OMUNIKASI DAN AKULTURASI (Study Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antar Budaya Tionghoa dan Jawa dalam Proses Akulturasi pada Kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo)

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

di Yayasan Tripusaka Solo)

Disusun Oleh : HENRICUS HANS S.P

D0206117

Skripsi

Disusun untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ii

Solo), Skripsi Jurusan Ekstensi Ilmu Komunikasi Massa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilm Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.

Barongsai sebagai salah satu budaya Tionghoa sudah selayaknya apabila dimainkan oleh orang dari etnis Tionghoa. Akan tetapi hal yang sebaliknya terjadi di yayasan Tripusaka Solo. Sehubungan dengan era reformasi ini, kelompok Barongsai yang dipimpin oleh Adjie Chandra ini hampir 80% pemainnya berasal dari etnis Jawa. Sebagai salah satu kebudayaan Tionghoa, dan bisa dikatakan telah menjadi symbol keberadaan dari etnis Tionghoa di Indonesia sungguh menarik mengetahui hal tersebut, suatu budaya khas Tionghoa namun dengan pemain mayoritas etnis Jawa.

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Populasinya adalah anggota (pemain) kelompok Barongsai yang terdiri dari etnis Tionghoa dan etnis Jawa. Narasumber dicari dengan teknik snowball

sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan

dokumentasi. Analisa data menggunakan interaktif (interactive model of analysis). Pengakuan identitas kultural dan eksistensi etnis dalam kelompok Barongsai Tripusaka, dapat diketahui dari empat indikator, yaitu: 1) Penentuan peran, 2) Prasangka, 3) Membangun citra diri, 4) Hambatan dan solusi. Perkumpulan barongsai tak hanya didominasi oleh pemain dari Tionghoa tapi pembauran telah terjadi di setiap lini. Pemain barongsai Tripusaka merupakan masyarakat setempat dan memang pembauran sudah terlihat sekarang. Harapan ke depan, karena 90% pemain barongsai di Indonesia adalah etnis Jawa, maka diharapkan dapat memotivasi etnis Tionghoa untuk dapat turut serta mengembangkan kebudayaannya, dan hal-hal yang bisa lakukan untuk mewujudkan yaitu hubungan yang baik antar etnis yaitu harus bisa membatasi diri kita, harus saling memahami karakter tiap orang, dan saling instropeksi diri.


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iii


(4)

commit to user iv


(5)

commit to user v


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vi

Orang-orang hebat bisa dikenali dari 3 hal : Murah hati dalam perencanaan

Humanis dalam pelaksanaan dan

Tidak berlebihan dalam keberhasilan

(Otto von Bismarck, 1815-1898, Kanselir Jerman)

Apa yang tidak dimulai hari ini tidak akan pernah selesai esok.

(Johann Wolfgang von Goethe ,1749-1832 , pujangga dan dramawan Jerman)

Jadilah diri Anda sendiri. Jika Anda menjadi orang lain, kemudian untuk apa orang lain membutuhkan Anda?


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vii

(Ya Tuhan terimakasih atas cinta-Mu yang telah mempersatukan kedua orang tua saya, mereka sungguh baik hati telah melahirkan, mendidik, dan

menyekolahkan saya. Amin) Kedua Adik saya

(Terimakasih ya Tuhan telah memberikan teman hidup selamanya bagi saya)

Dyah Purnamawati Pak Hamid Pak Adjie Chandra

Fredy Kurniawan Teman-teman El Jomblo

(Ujang, Fahmi, Randy, Ella, Nopek, Intan, Dian) Teman-teman Komunikasi 2006

(Kita saudara selamanya) Teman-teman WIMAS Teman-teman Tripusaka (Mas Bony, Mas Agus, Sandy, dkk)


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user viii

dan bimbinganNya sehingga penulis mampu menyusun dan menyelesaikan skripsi

yang berjudul : “KOMUNIKASI DAN AKULTURASI (Study Deskriptif

Kualitatif Komunikasi Antar Budaya Tionghoa dan Jawa dalam Proses Akulturasi pada Kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo)” ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, banyak kendala yang dihadapi penulis. Namun berkat bantuan berbagai pihak, kendala tersebut masih dapat diatasi. Maka dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bantuan dan bimbingan kepada :

1. Drs. H. Supriyadi SN, SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Hamid Arifin, M.Si, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak dan Ibu dosen FISIP UNS yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan

kepada penulis.

4. Bapak dan Ibuku yang telah membantu penulis baik moril maupun spirituil sehingga skripsi ini dapat selesai.

5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ix

saran yang membangun. Semoga karya ini dapat berguna bagi siapapun yang membacanya.

Surakarta, Maret 2011

Penulis


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user x

JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Komunikasi ... 7

2. Budaya dan Kebudayaan ... 14

3. Masyarakat Majemuk ... 16

4. Akulturasi ... 17

5. Komunikasi Antar Budaya ... 19


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xi

A. Sejarah Perkembangan Yayasan Tripusaka ... 37

B. Atraksi Kesenian Barongsai ... 44

C. Unsur Pendukung Atraksi ... 50

BAB III. PENYAJIAN DATA ... 55

BAB IV. ANALISIS DATA ... 65

BAB V. KESIMIPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran... 84 DAFTAR PUSTAKA


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xii

1. Model Komunikasi Antar Budaya ... 21 2. Skema Kerangka Pemikiran ... 30 3. Model Analisis Interaktif ... 34


(13)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini kesenian Barongsai yang berasal dari daratan Cina semakin banyak menarik perhatian dan digemari masyarakat, dari Balita hingga Manula dari para majikan sampai karyawan, dari masyarakat kelas bawah sampai para pelajar kesemuanya akan berlomba memberikan Angpao saat Barongsai selesai beratraksi dan berada didepan mereka.

Kesemuanya ini terjadi berkat kebijakan yang dikeluarkan oleh mantan Presiden R.I saat itu KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lewat Keppres no. 6 Tahun 2000 yang mencabut Inpres 14 / 1967 yang isinya pen Diskriminasian terhadap keturunan Tionghoa dengan dilarangnya pelaksanaan segala macam kegiatan/ kepercayaan dan adat tradisi dan kebudayaan Tionghoa yang imbasnya saat itu sangat terasakan pahit dan menderita bagi etnis Tionghoa. Untunglah Keppres 6 / 2000 dari Gus Dur segera turun sehingga terjadilah perubahan yang dratis bagi kaum minoritas Tionghoa sehingga kini kita lihat (khususnya) Barongsai dan Liong bisa tampil kapan saja dan dimanapun.

Kesenian Barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad 17, ketika terjadi migrasi besar dari Cina Selatan. Barongsai di Indonesia mengalami masa maraknya ketika zaman masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan. Setiap perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan di berbagai daerah di Indonesia hampir dipastikan memiliki sebuah perkumpulan Barongsai.


(14)

commit to user

Perkumpulan Barongsai di Indonesia sangat erat kaitannya dengan pasang surut perkembangan etnis Tionghoa di Indonesia.

Pada era reformasi ini, sebuah Group Barongsai di Surakarta yang bernaung di bawah Panji Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Surakarta dan di bawah pembinaan Yayasan Pendidikan Tripusaka mulai mencoba bangun untuk meraih prestasi dan mengangkat nama kota Surakarta dan MAKIN Surakarta khususnya kepermukaan suara keberhasilan. Walaupun berangkat dari nol (bawah), namun Group yang diberi nama Barongsai Tripusaka ini sedemikian mengejutkan prestasinya bukan hanya sebagai juara tingkat Kotamadya maupun Propinsi Jawa Tengah tetapi pernah pula meraih prestasi sebagai Juara pertama Festival Barongsai se Jawa Bali yang dilaksanakan di Purwokerto pada bulan Juni 2002, juga juara Harapan I pada Borobudur Internasional Barongsai Festival tahun 2003. Bahkan mantan Presiden Gus Dur berkenan menyempatkan tanda tangannya di kepala Lion (Naga) dan 2 kepala Barongsai milik Group Tripusaka.

Barongsai merupakan suatu atraksi yang berbentuk tarian, dimana para pemainnya yang berjumlah 2 (dua) orang mengenakan topeng kepala dan kostum/badan berbentuk Singa yang disebut Sam Sie atau Barongsai, namun ada juga berbentuk Ular Naga panjang (Liong) yang dibuat dari kerangka bambu/rotan tertutup kain, diberi penyangga tongkat dari bambu (rotan) dan dimainkan oleh 9 (sembilan) orang.

Untuk Barongsai gerakan yang ditampilkan saat pentas yang utama bertumpu pada kekuatan kuda-kuda (Ma Shi) pemainnya oleh karena itu para pemain Barongsai dan Liong biasanya terlebih dahulu harus berlatih jurus Wu


(15)

commit to user

Shu (bela diri Cina) agar penampilannya semakin sempurna. Namun walaupun demikian gerakan yang ditampilkan Barongsai sangat dominan dengan gerakan akrobatik, hal tersebut bisa kita lihat pada permainan Barongsai diatas bangku dan tonggak besi.

Dalam pementasannya Barongsai dan Liong dapat dipadukan (tampil bersama) atau dimainkan terpisah. Menurut falsafah Cina Kuno tarian Barongsai yang dipadukan dengan tari Liong bermakna memadukan/ menyelaraskan unsur Yin dan Yang (Negatif dan Positif), karena dunia ini digambarkan terdiri dari 2 unsur Negatif dan Positif, Malam dan Siang, Hitam dan Putih, Wanita dan Pria.

Kesenian Barongsai dan Liong biasanya ditampilkan pada hari raya keagamaan Khonghucu (khusus) seperti Implek, Cap Go Meh, Tiong Chiu atau hari kelahiran Nabi Khongcu (27 bulan 8 Implek) biasanya sekitar September/ Oktober, kesenian ini dimainkan di sepanjang jalan karena dipercaya mampu menghalau segala unsur jahat dan negatif di sepanjang jalan yang dilewatinya sehingga akan membawakan kedamaian dan kesejahteraan bagi yang melihatnya.

Khusus untuk Group Tripusaka Surakarta, yang anggotanya mayoritas berasal dari etnis Jawa, mempunyai tiga misi, yaitu misi ritual, misi entertaintment (show), dan misi olahraga. Dalam misi ritual, Barongsai dan Liong yang dimainkan biasanya dominan dengan warna Hitam dasn Putih atau Merah dan Putih sebagai simbol unsur Yin dan yang karena dipercaya bisa menolak bala. Barongsai dan Liong yang akan dimainkan sebelumnya dibawa


(16)

commit to user

disembahyangkan dan diberi Hu (kertas kuning bertuliskan huruf Mandarin) yang dipercaya sebagai jimat penolak bala di kepala Liong dan Barongsai diikatkan seuntai daun Jeruk yang dipercaya akan membawa kesejukan bagi manusia.

Selanjutnya Barongsai dan Liong akan dibawa/diarak berkeliling kota dimana sepanjang jalan banyak orang yang memasang Angpao (bungkusan Merah berisi uang) yang digantung di depan/diatas rumah dan kemudian akan diambil/disambar oleh Liong dan Barongsai yang melewatinya. Masyarakat percaya bahwa Angpao yang mereka berikan sebagai ungkapan kegembiraan (warna Merah melambangkan ketulusan, kebahagiaan dan rejeki) dan tolak bala ini akan mendapatkan balasan dari Tuhan berpuluh kali lipat, itulah sebabnya Group Barongsai banyak memperoleh dana lewat Angpao pada hari raya tertentu. Untuk Group Tripusaka sudah kesekian kalinya mendapat giliran kirab Implek selalu di sekitar Coyudan, Singosaren dan Nonongan.

Dalam misi entertainment (show), warna yang digunakan Barongsai maupun Liong bebas bahkan terkesan menyolok berwarna-warni, acara ini bisa disaksikan setiap saat yaitu pada Pesta Pernikahan, Pesta Ulang Tahun, Promosi dan lain sebagainya, tergantung kepada permintaan konsumen, biasanya warna yang disukai adalah merah. Merah melambangkan kebahagiaan, ketulusan dan rejeki berlimpah maka sering kita lihat warna Merah dominan dalam kehidupan suku Tionghua. Kuning melambangkan keagungan, kewibawaan dan kesuksesan, dan Biru melambangkan keharmonisan dan kedamaian. Hijau melambangkan kesejukan dan kerukunan.


(17)

commit to user

Pada misi olahraga, setiap tahun biasanya Group Tripusaka mengikuti berbagai lomba/festival yang diadakan baik oleh PBWI (Pengurus Besar Wushu Indonesia), PERSOBARIN (Persatuan Seni Olah Raga Barongsai Indonesia), PKBLSI (Persatuan Kungfu, Liong & Barongsai Seluruh Indonesia) dan berbagai Federasi Barongsai lain baik tingkat Lokal, Propinsi, Nasional bahkan ditingkat Internasional/dunia. Setiap tahunnya selalu ada Festival Liong dan Barongsai di Malaysia.

Barongsai sebagai salah satu budaya Tionghoa sudah selayaknya apabila dimainkan oleh orang dari etnis Tionghoa. Akan tetapi hal yang sebaliknya terjadi di yayasan Tripusaka Solo. Sehubungan dengan era reformasi ini, kelompok Barongsai yang dipimpin oleh Adjie Chandra ini hampir 80% pemainnya berasal dari etnis Jawa. Sebagai salah satu kebudayaan Tionghoa, dan bisa dikatakan telah menjadi symbol keberadaan dari etnis Tionghoa di Indonesia sungguh menarik mengetahui hal tersebut, suatu budaya khas Tionghoa namun dengan pemain mayoritas etnis Jawa.

Penelitian mengenai akulturasi komunikasi budaya antar etnis pernah dilakukan oleh Jelena Durovic dari Roskilde University Denmark dalam jurnal internasional yang berjudul “Intercultural Communiation and Ethni Identity”.1 Selain itu Robert Siburian, juga mengadakan penelitian yang sama dengan judul: “Etnis Cina di Indonesia Fakta Komunikasi Antar Budaya”.2

Berdasarkan kenyataan ini sekiranya dapat memberikan sebuah paradigma baru kepada masyarakat umum, dan juga membuat peneliti tertarik untuk lebih mengetahui proses-proses komunikasi budaya etnis Tionghoa dan

1

Jelena Durovic. http://www.immi.se/intercultural/nr16/durovic.htm.

2


(18)

commit to user

Jawa dalam proses akulturasi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo.

B. Perumusan Masalah

Kebudayaan adalah suatu hal yang indah, namun juga terkadang memunculkan sebuah permasalahan yang berujung pada konflik yang berbau SARA. Selama ini di Indonesia telah banyak terjadi kerusuhan yang didasarkan oleh permasalahan tersebut, seperti kerusuhan yang terjadi di Ambon, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lainnya. Beberapa permasalahan tersebut melibatkan etnis Tionghoa. Namun dengan adanya kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka yang mayoritas pemainnya adalah etnis Jawa, sekiranya dapat memberikan sebuah paradigma baru kepada orang banyak.

Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah ditarik perumusan masalahnya, yaitu : “Bagaimana komunikasi antar budaya Tionghoa dan Jawa dalam akulturasi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo? ”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan atau memaparkan komunikasi antar budaya Tionghoa dan Jawa dalam akulturasi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo, terutama pada aspek: pengirimnya siapa, pesannya apa, saluran/medianya apa, penerimanya siapa, dan efeknya apa.


(19)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1. Manfaat teoritis

Dapat memberikan gambaran tentang komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan etnis Jawa yang mendukung proses pembauran antar etnis dengan melihat pada fokus kajian komunikasi budaya dan bentuk akulturasi.

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini kiranya dapat digunakan sebagai referensi bagi masyarakat maupun bagi peminat kebudayaan untuk lebih memahami bahwa pembauran antar etnis dapat melalui kebudayaan seni seperti Barongsai.

b. Dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti berikutnya yang mengadakan penelitian dengan tema serupa.

E. Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi

Menurut kodratnya manusia secara pribadi masing-masing merupakan individu-individu yang satu sama yang lainnya memiliki kekhasan tetapi secara umum mempunyai kesamaan, yaitu sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial maka dalam setiap kehidupannya, manusia tidak dapat hidup sendiri. Dengan kata lain manusia akan selalu membutuhkan bantuan dari sesamanya agar dapat bertahan demi kelangsungan hidupnya.


(20)

commit to user

Aristoteles pernah mengatakan pendapatnya bahwa manusia itu adalah zoom politicon, yang artinya adalah manusia merupakan mahluk sosial yang selalu hidup berkelompok atau paling tidak cenderung mencari teman untuk hidup bersama. Maka manusia tidak akan dapat hidup menyendiri, sebab harkat dan martabatnya sebagai manusia normal tidak mungkin tumbuh dan berkembang tanpa bantuan dari orang lain.

Hubungan antar manusia tersebut adalah interaksi sosial. Sedangkan interaksi sosial dapat terlaksana karena adanya komunikasi antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dari sini maka dapat diketahui bahwa komunikasi sebagai sebuah proses dijadikan sarana yang efektif dalam berinteraksi.

Pada dasarnya manusia telah melakukan komunikasi sejak lahir di dunia, tindakan komunikasi ini terus-menerus dilakukan selama proses kehidupannya. Melalui komunikasi seseorang menyampaikan apa yang ada dalam pemikirannya atau hati nuraninya kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication

berasal dari kata Latin communication, dan berasal dari kata communis

yang berarti sama. Sama disini diartikan sebagai sama makna. Definisi ringkas dari komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan yang diajukan Harold Lasswell yaitu Who Says What In Which Channel To


(21)

commit to user

Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?.3 Berdasarkan definisi Laswell ini dapat diturunkan menjadi lima unsur penting komunikasi, yaitu:

a. Sumber (source) sering disebut pengirim (sender) atau penyandi

(encoder), komunikator (communicator), pembicara (speaker), yaitu

pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk

berkomunikasi.

b. Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima c. Saluran atau media, yaitu alat atau wahana yang digunakan sumber

untuk menyampaikan pesannya kepada penerima.

d. Penerima (receiver) atau sarana (destination), komunikate

(communicatee), penyandi-balik (decoder), khalayak (audience),

pendengar (listener), penafsir (interpreter), yaitu orang yang menerima pesan dari sumber.

e. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut.

Pengertian komunikasi itu sendiri secara sederhana seperti yang dirumuskan oleh Carl Hovland adalah sebagai berikut :

Komunikasi adalah suatu proses di mana seseorang atau komunikator mengoperasikan perangsang-perangsang (biasanya berupa lambang kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain atau komunikan.4

Dalam pengertian tersebut di atas, yang dimaksud dengan pengoperan perangsang-perangsang yang berupa lambang kata-kata adalah

3

Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar (Bandung, Remadja Rosdakarya, 2005), hal. 62-65.

4


(22)

commit to user

perangsang-perangsang yang dapat mempengaruhi pendapat, sikap serta tingkah laku seseorang. Tetapi tidak selalu berupa lambang kata-kata dalam perangsang orang lain, dapat juga berupa anggukan atau gelengan kepala, senyuman, kedipan mata dan lain sebagainya dalam usaha mengubah tingkah laku orang lain.

Komunikasi haruslah berusaha untuk menjadi efektif, komunikasi efektif merupakan hasil pemahaman antara komunikator dan penerima. Komunikasi berhasil hanya bila komunikator dapat menyampaikan pengertian yang dimaksud kepada penerima. Komunikasi mencari upaya untuk mencapai suatu “kesamaan” dengan penerima. Oleh karena itu, dapat diartikan komunikasi sebagai pengalihan informasi dan pemahaman melalui penggunaan simbol-simbol umum. Bisa verbal atau non verbal, informasi bisa mengalir ke atas dan ke bawah (diagonal). Komunikasi pengiriman informasi dan pemahaman menggunakan simbol-simbol verbal atau non verbal.

“Proses komunikasi dapat diartikan sebagai transfer informasi atau pesan-pesan (messages) dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan sebagai komunikan”5. Tujuan dari proses komunikasi tersebut adalah tercapainya saling pengertian (mutual

understanding) antara kedua belah pihak. Sebelum pesan-pesan tersebut

dikirim kepada komunikan, komunikator memberikan makna-makna dalam pesan tersebut (decode) yang kemudian ditangkap oleh komunikan dan diberikan makna sesuai dengan konsep yang dimilikinya (encode).

5

Rosadi Ruslan. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta, Raja Grafindo, 2006), hal. 81.


(23)

commit to user

Proses komunikasi menurut Schramm terdiri dari sembilan elemen, yaitu :

a. Pengirim, pihak yang mengirim pesan kepada pihak lain (juga disebut sumber atau komunikator).

b. Penulisan dalam bentuk sandi (encoding) adalah proses

mengungkapkan pendapat ke dalam bentuk simbolik. c. Pesan, serangkaian simbol yang dikirim oleh pengirim.

d. Media, saluran-saluran komunikasi yang dipakai untuk

menyampaikan pesan-pesan dari pengirim kepada penerima.

e. Pembacaan sandi (decoding), proses ketika penerima mengartikan simbol-simbol yang dikirim oleh pengirim.

f. Penerima, pihak yang menerima pesan yang disampaikan oleh pihak lain (disebut juga pendengar atau tujuan).

g. Tanggapan, serangkaian reaksi dari penerima setelah melihat atau mendengar pesan-pesan yang dikirimkan oleh pihak pengirim.

h. Umpan balik, bagian dari tanggapan penerima bahwa penerima itu

mengkomunikasikan kembali kepada pengirim.

i. Gangguan atau distorsi yang tak terduga selama proses komunikasi, mengakibatkan penerima memperoleh pesan berbeda dari yang dikirimkan pengirim.6

Suatu proses komunikasi dapat dikatakan berhasil jika dapat menimbulkan efek positif dan signifikan bagi penerimanya. Seperti dipahami dari definisi komunikasi yang diajukan oleh Carl I. Hovland

yaitu komunikasi adalah proses yang memungkinkan seorang

(komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).

Berdasarkan definisi Hovland tersebut tampak bahwa proses komunikasi bukanlah semata-mata hanya proses penyaluran pesan saja atau yang disebut komunikasi satu arah, namun lebih daripada itu diharapkan muncul juga adanya efek atau dampak tertentu (feedback) dari proses komunikasi yang dilakukan komunikator tersebut. Efek yang diharapkan muncul dari proses komunikasi dibagi menjadi tiga yaitu, efek

6


(24)

commit to user

kognitif yang mengacu efek perubahan pada pikiran atau pertambahan

pengetahuan. Lalu efek afektif atau berhubungan dengan sikap dan persepsi seseorang serta efek behaviorioral yaitu efek yang mengacu pada perubahan perilaku dan tindakan.

Situasi-situasi sosial tertentu tersebut menyebabkan komunikasi berada dalam konteks-konteks tertentu. Secara luas, konteks berarti semua faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi. Pertama, aspek bersifat fisik seperti keadaan lingkungan, cuaca, suhu, bentuk, ruangan, dan jumlah peserta komunikasi. Kedua, aspek psikologis, seperti sikap, prasangka, dan emosi peserta komunikasi. Ketiga, aspek sosial, seperti norma kelompok, nilai sosial, dan karakteristik budaya. Dan keempat, aspek waktu, yaitu kapan waktu berkomunikasi.

Komunikasi dalam kategorisasi berdasarkan tingkat (level) digunakan untuk melihat konteks komunikasi, dimulai dari komunikasi yang melibatkan jumlah peserta komunikasi paling sedikit hingga yang melibatkan jumlah peserta paling banyak. Terdapat empat tingkat komunikasi yang disepakati para pakar, yaitu komunikasi massa, komunikasi antarpribadi, komunikasi organisasi, dan komunikasi kelompok. Tingkat-tingkat komunikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar, siaran radio, siaran televisi yang ditujukan kepada umum dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop7.

7


(25)

commit to user

Dari definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri khusus dari komunikasi massa adalah penggunaan media massa, seperti surat kabar, radio, televisi dan film dalam penyampaian pesan-pesannya kepada khalayak. Sehubungan dengan ciri khusus dari komunikasi massa tersebut di atas, bahwa penggunaan media massa dapat menimbulkan feed back atau umpan balik bagi khalayak. Feed back sendiri dalam ruang lingkup komunikasi adalah merupakan bagian dari proses komunikasi.

b. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)

Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito

dalam bukunya The Interpersonal Commuication Book, “Proses

pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang atau sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”. (The process of sending and receiving messages between two persons, or among or small group of person,

with some effect and some immediate feedback).8

Komunikasi antarpribadi juga dapat didefinisikan sebagai

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang

memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.9

8

Onong Ucjana Effendy. Ilmu, Teori dan Filsafat. (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000) hal. 30.

9


(26)

commit to user

c. Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi horisontal, sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada struktur organisasi.

d. Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Dengan demikian, komunikasi kelompok tertuju pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut (small-group communication). Komunikasi kelompok dengan sendirinya juga melibatkan komunikasi antarpribadi, karena masing-masing kelompok tersebut juga melakukan komunikasi.

2. Budaya dan Kebudayaan

Budaya merupakan suatu pola hidup yang menyeluruh, suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi.10 Budaya bukanlah sesuatu yang

10


(27)

commit to user

dimiliki sebagian orang yang tidak dimiliki oleh sebagian orang lainnya, ini berarti budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian adalah sebagai suatu faktor pemersatu. E.B. Taylor mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan atau

kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh anggota-anggota suatu

masyarakat.11

Kata ‘budaya’ dalam kata ‘kebudayaan’ dari bahasa Sansekerta ‘buddhayah’ yang berarti akal budi. Akal budi tidak lain dalah kata intelektual (kognitif) sekaligus di dalamnya terkandung unsur-unsur perasaan (afektif).12 Koentjaraningrat menyebutkan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang universal, yaitu (1) bahasa; (2) sistem pengetahuan; (3) organisasi sosial; (4) sistem peralatan hidup dan teknologi; (5) sistem mata pencaharian hidup; (6) sistem religi; (7) kesenian.13 Ketujuh unsur tersebut menjelma menjadi tiga wujud kebudayaan, yaitu sebagai suatu kompleks gagasan, konsep dan pikiran manusia, sebagai wujud suatu komplek aktivitas, dan wujud sebagai benda.14

Budaya dalam hubungannya dengan komunikasi tidaklah dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna

11

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya (Bandung, Remadja

Rosdakarya), hal. 56.

12

Andrik Purwanto. Komunikasi Multikultural (Surakarta, Muhammadiyah University Press,

2003), hal. 95.

13

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. (Jakarta, Rineka Cipta, 1990), hal. 203-204.

14

Alo Liliweri. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001), hal. 159.


(28)

commit to user

yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan.15

3. Masyarakat Majemuk

Dalam interaksi sosial, masyarakat adalah sebuah sistem di mana terdapat interaksi antar komponen baik individu, kelompok, atau lembaga-lembaga.16 Masyarakat dalam bahasa Inggris disebut dengan soiety yasng berasal dari kata latin sosious yang berarti kawan. Istilah masyarakat berasal dari akar kata arab “syaraka” yang berarti ikut serta, berpartisipasi, atau “masyarakat” yang berarti saling bergaul, sehingga masyarakat dapat didefinisikan sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.17.

Lebih jelas lagi Kontjaraningrat memberikan penjelasan tentang masyarakat, bahwa masyarakat memang sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau istilah ilmiahnya saling “berinteraksi”. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi, tidak semua kesatuan manusia yang berinteraksi itu disebut masyarakat karena suatu masyarakat harus mempunyai suatu ikatan yang khusus. Ikata yang membuat suatu kesatuan manusia yaitu pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam

15

Ibid, hal. 19.

16

Andrik Purwasito. Op.Cit. hal. 95.

17


(29)

commit to user

batas kesatuan itu.18 Dalam definisi tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia atau bisa disebut dengan sekelompok manusia yang mendiami suatu daerah tertentu yang tidak dapat hidup sendiri-sendiri dengan kata lain mereka hidup bersama dan saling membutuhkan di mana mereka mempunyai hubungan baik antar sesama secara terus menerus dengan diikat oleh norma-norma dan adat istiadat yang diakui ditaati dan dianut oleh warganya demi keberlangsungan hidup bersama.

4. Akulturasi

Akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri dengan menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan. Akulturasi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses di mana suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa sehingga unsur kebudayaan asing lambat laun dapat diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Akulturasi merupakan suatu proses yang dilakukan satu etnis tertentu yang disebut Young Yun Kim sebagai ‘imigran’ untuk menyampaikan informasi mengenai kebudayaannya agar dapat diterima oleh masyarakat pribumi, yang akhirnya mengarah kepada asimilasi. Asimilasi merupakan derajat tertinggi akulturasi yang secara teoritis

18


(30)

commit to user

mungkin terjadi.19 Hal ini berarti bahwa secara bertahap masyarakat pribumi belajar menciptakan situasi-situasi dan relasi-relasi yang tepat dalam menerima budaya imigran sejalan dengan berbagai transaksinya yang dilakukan dengan orang lain. Sehingga pada saatnya, masyarakat pribumi akan menggunakan cara-cara berperilaku orang imigran untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola yang sesuai dengan orang imigran. Perubahan perilaku juga terjadi ketika seorang pribumi menyimpang dari pola-pola budaya lama yang dianutnya dan mengganti pola-pola lama tersebut dengan pola-pola baru dalam budaya imigran.

Proses komunikasi mendasari proses akulturasi seorang pribumi. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat imigran yang signifikan. Sebagaimana orang-orang imigran memperoleh pola-pola budayanya sendiri lewat komunikasi, seorang pribumi juga memperoleh pola-pola budaya imigran lewat komunikasi. Seorang pribumi akan mengatur dirinya sendiri untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain.

Bila akulturasi dipandang sebagai proses mengembangkan kecakapan berkomunikasi dalam sistem sosio-budaya pribumi, maka perlu bahwa kecakapan berkomunikasi demikian diperoleh melalui pengalaman-pengalaman komunikasi.20 Proses akulturasi yang berjalan baik dapat menghasilkan integrasi antara unsur kebudayaan asing dan unsur kebudayaan sendiri. Dengan demikian unsur kebudayaan asing tidak lagi

19

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya (Bandung, Remaja

Rosdakarya, 2001) hal. 139.

20


(31)

commit to user

dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar, tetapi telah dianggap sebagai unsur kebudayaan sendiri. Pola-pola akulturasi tidaklah seragam di antara individu-individu, mereka merespon perubahan harus berdasarkan pengalaman masing-masing dan bergantung pada potensi akulturasi yang dimiliki tiap individu atau kelompok. Potensi akulturasi ditentukan kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi. Selain itu, ditentukan juga oleh usia dan latar belakang pendidikan yang terbukti berhubungan dengan potensi akulturasi. Yang terakhir yang menentukan juga potensi akulturasi adalah pengetahuan pribumi tentang budaya imigran sebelum memasuki wilayah budaya pribumi (kontak budaya).21

5. Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi antar budaya di samping memang tidak mungkin lagi dapat dihindari, juga sesungguhnya sangat penting bagi penduduk semua negeri diera globalisasi dewasa ini. Kemunculannya sangat mendesak karena interdependensi antarbangsa semakin nyata, apakah itu di bidang ekonomi, iptek, politik, kebudayaan dan lain-lain. Di samping tentu saja karena mobilitas penduduk dunia ini semakin tinggi dan luas, kemajuan teknologi komunikasi yang luar biasa pesat. Suatu hal yang juga perlu disadari adalah di dalam proses komunikasi antarbudaya itu antar sumber dan komunikan (yaitu mereka yang terlibat di dalam komunikasi) berasal

21


(32)

commit to user

dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Dari sinilah kadang-kadang muncul sifat-sifat keunikan dari komunikasi antarbudaya tersebut.22

Dalam kehidupan sosio-budaya, kita mengenal adanya komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa ras, etnik, agama, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini). Hal tersebut juga diperkuat oleh Stuward L. Tubbs yang dikutib oleh Andrik Purwasito bahwa komunikasi antarbudaya dilihat sebagai komunikasi antar dua anggota dari latar budaya yang berbeda, yakni berbeda secara rasial, etnik, atau sosio-ekonomis (intercultural communication between members of different cultures whether defined in

terms of racial, etnis, or socioeconomic differences).23

Komunikasi antarbudaya terjadi apabila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerimanya adalah anggota budaya yang lainnya. Jadi, interaksi berkisar pada orang-orang yang berbeda budaya sehingga antara orang yang memiliki budaya dominan sama tetapi subkultur atau subkelompok yang berbeda. Proses komunikasi antarbudaya dapat digambarkan sebagai berikut:

22

Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dasn Praktek ((Yogyakarta, Graha Ilmu, 2009) hal. 297.

23

Andrik Purwasito, Komunikasi Multikultural (Surakarta, Muhammadiyah University Press, 2003) hal. 105.


(33)

commit to user

Gambar 1. Model Komunikasi Antar Budaya

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa ada tiga budaya yang berbeda digambarkan dengan tiga geometrik yang berbeda. Budaya A dan budaya B relatif serupa yang masing-masing diwakili oleh suatu segi empat. Budaya C sangat berbeda dari budaya A maupun budaya B. pesan dilukiskan dengan gambar panah yang menghubungkan budaya-budaya itu. Panah tersebut menunjukkan pengiriman pesan dari budaya-budaya satu ke budaya lainnya.24 Model ini menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan dalam komunikasi antarbudaya bisa saja terjadi perubahan, bisa terdapat banyak ragam perbedaan budaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi antara orang-orang yang memiliki perbedaan budaya yang ekstrem ataupun orang-orang yang memiliki budaya dominan yang sama atau serupa tetapi subkulturnya berbeda.

24

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya (Bandung, Remaja

Rosdakarya, 2001) hal. 21.

Budaya A

Budaya B

Budaya C


(34)

commit to user

a. Hakikat Komunikasi Antarbudaya

DeVito menegaskan, bahwa untuk mendefinisikan komunikasi antarbudaya, perlu terlebih dahulu memahami hakikat kultur itu sendiri. Kultur dapat didefinisikan sebagai gaya hidup yang relatif khusus dan suatu kelompok masyarakat, yang terdiri atas nilai-nilai, kepercayaan, artefak, cara berperilaku, serta cara berkomunikasi yang ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.25

Sementara itu, enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama di bidang kultur. Enkulturasi tersebut terjadi melalui mereka.

Akulturasi mengacu pada proses di mana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak-kontak ataupun pemaparan langsung dengan kultur lain, misalnya melalui media massa. Sebagai contoh, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Amerika Serikat (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah semakin menjadi bagian dari kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, tentu saja, kultur tuan rumah berubah juga. Tetapi pada umumnya, kultur imigranlah yang banyak berubah. DeVito

25


(35)

commit to user

menyebutkan, seperti juga dikatakan Young Yun Kim, “Sebab terjadinya peruahan yang praktis satu arah ini adalah perbedaan jumlah pendatang dengan jumlah masyarakat tuan rumah”.26

Menurut Kim penerimaan kultur baru bergantung pada sejumlah faktor. Imigran yang datang dari kultur yang mirip dengan kultur tuan rumah akan terakulturasi lebih mudah. Demikian pula, mereka yang lebih mudah dan terdidik, lebih cepat terakulturasi dibandingkan mereka yang lebih tua dan kurang berpendidikan. Faktor kepribadian juga berpengaruh, orang yang senang mengambil risiko dan berpikiran terbuka, misalnya akan lebih mudah terakulturasi. Akhirnya, orang yang terbiasa dengan kultur tuan rumah sebelum berimigrasi, apakah melalui kontrak antar pribadi ataupun melalui media massa, akan lebih mudah terakulturasi. Komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang dari kultur yang berbeda, antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai atau cara berperilaku kultural yang berbeda.

b. Bahasa Sebagai Cermin Budaya

Bahasa itu mencerminkan budaya, semaksin besar perbedaan budaya, semakin besar perbedaan komunikasi, baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Semakin besar perbedaan antara budaya (dan karenanya, semakin besar perbedaan komunikasi, semakin sulit komunikasi dilakukan). Kesulitan tersebut mengakibatkan

26


(36)

commit to user

misalnya, lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).

c. Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya

Semakin besar perbedaan antarbudaya, semakin besar pula kesadaran diri para partisipan komunikasi. Hal ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya adalah kesadaran diri membuat lebih waspada. Ini mencegah mengatakan hal-hal yang mungkin terada tidak peka atau tidak patut. Adapun negatifnya adalah, hal ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.27

Dengan semakin mengenal, maka perasaan terlalu berhati-hati akan hilang dan menjadi lebih percaya diri dan spotan. Hal demikian ini pada gilirannya akan menambah kepuasan dalam komunikasi. Masalah sebenarnya bukanlah pada bagaimana menjaga interaksi dan mengupayakan saling pengertian, melainkan terlalu mudah menyerah setelah terjadinya kesalahpahaman di saat awal.

d. Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya

Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika berhubungan menjadi lebih akrab. Walaupun selalu menghadapi

27


(37)

commit to user

kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain. Penilaian yang dilakukan secara dini biasanya didasarkan pada informasi yang terbatas. Oleh karena itu, perlu lebih fleksibel untuk memperbaiki pendapat yang dibuat berdasarkan informasi yang sangat terbatas itu. Prasangka dan bias bila dipadukan dengan ketidakpastian yang tinggi akan menghasilkan penilaian yang nantinya perlu diperbaiki.

e. Memaksimalkan Hasil Interaksi

Sunnafrank sebagaimana dikutip oleh DeVito mengatakan bahwa dalam semua komunikasi, demikian pula dalam komunikasi antarbudaya, senantiasa berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Berusaha memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya minimum.

Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berinteraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, mungkin akan menghindarinya. Dengan demikian, akan memilih berbicara dengan rekan kelas yang banyak kemiripannya dibandingkan orang yang sangat berbeda. Tetapi memperluas pergaulan mungkin akan memberikan kepuasan yang lebih besar setelah beberapa waktu.

Kedua, bila mendapatkan hasil yang positif, terus melibatkan diri dalam komunikasi dan meningkatkan komunikasi. Bila memperoleh hasil negatif, mulai menarik diri dan mengurangi


(38)

commit to user

komunikasi. Implikasinya jelas, jangan cepat menyerah, terutama dalam situasi antarbudaya.

Ketiga, membuat prediksi tentang mana perilaku yang akan memberikan hasil positif. Dalam komunikasi berusaha memprediksi hasil, misalnya dari pilihan topik, posisi yang diambil, perilaku nonverbal yang ditunjukkan, banyaknya pembicaraan yang dilakukan, dibandingkan dengan tindakan mendengarkan, dan sebagainya. Kemudian melakukan apa yang kira akan memberikan hasil yang positif dan berusaha tidak melakukan apa yang memberikan hasil yang negatif.28

6. Etnis Tionghoa dan Etnis Jawa

Etnis Tionghoa dan etnis Jawa adalah yang menjadi subjek pokok penelitian ini. Istilah Tionghoa dibuat oleh orang Indonesia yang berasal dari kata Zhonghua dalam bahasa Mandarin Zhonghua dalam dialek

Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.29 Apabila dilihat dari ciri fisik etnis

Tionghoa sangat mudah sekali untuk dikenali seperti mata sipit, kulit putih pucat, dan berambut lurus. Dilihat dari sudut kebudayaan masyarakat Tionghoa dikategorikan menjadi dua masyarakat Tionghoa “Peranakan” dan “Totok”.30 Orang Tionghoa Peranakan terdiri dari orang Tionghoa yang sudah terasimilasi sebagian ke dalam masyarakat Indonesia, sebagian dari mereka telah menikah dengan masyarakat pribumi dan memiliki

28

Ibid, hal. 305-306.

29

http://id.wikipedia.org.wiki/Tionghoa-Indonesia diakses 7 Agustus 2010.

30

Rustopo, Menjadi Jawa : Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta 1895-1998, (Surakarta, Ombak, 2007), hal. 68.


(39)

commit to user

keturunan dengan masyarakat pribumi, orang Tionghoa ini sudah lama tinggal di Indonesia dan pada umumnya sudah berbaur. Mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat sebagai bahasa sehari-hari dan bertingkah laku seperti pribumi. Sedangkan orang Tionghoa Totok adalah orang Tionghoa yang secara budaya dan turunan masih berasal dari Tionghoa, mereka adalah pendatang baru, umumnya baru satu sampai dua generasi dan masih berbahasa Tionghoa akan tetapi dengan terhentinya imigrasi dari daratan Tionghoa, jumlah Tionghoa

Totok semakin menurun, dan keturunan Totok sudah mengalami

peranakanisasi.31

Masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah salah etnis penting dalam sejarah Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Setelah Negara Indonesia terbentuk, maka otomatis orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan dalam lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan suku-buku bangsa lainnya yang membentuk Negara Indonesia Republik Indonesia.

Suku Jawa adalah suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa bertutur sehari-hari. Garis keturunan dalam masyarakat Jawa diturunkan lewat ayah dan ibu. Bahasa Jawa merupakan bahasa yang sangat sopan dan menghargai orang yang diajak berbicara khususnya bagi orang yang lebih tua dan bahasa Jawa juga sangat mempunyai arti yang luas. Orang Jawa sebagian besar secara

31

Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa, (Jakarta, Pustaka LP3ES, 1999), hal. 252.


(40)

commit to user

nominal menganut agama Islam. Tetapi yang menganut agama Kristen Protestan dan Katolik juga banyak. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Penganut agama Budha dan Hindu juga ditemukan pula diantara masyarakat Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan Anismisme dengan pengaruh Hindu-Budha yang kuat.

Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai. Orang Jawa memiliki stereotip sebagai sukubangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka juga terkenal sebagai sukubangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat. Yang dimaksud dari kebudayaan Jawa adalah kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa yang hidup di daerah Jawa Tengah bagian selatan dengan sentranya pada Keraton Yogyakarta dan Surakarta.32

Kebudayaan Jawa yang hidup di Surakarta merupakan kebudayaan peradaban yang berakar di Keraton, kebudayaan yang mengutamakan

aspek kehalusan dan keindahan.33 Kebudayaan keraton meliputi

kesusastraan (bahasa), seni tari, seni suara, dan upacara-upacara termasuk upacara keagamaan yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak empat tahun atau lima abad yang lalu. Akan tetapi lambat laun

32

P. Haryono, Kultur dan Jawa Pemahaman Menuju Asimilasi Kulturasi (Jakarta, Pustaka Sinar

Harapan, 1994), hal. 32.

33


(41)

commit to user

perjalanan budaya Jawa mengalami transformasi juga. Transpormasi dapat diandaikan sebagai pengalihan menuju budaya baru yang mapan, juga bisa sebagai proses yang lama dan bertahap-tahap, atau sebaliknya sebagai titik balik yang begitu cepat.

Bahasa Jawa adalah bahasa yang sering digunakan oleh orang Jawa di Surakarta ini. Bahasa Jawa memiliki tiga strata pokok, yaitu ngoko, (strata tak resmi), madyo (strata setengah resmi) dan krama (strata resmi). Bahasa Jawa logat Surakarta dianggap sebagai bahasa Jawa yang beradasb, tetapi dengan adanya perubahan sosial awal abad-20 sebagai akibat pendidikan dan kemajuan ekonomi telah mengubah struktur kelas sosial. Perubahan yang besar dalam penggunaan bahasa Jawa oleh masyarakat Surakarta tidak membuat kehilangan kejawaannya. Meskipun tutur kata yang kasar tetapi melalui bahasannya mereka dapat diidentifikasi sebagai orang Jawa yang berlogat Surakarta.

F. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini difokuskan pada para anggota (pemain) Barongsai dalam kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo, sebagai contoh berlangsungnya akulturasi dan komunikasi antarbudaya yang efektif antar etnis Tinghoa dan Jawa di Kota Surakarta.

Barongsai merupakan salah satu budaya Tionghoa yang sudah selayaknya bila dimainkan oleh orang dari etnis Tionghoa. Namun dalam hal ini di Yayasan Tripusaka Solo yang mayoritas anggotanya adalah orang-orang Jawa memainkan kesenian Barongsai tersebut. Dengan adanya


(42)

commit to user

sekelompok ini akan mempertemukan individu-individu baik dari etnis Tionghoa maupun etnis Jawa dalam berinteraksi mewujukan suatu bentuk komunikasi. Kelompok Barongsai inilah merupakan tempat berlangsungnya komunikasi yang efektif. Dalam kelompok inilah individu-individu akan melakukan proses komunikasi, komunikasi yang terjadi apabila komunikator dan komunikan saling berinteraksi dan terjadi hubungan yang timbal balik. Dengan dimainkannya kesenian Barongsai oleh etnis Jawa, tentunya tidak akan mengeser kebudayaan kita sendiri, justru malah akan menambah kekakayaan kebudayaan kita.

Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Etnis Jawa Etnis Tionghoa

Kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka


(43)

commit to user

G. Metode Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.34

Penelitian kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk

memberikan penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi, mengemukakan prediksi, atau untuk menguji teori, tetapi lebih dimaksudkan untuk mendeskrispikan dan/atau pemahaman mengenai bagaimana suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi.35 2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo.

3. Subyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah anggota (pemain) kelompok Barongsai yang terdiri dari etnis Tionghua dan etnis Jawa. Narasumber dicari dengan teknik snowball sampling. Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula kecil kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam

34

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung, Alfabeta, 2007), hal. 1.

35

Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, Menuju Paradigma Baru Penelitian Komunikasi


(44)

commit to user

penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak. 36

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan orang-orang yang dianggap memiliki kapasitas seperti para tokoh kunci yang bisa memberikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

b. Observasi

Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Metode observasi yang dilakukan adalah observasi partisipatif. Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan kelompok Barongsai Tripusaka, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.37

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk melengkapi penelitian yang dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen seperti otobiografi, catatan harian, artikel, brosur dan lain-lain yang ada di Yayasan Tripusaka Solo. Dokumen-dokumen tersebut dapat mengungkapkan

36

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung, Alfabeta, 2008) hal. 85.

37


(45)

commit to user

bagaimana subjek mendefinisikan dirinya sendiri, lingkungan, dan situasi yang dihadapinya pada suatu saat, dan bagaimana kaitan definisi-definisi tersebut dalam hubungan dengan orang-orang di sekelilingnya dengan tindakan-tindakannya.38

5. Analisis Data

Dalam menganalisa data penulis menggunakan analisa interaktif

(interactive model of analysis). Model ini mempunyai tiga komponen yaitu

data reduction, data display dan data conclusion drawing.39

Data reduction adalah suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa untuk membuat kesimpulan akhir. Data

display adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan

kesimpulan riset dapat dilakukan, sedangkan data conclution drawing

adalah mengambil suatu kesimpulan.

Ketiga komponen tersebut bila digambarkan dengan diagram seperti dibawah ini :

38

Deddy Mulyana, Op.Cit, hal. 68

39

Miles dan Huberman dalam Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung, Alfabeta, 2007) hal. 92


(46)

commit to user

Gambar 3. Model Analisis Interaktif

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan dan verifikasi.

a. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. b. Sajian data

Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowcharti dan sejenisnya. Penyajian data

Pengumpulan Data

Sajian Data Reduksi Data


(47)

commit to user

yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.

c. Penarikan Simpulan dan Verifikasi

Simpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perlu dilakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat, mungkin sebagai akibat pikiran kedua yang timbul melintas pada peneliti pada waktu menulis sajian data dengan melihat kembali sebentar pada catatan lapangan.

6. Validitas Data

Validitas data adalah derajad ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian.40 Sedangkan untuk validitas data triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data pada sifat valid dan

reliable. Validitas data lebih menunjuk pada tingkat sejauhmana data yang

diperoleh telah secara akurat mewakili realitas atau gejala yang diteliti.

40


(48)

commit to user

Reliabilitas berkenaan dengan tingkat konsistensi hasil dari penggunaan cara pengumpulan data.41

Ada empat macam teknik triangulasi, yaitu (1) triangulasi data atau sering disebut dengan triangulasi sumber, (2) triangulasi metodologis, (3) triangulasi peneliti, dan (4) triangulasi teori.42 Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data, suatu pemeriksaan dengan membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan (1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2) Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) Membandingkan apa yang dikatakan saat situasi penelitian dengan apa yang dilakukan sehari-hari, (4) Membandingkan apa yang menjadi perspektif responden dengan berbagai pendapat dan pandangan orang banyak atau lawan interaksi objek penelitian, (5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

41

Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta, LkiS, 2008), hal. 97

42

HB. Sutopo. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Surakarta, Sebelas Maret University Press, 2002), hal. 78.


(49)

commit to user

BAB II

GAMBARAN UMUM YAYASAN TRIPUSAKA

A. Sejarah Perkembangan Yayasan Tripusaka

Di kota Surakarta Perkumpulan Wushu, Liong dan Barongsai Tripusaka (MAKIN Sala) merupakan Group Liong dan Barongsai satu-satunya yang mampu beratraksi dengan penampilan yang memukau antara lain permainan Barongsai diatas bangku setinggi ± 3 meter dan permainan lantai, permainan diatas bola raksasa dan lain-lain. Perkumpulan ini baru berusia sekitar 11 tahun (didirikan 5 Februari 1999), tetapi dalam prestasinya perkumpulan Tripusaka ini mampu membuat prestasi dalam berbagai Acara, Festival dan Kejuaraan.

Perkumpulan yang merupakan seksi olah raga dan kesenian di bawah Panji Majelis Agama Khonghucu Indonesia Surakarta dan Yayasan Pendidikan Tripusaka ini mulai karirnya saat untuk pertama kalinya di Surakarta berlangsung perayaan Implek 1999, bersama Group Barongsai Jien Hoo Tong dan Hoo Hap dari Semarang serta Group Kiem Liong (Naga Emas) dari Salatiga, 4 (empat) perkumpulan ini menampilkan kebolehannya beratraksi di Stadion Sriwedari yang diawali dengan kirab diberbagai ruas jalan utama Surakarta.

Berbagai suka dan duka di alami oleh Group Tripusaka yang mulai dari Nol (tak punya apa-apa) dibantu oleh seorang tokoh dari Solo Baru yaitu Bapak Hendra Yauw yang memberikan Barongsai bekas, anak-anak Tripusaka mulai belajar memainkan Barongsai, dari pinjaman yang diberikan MAKIN


(50)

commit to user

Sala sebesar 3 juta, Group Tripusaka memesan sebuah tambur dan perlengkapan musik sederhana untuk berlatih, pelan-pelan namun pasti (karena saat itu Tripusaka hanyalah satu-satunya Group Barongsai yang ada), berbagai permintaan untuk pentas/ tampil berdatangan, baik dari perorangan, Instansi Pemerintah, perkumpulan dan swasta mulai dilayani.

Dari hasil pentas tersebut Group Tripusaka mulai dapat menambah inventarisnya, kini tidak kurang dari 14 buah Barongsai, Sepasang Shantungsai, 3 (tiga) Liong, 2 set Bangku, 1 set Tonggak, Bola Raksasa dan Tambur buatan Cina serta peralatan lainnya ada di Tripusaka.

Sekitar tahun 1999 akhir Group Tripusaka mendapatkan pinjaman sebuah gedung untuk berlatih yaitu gedung Hok Bo atau bekas gedung wanita/gedung bilyard yang terletak di jalan Sorogenen (sebelah barat gedung PMS), tempat ini saat itu dikontrak/ disewa oleh Perkumpulan Fu Jing dari pihak pemerintah (dulu disita karena milik organisasi Tionghoa), dan karena belum digunakan maka dipinjamkan kepada Tripusaka sebagai sarana latihan.

Sayang sekitar tahun 2002 awal, tempat tersebut mulai digunakan oleh Perkumpulan Fu Jing yang kabarnya berhasil membelinya dari pihak pemerintah, akibatnya Group Tripusaka harus kembali berlatih di tempat asalnya di halaman Lithang (tempat ibadah Khonghucu) sampai saat ini.

Pada mulanya anggota yang aktif lewat latihan Wushu tercatat sekitar 200 orang, 60% diantaranya kemudian yang kemudian menjadi cikal bakal para pemain Liong dan Barongsai Tripusaka. Para pemain tidak dipungut iuran sama sekali, tetapi bahkan mereka (setelah dinilai layak tampil) akan


(51)

commit to user

memperoleh pembagian Angpao manakala Barongsai / Liong selesai dipanggil untuk pentas dengan honor yang cukup lumayan.

Tercatat pada pentas di bulan Januari 2004 yang bertepatan dengan bulan Imlek, Group Barongsai Tripusaka pentas hampir selama 10 hari berturut-turut dengan 14 kali Show, maka untuk para pemain Barongsai dan Liong tentunya memperoleh honor yang cukup lumayan.

Sejak didirikan hingga saat ini ke pengurusan tidak banyak mengalami perubahan, karena hanya mereka-mereka sajalah yang mau bekerja keras tanpa pamrih membimbing, membina dan mengarahkan para pemain Liong dan Barongsai Tripusaka membawa nama harum perkumpulan khususnya dan kota Surakarta pada umumnya dalam ajang/ skala tingkat umum maupun Nasional Susunan ke pengurusan terdiri dari :

- Penasehat : Xs. Tjhie Tjay Ing

Ws. Indarto (Tan Gik Hien)

Dq. Hendra Yauw (Yauw Peng Hie) Dq. Ny Tan Swie Hay

- Ketua : Js. Heru Subiyanto (Soei Tie Bian)

- Sekretaris : Js. Ir. Tintin Luisiana Dewi (Tan Loei Tien) - Bendahara : Dq. Andriani Chandra (Tan Kwok Ing)

- Pembina : Ws. Adjie Chandra (Go Djien Tjwan)

Js. Hasan Widjayadi (Khoe Hiang Lok) Js. Hermawan Budi Susanto (Sie Siep Hing)

- Koordinator : Dq. Hengky, Dq. Ivo Bernadin, Dq. Titi Ariwibowo Dq. Hananto Nugroho, Dq. Eko Supramono


(52)

commit to user

Latihan dilaksanakan 3 (tiga) kali dalam seminggu yaitu hari Rabu, Jum’at dan Minggu mulai jam 16.00 WIB – selesai. Dimulai dengan pemanasan sekitar 20 menit dilanjutkan dan latihan dasar yaitu pemantapan jurus kuda-kuda, kemudian dipilah-pilah ada yang latihan Barongsai lantai, Tonggak, Bangku, juga beberapa pemain anak-anak dan putri berlatih memainkan musik. Namun terkadang dalam persiapan untuk menghadapi perlombaan, jadwal latihan ditambah harinya sehingga sampai 5 atau 6 kali dalam seminggu. Pada setiap latihan Perkumpulan selalu menyediakan minuman dan konsumsi untuk para anggotanya, dan setiap sekali para pemain mendapatkan jatah minum Susu Sapi segar, juga berbagai Vitamin dari perkumpulan.

Diakhir latihan Pengurus/ Pembina biasanya menyampaikan beberapa pengumuman (kalau ada) dan setiap bulan sekali terkadang juga diadakan Briefing (pengarahan) untuk para pemain Liong dan Barongsai. Sedangkan untuk latihan Wushu sementara ini ditiadakan karena pelatihnya yang berasal dari luar kota ini tidsak bisa lagi mengajar di Solo, sementara untuk mengundang pelatih lokal belum ada, dari luar kota cukup mahal biayanya, perlu diketahui terakhir Tripusaka mendatangkan guru Wushu dari Purwokerto sekali datang honornya Rp 600.000,- (latihan ditunggui sang guru seminggu sekali saat gurunya datang saja).

Sementara untuk pelatih Barongsai maupun Liong, hingga kini Tripusaka juga belum memilikinya, pernah oleh Klenteng Kudus dan Lasem yang kebetulan mengundang 1 guru/ pelatih dari Malaysia menawarkan untuk


(53)

commit to user

juga bisa melatih di Tripusaka, selama 1 Minggu honor yang diminta Rp 30 juga.

Berbagai prestasi yang diraih Group/ Sasana Tripusaka antara lain : 1. Tahun 1999 :

Pada kejuaraan Daerah Wushu tingkat Propinsi Jawa Tengah tahun 1999 yang lalu, dari 20 atlit Wushu yang dikirim, 14 orang diantaranya memperoleh medali Perunggu, Perak dan Emas, bahkan Barongsai Tripusaka berhasil menjadi juara I tingkat Jawa Tengah untuk jenis permainan bangku, ini merupakan piala pertama bagi Perkumpulan Barong Tripusaka.

2. Tahun 2000 :

Pada festival Liong & Barongsai serta Kejuaraan Daerah Wushu Jateng tahun 2000, Group Tripusaka harus puas dengan diperolehnya antara lain: a. Juara I (kesatu) untuk Permainan Liong (Naga)

b. Juara II (kedua) untuk Permainan Barongsai diatas tonggak c. Juara III (ketiga) untuk Permainan Barongsai Lantai

d. Juara I & II untuk Lomba Barongsai Kanak-kanak

e. Rangking IV (empat) untuk Atlit Wushu se Jateng & DIY

3. Tahun 2001 :

Pada Kejurnas Wushu Tahun 2001 yang diadakan di Jogyakarta, beberapa atlit Wushu Tripusaka kembali menyabet beberapa piala :

a. Peringkat III Tai Chi Putra atas nama Muslih Sidiq

b. Peringkat IV Tai Chi Putri atas nama Noviana Dewi Yuwono

c. Peringkat V Tai Chi Putri atas nama Murdiyati


(54)

commit to user

Untuk berbagai event lomba, kembali Perkumpulan Barongsai Tripusaka berhasil meraih kejuaraan antara lain :

a. Juara ke 1 permainan lantai pada festival se Jawa & Bali

b. Pada Kejurnas Wushu berhasil menduduki peringkat ke 3.

c. Pada Borobudur Internasional Festival meraih juara harapan 1.

5. Tahun 2003 :

a. Pada Festival Liong se Indonesia di Vihara Gunung Kalong Ungaran team Liong Tripusaka seharusnya menjadi juara ke 3, sayang hanya karena sepatu salah seorang pemainnya terlepas saat berlomba dewan juri memotong nilai sehingga akhirnya hanya menjadi juara Harapan 1.

b. Pada Bandung Open Turnament Festival Nasional Barongsai,

Tripusaka seharusnya kembali meraih juara 1, sayang ada salah konfirmasi antar beberapa Juri sehingga pada saat lomba, ketinggian Bangku yang saat tehnical meeting tak ada masalah di complaint, akibatnya pemain Tripusaka harus merubah posisi bangku tanpa latihan lebih dahulu dan harus puas menjadi juara harapan 1, sementara team Liongnya juga masih bertahan pada posisi juara Harapan 1.

6. Tahun 2004 :

Juara ke II (dua) jenis permainan Lantai dari 25 team yang ikut bertanding pada Kejurda Barongsai yang diadakan Pengda Persobarin Jateng di G.O.R Bhineka Surakarta 18-19 September 2004.


(55)

commit to user

a. Juara ke I (satu) jenis permainan Lantai dari sekitar 17 perwakilan Sasana Wushu & Barongsai Jateng pada Kejurda Wushu & Barongsai yang diadakan di Tegal Juni 2005.

b. Juara ke II (dua) jenis permainan tonggak Kejurda Wushu & Barongsai di Tegal Juni 2005.

c. Juara ke II (dua) jenis permainan Lantai dari sekitar 19 Team Barongsai berbagai daerah dalam Kejuaraan Barongsai President Cup (Piala Presiden) yang diadakan di Ancol 7 – 8 Juli 2005.

d. Juara ke III (tiga) jenis Permainan Tonggak President Cup 2005 yang diadakan di Ancol 7 – 8 Juli 2005.

e. Juara ke II (Dua) jenis permainan Tonggak dalam ajang Porda Jateng yang diadakan di Kendal, September 2005.

Perkumpulan Wushu, Liong & Barongsai Tripusaka beralamat di Jalan Jagalan No. 15 (TK & SD Tripusaka) telpon 637488 – 661989 Surakarta. Pengurus secara bergiliran/ bergantian datang ke kantor setiap harinya, tetapi yang selalu stand by di kantor adalah Ws. Adjie Chandra yang memang bekerja menangani sekolah Tripusaka dan kegiatan dari MAKIN (Majelis Agama Khonghucu Indonesia) Surakarta.

Penampilan Barongsai Tripusaka banyak digemari masyarakat Surakarta khususnya dengan atraksinya di atas Bangku yang disusun bertumpuk dengan ketinggian sekitar 4 meter, Barongsai ber atraksi diatasnya dengan memiringkan posisi bangku yang diinjaknya, menyambar daun untuk


(56)

commit to user

dimakan dan membuka gulungan kain merah dengan tulisan Mandarin Emas (yang disesuaikan dengan eventnya).

B. Atraksi Kesenian Barongsai

Barongsai merupakan suatu atraksi yang berbentuk tarian, dimana para pemainnya yang berjumlah 2 (dua) orang mengenakan topeng Kepala dan kostum/ badan berbentuk Singa yang disebut Sam Sie atau Barongsai, namun ada juga berbentuk Ular Naga panjang (Liong) yang dibuat dari kerangka bambu/ rotan tertutup kain, diberi penyangga tongkat dari bambu (rotan) dan dimainkan oleh 9 (sembilan) orang.

Untuk Barongsai gerakan yang ditampilkan saat pentas yang utama bertumpu pada kekuatan kuda-kuda (Ma Shi), oleh karena itu para pemain Barongsai dan Liong biasanya terlebih dahulu harus berlatih jurus Wu Shu (bela diri Cina) agar penampilannya semakin sempurna. Namun walaupun demikian gerakan yang ditampilkan Barongsai sangat dominan dengan gerak akrobatik, hal tersebut bisa dilihat pada permainan Barongsai diatas Bangku dan Tonggak besi.

Dalam pementasannya Barongsai dan Liong dapat dipadukan (tampil bersama) atau dimainkan terpisah. Menurut falsafah Cina kuno tarian Barongsai yang dipadukan dengan tari Liong bermakna memadukan/ menyelaraskan unsur Yin dan Yang (Negatif dan Positif, Malam dan Siang, Hitam dan Putih, Wanita dan Pria.

Biasanya kesenian Barongsai dan Liong ditampilkan pada hari raya keagamaan Khonghucu (khusus) seperti Imlek, Cap Go Meh, Tiong Chiu atau


(57)

commit to user

hari kelahiran Nabi Khongcu (27 Bulan 8 Imlek) biasanya sekitar September / Oktober, kesenian ini dimainkan di sepanjang jalan karena dipercaya mampu menghalau segala unsur jahat dan negatif di sepanjang jalan yang dilewatinya sehingga akan membawakan kedamaian dan kesejahteraan bagi yang melihatnya.

Khusus untuk Group Tripusaka Surakarta, kesenian Barongsai yang kembali dihidupkan sekitar Februari 1999 ini mempunyai 3 (tiga) misi yaitu : 1. Misi / Acara Ritual

Untuk acara ini Barongsai maupun Liong yang dimainkan biasanya dominan dengan warna Hitam & Putih atau Merah & Putih sebagai simbol unsur Yin dan Yang karena dipercaya bisa menolak bala. Barongsai dan Liong yang akan dimainkan sebelumnya dibawa ke Klenteng atau Lithang (tempat ibadah Khonghucu) untuk disembahyangkan dan diberi Hu (kertas Kuning bertuliskan huruf Mandarin) yang dipercaya sebagai jimat penolak bala dikepala Liong dang Barongsai dikaitkan seuntai daun Jeruk yang dipercaya akan membawa kesejukan bagi manusia.

Untuk Barongsai baru (belum pernah dipakai) dalam tradisi (kepercayaan) Tridharma / Klenteng / Taoisme biasanya sebelum digunakan terlebih dahulu diadakan upacara pemberkatan dengan urutan acara sebagai berikut :

a. Barongsai baru yang akan dipakai diletakkan diatas altar khusus dengan mata ditutup kain merah, mulut juga ditutup.


(58)

commit to user

b. Pimpinan upacara/pendeta Klenteng mengawali dengan

bersembahyang kealtar Tuhan (menghadap keluar klenteng) dan altar utama di bagian tengah Klenteng.

c. Badan Barongsai diperciki dengan air klenteng, kemudian pada kepala Barongsai diteteskan darah Ayam jago putih, sebagai sarana agar iblis/roh jahat lari ketakutan melihat sang Barongsai.

d. Kemudian kain merah penutup mata dan mulut Barongsai dilepas, pada mata Barongsai diberi tanda dengan cat Merah, juga pada telinga, hidung dan mulutnya, ada juga yang memberi tanda pada kaki Barongsai (celana berbulu sama dengan badan Barongsai yang dipakai pemainnya).

e. Selanjutnya pada tanduk Barongsai diikatkan kain merah dan daun jeruk.

Kemudian Barongsai dan Liong akan dibawa/ diarak berkeliling kota dimana sepanjang jalan banyak orang yang memasang Angpao (bungkusan Merah berisi uang) yang digantung di depan/ di tas rumah dan kemudian akan diambil/ disambar oleh Liong dan Barongsai yang melewatinya. Masyarakat percaya bahwa Angpao yang mereka berikan sebagai ungkapan kegembiraan (warna Merah melambangkan ketulusan, kebahagiaan dan rejeki) dan tolak bala ini akan mendapat balasan dari Tuhan berpuluh kali lipat, itulah sebabnya Group Barongsai banyak memperoleh dana lewat Angpao pada hari raya tertentu. Untuk Group Tripusaka sudah yang kesekian kalinya mendapat giliran kirab Imlek selalu di sekitar Coyudan, Singosaren dan Nonongan.


(59)

commit to user 2. Misi / Acara Entertaiment (Show)

Dalam acara ini warna yang digunakan pada Barongsai maupun Liong bebas bahkan terkesan menyolok berwarna warnai, acara ini bisa disaksikan setiap saat yaitu pada Pesta Pernikahan, Pesta Ulang Tahun, Promosi dan lain sebagainya, tergantung kepada permintaan konsumen, biasanya warna yang disukai adalah :

a. Merah melambangkan kebahagiaan, ketulusan dan rejeki berlimpah maka sering kita lihat warna Merah dominan dalam kehidupan suku Tionghwa misalnya kain merah di atas pintu rumah (saat rumah tersebut mantu), hiasan dari lampu, lampion, kartu ucapan selamat dan lain sebagainya.

b. Kuning melambangkan keagungan, kewibawaan dan kesuksesan

c. Biru lambang keharmonisan dan kedamaian

d. Hijau lambang kesejukan dan kerukukan

e. Orange seperti pada Barongsai yang dipakai Xiao Yen Zhe pada serial Film di Televisi yatu Putri Huan Zhu.

Berbeda dengan acara ritual, untuk Entertaiment/ show Barongsai atau Liong tidak wajib untuk disembahyangkan lebih dahulu, tetapi tiada salahnya apabila sebelum berangkat ke tempat atraksi, semua pemain berdoa mohon kepada Tuhan agar acara yang mereka laksanakan bisa berjalan dengan lancar.

Dalam penampilannya untuk acara pernikahan, Barongsai dan Liong pertama tama akan beratraksi menyambut dan mengantar mempelai menuju ke kursi pelaminan, selanjutnya akan hadir lagi dengan membawa


(60)

commit to user

Pedang untuk diserahkan kepada kedua mempelai yang akan melakukan acara pemotongan kue pengantin. Kemudian Barongsai akan beratraksi diatas panggung/ bangku untuk memeriahkan acara pesta pernikahan kedua mempelai, dan selanjutnya mengantar mempelai menuju ke pintu masuk saat acara sudsah selesai.

3. Misi / Acara Olah Raga

Untuk acara ini setiap Tahun biasanya Group Tripusaka mengikuti berbagai lomba/ festival yang diadakan baik oleh PBWI (Pengurus Besar Wushu Indonesia), PKBLSI (Persatuan Kungfu, Liong & Barongsai Seluruh Indonesia) dan berbagai Federasi Barongsai lain baik tingkat Lokal, Propinsi, Nasional bahkan di tingkat Internasional / dunia setiap Tahunnya selalu ada Festival Liong dan Barongsai di Malaysia, satu catatan penting yang perlu diketahui Indonesia di wakili Team Barongsai Padang untuk tahun 2003 sudah masuk urutan 5 besar. Untuk festival / perlombaan ini Barongsai dibagi menjadi 2 kategori yaitu :

a. Barongsai Permainan Lantai

Kejuaraan dinilai dari permainan Barongsai diatas lantai, kedua pemain yang di depan berfungsi memegang kepala dan memainkan mimik Barongsai kaget, marah, sedih, gembira mengantuk dan lainnya sementara pemain belakang berfungsi sebagai badan Barongsai serta menggerakkan ekor sehingga dengan kekompakan yang serius dan indah kita akan menyaksikan seolah seekor Singa sedang beraksi di depan kita.


(1)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Wujud akulturasi budaya Cina-Jawa telah berlangsung ratusan tahun hingga menghasilkan berbagai karya seni bermutu, seperti kesenian Barongsai. Di Solo, salah satu kelompok Barongsai yang tetap eksis adalah kelompok Barongsai Tripusaka. Barongsai kelompok Tripusaka ini populer karena sering diminta untuk tampil menghibur sejumlah pejabat Tanah Air. Kelompok seni Barongsai Tripusaka Solo ini, selain menjadi favorit pejabat, juga memiliki keunikan yang menonjolkan kekuatan akulturasi, dimana kelompok seni Barongsai binaan Adjie Chandra ini 80 persennya, justru dimainkan masyarakat lokal dari suku Jawa.

Kelompok seni Barongsai yang dinaungi organisasi MAKIN (Majelis Agama Khonghucu Indonesia) ini memiliki tiga misi. Pertama, misi ritual, entertainment, dan yang terakhir olahraga. Untuk acara ritual, biasanya Barongsai dan Liong yang dimainkan berwarna hitam dan putih atau merah dan putih sebagai simbol unsur Yin dan Yang karena dipercaya dapat menolak bala.

Untuk misi entertainment sendiri, Barongsai maupun Liong bebas bahkan terkesan menyolok berwarna warnai, acara ini bisa disaksikan setiap saat yaitu pada Pesta Pernikahan, Pesta Ulang Tahun, Promosi dan lain sebagainya, tergantung kepada permintaan konsumen. Sedangkan untuk misi


(2)

commit to user

olahraga setiap tahunnya grup Tripusaka ini mengikuti berbagai perlombaan. Dari ketiga misi ini merupakan wujud dari komunikasi antar budaya.

Komunikasi antar budaya di Yayasan Tripusaka Solo, meliputi beberapa hal, antara lain:

1. Pengalaman Komunikasi

Berhasilnya proses komunikasi, di samping memperhatikan aspek komunikasi, juga perlu adanya faktor pengalaman komunikasi. Pengalaman komunikasi dapat diketahui dari intensitas komunikasi, dan suasana komunikasi.

Bagi para anggota Tripusa, dalam menjalin komunikasi selain bertatap muka, juga menggunakan sarana komunikasi, seperti telepon, dan maupun menggunakan facebook. Komunikasi yang dilakukan penuh dengan suasana keakraban.

2. Pengakuan Identitas Kultural dan Eksistensi Etnis Dalam Kelompok Barongsai Tripusaka

Potensi akulturasi ditentukan kemiripan antara budaya asli (Tionghoa) dan budaya pribumi (Jawa). Selain itu, ditentukan juga oleh usia dan latar belakang pendidikan yang terbukti berhubungan dengan potensi akulturasi. Yang terakhir yang menentukan juga potensi akulturasi adalah pengetahuan etnis Jawa tentang budaya Tionghoa sebelum memasuki wilayah budaya pribumi (kontak budaya). Pengakuan identitas kultural dan eksistensi etnis dalam kelompok Barongsai Tripusaka, dapat diketahui dari empat indikator, yaitu: 1) Penentuan peran, 2) Prasangka, 3) Membangun citra diri, 4) Hambatan dan solusi.


(3)

commit to user

3. Harapan Hubungan Komunikasi yang Selaras Antar Etnis

Harapan di barongsai adalah agar barongsai lebih maju ke depannya dan ingin agar orang lain tertarik main barongsai. Dan hal-hal yang perlu dilakukan menjalin hubungan yang selaras antar etnis yaitu dengan cara mengobrol bareng-bareng apabila ada suatu masalah.

Perkumpulan barongsai tak hanya didominasi oleh pemain dari Tionghoa tapi pembauran telah terjadi di setiap lini. pemain barongsai Tripusaka merupakan masyarakat setempat dan memang pembauran sudah terlihat sekarang. Harapan ke depan, karena 90% pemain barongsai di Indonesia adalah etnis Jawa, maka diharapkan dapat memotivasi etnis Tionghoa untuk dapat turut serta mengembangkan kebudayaannya, dan hal-hal yang bisa lakukan untuk mewujudkan yaitu hubungan yang baik antar etnis yaitu harus bisa membatasi diri kita, harus saling memahami karakter tiap orang, dan saling instropeksi diri.

B. Saran

1. Agar komunikasi dapat berhasil, hendaknya memperhatikan tiga aspek komunikasi, yaitu efek kognitif, efek afektif, dan efek behaviorioral, serta perlu memperhatikan faktor pengalaman komunikasi yang meliputi intensits komunikasi dan suasana komunikasi.

2. Supaya tercipta hubungan yang selaras antar etnis, hendaknya setiap ada masalah dibicarakan secara bersama-sama, dan juga saling memahami karakter tiap orang, serta saling instropeksi diri.


(4)

commit to user

3. Penelitian mengenai komunikasi antar budaya, diharapkan akan terus dilakukan, mengingat komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa ras, etnik, agama, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini), maka dengan dilakukan penelitian lanjutan diharapkan akan ditemukan wawasan baru yang dapat memperluas dan memperkaya pandangan tentang komunikasi antar budaya. Bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian serupa, diharapkan memilih etnis yang lain seperti etnis dari Timur Tengah.


(5)

commit to user

PEDOMAN WAWANCARA

A. Pengalaman Komunikasi

1. Intensitas Komunikasi

a. Seberapa sering Anda bergaul dengan pemain Barongsai dari etnis Tionghoa?

b. Hal-hal yang menyebabkan sering atau tidaknya Anda bergaul dengan mereka?

c. Melalui media komunikasi apa Anda bergaul dengan mereka ?

d. Hal-hal apa yang sering dibicarakan pada setiap kesempatan Anda bergaul dengan mereka ?

2. Suasana komunikasi

a. Adakah hal-hal yang harus Anda tutupi ketika bergaul dengan pemain Barongsai dari etnis Tionghoa ?

b. Bagaimana suasana yang terjalin ketika Anda berkesempatan berkomunikasi dengan mereka ?

c. Apakah Anda pernah mendapatkan perlakuan, perkataan, gunjingan yang tidak mengenakkan ketika bergaul dengan mereka ?

B. Pengakuan Identitas Kultural

1. Penentuan peran

a. Sudah berapa lama Anda menjadi pemain Barongsai Tripusaka ? b. Hal-hal apa saja yang memotivasi Anda untuk turut serta menjadi

pemain di Barongsai Tripusaka ?

c. Dalam penentuan peran, Anda sendiri yang menentukan peran atau ditentukan pelatih Anda ?

2. Prasangka

a. Bagaimana penilaian, tanggapan, pandangan Anda kepada anggota lain yang beretnis Tionghoa dalam pengalaman Anda bergaul dengan mereka di Barongsai Tripusaka ?


(6)

commit to user

b. Nilai kehidupan apa yang telah memotivasi Anda, yang dapat Anda peroleh dari kehidupan anggota lain (etnis Tionghoa)?

c. Hal-hal apa dari anggota lain (etnis Tionghoa) yang Anda anggap tidak atau kurang sesuai dengan falsafah hidup Anda sebagai orang Jawa ? 3. Membantun citra diri

a. Selama melakoni peran tersebut, bagaimana tanggapan pemain lain? Pernah mendapat kritikan negatif, gunjingan, protes, tidak puas? Atau baik-baik saja dan malah mendukung? Siapa ?

b. Bagaimana Anda memainkan peran Anda jia harus berdampingan dengan pemain Barongsai Tionghoa ?

4. Hambatan dan solusi

a. Selama melakoni peran tersebut, hambatan-hambatan apa saja yang pernah Anda alami? Hambatan apa yang terberat bagi Anda ?

b. Bagaimana Anda mengatasi hambatan-hambatan tersebut ? Apakah anda mendapat dukungan dan motivasi dari anggota lain, atau malah sebaliknya ?

c. Dalam menghadapi masalah atau ketika harus mengambil suatu keputusan, siapa yang sering menjadi pengambil keputusan ?

C. Harapan Hubungan Komunikasi

1. Apa harapan Anda kedepannya untuk kelangsungan dan regenerasi Barongsai Tripusaka ?

2. Hal-hal apa saja yang telah Anda lakukan untuk mewujudkan harapan Anda ?

3. Apakah anggota lain (etnis Tionghoa) juga memiliki harapan yang sama seperti Anda ?

4. Bagaimana seharusnya menurut Anda, hubungan komunikasi yang selaras antara anggota dari etnis Tionghoa dan etnis Jawa, begitu juga sebaliknya?


Dokumen yang terkait

Komunikasi Antar Budaya dan Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban (Studi Deskriptif Pengaruh Komunikasi Antar Budaya terhadap Pernikahan Adat Aceh sebagai Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban Masyarakat Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia)

4 52 132

Akulturasi budaya Betawi dengan Tionghoa : studi komunikasi antarbudaya pada kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah

2 34 100

PERAN KESENIAN LIONG DAN BARONGSAI SEBAGAI SARANA ASSIMILASI ANTARA ETNIS TIONGHOA DAN ETNIS JAWA (Studi kasus perkumpulan Liong dan Barongsai Tripusaka MAKIN Solo)

0 5 6

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES AKULTURASI WARGA JEPANG DI SURAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Peran Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi Warga Jepang di Surakarta)

1 17 181

Perancangan Media Promosi Pengenalan Tarian Barongsai Sebagai Akulturasi Etnis Tionghoa dan Indonesia.

0 0 16

PERILAKU KOMUNIKASI DALAM AKULTURASI ANTAR BUDAYA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang perilaku komunikasi dalam akulturasi budaya antar etnis Jawa dan etnis Madura di kab Sampang Madura).

0 0 131

Akulturasi Komunikasi Antar Budaya (1)

0 0 4

View of Persimpangan Antara Agama dan Budaya (Proses Akulturasi Islam dengan Slametan dalam Budaya Jawa)

0 0 16

AKULTURASI BUDAYA JAWA DAN BUDAYA ISLAM PADA BANGUNAN MASJID AGUNG DEMAK

0 1 18

PERILAKU KOMUNIKASI DALAM AKULTURASI ANTAR BUDAYA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang perilaku komunikasi dalam akulturasi budaya antar etnis Jawa dan etnis Madura di kab Sampang Madura)

0 0 17