KEHIDUPAN SUKU ANAK – DALAM DI KECAMATAN AIR HITAM KABUPATEN SAROLANGUN.
KEHIDUPAN SUKU ANAK – DALAM DI KECAMATAN AIR HITAM KABUPATEN SAROLANGUN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Geografi
Oleh :
MUHAMMAD IBRAHIM NIM. 0900829
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
(2)
KEHIDUPAN SUKU ANAK – DALAM DI KECAMATAN AIR HITAM KABUPATEN SAROLANGUN
Oleh
Muhammad Ibrahim
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial
© Muhammad Ibrahim Universitas Pendidikan Indonesia
2013
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.
(3)
No. Daftar FPIPS : 1874/UN.40.2.4/PL/2013
LEMBAR PENGESAHAN
KEHIDUPAN SUKU ANAK – DALAM DI KECAMATAN AIR HITAM KABUPATEN SAROLANGUN
MUHAMMAD IBRAHIM (0900829)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH : Pembimbing I
Prof. Dr. R Gurniwan Kamil Pasya, M.Si NIP. 19610323 198603 1002
Pembimbing II
Drs. H. Djakaria M Nur, M.Si NIP. 19490205 197803 1001
MengetahuiKetuaJurusanPendidikanGeografi UniversitasPendidikan Indonesia
Dr. Hj. EponNingrum, M.Pd NIP. 19620304 198704 2001
(4)
ABSTRAK
KEHIDUPAN SUKU ANAK – DALAM DI KECAMATAN AIR HITAM KABUPATEN SAROLANGUN
Oleh
MUHAMMAD IBRAHIM (0900829)
Suku Anak – Dalam merupakan salah satu masyarakat yang sangat menggantungkan hidupnya terhadap sumber daya alam yang ada dihutan. Semakin berkurangnya luas hutan di Kabupaten Sarolangun akibat dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, hal ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan sosial-budaya kehidupan Suku Anak - Dalam di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun. Adapun kehidupan Suku Anak - Dalam yang diteliti yaitu sistem penguasaan hutan yang dilakukan Suku Anak - Dalam di Kecamatan Air Hitam, kearifan lokal Suku Anak - Dalam yang berhubungan dengan hutan, dan adaptasi Suku Anak - Dalam terhadap lingkungan perkebunan kelapa sawit.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain penelitian Kualitatif Deskriptif dengan metode Fenomenalogi untuk mengungkap kehidupan Suku Anak - Dalam terkait dengan terjadinya konversi hutan. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik prosedur purposive dengan menggunakan key person untuk menentukan informannya. Ada empat rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu : 1) Bagaimanakah sistem penguasaan hutan yang dilakukan Suku Anak - Dalam di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun. 2) Apa saja kearifan lokal Suku Anak - Dalam yang masih dipertahankan di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun. 3) Bagaimanakah adaptasi Suku Anak - Dalam terhadap lingkungan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun. 4) Bagaimanakah implementasi pembelajaran Geografi di SMA dalam menyerap nilai-nilai kearifan lokal Suku Anak - Dalam, dalam menjaga kelestarian hutan.
Berdasarkan hasil penelitian terjadi perubahan pada sistem penguasaan hutan yang dilakukan Suku Anak - Dalam. Perubahan itu yaitu pemerintah dan Suku Anak - Dalam bekerjasama membentuk sebuah hutan adat. Kawasan hutan yang masuk kedalam wilayah hutan adat tidak boleh ditebang untuk dijadikan ladang oleh Suku Anak - Dalam. Sementara Suku Anak -Dalam yang hidup didalam kawasan hutan adat, boleh menebang hutan tetapi harus mengikuti aturan adat. Kearifan lokal Suku Anak - Dalam yang masih mereka jaga dan berhasil dalam menjaga kelestarian hutan yaitu hompongan dan larangan-larangan atau aturan adat berupa kawasan hutan dan pohon-pohon yang tidak boleh ditebang. Adapun adaptasi yang dilakukan oleh Suku Anak - Dalam dilingkungan perkebunan kelapa sawit yaitu dengan mengkonsumsi makanan dari luar hutan, penggunaan teknologi baru dalam kehidupan Suku Anak – Dalam, berubahnya mata pencaharian, dan perubahan pola pembukaan lahan.
(5)
ABSTRAK
KEHIDUPAN SUKU ANAK – DALAM DI KECAMATAN AIR HITAM KABUPATEN SAROLANGUN
Oleh
MUHAMMAD IBRAHIM (0900829)
Suku Anak – Dalam In is one of the very society drape his life to natural resources that exist in the forest. A devastating vast forests in Sarolangun result converted to Palm oil plantations, this will result in the occurrence of changes in socio-cultural life of Suku Anak – Dalam In Air Hitam District in Sarolangun. As for the lives Suku Anak – Dalam In the forest tenure system which researched carried out Suku Anak - Dalam In Air Hitam district, Tribal Suku Anak - Dalam of local wisdom In dealing with the forest, and adaptation Of Suku Anak – Dalam In Palm oil plantations on the environment.
This research was carried out by using a descriptive Qualitative design research with the method Fenomenalogi to uncover the lives of Suku Anak - Dalam in the tribe associated with the occurrence of forest conversion. Sampling techniques using the technique of purposive procedure using the key person to determine the informan. There are four formula issue in this study, namely: 1) How did the forest tenure system which made the Suku Anak - Dalam in Air Hitam District in Sarolangun. 2) What are the local wisdom Of Suku Anak – Dalam in that is still maintained in Sarolangun Regency Air Hitam. 3) How is the adaptation Of the children in the neighborhood of palm oil plantations in Sarolangun Regency Air Hitam. 4) How is the implementation of learning Geography in high school in absorbing local wisdom values the Suku Anak - Dalam inside, in maintaining forest sustainability.
Based on the results of the research there are changes in forest tenure system which made the Suku Anak - Dalam inside. The change is that the Government and the tribes of the Suku Anak - Dalam of the indigenous forest formed a partnership. Forest areas belonging to the indigenous forest territories should not be cut down into a field by the Suku Anak - Dalam. While the Suku Anak - Dalam in the living in the forest areas of custom, may cut down forests but must follow the rules of custom. Local wisdom of Suku Anak - Dalam in their care and are still succeeding in maintaining the sustainability of forests and hompongan prohibitions or customs rules in the form of the forest and the trees should not be cut down. As for the adaptation done by Suku Anak - Dalam in the surroundings of Palm oil plantations is to consume foods from outside the forest, the use of new technologies in the life of the Suku Anak - Dalam, with the shift Suku Anak - Dalam livelihoods, and changes in the pattern of the opening of the land.
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKSIH ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 5
A. Manusia dan Hutan ... 5
1. Hutan Sebagai Penyedia Kebutuhan Manusia ... 5
2. Ketergantungan Manusia Dengan Hutan ... 7
B. Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap Manusia ... 9
C. Kearifan Lokal ... 11
D. Hubungan Manusia Dengan Lingkungannya ... 12
E. Adaptasi... 18
1. Pengertian Adaptasi ... 18
2. Model Konsep Adaptasi ... 19
3. Mekanisme Adaptasi ... 20
4. Dimensi Adaptasi ... 21
5. Karakteristik Respon Adaptif ... 21
6. Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan ... 22
F. Kaitan Pembelajaran Geografi Dengan Kajian Hubungan Manusia Dengan Lingkungannya ... 23
G. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Geografi... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
A. Objek dan Informan Penelitian ... 28
1. Objek Penelitian ... 28
2. Informan Penelitian ... 28
B. Metode Penelitian... 29
C. Desain Penelitian ... 30
D. Prosedur Pengumpulan Data ... 30
1. Wawancara Mendalam ... 30
(7)
3. Study Dokumentasi ... 31
E. Pemeriksaan dan Keabsahan Data ... 31
F. Teknik Analisis Data ... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34
A. Hasil Penelitian ... 34
1. Lokasi Penelitian ... 34
2. Kehidupan Suku Anak – Dalam ... 37
3. Kearifan Lokal Suku Anak – Dalam ... 41
4. Struktur Organisasi Masyarakat Suku Anak – Dalam ... 47
B. Pembahasan ... 51
1. Sistem Penguasaan Hutan yang Dilakukan Suku – Dalam ... 51
2. Kearifan Lokal Suku Anak – Dalam yang Masih Dipertahankan ... 53
3. Adaptasi Suku Anak – Dalam Terhadap Lingkungan Perkebuann Kelapa Sawit ... 59
4. Implementasi Pembelajaran Geografi di SMA Dalam Menyerap Nilai-nilai Kearifan Lokal ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Rekomendasi ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... viii
(8)
DAFTAR TABEL
No Tabel Halaman
1.1 Jumlah Suku Anak – Dalam Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Kabupaten ... 2 3.1 Kategori Informan ... 29
(9)
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
4.1 Peta Lokasi Penelitian ... 35
4.2 Peta Persebaran Suku Anak – Dalam Kecamatan Air Hitam ... 36
4.3 Tanah Peranakan ... 43
4.4 Bento Benuaran ... 45
4.5 Pohon Sialang ... 46
4.6 Pohon Setubung ... 46
4.7 Pohon Tenggeris ... 47
(10)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di Indonesia terus ditingkatkan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Usaha – usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat direalisasikan melalui pembangunan dibidang ekonomi. Karena perekonomianlah yang menjadi peran penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bidang perekonomian yang terus dikembangkan oleh pemerintah salah satunya yaitu sektor perkebunan. Diantara komoditas perkebunan komersil, tanaman kelapa sawit dapat dikatakan menjadi primadona. Investasi di sektor perkebunan kelapa sawit yang meningkat pesat pada tahun 1980-an dan 1990-an yang kemudian membutuhkan penyediaan lahan yang meningkat pula. Penyediaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit tersebut, dilakukan dengan cara mengkonversi hutan. Perluasan lahan perkebunan sawit dengan mengkonversi hutan terjadi di Provinsi Jambi. Laju konversi lahan hutan untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit telah terjadi sejak 1970 di Jambi. Sehingga pada tahun 2000an luas hutan jambi hanya berkisar 1,6 juta hektar.
Konversi lahan hutan yang semakin meningkat dari tahun ketahunnya akibat dari kebutuhan lahan perkebunan sawit yang semakin meningkat hal ini jelas tidak hanya akan mengancam kehancuran keanekaragaman hayati, namun juga masyarakat yang ada di dalam dan di sekitar hutan yang selama ini menggantungkan hidupnya terhadap sumber daya alam yang ada di hutan. Suku Anak - Dalam atau Orang Rimba merupakan salah satu masyarakat yang hidup didalam dan diluar sekitar hutan dengan pola hidup yang terbelakang dan terasing di provinsi Jambi. Suku Anak -Dalam adalah orang pra melayu yang merupakan penduduk asli Sumatera. Suku Anak - Dalam sangat mengantungkan hidupnya pada sumber daya alam yang ada dihutan. Mereka hidup berpindah-pindah dan mengumpulkan makanan dengan cara berburu dan meramu. Prasetijo (2011:19) mengatakan:
(11)
2
―Perubahan fungsi hutan akan mempengaruhi keberadaan masyarakat setempat yang berdiam disekitar hutan, termasuk Orang Rimba yang mendasarkan hidupnya pada hutan. Hutan, bagi Orang Rimba, tidak hanya berfungsi ekonomi tetapi juga mempunyai makna budaya yang sangat tinggi. Perubahan fungsi hutan akan mempengaruhi kualitas hidup Orang Rimba. Secara perlahan – lahan mereka kehilangan mata pencaharian seiring mulai hilangnya hutan – hutan yang ada di Jambi. Mereka terpaksa menyesuaikan diri dengan lingkungan alam yang baru. Karena itu tidak mengherankan jika mereka mulai kesulitan mencari bahan makanan di hutan dan terpaksa mencari makanan di perkampungan melayu. Kualitas hidup mereka semakin lama semakin menurun seperti ditemukannya kasus – kasus kelaparan di beberapa kantong pemukiman Orang Rimba..laporan Bank Dunia mencatat temuan sekelompok Orang Rimba yang menjadi pengemis di jalanan dan menggelandang di pemukiman masyarakat karena hilangnya hutan sebagai
tumpuan hidup mereka‖.
Jumlah Suku Anak - Dalam di Jambi menurut data statistik kabupaten Sarolangun berjumalah 3.198 jiwa yang tersebar dibeberapa kabupaten atau kota. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel Jumlah Suku Anak - Dalam Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kabupaten di Provinsi Jambi.
Tabel 1.1
Jumlah Suku Anak - Dalam Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kabupaten
Kabupaten/Kota Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan
Merangin 439 419 858
Sarolangun 537 558 1.095
Batanghari 40 39 79
Tanjab Barat 31 26 57
Tebo 420 403 823
Bungo 143 143 286
Jumlah 1.610 1.588 3.198
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarolangun (2010)
Dilihat dari Tabel Jumlah Suku Anak – Dalam Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kabupaten di Provinsi Jambi, Kabupaten Sarolangun merupakan
(12)
3
Kabupaten yang memiliki jumlah Suku Anak - Dalam yang terbanyak diantara Kabupaten lainnya di provinsi Jambi dengan jumlah 1.095 jiwa terdiri dari 537 jiwa dan 558 perempuan. Kabupaten Sarolangun berada pada 10 – 100 mdpl, dengan suhu rata—rata 26,90ºC. Curah hujan di kabupaten Sarolangun 2000 – 4000 mm/tahun memiliki jenis tanah latosol, andosol dan aluvial. Di lihat dari kondisi geografis Kabupaten Sarolangun memiliki kriteria lahan yang cocok dan baik untuk tumbuhnya kelapa sawit. Karena itu Kabupaten Sarolangun juga merupakan salah satu Kabupaten yang memperluas area lahan perkebunan kelapa sawit dengan cara mengkonversi hutan. Persebaran Suku Anak – Dalam di Kabupaten Sarolangun banyak terdapat di Kecamatan Air Hitam, karena di Kecamatan Air Hitam terdapat Taman Nasional Bukit Dua Belas yang merupakan kawasan hutan yang khusus diperuntukkan untuk Suku Anak – Dalam. Hutan di Kecamatan Air Hitam yang menjadi kawasan Suku Anak – Dalam kini telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dan transmigrasi. Bahkan wilayah Taman Nasional Bukit Dua Belas yang merupakan wilayah hutan yang dilindungi kini sebagian wilayahnya telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Semakin berkurangnya luas hutan di Kecamatan Air Hitam akibat dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, hal ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan sosial-budaya kehidupan Suku Anak - Dalam di Kabupaten Sarolangun. Karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “KEHIDUPAN SUKU ANAK - DALAM DI KECAMATAN AIR HITAM KABUPATEN SAROLANGUN”
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimanakah sistem penguasaan hutan yang dilakukan Suku Anak - Dalam di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun?
2. Apa saja kearifan lokal Suku Anak - Dalam yang masih dipertahankan di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun?
3. Bagaimanakah adaptasi Suku Anak - Dalam terhadap lingkungan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun?
(13)
4
4. Bagaimanakah implementasi pembelajaran Geografi di SMA dalam menyerap nilai-nilai kearifan lokal Suku Anak - Dalam, dalam menjaga kelestarian hutan?
C. Tujuan Penilitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan sistem penguasaan hutan yang dilakukan Suku Anak - Dalam di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangaun.
2. Mengidentifikasi kearifan lokal Suku Anak - Dalam yang masih dipertahankan di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun.
3. Mengidentifikasi adaptasi Suku Anak - Dalam terhadap lingkungan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun. 4. Mendeskripsikan implementasi pembelajaran Geografi di SMA dalam
menyerap nilai-nilai kearifan lokal Suku Anak - Dalam, dalam menjaga kelestarian hutan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menjadi bahan masukan pemerintah Sarolangun dalam kebijakan
mengkonversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit melihat dampak yang ditimbulkan.
2. Dapat menjadi bahan literatur dan menjadi bahan penelitian lebih lanjut di dalam perkembangan kehidupan Suku Anak - Dalam.
3. Bagi para pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kehidupan Suku Anak – Dalam.
(14)
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB III berisi tentang metode penelitian, terdiri dari : objek dan informan penelitian, metode penelitian, desain penelitian, prosedur pengumpulan data, pemeriksaan dan keabsahan data, dan teknik analisis data.
A. Objek dan Informan Penelitian 1. Objek Penelitian
Suku Anak - Dalam merupakan salah satu masyarakat yang menggantungkan hidupnya terhadap sumber daya alam yang ada di hutan. Hutan bagi Suku Anak - Dalam tidak hanya memiliki nilai ekonomis saja tetapi memiliki nilai budaya yang sangat tinggi. Tetapi semakin berkurangnya luas hutan di Kecamatan Air Hitam akibat dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit hal ini akan mengakibatkan berubahnya kehidupan sosial-budaya Suku Anak - Dalam di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun. Kehidupan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kehidupan Suku Anak - Dalam yang ada di Kecamatan Air Hitam terkait dengan adanya konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit di wilayah tersebut. Adapun kehidupan Suku Anak - Dalam yang diteliti yaitu sistem penguasaan hutan yang dilakukan Suku Anak - Dalam di Kecamatan Air Hitam, kearifan lokal Suku Anak - Dalam yang berhubungan dengan hutan, dan adaptasi Suku Anak - Dalam terhadap lingkungan perkebunan kelapa sawit.
2. Informan Penelitian
Untuk menentukan informan penelitian, penulis menggunakan teknik prosedur purposif. Menurut Bungin (2011:107) mengatakan :
“Prosedur purposif adalah salah satu strategi menentukan informan yang paling umum di dalam penelitian kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi infroman sesuai dengan kriteria yang terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu, misalnya; penderita HIV, mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, dokter, dan dosen. Contoh dari penggunaan prosedur purposif ini adalah antara lain dengan menggunakan key person”.
(15)
29
Jadi peniliti menentukan sebagai informan kunci dalam penelitian ini yaitu Temenggung Air Hitam dan Petugas Kehutanan Balai Taman Nasional Bukit Dua Belas. Alasan peniliti menggunakan informan kunci dalam penelitian ini dikarenakan tidak semua Suku Anak - Dalam bisa untuk di wawancarai dan memberikan informasi mengenai penelitian ini, sehingga peneliti menentukan informan kunci yang bisa memberikan informasi mengenai penelitian ini dan bisa menunjuk informan selanjutnya yang bisa memberikan informasi mengenai penelitian ini sampai data yang diperlukan terpenuhi. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 3.1 Kategori Informan.
Tabel 3.1 Kategori Informan
INFORMAN POKOK INFORMAN PANGKAL
Temenggung Air Hitam dan Petugas Kehutanan Balai Taman Nasional
Bukit Dua Belas.
Suku Anak Dalam yang ada di Air Hitam.
Penentuan informan didasarkan atas pengetahuan atau kepemilikan informasi informan tentang masalah yang akan diteliti. Jumlah informan akan disesuaikan dengan kebutuhan data informasi sesuai dengan tujuan penelitian sampai data terkumpul secara lengkap sesuai dengan tujuan penelitian. Untuk melihat persebaran Suku Anak – Dalam di Kecamatan Air Hitam dapat dilihat pada gambar 3.1 Peta Persebaran Suku Anak – Dalam di Kecamatan Air Hitam.
B. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan pendekatan fenomenalogi. Fenomenalogi berusaha mencari makna dalam setiap fonomena yang terjadi menurut subjek yang menampakkan fenomena tersebut. Fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau sesuatu yang nampak. Metode fenomenologi adalah metode penelitian yang berusaha untuk mengungkap makna/hakikat (meaning) terhadap perilaku kehidupan manusia terhadap suatu fenomena yang terjadi dilingkungannya.
(16)
30
Penggunaan metode fenomenalogi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna perilaku kehidupan yang ditimbulkan oleh Suku Anak – Dalam di Kecamatan Air Hitam akibat terjadinya perubahan lingkungan tempat tinggal Suku Anak – Dalam dari hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian Kualitatif Deskriptif dengan metode Fenomenalogi untuk mengungkap kehidupan Suku Anak - Dalam terkait dengan terjadinya konversi hutan. Yang meliputi : sistem penguasaan hutan yang dilakukan Suku Anak - Dalam di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun, kearifan lokal Suku Anak - Dalam yang berhubungan dengan hutan, dan adaptasi Suku Anak - Dalam terhadap lingkungan perkebunan kelapa sawit.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi. Ada tiga prosedur yang digunakan, yaitu :
1. Wawancara Mendalam (indeft Interview)
Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh informasi dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka, menggunakan pedoman atau tidak menggunakan pedoman wawancara kepada informan. Bungin (2011:110) mengatakan :
“Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka anatara pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanapa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan”.
Wawancara mendalam dilakukan kepada informan yang ditunjuk secara sengaja untuk mendapatkan rincian informasi kehidupan Suku Anak Dalam terkait dengan adanya konversi hutan mengenai penguasaan hutan yang dilakukan Suku Anak - Dalam, kearifan lokal Suku Anak – Dalam yang berhubungan dengan hutan, dan
(17)
31
adaptasi Suku Anak Dalam terhadap lingkungan pada lahan perkebunan kelapa sawit. Data yang diperoleh akan dicatat secara manual atau direkam dengan menggunakan kamera.
2. Observasi Partisipasi (observasi participan)
Observasi adalah metode pengumpulan data dengan terjun langsung ke objek yang akan diteliti dengan panca indra mata sebagai alat bantunya. Sedangkan observasi partisipasi adalah pengumpulan data melalui observasi dengan ikut langsung hidup bersama dengan objek pengamatan. Bungin, (2011:119) mengatakan observasi partisipasi yang dimaksud adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan. Dalam melaksanakan teknik ini dilakukan dengan cara terjun langsung kelapangan atau lokasi penelitian dan ikut merasakan aktivitas kehidupan Suku Anak Dalam. Hasil observasi ini akan didokumentasikan melalui catatan, kamera atau handy camp.
3. Study Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mempelajari dokumen-dokumen laporan penelitian baik pemerintah maupun perseorangan, membaca dan mempelajari buku-buku, diktat, maupun bahan-bahan lainnya yang danggap relevan yang ada kaitannya dengan masalah penelitian.
E. Pemeriksaan dan Keabsahan Data
Penelitian kaulitatif menghadapi persoalan penting mengenai keabsahan data. Untuk itu diperlukan “triangulasi” sebagai cara yang dapat digunakan untuk menguji keabsahan hasil penelitian. Uji keabsahan data melalui tringulasi ini dilakukan karena dalam penelitian kualitatif, untuk menguji keabsahan data tidak menggunakan alat-alat uji statistik. Bungin (2011:265) mengatakan :
“Triangulasi ini dilakukan untuk melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data, apakah informasi yang didapat dengan metode interview sama dengan metode observasi, atau apakah hasil observasi sesuai dengan informasi yang diberikan ketika di-interview. Begitu pula teknik ini dilakukan untuk menguji sumber data, apakah sumber data ketika di-interview dan diobservasi akan memberikan informasi yang sama
(18)
32
atau berbeda. Apabila berbeda maka peneliti harus dapat menjelaskan perbedaan itu, tujuannya adalah untuk mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda”.
Adapun teknik pemeriksaan dengan menggunakan triangulasi dilakukan sebagai berikut:
1. Pengambilan data primer akan dilakukan dengan menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu dengan cara observasi partisipasi dan wawancara mendalam.
2. Data yang terkumpul akan dicek silang dengan cara membandingkan data yang diperoleh melalui observasi partisipasi dengan wawancara mendalam. Jika ada data yang tidak sama maka akan dicek kembali kepada informan. 3. Informasi diambil dari beberapa informan yang berbeda dan informasi yang
diambil dari masing-masing informan akan dicek silang. Jika tidak ada kesesuaian, maka akan dikonfirmasi kepada masing-masing informan.
Langkah – langkah triangulasi yang disebutkan diatas merupakan triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik berarti, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Triangulasi sumber berarti, peneliti mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda.
F. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2008:428) menyatakan :
“Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain”.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahawa analisis data adalah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data kedalam kategori, menyusun kedalam pola, memilih yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga data mudah dipahami. Analisis data
(19)
33
dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam waktu tertentu. Pada saat proses wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis belum memuaskan maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles dan Huberman yang dikutip dari Sugiyono (2008:430) mengemukakan bahwa “Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification”. Jadi analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data model Miles dan Huberman, adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut :
1. DataReduction (Reduksi Data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal – hal yang pokok, memfokuskan pada hal – hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. 3. Conclusing Drawing/Verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Menyimpulkan apa yang menjadi pokok penelitian dan menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal.
(20)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada skripsi mengenai “Konversi Hutan Dalam Kehidupan Suku Anak - Dalam di Kabupaten Sarolangun” sebagai bab akhir dari penulisan skripsi ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dan rekomendasi mengenai hasil penelitian yang telah dilaksanakan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, terjadi perubahan pada sistem penguasaan hutan yang dilakukan Suku Anak – Dalam di Kecamatan Air Hitam. Jaman dahulu penguasaan hutan dan pemanfaatan hutan datur oleh Temenggung dan Dukun. Wilayah hutan yang mereka tempati dianggap merupakan tanah mereka. Suku Anak - Dalam tidak mengenal tentang kepemilikan lahan, sehingga semua wilayah hutan yang menjadi tempat jelajah, mereka menganggap itu merupakan wilayah hutan milik mereka. Karena Suku Anak - Dalam yang sudah mulai mengenal perkebunan kelapa sawit dan karet, semakin banyak Suku Anak - Dalam yang menebang hutan secara besar-besaran untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dan karet yang menyebabkan semakin menyempitnya luas hutan di Kecamatan Air Hitam. Sehingga hal ini merubah sistem penguasaan hutan yang dilakukan oleh Suku Anak - Dalam. Pemerintah dan Suku Anak - Dalam bekerjasama membentuk sebuah hutan adat. Kawasan hutan yang masuk kedalam wilayah hutan adat tidak boleh ditebang untuk dijadikan ladang oleh Suku Anak - Dalam. Sementara Suku Anak -Dalam yang hidup didalam kawasan hutan adat, boleh menebang hutan tetapi harus mengikuti aturan adat. Aturan tersebut adalah tidak boleh menebang hutan untuk dijadikan perkebuanan sawit dan karet, hanya untuk menanam ubi dan tanaman buah-buahan agar tutupan lahannya bisa rapat kembali, luas lahan hutan yang ditebang untuk dijadikan lahan pun terbatas, misalkan 50 m untuk beberapa orang. Kearifan lokal Suku Anak - Dalam yang masih mereka jaga dan berhasil dalam menjaga kelestarian hutan yaitu
(21)
69
Hompongan. Hompongan dalam bahasa Suku Anak - Dalam berarti bendungan. Hompongan ini dibuat oleh kelompok Pak Tarib untuk menjaga kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas dengan membuat ladang-ladang yang menyambung antara satu dan yang lainnya yang digunakan sebagai pembatas antara ladang masyarakat Melayu dengan kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas untuk menghambat proses perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Melayu. Selain Hompongan, Suku Anak - Dalam masih menjaga larangan-larangan atau aturan-aturan dalam mengelola hutan yang berupa kawasan hutan dan pohon-pohon yang tidak boleh ditebang atau dirusak yaitu Tanah Peranakan, Tanah Bedewa – bedewa, Bento Benuaran, Pohon Sialang, Pohon Setubung, dan Pohon Tenggeris. Dengan banyaknya hutan yang dialih fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit, maka terjadi perubahan lingkungan tempat tinggal Suku Anak - Dalam dari hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Dengan adanya perubahan lingkungan tempat tinggal, Suku Anak - Dalam mau tidak mau harus beradaptasi kembali terhadap lingkungan barunya yaitu di perkebunan kelapa sawit. Adapaun adaptasi yang dilakukan oleh Suku Anak - Dalam dilingkungan perkebunan kelapa sawit yaitu dengan merubah pola hidup mereka untuk mempertahankan kehidupan mereka. Adapun adaptasi yang dilakukan Suku Anak - Dalam akibat berubahnya lingkungan tempat tinggal mereka dari hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yaitu mengkonsumsi makanan dari luar hutan, penggunaan teknologi baru dalam kehidupan Suku Anak – Dalam, berubahnya mata pencaharian, dan pola pembukaan lahan. Kearifan lokal Suku Anak – Dalam, dalam mengelola hutan merupakan lingkungan sosial yang dapat dijadikan sumber belajar dan materi pembelajaran Geografi di SMA untuk pokok bahasan pemanfaatan sumber daya alam secara arif pada kelas sebelas semester satu, Standar Kompetensi “Memahami Sumber Daya Alam”, Kompetensi Dasar “Menjelaskan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Secara Arif”. B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberpa hal yang penulis kemukakan sebagai saran dan rekomendasi, diantaranya yaitu:
(22)
70
1. Untuk Pemerintah
- Pemerintah hendaknya tidak hanya memberi bantuan kepada Suku Anak – Dalam berupa sembako dan rumah saja, tetapi juga perlu adanya bimbingan dan penyuluhan tentang bercocok tanam yang baik secara berkala agar mereka dapat memanfaatkan lahan yang dimiliki dengan semaksimal mungkin untuk mencukupi kebutuhan hidup Suku Anak – Dalam.
- Perlu adanya perhatian yang khusus dan bimbingan secara berkala oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya kasus penjualan lahan oleh Suku Anak – Dalam kepada orang luar.
- Pemerintah hendaknya harus lebih memperhatikan pendidikan Suku Anak – Dalam.
2. Untuk Masyarakat
- Masyarakat desa seharusnya tidak membeli lahan yang dijual dari Suku Anak – Dalam untuk menghambat laju konversi hutan dan tidak menebang hutan di Taman Nasional Bukit Dua Belas.
3. Untuk Guru
- Guru diharapkan dapat memanfaatkan kearifan lokal Suku Anak Dalam dan Taman Nasional Bukit Dua Belas sebagai salah satu sumber pembelajaran geografi di sekolah.
(23)
71
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik (2010) . Sarolangun Dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat Statistik : Sarolangun.
Badan Pusat Statistik (2010). Profil Suku Anak Dalam Hasil Sensus Penduduk 2010. Provinsi Jambi.
Bungin, B. (2011). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Dwidjoseputro, D. (1994). Ekologi Manusia dengan Lingkungannya. Jakarta : Erlangga.
Keraf, A. S. (2002). Etika Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kompas Lestari, T. (2009). Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup
Petani. Makalah Kolokium. Tersedia di :
http://kolokiumkpmipb.wordpress.com. Diakses pada tanggal 27-03-2012.
Maulana, E. (2012). Upaya Adaptasi Penduduk Bertahan Tinggal di
Kawasan Banjir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Bandung : Jurusan Pendidikan Geografi.
Mutakin dan Pasya. (2006). Geografi Budaya. Bandung : Buana Nusantara Mutakin, A. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Bandung : Anggita Pustaka
Mandiri.
Pasya, K, G. (2006). Geografi Pemahaman Konsep dan Metodologi. Bandung : Buana Nusantara
Prasetijo, A. (2011). Serah Jajah Dan Perlawanan Etnografi Orang Rimba di Jambi. Jakarta. Wedatama Widya Sasatra.
Rasmun. (2004). Stres, Kopling dan Adaptasi: Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto
Saripudin, D. (2005). Mobilitas dan Perubahan Sosial. Bandung : Masagi Foundation.
(24)
72
Siahaan. (2007). Hutan, Lingkungan dan Paradigma Pembangunan. Jakarta : Pancuran Alam
Simanjuntak, M. (2008). Selayang Pandang Anak Lintang Bukit Barisan Suku Tobo Atau Kubu. Pematangsiantar : Kolportase Pusat GKPI.
Soekanto, Soerjono. (2000). Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers
Sugiyono. (2008). Metode penelitian Bisnis.Bandung : Alfabeta Sumaatmadja, N. (1996). Manusia Dalam Konteks Sosial, Budaya dan
Lingkungan Hidup. Bandung : Alfabeta
Sumaatmadja, N. (1997). Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta : Bumi Aksara.
Widagdho, et al. (1998). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara
(1)
33
dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam waktu tertentu. Pada saat proses wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis belum memuaskan maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles dan Huberman yang dikutip dari Sugiyono (2008:430) mengemukakan bahwa “Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data
reduction, data display, dan conclusion drawing/verification”. Jadi analisis data
dalam penelitian ini menggunakan analisis data model Miles dan Huberman, adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut :
1. DataReduction (Reduksi Data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal – hal yang pokok, memfokuskan pada hal – hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
3. Conclusing Drawing/Verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Menyimpulkan apa yang menjadi pokok penelitian dan menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal.
(2)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada skripsi mengenai
“Konversi Hutan Dalam Kehidupan Suku Anak - Dalam di Kabupaten
Sarolangun” sebagai bab akhir dari penulisan skripsi ini, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan dan rekomendasi mengenai hasil penelitian yang telah dilaksanakan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, terjadi perubahan pada sistem penguasaan hutan yang dilakukan Suku Anak – Dalam di Kecamatan Air Hitam. Jaman dahulu penguasaan hutan dan pemanfaatan hutan datur oleh Temenggung dan Dukun. Wilayah hutan yang mereka tempati dianggap merupakan tanah mereka. Suku Anak - Dalam tidak mengenal tentang kepemilikan lahan, sehingga semua wilayah hutan yang menjadi tempat jelajah, mereka menganggap itu merupakan wilayah hutan milik mereka. Karena Suku Anak - Dalam yang sudah mulai mengenal perkebunan kelapa sawit dan karet, semakin banyak Suku Anak - Dalam yang menebang hutan secara besar-besaran untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dan karet yang menyebabkan semakin menyempitnya luas hutan di Kecamatan Air Hitam. Sehingga hal ini merubah sistem penguasaan hutan yang dilakukan oleh Suku Anak - Dalam. Pemerintah dan Suku Anak - Dalam bekerjasama membentuk sebuah hutan adat. Kawasan hutan yang masuk kedalam wilayah hutan adat tidak boleh ditebang untuk dijadikan ladang oleh Suku Anak - Dalam. Sementara Suku Anak -Dalam yang hidup didalam kawasan hutan adat, boleh menebang hutan tetapi harus mengikuti aturan adat. Aturan tersebut adalah tidak boleh menebang hutan untuk dijadikan perkebuanan sawit dan karet, hanya untuk menanam ubi dan tanaman buah-buahan agar tutupan lahannya bisa rapat kembali, luas lahan hutan yang ditebang untuk dijadikan lahan pun terbatas, misalkan 50 m untuk beberapa orang. Kearifan lokal Suku Anak - Dalam yang masih mereka jaga dan berhasil dalam menjaga kelestarian hutan yaitu
(3)
69
Hompongan. Hompongan dalam bahasa Suku Anak - Dalam berarti bendungan. Hompongan ini dibuat oleh kelompok Pak Tarib untuk menjaga kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas dengan membuat ladang-ladang yang menyambung antara satu dan yang lainnya yang digunakan sebagai pembatas antara ladang masyarakat Melayu dengan kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas untuk menghambat proses perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Melayu. Selain Hompongan, Suku Anak - Dalam masih menjaga larangan-larangan atau aturan-aturan dalam mengelola hutan yang berupa kawasan hutan dan pohon-pohon yang tidak boleh ditebang atau dirusak yaitu Tanah Peranakan, Tanah Bedewa – bedewa, Bento Benuaran, Pohon Sialang, Pohon Setubung, dan Pohon Tenggeris. Dengan banyaknya hutan yang dialih fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit, maka terjadi perubahan lingkungan tempat tinggal Suku Anak - Dalam dari hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Dengan adanya perubahan lingkungan tempat tinggal, Suku Anak - Dalam mau tidak mau harus beradaptasi kembali terhadap lingkungan barunya yaitu di perkebunan kelapa sawit. Adapaun adaptasi yang dilakukan oleh Suku Anak - Dalam dilingkungan perkebunan kelapa sawit yaitu dengan merubah pola hidup mereka untuk mempertahankan kehidupan mereka. Adapun adaptasi yang dilakukan Suku Anak - Dalam akibat berubahnya lingkungan tempat tinggal mereka dari hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yaitu mengkonsumsi makanan dari luar hutan, penggunaan teknologi baru dalam kehidupan Suku Anak
– Dalam, berubahnya mata pencaharian, dan pola pembukaan lahan. Kearifan lokal Suku Anak – Dalam, dalam mengelola hutan merupakan lingkungan sosial yang dapat dijadikan sumber belajar dan materi pembelajaran Geografi di SMA untuk pokok bahasan pemanfaatan sumber daya alam secara arif pada kelas sebelas semester satu, Standar Kompetensi “Memahami Sumber Daya Alam”,
Kompetensi Dasar “Menjelaskan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Secara Arif”.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberpa hal yang penulis kemukakan sebagai saran dan rekomendasi, diantaranya yaitu:
(4)
1. Untuk Pemerintah
- Pemerintah hendaknya tidak hanya memberi bantuan kepada Suku Anak – Dalam berupa sembako dan rumah saja, tetapi juga perlu adanya bimbingan dan penyuluhan tentang bercocok tanam yang baik secara berkala agar mereka dapat memanfaatkan lahan yang dimiliki dengan semaksimal mungkin untuk mencukupi kebutuhan hidup Suku Anak – Dalam.
- Perlu adanya perhatian yang khusus dan bimbingan secara berkala oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya kasus penjualan lahan oleh Suku Anak – Dalam kepada orang luar.
- Pemerintah hendaknya harus lebih memperhatikan pendidikan Suku Anak – Dalam.
2. Untuk Masyarakat
- Masyarakat desa seharusnya tidak membeli lahan yang dijual dari Suku Anak – Dalam untuk menghambat laju konversi hutan dan tidak menebang hutan di Taman Nasional Bukit Dua Belas.
3. Untuk Guru
- Guru diharapkan dapat memanfaatkan kearifan lokal Suku Anak Dalam dan Taman Nasional Bukit Dua Belas sebagai salah satu sumber pembelajaran geografi di sekolah.
(5)
71
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik (2010) . Sarolangun Dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat Statistik : Sarolangun.
Badan Pusat Statistik (2010). Profil Suku Anak Dalam Hasil Sensus Penduduk 2010. Provinsi Jambi.
Bungin, B. (2011). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Dwidjoseputro, D. (1994). Ekologi Manusia dengan Lingkungannya. Jakarta : Erlangga.
Keraf, A. S. (2002). Etika Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kompas Lestari, T. (2009). Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup
Petani. Makalah Kolokium. Tersedia di :
http://kolokiumkpmipb.wordpress.com. Diakses pada tanggal 27-03-2012.
Maulana, E. (2012). Upaya Adaptasi Penduduk Bertahan Tinggal di
Kawasan Banjir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Bandung : Jurusan Pendidikan Geografi.
Mutakin dan Pasya. (2006). Geografi Budaya. Bandung : Buana Nusantara Mutakin, A. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Bandung : Anggita Pustaka
Mandiri.
Pasya, K, G. (2006). Geografi Pemahaman Konsep dan Metodologi. Bandung : Buana Nusantara
Prasetijo, A. (2011). Serah Jajah Dan Perlawanan Etnografi Orang Rimba di Jambi. Jakarta. Wedatama Widya Sasatra.
Rasmun. (2004). Stres, Kopling dan Adaptasi: Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto
Saripudin, D. (2005). Mobilitas dan Perubahan Sosial. Bandung : Masagi Foundation.
(6)
Siahaan. (2007). Hutan, Lingkungan dan Paradigma Pembangunan. Jakarta : Pancuran Alam
Simanjuntak, M. (2008). Selayang Pandang Anak Lintang Bukit Barisan Suku Tobo Atau Kubu. Pematangsiantar : Kolportase Pusat GKPI.
Soekanto, Soerjono. (2000). Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers
Sugiyono. (2008). Metode penelitian Bisnis.Bandung : Alfabeta Sumaatmadja, N. (1996). Manusia Dalam Konteks Sosial, Budaya dan
Lingkungan Hidup. Bandung : Alfabeta
Sumaatmadja, N. (1997). Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta : Bumi Aksara.
Widagdho, et al. (1998). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara