PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KEDISIPLINAN GURU DAN KONDISI PRASARANA SARANA TERHADAP SIKAP PROFESIONAL DURU DI SMKN 1 CIMAHI.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3. Rumusan Masalah ... 9

1.4. Tujuan Penelitian ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

1.6. Kerangka Berpikir ... 11

1.7. Definisi Operasional ... 15

1.8. Metode Penelitian ... 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 19

2.2. Kedisiplinan Guru ... 26

2.3. Prasarana Sarana ... 29

2.4. Sikap Profesional Guru ... 31

2.4. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Disain Penelitian ... 37

3.2. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 38


(2)

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.5. Uji Coba Instrumen ... 44

3.6. Revisi Instrumen ... 48

3.7. Prosedur Penelitian dan Teknik analisis Data ... 49

3.8. Hipotesis Statistik ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Sekolah Menengah Negeri 1 Cimahi ... 56

4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 57

4.2.1. Analisis Deskriptif Data Variabel ... 57

4.2.2. Uji Persyaratan Analisis ... 69

4.2.3. Pengujian Hipotesis ... 70

4.2.4. Interpretasi Hasil Penelitian ... 101

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 103

4.4. Keterbatasan Penelitian ... 107

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 108

5.2. Implikasi ... 111

5.3. Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 118


(3)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan merupakan salah satu penentu mutu sumber daya manusia. Mutu pendidikan ditentukan oleh banyak faktor antara lain : tenaga kependidikan, prasarana dan sarana, biaya dan lain-lain. Komponen lebih banyak berperan adalah tenaga kependidikan yang bermutu yaitu yang mampu menjawab tantangan-tantangan dengan cepat dan bertanggung jawab. Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang profesional. Tenaga kependidikan yang profesional perlu pengembangan dengan dukungan dari pihak yang mempunyai peran penting yaitu kepala sekolah. Salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan yang ada adalah melakukan pemberdayaan kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru-guru dan karyawan sekolah.

Peranan kepala sekolah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan sangat besar, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan sekolah sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepala sekolah. Penataan fisik dan administrasi atau ketatalaksanaan perlu dibina agar disiplin dan semangat belajar siswa tetap tinggi. Semua mensyaratkan perlunya penerapan kepemimpinan pendidikan oleh seorang kepala sekolah, karena kata pemimpin memberikan konotasi kemampuan menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberi teladan, memberi dorongan, memberi bantuan dan lain-lain.


(4)

Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai salah satu pemimpin pendidikan. Kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.

M. Soleh (2007).peran Kepala Sekolah dalam pemberdayaan guru.Tersedia :http://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/peran kepala sekolah-dalam-pemberdayaan-guru/ [15 nov 2007], menuliskan :

“Kepala Sekolah memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan, karena atas perannya sebagai manajer di sekolah dituntut untuk mampu : (1) mengadakan prediksi masa depan sekolah, misal nya tentang kualitas yang diinginkan masyarakat, (2) melakukan inovasi dengan mengambil inisiatif dan kegiatan-kegiatan yang kreatif untuk kemajuan sekolah, (3) menciptakan strategi atau kebijakan untuk mensukseskan pikiran-pikiran yang inovatif tersebut, (4) menyusun perencanaan, baik perencanaan strategis maupun perencanaan operasional, (5) menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikan, (6) melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan dan hasilnya. Dan sebagai pemimpin maka kepala sekolah harus mampu menggerakkan orang lain agar secara sadar dan sukarela melaksanakan kewajibannya secara baik sesuai dengan apa yang diharapkan pimpinan dalam mencapai tujuan. “

Perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), memuat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik), (2) manajer, (3)

administrator, (4) supervisor (penyelia), (5) leader (pemimpin), (6) innovator, dan (7)

motivator.

Kepala sekolah sebagai supervisor membina dan membantu guru-guru baik secara individual maupun secara berkelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran


(5)

dengan tujuan memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas. Kepala sekolah sebagai manajer sekolah dituntut untuk dapat menciptakan manajemen sekolah yang efektif sesuai dengan peran dan tugas-tugas di atas,.

Usaha meningkatkan mutu sekolah, oleh seorang kepala sekolah adalah dapat memperbaiki dan mengembangkan fasilitas sekolah; misalnya gedung, perlengkapan / peralatan, keuangan, sistem pencatatan / pendataan, kesejahteraan dan lain-lain yang semuanya ini tercakup dalam bidang administrasi pendidikan, kepala sekolah berfungsi sebagai administrator pendidikan.

Usaha peningkatan mutu dapat pula dilakukan dengan cara meningkatkan mutu guru-guru dan seluruh staf sekolah, misalnya melalui rapat-rapat, diskusi, seminar, observasi kelas, penataran, perpustakaan, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan dapat digolongkan pada kegiatan supervisi, fungsi kepala sekolah adalah sebagai supervisor (penyelia)pendidikan.

Guru dituntut untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya untuk mengantisipasi perkembangan dan tantangan kehidupan global peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga perlu upaya keras dari sivitas lembaga pendidikan dalam mempersiapkan infrastrukturnya baik perangkat keras, maupun perangkat lunak. Kepala sekolah sebagai inovator pendidikan dituntut mengatur agar pada guru dan staff lain bekerja secara optimal, dengan mendayagunakan prasarana/sarana yang dimiliki serta potensi masyarakat demi mengantisipasi adanya perkembangan dan


(6)

demi ketercapaian tujuan sekolah. Kepala sekolah selaku motivator dituntut memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya agar seluruh komponen pendidikan dapat diberdayakan secara optimal . Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).

Waluya dan Zendri (2006) ).Kontribusi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap sikap disiplin siswa di sekolah.Tersedia :http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0606106-103409/[06 juni 2007] menuliskan :

“Dalam proses pembelajaran, keberhasilan tidak terlepas dari cara guru mengajar dan siswa belajar. Selain itu juga, proses pembelajaran akan berhasil dan berdaya guna secara efektif apabila dilaksanakan dengan baik dan berdisiplin tinggi. Penerapan disiplin yang tinggi akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Manfaat dan kegunaan disiplin akan terasa baik oleh guru, siswa, dan tenaga kependidikan lainnya dalam proses pembelajaran disekolah. Hal ini terjadi jika disiplin ini benar-benar dilakukan, akan tetapi apabila disiplin tidak dilaksanakan secara benar, maka akan menyebabkan terjadinya pelanggaran disiplin. Pelanggaran disiplin ini akan berakibat negatif bagi hasil pembelajaran itu sendiri.”

Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia selain tergantung kepada kualitas guru, juga harus ditunjang dengan prasarana dan sarana pendidikan yang memadai. Surya (2004 : 77) mengemukakan :

“Pengajaran akan bersipat efektif jika (1) berpusat kepada siswa, (2) terjadi interaksi edukatif diantara guru dengan murid, (3) berkembang suasana demokratis, (4) metode mengajar bervariasi, (5) gurunya professional, (6) yang


(7)

dipelajari bermakna bagi siswa, (7) lingkungan belajar kondusif serta (8) prasarana dan sarana belajar sangat menunjang.”

Kenyataan dilapangan menunjukkan banyak kepala sekolah yang takut mengambil inisiatif dalam memimpin sekolahnya. Penyebabnya adalah karena pengalaman kepemimpinan kepala sekolah yang bersifat instruktif dan top down telah lama dipraktikkan di sebagian besar sekolah kita, ketika era sentralistik masih lama dipraktikkan di sebagian besar sekolah kita, ketika era sentralistik masih berlangsung. Suyanto (2007). Kepemimpinan kepala sekolah.Tersedia : http://groups.yahoo.com/group/pakguruonline/message/2561/2007/2/8 kepemimpinan kepala sekolah [8 feb. 2007] menuliskan : ” banyak kepala sekolah yang takut mengambil inisiatif karena pengalaman kepemimpinan yang bersifat instruktif dan

Top – Down.”

Beberapa fenomena pendidikan persekolahan sebagai hasil dari model kepemimpinan yang instruktif dan top down dapat kita sebutkan, antara lain, sistem target pencapaian kurikulum, target jumlah kelulusan, formula kelulusan siswa, dan adanya disain suatu proyek peningkatan kualitas sekolah yang harus dikaitkan dengan peningkatan NEM (nilai ebtanas murni) secara instruktif. Sehingga berakibat pada terbelenggunya seorang kepala sekolah dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Dampak negatifnya ialah tertutupnya sekolah pada proses pembaruan dan inovasi.

Martono (2007). Kepala Sekolah Jalankan Tipe Kepemimpinan Paternalistik. Tersedia : http://www2.kompas.com/kompascetak /0707/24/ jateng/ 56945. htm [24


(8)

jul 2007] menuliskan : “Sampai sekarang mayoritas kepemimpinan kepala sekolah masih menjalankan tipe kepemimpinan paternalistik, yaitu terlalu ingin dihormati lebih dan segala kebijakannya harus dilaksanakan sertamasih banyak kepala sekolah belum berprofesi sebagai pemimpin.”

Kepemimpinan paternalistik akan membatasi munculnya kreativitas semua unsur pendidikan. Model kepemimpinan paternalistik tidak sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan saat ini.

Kondisi prasarana dan sarana pendidikan yang dimiliki sebagian besar sekolah di Indonesia masih kurang memadai seperti fasilitas laboratorium dan sebagainya. Prasarana dan sarana sangat vital dalam kegiatan proses belajar dan mengajar. Peralatan laboratorium di sebagian daerah masih sangat minim,terutama jika SMK itu milik swasta, sangat jarang SMK swasta yang memiliki prasarana dan sarana, seperti laboratorium, yang memadai. Pemberlakuan kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), lebih menuntut guru untuk mengaitkan pembelajarannya dengan dunia nyata, atau siswa mendapat gambaran miniatur tentang dunia nyata. Harapan itu tidak mungkin tercapai tanpa bantuan alat-alat pembelajaran (prasarana dan sarana pendidikan) yang memadai. Lampung Post 29 juni 2008 menuliskan, banyak orang tua sekarang yang enggan menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri karena kondisi gedungnya yang terkesan kumuh dan rapuh, juga kualitas gurunya dan kelengkapan prasarana sarana pembelajaran yang kurang, misalnya tidak ada pembelajaran komputer bagi siswa sebagai pilihan kegiatan ekstra. Media Pendidikan 23 maret 2009 yang menuliskan : prasarana dan sarana yang menyangkut sumber daya manusia


(9)

guru (kualitas dan kesejahteraan), penyediaan gedung dan sarana akademik yang memadai, buku-buku pelajaran yang bermutu, dan kelengkapan akademik lainnya masih sangat kurang dari perhatian pemerintah.

Kedisiplinan guru masih kurang karena masih banyak guru yang tidak memahami tentang tugas dan tanggungjawabnya, mereka hanya beranggapan jika proses pembelajaran di kelas telah selesai, maka selesai pula tugasnya. Lampung Post yang menuliskan guru negeri berbeda dengan guru swasta dalam hal kedisiplinan dan kreativitas. Siswa tidak hanya mendengar dan mencatat, tetapi juga diajak terlibat dalam pembelajaran, misalnya dengan membuat kelompok diskusi. Kedisiplinan guru sangat kurang di sekolah negeri, guru sering masuk terlambat kedalam kelas dan siswa dipulangkan lebih cepat. Siswa juga jarang diberi pekerjaan rumah (PR), padahal pekerjaan rumah adalah salah satu cara memotivasi siswa rajin belajar.

Kehadiran guru dalam proses pembelajaran di sekolah masih tetap memegang peranan yang penting. Peran kehadiran guru belum dapat diganti dan diambil alih oleh faktor lain. Unsur-unsur manusiawi tidak dapat diganti oleh unsur lain. Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya, karena bagi siswa, guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Guru merupakan unsur yang sangat mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid dan fasilitas lainnya di sekolah. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Posisi strategis


(10)

guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan mutu kinerjanya.

Salamuddin (2007) Rumus Meningkatkan Mutu Pendidikan.Tersedia :

http://gurukemas.wordpress.com/2007/04/18/rumus-meningkatkan-mutu-pendidikan/.[15 nov 2007] menuliskan :

”Kecanggihan kurikulum dan panduan manajemen sekolah serta sarana prasarana yang memadai tidak akan berarti jika tidak ditangani oleh guru profesional. Karena itu tuntutan terhadap profesinalisme guru yang sering dilontarkan masyarakat dunia usaha/industri, legislatif, dan pemerintah adalah hal yang wajar untuk disikapi secara arif dan bijaksana.”

”Konsep tentang guru profesional ini selalu dikaitkan dengan pengetahuan tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan pembelajaran, penelitian pendidikan (tindakan kelas), evaluasi pembelajaran, kepemimpinan pendidikan, manajemen pengelolaan kelas/sekolah, serta tekhnologi informasi dan komunikasi. Fenomena menunjukkan bahwa kualitas profesionalisme guru kita masih rendah”.

Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Cimahi yang mempunyai kelebihan yaitu : termasuk salah satu sekolah bertaraf internasional dengan lama program 4 tahun, lulusannya banyak diserap oleh industri dan mempunyai program diploma 1 yang bekerjasama dengan Politeknik Manufaktur Bandung merupakan daya tarik tersendiri untuk dikaji.

Peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “ Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kedisiplinan Guru dan Kondisi Prasarana Sarana terhadap Sikap Profesional Guru di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Cimahi”, berdasarkan latar belakang penelitian.

1.2 Identifikasi Masalah.


(11)

1.2.1 Kepemimpinan kepala sekolah yang instruktif dan Top – Down menghambat pembaharuan atau inovasi.

1.2.2 Kedisiplinan guru dalam menghadiri proses pembelajaran cenderung rendah. 1.2.3 Kondisi prasarana sarana yang masih kurang memadai.

1.2.4 Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana terhadap sikap profesional guru belum diketahui.

1.3 Perumusan Masalah.

Rumusan masalah dalam penelitian berdasarkan identifikasi masalah adalah Bagaimanakah pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana terhadap sikap profesional guru di SMKN 1 Cimahi?

Lebih jelasnya masalah yang akan diteliti sebagai berikut :

1.3.1 Bagaimanakah pengaruh antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap sikap profesional guru?.

1.3.2 Bagaimanakah pengaruh antara kedisiplinan guru terhadap sikap profesional guru?.

1.3.3 Bagaimanakah pengaruh antara kondisi prasarana sarana terhadap sikap profesional guru?.

1.3.4 Bagaimanakah pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru, kondisi prasarana sarana secara bersama-sama terhadap sikap profesional guru?.

1.4 Tujuan Penelitian.


(12)

“Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana terhadap sikap profesional guru di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Cimahi”.

Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh informasi mengenai :

a. Pengaruh Kepemimpinan kepala sekolah terhadap sikap profesional guru.

b. Pengaruh Kedisiplinan guru terhadap sikap profesional guru.

c. Pengaruh Kondisi prasarana sarana terhadap sikap profesional guru.. d. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan

kondisi prasarana sarana terhadap sikap profesional guru . 1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi SMKN 1 Cimahi penelitian ini berguna untuk pengembangan dan pengambilan keputusan dalam pembinaan sikap profesional guru terkait

kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana.

1.5.2 Bagi SPS UPI hasil penelitian ini dapat mengembangkan penelitian tindakan kelas terkait dengan kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana dan sikap profesional guru.

1.5.3 Bagi peneliti dapat menambah wawasan mengenai penelitian korelatif yang terkait dengan kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru, kondisi prasarana sarana terhadap sikap profesional guru.


(13)

1.6 Kerangka Berpikir.

Kepala sekolah memiliki peran dan tanggungjawab sebagai : manajer, pemimpin, supervisor, administrator, inovator dan motivator pendidikan.

M. Sholeh (2007) Peran Kepala Sekolah Dalam Pemberdayaan Guru.[Online],Tersedian://http://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/peran-kepala-sekolah-dalam-pemberdayaan-guru/[4 Maret 2008] menuliskan : ”Selaku manager pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk mampu menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikan, serta selaku administrator pendidikan kepala sekolah dituntut untuk mampu mengelola sarana prasarana”.

Mutu pendidikan salah satunya ditentukan oleh kelengkapan prasarana sarana. Keberadaan prasarana sarana tersebut perlu dikelola dengan baik agar dapat memberikan manfaat yang besar. Pengelolaan prasarana dan sarana membutuhkan orang-orang yang mempunyai kemampuan atau keahlian dalam pengelolaannya atau dengan perkataan lain dibutuhkan orang-orang yang profesional dalam menanganinya.

Profesional bukan hanya sekedar dari pengetahuan dan manajemennya tetapi lebih merupakan sikap. Sikap profesionalisme lebih dari sikap seorang teknisi. Profesional keterampilan bukan hanya memiliki ketrampilan tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang memiliki standar. Kepala sekolah selaku manajer pendidikan dituntut melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan dan hasilnya, oleh karena itu diperlukan suatu peraturan atau tata tertib yang benar-benar


(14)

realistik agar semua sumber daya yang ada dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan.

Wahjosumidjo (2002 : 82) tentang kepemimpinan kepala sekolah, menuliskan bahwa “memimpin” mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan sebagainya. Banyak variabel arti yang terkandung dalam kata memimpin, memberikan indikasi betapa luas tugas dan peranan seorang pemimpin organisasi.

Defenisi kunci kepemimpinan adalah upaya seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam organisasi/sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kepala sekolah sebagai administrator dalam lembaga pendidikan mempunyai tugas-tugas antara lain : melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan terhadap bidang-bidang seperti ; kurikulum, kesiswaan, manajemen kantor, kepegawaian, perlengkapan, keuangan, dan perpustakaan. Kepala sekolah harus mampu melakukan; (1) pengelolaan pengajaran; (2) pengelolaan kepegawaian; (3) pengelolaan kesiswaan; (4) pengelolaan prasarana dan sarana ; (5) pengelolaan keuangan dan; (6) pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat.

Supervisi merupakan kegiatan membina dan dengan membantu pertumbuhan agar setiap orang mengalami peningkatan pribadi dan profesinya.

Kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan tugasnya secara berkala, yang dapat dilakukan


(15)

melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sehingga dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, sehingga dapat diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu dan guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus disiplin dalam mempertahankan keunggulannya untuk melaksanakan pembelajaran.

Kepala Sekolah sebagai inovator adalah pribadi yang dinamis dan kreatif, yang tidak terjebak pada suatu rutinitas pekerjaan sehari-hari. Kepala Sekolah sebagai

inovator harus mampu menemukan inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran, oleh karena itu kepala sekolah dituntut untuk menemukan gagasan – gagasan baru sesuai dengan perkembangan lingkungan internal dan eksternal, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan peserta didik.

Tugas dan tanggung jawab Kepala sekolah Sebagai seorang Manager terhadap para personil yaitu guru di sekolah yang menjadi tanggungjawabnya adalah memberdayakan mereka secara optimal. Kegiatan pemberdayaan ( Empowerment ) dianggap pilihan tepat dalam upaya menjawab tantangan, karena dengan pemberdayaan dapat menjadikan personil atau para guru memiliki kekuatan dalam profesi yang diembannya. Kepala sekolah diharapkan mampu memberi dorongan agar seluruh komponen pendidikan dapat berkembang secara profesional, dengan menjaga lingkungan dan suasana kerja agar senantiasa kondusif serta berdisiplin


(16)

tinggi sehingga seluruh personil sekolah dapat bermotivasi tinggi dalam pekerjaannya.

Tujuan disiplin menurut Arikunto, dalam Muhlisin (2008) menuliskan :Agar kegiatan sekolah dapat berlangsung secara efektif dalam suasana tenang, tentram dan setiap guru beserta karyawan dalam organisasi sekolah merasa puas karena terpenuhi kebutuhannya.

Kedisiplinan sangat perlu dalam menjalankan tugas dan kewajiban guru sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing siswa. Disiplin yang tinggi akan mampu membangun kinerja dan sikap profesionalisme sebab pemahaman disiplin yang baik guru mampu mencermati aturan-aturan dan langkah strategis dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar.

Kepemimpinan Kepala Sekolah :

Manager.

Pemimpin.

Administator.

Supervisor

Inovator. Motivator

Kondisi Prasarana Sarana :

Manajemen Bengkel (Keselamatan dan kesehatan kerja, Administrasi Bengkel, Analisa situasi dan kondisi bengkel, Penataan dan optimal bengkel, Pengelolaan

pemeliharaan dan perbaikan).

Perpustakaan dan Media Pembelajaran.

Kedisiplinan Guru :

Sikap Mental.

Sistem aturan Perilaku, Norma dan Etika.

Sikap Kelakuan

Sikap Profesional Guru :

Kedisiplinan Guru

Kompetensi Guru (Pedagogik, kepribadian, professional dan sosial).


(17)

1.7 Definisi Operasional

Defenisi operasional dari variabel-variabel penelitian, adalah : 1.7.1 Kepemimpinan Kepala Sekolah

a. Kepemimpinan.

Tannebaum, Weschler and Nassarik, (1961 : 24) menuliskan : “Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu”.

(Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957 : 7) menuliskan : “Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan“.

(Rauch & Behling, 1984 : 46) menuliskan : “Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama.

Kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat“.

b. Kepala Sekolah.

Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Sekolah bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sekolah bersifat unik karena sekolah memiliki karakter tersendiri, tempat terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia.


(18)

diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga, dan “sekolah” yaitu sebuah lembaga menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seseorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah tempat diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat terjadinya interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

Kepemimpinan kepala sekolah adalah suatu proses mempengaruhi orang-orang yang terlibat dalam suatu sekolah tempat diselenggarakan proses belajar mengajar agar tujuan dari sekolah dapat tercapai. Penjaringan data kepemimpinan kepala sekolah dilakukan melalui kuesioner dan observasi”.

1.7.2 Kedisiplinan.

Maxwell dalam Aribowo (2008) Disiplin.Sinar Harapan [online],halaman2.Tersedia.:http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/08 1/man01.utml[9 Januari 2008]. menuliskan :”disiplin’ sebagai suatu pilihan dalam hidup untuk memperoleh hal yang kita inginkan dengan melakukan hal yang tidak kita inginkan, atau dapat diartikan sebagai ketaatan pada peraturan. Penjaringan data kedisiplinan guru dilakukan melalui kuesioner dan observasi”.

1.7.3 Prasarana Sarana.

Sarana adalah semua perlengkapan yang dapat dipindah-pindahkan untuk mendukung kegiatan lembaga dan satuan pendidikan (Mustridwan 2008 : 1). Prasarana adalah fasilitas dasar yang digunakan untuk menjalankan fungsi satuan


(19)

pendidikan (Mustridwan 2008 : 1). Penjaringan data kondisi prasarana sarana dilakukan melalui kuesioner dan observasi.

1.7.4 Sikap Profesional a. Sikap

Walgito dalam Sugeng (2005) Hubungan Kepemimpinan Kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru matematika SMP Negeri di Kabupaten Pandeglang(Online), halaman 39. Tersedia. http://www. damandiri.or.id/detail.php?id=281(20 April 2005), menuliskan bahwa :

”Sikap adalah faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Adapun ciri-ciri sikap yaitu: tidak dibawa sejak lahir, selalu berhubungan dengan obyek sikap, dapat tertuju pada satu obyek saja maupun tertuju pada sekumpulan obyek-obyek, dapat berlangsung lama atau sebentar, dan mengandung faktor perasaan dan motivasi”.

b. Profesional.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:702) menuliskan : ”Professional adalah bersangkutan dengan profesi dan memerlukan keahlian khusus untuk menjalankannya. Sehingga dapat diartikan bahwa profesional seorang guru adalah kemampuan atau keahlian yang harus dimiliki seorang guru didalam menjalankan profesinya sebagai seorang pendidik atau guru”.

Sikap profesional seorang guru adalah pandangan atau pendirian seorang guru dalam bertindak sesuai kemampuan atau keahlian yang dimiliki. Sikap profesional guru dijaring datanya melalui kuesioner dan observasi.


(20)

1.8 Metode Penelitian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif korelasional karena penelitian berusaha menyelidiki hubungan antara beberapa variabel penelitian yaitu variabel kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi sarana prasarana sebagai variabel prediktor serta sikap kompetensi profesional guru sebagai variabel kriterion. Studi korelasi ini akan menggunakan analisis korelasi dan regresi.


(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode dan Disain Penelitian.

3.1.1 Metode.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif korelasional karena penelitian berusaha menyelidiki hubungan antara beberapa variabel penelitian yaitu variabel kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi sarana prasarana sebagai variabel prediktor serta sikap kompetensi profesional guru sebagai variabel kriterion. Studi korelasi ini akan menggunakan analisis korelasi dan regresi.

3.1.2 Disain.

Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel bebas, yaitu kepemimpinan kepala sekolah (X1), kedisiplinan guru (X2) dan kondisi sarana prasarana (X3) serta satu variabel terikat yaitu sikap profesional guru (Y). Ketiga variabel bebas (X1, X2 dan X3) dihubungkan dengan variabel terikat (Y) dengan pola hubungan: (1) Hubungan antara variabel X1 dengan variabel Y, (2) Hubungan antara variabel X2 dengan variabel Y, dan (3) Hubungan antara variabel X3 dengan variabel Y serta (4) Hubungan antara variabel X1, X2 dan X3 secara bersama-sama dengan variabel Y. Keempat pola hubungan variabel tersebut merupakan konstelasi masalah dalam penelitian ini. Pola hubungan antar variabel penelitian terlihat pada gambar berikut.


(22)

Gambar 3.1 . Disain Penelitian 3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian.

Lokasi penelitian adalah SMKN 1 Cimahi, Jl. Mahar Martanegara No. 48 Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat, sebuah sekolah menengah kejuruan negeri dengan lama program studinya 4 tahun.

3.2.2 Subjek Penelitian.

Berdasarkan judul maka responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah : 1). Kepala sekolah SMKN 1 Cimahi sebanyak 1 orang.

2). Guru yang mengajar sebanyak 156 orang

Sukmadinata (2006 : 253) salah satu cara pengambilan sampel yang representatif adalah secara acak atau random. Pengambilan sampel secara acak berarti

X1

X2 Y

rX1Y

Y X r 2

X3

rX3Y


(23)

setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel.

1 . 2  

d N

N

n Yamane (Akdon 2005 :107)

Dimana : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi.

D = Presisi yang ditetapkan (5 %)

Berdasarkan rumus di atas maka sampel untuk responden diatas :

75 , 112 1 ) 01 , 0 ( . 157

157

2

n dibulatkan menjadi 113 atau 71,97 %.

Pengambilan sampel ini dilakukan secara acak dari 157 populasi. 3.3 Instrumen Penelitian.

3.3.1 Instrumen Pengumpul Data.

Instrumen penelitian ini dikembangkan sesuai dengan variabel yang akan diukur. Jenis instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:

1). Kuesioner (angket).

Kuesioner (angket) merupakan salah satu alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2005: 162). Angket pada umumnya digunakan untuk meminta keterangan tentang fakta, pendapat, pengetahuan, sikap dan perilaku responden dalam suatu peristiwa. Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru, kondisi


(24)

prasarana sarana dan sikap profesional guru. Model skala pengukuran yang digunakan untuk menjaring data pada variabel-variabel penelitian ini adalah :

 Variabel kepemimpinan kepala sekolah : menggunakan angket dengan pola jawaban tertutup model skalaLikert.

 Variabel kedisiplinan guru : menggunakan angket dengan pola jawaban tertutup model skala Likert.

 Variabel kondisi prasarana sarana : menggunakan angket dengan pola jawaban tertutup model skala Likert.

 Variabel sikap profesional guru : menggunakan angket dengan pola jawaban tertutup model skala Likert.

Angket dirancang menggunakan skala Likert dengan lima alternatif jawaban, maka responden hanya diminta memilih alternatif jawaban yang telah tersedia. Pola penskorannya (scoring) adalah sebagai berikut :

TABEL 3.1

POLA PENSKORAN PERNYATAAN

No. Opsi Skor Pernyataan

Positif

Skor Pernyataan Negatif 1

Sangat setuju/selalu/sangat baik 5 1

2

Setuju/sering/baik 4 2

3 Ragu-ragu/kadang-kadang/cukup baik 3 3

4

Tidak setuju/jarang/kurang baik 2 4

5

Sangat tidak setuju/tidak pernah/tidak baik

1 5


(25)

2). Dokumentasi/Observasi.

Dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian meliputi data guru dan kondisi prasarana sarana.

Instrumen disusun dan dikembangkan oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka.

3.3.2 Kisi-kisi Penelitian.

Penelitian terdiri dari 3 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Variabel bebasnya (independen) terdiri dari kepemimpinan kepala sekolah (X1), kedisiplinan guru (X2), kondisi prasarana sarana (X3). Variabel terikat atau dependen (Y) adalah sikap profesional guru. Keempat variabel tersebut kemudian dibuatkan kisi-kisi penelitian yang terdiri dari variabel/subvariabel dan dimensi. Dimensi instrumen penelitian diperinci menjadi bentuk butir-butir pernyataan.

TABEL 3.2

KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN

No Variabel Dimensi No. Soal

1 Kepemimpinan Kepala Sekolah

 Sebagai manager pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk dapat menciptakan manajemen sekolah yang efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

 Sebagai pemimpin kepala sekolah dituntut untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

 Sebagai administrator pendidikan kepala sekolah dituntut untuk mampu mengelola sarana prasarana.

 Sebagai supervisor kepala sekolah membina dan membantu guru-guru baik secara individual maupun secara berkelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran dengan tujuan memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas.

 Sebagai inovator kepala sekolah secara dinamis dan kreatif melakukan upaya-upaya menemukan gagasan-gagasan baru dan melakukan pembaharuan.

 Sebagai motivator kepala sekolah memberikan dorongan agar seluruh komponen pendidikan dapat berkembang secara professional dengan

4,5,6. 1,2,3. 7,8,9. 10,11,12,13. 14,15, 6,17. 18,19, 20.


(26)

mengembangkan : kemampuan mengatur lingkungan kerja, mengatur suasana kerja, menerapkan prinsip serta memberikan penghargaan/hukuman. 2 Kedisiplinan Guru  Sikap mental ( mental attitude ) yang merupakan

sikap taat dan tertib sebagai hasil atau

pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak.

 Sistem aturan perilaku, norma, etika dan standar yang demikian rupa sehingga pemahaman tersebut menumbuhkan pengertian yang mendalam terhadap pentingnya aturan.

 Sikap kelakuan yang wajar yang menunjukan kesungguhan hati untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib.

1,2,10,13,14 , 18,19. 4,5,6,8,9,15, 16. 3,7,11,12,17 ,20.

3 Kondisi Prasarana Sarana

 Manajemen Bengkel.

 Keselamatan dan kesehatan kerja adalah sikap dan tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan pada waktu bekerja atau praktek dilaboratorium atau bengkel.

 Administrasi bengkel adalah semua kegiatan pengelolaan alat dan bahan praktek yang akan digunakan di bengkel atau laboratorium, mulai dari perencanaan sampai pemakaian dan dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi.

 Analisa situasi dan kondisi bengkel adalah suatu kegiatan yang akan merumuskan pokok permasalahan yang mengungkapkan kekuatan, kelemahan dan peluang yang dimiliki suatu system manajemen yang telah dianalisis.

 Penataan dan optimasi bengkel adalah suatu usaha untuk mengoptimalkan pemakaian bengkel sehingga bengkel tersebut secara optimal memberikan manfaat dan menunjang pencapaian tujuan bengkel.

 Teknik pengelolaan pemeliharaan dan perbaikan adalah suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan dalam rangka mempertahankan atau mengembalikan suatu peralatan pada kondisi yang dapat diterima.

 Perpustakaan dan Media Pembelajaran.

1,2,3. 4,5,6. 7,8,9. 10,12,13. 11,14,15. 16,17,18,19, 20. 4 Sikap Profesional Guru  Kedisiplinan :

 Kebiasaan guru pada saat awal masuk dan pulang dari sekolah.

 Kegiatan guru di sekolah .

 Kompetensi :

 Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran.

 Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.

 Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran.

 Kompetensi sosial adalah kemampuan

berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien. 1,2,7,8. 3,4,5,6. 11,13,17. 9,10,16. 12,19, 20. 14,15, 18.


(27)

3.4 Teknik Pengumpulan Data.

Data yang dikumpulkan pada penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan peneliti (atau melalui petugas yang dilibatkan) dari sumber pertamanya. Data sekunder adalah merupakan data pendukung , yakni berupa dokumen-dokumen dan data/informasi lainnya.

Teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah : 3.4.1 Observasi (Pengamatan Langsung) dan Dokumentasi.

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan disengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang diselidiki. Peneliti melakukan observasi pasif karena peneliti tidak ikut serta dalam aktivitas guru baik dalam memilih dan mengembangkan bahan kajian, menyusun dan merencanakan proses belajar mengajar.Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas sehari-hari semua yang terlibat dalam populasi penelitian. Kegiatan observasi akan difokuskan pada pengamatan kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru, kondisi prasarana sarana dan sikap profesional guru. Kegiatan ini dilakukan dalam selang waktu dari bulan Maret sampai April 2009 sehingga diperoleh data yang meyakinkan.

3.4.2 Kuesioner.

Kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan sekumpulan pertanyaan tertulis kepada responden yang telah ditetapkan sasaran dan jumlahnya (Sugiyono, 2005 :162). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian terlebih dahulu akan diujicoba yakni meliputi uji validitas dan reliabilitas.


(28)

3.5 Uji Coba Instrumen.

Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan betul-betul mengukur yang seharusnya diukur dan untuk melihat konsistensi dari instrumen tersebut dalam mengungkap fenomena dari sekelompok individu meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda (Sugiyono 2005 :137). 3.5.1 Uji Validitas Instrumen.

Uji validitas digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono 2005 : 137) sehingga instrumen penelitian bisa memenuhi persyaratan. Arikunto dikutip oleh Akdon (2005 :143) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Untuk mengungkap data yang sesungguhnya, maka terlebih dahulu instrumen tersebut perlu diujicoba untuk menguji validitas instrumen tersebut. Hasilnya dihitung dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment

dengan rumus :

Dimana :

= Koefisien Korelasi

∑x = Jumlah skor item

∑y = Jumlah skor total (seluruh item)

Setelah perhitungan selesai dan instrumen valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) sebagai berikut :

2 2 2 2

y

x

x

n

y

x

y

x

n

r

xy

n

y

xy

r


(29)

TABEL 3.3

INTERPRETASI KOEFISIEN KORELASI

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat

Sugiyono (2005: 214)

Untuk menguji signifikansi hubungan yaitu apakah hubungan yang ditemukan itu berlaku untuk seluruh populasi yang berjumlah 157 orang, maka perlu diuji signifikansinya. Rumus uji signifikansi korelasi product moment adalah sebagai berikut :

Yaitu :

t = Nilai t hitung

r = Koefisien korelasi hasil r hitung n = Jumlah responden

Harga thitung selanjutnya dibandingkan dengan harga ttabel, untuk kesalahan 5%. (

α

= 0,05) dan derajat kebebasan (dk = n – 2). Kaidah keputusan :

jika thitung > ttabel berarti valid, sebaliknya

thitung < ttabel berarti tidak valid.

Sugiyono (2005: 214) 2

1 2

r

n

r

t

 


(30)

3.5.1.1Hasil Uji Validitas Instrumen Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1) Variabel ini terdiri dari 40 butir/item pernyataan positif maupun negatif. Instrumen tersebut telah diuji cobakan kepada 28 orang guru, dengan hasil seperti pada lampiran 3 halaman 139.

Analisis data menunjukkan hasil bahwa ke 40 butir/item pernyataan dinyatakan valid.

3.5.1.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Kedisiplinan Guru (X2)

Variabel ini terdiri dari 40 butir/item pernyataan positif maupun negatif. Instrumen tersebut telah diuji cobakan kepada 28 orang guru, dengan hasil seperti pada lampiran 3 halaman 140.

Analisis data menunjukkan hasil bahwa ke 40 butir/item pernyataan dinyatakan valid.

3.5.1.3Hasil Uji Validitas Instrumen Kondisi Prasarana Saranna (X3)

Variabel ini terdiri dari 40 butir/item pernyataan positif maupun negatif. Instrumen tersebut telah diuji cobakan kepada 28 orang guru, dengan hasil seperti pada lampiran 3 halaman 141.

Analisis data menunjukkan hasil bahwa ke 40 butir/item pernyataan dinyatakan valid.


(31)

Variabel ini terdiri dari 40 butir/item pernyataan positif maupun negatif. Instrumen tersebut telah diuji cobakan kepada 28 orang guru, dengan hasil seperti pada lampiran 3 halaman 142.

Analisis data menunjukkan hasil bahwa ke 40 butir/item pernyataan dinyatakan valid.

3.5.2 Uji Reliabilitas Instrumen.

Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat konsistensi dari instrumen dalam mengungkap fenomena dari sekelompok individu meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda. Reliabilitas instrumen adalah keajegan (konsistensi) alat ukur dalam mengukur yang diukurnya, sehingga perbedaan dimensi waktu alat digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Uji reliabilitas instrumen dengan internal consistency dilakukan satu kali. Data kemudian yang diperoleh dianalisis. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen. Instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik.

Beberapa teknik atau cara menghitung reliabilitas instrument dapat dilakukan. Penelitian menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach. (Usman 2003 : 291). Uji reabilitas menggunakan rumus Cronbach Alpha sebagai berikut :

            

2

2 1 1 t i S S k k


(32)

St² = jumlah varians skor total.

Si² = varians responden untuk item ke i.

Menurut Usman, koefisien reabilitas (α) di atas 0,80 sudah memperlihatkan bahwa instrumen itu reliabel.(Usman, 2003 :291)

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen.

TABEL 3.4

HASIL UJI RELIABILITAS VARIABEL X1, X2, X3 dan Y Variabel Nilai Alpha Keputusan Kepemimpinan Kepala sekolah 0,903 Reliabilitas Tinggi Kedisiplinan Guru 0,880 Reliabilitas Tinggi Kondisi Prasarana Sarana 0,936 Reliabilitas Tinggi Sikap Profesional Guru 0,897 Reliabilitas Tinggi

3.6 Revisi Instrumen.

Hasil uji coba instrumen diatas menghasilkan reliabilitas yang sangat baik. Semua item pernyataan dinyatakan valid dan mempunyai reabilitas yang tinggi, tetapi karena jumlah item pernyataannya terlalu banyak (40 item setiap variabel) maka melalui pertimbangan : akan memberikan dampak yang membosankan kepada objek penelitian dalam menjawab setiap item pernyataan, dapat mengganggu tugas-tugas objek penelitian sehingga akan berdampak kepada kurang seriusnya objek penelitian didalam mengisi instrumen maka melalui pertimbangan dengan pembimbing diambil


(33)

keputusan untuk mengurangi jumlah item pernyataan menjadi 20 setiap variabel. Sebagai dasar pertimbangan didalam memilih item yang akan digunakan :

(1).Memilih item yang mempunyai validitas yang tinggi.

(2).Item-item yang dipilih harus mewakili setiap dimensi yang diukur didalam setiap variabel.

3.7 Prosedur Penelitian dan Teknik Analisis Data. 3.7.1 Prosedur Penelitian.

Prosedur pengumpulan data ini termasuk pada saat pengambilan data uji coba instrumen sampai pada pengumpulan data penelitian yang sesungguhnya. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian adalah : (1) Penggandaan instrumen, (2) mempersiapkan surat izin melaksanakan penelitian. (3) Penyebaran kuesioner.

3.7.2 Prosedur Pengolahan data.

Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu. Hasil pengolahan data dapat membebrikan makna data yang dikumpulkan sehingga hasil penelitianpun segera diketahui. Langkah-langkah pengolahan data dalam penelitian adalah :

(1) Menyeleksi (editing) data yang telah dikumpulkan dengan memeriksa jawaban responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. Hasan (2002:


(34)

89) menyatakan bahwa kesalahan data dapat dilengkapi atau diperbaiki dengan pengumpulan data ulangataupun dengan penyisipan (interpolasi).

(2) Memberi skor terhadap item-item kuesioner berdasarkan pola skor ke dalam tabel rekapitulasi data (tabulasi).

(3) Menganalisis data kemudian diinterpretasikan untuk dapat menarik kesimpulan. 3.7.3 Teknis Analisa Data.

Analisis data dilakukan melalui tiga tahapan yaitu tahap deskripsi data, tahap uji persyaratan analisis, dan tahapan pengujian hipotesis.

3.7.3.1 Tahap Deskripsi Data.

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap deskripsi data ini adalah membuat tabulasi data untuk setiap variabel, mengurutkan data secara interval dan menyusunnya dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, mencari modus, median, rata-rata (mean), dan simpangan baku. Deskripsi data dilakukan dengan menggunakan program MS Exel dan kalkulator jenis Casio FX 4500 PA.

3.7.3.2 Tahap Uji Persyaratan Analisis

Uji persyaratan analisis yang akan dilakukan adalah uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran data yang akan dianalisis.Uji homogenitas untuk memastikan kelompok data berasal dari populasi yang homogen. Uji normalitas menggunakan uji Lilliefors, sedangkan uji homogenitas menggunakan uji Bartleth.

Untuk melakukan pengujian homogenitas menggunakan uji Bartlet yaitu dengan menggunakan rumus:


(35)

χ2

hitung= (lon10) .[B-Σ(dk) Log Si2]

Selanjutnya membandingkan χ2 hitung dengan χ2tabel untuk alpa α= 0,05 atau

α = 0,01 dan derajat kebebasan ( dk ) = bk – 1. Kriteria pengujian:

Jika χ2 hitung > χ2 tabel maka distribusi data tidak homogen. Jika χ2hitung < χ2tabel maka distribusi data homogen. 3.7.3.3 Tahap Pengujian Hipotesis.

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi dan regresi. Untuk menguji hipotesis pertama, kedua dan ketiga digunakan teknik analisis korelasi dan regresi linear sederhana sedangkan untuk menguji hipotesis keempat digunakan teknik korelasi dan regresi linear ganda. Uji keberartian menggunakan uji t dan uji F pada taraf signifikansi α = 0,05.

Sesuai dengan hipotesis dan desain penelitian yang telah dikemukakan, maka dalam pengujiannya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

Untuk mengetahui hubungan antara X1 dengan Y; X2 dengan Y; dan X3 dengan Y digunakan rumus korelasi sederhana Pearson Product Moment berikut:

Dimana :

rxy = Koefisien korelasi

∑x = Jumlah skor item

2 2 2 2

y

x

x

n

y

x

y

x

n

r

xy

n

y


(36)

∑y = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah sampel

Nilai korelasi PPM dilambangkan (r), apabila nilai r telah diperoleh dari hasil perhitungan, selanjutnya ditafsirkan dengan tabel interpretasi (tabel 3.3).

Untuk menyatakan besar kecilnya kontribusi variabel X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinan sebagai berikut :

Dimana :

KD = Nilai koefisien determinan r = Nilai koefisien korelasi

Untuk uji signifikansi variabel X terhadap Y digunakan rumus seperti dibawah ini, sedangkan mencari ttabel menggunakan bantuan MsExcel.

Dimana :

t = Nilai t hitung

r = Koefisien korelasi hasil r hitung n = Jumlah responden

Untuk mengetahui hubungan secara simultan X1, X2, X3 terhadap Y menggunakan koefisien korelasi ganda, perhitungan dilakukan dengan bantuan program SPSS for Windows 14.

KD = r2 x 100% Akdon (2002: 188)

Sugiyono (2005: 214) 2

1 2

r

n

r

t

 


(37)

Untuk mengetahui hubungan fungsional antar variabel digunakan metode regresi :

a. Regresi Linear Sederhana

Uji regresi ini ini bertujuan untuk mencari pola hubungan fungsional antara variabel X dan Y. Persamaan regresi ini dinyatakan dengan rumus :

bX a

Y 

Dimana :

Y = Variabel terikat (variabel yang diduga) X = Variabel bebas

a = Intersep

b = Koefisien regresi

Untuk melihat bentuk korelasi antar variabel dengan persamaan regresi tersebut, maka nilai a dan b harus ditentukan terlebih dahulu melalui persamaan berikut : 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1 ) ( ) )( ( ) )( ( X x n Y X X X Y a          2 1 2 1 1 1 1 1 ) ( ) )( ( X x n Y X Y X n b        

Selanjutnya persamaan tersebut diuji keberartian (signifikansi) arah koefisien dengan menggunakan analisis varians (ANAVA) yang diolah dengan bantuan MsExcel.

Sugiyono (2005: 238)


(38)

b. Regresi Linear Ganda

Uji regresi linear ganda bertujuan untuk membuktikan ada atau tidak adanya hubungan fungsional atau kausal antara variabel bebas X1, X2, dan X3 terhadap Y. Pengujian data dilakukan menggunakan bantuan program SPSS for Windows 14. Persamaan regresi linear ganda dinyatakan dalam rumus : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3

3.8 Hipotesis Statistik.

Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut :

Hipotesis I : Ho :

ρ

y1 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan sikap profesional guru.

H1 :

ρ

y1 ≠ Terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan sikap profesional guru.

Hipotesis II : Ho :

ρ

y1 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedisiplinan guru dengan sikap profesional guru.

H1 :

ρ

y1 ≠ Terdapat hubungan yang signifikan antara kedisiplinan guru dengan sikap profesional guru.


(39)

Hipotesis III : Ho :

ρ

y1 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi prasarana sarana dengan sikap profesional guru.

H1 :

ρ

y1 ≠ Terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi prasarana sarana dengan sikap profesional guru.

Hipotesis IV : Ho :

ρy1

= Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru, kondisi prasarana sarana secara bersama-sama dengan sikap profesional guru.

H1 :

ρ

y1 ≠ Terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru, kondisi prasarana sarana secara bersama-sama dengan sikap profesional guru.

Keterangan :

Ho : Hipotesis Nol. H1 : Hipótesis Alternatif.


(40)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

5.1.1 Terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan sikap profesional guru.

Hal ini memberikan pengertian bahwa semakin positif kepemimpinan kepala sekolah, akan diiringi dengan meningkatnya sikap profesional guru. Demikian pula sebaliknya, semakin negatif kepemimpinan kepala sekolah, akan diiringi dengan menurunnya sikap profesional guru. Hubungan kedua variabel ini ditunjukkan oleh persamaan regresi sederhana Y’= 26,918 + 0,677 X1 yang telah teruji linear dan signifikan. Kekuatan hubungan antara variabel X1 dan Y ditunjukkan oleh koefisien korelasi rx1y sebesar 0,606 dan koefisien determinasi KD = r

2

x 100 % = 0,3672, sehingga kontribusi variabel X1 terhadap Y sebesar 36,72 %. Hal ini berarti 36,72 % variasi nilai sikap profesional guru ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Oleh karena itu hipótesis yang menyatakan “Terdapat hubungan yang

signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan sikap profesional guru “ dapat

diterima.

5.1.2 Terdapat hubungan positif yang signifikan antara kedisiplinan guru dengan sikap profesional guru.


(41)

Hal ini memberikan pengertian bahwa semakin positif kedisiplinan guru, akan diiringi dengan meningkatnya sikap profesional guru. Demikian pula sebaliknya, semakin negatif kedisiplinan guru, akan diiringi dengan menurunnya sikap profesional guru. Hubungan kedua variabel ini ditunjukkan oleh persamaan regresi sederhana Y’= 20,137 + 0,751 X2 yang telah teruji linear dan signifikan.

Kekuatan hubungan antara variabel X2 dan Y ditunjukkan oleh koefisien korelasi

y x

r2 sebesar 0,63 dan koefisien determinasi KD = r2 x 100 % = 0,3969, sehingga kontribusi variabel X2 terhadap Y sebesar 39,69 %. Hal ini berarti 39,69 % variasi nilai sikap profesional guru ditentukan oleh kedisiplinan guru. Oleh karena itu

hipótesis yang menyatakan “Terdapat hubungan yang signifikan antara kedisiplinan

guru dengan sikap profesional guru “ dapat diterima.

5.1.3 Terdapat hubungan positif yang signifikan antara kondisi prasarana sarana

dengan sikap profesional guru.

Hal ini memberikan pengertian bahwa semakin positif kondisi prasarana sarana, akan diiringi dengan meningkatnya sikap profesional guru. Demikian pula sebaliknya, semakin negatif kondisi prasarana sarana, akan diiringi dengan menurunnya sikap profesional guru. Hubungan kedua variabel ini ditunjukkan oleh persamaan regresi sederhana Y’ = 44,028 + 0,482 X3 yang telah teruji linear dan signifikan.

Kekuatan hubungan antara variabel X3 dan Y ditunjukkan oleh koefisien korelasi

y x


(42)

kontribusi variabel X3 terhadap Y sebesar 16,40 %. Hal ini berarti 16,40 % variasi nilai sikap profesional guru ditentukan oleh kondisi prasarana sarana. Oleh karena

itu hipótesis yang menyatakan “Terdapat hubungan yang signifikan antara

kondisi prasarana sarana dengan sikap profesional guru “ dapat diterima.

5.1.4 Terdapat hubungan positif yang signifikan secara bersama-sama antara

kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana dengan sikap profesional guru.

Hal ini memberikan pengertian bahwa semakin positif baik kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru maupun kondisi prasarana sarana, maka semakin tinggi pula sikap profesional guru. Sebaliknya semakin negatif kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru maupun kondisi prasarana sarana, maka semakin rendah pula sikap profesional guru.

Hubungan variabel bebas dengan variabel terikat ditunjukkan oleh persamaan regresi Y’ = -1,913 + 0,372 X1 + 0,47 X2 + 0,156 X3. Berdasarkan uji linearitas dan signifikansi persamaan tersebut telah teruji linear dan signifikan. Kekuatan hubungan ditunjukkan oleh koefisien korelasi multiple sebesar Rx1x2x3y sebesar 0,693 sehingga

koefisien determinannya 0,4802. Hal ini menunjukkan 48,02 % variasi yang terjadi pada sikap profesional guru ditentukan secara bersama-sama oleh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana. Walaupun diakui bahwa ada hubungan yang positif dari ketiga variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat (sikap profesional guru), namun sikap profesional guru tidak


(43)

semata-mata dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut, tetapi masih ada lagi

faktor-faktor lain yang mempengaruhinya namun tidak menjadi fokus dalam penelitian ini. 5.2 Implikasi.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan positif antara kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana serta secara bersama-sama antara kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana terhadap sikap profesional guru. Hal ini menegaskan bahwa sebagai komponen utama suatu sekolah kepala sekolah, guru dan prasarana sarana memiliki peranan besar terhadap tinggi rendahnya sikap profesional guru.

Kepala sekolah merupakan tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah. Fungsi dari kepemimpinan kepala sekolah antara lain mempengaruhi, menggerakkan dan membangkitkan kepercayaan dan loyalitas bawahannya. Hal ini menunjukkan seorang kepala sekolah memiliki peranan yang cukup menentukan terhadap sikap profesional guru didalam membina dan memimpin guru-guru. Kepemimpinan yang memberdayakan mengimplikasikan suatu keinginan untuk melimpahkan tanggungjawab dan berusaha membantu dalam menentukan kondisi dimana orang lain dapat berhasil. Oleh karena itu seorang pemimpin harus menjelaskan apa yang diharapkannya, harus menghargai kontribusi setiap orang, serta harus didukung oleh sejumlah etika yang konsisten. Etika dari pemimpin yang memberdayakan adalah menghormati orang dan menghargai kekuatan dan kontribusi mereka yang berbeda-beda, menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka, jujur, bertanggungjawab untuk bekerjasama dengan yang lain, mengakui nilai pertumbuhan


(44)

dan perkembangan pribadi, mementingkan kepuasan pelanggan, berusaha memenuhi kebutuhan akan adanya perbaikan sebagai suatu proses yang tetap dimana setiap orang harus ikut ambil bagian secara aktif .

Disiplin merupakan suatu sikap yang menunjukkan kesediaan untuk menepati atau mematuhi dan mendukung ketentuan, tata tertib peraturan, nilai serta kaidah-kaidah yang berlaku. Dengan demikian disiplin bukanlah suatu yang dibawa sejak awal, tetapi merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh faktor ajar atau pendidikan.Di lingkungan sekolah guru memegang peranan penting dalam proses pembentukan dan perkembangan akhlak peserta didik. Sebagai pendidik guru tidak hanya bertugas untuk menyampaikan mata pelajaran tertentu saja, tetapi juga dituntut untuk dapat membimbing, mengarahkan dan memberikan teladan yang terpuji sehingga dapat membantu menumbuhkan perilaku yang baik serta akhlak mulia pada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Guru pada idealnya harus dijadikan idola dan dihormati oleh peserta didik, maka guru harus mampu memanfaatkan setiap kesempatan untuk menunjukkan perilaku yang baik, berdisiplin dan menanamkan nilai-nilai moral yang sangat penting bagi perkembangan kejiwaan siswanya. Perilaku guru akan memberikan warna dan corak tersendiri terhadap watak peserta didik di kemudian hari. Oleh karena itu sikap disiplin perlu ditumbuhkan melalui a). ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan, norma atau etika yang berlaku. b). membudayakan sikap malu berbuat yang menyimpang. c). menumbuhkan sikap loyal terhadap norma aturan. d). menumbuhkan cinta terhadap keteraturan dan ketertiban. e). membedakan mana yang boleh dan mana tidak. f). dapat mengendalikan diri.


(45)

Banyak komponen yang mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, antara lain kompetensi guru, sarana dan prasarana yang memadahi, pembiayaan yang cukup, administrasi dan manajemen yang baik. Dari sekian banyak komponen, guru merupakan komponen yang paling penting dalam mencapai suatu keberhasilan, bagaimanapun baiknya komponen yang ada di sekolah, jika guru kurang memiliki kompetensi yang cukup memadai, maka hasil belajar yang diperoleh kurang baik.

Oleh karena SMK kelompok Teknologi dan Industri banyak menekankan pada

pelajaran praktik, maka keberadaan fasilitas yang berupa sarana dan prasarana praktik sangat memegang peranan penting. Sarana yang berupa gedung dan prasarana yang berupa alat-alat praktik atau mesin-mesin adalah merupakan identitas dari suatu Sekolah Kejuruan yang memiliki investasi yang sangat mahal. Oleh karena itu, maka kompetensi guru teknik dalam mengelola sarana dan prasarana praktik sangat diperlukan. Dengan pengelolaan sarana dan prasarana praktik yang baik, maka kelancaran pelaksanaan proses belajar mengajar praktik akan dapat ditingkatkan. Pengelolahan sebagai seni merupakan aktivitas dalam menajemen, karena kegiatan dalam pengelolaan itu menunjukkan pada kemampuan seseorang dalam menerapkan pengetahuan pengelolaan itu kedalam bentuk aktivitas yang memungkinkan mencapai hasil yang maksimal melalui perencanaan yang meliputi :1). Perencanaan kebutuhan peralatan, 2) perencanaan penggunaan dan 3) perencanaan pemeliharaan dan perbaikan.


(46)

Pengorganisasian untuk menciptakan ruang gerak yang aman sehingga dapat mencegah resiko kecelakaan verja, mempermudah melakukan perawatan dan perbaikan, menciptakan kenyamanan verja, menggunakan bengkel agar lebih efisien dan mempercepat proses produksi.

Pengawasan mutlak diperlukan karena sarana dan prasarana praktek merupakan unit yang sangat vital pada Sekolah Menengah Kejuruan. Oleh karenanya guru hendaknya memiliki kemampuan dalam melaksanakan pengawasan/pengendalian dan perawatan serta perbaikan.

5.3 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi seperti diuraikan di atas, di bawah ini diajukan beberapa saran sebagai berikut :

5.3.1 Sikap profesional guru masih rendah mengisyaratkan perlunya diupayakan usaha-usaha guna meningkatkan sikap profesional guru di Sekolah Menengah Kejuruan.

5.3.2 Peningkatan sikap profesional guru dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas kepemimpinan dari kepala sekolah, sehingga seorang kepala sekolah harus memiliki kapasitas yang memadai sehingga mampu mempengaruhi dan menggerakkan para guru guna meningkatkan sikap profesionalnya.

5.3.3 Peningkatan sikap profesional guru dapat pula dilakukan melalui peningkatan kedisiplinan para guru melalui ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan, norma atau etika yang berlaku, membudayakan sikap malu berbuat yang menyimpang dan menumbuhkan cinta terhadap keteraturan dan ketertiban.


(47)

5.3.4 Peningkatan sikap profesional guru dapat pula dilakukan melalui peningkatan pengelolaan yang merupakan aktivitas dalam manajemen, karena kegiatan dalam pengelolaan itu menunjukkan pada kemampuan seseorang dalam menerapkan pengetahuan dan kepeduliannya.

Dengan terujinya hubungan signifikan antara variable bebas dan variable terikat, maka sikap profesional guru dapat ditingkatkan dengan jalan meningkatkan kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana.

Peningkatan kepemimpinan kepala sekolah dapat dilakukan melalui tiga hal yaitu dengan meningkatkan conceptual skills, human skill dan technical skill dari kepala sekolah.

(1). Peningkatan technical skill yaitu melalui usaha peningkatan kecakapan spesifik tentang proses, prosedur atau teknik-teknik atau merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal khusus dan penggunaan fasilitas, peralatan serta teknik pengetahuan yang spesifik.

(2). Peningkatan human skill, yaitu melalui usaha peningkatan kecakapan pemimpin untuk bekerja sama secara efektif sebagai anggota kelompok dan untuk menciptakan usaha kerjasama dilingkungan kelompok yang dipimpinnya.

(3). Peningkatan conceptual skills, yaitu melalui usaha peningkatan kemampuan seorang pemimpin dalam melihat organisasi sebagai suatu keseluruhan, dimana seorang pemimpin harus mengetahui bagaimana fungsi organisasi dan mampu mengkordinasikan seluruh aktivitas organisasi.


(48)

Peningkatan kedisiplinan guru dapat dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut :

(1). Tetapkan tujuan atau target yang ingin dicapai dalam waktu dekat. Buat urutan prioritas hal-hal yang ingin kita lakukan.

(2). Buat jadwal kegiatan secara tertulis.

(3). Lakukan kegiatan sesuai jadwal yang kita buat, tetapi jangan terlalu kaku. Jika perlu, kita dapat mengubah jadwal tersebut sesuai dengan kondisi dan situasi.

(4). Berusahalah untuk senantiasa disiplin dengan jadwal program kegiatan yang sudah kita susun sendiri. Sekali kita tidak disiplin atau menunda kegiatan tersebut, akan sulit bagi kita untuk kembali melakukannya.

Pengendalian/pengelolaan prasarana sarana agar kontinuitas praktek tetap terjaga dapat dilakukan melalui :

(1). Mengatur tata letak alat dan fasilitas produksi sesuai tata urutannya.

(2). Mengatur tata ruang bengkel sedemikian rupa agar proses praktek dapat berjalan secara efektif dan efisien.

(3). Pemeliharaan harus bersifat preventif dan dilakukan secara berkala, teliti dan cermat.

(4). Senantiasa menyediakan suku cadang untuk mengantisipasi kalau ada kerusakan.

(5). Menyediakan alat pengamanan.

Sedangkan untuk meningkatkan sikap profesional seorang guru dituntut untuk :


(49)

(1). Mempunyai komitmen dalam proses belajar mengajar.

(2). Menguasai dengan baik mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkan.

(3). Bertanggungjawab dalam memantau hasil belajar siswa. (4). Berpikir sistematis terhadap apa yang akan dilakukannya.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih N, (2002). Kualitas dan Profesionalisme Guru. Pikiran Rakyat 15 Oktober 2002. http://www.Pikiran Rakyat.com/102002/15 Opini

Agusampurno (2008). 4 resep membuat atmosfir yang kondusif demi tercapainya kedisiplinan di sekolah [Online]. Tersedia:

http://gurukreatif.wordpress.com/2008/03/23/4-resep-membuat-atmosfir-yang-kondusif-demi-tercapainya-kedisiplinan-di-sekolah/ [23 Maret 2008] Akdon dan Sahlan, Hadi. (2005). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk

Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Akadum. (1999). Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online)(http://www.SuaraPembaharuan.com/News/1999/01/220199/ OpEd. Akadum dalam Isjoni Iskak [17 Februari 2008]. Penyebab Rendah Profesionalisme

Guru. Riau Pos [Online]. Halaman 1. Tersedia : http://www.riaupos.com/v2/content/view/2788/109/

Ani M Hasan (2003). Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan. [Online]. Tersedia http://re-searchengines.com/amhasan.html [13 Juli 2003] Aqib, Zainal. (2002). Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya:

Cendekia.

Arifin dalam Ani M Hasan (2003). Pengembangan Profesionalisme guru di abad pengetahuan [Online]. Tersedia :http//re-searchengines.com/amhsan.html [13 Juli 2003]

Arikunto, S dalam Muhlisin (mei 2008) Profesionalisme Kinerja Guru Menyongsong

Masa Depan [Online] , halaman 57.Tersedia:

http//muhlis.files.wordpress.com/2008/05/ profesionalisme-kinerja-guru-masa-depan.doc [Mei 2008]

Supriyadi, Dedi (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru.. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Hasan,A (2003). Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan. (Online).Tersedia.http://re-searchengines.com/amhasan.html(13 Juli 2003) Hasan, Iqbal. (2002). Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Imron, 1995. Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.


(51)

Iskandar, Z (2003). Sarana dan Prasarana Tunjang Kualitas Pendidikan. (Online) hal.1.Tersedia :http://www.sinarharapan.co.id/berita/0708/23/kesra02.html (22 agustus 2005).

Iskak.I (2008). Penyebab Rendah Profesionalisme Guru. Riau Pos (Online). Hal. 1 Tersedia : http://www.riaupos.com/v2/content/view/2788/109/

John Maxwell dalam Aribowo P (2008-09-01) Disiplin.Sinar Harapan [online],halaman2.Tersedia.: http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/ mandiri/2002/081/man01.utml[9 Januari 2008].

Kepmendikbud No. 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM). Lulus Priyoananto (2005).Kepala sekolah yang profesional [on line]. Tersedia

http://www.sman3blitar.net/content/view/194/198/ [03 Oktober 2007 ] Maxwell, John (2000). Developing the Leader Within You, New York : Amazon Muh. Soleh (2007).Peran Kepala Sekolah Dalam Pemberdayaan Guru.Tersedia

:http://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/peran kepala sekolah-dalam-pemberdayaan-guru/ (15 nov 2007)

Muhlisin (2008). Profesionalisme Kinerja Guru Menyongsong Masa Depan. Tersedia :http//muhlis.files.wordpress.com/2008/05/profesionalisme-kinerja-guru-menyongsong-masa-depan.doc(Mei 2008).

Mulyasa, (2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

M. Sholeh (2007). Peran Kepala Sekolah Dalam Pemberdayaan Guru.[Online],Tersedian://http://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/peran -kepala-sekolah-dalam-pemberdayaan-guru/[4 Maret 2008]

Suyanto (2007). Kepemimpinan kepala sekolah.Tersedia : http://groups.yahoo.com/ group/pakguruonline/message/ 2561/2007/2/8 kepemimpinan kepala sekolah [8 feb. 2007]

Northhouse (2001). Kepemimpinan Kepala Sekolah (Online). Tersedia. http://smkinformatika.wordpress.com/2008/05/12/kepemimpinan-kepala-sekolah (12 Mei 2008)

Pantiwati, (2001). Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan. Malang: PSSJ PPS Universitas Malang.


(52)

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun (2005). Standar Nasional Pendidikan.

Prijosaksono,A. (2008). Disiplin. Sinar Harapan. (Online) (http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/081/man01.utml. ( 9 Januari 2008.

Raka, Joni. Prospek Pendidikan Profesional Guru di Bawah Naungan UU No. 14

Tahun 2005” Makalah dipaparkan dalam Rembuk Nasional “Revitalisasi

Pendidikan Profesional Guru di Universitas Negeri Malang, 17 November 2007.

Rauch & Behling, 1984, 46 dalam materi pelatihan ketrampilan manajerial SPMK. Tersedia: http://

kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/5a-KEPEMIMPINAN(revDes'02)

Salamuddin (2007) . Rumus Meningkatkan Mutu Pendidikan.Tersedia : http://gurukemas.wordpress.com/2007/04/18/rumus-meningkatkan-mutu-pendidikan/.(15 nov 2007)

Sampurno, A (2008). 4 resep Membuat Atmosfir yang Kondusif demi Tercapainya

Kedisiplinan di Sekolah. (Online). Tersedia :

http://gurukreatif.wordpress.com/2008/03/23/4-resep-membuat-atmosfir-yang-kondusif-demi-tercapainya-kedisiplinan-di-sekolah/ (23 Maret 2008). Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7 dalam materi pelatihan ketrampilan

manajerial SPMK. Tersedia: http:// kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/5a-KEPEMIMPINAN(revDes'02)

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2005). Metoda Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Soetardjo. (1996). Pengelolaan Bengkel. Surabaya: SIC-LPM IKIP Surabaya.

Sulistyorini, 2001. Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru. Ilmu Pendidikan.

Sumargi. (1996). Profesi Guru antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996.

Surya, H.M. (1998). Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I); Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998.


(53)

Suyanto (2007). Kepemimpinan Kepala Sekolah. (Online). Tersedia. http://groups. Yahoo.com/groups/pakguruonline/message/2561 (12 Mei 2008).

Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24 dalam materi pelatihan ketrampilan manajerial SPMK. Tersedia :http:// kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/5a-KEPEMIMPINAN(revDes'02)

Trisno Martono (2007). Kepala Sekolah Jalankan Tipe Kepemimpinan Paternalistik. Tersedia : http://www2.kompas.com/kompascetak /0707/24/ jateng/ 56945. htm [24 jul 2007]

Urip (2007).Disiplin Sekolah Mendongkrak Mutu Sekolah. (Online0. Tersedia : http://urip.wordpress.com/2007/04/10disiplin-sekolah-mendongkrak-mutu-sekolah/(10 April 2007).

Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, h. 349.

Walgito dalam sugeng (2005) Hubungan Kepemimpinan Kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru matematika

SMP Negeri di Kabupaten Pandeglang(Online), halaman 39.

Tersedia.http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=281(20 April 2005)

Waluya,zendri (2006).Kontribusi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

terhadap sikap disiplin siswa di sekolah.Tersedia

:http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0606106-103409/[06 juni 2007] Waspada online (26 juli 2007).Sarana Prasarana Kurang Memadai, Pemerintah

Harus Adil. Waspada [Online]

halaman1.Tersedia:http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_com_ content&do_pdf+1&id=926

Yukl, Gary A. (1998). Leadership in organizations 3e. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Prenhallindo.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Balai Pustaka.

Depdiknas, (2005). Pembinaan Profesionalisme Tenaga pengajar (Pengembangan Profesionalisme Guru). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas.


(1)

Peningkatan kedisiplinan guru dapat dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut :

(1). Tetapkan tujuan atau target yang ingin dicapai dalam waktu dekat. Buat urutan prioritas hal-hal yang ingin kita lakukan.

(2). Buat jadwal kegiatan secara tertulis.

(3). Lakukan kegiatan sesuai jadwal yang kita buat, tetapi jangan terlalu kaku. Jika perlu, kita dapat mengubah jadwal tersebut sesuai dengan kondisi dan situasi.

(4). Berusahalah untuk senantiasa disiplin dengan jadwal program kegiatan yang sudah kita susun sendiri. Sekali kita tidak disiplin atau menunda kegiatan tersebut, akan sulit bagi kita untuk kembali melakukannya.

Pengendalian/pengelolaan prasarana sarana agar kontinuitas praktek tetap terjaga dapat dilakukan melalui :

(1). Mengatur tata letak alat dan fasilitas produksi sesuai tata urutannya.

(2). Mengatur tata ruang bengkel sedemikian rupa agar proses praktek dapat berjalan secara efektif dan efisien.

(3). Pemeliharaan harus bersifat preventif dan dilakukan secara berkala, teliti dan cermat.

(4). Senantiasa menyediakan suku cadang untuk mengantisipasi kalau ada kerusakan.

(5). Menyediakan alat pengamanan.

Sedangkan untuk meningkatkan sikap profesional seorang guru dituntut untuk :


(2)

(1). Mempunyai komitmen dalam proses belajar mengajar.

(2). Menguasai dengan baik mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkan.

(3). Bertanggungjawab dalam memantau hasil belajar siswa. (4). Berpikir sistematis terhadap apa yang akan dilakukannya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih N, (2002). Kualitas dan Profesionalisme Guru. Pikiran Rakyat 15 Oktober 2002. http://www.Pikiran Rakyat.com/102002/15 Opini

Agusampurno (2008). 4 resep membuat atmosfir yang kondusif demi tercapainya kedisiplinan di sekolah [Online]. Tersedia:

http://gurukreatif.wordpress.com/2008/03/23/4-resep-membuat-atmosfir-yang-kondusif-demi-tercapainya-kedisiplinan-di-sekolah/ [23 Maret 2008] Akdon dan Sahlan, Hadi. (2005). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk

Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Akadum. (1999). Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online)(http://www.SuaraPembaharuan.com/News/1999/01/220199/ OpEd. Akadum dalam Isjoni Iskak [17 Februari 2008]. Penyebab Rendah Profesionalisme

Guru. Riau Pos [Online]. Halaman 1. Tersedia : http://www.riaupos.com/v2/content/view/2788/109/

Ani M Hasan (2003). Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan. [Online]. Tersedia http://re-searchengines.com/amhasan.html [13 Juli 2003] Aqib, Zainal. (2002). Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya:

Cendekia.

Arifin dalam Ani M Hasan (2003). Pengembangan Profesionalisme guru di abad pengetahuan [Online]. Tersedia :http//re-searchengines.com/amhsan.html [13 Juli 2003]

Arikunto, S dalam Muhlisin (mei 2008) Profesionalisme Kinerja Guru Menyongsong Masa Depan [Online] , halaman 57.Tersedia: http//muhlis.files.wordpress.com/2008/05/ profesionalisme-kinerja-guru-masa-depan.doc [Mei 2008]

Supriyadi, Dedi (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru.. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Hasan,A (2003). Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan. (Online).Tersedia.http://re-searchengines.com/amhasan.html(13 Juli 2003) Hasan, Iqbal. (2002). Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Imron, 1995. Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.


(4)

Iskandar, Z (2003). Sarana dan Prasarana Tunjang Kualitas Pendidikan. (Online) hal.1.Tersedia :http://www.sinarharapan.co.id/berita/0708/23/kesra02.html (22 agustus 2005).

Iskak.I (2008). Penyebab Rendah Profesionalisme Guru. Riau Pos (Online). Hal. 1 Tersedia : http://www.riaupos.com/v2/content/view/2788/109/

John Maxwell dalam Aribowo P (2008-09-01) Disiplin.Sinar Harapan [online],halaman2.Tersedia.: http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/ mandiri/2002/081/man01.utml[9 Januari 2008].

Kepmendikbud No. 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM). Lulus Priyoananto (2005).Kepala sekolah yang profesional [on line]. Tersedia

http://www.sman3blitar.net/content/view/194/198/ [03 Oktober 2007 ] Maxwell, John (2000). Developing the Leader Within You, New York : Amazon Muh. Soleh (2007).Peran Kepala Sekolah Dalam Pemberdayaan Guru.Tersedia

:http://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/peran kepala sekolah-dalam-pemberdayaan-guru/ (15 nov 2007)

Muhlisin (2008). Profesionalisme Kinerja Guru Menyongsong Masa Depan. Tersedia :http//muhlis.files.wordpress.com/2008/05/profesionalisme-kinerja-guru-menyongsong-masa-depan.doc(Mei 2008).

Mulyasa, (2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

M. Sholeh (2007). Peran Kepala Sekolah Dalam Pemberdayaan Guru.[Online],Tersedian://http://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/peran -kepala-sekolah-dalam-pemberdayaan-guru/[4 Maret 2008]

Suyanto (2007). Kepemimpinan kepala sekolah.Tersedia : http://groups.yahoo.com/ group/pakguruonline/message/ 2561/2007/2/8 kepemimpinan kepala sekolah [8 feb. 2007]

Northhouse (2001). Kepemimpinan Kepala Sekolah (Online). Tersedia. http://smkinformatika.wordpress.com/2008/05/12/kepemimpinan-kepala-sekolah (12 Mei 2008)

Pantiwati, (2001). Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan. Malang: PSSJ PPS Universitas Malang.


(5)

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun (2005). Standar Nasional Pendidikan.

Prijosaksono,A. (2008). Disiplin. Sinar Harapan. (Online) (http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/081/man01.utml. ( 9 Januari 2008.

Raka, Joni. Prospek Pendidikan Profesional Guru di Bawah Naungan UU No. 14

Tahun 2005” Makalah dipaparkan dalam Rembuk Nasional “Revitalisasi

Pendidikan Profesional Guru di Universitas Negeri Malang, 17 November 2007.

Rauch & Behling, 1984, 46 dalam materi pelatihan ketrampilan manajerial SPMK. Tersedia: http://

kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/5a-KEPEMIMPINAN(revDes'02)

Salamuddin (2007) . Rumus Meningkatkan Mutu Pendidikan.Tersedia : http://gurukemas.wordpress.com/2007/04/18/rumus-meningkatkan-mutu-pendidikan/.(15 nov 2007)

Sampurno, A (2008). 4 resep Membuat Atmosfir yang Kondusif demi Tercapainya Kedisiplinan di Sekolah. (Online). Tersedia : http://gurukreatif.wordpress.com/2008/03/23/4-resep-membuat-atmosfir-yang-kondusif-demi-tercapainya-kedisiplinan-di-sekolah/ (23 Maret 2008). Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7 dalam materi pelatihan ketrampilan

manajerial SPMK. Tersedia: http:// kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/5a-KEPEMIMPINAN(revDes'02)

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2005). Metoda Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Soetardjo. (1996). Pengelolaan Bengkel. Surabaya: SIC-LPM IKIP Surabaya.

Sulistyorini, 2001. Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru. Ilmu Pendidikan.

Sumargi. (1996). Profesi Guru antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996.

Surya, H.M. (1998). Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I); Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998.


(6)

Suyanto (2007). Kepemimpinan Kepala Sekolah. (Online). Tersedia. http://groups. Yahoo.com/groups/pakguruonline/message/2561 (12 Mei 2008).

Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24 dalam materi pelatihan ketrampilan manajerial SPMK. Tersedia :http:// kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/5a-KEPEMIMPINAN(revDes'02)

Trisno Martono (2007). Kepala Sekolah Jalankan Tipe Kepemimpinan Paternalistik. Tersedia : http://www2.kompas.com/kompascetak /0707/24/ jateng/ 56945. htm [24 jul 2007]

Urip (2007).Disiplin Sekolah Mendongkrak Mutu Sekolah. (Online0. Tersedia : http://urip.wordpress.com/2007/04/10disiplin-sekolah-mendongkrak-mutu-sekolah/(10 April 2007).

Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, h. 349.

Walgito dalam sugeng (2005) Hubungan Kepemimpinan Kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru matematika SMP Negeri di Kabupaten Pandeglang(Online), halaman 39. Tersedia.http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=281(20 April 2005)

Waluya,zendri (2006).Kontribusi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap sikap disiplin siswa di sekolah.Tersedia :http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0606106-103409/[06 juni 2007] Waspada online (26 juli 2007).Sarana Prasarana Kurang Memadai, Pemerintah

Harus Adil. Waspada [Online]

halaman1.Tersedia:http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_com_ content&do_pdf+1&id=926

Yukl, Gary A. (1998). Leadership in organizations 3e. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Prenhallindo.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Balai Pustaka.

Depdiknas, (2005). Pembinaan Profesionalisme Tenaga pengajar (Pengembangan Profesionalisme Guru). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas.


Dokumen yang terkait

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Ditingkat Sekolah Dasar Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan

12 87 142

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Ditingkat Sekolah Dasar Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan

0 2 142

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Ditingkat Sekolah Dasar Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan

0 10 142

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI KERJA, DAN SARANA PRASARANA TERHADAP KEDISIPLINAN GURU DAN DAMPAKNYA TERHADAP Kontribusi Kepemimpinan Pembelajaran, Motivasi Kerja, Dan Sarana Prasarana Terhadap Kedisiplinan Guru Dan Dampaknya Terhadap Kine

0 3 20

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI KERJA, DAN SARANA PRASARANA TERHADAP KEDISIPLINAN GURU DAN DAMPAKNYA TERHADAP Kontribusi Kepemimpinan Pembelajaran, Motivasi Kerja, Dan Sarana Prasarana Terhadap Kedisiplinan Guru Dan Dampaknya Terhadap Kine

0 1 12

HUBUNGAN PERSEPSI GURU TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, SIKAP GURU TERHADAP PEKERJAAN, DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU DENGAN PENGETAHUAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DI SMKN KABUPATEN TAPANULI TENGAH.

0 1 36

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SIKAP TERHADAP PROFESI GURU DENGAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DI SMA METHODIST MEDAN.

0 1 30

NOTA PEMBIMBING KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KEDISIPLINAN GURU, DAN SARANA PRASARANA PEMBELAJARAN TERHADAP PRESTASI SEKOLAH (Studi Kasus SMP Se Kabupaten Grobogan).

0 0 15

KUESIONER PENELITIAN KONSTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KEDISPLINAN KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KEDISIPLINAN GURU, DAN SARANA PRASARANA PEMBELAJARAN TERHADAP PRESTASI SEKOLAH (Studi Kasus SMP Se Kabupaten Grobogan).

0 0 4

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SARANA PRASARANA TERHADAP KINERJA GURU SMP NEGERI KOTA SEMARANG

0 0 12