Dampak Restrukturisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Terhadap Kinerja Perekonomian Jawa Barat (Analisis Input-Output)

(1)

OLEH SRI MULYANI

H14103087

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(2)

(TPT) terhadap Kinerja Perekonomian Jawa Barat (Analisis Input-Output) (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYANTI

).

Pembangunan ekonomi di Jawa Barat secara makro didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sektor indistri pengolahan sebagai salah satu sektor andalan bagi perekonomian mampu memberikan kontribusi besar dari tahun ke tahun, walaupun pertumbuhannya mengalami peningkatan dan penurunan secara fluktuatif. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan subsektor dari industri pengolahan yang memiliki peranan cukup besar dalam perekonomian Jawa Barat. Menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (2005), distribusi perusahaan TPT yang ada di Indonesia sebagian besar berlokasi di wilayah Jawa Barat, yaitu dengan persentase sebanyak 57 persen, Jawa Barat dapat dikatakan sebagai sentral pabrik tekstil di Indonesia. Dengan melihat kondisi seperti di atas maka sektor industri TPT Jawa Barat merupakan salah satu sub sektor industri pengolahan yang sangat strategis dalam pengembangan perekonomian nasional maupun daerah. Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam mengembangkan sektor industri TPT, karena sektor industri TPT memiliki kontribusi dalam penerimaan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, menghasilkan kebutuhan pokok berupa sandang, dan memasok kebutuhan pasar domestik.

Walaupun demikian, upaya peningkatan industri TPT masih dihadapkan pada berbagai permasalahan baik internal maupun eksternal. Dari permasalahan eksternal seperti terbentuknya blok-blok perdagangan maupun perdagangan antar kawasan atau regional baru, khususnya di negara-negara yang selama ini telah menjadi tujuan ekspor TPT. Selain itu tumbuhnya kompetitor-kompetitor baru telah menambah berat persaingan dalam menghadapi pasar global yang semakin terbuka dan pasti. Salah satu permasalahan internal itu adalah kondisi mesin-mesin industri TPT yang ada di Indonesia hampir sebagian besar sudah berusia di atas 15 sampai 20 tahun, bahkan ada yang menyatakan sudah 70 persen nya out of date dengan usia yang sudah tua sehingga sudah saatnya pemerintah melakukan restrukturisasi mesin-mesin TPT (API, 2007).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan sektor industri TPT menganalisis dampak keterkaitan dan dampak penyebaran, dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri TPT dilihat berdasarkan efek multiplier terhadap antara sektor industri TPT terhadap sektor-sektor lainnya di Jawa Barat, menganalisis apakah program restrukturisasi industri TPT efektif dalam meningkatkan kinerja perekonomian Jawa Barat baik dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data

sekunder berupa Tabel Input-Output 1999 klasifikasi 76 sektor Data diperoleh dari BPS Pusat, BPS Jawa Barat, dan Asosiasi Pertekstilan


(3)

keperluan konsumsi langsung. Permintaan antara sektor industri TPT sebesar Rp 16,65 miliar atau sebesar 10,81 persen nilai keterkaitan output langsung ke depan untuk sektor industri TPT adalah sebesar 0,38 yang berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta rupiah maka akan meningkatkan output sektor hilir sebesar Rp 0,38 juta secara langsung terhadap sektor-sektor yang lainnya dan sektor TPT sendiri. nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar adalah sektor industri TPT yaitu sebesar 0,66 yang berarti jika terjadi peningkatan terhadap permintaan akhir sebesar satu juta rupiah di sektor industri TPT, maka akan meningkatkan output sektor hulu dari industri TPT sebesar Rp 0,66 juta dari sektor lainnya yang menyediakan input secara langsung termasuk sektor itu sendiri.

Industri TPT merupakan sektor yang mempunyai koefisien penyebaran paling tinggi yaitu sebesar Rp 1,34. Nilai koefisien yang lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor industri TPT memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya atau meningkakan output sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagai input sektor-sektor industri TPT Sektor industri TPT memiliki nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu yaitu sebesar 0,97. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa industri TPT kurang mampu dalam mendorong produksi sektor hilirnya yang menggunakan input dari sektor industri TPT. Sektor industri TPT dikatakan kurang mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya karena produk dari sektor TPT cenderung dikonsumsi langsung oleh rumah tangga.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa industri TPT merupakan industri yang mampu meningkatkan pertumbuhan hal ini bisa dilihat dari nilai koefisien penyebaran sektor hulunya, selain itu industri TPT merupakan industri padat karya di mana memiliki nilai multiplier tenaga kerja yang besar sehingga lebih mampu mempengaruhi peningkatan penyerapan tenaga kerja.

Dari hasil penelitian dapat disarankan bahwa Dari adanya program restrukturisasi industri TPT tahap 1 yang mulai berjalan sejak Januari 2007 telah berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Jika pemerintah sukses dalam pelaksanaan program restrukturisasi tahap 1 dan tidak ada kebocoran di dalamnya maka program restrukturisasi industri TPT perlu di tambah untuk tahap selanjutnya. Pemerintah pusat perlu memperhatikan jalannya program restrukturisasi industri TPT karena hal ini sangat berhubungan dengan sistem birokrasi yang ada di Indonesia, sehingga diharapkan program restrukturisasi ini tepat sasaran.


(4)

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor,

Agustus

2007

Sri Mulyani


(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Sri Mulyani

Nomor Registrasi Pokok : H14103087 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Dampak Restrukturisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap Kinerja

Perekonomian Jawa Barat (Analisis Input-Output)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir.Wiwiek Rindayanti, M.Si. NIP. 131 653 137

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Ir. Rina Oktaviani, MS, Ph.D. NIP. 131 846 872


(6)

Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industri selalu memiliki nilai tukar yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan tambahan manfaat kepada pemakainya (Dumairy, 2000).

Kondisi perekonomian suatu wilayah yang sudah maju ditandai dengan semakin meningkatnya peran sektor industri pengolahan dan jasa dalam perekonomian wilayah tersebut. Sektor tersebut telah mampu menggantikan peran sektor pertanian yang ada terutama dalam penyerapan tenaga kerja. Jawa Barat memiliki kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional yaitu sebesar 14,50 persen selama periode 2001 sampai 2005 (BPS, 2005).

Kontribusi Jawa Barat terhadap perekonomian nasional berada di urutan ke tiga setelah DKI Jakarta yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 17 persen dan Propinsi Jawa Timur yang kontribusinya mencapai 15 persen. Kondisi ini mengindikasikan bahwa Jawa Barat secara ekonomi merupakan salah satu wilayah yang sangat diperhitungkan peranannya dalam perekonomian nasional. Sementara itu diantara sektor-sektor perekonomian yang ada di Indonesia, Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang memiliki kontribusi sangat besar


(7)

terutama untuk sektor listrik, gas dan air bersih yang mencapai 40 persen lebih dan industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 20 persen. Selain itu sektor perdagangan pun memberikan kontribusi yang cukup besar yaitu sebesar 15,54 persen pada tahun 2001 meningkat menjadi 16,05 persen pada tahun 2005. Pada Tabel 1.1. dapat dilihat nilai persentase kontribusi masing-masing sektor perekonomian Jawa Barat dalam perekonomian nasional. Sektor yang memiliki kontribusi paing besar adalah sektor listrik, gas dan air bersih. Setelah itu diikuti sektor industri pengolahaan, dimana Jawa Barat merupakan salah stu wilayah yang menjadi sentral industri pengolahan.

Tabel 1.1. Kontribusi Perekonomian Jawa Barat dalam Perekonomian Nasional Tahun 2001-2005 (%)

Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005

1. Pertanian 13,10 12,53 12,13 13,71 13,64

2. Pertambangan dan Penggalian 9,96 9,96 10,15 4,81 4,42 3. Industri Pengolahan 20,84 20,51 20,68 20,83 21,33 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 46,03 44,57 42,97 49,02 48,72

5. Bangunan 6,42 6,61 6,68 6,85 7,52

6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 15,54 15,88 15,28 16,45 16,05 7. Pengangkutan dan

Komunikasi

11,28 11,13 10,91 10,60 9,41 8. Keuangan, Persewaan Bangunan

dan Jasa Perusahaan

4,78 4,96 5,03 4,79 4,67

9. Jasa-Jasa 10,85 11,27 12,01 12,72 12,79

Sumber: BPS, 2006.

Pembangunan ekonomi di Jawa Barat secara makro didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan sebagai salah satu sektor andalan bagi perekonomian mampu memberikan kontribusi yang paling tinggi dari tahun ke tahun, walaupun pertumbuhannya mengalami peningkatan dan penurunan secara fluktuatif. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan subsektor dari industri pengolahan yang memiliki peranan cukup besar dalam perekonomian


(8)

Jawa Barat. Peningkatan sektor industri TPT dapat dilihat dari semakin bertambahnya sumbangan sektor industri pengolahan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat yaitu sebesar 40,84 persen pada tahun 2000 menjadi 42,67 persen pada tahun 2005. Kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel yang memberikan kontribusi sebesar 18,17 persen di tahun 2000 yang terus mengalami peningkatan menjadi 19,23 persen

pada tahun 2005 (Tabel 1.2). Tabel 1.2. Kontribusi Sektoral dalam Perekonomian Jawa Barat Berdasarkan

Harga Konstan 2000 (%)

Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1. Pertanian 14,70 14,53 13,81 13,20 14,61 14,11 2. Pertambangan dan Penggalian 8,96 8,24 8,00 7,70 3,31 2,93 3. Industri Pengolahan 40,84 40,81 40,70 41,34 42,01 42,67 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 1,98 2,05 2,08 2,01 2,29 2,30

5. Bangunan 2,68 2,53 2,64 2,71 2,83 3,17

6. Perdagangan, Restoran dan Hotel

18,17 17,90 18,28 17,74 19,14 19,23 7. Pengangkutan dan

Komunikasi

3,74 3,90 4,01 4,22 4,41 4,19 8. Keuangan, Persewaan

Bangunan dan Jasa Perusahaan

2,73 2,89 3,07 3,20 3,11 3,08

9. Jasa-Jasa 6,18 7,15 7,41 7,89 8,30 8,33

Sumber: BPS, 2006.

Secara umum Industri pengolahan memiliki dua subsektor yaitu subsektor industri migas dan subsektor industri non migas. Subsektor migas di Jawa Barat hanya terdiri dari perusahaan kilang minyak Balongan yang berlokasi di Indramayu. Sektor industri non migas terdiri dari industri makanan dan minuman, industri tekstil, industri pakaian jadi, industri kulit dan barang dari kulit, alas kaki, industri kayu, bambu, rotan dan furniture, industri kertas, percetakan dan penerbitan, industri kimia dan barang-barang dari kimia, karet dan plastik, industri barang mineral bukan logam, industri logam dasar, industri barang jadi dari


(9)

logam, dan industri pengolahan lainnya. Dari pengelompokan tersebut industri tekstil, industri pakaian jadi, merupakan bagian dari industri TPT. Struktur industri TPT meliputi kegiatan usaha sektor industri manufaktur dari hulu sampai hilir yang meliputi pembuatan serat dan filamen, benang, kain sampai dengan pembuatan barang jadi tekstil lainnya. Meningkatnya peran sektor industri pengolahan non migas terutama untuk subsektor industri TPT akan berdampak cukup signifikan terhadap pertumbuhan PDRB dan berbagai aspek dalam perekonomian yang ada di Jawa Barat. Sektor industri TPT memiliki kontribusi yang terus meningkat dengan rata-rata sebesar 20,04 persen (BPS Jawa Barat, 2005) dengan demikian industri TPT merupakan salah satu sektor dengan pertumbuhan yang positif.

Menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (2007), distribusi perusahaan TPT yang ada di Indonesia sebagian besar berlokasi di wilayah Jawa Barat, yaitu sebanyak 57 persen. Jawa Barat dapat dikatakan sebagai sentral pabrik tekstil di Indonesia. Dengan melihat kondisi seperti di atas maka sektor industri TPT Jawa Barat merupakan salah satu subsektor industri pengolahan yang sangat strategis dalam pengembangan perekonomian nasional maupun daerah. Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam mengembangkan sektor industri TPT, karena sektor industri TPT memiliki kontribusi dalam penerimaan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, menghasilkan kebutuhan pokok berupa sandang, dan memasok kebutuhan pasar domestik. Pada tahun 2004 jumlah perusahaan TPT yang ada di Jawa Barat mencapai 1384 perusahaan sedangkan untuk jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri TPT sendiri sekitar 1.165.360


(10)

orang, dengan demikian lebih dari satu juta orang tergantung pada industri TPT. Komoditi TPT merupakan komoditi ekspor terbesar Jawa Barat, selama periode 2000-2005 mencapai angka rata-rata USD 3,68 miliar.

1.2. Permasalahan

Bila dilihat dari sisi ekonomi, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Jawa Barat terus meningkat, salah satu sektornya yaitu sektor industri TPT. Selain peranannya pada bidang ekonomi, juga terhadap bidang sosial yang merupakan penyerap tenaga kerja langsung maupun tidak langsung dalam jumlah cukup besar, industri TPT merupakan industri padat karya dengan tingkat teknologi yang masih rendah dibandingkan dengan sektor lainnya. Perkembangan sektor industri TPT khususnya yang ada di Jawa Barat memberikan gambaran adanya hubungan saling keterkaitan antar sektor serta adanya efek multiplier baik dari sisi tenaga kerja, pendapatan maupun terhadap output itu sendiri. Selain itu terdapat hubungan di dalam sektor industri TPT itu sendiri dimana sektor hulu dari industri TPT sendiri seperti serat, filamen, benang, sangat berpengaruh terhadap industri hilirnya yaitu industri pakaian jadinya.

Walaupun demikian, upaya peningkatan dan pertumbuhan sektor industri TPT masih dihadapkan pada berbagai permasalahan baik internal maupun eksternal. Dari permasalahan eksternal seperti terbentuknya blok-blok perdagangan maupun perdagangan antar kawasan atau regional baru, khususnya di negara-negara yang selama ini telah menjadi tujuan ekspor TPT, dengan segala proteksi dan preferensi yang diterapkan baik langsung maupun tidak langsung


(11)

OLEH SRI MULYANI

H14103087

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(12)

(TPT) terhadap Kinerja Perekonomian Jawa Barat (Analisis Input-Output) (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYANTI

).

Pembangunan ekonomi di Jawa Barat secara makro didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sektor indistri pengolahan sebagai salah satu sektor andalan bagi perekonomian mampu memberikan kontribusi besar dari tahun ke tahun, walaupun pertumbuhannya mengalami peningkatan dan penurunan secara fluktuatif. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan subsektor dari industri pengolahan yang memiliki peranan cukup besar dalam perekonomian Jawa Barat. Menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (2005), distribusi perusahaan TPT yang ada di Indonesia sebagian besar berlokasi di wilayah Jawa Barat, yaitu dengan persentase sebanyak 57 persen, Jawa Barat dapat dikatakan sebagai sentral pabrik tekstil di Indonesia. Dengan melihat kondisi seperti di atas maka sektor industri TPT Jawa Barat merupakan salah satu sub sektor industri pengolahan yang sangat strategis dalam pengembangan perekonomian nasional maupun daerah. Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam mengembangkan sektor industri TPT, karena sektor industri TPT memiliki kontribusi dalam penerimaan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, menghasilkan kebutuhan pokok berupa sandang, dan memasok kebutuhan pasar domestik.

Walaupun demikian, upaya peningkatan industri TPT masih dihadapkan pada berbagai permasalahan baik internal maupun eksternal. Dari permasalahan eksternal seperti terbentuknya blok-blok perdagangan maupun perdagangan antar kawasan atau regional baru, khususnya di negara-negara yang selama ini telah menjadi tujuan ekspor TPT. Selain itu tumbuhnya kompetitor-kompetitor baru telah menambah berat persaingan dalam menghadapi pasar global yang semakin terbuka dan pasti. Salah satu permasalahan internal itu adalah kondisi mesin-mesin industri TPT yang ada di Indonesia hampir sebagian besar sudah berusia di atas 15 sampai 20 tahun, bahkan ada yang menyatakan sudah 70 persen nya out of date dengan usia yang sudah tua sehingga sudah saatnya pemerintah melakukan restrukturisasi mesin-mesin TPT (API, 2007).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan sektor industri TPT menganalisis dampak keterkaitan dan dampak penyebaran, dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri TPT dilihat berdasarkan efek multiplier terhadap antara sektor industri TPT terhadap sektor-sektor lainnya di Jawa Barat, menganalisis apakah program restrukturisasi industri TPT efektif dalam meningkatkan kinerja perekonomian Jawa Barat baik dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data

sekunder berupa Tabel Input-Output 1999 klasifikasi 76 sektor Data diperoleh dari BPS Pusat, BPS Jawa Barat, dan Asosiasi Pertekstilan


(13)

keperluan konsumsi langsung. Permintaan antara sektor industri TPT sebesar Rp 16,65 miliar atau sebesar 10,81 persen nilai keterkaitan output langsung ke depan untuk sektor industri TPT adalah sebesar 0,38 yang berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta rupiah maka akan meningkatkan output sektor hilir sebesar Rp 0,38 juta secara langsung terhadap sektor-sektor yang lainnya dan sektor TPT sendiri. nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar adalah sektor industri TPT yaitu sebesar 0,66 yang berarti jika terjadi peningkatan terhadap permintaan akhir sebesar satu juta rupiah di sektor industri TPT, maka akan meningkatkan output sektor hulu dari industri TPT sebesar Rp 0,66 juta dari sektor lainnya yang menyediakan input secara langsung termasuk sektor itu sendiri.

Industri TPT merupakan sektor yang mempunyai koefisien penyebaran paling tinggi yaitu sebesar Rp 1,34. Nilai koefisien yang lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor industri TPT memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya atau meningkakan output sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagai input sektor-sektor industri TPT Sektor industri TPT memiliki nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu yaitu sebesar 0,97. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa industri TPT kurang mampu dalam mendorong produksi sektor hilirnya yang menggunakan input dari sektor industri TPT. Sektor industri TPT dikatakan kurang mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya karena produk dari sektor TPT cenderung dikonsumsi langsung oleh rumah tangga.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa industri TPT merupakan industri yang mampu meningkatkan pertumbuhan hal ini bisa dilihat dari nilai koefisien penyebaran sektor hulunya, selain itu industri TPT merupakan industri padat karya di mana memiliki nilai multiplier tenaga kerja yang besar sehingga lebih mampu mempengaruhi peningkatan penyerapan tenaga kerja.

Dari hasil penelitian dapat disarankan bahwa Dari adanya program restrukturisasi industri TPT tahap 1 yang mulai berjalan sejak Januari 2007 telah berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Jika pemerintah sukses dalam pelaksanaan program restrukturisasi tahap 1 dan tidak ada kebocoran di dalamnya maka program restrukturisasi industri TPT perlu di tambah untuk tahap selanjutnya. Pemerintah pusat perlu memperhatikan jalannya program restrukturisasi industri TPT karena hal ini sangat berhubungan dengan sistem birokrasi yang ada di Indonesia, sehingga diharapkan program restrukturisasi ini tepat sasaran.


(14)

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor,

Agustus

2007

Sri Mulyani


(15)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Sri Mulyani

Nomor Registrasi Pokok : H14103087 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Dampak Restrukturisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap Kinerja

Perekonomian Jawa Barat (Analisis Input-Output)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir.Wiwiek Rindayanti, M.Si. NIP. 131 653 137

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Ir. Rina Oktaviani, MS, Ph.D. NIP. 131 846 872


(16)

Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industri selalu memiliki nilai tukar yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan tambahan manfaat kepada pemakainya (Dumairy, 2000).

Kondisi perekonomian suatu wilayah yang sudah maju ditandai dengan semakin meningkatnya peran sektor industri pengolahan dan jasa dalam perekonomian wilayah tersebut. Sektor tersebut telah mampu menggantikan peran sektor pertanian yang ada terutama dalam penyerapan tenaga kerja. Jawa Barat memiliki kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional yaitu sebesar 14,50 persen selama periode 2001 sampai 2005 (BPS, 2005).

Kontribusi Jawa Barat terhadap perekonomian nasional berada di urutan ke tiga setelah DKI Jakarta yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 17 persen dan Propinsi Jawa Timur yang kontribusinya mencapai 15 persen. Kondisi ini mengindikasikan bahwa Jawa Barat secara ekonomi merupakan salah satu wilayah yang sangat diperhitungkan peranannya dalam perekonomian nasional. Sementara itu diantara sektor-sektor perekonomian yang ada di Indonesia, Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang memiliki kontribusi sangat besar


(17)

terutama untuk sektor listrik, gas dan air bersih yang mencapai 40 persen lebih dan industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 20 persen. Selain itu sektor perdagangan pun memberikan kontribusi yang cukup besar yaitu sebesar 15,54 persen pada tahun 2001 meningkat menjadi 16,05 persen pada tahun 2005. Pada Tabel 1.1. dapat dilihat nilai persentase kontribusi masing-masing sektor perekonomian Jawa Barat dalam perekonomian nasional. Sektor yang memiliki kontribusi paing besar adalah sektor listrik, gas dan air bersih. Setelah itu diikuti sektor industri pengolahaan, dimana Jawa Barat merupakan salah stu wilayah yang menjadi sentral industri pengolahan.

Tabel 1.1. Kontribusi Perekonomian Jawa Barat dalam Perekonomian Nasional Tahun 2001-2005 (%)

Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005

1. Pertanian 13,10 12,53 12,13 13,71 13,64

2. Pertambangan dan Penggalian 9,96 9,96 10,15 4,81 4,42 3. Industri Pengolahan 20,84 20,51 20,68 20,83 21,33 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 46,03 44,57 42,97 49,02 48,72

5. Bangunan 6,42 6,61 6,68 6,85 7,52

6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 15,54 15,88 15,28 16,45 16,05 7. Pengangkutan dan

Komunikasi

11,28 11,13 10,91 10,60 9,41 8. Keuangan, Persewaan Bangunan

dan Jasa Perusahaan

4,78 4,96 5,03 4,79 4,67

9. Jasa-Jasa 10,85 11,27 12,01 12,72 12,79

Sumber: BPS, 2006.

Pembangunan ekonomi di Jawa Barat secara makro didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan sebagai salah satu sektor andalan bagi perekonomian mampu memberikan kontribusi yang paling tinggi dari tahun ke tahun, walaupun pertumbuhannya mengalami peningkatan dan penurunan secara fluktuatif. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan subsektor dari industri pengolahan yang memiliki peranan cukup besar dalam perekonomian


(18)

Jawa Barat. Peningkatan sektor industri TPT dapat dilihat dari semakin bertambahnya sumbangan sektor industri pengolahan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat yaitu sebesar 40,84 persen pada tahun 2000 menjadi 42,67 persen pada tahun 2005. Kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel yang memberikan kontribusi sebesar 18,17 persen di tahun 2000 yang terus mengalami peningkatan menjadi 19,23 persen

pada tahun 2005 (Tabel 1.2). Tabel 1.2. Kontribusi Sektoral dalam Perekonomian Jawa Barat Berdasarkan

Harga Konstan 2000 (%)

Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1. Pertanian 14,70 14,53 13,81 13,20 14,61 14,11 2. Pertambangan dan Penggalian 8,96 8,24 8,00 7,70 3,31 2,93 3. Industri Pengolahan 40,84 40,81 40,70 41,34 42,01 42,67 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 1,98 2,05 2,08 2,01 2,29 2,30

5. Bangunan 2,68 2,53 2,64 2,71 2,83 3,17

6. Perdagangan, Restoran dan Hotel

18,17 17,90 18,28 17,74 19,14 19,23 7. Pengangkutan dan

Komunikasi

3,74 3,90 4,01 4,22 4,41 4,19 8. Keuangan, Persewaan

Bangunan dan Jasa Perusahaan

2,73 2,89 3,07 3,20 3,11 3,08

9. Jasa-Jasa 6,18 7,15 7,41 7,89 8,30 8,33

Sumber: BPS, 2006.

Secara umum Industri pengolahan memiliki dua subsektor yaitu subsektor industri migas dan subsektor industri non migas. Subsektor migas di Jawa Barat hanya terdiri dari perusahaan kilang minyak Balongan yang berlokasi di Indramayu. Sektor industri non migas terdiri dari industri makanan dan minuman, industri tekstil, industri pakaian jadi, industri kulit dan barang dari kulit, alas kaki, industri kayu, bambu, rotan dan furniture, industri kertas, percetakan dan penerbitan, industri kimia dan barang-barang dari kimia, karet dan plastik, industri barang mineral bukan logam, industri logam dasar, industri barang jadi dari


(19)

logam, dan industri pengolahan lainnya. Dari pengelompokan tersebut industri tekstil, industri pakaian jadi, merupakan bagian dari industri TPT. Struktur industri TPT meliputi kegiatan usaha sektor industri manufaktur dari hulu sampai hilir yang meliputi pembuatan serat dan filamen, benang, kain sampai dengan pembuatan barang jadi tekstil lainnya. Meningkatnya peran sektor industri pengolahan non migas terutama untuk subsektor industri TPT akan berdampak cukup signifikan terhadap pertumbuhan PDRB dan berbagai aspek dalam perekonomian yang ada di Jawa Barat. Sektor industri TPT memiliki kontribusi yang terus meningkat dengan rata-rata sebesar 20,04 persen (BPS Jawa Barat, 2005) dengan demikian industri TPT merupakan salah satu sektor dengan pertumbuhan yang positif.

Menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (2007), distribusi perusahaan TPT yang ada di Indonesia sebagian besar berlokasi di wilayah Jawa Barat, yaitu sebanyak 57 persen. Jawa Barat dapat dikatakan sebagai sentral pabrik tekstil di Indonesia. Dengan melihat kondisi seperti di atas maka sektor industri TPT Jawa Barat merupakan salah satu subsektor industri pengolahan yang sangat strategis dalam pengembangan perekonomian nasional maupun daerah. Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam mengembangkan sektor industri TPT, karena sektor industri TPT memiliki kontribusi dalam penerimaan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, menghasilkan kebutuhan pokok berupa sandang, dan memasok kebutuhan pasar domestik. Pada tahun 2004 jumlah perusahaan TPT yang ada di Jawa Barat mencapai 1384 perusahaan sedangkan untuk jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri TPT sendiri sekitar 1.165.360


(20)

orang, dengan demikian lebih dari satu juta orang tergantung pada industri TPT. Komoditi TPT merupakan komoditi ekspor terbesar Jawa Barat, selama periode 2000-2005 mencapai angka rata-rata USD 3,68 miliar.

1.2. Permasalahan

Bila dilihat dari sisi ekonomi, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Jawa Barat terus meningkat, salah satu sektornya yaitu sektor industri TPT. Selain peranannya pada bidang ekonomi, juga terhadap bidang sosial yang merupakan penyerap tenaga kerja langsung maupun tidak langsung dalam jumlah cukup besar, industri TPT merupakan industri padat karya dengan tingkat teknologi yang masih rendah dibandingkan dengan sektor lainnya. Perkembangan sektor industri TPT khususnya yang ada di Jawa Barat memberikan gambaran adanya hubungan saling keterkaitan antar sektor serta adanya efek multiplier baik dari sisi tenaga kerja, pendapatan maupun terhadap output itu sendiri. Selain itu terdapat hubungan di dalam sektor industri TPT itu sendiri dimana sektor hulu dari industri TPT sendiri seperti serat, filamen, benang, sangat berpengaruh terhadap industri hilirnya yaitu industri pakaian jadinya.

Walaupun demikian, upaya peningkatan dan pertumbuhan sektor industri TPT masih dihadapkan pada berbagai permasalahan baik internal maupun eksternal. Dari permasalahan eksternal seperti terbentuknya blok-blok perdagangan maupun perdagangan antar kawasan atau regional baru, khususnya di negara-negara yang selama ini telah menjadi tujuan ekspor TPT, dengan segala proteksi dan preferensi yang diterapkan baik langsung maupun tidak langsung


(21)

dapat menghambat bagi eksistensi kinerja ekspor TPT. Disamping permasalahan eksternal, permasalahan internal ikut menjadi penghambat bagi peningkatan kinerja industri TPT yang secara langsung, yang dapat dirasakan pengaruhnya pada aktifitas produksi maupun pemasaran perusahaan Salah satu permasalahan internal yang menjadi perhatian saat ini adalah kondisi mesin-mesin industri TPT yang ada di Indonesia hampir sebagian besar sudah berusia di atas 15 sampai 20 tahun, bahkan ada yang menyatakan sudah 70 persen nya out of date dengan usia yang sudah tua sehingga sudah saatnya melakukan restrukturisasi mesin-mesin TPT (API, 2007). Pemerintah pusat dalam hal ini sudah saatnya melakukan restrukturisasi permesinan agar produk tekstil Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara lain. Restrukturisasi permesinan ini merupakan program bantuan pemerintah dalam rangka peremajan mesin-mesin Dengan melihat latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, sebagai berikut:

1. Penyebaran sektor industri TPT terhadap sektor-sektor lainnya di Jawa

Barat?

2. Berapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri TPT

dilihat berdasarkan efek multiplier terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja di Jawa Barat ?

3. Berapa besar pengaruh pengeluaran pemerintah melalui pelaksanaan

restrukturisasi TPT tahap 1, terhadap perekonomian Jawa Barat baik dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja ?


(22)

1.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis dampak penyebaran antara sektor industri TPT terhadap

sektor-sektor lainnya di Jawa Barat

2. Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri TPT

dilihat berdasarkan efek multiplier terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di Jawa Barat.

3. Untuk melihat dampak dari adanya program restrukturisasi pemerintah,

apakah program ini efektif dalam meningkatkan kinerja perekonomian Jawa Barat baik terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak untuk memperdalam informasi yang telah didapat dan menambah informasi-informasi yang baru. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan evaluasi bagi sektor-sektor lain yang ada di Jawa Barat. Bagi penulis sendiri penelitian ini merupakan wadah pembelajaran yang sangat bermanfaat. Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai acuan dan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang paling relevan bagi kemajuan Jawa Barat. Penelitian ini juga berlandaskan pada teori-teori dan penelitian terdahulu. Sehingga diharapkan penelitian ini bisa menjadi salah satu referensi bagi penelitian selanjutnya.


(23)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan memfokuskan pada sektor industri TPT yang ada di Jawa Barat dengan nilai shock sebesar Rp. 99,75 miliar yang berasal dari 57 persen dari jumlah anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk program restrukturisasi tahap 1 yaitu sebesar Rp. 175 miliar. Adapun analisis sektor industri TPT ini dilakukan dengan menggunakan data pada Tabel Input-Output (I-O) Jawa Barat tahun 1999 berdasarkan transaksi total atas dasar harga produsen. Pada Tabel I-O yang termasuk dalam sektor industri TPT adalah industri tekstil dan pakaian jadi. Penelitian ini menganalisis mengenai dampak penyebaran, dampak multiplier dan dampak dari adanya pengeluaran pemerintah melalui program restrukturisasi TPT tahap 1 yang mulai digulirkan pada 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2007.

Program Restrukturisasi TPT yang dikeluarkan pemerintah merupakan suatu bentuk perhatian pemerintah terhadap pertumbuhan industri industri TPT yang telah memberikan kontribusi besar terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Bantuan tersebut diberikan dalam bentuk pinjaman dana guna peremajaan mesin-mesin yang dimiliki perusahaan-perusahaan tekstil. Dalam penelitian ini penelti ingin melihat apakah program restrukturisasi TPT tahap 1 mampu meningkatkan kinerja TPT. Dengan demikian peneliti tertarik untuk membahas mengenai industri TPT khususnya yang ada di Jawa Barat.


(24)

2.1.1. Definisi Industri

Industri memiliki dua arti, pertama, industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Kedua, industri merujuk ke suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Kegiatan pengolahan itu sendiri dapat bersifat masinial, elektrikal, atau bahkan manual (Dumairy, 2000). Secara umum tekstil adalah bahan pakaian atau kain. Dilihat dari sisi keuntungan atau benefitnya, tekstil tidak hanya untuk pakaian tapi juga dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, industri atau kegunaan lainnya.

2.2. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)

2.2.1. Definisi Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)

Tekstil berasal dari bahasa Latin, yaitu texstiles yang berarti menenun atau kain tenun. (BPS, 2005). Tekstil berarti pula:

a) Suatu benda yang terbuat dari benang kemudian dijadikan kain sebagai bahan pakaian.

b) Suatu benda yang berasal dari serat atau benang yang dianyam (tenun) atau dirajut, direnda, dilapis, dikempa untuk dijadikan bahan pakaian atau untuk keperluan lainnya.


(25)

Industri TPT merupakan kegiatan industri yang meliputi kegiatan usaha sektor industri manufaktur dari hulu sampai hilir (terintegrasi), meliputi pembuatan serat dan filamen, benang, kain, sampai dengan pembuatan barang jadi tekstil lainnya yang selama ini menjadi salah satu penggerak roda perekonomian nasional (API, 2007). Industri TPT di Indonesia meliputi lima kegiatan industri, diantaranya adalah:

1. Industri Pembuatan Serat (Fiber Making Industry)

Industri serat merupakan sektor hulu (upstream) pada struktur industri TPT yang bersifat padat modal dan full automatic dan berskala besar dengan penyerapan tenaga kerja yang relatif sedikit dengan output besar. Sebagian besar industri serat Indonesia memproduksi serat buatan ( man-made fiber). Industri serat buatan Indonesia termasuk salah satu terbesar dunia.

2. Industri Pemintalan (Spinning Industry)

Industri pemintalan termasuk sektor menengah (midstream) yang merupakan industri semi padat modal, dengan mesin yang terus berkembang teknologinya dan menyerap tenaga kerja hampir tiga kali lipat dari industri serat. Industri ini memproduksi benang tenun dan benang rajut (spun yarn) serta benang jahit (sewing thread)

3. Industri Pertenunan, Perajutan, Pencelupan dan Penyempurnaan (Weaving, Knitting, Dyeing, Finishing Industry)

Industri pertenunan, perajutan, pencelupan, dan penyempurnaan, juga termasuk sektor menengah (midstream) yang merupakan industri semi


(26)

padat modal dengan mesin yang terus berkembang teknologinya, dan menyerap tenaga kerja lebih banyak dari industri pemintalan. Industri ini memproduksi kain tenun lembaran berupa kain grey (woven fabrics), kain finis (fabric finis), kain rajut (knitting fabrics) dan kain lembaran bukan tenun (non-woven fabrics).

4. Industri Pakaian Jadi (Garment/Clothing Industry)

Industri pembuatan pakaian jadi (garment), sangat berbeda dengan industri-industri TPT lainnya, yang pada struktur industri TPT nasional berada paling hilir (downstream) dengan tingkat penyerapan tenaga kerja sangat besar (sebagian besar wanita) yang bersifat padat karya.

5. Industri Pembuatan Produk Tekstil Lainnya (Other Textiles Product Industry)

Industri pembuatan produk tekstil jadi lainnya termasuk industri hilir dan mempunyai kesamaan dengan industri pakaian jadi (garment). Industri ini menghasilkan produk-produk seperti produk permadani, label, lencana, pita dan lain-lain.

2.3 Restrukturisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Restrukturisasi industri TPT merupakan salah satu dari 10 program prioritas yang disebut Presiden Susilo Bambang Yudhyono untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam program restrukturisasi industri tekstil pemerintah memberikan bantuan dana yang berasal dari pengeluaran pemerintah yaitu sebesar Rp. 175 miliar dari total Rp. 220 miliar. Bantuan tersebut dikeluarkan pemerintah


(27)

dalam bentuk bantuan dana yang digunakan untuk peremajaan mesin-mesin yang sudah berusia tua. Program ini sudah berjalan pada januari 2007 dan akan berakhir bulan desember 2007. Perusahan-perusahaan TPT mendaftarkan diri untuk mengajuan bantuan dana yang berasal dari program restrukturisasi tahap 1. Dalam program restrukturisasi industri tekstil pemerintah akan memberikani bunga pinjaman dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Dalam hal ini Departemen Perindustrian telah resmi membuka program restrukturisasi bagi industri TPT tahap 1 dengan jumlah anggaran Rp. 175 miliar dari total Rp. 255 miliar.

2.4. Model Input-Output (I-O)

Metode Input-Output merupakan suatu teknik perencanaan yang diperkenalkan oleh Prof. Wassily W. Leontief pada tahun 1930. Teknik ini dipergunakan untuk menelaah hubungan antara industri dalam rangka memahami saling ketergantungan dan kompleksitas perekonomian serta kondisi untuk mempertahankan keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Analisis input-output merupakan suatu peralatan analisis keseimbangan umum (Nazara, 2005). Input-Output menujukkan bahwa di dalam perekonomian secara keseluruhan terjadi interaksi saling berhubungan dan saling ketergantungan industrial. Input suatu industri merupakan output industri lainnya, dan sebaliknya, sehingga hubungan tersebut membawa ke arah ekuilibrium antara penawaran dan permintaan di dalam perekonomian secara keseluruhan. Sebagian besar kegiatan ekonomi memproduksi barang-barang antara (input) untuk digunakan lebih lanjut


(28)

dalam pembuatan barang-barang akhir (output). Pada hakikatnya, analisis input- output mengandung arti bahwa dalam keadaan ekuilibrium, jumlah output agregat dari keseluruhan perekonomian harus sama dengan jumlah input antara industri dan jumlah output antar industri (Nasution, 2002).

Menurut BPS (2003), pengertian tabel input-output adalah suatu uraian statistik dalam bentuk matriks yang menggambarkan transaksi penggunaan barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi. Sebagai suatu metode kuantitatif, tabel input-output memberikan gambaran tentang:

a) Struktur perekonomian negara atau wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor.

b) Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi.

c) Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri (Produksi Jawa Barat) maupun barang impor atau barang yang berasal dari propinsi lain.

d) Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor.

Beberapa kegunaan model I-O dalam penelitian perekonomian suatu wilayah antara lain:

1) Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, permintaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi.


(29)

2) Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.

3) Untuk menganalisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output.

4) Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi.

5) Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasikan karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.

2.4.1. Asumsi dan Keterbatasan Tabel Input-Output

Data yang disajikan dalam tabel I-O merupakan informasi rinci tentang input dan output sektoral yang mampu menggambarkan keterkaitan antar sektor dalam kegiatan perekonomian. Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam penyusunan tabel I-O adalah:

a) Homogenitas (Homogenety), yaitu satu sektor hanya menghasilkan satu jenis output dengan struktur input yang tunggal dan tidak ada substitusi otomatis antar output dari sektor yang berbeda.

b) Kesebandingan (Proportionality), yaitu asumsi bahwa kenaikan penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan output yang dihasilkan oleh sektor terebut.


(30)

c) Penjumlahan (Additivity), yaitu asumsi bahwa jumlah pengaruh dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan hasil penjumlahan dari setiap pengaruh pada masing-masing sektor tersebut. Asumsi ini sekaligus menegaskan bahwa pengaruh yang timbul dari luar sistem diabaikan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka tabel I-O sebagai model kuantitatif memiliki keterbatasan, yaitu koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan) selama periode analisis. Karena koefisien teknis dianggap konstan, maka teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksipun dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output.

Begitu juga dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam penyusunan tabel I-O dengan metode survey, serta semakin banyak agregasi terhadap sektor-sektor yang ada maka semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak terungkap dalam analisisnya.

2.4.2. Struktur Tabel Input-Output

Format dari tabel I-O terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran “n x n” dimensi yang terbagi menjadi empat kuadran yang tiap kuadran menggambarkan transaksi antara komponen-komponen suatu perekonomian pada satu titik waktu tertentu (Nazara, 2005). Tabel 2.1 menunjukkan transaksi antar komponen- komponen dimana terdapat komponen permintaan antara yang menggambarkan sektor-sektor perekonomian. Permintaan akhir yang terdiri dari empat komponen yaitu konsumsi rumah tangga (C), investasi perusahaan (I), pengeluaran


(31)

pemerintah (G), ekspor luar negeri (E), selain itu terdapat input primer dimana dalam penggunaannya da yang disebut balas jasa. Dengan menggunakan faktorfaktor produksi tersebut maka ada balas jasa faktor-faktor produksi dalam proses produksi. Misalnya, balas jasa faktor produksi tenaga kerja adalah upah atau gaji, balas jasa faktor produksi kapital adalah sewa atau bunga modal, balas jasa untuk faktor produksi tanah adalah sewa tanah, dan seterusnya.

Pada Tabel 2.1. menjelaskan bahwa pada garis horizontal atau baris, isian-isian angka memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi permintaan antara (intermediate demand), sebagian lagi dipakai untuk memenuhi permintaan akhir (final demand) yang terdiri dari konsumsi, investasi dan ekspor. Isian angka menurut garis vertikal atau kolom, menunjukkan pemakaian input antara dan input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk pelaksanaan kegiatan produksi.

Tabel 2.1 Bentuk Umum Tabel Transaksi Input-Output

Permintaan Antara Sektor Produksi Alokasi Output

Susunan Input 1 2 ... n

Permintaan Akhir Total Output Input a n t a r a Sektor p r o d u k s i 1 2 . . . . . . n x11 x21 . . . . . . xn1 x12 x22 . . . . . . xn2 ... ... ... x1n x2n . . . . . . xnn F1 F2 . . . . . . Fn X1 X2 Xn

Jumlah Input Primer V1 V2 ... Vn

Jumlah Input X1 X2 ... Xn


(32)

Pada Tabel 2.1, menjelaskan bahwa pada garis horizontal atau baris, isian-isian angka memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi permintaan antara (intermediate demand), sebagian lagi dipakai untuk memenuhi permintaan akhir (final demand) yang terdiri dari konsumsi, investasi dan ekspor. Isian angka menurut garis vertikal atau kolom, menunjukkan pemakaian input antara dan input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk pelaksanaan kegiatan produksi.

Tabel 2.1. tersebut dilihat secara baris maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut:

x11 + x12 + ...+ x1n + F1 = X1 x21 + x22 + ...+ x2n + F2 = X2 : : : : :

. . . . .

xn1 + xn2 + ...+ xnn + Fn = Xn Secara umum persamaan diatas dapat dirumuskan kembali menjadi:

i i n

j

ij F X

x + =

=1

; untuk i = 1, 2, ...,n (2.1)

dimana:

Xi : Total output sektor i

xij : Besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Fi : Permintaan akhir sektor ke-i

Sebaliknya jika Tabel 2.1. dibaca secara kolom, maka menunjukkan penggunaan input yang disediakan oleh sektor lain untuk aktivitas produksi. Persamaan aljabar menurut kolom dapat dituliskan sebagai berikut:


(33)

x11 + x12 + ...+ x1n + V1 = X1 x21 + x22 + ...+ x2n + V2 = X2 : : : : :

. . . . .

xn1 + xn2 + ...+ xnn + Vn = Xn (2.2) Secara umum persamaan diatas dapat dirumuskan kembali menjadi:

j j n

i

ij V X

x + =

=1

; untuk j= 1,2,...,n

dimana:

Xj : Total input sektor j

xij : Besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Vj : Input primer sektor ke-j

Secara umum matriks dalam Tabel I-O dapat dibagi dalam empat kuadran, yaitu kuadran I, II, III, IV. Pengertian masing-masing kuadran tersebut adalah sebagai berikut:

a) Kuadran I (Intermediate Quadrant)

Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisis I-O kuadran ini memiliki peran penting karena kuadran inilah yang menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya.


(34)

b) Kuadran II (Final Demand Quadrant)

Menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor. c) Kuadran III (Primary Input Quadran)

Menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah/gaji), pajak tak langsung, subsidi, surplus usaha dan penyusutan. Jumlah keseluruhan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.

d) Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant)

Merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.

2.4.3. Analisis Input Output

2.4.3.1. Analisis Keterkaitan

Nazara (2005), mengungkapkan bahwa konsep keterkaitan bisa digunakan dalam perumusan kebijakan pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu perekonomian. Konsep keterkaitan tersebut antara lain meliputi keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang mendeskripsikan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian


(35)

input yang digunakan dalam proses produksi. Keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkan.

Berdasarkan konsep ini, dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulasi pertumbuhan sektor lainnya melalui proses induksi. Keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukkan oleh koefisien langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ditunjukkan oleh matriks kebalikan Leontief. Matrik kebalikan Leontief (α) disebut sebagai koefisien keterkaitan, karena matrik ini mengandung informasi yang penting tentang struktur perekonomian, yang dipelajari dengan menggunakan tingkat keterkaitan antar sektor.

2.4.3.2.Analisis Dampak Penyebaran

Analisis dampak penyebaran sebenarnya merupakan pengembangan dari analisis keterkaitan terutama keterkaitan langsung dan tidak langsung karena analisis ini membandingkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung yang telah dikalikan dengan jumlah sektor yang ada dengan total nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung di semua sektor. Analisis ini terdapat dua macam yaitu, koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Koefisien penyebaran digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan sektor hulunya. Sedangkan kepekaan penyebaran digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor hilirnya.


(36)

2.4.3.3. Analisis Multiplier

Analisis lebih lanjut selain analisis keterkaitan dan penyebaran, dalam analisis input output adalah analisis pengganda atau multiplier. Analisis pengganda ini terbagi menjadi pengganda output, pengganda pendapatan, dan pengganda tenaga kerja baik itu pengganda tipe I dan pengganda tipe II. Pengganda output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial efect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Pengganda pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Pengganda tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang yang disebabkan oleh perubhan awal dari sisi output.

Pengganda tipe I dan II digunakan untuk mengukur efek dai output pendapatan maupun tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adnya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah.

2.5. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian Agustine (2004) yang menganalisis mengenai faktor-faktor produksi (tenaga kerja, bahan baku, bahan bakar) yang mempengaruhi output industri tekstil di Jawa Barat. Menganalisis elastisitas dan skala usaha (Return to Scale), serta menganalisis nilai tambah bruto dan efisiensi ekonomi dari industri tekstil dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi Cobb Douglas. Metode yang digunakan adalah metode regresi berganda.


(37)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor produksi modal, bahan baku, dan bahan bakar memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan output pada industri tekstil Jawa Barat. Sedangkan tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap peningkatan output dan pengaruhnya tidak nyata. Hal tersebut disebabkan karena penambahan tenaga kerja sudah tidak efisien lagi dalam meningkatkan output karena dalam produksi berlaku The Law of Diminishing Return

Penelitian kedua dari Hastuti (2006) mengenai analisis kenaikan tarif dasar listrik terhadap sektor industri di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan yang sangat tergantung pada output sektor listrik adalah sektor industri barang dari logam, mesin dan peralatan. Analisis penyebaran memperlihatkan bahwa, sektor listrik ternyata lebih mampu memepengaruhi sektor hilirnya dibanding terhadap sektor hulunya. Analisis multiplier dan pendapatan memperlihatkan bahwa kemampuan sektor listrik untuk mempengaruhi pembentukan output dan pendapatan dari seluruh perekonomian cukup kuat, sementara analisis multiplier tenaga kerja memperlihatkan kemampuan yang sangat kuat dalam meningkatkan pembentukan lapangan pekerjaan. Pengurangan subsidi listrik mempengaruhi pengaruh yang cukup besar terhadap sektor industri pengolahan, dari sisi pembentukan output terdapat tiga sektor yang terpengaruh yaitu sektor industri barang dan logam, mesin dan peralatan, industri kimia dan industri tekstil, pakaian jadi dan kulit, begitu juga dampak dari sisi pembentukan pendapatan dan tenaga kerja.

Penelitian penulis berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan menjelaskan bagaimana peranan sektor industiri TPT


(38)

terhadap sektor-sektor perekonomian yang ada di Jawa Barat, selain itu menganalisis dampak dari adanya pengeluaran pemerintah untuk sektor industri TPT melalui program restrukturisasi TPT tahap 1 (Departemen Perindustrian, 2007) terhadap sektor-sektor perekonomian yang ada di Jawa Barat. Di samping itu industri TPT Jawa Barat merupakan salah satu komoditi yang memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB dan perekonomian Jawa Barat sehingga menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Dalam penelitian ini judul yang diberikan penulis adalah “Dampak Restrukturisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Terhadap Perekonomian Jawa Barat (Analisis Input-Output)”.

2.6. Kerangka Pemikiran

Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang memiliki perkembangan perekonomian yang cukup signifikan, dimana sektor industri pengolahan masih memiliki peranan penting. Sektor industri pengolahan adalah sektor yang berperan penting dalam perekonomian Jawa Barat. Kenyataan ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap pembentukan PDRB Jawa Barat, dan penyerapan tenaga kerja dimana terdapat satu juta orang lebih yang bekerja di sektor ini. Salah satu subsektor industri pengolahan yang memiliki peranan besar dalam perekonomian Jawa Barat adalah sektor industri TPT. Disisi lain, adanya peningkatan kebutuhan rumah tangga akan produk industri TPT, hal ini memperlihatkan bahwa industri TPT diperlukan dalam memenuhi kebutuhan domestik dan luar negeri.

Dalam upaya peningkatan industri TPT masih dihadapkan pada berbagai permasalahan baik internal maupun eksternal. Salah satunya adalah kondisi


(39)

mesin-mesin industri TPT yang ada di Indonesia hampir sebagian besar sudah tua yang usianya sebagian besar lebih dari 15 sampai 20 tahun. Oleh karena itu ada upaya dari pemerintah melalui Departemen Perindustrian yaitu dengan memberikan bantuan yang berasal dari pengeluaran pemerintah dalam bentuk program restrukturisasi TPT tahap1. Program ini diharapkan dapat lebih meningkatkan produktivitas dan daya saing industri TPT terutama industri-industri TPT yang berskala besar seperti yang ada di Jawa Barat.

Secara garis besar penelitian ini menitikberatkan pada analisis keterkaitan, analisis penyebaran, dan analisis multiplier, selain itu penelitian ini ingin menganalisis sejauh mana dampak dari adanya pengeluaran pemerintah terhadap sektor Industri TPT dalam mempengaruhi sektor-sektor perekonomian yang ada di Jawa Barat baik dari output, pendapatan maupun tenaga kerjanya. Untuk mengetahui hal-hal yang telah disebutkan, maka penulis menggunakan metode Input-Output dalam penelitiannya.Keterkaitan antara perumusan masalah dan tujuan penelitian dapat dilihat pada kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut:


(40)

Keterangan: Hal yang dianalisis

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Struktur Perekonomian Jawa Barat

• Kontribusi Terhadap PDRB ↑ • Penyerapan Tenaga Kerja ↑

Tabel Input-Output Tahun 2003 Sektor Industri Pengolahan :

ƒ Industri Non Migas (industri TPT)

Analisis Input-Output Microsoft Excell

Analisis keterkaitan

Analisis dampak penyebaran

Analisis Multiplier:

¾ Output

¾ Pendapatan

¾ Tenaga Kerja

Dampak Anggaran Pemerintah (Restrukturisasi TPT Tahap 1)


(41)

Penelitian dilakukan dengan memilih lokasi di Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sektor industri TPT telah memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Jawa Barat dan sebagian besar industri TPT berlokasi di Jawa Barat yaitu sebesar 57 persen dari total distribusi perusahaan TPT yang ada di Indonesia (API, 2007). Selain itu tersedianya Tabel Input-Output Jawa Barat yang mendukung penelitian. Penelitian dimulai pada bulan Maret sampai bulan Juli 2007.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output 1999 klasifikasi 76 sektor berdasarkan transaksi total atas dasar harga produsen, Tabel Input-Output yang dicatat menurut harga produsen, memiliki margin keuntungan yang dimasukan dalam sektor perdagangan dan biaya transportasi yang dimasukan dalam sektor transportasi. Disebut transaksi total karena telah menggabungkan transaksi domestik dan impor. Sedangkan pada transaksi total Data diperoleh dari BPS Pusat, BPS Jawa Barat, dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Data kemudian diagregasi menjadi 10 sektor untuk tabel input-output tahun 1999, dengan mempertimbangkan sektor yang sejenis dan sektor yang akan diteliti lebih lanjut. Selain itu data juga diperoleh dari studi kepustakaan, serta literatur lain yang berhubungan dengan penelitian yaitu


(42)

perpustakaan IPB, dan data-data pelengkap lainnya yang diperoleh dari media cetak dan internet.

3.3 Metode Analisis Model Input-Output

Alat analisis yang digunakan adalah model input-output dari sisi permintaan (demand). Dari tabel input-output ini peranan industri TPT dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, permintaan akhir dapat diketahui secara langsung karena sudah tersaji dalam tabel. Untuk mengetahui peranan industri TPT sebagai sektor penyedia input maupun sektor pemakai input serta dampak yang ditimbulkan sektor industri TPT terhadap perekonomian wilayah dapat dikaji berdasarkan analisis multiplier dan keterkaitan. Dalam pengolahan datanya didukung dengan program Microsoft Excel.

3.3.1 Koefisien Input

Pada tabel input-output koefisien input atau koefisien teknologi merupakan perbandingan antara output sektor i yang digunakan dalam sektor j atau (Xij) dengan input total sektor j (Xj). Jika koefisien input dilambangkan dengan aij, maka :

j ij ij

X x

a = ; untuk i dan j = 1,2,....,n. (3.1)

dimana: aij= Koefisien Input

Sesuai dengan perumusan koefisien di atas, maka dapat disusun matriks sebagai berikut:


(43)

(3.2) atau,

+ =

(3.3) A X + F = X

AX + F = X atau F = (I-A) X X = (I-A)-1 F (3.4) dimana:

I : Matriks Identitas F : Permintaan Akhir X : Jumlah Output (I-A) : Matriks Leontief

(I-A)-1 : Matriks Kebalikan Leontief

Matriks kebalikan merupakan alat yang sangat penting dalam melakukan analisis ekonomi karena saling berkaitan dengan tingkat permintaan akhir maupun tingkat produksi. Hasil dari analisis tersebut yaitu,

1) Keterkaitan langsung baik langsung kedepan maupun langsung kebelakang. n n n nn n n n n n n

X

F

X

a

X

a

X

a

X

F

X

a

X

a

X

a

X

F

X

a

X

a

X

a

=

+

+

+

+

=

+

+

+

+

=

+

+

+

+

...

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

...

...

2 2 1 1 2 2 2 2 22 1 21 1 1 1 2 12 1 11 nn n n n n a a a a a a a a a ... . . . . . . ... ... 2 1 2 22 21 1 12 11 n X X X 2 1 n F F F 2 1 n X X X 2 1


(44)

2) Pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja. 3) Koefisien dan kepekaan penyebaran.

3.3.2. Analisis Keterkaitan (linkage)

Analisis keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar untuk perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Analisis keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi: a. Keterkaitan Langsung Ke Depan (direct forward linkage)

Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total.

Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung kedepan, digunakan rumus sebagai berikut:

; untuk j = 1,2...n (3.5) dimana:

K(Di) = Keterkaitan langsung ke depan

ij

a = Unsur matriks koefisien teknis

b. Keterkaitan Langsung Ke Belakang (direct backward linkage)

Keterkaitan langsung kebelakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total.

=

=

n j

i

i

a

j

D

K

1

)

(


(45)

Untuk mengetahui besarnya keterkaitan langsung ke belakang, digunakan rumus sebagai berikut:

; untuk i = 1,2,...n (3.6) dimana :

K(Bj) = Keterkaitan langsung ke belakang

ij

a = Unsur matriks koefisien teknis

3.3.3. Analisis Dampak Penyebaran

Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang seperti yang telah diuraikan di atas sebelumnya belumlah memadai untuk dipakai sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu kedua indeks tersebut haruslah dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.

a) Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang)

Koefisien penyebaran digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Dengan kata lain, koefisien penyebaran dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi

=

=

n

i j

a

ij

B

K

1

)

(


(46)

apabila Pdj mempunyai nilai lebih besar dari satu, begitu juga sebaliknya jika nilai Pdj lebih kecil dari satu. Untuk mengetahui besarnya nilai koefisien penyebaran, digunakan rumus sebagai berikut:

; untuk i dan j = 1,2,...,n (3.7) dimana:

Pdj = Koefisien Penyebaran sektor j = Unsur matrik kebalikan Leontief n = Jumlah Sektor

Nilai koefisien penyebaran dari suatu sektor menunjukkan bahwa kenaikan satu unit output sektor tersebut akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menyediakan input bagi sektor itu sendiri sebesar nilai koefisien penyebarannya.

b) Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran Ke Depan)

Kepekaan penyebaran digunakan untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief. Untuk mengetahui besarnya nilai kepekaan penyebaran, digunakan rumus sebagai berikut:

∑∑

= =

=

= n

i n

j ij n

i ij

n Pdj

1 1

1

α α

ij


(47)

;untuk i dan j = 1,2,...,n (3.8) dimana:

Sdi = Kepekaan Penyebaran sektor i = Unsur matrik kebalikan Leontief n = Jumlah Sektor

Nilai kepekaan penyebaran suatu sektor menunjukkan bahwa kenaikan satu unit output dari suatu sektor akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain yang menggunakan output dari sektor tersebut, termasuk sektor itu sendiri sebesar nilai kepekaan penyebarannya. Apabila nilai kepekaan penyebaran (Sdi) lebih dari satu maka sektor i tersebut mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi. Sebaliknya jika nilai Sdi kecil maka sektor i tersebut mempunyai tingkat penyebaran yang rendah. Semakin besar nilai kepekaan suatu sektor menunjukkan bahwa sektor tersebut mampu menumbuhkan sektor hilirnya.

Perbandingan antara nilai kepekaan dan koefisien penyebaran dapat menunjukkan kemampuan menarik atau mendorong suatu sektor. Apabila suatu sektor memiliki nilai keofisien penyebaran lebih besar dari nilai kepekaan penyebaran maka sektor tersebut mempunyai kemampuan menarik yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya.

∑ ∑

= =

=

=

n i

n

j ij n

j ij

n

Sdi

1 1

1

α

α

ij

α


(48)

3.3.4. Analisis Pengganda (Multiplier)

Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka )

ij atau untuk model tertutup ( * )

ij

α dapat ditentukan nilai-nilai multiplier

output, pendapatan dan tenaga kerja.

a. Multiplier Output

Multiplier Output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matrik kebalikan Leontief (matriks invers) α menunjukkan total pembelian input baik tidak langsung maupun langsung dari sektor i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan dengan persamaan : α =(IA)−1 =

[ ]

αij

Dengan demikian matriks α mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antar sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matrik invers ini

[ ]

αij menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.

b. Multiplier Pendapatan

Multiplier pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Dalam Tabel Input-Output, yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. Pengertian pendapatan disini tidak hanya mencakup beberapa jenis


(49)

pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga, tetapi juga dividen dan bunga bank.

c. Multiplier Tenaga Kerja

Multiplier tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam Tabel Input-Output seperti pada multiplier output dan pendapatan, karena dalam Tabel Input-Output tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Untuk memperoleh multiplier tenaga kerja maka pada Tabel Input-Output harus ditambahkan baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Penambahan baris ini untuk memperoleh koefisien tenaga kerja (ei).

Tabel 3.1. Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja

Multiplier

Nilai Output Pendapatan Tenaga Kerja

Efek Awal 1 hi ej

Efek Putaran Pertama Efek Dukungan Industri Efek Induksi Konsumsi Efek Total Efek Lanjutan

Sumber: Daryanto, A dalam Sahara dan D.S Priyarsono

ij ia

iaijhi

iaijei

ij i ij

i

a

α −1−

ij i ij

iα

α

* − ij i * α

1 * −

iα ij

i ij i i i ij

i h h

a h

α − −

i ij i i ij

iα h

α h

* − i ij i h * α

i i ij

i hh

α*

i ij i i i ij

i e e

a e

α − −

i ij i i ij

iα e

α e

* − i ij i e * α

i i ij

i ee


(50)

Keterangan :

aij = Koefisien Output

hij = Koefisien Pendapatan Rumah Tangga ei = Koefisien Tenaga Keja

= Matrik Kebalikan Leontief Model Terbuka = Matrik Kebalikan Leontief Model Tertutup d. Multiplier Tipe I dan II

Multiplier Tipe I dan II digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Respon atau efek multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

i ) Dampak Awal (initial impact)

Dampak awal merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan jumlah dalam suatu unit satuan moneter. Dari sisi output, dampak awal ini diasumsikan sebagai peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan tenaga kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi). Sedangkan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei).

ij

α

ij *


(51)

ii ) Efek Putaran Pertama (First Round Effect)

Efek putaran pertama menunjukan efek langsung dari pembelian masing-masing sektor untuk peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Dari sisi output efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung (koefisien input output/aij). Sedangkan efek putaran pertama dari sisi pendapatan

menunjukkan adanya peningkatan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. Sementara efek putaran pertama dari sisi tenaga kerja menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output.

iii ) Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect)

Efek dukungan industri dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output.

iv ) Efek Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect).

Efek induksi konsumsi dari sisi output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh masing-masing dengan mengalihkan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja.

) (

iaijhi

) (

iaijei


(52)

v ) Efek Lanjutan (Flow-on-Effect)

Efek lanjutan merupakan efek (dari output, pendapatan dan tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.

Hubungan antara efek awal dengan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja, dihitung dengan menggunakan rumus multiplier tipe I dan tipe II, sebagai berikut:

1. Pengganda Output Tipe I (Sederhana)

Pengganda output tipe I bertujuan untuk mengetahui hingga sejauh mana pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah atau negara terhadap output sektor lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ditulis dengan rumus sebagai berikut :

=

=

n j i

ij j

MXSI

α

(3.9)

Dimana:

j

MXSI = pengganda output sederhana sektor ke-j

ij

α = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

2. Pengganda Output Tipe II (Total)

Pengganda Output Tipe II bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah atau negara terhadap output sektor lain, baik secara langsung maupun induksi. Ditulis dengan rumus sebagai berikut :


(53)

+ =

=

1 1 ' n i ij j

MXSII

α

(3.10)

dimana :

j

MXSII = pengganda output total sektor ke-j

ij '

α = unsur matriks kebalikan Leontief tertutup 3. Pengganda Pendapatan Tipe I

(3.11)

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

j n n i ij j n j

a

a

MI

) 1 ( 1 ) 1 ( + = +

=

α

(3.12) dimana : j

MI = pengganda pendapatan tipe I sektor ke-j

ij

α = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

j i n

a( +) = koefisien input gaji/rumah tangga sektor j 3. Pengganda Pendapatan Tipe II

Pengganda Pendapatan Tipe II selain untuk menghitung pengaruh langsung dan dan tidak langsung juga menghitung pengaruh induksi. Rumusnya adalah: langsung pengaruh induksi pengaruh langsung tidak pengaruh langsung pengaruh

MII = + + (3.13)

langsung pengaruh langsung tidak pengaruh langsung pengaruh


(54)

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : j n ij n n i ij n j

a

a

a

MII

j ) 1 ( ' ) 1 ( 1 1 ' ) 1 ( + + + = +

=

=

α

α

(3.14)

dimana :

j

MII = pengganda pendapatan tipe II sektor ke-j

ij '

α = unsur matriks kebalikan Leontief tertutup

j

n

a

( +1) = koefisien pendapatan sektor ke-j 4. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I

Berubahnya kesempatan kerja yang terjadi pada sektor tersebut dan sektor yang lainnya akibat penambahan permintaan akhir dari suatu sektor sebesar satu satuan secara langsung dan tidak langsung. Rumusnya:

i i n n i ij n j

X

L

w

w

MLI

j

=

=

+ = +

) 1 ( 1 ) 1 (

α

(3.15) Dimana :

MLIj = pengganda tenaga kerja tipe I sektor ke-j

W = vektor baris koefisien tenaga kerja (orang/satuan rupiah) W = (Wn=1, Wn+1,2,..., Wn=1,n)

W(n+1)i = koefisien tenaga kerja sektor ke-i (orang/satuan rupiah) W(n+1)j = koefisien tenaga kerja sektor ke-j (orang/satuan rupiah) Xi = total input (satuan rupiah)


(1)

Nasution, T. 2002. Analisis dan Penggunaan Model Input Output Dalam Perencanaan. http://psi.ut.ac.id./jsi.nasution. [2 Juni 2007].

Nazara., S. 2005. Analisis Input-Output. Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.

Pasaribu, S.H, Djoni H, dan Tony I. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Sahara dan Budy P. R. 1998. Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Daerah Khusus Ibukota Jakarta: Analisis Input-Output. http://rapas.anu.edu./~U4039069/1996tc 2000/Jak-10.98.pdf-[2 Juni 2007].

Yulaekha, S. 2005. Analisis Produktifitas Industri TPT Indonesia Periode 1983-2002 [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(2)

83

Lampiran 1. Tabel Klasifikasi 76 Sektor dan 10 Sektor

Kode

Sektor

Klasifikasi 76 Sektor Kode Sektor

Klasifikasi 10 Sektor

1 Padi 1 Pertanian

2 Jagung 1 Pertanian

3 Ketela Pohon 1 Pertanian

4 Ubi Jalar 1 Pertanian

5 Umbi-umbian Lainnya 1 Pertanian

6 Kacang tanah 1 Pertanian

7 Kedele 1 Pertanian

8 Buah-buahan 1 Pertanian

9 Sayur-sayuran 1 Pertanian

10 Bahan Makanan Lainnya 1 Pertanian

11 Karet 1 Pertanian

12 Kelapa 1 Pertanian

13 Kelapa Sawit 1 Pertanian

14 Teh 1 Pertanian

15

Pertanian tanaman perkebunan

lainnya 1 Pertanian

16 Ternak dan hasil-hasilnya 1 Pertanian 17 Unggas dan hasil-hasilnya 1 Pertanian

18 Kayu 1 Pertanian

19 Hasil hutan lainnya 1 Pertanian 20 Ikan laut dan hasil laut lainnya 1 Pertanian 21

Ikan darat dan hasil perairan darat

lainnya 1 Pertanian

22 Minyak dan gas bumi 2 Pertambangan dan Penggalian 23 Barang tambang lainnya 2 Pertambangan dan Penggalian 24 Barang galian segala jenis 2 Pertambangan dan Penggalian

25 Garam kasar 2 Pertambangan dan Penggalian

29 Industri tekstil 3 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 30

Industri pakaian jadi, kecuali untuk

alas kaki 3 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 26 Industri makanan 4 Industri Lainnya

27 Industri minuman 4 Industri Lainnya 28

Industri pengolahan tembakau dan

bumbu rokok 4 Industri Lainnya

31

Industri kulit dan barang dari kulit,

kecuali untuk alas kaki 4 Industri Lainnya 32 Industri alas kaki 4 Industri Lainnya 33

Industri kayu, bambu, rotan,

rumput-rumputan, dan sejenisnya 4 Industri Lainnya 34 Industri furnitur 4 Industri Lainnya 35

Industri kertas, barang dari kertas,

dan sejenisnya 4 Industri Lainnya

36 Industri penerbitan dan percetakan 4 Industri Lainnya 37 Industri kimia dasar, kecuali pupuk 4 Industri Lainnya


(3)

38

Industri kimia dan barang-barang

dari bahan kimia lainnya 4 Industri Lainnya

39 Industri Pupuk 4 Industri Lainnya

40

Industri barang-barang dari hasil

pengilangan minyak bumi 4 Industri Lainnya 41

Industri karet dan barang-barang

dari karet 4 Industri Lainnya

42 Industri barang-barang dari plastik 4 Industri Lainnya 43 Industri porselin 4 Industri Lainnya 44 Industri kaca dan barang dari kaca 4 Industri Lainnya

45 Industri semen 4 Industri Lainnya

46 Industri pengolahan tanah liat 4 Industri Lainnya 47

Industri barang galian lainnya dari

bahan bukan logam 4 Industri Lainnya 48

Industri logam dasar, besi, dan

baja 4 Industri Lainnya

49 Industri logam dasar bukan besi 4 Industri Lainnya 50

Industri barang dari logam, kecuali

mesin dan peralatannya 4 Industri Lainnya 51

Industri mesin dan

perlengkapannya 4 Industri Lainnya

52

Industri mesin peralatan dan

perlengkapannya 4 Industri Lainnya

53 Industri alat angkutan 4 Industri Lainnya

54

Industri peralatan profesional, ilmu pengetahuan, pengukur, dan

pengatur 4 Industri Lainnya

55 Industri pengolahan lainnya 4 Industri Lainnya

56 Listrik 5 Listrik, Gas dan air Minum

57 Gas Kota 5 Listrik, Gas dan air Minum

58 Air minum 5 Listrik, Gas dan air Minum

59 Bangunan 6 Bangunan

60 Perdagangan 7 Perdagangan, hotel dan Restoran

61 Hotel 7 Perdagangan, hotel dan Restoran

62 Restoran 7 Perdagangan, hotel dan Restoran

63 Jasa angkutan rel 8 Transportasi dan Komunikasi 64 Jasa angkutan jalan 8 Transportasi dan Komunikasi 65 Jasa angkutan laut 8 Transportasi dan Komunikasi 66 Jasa angkutan sungai dan danau 8 Transportasi dan Komunikasi 67 Jasa angkutan udara 8 Transportasi dan Komunikasi 68 Jasa penunjang angkutan 8 Transportasi dan Komunikasi 69 Jasa komunikasi 8 Transportasi dan Komunikasi 70

Bank dan lembaga keuangan

lainnya 9 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

71

Real estat dan usaha persewaan

bangunan 9

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

72 Jasa perusahaan 10 Jasa-jasa

73 Jasa pemerintahan umum 10 Jasa-jasa 74 Jasa sosial dan kemasyarakatan 10 Jasa-jasa


(4)

85

75

Jasa rekreasi, kebudayaan, dan

olah raga 10 Jasa-jasa

76

Jasa perseorangan dan rumah

tangga 10 Jasa-jasa

190 Jumlah input antara 190 Jumlah input antara

200 Impor 200 Impor

201 Upah dan gaji 201 Upah dan gaji

202 Surplus usaha 202 Surplus usaha

203 Penyusutan 203 Penyusutan

204 Pajak tidak langsung 204 Pajak tidak langsung

205 Subsidi 205 Subsidi

209 Nilai tambah bruto 209 Nilai tambah bruto

210 Jumlah input 210 Jumlah input

301

Pengeluaran Konsumsi Rumah

Tangga 301 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

302 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 302

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

303 Pembentukan Modal Tetap Bruto 303 Pembentukan Modal Tetap Bruto 304 Perubahan Stok 304 Perubahan Stok

305 Ekspor Barang Dagangan 305 Ekspor Barang Dagangan

306 Ekspor Jasa 306 Ekspor Jasa

309 Jumlah Permintaan Akhir 309 Jumlah Permintaan Akhir 310 Jumlah Permintaan Akhir 310 Jumlah Permintaan Akhir


(5)

Lampiran 2. Matrik Koefisien Input

Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total

1 0.0305 0.0000 0.0851 0.1008 0.0000 0.0298 0.0536 0.0002 0.0000 0.0029 0.3029 2 0.0000 0.0832 0.0000 0.0336 0.1227 0.0334 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.2730 3 0.0016 0.0036 0.3443 0.0174 0.0046 0.0006 0.0016 0.0024 0.0008 0.0090 0.3857 4 0.0978 0.0384 0.1483 0.3335 0.2946 0.3909 0.1104 0.1586 0.0165 0.1037 1.6928 5 0.0024 0.0010 0.0132 0.0146 0.0328 0.0064 0.0124 0.0057 0.0268 0.0182 0.1335 6 0.0027 0.0088 0.0021 0.0030 0.0145 0.0055 0.0030 0.0133 0.0435 0.0042 0.1006 7 0.0208 0.0129 0.0440 0.0841 0.0553 0.0902 0.0274 0.0271 0.0209 0.0179 0.4007 8 0.0073 0.0331 0.0174 0.0413 0.0095 0.0154 0.0288 0.0731 0.0380 0.0153 0.2793 9 0.0105 0.0304 0.0057 0.0095 0.0016 0.0035 0.0233 0.0158 0.0465 0.0255 0.1723 10 0.0046 0.0419 0.0084 0.0143 0.0665 0.0010 0.0286 0.1631 0.0444 0.0202 0.3930 Total 0.1782 0.2532 0.6686 0.6521 0.6022 0.5768 0.2892 0.4593 0.2374 0.2171 4.1340


(6)

88

Lampiran 4. Matriks Leontief Tertutup

Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total

1 1.1113 0.0380 0.2965 0.3607 0.1457 0.2186 0.1703 0.1130 0.0376 0.1218 0.3459 2.9594 2 0.0176 1.0999 0.0392 0.0945 0.1746 0.0828 0.0261 0.0277 0.0138 0.0272 0.0598 1.6632 3 0.0424 0.0243 1.6037 0.1522 0.0719 0.0840 0.0618 0.0587 0.0189 0.0757 0.2057 2.3994 4 0.3957 0.1946 0.8426 2.2898 0.8445 1.0740 0.5512 0.6035 0.1865 0.5519 1.3007 8.8350 5 0.0212 0.0118 0.0584 0.0743 1.0668 0.0475 0.0410 0.0352 0.0387 0.0476 0.0857 1.5282 6 0.0074 0.0140 0.0130 0.0178 0.0246 1.0160 0.0107 0.0220 0.0492 0.0119 0.0162 1.2028 7 0.1122 0.0588 0.2522 0.3749 0.2148 0.2917 1.1626 0.1569 0.0689 0.1570 0.4269 3.2770 8 0.0553 0.0629 0.1245 0.1959 0.0977 0.1235 0.1010 1.1467 0.0658 0.0883 0.2158 2.2774 9 0.0312 0.0459 0.0510 0.0759 0.0411 0.0485 0.0552 0.0491 1.0602 0.0575 0.0941 1.6098 10 0.0494 0.0744 0.1049 0.1600 0.1476 0.0966 0.0995 0.2381 0.0758 1.0913 0.2131 2.3506 11 0.2618 0.1080 0.4940 0.8066 0.3550 0.4786 0.3936 0.3217 0.1010 0.4190 1.5493 5.2885 Total 2.1055 1.7326 3.8801 4.6024 3.1844 3.5618 2.6731 2.7725 1.7164 2.6491 4.5133 33.3911