mekkah yang tidak disebutkan namanya

Kitab-kitab Ilmu Falak yang dipelajari antara lain ialah : 1. Matan Washilah Al Thullab

2. Risalah Rub‟ul Mujayyab 3. Risalah Mulakhos

4. Sulam Al Niroin 5. Ijtima dan Gerhana8.

Perjalanan Pelaksanaan Ru‟yah Dari Waktu ke Waktu, Pelaksanaan ru‟yah di Cakung dimulai sejak tahun 1936 yang dipimpin oleh Syeikh Muhammad Muhajirin Amsar. Mulai tahun 1947 pelaksanaan ru‟yah diteruskan oleh murid-murid beliau yang tidak lain merupakan adik-adik sepupu, yaitu KH. Abdul Hamid, KH. Abdul Halim, KH. Abdullah Azhari, KH. Abdul Salam. Hal ini disebabkan Syeikh Muhammad Muhajirin Amsar telah memutuskan untuk berdiam di Mekkah guna menuntut ilmu. Pada awalnya pelaksanaan ru‟yah di Cakung hanya dilaksanakan sebanyak 6 kali setiap tahhunnya, mulai bulan Rajab hingga Dzulhijjah. Namun apabila dianggap perlu pelaksanaan ru‟yah pernah dilakukan setiap bulannya selama 7 tahun berturut-turut. Pada tahun 1950, penerus Syeik Muhammad Muhajirin, yakni KH. Abdul Hamid, KH. Abdullah Azhari, dan KH. Abdul Salam

8


(56)

berhasil melihat Hilal awal bulan Syawal dengan ketinggian 2 derajat. Hasil ru‟ya tersebutdisyahkan oleh Pengadilan Agama Bekasi untuk “diitsbat” setelah terlebih dulu dilakukan pemeriksaan terhadap ke 3 peru‟yah tersebut. Pada tahun 1958, KH. Abdul Hamid, KH. Abdul Halim, dan KH. Abdul Salam berhasil melihat Hilal awal bulan Dzulhijjah pada ketinggian 2,25 derajat. Hasil ru‟yah tersebut disyahkan oleh Pengadilan Agama Jawa Barat. Berdasarkan hal tersebut KH. Zuber memasukan kejadian tersebut ke dalam buku karangannya yang berjudul “Al Khulashah Al Wafiyah”. Pada tahun 1960, KH. Abdul Hamid dan kawan-kawan dengan dilaksanakan oleh KH. Hasbiallah dan KH. Sobri yang merupakan utusandari Pengadilan Agama Jawa Barat serta KH. Asli Junaidi, berhasil melihat hilal dengan ketinggian 4 derajat. Pada saat itu terjadi kejadian yang luar biasa, dimana terjadi perubahan cuaca yang sangat cepat dari mendung tiba-tiba menjadi terang sehingga ru‟yah dapat dilakukan.

Pada tahhun 1991, delegasi ulama Malaysia yang terdiri dari ahli Fiqih dan ahli Hisab yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. Abdul Hamid Abdul Majid berkunjung ke Indonesia untuk memperoleh penjelasan tentang pelaksanaan ru‟yah hilal di indonesia. Pengadilan Agama Bekasi Memfasilitasi pertemuan antara delegasi Malaysia tersebut dengan ulama Jakarta Timur dan Bekasi, bertempat di Masjid Al Makmur, Klender. Menurut delegasi Malaysia tersebut, selama ini dalam menetapkan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha mereka selalu mengikuti Mekkah. Di Malaysia sendiri sebenarnya ada 28 lokasi ru‟yah, namun baru berhasil 2 kali dengan


(57)

ketinggian 8 derajat. Setelah berakhirnya pertemuan tersebut, pimpinan delegasi Malaysia tersebut menyatakan untuk mengikuti Indonesia dalam menetapkan awal Ramadhan, syawal dan 10 dzulhijjah.9 Dalam kitab Misbah Al Zhulham Syarah Bulugh Al Maram, karangan Syeikh Muhammad Muhajirin Amsar Addary, juz ke 3 halaman 187 dan 188 dikatakan bahwa : Hilal mungkin saja terlihat tanpa harus mencapai ketinggian 7 derajat atau lebih. Hal ini pernah terjadi di Mekkah saat beliau berada di kota tersebut. Saat ini pelaksanaan ruyah hilal masih terus berlanjut sesuai dengan pedoman serta petunjuk yang telah diajarkan oleh Syeikh Muhammad Muhajirin Amsar Addary. Diantaranya penerusnya adalah KH. Ahmad Syafi‟i, Lc putra KH. Abdul Hamid serta salah seorang koleganya yang bernama KH. Yazid. Saat ini mereka berdua tetap aktif melakukan ru‟yah hilal serta membimbing murid-muridnya di Cakung Jakarta Timur.

B. Karya-karya K.H. Muhammad Muhajirin Amsar Addary

KH. Muhammad Muhajirin adalah ulama produktif yang telah menghasilkan berbagai karya dalam berbagai disiplin ilmu. Tercatat 34 karangan dalam bahasa Arab yang telah dihasilkan oleh KH. Muhammad Muhajirin Amsar Addary. Dalam bidang Lugoh (6 kitab), balagoh (2 kitab), tauhid (2 kitab),usul fiqh (7 kitab), ushul hadits (3 kitab), mantiq (2 kitab), faraidh (1 kitab), tarikh (4 kitab) qowaidh fiqh (1 kitab), usul tafsir (2 kitab), adab al bahas (1 kitab), wadho (1 kitab), fiqh hadits (1 kitab),

9

Ma‟ruf Amin. Rukyatul Untuk Awal dan Akhir Ramadhan Menurut Pandangan Syariat dan Sorotan IPTEK. (Jakarta: Gema Insani Press. 1995). h. 76-78.


(58)

tasawuf (1 kitab).10 Karya-karya K.H. Muhammad Muhajirin Amsar Addary

yang telah dipelajari oleh para santri di sekolah Annida Al-Islamy Bekasi Timur dan pada murid-murid yang telah lulus dan membuka cabang sekolah Annida Al-Islamy. Banyak karya-karya beliau yang sudah dikenal oleh pada alim ulama Bekasi dan sekitarnya. Dan nama-nama karya-karya beliau yang masih dipelajari oleh ara santri di sekolah maupun di pesantren Annida Al-Islamy bekasi Timur. Salah satu karya K.H. Muhammad Muhajirin Amsar Addary yaitu:

Misbah Al Zhulam Fi Syarhi Al Bulugh Al Maram, 8 jilid (fiqih hadits),

Idhoh Al Maurud, 2 jilid (ushul fiqih), Muhammad Rasulullah (Tarikh),

Mirah Amuslim Fi Siroh Khulafa (Tarikh), Al Muntakhab Min Tarikh Daulah Umayah (Hadits), Qowaid Al Khoms Al Bahiyyah (qowaid fiqih),

Al istidzar (mustholah hadits/ushul hadits), Ta’liqot Ala Matini Al

Jauharoh 2 jilid (tauhid), Muhtaroh Al Balaghah 2 jilid (balaghah),

Qowaid Al Nahwiyah 2 jilid (nahwu/tata bahasa Arab), Al Qoul Al Hatsis Fi Mustholah Al Hadits (usul fiqih), Taysir Al Ushul I Ilmi Al Ushul

(ushul fiqih), Qowaid Al Mantiq 2 jilid (mantiq), Muthalaah Mahfudzot,

Takhrij Al Furu’ Ala Al Ushul, Tathbiq Al Ayat Bi Al Hadits, Tasawwuf,

dan Faroid. Selain itu adalah mushaf yang belum sempat dicetak.

C. Aktivitas Dakwah KH. Muhammad Muhajirin Amshar Addary

Kegiatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya tidak dilakukan secara terus menerus. Penyelenggara keitan itu sendiri bisa

10

Sejarah Singkat Perjalanan Hidup Syekh Muhammad Muhajirin Amsar Addary Allah Yarham, (Bekasi: Pesantren Annida Al-Islamy, 2007). h. 21.


(59)

merupakan badan, instansi pemerintah, organisasi, orang pribadi, lembaga, dll.

KH. Muhammad Muhajirin adalah ulama yang sangat menghargai keberagaman pendapat dalam memahami ajaran serta nilai Islam yang telah berkembang sejak beberapa abad lalu. Penghargaan atas keberagaman pendapat terhadap ajaran serta nilai Islam terulang dalam karangan KH. Muhammad Muhajirin “mazhab” tidak serta merta menjadikan KH. Muhammad Muhajirin menjadi “fanatik buta” terhadap salah satu mazhab. Keteguhan hati KH. Muhammad Muhajirin atas penghargaannya terhadap keberagaman pendapat menunjukan luasnya cara berfikir KH. Muhammad Muhajirin. “Pertikaian” ormas NU dan Muhammadiyah di awal tahun 1950 an tidak membuat KH. Muhammad Muhajirin terjebak ke dalamnya. Sikap tidak memihak inilah yang terkadang diartikan oleh sebagian masyarakat yang tidak mengerti untuk memberikan lebel “Wahabi, anti habib” dan lain-lain. Contoh kongkrit terkait dengan hal tersebut adalah pada saat KH. Muhammad Muhajirin ditanyai oleh salah satu muridnya, “pak Kyai.. Islamnya NU atau Muhammadiyah”? serta merta KH. Muhammad Muhajirin menjawab, “... Islam saya adalah Islam Laa illaha illAllah wa Muhammad

Rasulullah”. Meskipun demikian dalam amalan ibadah kesehariannya, KH.

Muhammad Muhajirin sangat kental dengan pemahaman Ahlussunnah wal jama‟ah (Aswaja).11

11


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)