PENGARUH HARGA RELATIF, NILAI TUKAR DAN INVESTASI TERHADAP EKSPOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL DI JAWA BARAT PERIODE 1984 – 2010.

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agus Widarjono. 2005. Ekonometrika, Teori dan Aplikasi. Ekonisia. Yogyakarta. Agasha,Nimrod. (2006). “ Determinant of Export Growth Rate in Uganda 1987 – 2006”. Uganda Revenue Authority, Research and Planning, Kampala, Uganda.24pgs.Tersedia : nagasha@ura.go.ug.

Badan Pusat Statistik. 2011. Indikator Ekonomi Jawa Barat. BPS. Tidak diterbitkan.

___________________. 2009. Indikator Ekonomi Jawa Barat. BPS. Tidak diterbitkan.

___________________. 1997. Jawa Barat Dalam Angka. BPS. Tidak diterbitkan. ___________________. 1988. Jawa Barat Dalam Angka. BPS. Tidak diterbitkan. Boediono. 2001. Ekonomi Internasional (edisi 1). BPFE UGM : Yogyakarta. Cristian Kaengke. (2005). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor

Kopi Robusta Indonesia Pada Tahun 1971-2001. Skripsi Unpad. Tidak diterbitkan.

Datin.(2006).”Ekspor Tekstil ditargetkan 1,3 Milyar Dollar AS”.(Online). Tersedia :

http://www.disperindag-jabar.go.id/?pilih=lihat&id=1849.(Rabu,20 Desember 2006).

_____.(2006).”Ekspor tekstil Bisa Capai Kondisi Terburuk”. (Online). Tersedia : http://disperindag.jabarprov.go.id/?pilih=lihat&id=1111.(Kamis 2 Maret 2006).

Dewi Astuti. “Perang Kurs Ancam Ekspor RI”. (online). Tersedia :

http://dewiastuti@bisnis.co.id.

Dornbusch, Rudiger dan Fischer, Stanley. 1997. Makroekonomi Edisi Keempat. Erlangga : Jakarta.

Egismy. ”Bagian II: Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia”. (Online). Tersedia : http://egismy.wordpress.com/2008/04/18/bagian-ii-industri-tekstil-dan-produk-tekstil-tpt-indonesia/.(18 April 2008).


(2)

Hendra Halwani. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi ekonomi (edisi Kedua). Ghalia : Bogor.

Gujarati, Damodar. 2001. Ekonometrika Dasar. Erlangga : Jakarta. _______________. 1995. Ekonometrika Dasar. Erlangga : Jakarat. Hamdy Hady. 2001. Ekonomi Internasional. Ghalia : Jakarta.

Herviani Ayuditya Ningrum. (2007). Pengaruh Investasi, Nilai Tukar dan Harga Relatif Ekspor terhadap Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia Periode 1983-2003. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

Krugman, Paul R. 1995. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan edisi kedua. Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Kusnendi. 2002. Seri Kuliah Teoritika Ekonomi Teori Makroekonomi II Model Keynesian III. Modul Pada Program Pendidikan Ekonomi Koperasi UPI. Tidak diterbitkan.

________. 2002. Seri Kuliah Teoritika Ekonomi Teori Makroekonomi 1 Model Fluktuasi Ekonomi Jangka Pendek. Modul Pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Koperasi UPI. Tidak diterbitkan.

Mafizur Rahman, Mohammad.(2010).”The Factors Affecting Bangladesh’s Exports: Evidence from The Grafity Model Analys”. The Journal of Developing Area. Nashville: Fall 2010.vol.44, lss. 1;pg.229,16 pgs. Tersedia : www.proquest.com

Mankiw, N Greory. 2004.Teori Makroekonomi. Erlangga : Jakarta. Mohammad Nazir. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta. Muana Nanga. 2001. Makroekonomi. Erlangga : Jakarta.

M.Fauzi. (1996). Analisis Ekspor Komoditas Kopi Sumsel di Pasar Internasional. Tesis Unpad. Tidak diterbitkan.

Nur Alfiyah. “ BI Luncurkan Depositi Valas” (Online) Tersedia :

http://www.tempo.co/read/news/2012/05/29/087406982/BI-Luncurkan-Deposito-Valuta-Asing.(29 Mei 2012).


(3)

Nurdin Nawawi. (2008). Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke Jepang Periode 1984 – 2006. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

Pass, Chistopher and Lowes, Bryan. (1994). Kamus Lengkap Ekonomi I. Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.

Permatasari.(2011).”Pengusaha Tekstil Jabar Curhat dengan Mendag”. (Online). Tersedia :

http://economy.okezone.com/read/2011/02/12/20/424182/pengusaha- tekstil-jabar-curhat-dengan-mendag. (Sabtu, 12 Februari 2011).

Roberto Purba.(2010).”Jabar Ingin Jadi Pusat TPT Nasional”.(Online).Tersedia: http://bisnis-jabar.com/index.php/2010/09/jabar-ingin-jadi-pusat-tpt-nasional/.(16 September 2010).

Sadono Sukirno. 2002. Ekonomi Makro. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Salvator, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional (edisi kelima, Jilid 1). Erlangga : Jakarta.

________________. 1996. Ekonomi Internasional (edisi keempat, jilid I). Erlangga: Jakarta

Samuelson, Paul A. Dan Nordhaus, William D. (1999). Makroekonomi. Edisi keempatbelas. Jakarta : Erlangga

_______________________________________. (1995). Makroekonomi. Jakarta : Erlangga

Sandra Karina.(2011).”Lonjakan Harga Kapas Bakal Hambat Industri Tekstil”. (Online).tersedia :

http://economy.okezone.com/read/2011/07/31/320/486411/lonjakan-harga-kapas-bakal-hambat-industri-tekstil.(31 Juli 2011).

Santi Aryanti. (2010). Analisis Faktor – Faktor Yang mempengaruhi Daya saing Ekspor Pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia Periode Tahun 1989-2008. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

Tulus Tambunan. 2001. Perdagangan Internasional dan neraca pembayaran teori dan temuan empiris. Jakarta : PT.Pustaka LP3S.

______________. 2004. Perdagangan Internasional dan neraca pembayaran teori dan temuan empiris. PT.Pustaka LP3S : Jakarta.


(4)

Tri Wibowo dan Hidayat Amir..”Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar”. (Online).Tersedia :

http://mashidayat.files.wordpress.com/2007/12/02-faktor-yang-mempengaruhi-nilai-tukar-kek-des-2005.pdf.(2 Desember 2010).

Yulia Sari. “Saatnya Pemerintah Membuat Kebijakan Melindungi Industri TPT”.

(Online). Tersedia :

http://www.akatiga.org/index.php/artikeldanopini/lainnya/73-kebijakantpt ---Wikipedia Jawa Barat.(Online). Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Barat

---“Target Ekspor TPT Jabar Bakal direvisi”. (Online).tersedia : http://www.sucofindo.co.id/?menuid=15&pubid=797.


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi dan komunikasi sangat penting, yang dapat menyebabkan terjadinya penipisan batas-batas antar negara ataupun antar daerah di suatu wilayah.

Proses globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan di dalam perekonomian dunia, yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam laju yang semakin pesat, mengikuti kemajuan teknologi yang juga prosesnya semakin cepat. Perkembangan ini telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan juga mempertajam persaingan antar negara, tidak hanya dalam perdagangan internasional tetapi juga dalam kegiatan investasi, finansial dan produksi. Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara.

Semakin menipisnya batas-batas kegiatan ekonomi secara nasional maupun regional disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah komunikasi dan transportasi yang semakin canggih dan murah, lalu lintas devisa yang semakin bebas, ekonomi negara yang semakin terbuka, penggunaan secara penuh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap negara, metode


(6)

produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang semakin efisien, dan semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di hampir seantero dunia. Selain itu, penyebab-penyebab lainnya adalah semakin banyaknya industri yang bersifat footloose akibat kemajuan teknologi (yang mengurangi pemakaian sumber daya alam), semakin tingginya pendapatan rata-rata per kapita, semakin majunya tingkat pendidikan mayarakat dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi di semua bidang, dan semakin banyaknya jumlah penduduk dunia.

Dampak nyata dari globalisasi terhadap perekonomian Indonesia adalah terutama pada dua area yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, yakni produksi dalam negeri dan perdagangan luar negeri. Globalisasi yang didorong oleh era perdagangan bebas dan liberalisasi pasar finansial dunia bisa berpengaruh negatif atau positif terhadap produksi dalam negeri. Pengaruh negatif bisa disebabkan oleh barang impor yang semakin menguasai pasar domestik sehingga mematikan produksi dalam negeri atau menurunkan ekspor Indonesia karena daya saingnya rendah. Turunnya ekspor bisa berdampak negatif terhadap produksi dalam negeri jika sebagian besar dari barang-barang yang dibuat di dalam negeri untuk tujuan ekspor, atau karena kurangnya dana untuk membiayai proses produksi yang disebabkan oleh berkurangnya devisa dari hasil ekspor. Sebaliknya, jika Indonesia mempunyai daya saing yang baik, maka liberalisasi perdagangan dunia membuka peluang yang besar bagi ekspor Indonesia, yang berarti ekspor meningkat dan selanjutnya mendorong pertumbuhan dan memperluas diversifikasi produksi di dalam negeri .


(7)

Bagi banyak negara, perdagangan internasional khususnya ekspor berperan sebagai motor penggerak perekonomian nasional, ekspor dapat menghasilkan devisa, selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai impor dan pembangunan sektor-sektor ekonomi di dalam negeri (Tambunan, 2001: 02).

Sebagai pelantara terjadinya hubungan internasional ekspor merupakan salah satu kegiatan pertukaran barang dan jasa dari satu atau beberapa Negara. Di Indonesia ekspor ini terbagi dalam dua golongan yaitu ekspor migas dan non-migas. Pada periode tahun 1980-an peran migas sangat dominan kontribusinya terhadap devisa Negara, penerimaan besar ini diperoleh dari adanya peristiwa oil-boom, sehingga peran migas sangat tinggi dibanding dengan non-migas.

Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil devisa. Hal tersebut dilakukan selain karena Indonesia kaya akan minyak bumi dan gas alam juga didukung oleh terjadinya pasang naik harga minyak bumi di pasar dunia (oil boom) yang terjadi pada tahun 1970-an sampai pada awal tahun 1980-an. Dengan adanya pasang naik harga minyak menjadikan negara pengekspor minyak termasuk Indonesia mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan keuntungan tersebut digunakan sebagai sumber dana paling utama bagi Indonesia di dalam membiayai pelaksanaan pembangunan.

Namun, pasang naik harga minyak di pasar dunia hanya berlangsung sampai awal 1980-an. Ketika harga minyak anjlok pada tahun 1982, ekspor total Indonesia mengalami penurunan, Indonesia mengalami masalah neraca pembayaran dan masalah fiskal yang serius sebagai akibat menurunnya


(8)

penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi. Oleh sebab itu, pemerintah berusaha mengatasi permasalahan tersebut dengan menyusun langkah penyesuaian ekonomi dan perombakan kebijakan untuk menata kembali struktur perekonomian agar berkurang ketergantungannya terhadap minyak bumi sebagai sumber pendapatan pemerintah.

Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah pada saat itu ialah dengan menggalakan sektor non migas, terutama sektor industri pengolahan (manufaktur). Sektor non migas diharapkan sebagai sektor yang mampu mengantikan peran sektor migas. Akan tetapi, industri pengolahan yang berkembang pada saat itu tidak berorientasi keluar (ekspor) tetapi lebih berorientasi ke dalam (subtitusi impor) artinya hasil industri hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan domestik atau dalam negeri saja.

Untuk mendorong sektor industri pengolahan agar terus berkembang, maka pemerintah mengalihkan kebijakannya yaitu dari kebijakan subtitusi impor menjadi kebijakan penggalakan ekspor (export promotion). Kemudian, memperbaiki kebijakan perdagangan dengan memberlakukan pembatasan impor untuk para eksportir dan kebijakan yang berkaitan dengan kurs mata uang sehingga pada gilirannya kebijakan ini menuntun kearah kenaikan ekspor non migas terutama ekspor industri pengolahan sejak tahun 1987. Akibat dari kenaikan ekspor yang dialami Indonesia ini, maka untuk pertama kalinya dalam sejarah ekonomi modernnya, Indonesia mulai mengalami perluasan ekspor produksi yang sangat beragam.


(9)

Sampai pada perkembangannya saat ini, industri pengolahan yang berkembang di Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata mengingat kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai hampir 30%, disamping itu sektor ini juga merupakan penyumbang devisa terbesar bagi negara (Republika. 27 November 2010).

Berikut ini adalah tabel mengenai kontribusi beberapa sektor/ lapangan usaha terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia :

Tabel 1.1

Kontribusi Beberapa Sektor / Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia

Tahun 1993 dan 2010 (dalam persen)

No Sektor / Lapangan Usaha Tahun

1993 2010

1 Pertanian 17,81 16,57

2 Pertambangan 9,53 10,97

3 Industri pengolahan 22,30 26,33

4 Listrik, gas, air bersih 1,00 2,85

5 Konstruksi 6,83 4,74

6 Perdagangan, hotel dan restaurant 16,72 16,08 7 Pengangkutan dan komunikasi 7,00 7,15

8 Keuangan dan persewaan 8,51 5,53

9 Jasa-jasa 10,30 9,78

PDB 100,00 100,00

Sumber : BPS, Pendapatan Nasional Indonesia, 1993 dan 2010

Berdasarkan tabel 1.1 tersebut menunjukkan bahwa kontribusi industri pengolahan terhadap PDB masih tetap tinggi. Bahkan pada tahun 2010 sebesar 26,33% dari keseluruhan produksi barang dan jasa berasal dari sektor industri pengolahan menjadi andalan utama bagi pertumbuhan ekonomi sekaligus menjadi penggerak kemajuan pada industri pengolahan di Indonesia termasuk di Jawa Barat.


(10)

Hal yang sama juga dapat dilihat pada kontribusi PDRB Jawa Barat terhadap pertumbuhan ekonominya, dimana sektor industri pengolahan merupakan andalan utama bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat.

Berikut ini adalah tabel mengenai kontribusi beberapa sektor/ lapangan usaha terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat :

Tabel 1.2

Kontribusi Beberapa Sektor / Lapangan Usaha Terhadap PDRB Jawa Barat

Tahun 1993 dan 2010 (dalam persen)

No Sektor / Lapangan Usaha Tahun

1993 2010

1 Pertanian 14,20 13,85

2 Pertambangan 10,57 12,45

3 Industri pengolahan 22,30 27,33

4 Listrik, gas, air bersih 3,00 3,10

5 Konstruksi 3,23 4,75

6 Perdagangan, hotel dan restaurant 11,50 12,08 7 Pengangkutan dan komunikasi 7,60 8,15

8 Keuangan dan persewaan 9,51 7,53

9 Jasa-jasa 18,22 10,76

PDB 100,00 100,00

Sumber : BPS,Jawa Barat dalam Angka, 1993 dan 2010

Berdasarkan tabel 1.2 tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 1993 kontribusi industri pengolahan adalah yang paling tinggi yakni sebesar 23,30% disusul sektor jasa - jasa 18,22% dan sektor pertanian 14,20%. Bahkan pada tahun 2010 pun sektor industri pengolahan ini tetap menjadi unggulan dalam kontribusinya terhadap PDRB di Jawa Barat dengan nilai persentasi sebesar 27,33% .

Selama ini, Jawa Barat dikenal sebagai salah satu penggerak industri dan pemasok utama beragam produk ke ibu kota dan berbagai daerah. Hal ini tidak terlepas dari peranan subsektor industri-industri unggulan ekspor yang dalam


(11)

waktu lama telah dikenal dan diakui memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) khususnya dalam bentuk tenaga kerja yang murah. Adapun beberapa komoditas unggulan tersebut terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.3

Perkembangan Ekspor Komoditas Unggulan Hasil Industri di Jawa Barat Tahun 2007-2010

(dalam juta dollar)

No Jenis Barang Tahun

2007 2008 2009 2010

1 TPT dan Produk TPT 3.822,0 3.688,0 3.205,0 3.087,0 2 Alat listrik, Ukur, Fotografi 2.757,5 2.192,1 2.271,2 2.304,2

3 Kayu Olahan 2.561,2 2.265,3 2.251,6 2.161,4

4 Minyak Nabati 1.669,4 1.364,3 2.548,7 2.910,6 5 Kertas dan barang dari kertas 2.291,3 2.034,3 2.097,5 2.007,3 6 Barang dan logam tidak mulia 2.367,0 2.042,9 1.902,5 2.493,7 7 Karet Alam Olahan 1.319,9 1.207,5 1.560,6 2.909,1 8 Meubel dan bagian – bagiannya 1.508,5 1.414,3 1.501,9 1.558,8

9 Bahan Kimia 1.286,3 1.238,4 1.272,2 1.535,1

10 Makanan Olahan 955,5 1.042,5 1.184,1 1.242,3 11 Industri Lainnya 8.605,2 8.861,1 8.947,8 9.147,5

Sumber : BPS.Jawa Barat

Berdasarkan data pada tabel 1.3 tersebut, terlihat bahwa dari beberapa ekspor komoditas unggulan tersebut, komoditas TPT dan produk TPT (TPT) merupakan salah satu komoditas terbesar dalam industri pengolahan. Komoditas TPT yang meliputi produk kain, serat, benang, pakaian jadi dan produk jadi lainnya merupakan komoditas ekspor yang penting bagi banyak negara berkembang saat ini, yaitu sebagai penyumbang devisa terbesar bahkan hampir mencapai seperempat dari total ekspor industri di negara berkembang. Oleh sebab itu, komoditas TPT ini tampaknya adalah komoditas yang tidak boleh dianggap remeh karena menyangkut pemenuhan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk sandang maka dari itu perlu perhatian yang serius dari pemerintah.


(12)

Perubahan lingkungan perdagangan internasional yang mengarah ke ekonomi global dihadapkan kepada berbagai masalah pengembangan ekspor, yang sekaligus merupakan tantangan untuk dapat memanfaatkan peluang dalam era globalisasi tersebut. Penurunan tarif dan penghapusan hambatan non tarif di negara-negara tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang yang mencapai angka rata-rata 0-5%, mengakibatkan persaingan sangat ditentukan oleh kualitas, harga dan lain-lain.

Kendala yang dihadapi saat ini adalah menurunnya harga pasar dunia sebagai akibat deflasi. Gejala penurunan harga inilah yang menjelaskan mengapa pertumbuhan ekspor TPT dari sisi volume terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan. Masuknya secara resmi negara China dan Taiwan menjadi anggota WTO juga dipastikan akan menjadi tantangan produk ekspor Jawa Barat, mengingat selama ini China merupakan pesaing karena produk andalan ekspornya memiliki kesamaan dengan produk ekspor Indonesia seperti halnya pada komoditi Tekstil dan Produk Tekstil (Santi Aryanti,2010: 86).

Perkembangan dunia usaha TPT dan produk TPT (TPT) beberapa tahun belakangan ini memang berkembang dengan pesat sebagai akibat dari perkembangan teknologi yang memungkinkan pembuatan produk dengan biaya rendah. Sebagai konsekuensinya, persaingan untuk memperebutkan pangsa pasar yang ada akan semakin ketat. Tetapi bila ditinjau dengan keadaan sekarang, maka TPT Jawa Barat akan semakin sulit untuk menembus pasaran di negara-negara luar, karena selain krisis moneter yang berkepanjangan, industri TPT ini dihadapkan pada terbukanya perdagangan bebas yang mengharuskan industri ini


(13)

untuk bisa bersaing dengan industri TPT dari negara – negara lain yang memang memiliki produktivitas lebih tinggi dibanding industri TPT Jawa Barat.

Berikut ini disajikan tabel realisasi ekspor produk TPT di Provinsi Jawa Barat:

Tabel 1.4

Realisasi Ekspor Komoditas TPT di Provinsi Jawa Barat

Periode 1984 – 2010

Tahun Nilai

Ekspor (ribu US$) Laju Pertumbuhan (%) Volume Ekspor ( ton)

Laju Pertumbuhan

(%)

1984 250.750 - 24.417,54 -

1985 285.670 13,93 27.815,10 13,92

1986 449.735 57,43 37.554,15 34,69

1987 485.260 7,90 40.216,65 7,02

1988 497.071 2,43 42.345,80 6,26

1989 509.239 2,45 46.857,70 10,0

1990 524.689 3,03 59.837,79 27,69

1991 647.475 23,40 60.254,75 0,68

1992 912.957 41,00 169.625,43 18,91

1993 1.046.615 14,64 181.786,76 7,40

1994 1.263.870 20,76 167.592,30 -7,80

1995 1.312.768 3,87 162.343,54 -31,13

1996 1.433.638 9,21 197.746 21,81

1997 1.527.656 6,56 202.378 2,34

1998 1.549.893 1,46 189.688 -6,2

1999 1.486.312 -4,10 205.060 8,10

2000 3.504.000 135,70 195.478 -4,68

2001 3.203.000 -8,59 187.212 -4,22

2002 2.896.000 -9,58 903.296 38,50

2003 2.923.000 0,93 1.024.660 13,44

2004 3.151.000 7,80 870.548 -10,54

2005 3.446.000 9,36 949.887 9,11

2006 3.614.000 4,87 1.027.938 8,22

2007 3.822.000 7,41 973.562 -5,29

2008 3.668.000 -4,03 959.153 -1,48

2009 3.205.000 -12,62 963.169 0,42

2010 3.087.000 -3,81 854.920 -11,24


(14)

Berdasarkan tabel 1.4, realisasi volume dan nilai ekspor komoditas TPT di Jawa Barat cenderung berfluktuatif, dengan nilai ekspor terbesar yakni pada tahun 2007 sebesar 3,8 M US$, dan ternyata selang tiga tahun setelahnya yakni pada tahun 2008 sampai 2009 mengalami penurunan kembali masing – masing senilai US$ 3.6 M dan US$ 3,2 M. Hal ini bisa disebabkan karena pada waktu itu Jawa Barat mulai merasakan dampak dari dibukanya perdagangan bebas, yakni produk TPT Jawa Barat ini kalah bersaing dengan produk tekstil dari China di salah satu negara tujuan ekspor TPT utama Jawa Barat yakni Amerika Serikat (Datin. 2006). Kemudian pada tahun 2010 volume dan nilai ekspor induustri TPT ini kembali menurun menjadi 854.920 ton dengan nilai US$ 3,08 M akibat adanya kisruh politik di Mesir yang berkepanjangan, tentu saja hal ini bisa mempengaruhi volume dan nilai ekspor TPT Jawa barat, mengingat sebagian besar pengusaha TPT di Jawa barat ini mengekspor produk ke Dubai yang nantinya di distribusikan ke negara lain termasuk Mesir (Yulia Sari.2010).

Masalah penurunan ekspor ini menjadi penting untuk diselesaikan karena akan sangat berdampak pada kestabilan perekonomian Indonesia. Diantaranya akan menimbulkan ketimpangan dalam neraca pembayaran, Selain itu, jika hal ini dibiarkan maka Industri ini tidak akan bisa bertahan bahkan bersaing di tengah era globalisasi ini dimana perdagangan bebas sangat terbuka luas. Maka dalam hal ini pemerintah selayaknya memberlakukan serangkaian kebijakan untuk melindungi para pengusaha dan produsen dalam negeri agar bisa meminimalisir dampak dari adanya perdagangan bebas ini.


(15)

Ada sejumlah faktor penting yang membuat kemerosotan daya saing ekspor industri termasuk industri TPT di Jawa Barat. Diantaranya adalah buruknya infrastruktur, rendahnya produktivitas, lemahnya penguasaan teknologi yang membuat Industri TPT ini lemah dalam inovasi baik produk maupun proses produksi, ekonomi biaya tinggi dan adanya rasa ketidakpastian untuk melakukan bisnis yang akhirnya berpengaruh terhadap rendahnya investasi (Tulus Tambunan, 2006:8).

Selain itu, kondisi perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar ikut pula mempengaruhi pertumbuhan ekspor pada umumnya. Depresiasi rupiah yang terjadi setelah krisis telah mendongkrak daya saing ekspor.

Dornbrush Rudringer (1997:86) yang menyatakan bahwa “ekspor sangat

tergantung dengan relatif harga ekspor, apabila terjadi kenaikan harga barang ekspor maka akan memacu volume ekspor suatu komoditas”.

Dengan semakin tingginya biaya tenaga kerja tentu berpengaruh pula terhadap tingginya biaya produksi. Tingginya biaya produksi yang terjadi di dalam negeri juga ikut menjadi permasalahan yang pelik pada industri TPT. Kondisi tersebut pada akhirnya mengakibatkan tingginya harga jual dipasaran domestik dan itu berarti juga secara riil harga komoditi tersebut bila ditinjau dari pasar internasional akan terlihat semakin menurun. Padahal semakin besarnya selisih antara harga internasional dan harga domestik akan semakin mendorong komoditas tersebut.

Atas dasar itulah dalam penelitian ini penulis tertarik untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditas TPT, adapun judul yang akan


(16)

penulis angkat dalam penelitian ini adalah : “PENGARUH HARGA RELATIF, NILAI TUKAR, DAN INVESTASI TERHADAP EKSPOR INDUSTRI

TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL DI JAWA BARAT PERIODE 1984 –

2010”

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh harga relatif industri TPT, nilai tukar, dan investasi terhadap ekspor industri TPT di Jawa Barat periode 1984 – 2010 ?

2. Bagaimana pengaruh harga relatif industri TPT terhadap ekspor industri TPT di Jawa Barat periode 1984 – 2010 ?

3. Bagaimana pengaruh nilai tukar terhadap ekspor industri TPT di Jawa Barat periode 1984 – 2010 ?

4. Bagaimana pengaruh Investasi terhadap ekspor industri TPT di Jawa Barat periode 1984 – 2010 ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh harga relatif industri TPT, nilai tukar dan investasi terhadap ekspor industri TPT di Jawa Barat periode 1984 – 2010. 2. Untuk mengetahui pengaruh harga relatif industri TPT terhadap ekspor


(17)

3. Untuk mengetahui pengaruh nilai tukar terhadap ekspor industri TPT di Jawa Barat periode 1984 – 2010.

4. Untuk mengetahui pengaruh investasi terhadap ekspor industri TPT di Jawa Barat periode 1984 – 2010.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

a. Mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor industri TPT di Jawa Barat.

b. Memperkaya khasanah keilmuan khususnya dalam bidang ekonomi makro. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam membuat dan merumuskan kebijakan terutama yang berkaitan dengan ekspor seperti quota ekspor untuk melindungi prosusen dan pengusaha di Jawa Barat.

b. Bagi peneliti lain, sebagai sumber informasi yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang berbagai permasalahan yang berkaitan dengan ekspor tersebut.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Yang menjadi objek dari penelitian ini adalah ekspor industri tekstil dan produk tekstil. Fokus yang akan diteliti adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor industri TPT Jawa Barat periode 1984-2010, yaitu : harga relatif produk industri TPT, Nilai Tukar, dan investasi.

3.2 Metode penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif-Analitis. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan objek penelitian untuk mengungkapkan suatu masalah atau fakta yang ada secara sistematis, faktual dan akurat serta sifat-sifat hubungan antara fenomena yang diselidiki. Sedangkan metode analitis digunakan menguji hipotesis – hipotesis dan mengadakan interpretasi yang lebih dalam tentang hubungan ataupun pengaruh antar variabel (Moh.Nazir,2005:89).

Melalui penelitian ini akan diperoleh deskripsi mengenai ekspor TPT serta faktor – faktor yang mempengaruhinya yaitu : Harga relatif produk industri tekstil, nilai tukar, dan investasi.


(19)

3.3 Operasionalisasi Variabel

Untuk memudahkan penjelasan dan pengolahan data, maka variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini dijabarkan dalam bentuk konsep teoritis, konsep empiris, dan konsep analitis seperti terlihat pada tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep

Teoritis

Konsep Empiris Konsep Analitis Skala Variabel Terikat (Y)

Ekspor industri TPT (Y) Penawaran suatu hasil komoditi dalam negeri ke luar negeri.

Nilai ekspor industri tekstil di Jawa Barat periode 1984 – 2010 dalam satuan US$. Data diperoleh dari Laporan statistik Badan Pusat Statistik, BI, dan DISPERINDAG Jawa Barat tentang nilai ekspor industri tekstil dan produk tekstil Jawa barat periode 1984 - 2010 dalam satuan US$.

Interval

Variabel Bebas (X)

Harga Relatif Produk Industri TPT (X1) Perbandingan harga barang ekspor dengan harga barang domestik Perbandingan harga periodik ekspor industri tekstil di pasar internasional pada umumnya dengan di Jawa Barat periode 1984 – 2010 dalam satuan indeks. Data diperoleh dari Laporan statistik Badan Pusat Statistik, BI, dan DISPERINDAG Jawa Barat tentang harga relatif produk industri tekstil di Jawa barat periode 1984 – 2010 dalam satuan indeks. Rasio Nilai Tukar (X2) Harga suatu mata uang terhadap mata Nilai tukar Rupiah periode terhadap US$ Data diperoleh dari Laporan statistik Bank Rasio


(20)

uang lainnya periode 1984 – 2010 dalam satuan RP/US$.

Indonesia tentang kurs rupiah terhadap dollar periode 1984 – 2010 dalam satuan Rp/US$. Investasi (X3) Penanaman modal untuk membeli barang atau perlengkapan produksi. nilai realisasi investasi pada industri tekstil Jawa Barat periode 1984 – 2010 dalam satuan Rp. Data diperoleh dari Laporan Statistik Badan Pusat Statistik dan BKPM Jawa Barat tentang nilai investasi Jawa barat yang disalurkan untuk sektor industri tekstil di Jawa barat periode 1984 - 2010 dalam satuan Rp.

Interval

3.4 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah jenis data sekunder berupa data time series tentang nilai ekspor TPT, investasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan harga relatif ekspor selama periode 1984-2010.

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia (BI), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Indikator Ekonomi Jawa Barat- Badan Pusat Statistik (BPS), Jawa Barat dalam Angka- Badan Pusat Statistik (BPS), DISPERINDAG Jawa Barat dan referensi studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, literatur dan bahan – bahan lain dari internet.


(21)

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Dokumentasi, merupakan teknik pengumpulan data dengan mencatat data-data yang sudah ada. Studi ini digunakan untuk mencari atau memperoleh hal-hal atau variabel-variabel berupa catatan, laporan serta dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.

2. Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari teori-teori yang ada atau literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Referensi studi kepustakaan diperoleh melalui jurnal, perpustakaan, jasa informasi yang tersedia baik itu dari surat kabar, artikel, penelitian terdahulu yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

3.6. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 3.6.1 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda (multiple regression). Untuk membuktikan apakah Harga Relatif, Kurs dan Investasi berpengaruh terhadap Nilai Ekspor. Model dalam penelitian ini adalah:

Y = f (X1, X2, X3 )

Hubungan tersebut dapat dijabarkan ke dalam bentuk fungsi regresi sebagai berikut:


(22)

Keterangan :

Y = Ekspor TPT

ß0 = Konstanta ß1, ß2, ß3 = Koefisien regresi X1 = Harga Relatif Ekspor X2 = Nilai Tukar

X3 = Investasi e = error variabel

3.6.2 Uji Hipotesis

3.6.2.1 Uji Hipotesis Parsial

Pengujian hiotesis secara individu dengan uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel bebas X terhadap variabel terikat Y Pengujian hipotesis secara individu dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

 

i i i

se t



 

 ˆ

Keputusan menolak atau menerima H0:

1. Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima (variabel bebas X berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y),

2. Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak (variabel bebas X tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y). Dalam penelitian ini tingkat kesalahan yang digunakan adalah 0,05 (5%) pada taraf signifikasi 95% (Agus Widarjono,2005: 84).


(23)

3.6.2.2 Uji Hipotesis Simultan (Uji F)

Pengujian hipotesis secara keseluruhan merupakan penggabungan (overall significance) variabel bebas X terhadap variabel terikat Y, untuk mengetahui seberapa pengaruhnya. Uji t tidak dapat digunakan untuk menguji hipotesis secara keseluruhan.

Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: F= ) /( ) 1 ( ) 1 /( ) /( ) 1 /( 2 2 k n R k R k n RSS k ESS    

 (Gujarati,2001: 120).

Dimana n = Jumlah observasi

K = jumlah parameter estimasi termasuk intersep atau konstanta Kriteria uji F adalah:

1. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima dan H1 ditolak (keseluruhan variabel bebas X tidak berpengaruh terhadap variabel terikat Y),

2. Jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak dan H1 diterima (keseluruhan variabel bebas X berpengaruh terhadap variabel terikat Y).

3.6.3 Koefisien Determinasi yang Disesuaikan (R2)

Dalam regresi berganda kita menggunakan koefisien determinasi yang disesuaikan untuk mengukur seberapa baik garis regresi yang kita punyai. Dalam hal ini kita mengukur seberapa besar proporsi variasi variabel dependen dijelaskan oleh semua variabel indepnden (Agus Widarjono,2005: 86).

Uji R2 (uji koefisien determinasi) merupakan pengujian model yang ingin mengetahui berapa besar persentase sumbangan variabel bebas terhadap naik


(24)

turunnya variabel dependen secara bersama-sama. Koefisien determinasi didefinisikan sebagai :

R2 =

) ( ) ( / TSS rattotal Jumlahkuad ESS regresi elaskan ratyangdij jumlahkuad

Untuk mengetahui besarnya kemampuan variabel bebast dan menjelaskan variabel dependen maka dilakukan uji determinasi dengan rumus sebagai berikut :

R2=

TSS ESS

R2= 1 1 2 22 3 3

Y Y X b Y X b Y X b      (Gujarati, 2001:139)

Besarnya nilai R2 berkisar diantara nol dan satu (0<R2<1). Jika nilainya semakin mendekati satu maka model tersebut baik dan tingkat kedekatan antara variabel bebas dan variabel terikatpun semakin dekat atau erat. Sebaliknya, jika R2 semakin menjauhi angka satu, maka model tersebut dapat dinilai kurang baik karena hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat jauh atau tidak erat.

Dalam penelitian ini juga dihitung kekuatan masing – masing variabel bebas dalam menentukan dependent variable. Sritua Arif (Ai Cucu Raksawati,2011:85) memaparkan bahwa untuk mengetahui variabel bebas yang paling menentukan dalam mempengaruhi nilai dependent variable dalam suatu model regresi linier, maka digunakanlah koefisien beta (beta coefficient). Untuk menentukan nilai koefisien beta, maka kita melakukan regresi linier dimana setiap variabel bebas mengalami proses normalized, yaitu ditransformasikan sehingga dapat saling membandingkan. Argumentasi yang dikemukakan adalah bahwa nilai koefisien regresi variabel – variabel bebas tergantung pada satuan ukuran yang


(25)

dipakai untuk nilai variabel – variabel bebas ini. Agar variabel – variabel bebas ini dapat saling dibandingkan, maka variabel – variabel bebas ini hendaklah dinyatakan dalam bentuk standard deviation-nya masing – masing. Koefisien beta yang disebut juga standard regression coefficient didapat dengan menggunakan rumus :

β = .(bk)

Sy Sk

dimana:

β : koefisien beta

Sk : Standar deviasi variabel endogen (X) Sy : Standar deviasi variabel eksogen (Y) bk : koefisien regresi variabel yang dianalisis.

3.6.4 Uji Asumsi Klasik 3.6.4.1Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linear antar variabel independen.

1 Cara Mendeteksi Multikoliniaritas

a. Mendeteksi nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai thitung. Jika R2 tinggi (biasanya berkisar 0,8 – 1,0) tetapi sangat sedikit koefisien regresi yang signifikan secara statistik, maka kemungkinan ada gejala multikolinieritas. b. Melakukan uji kolerasi derajat nol. Apabila koefisien korelasinya tinggi, perlu

dicurigai adanya masalah multikolinieritas. Akan tetapi tingginya koefisien korelasi tersebut tidak menjamin terjadi multikolinieritas.


(26)

c. Regresi Auxiliary, yakni menguji multikolinearitas hanya dengan melihat hubungan secara individual antara satu variabel independen dengan satu variabel independen lain.

d. Metode deteksi klien, yakni dengan cara membandingkan koefisien determinasi auxiliary dengan koefisien determinasi (R2) model regresi aslinya.

2 Akibat Multikolineritas

a. Estimator masih bisa bersifat BLUE, tetapimemiliki varian dank ovarian yang besar sehingga sulit dipakai sebagai alat estimasi

b. Interval estimasi cenderung lebar dan nilai statistic uji t akan kecil, sehingga menyebabkan variabel independen tidak signifikan secara statistik dalam mempengaruhi variabel independen.

c. Walaupun secara individu variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen melalui uji statistik t, namun nilai koefisien determinasi (R2) masih relatif tinggi

3. Menghilangkan Multikoliniaritas

a. Biarkan saja model kita mengandung multikoliniaritas, karena estimatornya masih bersifat BLUE.

b. Tambahkan datanya bila memungkinkan, karena masalah multikolinearitas biasanya muncul karena jumlah pbservasinya sedikit.

c. Hilangkan salah satu variabel indevendent, terutama yang memiliki hubungan linear yang lebih kuat dengan variabel lain.

d. Transformasikan salah satu atau beberapa variabel, termasuk dengan melakukan diferensi.


(27)

3.6.4.2 Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama. Heteroskedastisitas merupakan suatu fenomena dimana estimator regresi bias, namun varian tidak efisien (semakin besar sample, semakin besar varian). Jika asumsi itu tidak dapat dipenuhi maka dapat dikatakan terjadi penyimpangan. Penyimpangan terhadap faktor pengganggu sedemikian itu disebut heteroskedastisitas.

1. Cara mendeteksi heteroskedastisitas: a. Metode Informal

Yakni menguji masalah heteroskedastisitas dengan mendeteksi pola residual melalui sebuah grafik. Jika tidak terjadi heteroskedastisitas maka kita tidak mempunyai pola yang pasti dari residual. Sebaliknya jika residual mempunyai sifat heteroskedastisitas, residual ini akan menunjukkan pola tertentu. (Agus Widarjono, 2005:147)

b. Metode Park

Park mengungkapkan metode bahwa σ2 merupakan fungsi dari variabel bebas yang dinyatakan sebagai berikut:

σ2 = α Xβ

Persamaan ini dijadikan linier dalam bentuk persamaan log sehingga menjadi:

Ln σ2

=α + β Ln Xi + vi

Karena σ2

i umumnya tidak diketahui, maka ini dapat ditaksir dengan menggunakan ûi sebagai proxy, sehingga:


(28)

c. Metode Glesjer

Metode Glesjer mengusulkan untuk meregresikan nilai absolut residual yang diperoleh atas variabel bebas. (Gujarati, 1995: 371). Bentuk yang diusulkan oleh Glesjer dalah model sebagai berikut:

I ûi I = α + βX + vi

d. White Test

Secara manual uji ini dilakukan dengan meregres residual kuadrat (U2t) dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan perkalian variabel bebas. Dapatkan nilaiR2 untuk menghitung, χ2 dimana χ2 = n * R2 (Gujarati, 1995: 379). Pengujiannya adalah jika χ2hitung < χ2tabel, maka hipotesis adanya heteroskedastisitas dalam model ditolak. (Agus Widarjono, 2005: 162).

2. Akibat heteroskedastisitas adalah:

a. Estimator metode kuadrat terkecil tidak mempunyai varian yang minimum (tidak lagi best), sehingga hanya memenuhi karakteristik LUE (Linear Unbiased estimator). Meskipun demikian estimator metode kuadrat terkecil masih bersifat linear dan tidak bias.

b. Perhitungan Standard Error tidak dapat dipercaya lagi kebenarannya karena varian tidak minimum. Varian tidak minimum mengakibatkan estimasi regresi tidak efisien.

c. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji t dan uji F tidak dapat lagi dipercaya,karena Standard Error-nya tidak dapat dipercaya.

3. Langkah-langkah menghilangkan Heteroskedastis


(29)

b. Metode White

c. Metode Transformasi.

3.6.4.2Autokorelasi

Dalam suatu analisa regresi dimungkinkan terjadinya hubungan antara variabel-variabel bebas atau berkorelasi sendiri, gejala ini disebut autokorelasi. Istilah autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang.

Autokorelasi merupakan suatu keadaan dimana tidak adanya korelasi antara variabel penganggu (disturbance term) dalam multiple regression. Faktor-faktor penyebab autokorelasi antara lain terdapat kesalahan dalam menentukan model, penggunaan lag dalam model dan tidak dimasukkannya variabel penting (Agus Widarjono, 2005: 155).

1. Cara Mendeteksi Autokorelasi

1) Graphical method, metode grafik yang memperlihatkan hubungan residual dengan trend waktu.

2) Runs test, uji loncatan atau uji Geary (geary test).

3) Uji Breusch-Pagan-Godfrey untuk korelasi berordo tinggi, Pengujiannya adalah jika χ2hitung < χ2tabel, maka hipotesis adanya autokorelasi dalam model ditolak.

4) Uji d Durbin-Watson, yaitu membandingkan nilai statistik Durbin-Watson hitung dengan Durbin-Watson tabel.


(30)

2. Akibat adanya Autokorelasi

1. Parameter yang diestimasi dalam model regresi OLS menjadi bias dan varian tidak minim lagi sehingga koefisien estimasi yang diperoleh kurang akurat dan tidak efisien.

2. Varian sampel tidak menggambarkan varians populasi, karena diestimasi terlalu rendah (underestimated) oleh varians residual taksiran.

3. Model regresi yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menduga nilai variabel terikat dari variabel bebas tertentu.

4. Uji t tidak akan berlaku, jika uji t tetap disertakan maka kesimpulan yang diperoleh pasti salah.

3. Penyembuhan Aurokorelasi

1. Metode generalized difference equation.

2. Jika struktur autokorelasi diketahui bisa dilakukan dengan cara seperti: a) Metode diferensi pertama

b) Estimasi ρ didasarkan pada Berendblutt-Webb c) Estimasi ρ didasarkan pada statistic D Durbin Watson d) Estimasi ρ dengan metode dua langkah Durbin


(31)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada unit SPI (Satuan Pengawas Intern) dan divisi penjualan pada delapan BUMN yang berkantor pusat di Bandung mengenai hubungan antara profesionalisme Satuan Pengawas Intern dengan efektivitas sistem pengendalian internal penjualan dapat disimpulkan bahwa :

1. Gambaran profesionalisme Satuan Pengawas Intern pada delapan BUMN yang berkantor pusat di Bandung berada pada kategori sangat memadai. Secara keseluruhan, gambaran efektivitas sistem pengendalian internal penjualan pada delapan BUMN yang berkantor pusat di Bandung telah dilaksanakan dengan efektif.

2. Profesionalisme Satuan Pengawas Intern memiliki hubungan yang kuat dengan Efektifitas Sistem Pengendalian Internal Penjualan pada delapan BUMN. Dengan Satuan Pengawas Intern yang profesional akan memiliki sistem pengendalian internal penjualan yang efektif.

5.2 Saran

Setelah melakukan penelitian dan memperoleh data-data untuk melakukan analisis dan memperoleh kesimpulan, pada bagian ini penulis mencoba mengajukan beberapa saran yang berhubungan dengan hubungan profesionalisme SPI dengan efektivitas sistem pengendalian internal penjualan, yaitu :


(32)

yang berkantor pusat di Bandung telah bersikap profesional dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal. Akan tetapi, kualifikasi Sumber Daya Manusia pada unit SPI harus senantiasa dikembangkan melalui pelatihan, seminar, serta pendidikan berkelanjutan agar wawasan dan pengetahuan auditor semakin luas dan update. Dengan semakin berkualitasnya auditor, maka tingkat kesadaran profesionalisme akan semakin tinggi sehingga dalam melakukan analisis dan memberikan rekomendasi akan semakin baik. Selain itu pimpinan audit internal harus lebih baik lagi dalam mengelola bagian audit internal. 2. Berdasarkan data yang diperoleh dan telah diolah, sistem pengendalian

intern penjualan pada delapan BUMN yang berkantor pusat di Bandung sudah berjalan efektif. Akan tetapi untuk pencegahan terjadinya penyimpangan terkait penjualan maka diperlukan adanya suatu pengawasan (monitoring) yang lebih ketat lagi. Sehingga tidak timbul penyalahgunaan atau hal-hal yang menyebabkan kerugian perusahaan. 3. Untuk peneliti selanjutnya yang tertarik dengan penelitian sejenis,

sebaiknya lebih fokus pada penjualan jasa atau manufaktur saja serta menambah variabel faktor-faktor lain yang mempengaruhi efektivitas sistem pengendalian intern penjualan misalnya Sistem Informasi Akuntansi dan anggaran penjualan. Selain itu bagi peneliti selanjutnya juga dapat menambah jumlah sampel penelitian dan pada lokasi yang berbeda.


(33)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR ... ...ii

DAFTAR ISI ... ...iii

DAFTAR TABEL ... ...vi

DAFTAR GAMBAR ... ...vii

BAB I PENDAHULUAN ... ...1

1.1 ... Latar Belakang Masalah ... ...1

1.2 Rumusan Masalah ... ...11

1.3 ... Tujua n dan Manfaat Penelitian ... ...12

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori ... ...13

2.1.1 Teori Perdagangan Internasional ... ...13

2.1.1.1 TeoriPerdagangan Internasional Klasik ... ...14

2.1.1.2 Teori Perdagangan Internasional Modern ... ...17

2.1.1.3 Teori Perdagangan Internasional Alternatif ... ...18

2.1.1.4 Faktor Penyebab Timbulnya Perdagangan Internasional...24

2.1.1.5 Hambatan Perdagangan Internasional ... ...27

2.1.1.6 Peranan Perdagangan Internasional dalam Perekonomian Nasional... ...30

2.1.2 Konsep Ekspor ... ...32

2.1.3. Konsep Harga Relatif ... ...34

2.3.1.1 Pengertian Harga Relatif ... ...34

2.3.1.2 Keterkaitan Harga Relatif Terhadap Ekspor ... ,,,,,35

2.1.4 Konsep Nilai Tukar ... ...36


(34)

2.1.4.2 Sistem Penetapan Nilai Tukar ... ...37

2.1.4.3 Keterkaitan Nilai Tukar Terhadap Ekspor ... ...37

2.1.5 Konsep Investasi ... ...42

2.1.5.1 Pengertian Investasi ... ...42

2.1.5.2 Keterkaitan Investasi Terhadap Ekspor ... ...42

2.1.6 Hasil Penelitian Terdahulu ... ...44

2.2 Kerangka Pemikiran...48

2.3 Hipotesis...52

BAB III METODE PENELITIAN ... ...53

3.1 Objek Penelitian ... ...53

3.2 Metode Penelitian... ...63

3.3 Operasional Variabel ... ...54

3.4 Jenis dan Sumber Data ... ...55

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... ...56

3.6 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... ...56

3.6.1 Teknik Analisis Data ... ...56

3.6.2 Pengujian Hipotesis ... ...57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... ....65

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... ....65

4.1.1 Profil Industri TPT Jawa Barat ... ....65

4.1.2 Perkembangan Industri TPT Jawa Barat ... ....70

4.2 Gambaran Umum Variabel Penelitian...72

4.2.1 Perkembangan Ekspor TPT Jawa Barat Periode 1984-2010...72

4.2.2 Perkembangan Harga Relatif Ekspor Periode 1984-2010...76

4.2.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Periode 1984-2010 ... ....80

4.2.4 Perkembangan Investasi Pada Industri TPT Jawa Barat Periode 1984 -2010...84

4.3 Hasil Penelitian ... ....88

4.3.1 Pengujian Model Penelitian ... ....88


(35)

4.3.3 Pengujian Hipotesis ... ....93

4.4 Pembahasan ... ... 95

4.3.1 Pengaruh Harga Relatif Terhadap Ekspor TPT ... ... 96

4.3.2 Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Ekspor TPT ... ... 98

4.3.3 Pengaruh Investasi Terhadap Ekspor TPT ... .. 101

4.5 Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pendidikan ... 104

BABV KESIMPULAN DAN SARAN ... ...109

5.1 Kesimpulan ... ...109

5.2 Saran ... ...110

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(1)

64

Mia Rizqi Lestari, 2012

Pengaruh Harga Relatif, Nilai Tukar Dan Investasi Terhadap Ekspor Industri Tekstil Di Jawa Barat Periode 1984-2010

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2. Akibat adanya Autokorelasi

1. Parameter yang diestimasi dalam model regresi OLS menjadi bias dan varian tidak minim lagi sehingga koefisien estimasi yang diperoleh kurang akurat dan tidak efisien.

2. Varian sampel tidak menggambarkan varians populasi, karena diestimasi terlalu rendah (underestimated) oleh varians residual taksiran.

3. Model regresi yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menduga nilai variabel terikat dari variabel bebas tertentu.

4. Uji t tidak akan berlaku, jika uji t tetap disertakan maka kesimpulan yang diperoleh pasti salah.

3. Penyembuhan Aurokorelasi

1. Metode generalized difference equation.

2. Jika struktur autokorelasi diketahui bisa dilakukan dengan cara seperti: a) Metode diferensi pertama

b) Estimasi ρ didasarkan pada Berendblutt-Webb c) Estimasi ρ didasarkan pada statistic D Durbin Watson d) Estimasi ρ dengan metode dua langkah Durbin


(2)

114

Astri Dewi S, 2012

Hubungan Profesionalisme Satuan Pengawas Intern Dengan Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Penjualan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada unit SPI (Satuan Pengawas Intern) dan divisi penjualan pada delapan BUMN yang berkantor pusat di Bandung mengenai hubungan antara profesionalisme Satuan Pengawas Intern dengan efektivitas sistem pengendalian internal penjualan dapat disimpulkan bahwa :

1. Gambaran profesionalisme Satuan Pengawas Intern pada delapan BUMN yang berkantor pusat di Bandung berada pada kategori sangat memadai. Secara keseluruhan, gambaran efektivitas sistem pengendalian internal penjualan pada delapan BUMN yang berkantor pusat di Bandung telah dilaksanakan dengan efektif.

2. Profesionalisme Satuan Pengawas Intern memiliki hubungan yang kuat dengan Efektifitas Sistem Pengendalian Internal Penjualan pada delapan BUMN. Dengan Satuan Pengawas Intern yang profesional akan memiliki sistem pengendalian internal penjualan yang efektif.

5.2 Saran

Setelah melakukan penelitian dan memperoleh data-data untuk melakukan analisis dan memperoleh kesimpulan, pada bagian ini penulis mencoba mengajukan beberapa saran yang berhubungan dengan hubungan profesionalisme SPI dengan efektivitas sistem pengendalian internal penjualan, yaitu :


(3)

114

Astri Dewi S, 2012

Hubungan Profesionalisme Satuan Pengawas Intern Dengan Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Penjualan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1. Berdasarkan data yang diolah, setiap fungsi SPI pada delapan BUMN yang berkantor pusat di Bandung telah bersikap profesional dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal. Akan tetapi, kualifikasi Sumber Daya Manusia pada unit SPI harus senantiasa dikembangkan melalui pelatihan, seminar, serta pendidikan berkelanjutan agar wawasan dan pengetahuan auditor semakin luas dan update. Dengan semakin berkualitasnya auditor, maka tingkat kesadaran profesionalisme akan semakin tinggi sehingga dalam melakukan analisis dan memberikan rekomendasi akan semakin baik. Selain itu pimpinan audit internal harus lebih baik lagi dalam mengelola bagian audit internal. 2. Berdasarkan data yang diperoleh dan telah diolah, sistem pengendalian

intern penjualan pada delapan BUMN yang berkantor pusat di Bandung sudah berjalan efektif. Akan tetapi untuk pencegahan terjadinya penyimpangan terkait penjualan maka diperlukan adanya suatu pengawasan (monitoring) yang lebih ketat lagi. Sehingga tidak timbul penyalahgunaan atau hal-hal yang menyebabkan kerugian perusahaan. 3. Untuk peneliti selanjutnya yang tertarik dengan penelitian sejenis,

sebaiknya lebih fokus pada penjualan jasa atau manufaktur saja serta menambah variabel faktor-faktor lain yang mempengaruhi efektivitas sistem pengendalian intern penjualan misalnya Sistem Informasi Akuntansi dan anggaran penjualan. Selain itu bagi peneliti selanjutnya juga dapat menambah jumlah sampel penelitian dan pada lokasi yang berbeda.


(4)

Mia Rizqi Lestari, 2012

Pengaruh Harga Relatif, Nilai Tukar Dan Investasi Terhadap Ekspor Industri Tekstil Di Jawa Barat Periode 1984-2010

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR ... ...ii

DAFTAR ISI ... ...iii

DAFTAR TABEL ... ...vi

DAFTAR GAMBAR ... ...vii

BAB I PENDAHULUAN ... ...1

1.1 ... Latar Belakang Masalah ... ...1

1.2 Rumusan Masalah ... ...11

1.3 ... Tujua n dan Manfaat Penelitian ... ...12

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori ... ...13

2.1.1 Teori Perdagangan Internasional ... ...13

2.1.1.1 TeoriPerdagangan Internasional Klasik ... ...14

2.1.1.2 Teori Perdagangan Internasional Modern ... ...17

2.1.1.3 Teori Perdagangan Internasional Alternatif ... ...18

2.1.1.4 Faktor Penyebab Timbulnya Perdagangan Internasional...24

2.1.1.5 Hambatan Perdagangan Internasional ... ...27

2.1.1.6 Peranan Perdagangan Internasional dalam Perekonomian Nasional... ...30

2.1.2 Konsep Ekspor ... ...32

2.1.3. Konsep Harga Relatif ... ...34

2.3.1.1 Pengertian Harga Relatif ... ...34

2.3.1.2 Keterkaitan Harga Relatif Terhadap Ekspor ... ,,,,,35

2.1.4 Konsep Nilai Tukar ... ...36


(5)

Mia Rizqi Lestari, 2012

Pengaruh Harga Relatif, Nilai Tukar Dan Investasi Terhadap Ekspor Industri Tekstil Di Jawa Barat Periode 1984-2010

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2.1.4.2 Sistem Penetapan Nilai Tukar ... ...37

2.1.4.3 Keterkaitan Nilai Tukar Terhadap Ekspor ... ...37

2.1.5 Konsep Investasi ... ...42

2.1.5.1 Pengertian Investasi ... ...42

2.1.5.2 Keterkaitan Investasi Terhadap Ekspor ... ...42

2.1.6 Hasil Penelitian Terdahulu ... ...44

2.2 Kerangka Pemikiran...48

2.3 Hipotesis...52

BAB III METODE PENELITIAN ... ...53

3.1 Objek Penelitian ... ...53

3.2 Metode Penelitian... ...63

3.3 Operasional Variabel ... ...54

3.4 Jenis dan Sumber Data ... ...55

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... ...56

3.6 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... ...56

3.6.1 Teknik Analisis Data ... ...56

3.6.2 Pengujian Hipotesis ... ...57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... ....65

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... ....65

4.1.1 Profil Industri TPT Jawa Barat ... ....65

4.1.2 Perkembangan Industri TPT Jawa Barat ... ....70

4.2 Gambaran Umum Variabel Penelitian...72

4.2.1 Perkembangan Ekspor TPT Jawa Barat Periode 1984-2010...72

4.2.2 Perkembangan Harga Relatif Ekspor Periode 1984-2010...76

4.2.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Periode 1984-2010 ... ....80

4.2.4 Perkembangan Investasi Pada Industri TPT Jawa Barat Periode 1984 -2010...84

4.3 Hasil Penelitian ... ....88

4.3.1 Pengujian Model Penelitian ... ....88


(6)

Mia Rizqi Lestari, 2012

Pengaruh Harga Relatif, Nilai Tukar Dan Investasi Terhadap Ekspor Industri Tekstil Di Jawa Barat Periode 1984-2010

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

4.3.3 Pengujian Hipotesis ... ....93

4.4 Pembahasan ... ... 95

4.3.1 Pengaruh Harga Relatif Terhadap Ekspor TPT ... ... 96

4.3.2 Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Ekspor TPT ... ... 98

4.3.3 Pengaruh Investasi Terhadap Ekspor TPT ... .. 101

4.5 Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pendidikan ... 104

BABV KESIMPULAN DAN SARAN ... ...109

5.1 Kesimpulan ... ...109

5.2 Saran ... ...110 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN