Komunikasi Antar Budaya dan interaksi Antar Etnis (Studi Korelasional Mengenai Pengaruh Komunikasi Antar Budaya Dalam Menciptakan Interaski Antar Etnis di Kalangan Mahasiswa Asing USU).

(1)

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DAN INTERAKSI ANTAR ETNIS (Studi korelasional mengenai pengaruh komunikasi antarbudaya dalam menciptakan interaksi antar etnis di kalangan mahasiswa asing Universitas

Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi

PRIMADONA AGUSTIA 050904107

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Primadona Agustia

NIM : 050904107

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Komunikasi Antar Budaya dan interaksi Antar Etnis

(Studi Korelasional Mengenai Pengaruh Komunikasi Antar Budaya Dalam Menciptakan Interaski Antar Etnis di Kalangan Mahasiswa Asing USU)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Lusiana. A. Lubis, MA Drs. Amir Purba, MA

NIP 196704051990032002 NIP 195102191987011001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA NIP 196207031987111001


(3)

ABSTRAKSI

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sejauh manakah pengaruh komunikasi antar budaya dalam menciptkan pola interaksi antar etnis dikalangan mahasiswa asing Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola interaksi antar etnis dalam komunikasi antar budaya mahasiswa asing USU, untuk mengetahui keadaan komunikasi antar budaya mahasiswa asing USU, dan untuk mengetahui pengaruh komunikasi antar budaya dalam menciptakan interaksi antar etnis dikalangan mahasiswa asing USU. Sedangkan model teori yang digunakan adalah teori Komunikasi dan Komunikasi antar budaya.

Penelitian ini menggunakan metode korelasional. Metode korelasional bertujuan untuk meneliti sejauh mana variasi pada suatu variabel berkaitan dengan variabel lainnya. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa asing universitas sumatera utara yang berasal dari Negara Malaysia suku Melayu, India dan China stambuk 2006-2008. Jumlah populasi keseluruhannya adalah 626 orang. Untuk mengetahui jumlah sampel digunakan rumus Arikunto dengan persentase 20%, diperoleh sampel sebanyak 125 orang. Untuk menentukan sampel digunakan teknik Purposive Sampling.

Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan, dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari literature, buku-buku serta sumber yang relevan dan mendukung serta penelitian lapangan untuk memperoleh data dilokasi penelitian melalui kuisoner. Data yang diperoleh dianalisis dengan bentuk analisa tabel tunggal, tabel silang dan pengujian hipotesa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup berarti antara komunikasi budaya dan interaksi antar etnis dikalangan mahasiswa asing Universitas Sumatera Utara. Hasil rs yang diperoleh adalah 0,406. Berdasarkan skala Guilford hasil rs 0,406 berada pada skala 0,40-0,70 yang menunjukkan hubungan yang cukup berarti. Untuk mengetahui besarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh komunikasi antar budaya terhadap pola interaksi mahasiswa asing universitas sumatera utara maka digunakan rumus Kp = (rs2) x 100%. Diperoleh hasilnya adalah 16,5%. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan pengaruh komunikasi budaya dan interaksi antar etnis dikalangan mahasiswa asing Universitas Sumatera Utara adalah sebesar 16,5%.


(4)

KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahiim

Alhamdulilahi Rabbil ‘Aalamiin, segala puji hanyalah bagi Allah SWT. Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa menggolongkan kita menjadi hamba yang banyak bermanfaat bagi hamba Allah yang lain karena “sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lainnya”. (Al-hadist). Shalawat dan Sallam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW berserta keluarga, sahabat dan ummatnya.

Penulis menyadari segala kelemahan dan kekurangan yang masih terdapat dalam skripsi ini, semoga dengan adanya penyempurnaan berupa kritik, saran dan pendapat dari para pembaca dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca sekalian. Untuk hal tersebut, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan FISIP Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

3. Ibu Dra. Lusiana A. Lubis, MA selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama mengerjakan skripsi ini


(5)

5. Semua dosen Ilmu Komunikasi maupun dosen-dosen yang pernah membimbing penulis dalam setiap mata kuliah

6. Kedua orang tuaku, ayahanda Wahyu Invantri dan khususnya Ibunda tercinta Zurniati yang telah memberikan dukungan moril maupun materil serta doa kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini

7. Seluruh keluarga besar yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan semangatnya kepada penulis

8. Buat Kak Icut, Kak Ros yang telah banyak membantu

9. Untuk teman-teman angkatan 2005 Ilmu Komunikasi Fisip USU

Akhir kata penulis memanjatkan doa dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala kekuatan dan kemudahan yang telah diberikan, dan penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi seluruh pembaca serta berguna bagi yang membutuhkannya. Amin yaa rabbal alamin.

Penulis,


(6)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 7

I.3. Pembatasan Masalah ... 8

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

I.5. Kerangka Teori ... 9

I.5.1 Komunikasi & Komunikasi Antarbudaya ... 9

I.5.2 Teori Etnosentris ... 11

I.5.3 Teori Pertukaran ... 13

I.5.4 Persepsi ... 14

I.5.5 Interaksi Sosial ... 16

I.6. Kerangka Konsep ... 17

I.7. Model Teoritis ... 18


(7)

I.9. Definisi Operasional ... 19

I.10. Hipotesis ... 22

BAB II URAIAN TEORITIS ... 23

II.1. Komunikasi & Komunikasi Antarbudaya ... 23

II.1.1 Pengertian Komunikasi dan Komunikasi Antarbudaya ... 23

II.1.1.1. Pengertian Komunikasi ... 23

II.1.1.2 Komunikasi Antarbudaya ... 28

II.2. Teori Etnosentris ... 33

II.3. Teori Pertukaran ... 38

II.4. Persepsi ... 42

II.4.1 Tahapan – tahapan pembentukan persepsi ... 44

II.4.2 Persepsi dan Budaya ... 45

II.5. Interaksi Sosial ... 49

II.5.1 Syarat-syarat terjadinya Interaksi sosial ... 51

II.5.2Bentuk-bentuk Interaksi sosial ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

III.1. Metode Penelitian ... 54

III.2. Deskripsi Penelitian ... 54

III.2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

III.2.2 Universitas Sumatera Utara... 55


(8)

III.2.2.2 Profil Universitas Sumatera Utara ... 58

III.2.2.3 Organisasi Universitas Sumatera Utara ... 59

III.2.3 Fakultas Kedokteran ... 61

III.2.3.1 Sejarah Fakultas Kedoteran ... 61

III.2.3.2 Visi Misi dan Tujuan Fakultas Kedokteran... 64

III.2.4 Fakultas Kedokteran Gigi ... 65

III.2.3.1 Sejarah Fakultas Kedoteran Gigi ... 65

III.2.3.2 Visi Misi dan Tujuan Fakultas Kedokteran... 69

III.3. Populasi dan Sampel ... 72

III.3.1 Populasi ... 72

III.3.2 Sampel ... 72

III.4. Teknik Penarikan Sampel ... 74

III.5. Teknik Pengumpulan Data... 74

III.6. Teknik Analisis Data ... 75

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN IV.1. Teknik Pengolahan Data... 79

IV.2. Analisis Tabel Tunggal ... 80

IV.2.1 Identitas Responden... ... 80

IV.2.2 Komunikasi Antarbudaya ... 83

IV.2.3 Interaksi Antar Etnis ... 94


(9)

IV.5. Uji Hipotesis ... 109

IV.6. Pembahasan ... 111

BAB V PENUTUP ... 113

V.1. Kesimpulan ... 113

V.2. Saran ... 114 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(10)

Daftar Tabel

Tabel 1.1 : Operasional Variabel ... 19

Tabel IV.1 : Jenis Kelamin ... 83

Tabel IV.2 : Fakultas ... 83

Tabel IV.3 : Usia... 84

Tabel IV.4 : Agama... 84

Tabel IV.5 : Suku ... 85

Tabel IV.6 : Frekuensi responden dalam berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda budaya... 86

Tabel IV.7 : Kepercayaan responden dalam berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda budaya ... 87

Tabel IV.8 : Perasaan kondisi bersatu dalam lingkungan responden ... 88

Tabel IV.9 : Perasaan yang dirasakan ketika berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda budaya dalam hal ikut membayangkan dalam posisi orang lain ... 89

Tabel IV.10: Perasaan yang dirasakan ketika berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda budaya dalam hal ikut merasakan apa yang dirasakan orang tersebut ... 90

Tabel IV.11: Perasaan nyaman dalam lingkungan responden ... 91

Tabel IV.12: Kesalahpahaman yang terjadi dengan orang-orang yang berbeda budaya ... 92

Tabel IV.13: Suasa berbagi / sharing dengan orang yang berbeda budaya .. 93

Tabel IV.14: Cara penyelesaian masalah lewat sharing dengan orang yang berbeda budaya ... 94

Tabel IV.15:Cara penyelesaian masalah lewat diskusi dengan orang yang berbeda budaya ... 95

Tabel IV.16: Cara penyelesaian masalah lewat kelompok belajar dengan orang yang berbeda budaya ... 96


(11)

Tabel IV.17: Perasaan adil yang dirasakan responden dilingkungannya ... 97 Tabel IV.18: Tindakan kesewenangan yang dirasakan responden ... 97 Tabel IV.19: Frekuensi kerjasama yang dilakukan responden dengan orang

yang berbeda budaya dengannya ... 98 Tabel IV.20: Kerjasama yang aman dan nyaman antara responden dengan

orang yang berbeda budaya ... 99 Tabel IV.21: Pertikaian yang terjadi antara responden dengan orang yang

berbeda budaya... 100 Tabel IV.22: Pertikaian yang terjadi antara responden dengan orang yang

berbeda budaya disebabkan karena perbedaan kebudayaan. ... 101 Tabel IV.23: Pertikaian yang terjadi antara responden dengan orang yang

berbeda budaya disebabkan karena perbedaan kepentingan.... 102 Tabel IV.24: Pertikaian yang terjadi antara responden dengan orang yang

berbeda budaya disebabkan karena perbedaan individu... 103 Tabel IV.25: Interaksi untuk sekadar bertukar informasi ... 104 Tabel IV.26: Interaksi untuk sekadar pertemanan ... 105 Tabel IV.27: Perbedaan bahasa yang menjadi kendala bagi responden dalam

berinteraksi ... 106 Tabel IV.28: Perbedaan sikap yang mempengaruhi responden dalam

berinteraksi ... 107 Tabel IV.29: Pandangan responden terhadap orang yang berbeda budaya

dengannya sesuai dengan streotipe yang berkembang ditengah masyarakat ... 108 Tabel IV.30: Hubungan antara perbedaan sikap dengan frekuensi

berinteraksi ... 109 Tabel IV.31: Hubungan antara tingkat kepercayaan dengan rasa nyaman dalam

bekerjasama ... 111 Tabel IV.32: Hubungan kesalahpahaman dengan perbedaan bahasa ... 112 Tabel IV.33: Hasil uji korelasi antara Komunikasi antar budaya dan interaksi


(12)

ABSTRAKSI

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sejauh manakah pengaruh komunikasi antar budaya dalam menciptkan pola interaksi antar etnis dikalangan mahasiswa asing Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola interaksi antar etnis dalam komunikasi antar budaya mahasiswa asing USU, untuk mengetahui keadaan komunikasi antar budaya mahasiswa asing USU, dan untuk mengetahui pengaruh komunikasi antar budaya dalam menciptakan interaksi antar etnis dikalangan mahasiswa asing USU. Sedangkan model teori yang digunakan adalah teori Komunikasi dan Komunikasi antar budaya.

Penelitian ini menggunakan metode korelasional. Metode korelasional bertujuan untuk meneliti sejauh mana variasi pada suatu variabel berkaitan dengan variabel lainnya. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa asing universitas sumatera utara yang berasal dari Negara Malaysia suku Melayu, India dan China stambuk 2006-2008. Jumlah populasi keseluruhannya adalah 626 orang. Untuk mengetahui jumlah sampel digunakan rumus Arikunto dengan persentase 20%, diperoleh sampel sebanyak 125 orang. Untuk menentukan sampel digunakan teknik Purposive Sampling.

Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan, dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari literature, buku-buku serta sumber yang relevan dan mendukung serta penelitian lapangan untuk memperoleh data dilokasi penelitian melalui kuisoner. Data yang diperoleh dianalisis dengan bentuk analisa tabel tunggal, tabel silang dan pengujian hipotesa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup berarti antara komunikasi budaya dan interaksi antar etnis dikalangan mahasiswa asing Universitas Sumatera Utara. Hasil rs yang diperoleh adalah 0,406. Berdasarkan skala Guilford hasil rs 0,406 berada pada skala 0,40-0,70 yang menunjukkan hubungan yang cukup berarti. Untuk mengetahui besarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh komunikasi antar budaya terhadap pola interaksi mahasiswa asing universitas sumatera utara maka digunakan rumus Kp = (rs2) x 100%. Diperoleh hasilnya adalah 16,5%. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan pengaruh komunikasi budaya dan interaksi antar etnis dikalangan mahasiswa asing Universitas Sumatera Utara adalah sebesar 16,5%.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan dan merupakan salah satu negara yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak di dunia. Selain jumlah penduduknya yang banyak Negara Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis, yaitu diapit oleh dua benua Asia dan Afrika serta dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Akibat letak geografisnya yang strategis inilah makanya Indonesia banyak disinggahi oleh wisatawan–wisatawan asing baik dengan tujuan berwisata maupun dengan tujuan–tujuan lainnya. Selain jumlah penduduk dan letak geografisnya yang strategis, Indonesia dikenal juga dengan masyarakatnya yang majemuk yang terdiri dari berbagai kelas ras atau etnis dan kebudayaan yang berbeda dibawah satu sistem pemerintahan.

Dalam kehidupan keseharian masyarakat Indonesia yang majemuk, pertemuan antarbudaya merupakan suatu yang tidak dapat dielakkan. Dalam interaksi yang dilakukan masyarakat, pertemuan dengan budaya lain adalah sebuah keseharusan dan merupakan rutinitas yang tidak bisa bisa dihindari, sehingga komunikasi dan interaksi harus terjadi. Baik komunikasi yang dilakukan secara langsung (tatap muka) maupun komunikasi yang menggunakan media sebagai saluran. Proses interaksi dalam komunikasi antarbudaya sebagian besar dipengaruhi oleh perbedaan kultur, orang-orang dari kultur yang berbeda akan berinteraksi secara berbeda pula, akan tetapi perbedaan kultur jangan dijadikan


(14)

sebagai penghambat proses interaksi dalam budaya yang berbeda. Interaksi dan komunikasi harus berjalan satu sama lain dalam anggota masyarakat yang berbeda budaya terlepas dari mereka sudah saling mengenal atau belum.

Kenyataan kehidupan yang menunjukan bahwa kita tidak hanya berhubungan dengan orang yang berasal dari satu etnik, akan tetapi juga dengan orang yang berasal dari etnik lainnya. Apalagi dalam kondisi masyarakat yang modern seperti saat ini, kita akan selalu berhadapan dengan orang-orang yang berbeda etnis dengan kita. Perbedaan-perbedaan ini tidak bisa ditolak karena memang pada dasarnya tuhan menciptakan manusia dalam kondisi yang berbeda. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana mengelola keberagaman etnik secara baik sehingga keberagaman etnik bisa menjadi karunia tuhan bagi semua umat manusia. Sebaliknya, keberagaman etnik tidak boleh mendatangkan bencana, karena tuhan menciptakan keberagaman antara manusia dengan tujuan agar manusia bisa mengenal satu sama lain.

Dalam komunikasi antarbudaya seperti dalam proses komunikasinya, kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Kita berusaha mendapatkan keuntungan yang maksimal dari biaya yang minimum. Dalam komunikasi budaya, orang cendrung akan berinteraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil yang positif, dan bila mendapatkan hasil yang positif maka proses komunikasi tersebut akan terus ditingkatkan, dan ketika dalam proses komunikasi tersebut dirasa mendapat hasil yang negative maka pelaku komunikasi tersebut mulai menarik diri dan mengurangi proses komunikasi. Dalam berinteraksi konteks keberagaman kebudayaan kerap kali menemui masalah atau


(15)

hambatan-hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya, misalnya dalam penggunaan bahasa, lambang-lambang, nilai-nilai atau norma masyarakat dan lain sebagainya. Hambatan-hambatan yang terjadi mungkin disebabkan karena adanya sikap yang tidak saling pengertian antara satu individu dengan individu lainnya yang berbeda budaya. Padahal syarat untuk terjadinya interaksi dalam masyarakat yang berbeda budaya tentu saja harus ada saling pengertian atau pertukaran informasi atau makna antara satu dengan yang lainnya. Diakui atau tidak perbedaan latar belakang budaya bisa membuat kita sangat kaku dalam proses berinteraksi dan berkomunikasi. Pada prinsip-prinsip komunikasi ada hal yang dikenal dengan interaksi awal dan perbedaan antarbudaya. Ketika melakukan awal interaksi dengan orang lain, maka diperlukan adanya sebuah pola komunikasi sehingga dapat menciptakan komunikasi yang efektif. Hal itu diperlukan agar dapat menimbulkan feedback (umpan balik) yang positif, pola komunikasi dapat berjalan dan terbangun ketika orang–orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut dapat mengerti makna pesan yang disampaikan. Sebab interaksi awal yang tidak baik bisa juga disebabkan karena ketidaknyamanan sebagai akibat dari perbedaan yang ada.

Untuk mewujudkan komunikasi yang baik atau efektif dengan latar belakang budaya yang berbeda, tidak sesulit yang kita bayangkan dan tidak semudah anggapan banyak orang. Dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam budaya yang berbeda, banyak hal yang harus diperhatikan dan banyak juga kemungkinan terjadinya kesalahpahaman di dalamnya. Karakter masing-masing individu mewarnai komunikasi yang dijalin individu itu sendiri. Karakter yang


(16)

keras harus bisa menyesuaikan dengan orang yang berkarakter lemah lembut. Orang yang berkarakter lemah lembut juga harus bisa memahami dan mengerti mereka yang berkarakter keras.

Bahasa merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang efektifnya interaksi yang terjadi dalam komunikasi antarbudaya. Kurangnya pemahaman mengenai bahasa yang berbeda dapat menimbulkan kesalahpahaman dan perasaan tidak nyaman, dan akibat dari kesalah pahaman tersebut banyak kita jumpai konflik-konflik yang terjadi sebagai akibat dari rasa etnosentris. Salah satu jalan untuk meminimalisir kesalahpahaman mengenai perbedaan kebudayaan tersebut adalah mencoba untuk mengerti atau setidaknya mengetahui bahasa dan perilaku budaya orang lain, sehingga kita bisa mengetahui prinsip-prinsip komunikasi antarbudaya dan mempraktekkannya dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Kemajukan budaya yang ada dalam masyarakat Indonesia, selain memiliki sisi positif, juga memiliki sisi yang negatif. Kemajemukan masyarakat sangat potensial sekali bagi terjadinya konflik sebagai akibat dari perbedaan budaya. Untuk menghindari terjadinya konflik tersebut diperlukan adanya suatu interaksi antarbudaya sehingga tercapai suatu pemahaman mengenai budaya yang berbeda dan pada akhirnya bisa menciptakan kenyamanan dan saling menghargai.

Pada dasarnya efektivitas interaksi dan komunikasi antarbudaya tidak mudah dicapai karena adanya faktor-faktor penghambat seperti stereotip. Stereotip berasal dari kecendrungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang dalam kategori tertentu


(17)

yang bermakna. Streotip berkaitan dengan konstruksi image yang telah ada dan terbentuk secara turun temurun menurut sugesti. Ia tidak hanya mengacu pada image negatif tapi juga image positif.

Dalam melakukan interaksi antarbudaya ada beberapa variabel yang menentukan bagi berlangsungnya efektivitas interaksi antarbudaya. Salah satu variabel tersebut adalah sikap. Sikap merupakan suatu keadaan psikologis yang menyebabkan setiap manusia membuat predisposisi tindakan yang tepat dalam menghadapi beragam peristiwa sosial atau objek dalam lingkungannya. Sikap tidak hanya mempengaruhi perilaku yang nyata, akan tetapi juga mempengaruhi pandangan, persepsi ataupun streotip individu akan budaya yang berbeda dari budayanya. sikap juga bisa mempengaruhi proses komunikasi antar budaya.

Peranan komunikasi antarbudaya diharapkan dapat membentuk intergritas bangsa. Disini diperlukan adanya sebuah pemahaman dan pengertian mengenai perbedaan persepsi sehingga tercipta hubungan yang baik dengan orang-orang yang berbeda budaya. Tak jarang kesalahan persepsi dalam interaksi dengan budaya yang berbeda dapat menimbulkan kesalahpahaman yang pada akhirnya dapat memacu timbulnya konflik-konflik antar budaya.

Medan adalah salah satu kota besar di Indonesia yang banyak disinggahi oleh masyarakat luar baik untuk tujuan mengadu nasib maupun dengan tujuan untuk menuntut ilmu. Seperti halnya yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa asing yang sebagian besar datang dari negara tetangga Malaysia. Mahasiswa-mahasiswa asing ini masuk ke Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian


(18)

kelas internasional dan jalur agency-agency yang telah tersedia seperti ACMS. Universitas Sumatera Utara merupakan satu-satunya Universitas di Kota Medan yang membuka kelas khusus bagi mahasiswa asing yang berasal dari Negara Malaysia yang rata-rata dari ras Melayu, India, dan Tionghoa. Universitas Sumatera Utara hanya membuka dua fakultas saja untuk mahasiswa asing ini, diantaranya adalah fakultas kedokteran dan fakultas kedokteran gigi.

Banyaknya suku bangsa yang bermukim di Kota Medan menyebabkan kemajemukan etnis di Medan dianggap sebagai hal yang wajar dan lazim, Namun dengan datangnya mahasiswa asing ini menambah nuansa perbedaan kebudayaan di daerah ini, dan komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi diantara orang-orang yang memiliki perbedaan latar belakang seperti perbedaan ras, suku, agama, bahasa, tingat pendidikan, status sosial bahkan jenis kelamin. Efektivitas komunikasi sangat ditentukan oleh sejauhmana komunikator dan komunikan memberikan makna pesan dari proses komunikasi yang berbeda latar belakang budayanya.

Dalam masyarakat yang majemuk, pertemuan antara orang-orang yang berbeda budaya tidak dapat dielakkan, Interaksi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam sebuah komunikasi antarbudaya dan merupakan suatu keseharusan. Interaksi juga bisa membantu penciptaan solidaritas antar etnis yang berbeda budaya seperti etnis tionghoa, melayu dan india yang memilih belajar di kota Medan dengan etnis pribumi. Keinginan yang tulus untuk melakukan komunikasi yang efektif diantara komunitas adalah penting, Sebab komunikasi yang berhasil mungkin tidak hanya terhambat oleh perbedaan–perbedaan budaya


(19)

akan tetapi juga oleh sikap-sikap yang tidak bersahabat atau prasangka sosial. Dalam kenyataan sehari-hari masih sering kita lihat kurangnya interaksi antara mahasiswa kelas internasional tersebut dengan mahasiswa pribumi, para pemeluk budaya satu hanya mau bergabung dan berinteraksi dengan orang-orang yang berasal dari daerah yang sama atau mempunyai kebudayaan yang sama. Mereka tidak mau bahkan enggan untuk membuka diri dengan orang-orang yang berasal dari kebudayaan yang berbeda. Sebagai asumsi dasarnya adalah bahwa diantara individu-individu dengan kebudayaan sama umumnya terdapat kesamaan (homogenitas) yang lebih besar dalam hal latar belakang pengalaman secara keseluruhan dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kebudayaan berlainan. Selain faktor terbut, bahasa, prasangka dan sikap etnosentris juga bisa mempengaruhi pola interaksi yang terjadi di antara mereka yang berbeda budaya.

Jadi berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti “Sejauhmanakah pengaruh komunikasi antarbudaya bisa menciptakan pola interaksi antar etnis dikalangan Mahasiswa Asing Universitas Sumatera Utara yang mayoritas berasal dari negara tetangga Malaysia dan terdiri atas etnis Melayu, India dan Tionghoa”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(20)

“ Sejauhmanakah pengaruh komunikasi antarbudaya dalam menciptakan pola interaksi antar etnis dikalangan mahasiswa asing di Universitas Sumatera Utara?”.

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti menetapkan batasan masalah yang lebih jelas dan spesifik mengenai hal–hal yang diteliti.

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Objek penelitiannya dibatasi pada mahasiswa asing universitas sumatera utara yang berasal dari ras Melayu, India, dan Tionghoa

b) Dibatasi pada bentuk pola interaksinya.

c) Penelitian ini dibatasi pada stambuk 2006-2008

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat penelitian harus bersifat spesifik, terbatas dan dapat diukur, dan terutama sekali dapat diperiksa dengan melihat hasil penelitian.

Tujuan Penelitian :

a. Untuk mengetahui pola interaksi antar etnis dalam komunikasi antarbudaya mahasiswa mahasiswa asing USU.


(21)

b. Untuk mengetahui keadaan komunikasi antarbudaya mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi internasional di USU.

c. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi antarbudaya dalam menciptakan interaksi antar etnis dikalangan mahasiswa internasional USU.

1.4.1 Manfaat Penelitian :

a. Secara akademis, penelitian ini disumbangkan kepada USU, khususnya Dapertemen Ilmu Komunikasi dalam rangka memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan.

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti terhadap penelitian tentang komunikasi antarbudaya mahasiswa kelas internasional.

c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi kepada pihak–pihak yang membutuhkan pengetahuan yang berkenaan dengan penelitian ini.

1.5. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan suatu uraian yang memuat pokok–pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi 2001:40). Dengan adanya kerangka teoritis tersebut maka penulis akan mempunyai landasan untuk menentukan tujuan dan arah penelitian. Dalam penelitian penulis menggunakan Teori Komunikasi dan komunikasi antarbudaya, teori etnosentris, teori pertukaran, teori persepsi dan teori Interaksi.


(22)

1.5.1. Teori Komunikasi dan komunikasi Antarbudaya

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan untuk merubah sikap, pendapat ataupun tingkah laku orang tersebut baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Komunikasi dapat juga diartikan sebagai proses pertukaran informasi oleh seseorang melalui proses adaptasi dari dan kedalam sebuah sistem kehidupan manusia dan lingkungannya yang dilakukan melalui simbol-simbol verbal maupun non verbal yang dipahami bersama (Liliweri. 2001:5). Inti dari sebuah proses komunikasi adalah adanya kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan tersebut antara komunikator dan komunikan.

Budaya dan komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat. Hal ini disebabkan karena perkembangan komunikasi tidak terlepas dari perkembangan kebudayaan, apakah itu dari segi bahasa, artefak, sistem komunikasi ataupun penggunaan lambang-lambang. Komunikasi antarbudaya memiliki derajat perbedaan pengalaman diantara komunikator yang berbeda latar belakang budaya. Sebagai asumsi dasarnya adalah diantara individu-individu yang sama umumnya memiliki kesamaan (homogenitas) dalam hal latar belakang pengalaman secara keseluruhan dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kebudayaan yang berbeda.

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan. Fokus perhatian komunikasi antarbudaya ini adalah meliputi bagaimana menjajaki makna, pola


(23)

tindakan, juga tentang bagaimana makna dan pola-pola itu diartikulasikan ke dalam sebuah kelompok sosial, kelompok budaya, kelompok politik, proses pendidikan, bahkan lingkungan teknologi yang melibatkan interaksi antar manusia (Liliweri, 2004:9-10).

Jadi komunikasi antarbudaya lebih menekankan aspek utama yakni komunikasi antarpribadi diantara komunikator dan komunikan yang berbeda latar belakang budaya.

Porter dan Samovar mengebutkan delapan aspek dalam komunikasi antarbudaya yaitu : 1). Sikap 2). Organisasi sosial, 3). Pola atau cara berfikir, 4). Peran, 5). Bahasa, 6). Konsep tentang ruang/jarak penggunaannya, 7). Konsep tentang waktu, 8). Ekspresi non verbal kinesik dan paralinguistik. Jika aspek ini dijajarkan dalam suatu skala seperti dibawah ini:

Minimum 1 2 3 4 5 6 7 8 Maksimum

(Liliweri, 2001: 14-15).

Jika perbedaan antar unsur kebudayaan 1 sampai 8 itu sampai pada tingkat maksimum, atau semakin besar jumlah perbedaan antar partisipan, maka semakin besar pula perbedaan kebudayaan antara komunikan. Dan sebaliknya, jika perbedaan antara unsur kebudayaan 1 samapai 8 sampai pada tingkat minimum, maka semakin kecil pula perbedaan kebudayaan antara komunikator dan komunikan .


(24)

1.5.2. Teori Etnosentrisme

Dikemukakan oleh William Graham Sumer. Menurut Summer dalam Liliweri (2001:168) manusia pada dasarnya seorang yang individualistis yang cenderung mengikuti naluri biologis yang mementingkan diri sendiri sehingga menghasilkan hubungan diantara manusia yang bersifat antagonistik (pertentangan yang menceraiberaikan). Agar pertentangan itu dapat dicegah, maka perlu ada folkways yang bersumber pada pola-pola tertentu.

Pola-pola itu merupakan kebiasaan (habits), lama-kelamaan, menjadi adat istiadat (customs), kemudian menjadi norma-norma susila (mores), akhirnya menjadi hukum (laws). Kerjasama antar individu dalam masyarakat pada umumnya bersifat antagonictic cooperation (kerjasama antarpihak yang berprinsip pertentangan). Akibatnya, manusia mementingkan kelompok dan dirinya atau orang lain. Lahirlah rasa ingroups atau we groups yang berlawanan dengan rasa outgroups atau their groups

Etnosentris merupakan suatu kecendrungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolute dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang

yang bermuara pada sikap etnosentris.

Dengan sikap etnosentris, setiap kelompok merasa folkways-nya lebih unggul dari folkways out group yang diremehkan, kebudayaan sendiri dipermutlakkan. Summer juga mengatakan bahwa terdapat korelasi antara etnosentris dengan solidaritas kelompok. Semakin besar etnosentrisme suatu kelompok, maka semakin besar solidaritas kelompok itu.


(25)

lain. Etnosentris membimbing para anggotanya (kelompok etnik) untuk memandang kebudayaan mereka sebagai yang terbaik, terunggul daripada kebudayaan yang dihadapinya. Etnosentris juga menyebabkan prasangka dalam setiap kelompok etnik yang dapat memandang orang dari kelompok etnik lain sebagai orang barbar, kafir, dan tidak mempunyai peradaban. (Liliweri, 2001:168).

1.5.3. Teori Pertukaran

Saat orang berinteraksi, mereka melakukan sejumlah pertukaran dan terus melakukannya sampai biaya dari hubungan itu sendiri lebih besar dari manfaat yang didapat. Seperti contoh dalam hal berpacaran, pada setiap date, perbincangan, atau pertukaran lainnya setiap orang terus melakukan kalkulasi apakah dia akan mendapat manfaat dari hubungan tersebut dengan biaya resiko serendah mungkin. Teori pertukaran (exchange theory) mengatakan bahwa semua hubungan manusia digerakkan oleh sejumlah analisis subjektif tentang biaya dan manfaat serta perbandingan terhadap alternatif yang ada.

Teori pertukaran (exchange theory) dikembangkan oleh Jhon Thibaut dan Harlod Kelley (Liliweri.2001:54). Teori ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Teori ini mengatakan bahwa kita masuk kedalam hubungan pertukaran dengan orang lain karena darinya kita memperoleh imbalan. Dengan kata lain hubungan kita dengan orang lain akan menghasilkan imbalan bagi kita. Teori pertukaran melihat bahwa antara


(26)

lingkungan dan perilaku terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena umumnya lingkungan kita terdiri dari orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi, dimana dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost), dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperoleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas terdiri atas pertukaran paling sedikit antara dua orang berdasarkan perhitungan untung rugi. Misalnya pola-pola perilaku ditempat kerja, percintaan, perkawinan dan persahabatan, hanya akan langgeng manakala semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Teori ini juga mengatakan bahwa orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang dikeluarkannya.

Inti dari teori ini mengatakan bahwa hubungan antarpribadi bisa diteruskan dan dihentikan. Hal ini disebabkan karena dalam perkembangan hubungan antarpribadi, setiap orang mempunyai pengalaman tertentu sehingga dia dapat membandingkan faktor-faktor motivasi dan sasaran hubungan antarpribadi yang dilakukan di antara beberapa orang. Makin besar keuntungan yang diperoleh dari hubungan antarpribadi, makin besar peluang hubungan tersebut diteruskan. Sebaliknya, makin kecil keuntungan yang diperoleh, maka makin kecil peluang hubungan tersebut diteruskan (Liliweri.2001:54-55).


(27)

1.5.4. Teori Persepsi

Persepsi adalah proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera. Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Persepsi merupakan aktivitas yang memungkinkan manusia mengendalikan ransangan-ransangan yang sampai kepadanya melalui alat inderanya, kemampuan persepsi itulah yang memungkinkan individu mengenali lingkungan pergaulannya.

Persepsi juga bisa diartikan sebagai proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan ransangan dari lingkungan eksternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara kita mengubah energi-energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna.

Komunikasi antar budaya akan lebih dapat dipahami sebagai perbedaan budaya dalam mempersepsikan objek-objek sosial dan kejadian-kejadiannya. Suatu prinsip dalam pendapat ini adalah bahwa masalah-masalah kecil dalam komunikasi sering diperumit oleh perbedaan-perbedaan persepsi ini,. untuk memahami dunia dan tindakan-tindakan orang lain, kita harus memahami kerangka persepsinya. Kita harus belajar memahami bagaimana mempersepsi dunia.

Dalam komunikasi antarbudaya yang ideal kita akan mengharapkan banyak persamaan dalam pengalaman dan persepsi. Tapi karakter budaya cendrung memperkenalkan kita kepada pengalaman-pengalaman yang tidak sama, dan oleh


(28)

karenanya membawa kita kepada persesi yang berbeda-beda. Persepsi itu terikat oleh budaya. (cultured-bound). Bagaimana kita memaknai suatu pesan, objek atau lingkungan bergantung pada sistem nilai yang kita anut. Persepsi setiap kelompok-kelompok budaya berbeda-beda. Persepsi seseorang terhadap lingkungannya bersifat subjektif , oleh karena itu tidak ada dua orang yang mempunyai nilai-nilai budaya yang persis sama, dan tidak ada pula dua orang yang mempunyai persepsi yang persis sama pula.

Ada beberapa unsur sosio-budaya yang mempunyai pengaruh besar dan langsung atas makna-makna yang kita bangun dalam persepsi kita. Unsur tersebut adalah sistem-sistem kepercayaan (belief), nilai (value), sikap (attitude), pandangan dunia (world view), dan organisasi sosial (social organization). Kseluruhan unsur tersebut mempengaruhi persepsi kita dan makna yang kita bangun dalam persepsi baik yang bersifat pribadi maupun yang bersifat subjektif.

1.5.5. Interaksi

Hubungan antar manusia menentukan struktur dari masyarakatnya, dimana hubungan antar manusia itu didasarkan kepada proses komunikasi. Hubungan antar manusia sebelumnya mempunyai bentuk yang konkret, yang sesuai degan nilai-nilai sosial dalam suatu masyarakat. Ia mengalami suatu proses terlebih dahulu, proses inilah yang dimaksud dengan proses sosial. proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia saling bertemu da menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut. dalam komunikasi, manusia saling pengaruh


(29)

mempengaruhi satu sama lain sehingga terbentuklah pengalaman ataupun pengetahuan tentang pengalaman masing-masing yang sama, oleh karenanya komunikasi menjadi dasar bagi kehidupan sosial ataupun proses sosial, dan bentuk umum dari proses sosial itu adalah interaksi.

Dalam suatu interaksi sosial, para individu dituntut untuk melakukan komunikasi dan kontak sosial, tidak perlu apakah hal ini merupakan suatu bentuk kerjasama ataupun pertikaian, yang jelas harus ada komunikasi atau kontak sosial yang terjadi antara individu satu dengan individu lainnya, baru peristiwa itu dapat dikatakan sebagai interaksi sosial (Lubis, 1999:18).

Interaksi sosial adalah merupakan kontak-kontak sosial dan komunikasi yang dinamis antar orang perseorang, perseorang dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok dalam upaya mencapai tujuan-tujuan tertentu berdasarkan kerjasama (Pratikto,1989:45). Menurut Soekamto berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor antara lain,faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri maupun bersama (Lubis, 1999:20).

Pelly (198:9) mengemukakan untuk terwujudnya integrasi sosial, diperlukan wadah yang mampu mempertemukan anggota-anggota dari berbagai suku bangsa (kelompok etnik) di dalamnya. Melalui interaksi sosial yang terjadi dalam wadah pertemuan itulah diharapkan berbagai streotip etnik yang ada itu akan berangsur-angsur berubah.


(30)

1.6. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep adalah generasi dari sekelompok fenomena yang sama. Sebagai hal yang umum. Konsep dibangun dari teori–teori yang digunakan untuk menjelaskan variabel–variabel yang akan diteliti (Bungin, 2005:57)

Berdasarkan kerangka teoritis yang mendasari penelitian ini. selanjutnya disusun kerangka konsep yang didalamnya terdapat variabel–variabel dan indikator yang tujuannya menjelaskan masalah penelitian (Nawawi, 1995:43)

Agar konsep–konsep tersebut dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel Bebas ( X )

Variabel bebas (Independent variabel) adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur lain (Nawawi, 2001 : 56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah “ Peranan komunikasi antarbudaya “

2. Variabel Terikat ( Y )

Variabel terikat (Dependent variabel) adalah suatu variabel yang merupakan akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Rakhmat 2004:12). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah “Interaksi Antar Etnis”.


(31)

1.7. Model Teoritis

±

1.8. Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian penelitian ini:

Tabel: 1

Variabel Teoritis Variabel Operasional Variabel Bebas ( X )

“Komunikasi Antarbudaya”

Efektivitas komunikasi antar budaya: a. Keterbukaan

b. Empati

c. Perasaan positif d. Dukungan e. keseimbangan Variabel terikat ( Y )

“Interaksi Antar Etnis “

Kontak Sosial a. Kerjasama b. Pertikaian Adanya Komunikasi

a. Pembicaraan b. sikap

Karakteristik Responden a. Fakultas b. Usia Variabel Bebas ( X )

“Peranan komunikasi antarabudaya”

Variabel terikat ( Y ) “Pola Interaksi Antar


(32)

c. Agama d. Suku

e. Jenis Kelamin

1.9. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:46).

Defenisi operasional dari variabel–variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi antarbudaya meliputi :

Efektivitas komunikasi:

a. Keterbukaan: merupakan sikap seorang komunikator yang membuka semua informasi tentang pribadinya dan menerima informasi yang relevan dari dan tentang komunikannya serta bereaksi secara jujur terhadap pesan yang disampaikan.

b. Empati: merupakan suasana kebatinan komunikator yang menerima dan memahami suasana pesan tentang komunikan sama seperti sikap komunikan menerima dan memahami dirinya. Singkatnya komunikator menjadikan diri seperti komunikan.


(33)

c. Perasaan positif: perasaan seorang komunikator bahwa pribadinya, komunikannya, serta situasi yang melibatkan keduanya sangat mendukung (terbebas dari ancaman, tidak dikritik dan ditantang).

d. Dukungan: dipahami sebagai sikap komunikator yang mengurangi kemauan untuk mempertahankan diri dalam berinteraksi dengan orang lain. komunikator disini menciptakan suatu iklim yang memberikan pendapat terhadap pesan komunikan namun tidak menilai komunikan, bekerjasama dengan komunikan dalam memecahkan masalah tentang pesan, bersikap jujur terhadap komunikan tanpa motif terpendam.

e. Memelihara keseimbangan: suasana yang adil antara komunikator dengan komunikan dalam hal kesempatan yang sama untuk berpikir, berasa dan bertindak.

2. Interaksi Antar etnis meliputi :

a. Kontak Sosial: hubungan yang terjadi antara satu orang dengan yang lainnya.

- Kerjasama: usaha bersama antara orang perorang / kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

- Pertikaian: proses sosial dimana individu / kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman dan kekerasan.


(34)

b. Komunikasi: artinya disini bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (berwujud pembicaraan, sikap dll).

3. Karakteristik responden terdiri dari :

a. Fakultas: yaitu fakultas mahasiswa yang menjadi responden.

b. Usia : usia dari responden yang akan diteliti.

c. Agama : agama yang dianut oleh masing-masing responden. Agama merupakan aturan yang menata tindakan manusia dalam pergaulan dengan sesamanya yang bersumber kepada ajaran agamanya.

d. Suku: Suku yang dianut masing-masing responden.

e. Jenis kelamin : Jenis kelamin dari responden (pria dan wanita).

1.10. Hipotesa

Secara asal kata (etimologis) hipotesis berasal dari kata Hypo dan thesis. Hypo berarti kurang dan Thesis berarti pendapat. Jadi, dapat diartikan bahwa hipotesis adalah pendapat yang kurang, maksudnya bahwa hipotesis itu merupakan pendapat atau pernyataan yang masih belum tentu kebenarannya, masih harus diuji lebih dulu dan karenanya bersifat sementara atau dugaan awal (Kiryantono, 2006:28). Selanjutnya hipotesis dapat diartikan juga sebagai dugaan sementara yakni pemecahan masalah yang mungkin benar dan mungkin juga salah.


(35)

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ho: Tidak terdapat hubungan peranan komunikasi antar budaya dalam menciptakan pola interaksi antar etnis dikalangan mahasiswa asing Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi USU.

Ha: Terdapat hubungan peranan komunikasi antarbudaya dalam menciptakan pola interaksi antar etnis dikalangan mahasiswa asing Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi USU.


(36)

Bab II

URAIAN TEORITIS

II.1 KOMUNIKASI dan KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA. II.1.1 Pengertian komunikasi dan komunikasi antarbudaya. II.1.1.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan untuk merubah sikap, pendapat ataupun tingkah laku orang tersebut baik secara langsung maupun secara tidak langsung. komunikasi dapat juga diartikan sebagai proses pertukaran informasi oleh seseorang melalui adaptasi dari dan kedalam sebuah sistem kehidupan manusia dan lingkungannya yang dilakukan melalui simbol-simbol bahasa verbal maupun non verbal yang dapat dipahami bersama (Liliweri, 2001:5). Simbol verbal merupakan proses pengungkapan pikiran, perasaan, dan perbuatan melalui ungkapan kata-kata. Sedangkan simbol nonverbal merupakan proses pengungkapan pikiran, perasaan dan perbuatan bukan melalui ungkapan kata-kata, melainkan melalui gerakan-gerakan anggota tubuh seperti ekspresi wajah, gerak tubuh dll. Seperti kata Mehrabian (1972) 55% dari komunikasi manusia dinyatakan dalam simbol non verbal, 38% dalam nada suara, dan 7% komunikasi yang efektif dinyatakan melalui kata-kata (Liliweri, 2004:6).

Secara garis besarnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain. komunikasi akan dapat


(37)

berhasil apabila sekiranya timbul saling pengertian yaitu kedua belah pihak yakni sipenerima dan sipenyampai pesan dapat memahaminya. Hal ini tidak berarti kedua belah pihak harus menyetujui suatu gagasan tersebut, yang penting kedua belah pihak sama-sama memahami gagasan-gagasan tersebut. dalam keadaan ini barulah komunikasi dapat dikatakan telah berhasil baik.

Inti dari sebuah komunikasi adalah pemberian makna atas sebuah pesan atau perilaku. Bila seseorang memperhatikan perilaku kita dan memberikan makna, maka komunikasi disini telah terjadi, terlepas dari apakah kita menyadari perilaku kita atau tidak dan menyengajanya atau tidak. Disini jelaslah bahwa setiap tindakan manusia memiliki potensi komunikasi, manusia selalu berkomunikasi dan tidak dapat menghindari komunikasi. Komunikasi bisa berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan. Komunikasi bisa dikatakan efektif apabila kedua belah pihak yang berkomunikasi memiliki kesamaan makna, kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi belum tentu menimbulkan kesamaan makna, dan untuk menciptakan komunikasi yang efektif itu juga diperlukan adanya pemahaman terhadap unsur-unsur komunikasi (Mulyana, 2003:15). Diantara unsur komunikasi itu adalah :

1. Sumber (Source)

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi juga bisa dalam bentuk kelompok misalnya, partai, organisasi, atau


(38)

lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source atau sender.

2. Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda. Dalam bahasa Inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata message, content, atau information.

3. Media

Media yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi pancaindera dianggap sebagai media komunikasi. Selain indera manusia, ada juga saluran komunikasi seperti surat, telepon, telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi.

4. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara.


(39)

Penerima adalah elemen penting dalam komunikasi, karena dialah yang menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan, atau media

5. Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tinglah laku seseorang. Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.

6. Tanggapan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai kepada tujuan. Hal-hal seperti itu yang menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber.

7. Lingkungan

Lingkungan dapat dibagi kedalam empat macam yakni, lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis dan dimensi waktu.


(40)

Lingkungan fisik menunjukkan bahwa suatu proses komunikasi hanya bisa terjadi kalau tidak terdapat rintangan fisik misalnya geografis. Komunikasi sering sekali sulit dilakukan karena faktor jarak yang begitu jauh, dimana tidak tersedia fasilitas komunikasi seperti telepon, kantor pos atau jalan raya.

Lingkungan sosial menunjukkan faktor sosial budaya, ekonomi politik yang bisa menjadi kendala terjadinya komunikasi, misalnya kesamaan bahasa, kepercayaan, adat istiadat dan status sosial.

Dimensi psikologis adalah pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam berkomunikasi. Misalnya menghindari kritik yang menyinggung perasaan orang lain, menyajikan materi yang sesuai dengan usia khalayak.

Sedangkan dimensi waktu menunjukkan situasi yang tepat untuk melakukan kegiatan komunikasi. Banyak proses komunikasi tertunda karena pertimbangan waktu, misalnya musim. Namun perlu diketahui karena dimensi waktu maka informasi memiliki nilai.

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan efek tertentu sesuai tujuan yang diharapkan oleh sipenyampai pesan. Efek dapat diklasifikasikan kepada :

a. Efek kognitif : yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia menajdi tahu atau meningkat intelektualitasnya. Disini pesan yang disampaikan komunikator ditujukan kepada pikiran sikomunikan, dengan


(41)

perkataan lain tujuan komunikator hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran dari komunikan.

b. Dampak afektif : lebih tinngi kadarnya dari pada dampak kognitif. Disini tujuan komunikator bukan hanya sekedar upaya komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya sehingga menimbulkan perasaan tertentu. Misalnya perasaan iba, marah, terharu dan sebagainya.

c. Dampak behavioral : merupakan dampak yang paling tinggi kadarnya. Dampak ini timbul kepada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan. (Effendi, 1986:8).

II.1.1.2 Komunikasi antar budaya

Budaya dan komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat. Hal ini disebabkan karena perkembangan komunikasi tidak terlepas dari perkembangan kebudayaan. Dalam komunikasi antar budaya, setiap individu memiliki latar belakang pengalaman budaya yang berbeda, diantara individu-individu yang mempunyai kebudayaan yang sama umumnya memiliki kesamaan (homogenitas) dalam hal latar belakang pengalaman secara keseluruhan jika dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kebudayaan yang berbeda.

Berbicara mengenai komunikasi antar budaya tidak dapat dielakkan dari pengertian kebudayaan (budaya). Budaya merupakan landasan dari komunikasi, bila komunikasi beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasinya karena perbendaharaan perilaku kita sangat tergantung pada


(42)

budaya tempat kita dibesarkan. Kebudayaan (budaya) berasal dari bahasa Sanskerta yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal” (Koenjaraningrat, 1990:181). Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.

Budaya berkenaan dengan cara hidup manusia. Manusa berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi, dan tindakan-tindakan sosial, kegiatan ekonomi dan politik, teknologi, semua itu berasal dari pola-pola budaya.

Komunikasi antar budaya memiliki perbedaan dari bentuk komunikasi lainnya. Perbedaan tersebut terletak pada latar belakang pengalaman yang relatif besar diantara para komunikatornya, yang disebabkan oleh perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda budaya, maka akan berbeda pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya. Ada syarat-syarat pokok yang diperlukan individu untuk berkomunikasi secara efektif antar budaya. Syarat-syarat itu adalah : 1. Menghormati anggota budya lain sebagai budaya, 2. Menghormati budaya lain apa adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki, 3. Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara kita bertindak (Mulyana, 2005:6-7).

Menurut Barna efektivitas komunikasi antar budaya sangat tergantung dari faktor-faktor luar yang mempengaruhinya misalnya bahasa, pesan-pesan non verbal, prasangka, streotip, kecenderungan untuk mengevaluasi dan tingginya


(43)

tingkat kecemasan (Lubis, 1999:18). Porter dan samovar juga mengatakan bahwa ada banyak variabel yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antar budaya, yang salah satunya adalah sikap. Sikap merupakan suatu keadaan psikologis yang menyebabkan setiap manusia membuat predisposisi tindakan yang tepat dalam menghadapi baragam peristiwa sosial atau objek dalam lingkungan sosialnya. (Lubis.199:4).

Samovar dan Porter (1985) mengatakan bahwa suatu keinginan yang tulus untuk melakukan komunikasi yang efektif adalah penting, sebab komunikasi yang berhasil mungkin tidak hanya terhambat oleh perbedaan-perbedaan budaya, tetapi juga oleh sikap-sikap yang tidak bersahabat atau bermusuhan.

Komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan. Dengan pemahaman yang sama, maka komunikasi antar budaya dapat diartikan melalui beberapa pernyataan berikut:

1. Komunikasi antar budaya adalah pernyataan diri antar pribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budaya.

2. Komunikasi antar budaya merupakan pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, behkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya.


(44)

3. Komunikasi antar budaya merupakan pembagian pesan yang berbentuk informasi atau hiburan yang disampaikan secara lisan atau tertulis atau metode lainnya yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar belakang kebudayaan.

4. Komunikasi antar budaya adalah pengalihan informasi dari seseorang yang berbeda kebudayaan tertentu kepada seseorang yang berbeda kebudayaan lainnya.

5. Komunikasi antar budaya adalah pertukaran makna yang berbentuk simbol yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.

6. Komunikasi antar budaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seseorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu.

7. Komunikasi antar budaya adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan, atau perasaan diantara mereka yang berbeda latar belakang budayanya. proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau penampilan pribadi. (Mulyana, 1998:9).


(45)

Jadi komunikasi antar budaya merupakan komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan yang berbeda budaya bahkan dalam satu bangsa sekalipun (Liliweri, 2001:14).

Komunikasi antar budaya selalu mempunyai tujuan tertentu yakni menciptakan komunikasi yang efektif melalui pemaknaan yang sama melalui pesan yang dipertukarkan. Secara umum tujuan komunikasi antar budaya antara lain menyatakan identitas sosial dan menjembatani perbedaan antar budaya melalui perolehan informasi baru, mempelajari sesuatu yang baru yang tidak pernah ada dalam kebudayaan (Liliweri, 2001:255).

Menurut Verdeber ada tiga faktor penentu dalam komunikasi antar budaya, diantaranya adalah 1. Stereotip, 2. Jarak sosial, 3. Diskriminasi (Lubis, 1999:21). Stereotip adalah sikap yang dimiliki seseorang untuk menilai orang lain semata-mata berdasarkan pengelompokan rasa atau pengelompokan yang dimilikinya sendiri. Stereotip pada umumnya condong mengarah kepada sikap negatif terhadap orang lain. menurut Gerungan streotip merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat dan watak pribadi orang, golongan lain yang umumnya becorak negatif (Lubis, 1999:21). Jarak sosial merupakan perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan tertentu. Secara teoritik pngukuran jarak sosial yang ditemukan Bogardus itu mengukur tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain dalam item-item seperti kesediaan untuk menikah dengan orang lain, kesediaan untuk bergaul rapat sebagai kawan maupun sebagai anggota dalam klubnya, kesediaan untuk menerimanya sebagai warga negaranya. Diskriminasi merupakan suatu


(46)

perilaku yang ditujukan untuk mencegah suatu kelompok atau membatasi suatu kelompok yang lain yang berusaha untuk memiliki atau menguasai sumber daya (Lubis, 1999:21).

Devito (1978:261) ada beberapa faktor penentu efektivitas komunikasi antar budaya, yakni 1. Keterbukaan, 2. Empati, 3. Perasaan positif, 4. Dukungan, 5. Keseimbangan (Lubis, 1999:45). Cara menilai budaya lain dengan nilai-nilai budaya sendiri dan menolak mempertimbangkan norma-norma budaya lain akan menentukan keefektifan komunikasi yang akan terjadi. Disatu pihak ada orang-orang yang sekaligus mengetahui dan menerima kepercayaan dan perilaku orang-orang lain, dipihak lain ada juga orang-orang yang tidak mengetahui dan menerima, sehingga kemungkinannya tinggi sekali untuk mengalami kegagalan komunikasi. Penggunaan system sandi yang sama, pengakuan atas perbedaan dalam kepercayaan dan perilaku, dan pemupukan sikap toleran terhadap kepercayaan dan perilaku orang lain, semua itu membantu terciptanya komunikasi yang efektif.

II.2 Teori Etnosentrisme

Etnik berasal dari bahasa Yunani “etnichos”, secara harfiah digunakan untuk menerangkan keberadaan kelompok penyembah berhala atau kafir. Dalam perkembangannya istilah etnik mengacu pada kelompok yang di asumsikan sebagai kelompok yang fanatik dengan idiologinya. Para ahli ilmu sosial menganalogikan kelompok etnik sebagai sekelompok penduduk yang mempunyai kesamaan sifat-sifat budaya, misalnya bahasa, adat istiadat, perilaku budaya, karakteristik budaya, serta sejarah. (Liliweri, 2001:334-335).


(47)

Menurut Narrol kelompok etnik dikenal sebagai suatu populasi yang ; (1). Secara biologis mampu bertahan dan berkembang biak, (2). Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, (3). Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, (4). Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. atau sebagaimana yang dikemukakan oleh Barth (1998) dan Zastrow (1089) etnik adalah himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada sistem nilai budayanya (Liliweri, 2001:335). Etnosentris merupakan salah satu konsep yang mempunyai kaitan erat dengan etnik. Prinsip-prinsip etntosentris dalam masing-masing etnis memungkinkan munculnya prasangka sosial. Prasangka merupakan sikap negatif sebuah kelompok dan anggota-anggota individu atau prasangka juga bisa diartikan sebagai sikap antipati yang didasarkan pada kesalahan generalisasi yang diekspresikan lewat perasaan. Prasangka merupakan sikap negatif atas suatu kelompok tertentu yang dibangun tanpa alasan dan pengetahuan atas sesuatu sebelumnya dan sering terbangun karena ketidaktahuan dan keengganan untuk mengenal dan memahami sesama. Seringkali prasangka menjadi salah satu faktor penghambat terjadinya proses komunikasi hal ini disebabkan karena sikap curiga dan emosi yang memaksa kita untuk menarik sebuah kesimpulan tanpa menggunakan pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang nyata sekalipun.

Prasangka memiliki pengaruh yang kuat terhadap komunikasi antaretnis. Prasangka sosial juga berhubungan dengan stereotip etnis yang merupakan


(48)

seperangkat sifat yang menjadi atribut kelompok etnis tertentu dari sudut pandang etnis lain. stereotip berasal dari kecendrungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang kedalam kategori tertentu yang bermakna. Johnson (1986:382) mengatakan bahwa stereotip adalah suatu sikap yang dimiliki seseorang untuk menilai orang lain semata-mata berdasarkan pengelompokan ras atau pengelompokan yang dibuatnya sendiri (Lubis,1999:21). Stereotip juga berkaitan dengan konstruksi imej yang telah ada dan terbentuk secara turun temurun menurut sugesti, dan penyebab kurang efektifnya komunikasi antar etnik dalam komunikasi antarbudaya tidak disebabkan semata-mata karena pandangan mereka tentang etnis melainkan karena pengaruh tekanan streotip yang berlebihan dari etnis tersebut. dari penelitian tentang stereotip antar etnik maka dapat disimpulkan : 1). Setiap etnis yang mayoritas maupun minoritas mempunyai stereotip. 2). Stereotip intra etnis cendrung lebih positif dari pada antar etnik. 3). Kelas sosial, usia, tempat tinggal, waktu dapat membedakan stereotip intra dan antar etnis. 4). Karena itu stereotip dapat berubah melintasi waktu dan tempat secara dinamis. 5). Stereotip muncul antara lain karena faktor-faktor penamaan, kesamaan, dan perbedaan, intensitas, arah penilaian. 6). Ada perbedaan stereotip intra etnis dengan antar etnis, perbedaan itu terjadi karena informasi yang diterima seseorang, dan 7). Ada hubungan antara stereotip dengan terbentuknya hubungan sosial. (Lubis, 1999:24-25).

Menurut Johnson(1986) prasangka disebabkan karena : (1). Perbedaan antar kelompok, (2). Nilai yang dimiliki kelompok lain nampaknya sangat menguasai


(49)

kelompok minoritas, (3). Adanya stereotip, (4). Adanya perasaan superior kepada kelompok sendiri (Liliweri, 2001:176).

Menurut Summer (1906:12) manusia pada dasarnya seorang yang individualistik yang cendrung mengikuti naluri biologi untuk mementingkan diri sendiri, sehingga mengahasilkan hubungan diantara manusia yang bersifat antagonistic (pertentangan yang menceraikan). Pertentangan itu dapat dicegah dengan folkways yang bersumber pada pola tertentu seperti kebiasaan (habits), yang lama-lama menjadi adat-istiadat (costum), kemudian menjadi norma susila (mores) dan akhirnya menjadi hukum (law) (Lubis, 1999:35).

Kerjasama individu dalam masyarakat umumnya bersifat antagonistic corporation (kerjasama antar pihak-pihak yang mempunyai prinsip bertentangan). Akibatnya manusia memntingkan diri sendiri dan kelompoknya sendiri karena menganggap folkways nya lebih baik dari pada orang atau kelompok lain. oleh karena itu lahir lah rasa ingroup dan outgroup yang bermuara pada sikap etnosentris (Lubis, 1999:36). Etnosentris adalah paham yang menganggap kebudayaannya lebih tinggi, lebih unggul dibanding dengan kebudayaan lain. Etnosentris merupakan kecendrungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang mutlak dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. etnosentris membimbing para anggotanya (kelompok etnis) untuk memandang kebudayaan mereka sebagai yang terbaik, terunggul dari pada kebudayaan yang dihadapinya. Etnosentris juga menyebabkan prasangka dalam setiap kelompok etnis yang dapat


(50)

memandang orang dari kelompok etnis lain sebagai orang bar-bar, kafir dan tidak mempunyai peradaban.

Setiap etnis tanpa terkecuali memiliki etnosentris, etnosentris tersebut memiliki prasangka sosial yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk perilaku berkomunikasi. Setiap kelompok etnis merupakan himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, atau kombinasi dari kategori-kategori itu. Kelompok ini memiliki keterikatan etnis yang tinggi melalui sikap etnosentris, karena itu orang cendrung memandang norma dan nilai kelompok budayanya sebagai sesuatu yang mutlak dan dapat digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap kebudayan lain. (Lubis, 1999:24). Oleh karena itulah etnosentris dikatakan sangat berpengaruh dalam komunikasi antarbudaya, misalnya meningkatkan kecendrungan untuk memilih dengan siapa kita berkomunikasi.

Dalam komunikasi antar budaya, penggunaan perspektif etnosentris dibenarkan oleh Porter dan Samovar (1976:8) bahwa banyak variabel yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antar budaya, yang salah satunya adalah sikap. Sikap merupakan suatu keadaan psikologi yang menyebabkan setiap manusia membuat predisposisi tindakan yang tepat dalam menghadapi beragam peristiwa sosial atau objek dalam lingkungannya. Bukan hanya itu, sikap tidak hanya mempengaruhi perilaku yang nyata tetapi malah menghambat persepsi ketika menerjemahkan setiap peristiwa yang tergantung pada predisposisi itu. Kita cenderung memandang sesuatu yang disukai lebih daripada yang lainnya. Sikap mempengaruhi komunikasi antar budaya, misalnya terlihat dalam etnosentris,


(51)

pandangan hidup (cara pandang), nilai-nilai yang absolut, stereotip dan prasangka. (Lubis, 1999:37).

Masyarakat yang mejemuk yang memiliki latarbelakang budaya yang berbeda akan selalu menghadapi masalah etnosentris. Perbedaan itu merupakan akibat dari perbedaan folkways yang dimiliki. Keberbedaan ini juga dapat memicu adanya perpecahan yang mengarah ke disintegrasi antarbudaya. Etnosentris adalah akar dari rasisme.

II. 3. Teori Pertukaran.

Saat orang berinteraksi, mereka melakukan sejumlah pertukaran dan terus melakukannya sampai biaya dari hubungan itu sendiri lebih besar dari manfaat yang didapat. Seperti contoh dalam hal berpacaran, pada setiap date, perbincangan, atau pertukaran lainnya setiap orang terus melakukan kalkulasi apakah dia akan mendapat manfaat dari hubungan tersebut dengan biaya resiko serendah mungkin. Teori pertukaran (exchange theory) mengatakan bahwa semua hubungan manusia digerakkan oleh sejumlah analisis subjektif tentang biaya dan manfaat serta perbandingan terhadap alternatif yang ada.

Teori pertukaran (exchange theory) dikembangkan oleh John Thibaut, George Homas dan Harlod Kelley. Teori ini menganggap hubungan interpersonal sebagai sebuah transaksi dagang, dalam arti ini hubungan yang terjadi antar individu disebabkan karena adanya harapan untuk saling memenuhi kebutuhan. Pada perkembangan selanjutnya, berbagai pendekatan dalam teori ini semakin fokus kepada bagaimana kekuatan hubungan antar pribadi dapat membentuk suatu


(52)

hubungan interaksi dan menghasilkan suatu usaha, untuk mencapai keseimbangan dalam hubungan tersebut.

Dalam teori pertukaran ini memandang hubungan interpersonal sebagai transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam sebuah hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut dianggap cukup menguntungkan bagi mereka dari segi ganjaran, biaya, laba dan tingkat perbandingan (Rakhmat, 2003). Ganjaran merupakan setiap tindakan yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Sedangkan biaya adalah akibat negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan. Jadi, berdasarkan teori pertukaran ini komunikasi terjadi karena adanya imbalan sebagai akibat dari interaksi yang dilakukan tersebut. Teori pertukaran sosial dititik beratkan pada ganjaran (reward) dalam hubungan antar manusia. Anggapan umum yang menjadi landasan teori pertukaran ini adalah :

1. Perilaku sosial dapat dipahami dalam kaitannya dengan ganjaran (reward) dalam pengertian barang ataupun pelayanan, yang nyata memenuhi kebutuhan seseorang atau mendekatkan pada tujuannya.


(53)

2. Manusia berusaha untuk memperoleh ganjaran yang sebesar-besarnya dan menekankan kerugian serta hukuman yang dideritanya menjadi sekecil-kecilnya.

3. Interaksi sosial timbul dari keadaan pihak lain menguasai hal-hal yang berharga atau yang dibutuhkan, karena itu mampu untuk memberi ganjaran kepada seseorang. Untuk mendorong orang lain memberi ganjaran kepadanya, harus memberi ganjaran orang lain.

4. Interaksi sosial dilihat sebagai suatu pertukaran tindakan yang saling menguntungkan tempat penerimaan barang berharga yang dibutuhkan (berupa barang dan jasa). Tergantung dari penyerahan ganjaran sebagai balasan (yang biasanya terjadi seketika). (Lubis, 1999:83).

Dalam teori pertukaran ini menganggap bahwa individu dan lingkungan memiliki hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita terdiri dari orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi. Banyak para ahli antropologi (termasuk Malinowski dan Marcil) menemukan bahwa keadaan yang saling mempengaruhi berfungsi sebagai landasan bagi struktur persahabatan dan persekutuan dalam masyarakat tradisional (Lubis, 1999:87). Dalam teori pertukaran sosial ini suatu tindakan akan dilakukan berulang apabila tindakan tersebut dirasa memiliki imbalan bagi dirinya. Makin tinggi nilai hasil perbuatan bagi seseorang, maka makin besar pula kemungkinan perbuatan tersebut diulanginya kembali. Homans dalam bukunya “Elementrary Forms of Social


(54)

Behavioral,1974 mengeluarkan beberapa preposisi dan salah satunya berbunyi : semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan, makin cenderung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi. Preposisi ini menjelaskan bahwa suatu tindakan tertentu akan dilakukan secara berulang jika ada imbalannya. Preposisi lain yang memperkuat preposisi tersebut adalah makin tinggi nilai hasil suatu perbuatan bagi seseorang, makin besar pula kemungkinan perbuatan tersebut diulanginya kembali. Bagi Homans, prinsip dasar pertukaran adalah “disributif justice” yaitu aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang dikeluarkannya. Makin tinggi pengorbanan, maka makin tinggi imbalannya, dan keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding dengan investasinya. Makin tinggi investasi, makin tinggi keuntungannya.

Kerjasama merupakan aspek penting dalam sebuah kerangka relasi pertukaran sosial. Kerjasama disini dinyatakan dalam pernyataan saling melibatkan diri dan saling bantu. Kerjasama sebagai salah satu syarat bagi berlangsungnya sebuah model pertukaran sosial, termuat didalamnya perilaku resiprositas yang dilakukan oleh orang yang terlibat dalam kerangka relasi tersebut. aspek resiprositas menjadi perhatian penting bagi sebagian besar pemerhati teori pertukaran sosial, karena selain memiliki dimensi kerjasama, resiprositas yang berlangsung dalam suatu kerangka relasi, juga membuka


(55)

peluang untuk terjadinya praktek eksploitasi oleh suatu pihak atas pihak lain, meskipun tidak disadari oleh masing-masing pihak (Lubis.1999:87).

Teori pertukaran beranggapan bahwa orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Pada pendekatan objektif cenderung menganggap manusia yang mereka amati sebagai pasif dan perubahannya disebabkan karena kekuatan-kekuatan sosial diluar diri mereka. Pendekatan ini juga berpendapat, hingga derajat tertentu perilaku manusia dapat diramalkan, meskipun ramalan tersebut tidak setepat ramalan alam. Dengan kata lain hukum-hukum yang berlaku pada perilaku manusia bersifat mungkin (probalistik). Misalnya kalau mahasiswa lebih rajin belajar, mereka (mungkin) akan mendapatkan nilai yang lebih baik, kalau kita ramah pada orang lain, orang lain (mungkin) akan lebih ramah kepada kita, bila suami istri sering bertengkar, mereka (mungkin) akan bercerai.

Inti dari teori pertukaran sosial ini menyatakan bahwa hubungan antar pribadi bisa diteruskan dan dihentikan. Hal ini disebabkan karena dalam perkembangan hubungan antar pribadi, setiap orang mempunyai pengalaman tertentu sehingga dia dapat membandingkan faktor-faktor motivasi dan sasaran hubungan antar pribadi yang dilakukan diantara beberapa orang. Makin besar keuntungan yang diperoleh dari hubungan antar pribadi, makin besar pula peluang hubungan tersebut diteruskan, makin kecil keuntungan yang diperoleh dari hubungan antar pribadi, maka makin kecil peluang hubungan tersebut diteruskan (Liliweri, 2001:54-55).


(56)

II. 4. Persepsi

Manusia diberi kemampuan oleh tuhan untuk mempersepsikan apa yang dia lihat dan dia rasakan dari pengalaman dilingkungan tempat dia hidup. Persepsi-persepsi tersebut berasal dari kebudayaan yang mengajarkan kepada individu untuk mencipta, merasa, dan mengkarsa. Jadi kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia yang turut menentukan persepsi manusia. Berbeda kebudayaan, maka berbeda pula persepsi yang dimiliki oleh masing-masing individu tersebut.

Persepsi seringkali dimaknakan dengan pendapat, sikap, penilaian, perasaan dan lain-lain. persepsi menggambarkan pengalaman manusia tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan tentang objek tersebut. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensori stimuli). Antara persepsi dan sensasi memiliki hubungan yang erat karena sensasi merupakan bagian dari persepsi. Walaupun begitu, dalam menfsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, akspektasi, motivasi dan memori. (Rakhmat, 2001:51).

Sensasi merupakan pengalaman elementer segera yang tidak memerlukan uraian verbal, simbolis atau konseptual yang berhubungan dengan kegiatan alat indera. Sensasi berkaitan erat dengan cara indera manusia yang menangkap secara sepintas atas objek. Sedangkan ekspektasi sama dengan harapan, harapan yang ditimbulkan karena proses komunikasi (Liliweri, 2001:112).


(57)

Persepsi memiliki hubungan yang erat dengan sensasi, atensi, ekspektasi, motivasi, memori. Persepsi tidak akan ada tanpa melalui proses-proses tersebut. persepsi memiliki keunikan tersendiri, keunikan tersebut terletak pada perbedaan persepsi diantara manusia terhadap ransangan yang sama. Misalnya setiap individu akan mempersepsikan berbeda-beda setiap ransangan yang sama yang datang kepada mereka. Selain faktor personal persepsi juga ditentukan oleh faktor situasional. Faktor personal berasal dari dalam diri individu seperti pengalaman masa lalu, kebutuhan, jenis kelamin dan lain-lain yang bersifat subjektif. Sedangkan faktor situasional berasal dari luar diri individu seperti lingkungan keadaan sosial, hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat.

Ada salah satu faktor yang menentukan persepsi, faktor tersebut adalah perhatian (attention). Menurut Kenneth E. Andersen perhatian (attention) merupakan proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian (attention) juga dipengaruhi oleh faktor situasional dan personal. Faktor situasional atau penarik perhatian (attention getter) berupa gerakan, intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan. Sedangkan faktor personal perhatian (attention) terdiri dari faktor biologis dan faktor sosiopsikologis (Rakhmat 2001:52).

II.4.1 Tahapan-tahapan Pembentukan Persepsi

Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, menyebutkan bahwa perspsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu : seleksi, organisasi, dan interprestasi. Yang dimaksud seleksi sebenarnya mencakup


(58)

seleksi dan atensi, sedangkan organisasi melekat pada interpretasi, yang dapat didefenisikan sebagai “meletakkan suatu ransangan bersama ransangan yang lainnya sehingga menjadi suatu keseluruhan yang bermakna”. Sebenarnya kita sulit membedakan sensasi dan persepsi. Misalnya, apa yang terjadi ketika anda membaui bunga mawar? Apakah anda terlebih dahulu merasakan sensasi fisiologis (bau) dan kaitan dengan bunga mawar?. Kedua hal terbut sebenarnya terjadi secara serempak. Sebenarnya, ketiga tahapan persepsi (sensasi, atensi dan interprestasi atau seleksi, organisasi, dan interpretasi ) tidak dapat dibedakan secara tegas, kapan satu tahapan berakhir dan kapan tahapan berikutnya mulai. Dalam banyak kasus ketiga tahapan tersebut berlangsung nyaris serempak.

Melalui penginderaan kita mengetahui dunia. Dapatkah kita mempersepsikan sesuatu kalau kita tidak memiliki satupun alat indera? Kita hanya dapat mempersepsikan apa yang kita lihat, cium, cicipi atau sentuh. Akan tetapi kemampuan orang berbeda-bedadalam mengidera lingkungannya, karena mereka juga berbeda secara ginetis, berbeda pengalaman dan pembelajaran, atau karena karena sebagaian alat inderanya kurang berfungsi karena usia tua atau kecelakaan.

Atensi tidak terelakan karena sebelum kita merespon atau menafsirkan kejadian atau ransangan apapun, kita harus terlebih dahulu memperhatikan kejadian atau ransangan tersebut. ini berarti bahwa persepsi mensyaratkan kehadiran suatu objek untuk dipersepsi, termasuk orang lain dan juga diri sendiri. Dalam banyak kasus, ransangan yang menarik perhatian kita cenderung kita anggap lebih penting dari pada yang tidak menarik perhatian kita. Ransangan seperti itu cenderung dianggap penyebab kejasian-kejadian berikutnya. Ini juga


(59)

berlaku untuk manusia: orang yang paling kita perhatikan cenderung dianggap paling berpengaruh.

Tahap terpenting dalam persepsi adalah interprestasi atas informasi yang kita peroleh melalui salah satu atau lebih indera kita. Namun anda tidak dapat menginterprestasikan makna informasi yang anda percayai mewakili objek tersebut. jadi pengetahuan yang kita peroleh dari persepsi bukan pengetahuan mengenai objek yang sebenarnya, melainkan pengetahuan mengenai bagaimana tampaknya objek tersebut.

II.4.2 Persepsi dan Budaya

Persepsi itu terikat oleh budaya. (cultured-bound). Bagaimana kita memaknai suatu pesan, objek atau lingkungan bergantung pada sistem nilai yang kita anut. Persepsi setiap kelompok-kelompok budaya berbeda-beda. Persepsi seseorang terhadap lingkungannya bersifat subjektif, oleh karena itu tidak ada dua orang yang mempunyai nilai-nilai budaya yang persis sama, dan tidak ada pula dua orang yang mempunyai persepsi yang persis sama pula.

Masalah utama dalam komunikasi antar budaya adalah kesalahan dalam persepsi sosial yang disebabkan oleh perbedaan budaya yang mempengaruhi proses persepsi tersebut. pemberian makna pada pesan dalam banyak hal ditafsirkan atau disandi dalam suatu budaya lain. Pengaruh dan pengalaman budaya yang menghasilkan pesan mungkin seluruhnya berbeda dari pengaruh dan pengalaman budaya yang digunakan untuk menyandi balik pesan. (Lubis, 1999:11).


(60)

Persepsi mempengaruhi berlangsungnya komunikasi antar budaya. Pemahaman akan perbedaan persepsi diperlukan jika ingin meningkatkan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain yang berbeda kebudayaan. Pengertian umum tentang persepsi diperlukan sebagai landasan untuk memahami hubungan antar budaya

Semakin tinggi tingkat kesamaan persepsi individu dalam suatu kelompok maka semakin besar kemungkinan anggota kelompok itu berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka dapat mempertahankan identitasnya (Liliweri, 2001:114). Persepsi merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menseleksi, dan mengatur stimuli yang datang dari luar. Persepsi juga dapat dikatakan sebagai proses individu dalam melakukan hubungan atau kontak dengan dunia sekelilingnya. Dimensi-dimensi persepsi terdiri atas :

1. Dimensi fisik (mengatur/mengorganisasi).

Dimensi ini memberi gambaran informasi tentang dunia luar. Bekerjanya anggota tubuh manusia pada tahap ini dapat dikatan sama antara yang satu dengan yang lain, baik itu berasal dari kebudyaan yang sama ataupun berbeda. Karena pada dasarnya setiap orang memiliki mekanisme anatomis dan biologis yang sama, yang menghubungkan mereka dengan lingkungannya.


(61)

Dampak individu seperti kepribadian, kecerdasan, pendidikan, emosi, keyakinan, nilai, sikap, motivasi, dan lain-lain memiliki dampak yang jauh lebih menentukan terhadap lingkungan dan perilaku.

Kedua dari dimensi ini secara bersama-sama akan bertanggungjawab atas hasil-hasil persepsi. Sehingga pengertian tentangnya akan memberi gambaran tentang bagaimana persepsi terjadi. (http:/kuliah-dagdigdug.com/2008/07/22/komunikasi-antar-budaya-kab/.).

Perbedaan kerangka berpikir dan pengalaman seseorang (Frame of reference dan Frame of experience) menyebabkan perbedaan model komunikasi yang dihasilkan. Dan jika dilihat ke belakang, sebenarnya perbedaan tersebut merupakan hasil dari budaya setiap orang yang berbeda. Model komunikasi yang berbeda menyebabkan perbedaan dalam pemaknaan sesuatu. Dan salah satu kendala dalam memahami komunikasi antar budaya adalah masalah bahasa dan persepsi masing-masing pihak yang berkomunikasi. Tidak hanya itu, faktor pendukung seperti kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, sikap pola perilaku, yang semua tercakup dalam perbedaan budaya juga menjadi kendala dalam berkomunikasi antar budaya.

Berbicara mengenai bahasa akan sangat berhubungan sekali dengan persepsi, karena bahasa bisa menggambarkan bagaimana kita menciptakan dunia dan mewarnainya dengan simbol-simbol yang digunakan. Apa yang dikatakan symbol bagaimana cara mengatakannya. Bahasa punya kekayaan simbolisasi


(62)

verbal dipandang sebagai upaya manusia dalam mendayagunakan informasi dipersepsi manusia.

Ada unsur-unsur yang mempunyai pengaruh besar dan langsung atas makna-makna yang dibangun dalam persepsi seseorang yang dibentuk terhadap orang lain ketika berkomunikasi. Unsur-unsur tersebut terdiri atas system kepercayaan (belief), nilai (value), sikap (attitude), pandangan dunia(worldview), dan organisasi sosial (social organization). Unsur-unsur tersebut mempengaruhi persepsi manusia dan makna yang dibangun dalam persepsi tersebut. (LIliweri, 2001:160).

Pentingnya persepsi dalam konteks kebudayaan dibenarkan oleh Toeti Heraty Noerhadi (dalam Alfian 1982) (Liliweri, 2001:160) seperti dilukiskan dalam gambar berikut:

Bagan Persepi kebudayaan dalam pandangan psikologi

Objek persepsi yang teraga

Objek persespi yang tidak teraga

Sumber bagan : Liliweri,2001:161

Perkiraan dan motivasi emosi mempengaruhi persepsi seseorang. Persepsi-persepsi tersebut timbul berdasarkan dari fakta-fakta yang ada di lapangan. Fakta-fakta tersebut dilihat berdasarkan kebudayaan-kebudayaan yang berkembang ditengah masyarakat tersebut seperti kebudayaan realita yakni kebudayaan yang

Emosi motivasi Perkiraan(ekspektasi)

persepsi fakta

fakta

Kebudayaan realita

Kebudayaan utopia


(1)

Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Sosial. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

2001. Metode Penelitian Sosial. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Rakhmat, Jalaludin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. PT. Remaja Rodaskarya, Bandung

. 2001. Psikologi Komunikasi. PT. Remaja Rodaskarya, Bandung

Raharjo, Purnomo. 2005. Menghargai Perbedaan Kultural. Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendy. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES, Jakarta

Soekanto, Soerjono, 207. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Sumber Bacaan: Diktat:

Lubis, Lusiana. 2006. Pengantar Komunikasi Lintas Budaya. Internet:


(2)

Diakses tanggal 25 Juni 2009

diakses

tanggal 16 juli 2009

di


(3)

Raw Data Pengaruh Komunikasi Antar Budaya dan Interaksi Antar Etnis Mahasiswa Asing USU

No X Y

1 32 25

2 33 27

3 36 27

4 39 26

5 36 30

6 40 29

7 32 25

8 31 32

9 28 25

10 30 25

11 25 23

12 37 33

13 25 22

14 37 28

15 30 24

16 19 26

17 32 31

18 35 29

19 34 26

20 32 32

21 35 32

22 35 27

23 35 30

24 27 25

25 35 26

26 30 21

27 29 29

28 31 24

29 30 29

30 29 29

31 33 27

32 35 25


(4)

40 32 26

41 33 27

42 25 21

43 30 24

44 34 31

45 32 27

46 40 28

47 30 27

48 29 24

49 38 25

50 32 30

51 33 26

52 32 30

53 34 30

54 41 30

55 36 25

56 26 19

57 30 22

58 33 34

59 22 12

60 13 11

61 29 35

62 34 27

63 48 44

64 32 24

65 29 26

66 34 34

67 26 23

68 34 24

69 33 26

70 40 24

71 30 23

72 31 21

73 34 21

74 33 19

75 30 23

76 30 23

77 30 23

78 29 23

79 35 29

80 41 23

81 28 26

82 26 32


(5)

84 34 30

85 37 29

86 34 30

87 36 31

88 30 19

89 35 31

90 35 25

91 34 23

92 37 25

93 39 24

94 32 27

95 32 26

96 30 23

97 30 27

98 36 31

99 25 23

100 25 23

101 35 21

102 42 31

103 29 22

104 38 31

105 30 33

106 30 19

107 30 23

108 35 37

109 48 39

110 35 25

111 32 25

112 36 30

113 40 31

114 33 27

115 29 26

116 34 27

117 32 31

118 21 21

119 26 25

120 28 22


(6)

BIODATA PENULIS

Nama :Primadona Agustia

Tempat/Tanggal Lahir :Bukittinggi, 26 Agustus 1986

Anak Ke :4 dari 5 bersaudara

Nama Orang Tua

1. Ayah : Wahyu Invantri

2. Ibu : Zurniati

Riwayat pendidikan

1992-1998 : SDN 05 Tarok, Payakumbuh

1998-2001 : SLTPN 02 Payakumbuh

2001-2004 : SMAN 01 Payakumbuh

2005-2009 : Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara