MENYOAL KONTRIBUSI ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL (OMS) PELAKU GERAKAN SOSIAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT: ADAKAH OMS TELAH MENGISI LAHAN KOSONG?

MENYOAL KONTRIBUSI ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL (OMS) PELAKU
GERAKAN SOSIAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT: ADAKAH OMS TELAH
MENGISI LAHAN KOSONG?1

Oleh: Prof. Dr. Afrizal, MA2
Pendahuluan
Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) pelaku gerakan sosial 3 telah lama disadari oleh para
ahli ilmu-ilmu sosial sebagai pihak yang memainkan peranan penting dalam pengelolaan dan
pembangunan. Pemerintah berbagai negara dan badan-badan internasional pun telah semenjak
lama mengapresiasi kontribusi mereka. Pertanyaan penting adalah apakah OMS tersebut telah
berkontribusi terhadap penduduk Sumatera Barat? Apakah mereka telah memainkan peranan yang
seharusnya mereka mainkan? Apakah tantangan yang mereka hadapi? Makalah ini akan
membicarakan hal-hal tersebut.

Kontribusi OMS

Siapakah yang paling bertanggungjawab untuk mengatasi atau mencari pemecahan atau
melakukan tindakan pemecahan terhadap berbagai masalah yang dihadapi? Saya ingin
menegaskan dalam kesempatan yang baik ini bahwa masyarakat sipil itu sendiri adalah salah
satu komponen yang harus bertanggung jawab dan berpotensi untuk memecahkan masalah. Hal
ini tidak berarti masyarakat sipil menegasikan kontribusi negara dan pasar atau tidak berarti

masyarakat sipil menggantikan fungsi negara, melainkan masyarakat sipil bertindak sebagai
komplementer negara dan pasar.
Menurut prinsip-prinsip good governance, ada tiga pilar utama pengelolaan, yaitu negara
(kongritnya pemerintah), pasar (ekonomi) dan masyarakat sipil. Hubungan ketiga pilar tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut. Berikut akan dijelaskan kelemahan masing-masing
pengelolaan dan peranan yang harus dimaiankan oleh masyarakat sipil.

1

Makalah disampaikan dalam acara Semiloka Tantangan Akuntabilitas LSM di Sumatera Barat, Padang 18 Agustus 2009, KPMM.
Makalah ini merupakan revisi dari makalah yang pernah dipresentasikan dalam acara Pertemuan Relawan PKBI-Sumbar,
Bukittinggi, 23 Mei 2009.
2

Dosen Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan Pascasarjana Universitas Andalas serta wakil
ketua PKBI-Sumbar.
3
Organisasi Masyarakat Sipil pelaku gerakan sosial adalah organisasi yang didirikan bukan untuk mengurus
anggotanya, melainkan untuk mengurus orang lain. Organisasi kekerabatan tidak dapat dianggap sebagai pelaku
gerakan sosial karena organisasi ini untuk mengurus anggotanya.


1

Masalah Tanggung Jawab Pemerintah
Pada dasarnya, negara adalah sebuah badan yang diserahi tugas oleh rakyat untuk
mengelola berbagai hal seperti kehidupan sosial, termasuk di dalamnya mengurus dan
mewujudkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan ketertiban, melindungi rakyat dan lingkungan.
Dengan demikian, mengurus atau mewujudkan kesejahteraan masyarakat sipil termasuk
menciptakan ketertiban dan bahkan melindungi anggota masyarakat sipil dari berbagai hal
merupakan kewajiban negara.
Tugas-tugas negara tersebut dilaksanakan oleh sebuah lembaga yang disebut pemerintah,
yang biasanya tediri dari berbagai tingkatan. Hal itu berarti, pemerintah berbagai tingkatan wajib
membuat kebijakan yang mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, kehidupan yang tertib dan
perlindungan yang memadai untuk rakyat, dan wajib menerapkan sebaik mungkin kebijakan yang
telah dibuat tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut pada hari ini banyak berada dipundak
pemerintahan kabupaten/kota termasuk pemerintahan desa/nagari akibat dari penerapan sistem
pemerintahan otonomi daerah.
Semua ini berarti, apabila penduduk desa/nagari/kelurahan banyak yang belum sejahtera,
konflik banyak terjadi dan tidak diselesaikan, bencana alam sering terjadi dan penduduk yang
terkena dampaknya masih banyak yang menderita baik secara ekonomi maupun kejiwaan,

deforestasi dan degradrasi lingkungan terjadi dan terus terjadi, kesehatan reproduksi penduduk
rendah dan berbagai masalah yang berkaitan dengan itu tidak terlayani dengan baik, dsb. aparatur
pemerintahan

berbagai

tingkatan

pantas

untuk

dipersalahkan

dan

diminta

pertanggungjawabannya, tentunya hal tersebut juga berlaku untuk pemerintahan kabupaten/kota
dan desa/nagari/kelurahan.

Dari penjelasan di atas, jelas terlihat merupakan kewajiban pemerintah untuk
mensejahterakan rakyat, melindungi dan menciptakan kehidupan yang tertib bag masyarakat sipil
dan mengatasi kerusakan lingkungan, masalah-masalah kesehatan reproduksi, dsb. Keefektifan
menjalankan tugas-tugas tersebut merupakan ukuran utama pemerintah yang efektif.

Akan tetapi, perlu disadari pemerintah mempunyai berbagai kendala dalam
melaksanakan kewajibannya tersebut, apalagi dalam situasi pemerintah Indonesia saat ini dan
untuk masa yang agak panjang ke depan. Kendala tersebut ada yang disebabkan oleh kelemahankelemahan internal instansi pemerintah dan ada pula yang disebabkan politik. Kelemahankelemahan internal meliputi keterbatasan jumlah dan kualitas pegawai pemerintah mengakibatkan
jangkauan pemerintah menjadi terbatas, ada keterbatasan dana mengakibatkan banyak hal tidak
dapat dilakukan dengan baik, ada pula hambatan peraturan yang mengakibatkan pegawai

2

pemerintah tidak leluasa untuk melaksanakan tugas mereka dan bekerja lebih dari yang
ditetapkan. Saya ingin menekankan pada kendala politik pemerintah.
Kendala penting yang merintangi pemerintah untuk efektif menjalankan tugasnya seperti
ukuran yang disebutkan di atas adalah kekuatan motivasional pemerintah. Kekuatan motivasional
pemerintah dalam bertindak adalah kekuasaan. Di dalam literatur Imu Politik dinyatakan bahwa
pemerintah dikendalikan oleh hasrat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Kedua
hal tersebut menkondisikan arah perhatian dan kebijakan pemerintah. Hal ini disebabkan oleh

pemerintah bergairah dan berkomitmen untuk melakukan sesuatu yang penting bagi
kesinambungan kekuasaannya. Didamping itu, pada dasarnya, birokrasi pemerintahan adalah alat
untuk menjalankan kebijakan pemerintah yang dibuat oleh eksekutif dan legeslatif. Birokrasi
pemerintahan tidak bisa berbuat lain, kecuali menjalankan kebijakan yang telah dibuat. Di dalam
instansi pemerintahan mungkin saja ada pegawai-pegawai yang peduli dengan sesuatu, tetapi
mereka tidak dapat berbuat berbeda dari kebijakan. Akibatnya, urusan-urusan yang tertangani oleh
pemerintah adalah urusan-urusan yang merupakan pundi-pundi suara begi kesimbangunan
kekuasaan sebuah pemerintahan.

Masalah Tanggung Jawab Pasar (Ekonomi)
Pasar atau sering juga disebut ekonomi atau sektor swasta, yang berisikan pengusahapengusaha berbagai jenis dan tingkatan, juga merupakan sektor penting pengelolaan. Mereka
melakukan pembangunan, termasuk pengembangan infrastruktur. Daerah yang terisolasi dan
belum berkembanmg menjadi terbuka dan berkembang akibat dari pekerjaan-pekerjaan
pengusaha. Pasar juga merupakan badan yang memberikan pelayanan terhadap publik, seperti
kesehatan, air minum dan pendidikan.
Mereka juga diberikan kewajiban untuk menolong masyarakat sipil untuk menanggulangi
berbagai hal seperti: kemiskinan, gizi buruk, korban bencana alam dan kekurangan sarana dan
prasarana yang dialami oleh penduduk desa/nagari/kelurahan. Tanggung jawab tersebut dikenal
dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Rasa bertanggujawab tersebut sudah dimiliki oleh
berbagai perusahahan besar, ditandai oleh mereka telah mengalokasikan dana CSR dan program

bantuan yang dikemas dengan numenklatur Community Development (CD). Bukan hanya itu,
Allah Subhanahu Wataa’la juga memberikan tanggung jawab tersebut. Mereka tidak boleh hanya
berorientasi untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, mereka juga dituntut untuk
mengeluarkan sebagian kecil uangnya untuk membantu penduduk yang perlu bantuan. Orang
yang mampu wajib mengeluarkan zakat dan mereka harus pula bersedeqah dan berinfaq.
3

Sebagai perwujudan dari Tanggung Jawab Sosial Perusahaan tersebut, perusahaanperusahaan besar telah menyisihkan sebagian kecil dari laba mereka untuk membiayayi program
pembangunan masyarakat. Berbagai perusahaan telah memberikan bantuan keuangan kepada
penduduk nagari/kelurahan untuk perbaikan jalan, pembangunan dan perbaikan tempat-tempat
ibadah, beasiswa pendidikan, dsb (lih. Afrizal 2005, hal. 188-190 dan 2007, hal. 166-7).
Perusahaan-perusahahan besar di negara-negara maju juga telah mengalokasikan dananya untuk
penanggulangan masalah lingkungan seperti pemanasan global dengan bertindak sebagai pembali
dalam carbon trading4.

Akan tetapi, terdapat pula kelemahan pengelolaan oleh sektor pasar. Pertama,
perusahaan-perusahaan sering memasukkan kepentingan usahanya dalam bantuan yang diberikan.
Biasanya, mereka lebih suka memberikan bantuan kepada kelompok orang yang terlihat oleh
banyak orang, seperti orang-orang yang dipinggir jalan atau di perkotaan. Karena dengan
membantu orang ini, perusahaan akan ternama, biasanya dengan cara perusahaan memasang

spanduknya di lokasi bantuan atau jenis pemberitahuan yang lain. Akibatnya, penduduk yang jauh
dari keramain kurang mereka perhatikan. Kedua, perusahaan-perusahaan suka memberikan
bantuan kepada orang-orang yang dekat dengan perusaan. Mereka sering disebut sebagai
lingkungan perusahaan. ketiga, bantuan-bantuan dari perusahaan-perusahaan besar tidak begitu
saja sampai ke tangan masyarakat sipil, disebabkan oleh dua hal: 1) jumlah perusahaanperusahaan besar tersebut tidak banyak pada daerah tertentu; 2) petugas-petugas

yang

melaksanakan pembangunan masyarakat perusahaan terbatas kemampuannya. Mereka cenderung
tidak proaktif untuk menyalurkan bantuan atau untuk mencari orang yang akan dibantu,
melainkan mereka sering menunggu orang datang untuk meminta bantuan kepada mereka.
Lebih dari itu semua, kendala penting sektor pasar untuk pengelolaan adalah kekuatan
motivasional sektor ini adalah keuntungan atau laba. Pebisnis didorong oleh keinginan untuk
memperoleh laba dalam kegiatannya. Oleh sebab

itu, kegiatan mereka dikendalikan oleh

dorongan untuk mencari keuntungan yang besar. Konsekuensinya, urusan-urusan yang tidak
memberikan peluang kepada pelaku pasar untuk mendapatkan keuntungan, hal tersebut biasanya
tidak mereka prioritaskan.


Masyarakat Sipil Sebagai Pihak Ketiga
Menyadari kelamahan negara dan pasar sebagai penanggung jawab dan sumber penting
bantuan untuk mengatasi berbagai masalah, muncul perhatian terhadap altenatif pengelolaan.
4

Komunikasi personal dengan Zulfirawarta dari WWF pada bulan Agustus 2009.

4

Alternatif tersebut

adalah masyarakat sipil atau sering juga disebut masyarakat madani. Dalam

literatur, keterlibatan masyarakat sipil dalam pengelolaan sering disebut sebagai keterlibatan pihak
ketiga.
Banyak definisi tentang masyarakat sipil. Definisi sederhana adalah masyarakat sipil
merupakan kelembagaan yang tidak termasuk unsur negara dan bukan pula termasuk pasar atau
sektor ekonomi. Unsur utama masyarakat sipil adalah keluarga, rumah tangga, dan organisasi
yang tidak bagian dari negara dan pasar. Sehubungan dengan itu, kantor wali nagari dan KADIN

bukanlah contoh-contoh masyarakat sipil.
Pada hari ini, masyarakat sipil disadari dan diakui sebagai sektor penting pengelolaan.
Masyarakat sipil dikatakan efektif untuk mengelola hal-hal yang negara dan bisnis tidak
melakukannya atau tidak melakukannya dengan baik, utamanya hal-hal yang tidak merupakan
pundi-pundi suara atau tidak merupakan sumber-sumber kekuasaan bagi pemerintah dan hal-hal
yang tidak menguntungkan bagi sektor pasar. Semua ini dikarenakan kegiatan masyarakat sipil
tidak berdasakan kekuatan motivasional berupa kekuasaan dan keuntungan, melainkan oleh
kepeduliaan, seperti kepedulian terhadap keberlanjutan alam, kesetaraan dan keadilan gender dan
masalah-masalah kesehatan reproduksi.
Tidak seluruh elemen masyarakat sipil yang efektif dalam pengelolaan, sebagian sibuk dan
hanya fokus pada diri sendiri. Organisasi dalam masyarakat sipil (disebut Organisasi Masyarakat
Sipil) dianggap elemen yang paling penting dalam masyarakat sipil dalam pengelolaan. Contohcontohnya adalah pengurus masjid, gereja, dll.
Organisasi masyarakat sipil tersebut sebagian digolongkan sebagai Organisasi Gerakan
Sosial, yang merupakan bukan organ negara dan bukan pula berkaitan dengan bisnis. Organisaiasi
ini dibuat bukan untuk mengurus anggotanya, melainkan untuk mengurus orang lain atau sesuatu
yang tidak berkaitan dengan anggotanya. Tujuan utama yang hendak dicapai oleh pelaku gerakan
sosial ini adalah perubahan sosial dan politik.

Kontribusi OMS Pelaku Gerakan Sosial di Sumatera Barat
OMS pelaku gerakan sosial telah berakar panjang di Sumatera Barat dan pada awalnya

dilakukan oleh organisasi keagamaan. Organisasi keagamaan yang didirikan untuk mengubah
perilaku, mengubah tatanan sosial dan memberikan asistensi kepada penduduk miskin telah ada
jauh sebelum kemerdekaan seperti, pengurus masjid. OMS tersebut pada umumnya lokal nagari
dalam hal skop kegiatan dan basis aktivisnya. Telah ada organisasi keagamaan yang lingkup
kegiatannya regional seperti, Muhammadiah.
5

Seperti kejadian secara nasional, setelah tahun 1998 ketika reformasi politik terjadi
merupakan tahap penting perkembangan gerakan sosial di Sumatera Barat. Setelah tehun itu
banyak bermunculan OMS pelaku gerakan sosial yang skop kegiatan dan basis aktivisnya pada
tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Pelaku gerakan sosial politik pada hari ini, walaupun pada
umumnya berbasis di Kota Padang, sebagian kecil telah berbasis di berbagai ibu kota kabupaten
dan kota. Dari sudut penguatan masyarakat sipil penomena ini mengimbirakan.
Apakah yang dilakukan oleh pelaku gerakan sosial di Sumatera Barat? Dalam
penelitiannya di Indonesia tahun 1983 sampai 1993, Philip Eldridge, seorang Indonesianis dari
Austsralia, menemukan bahwa umumnya pelakukan gerakan sosial di Indonesia pada saat itu
fokus pada pembangunan partisipatif dan promosi nilai-nilai demokratis dengan fokus kegiatan
bidang hukum dan hak-hak azazi manusia, lingkungan hidup, perempuan, dan hak-hak warga
serta hak-hak demokratis. Dengan itu, kata Eldridge, pelaku gerakan sosial pada saat itu telah
menekuni hal-hal yang kosong, hal-hal yang tidak dilakukan oleh pemeritnah Orde Baru (Eldridge

1999, hal. 1-2). Pelaku gerakan sosial di Sumatera Barat pada dasarnya melakukan hal yang sama
yang dilakukan oleh pelaku gerakan sosial secara nasional seperti yang ditemukan oleh Eldridge.
Umpamanya, temuan peneletian Tanjung dan Zubir (2002) memperlihatkan bawha OMS
pelakukan gerakan sosial politik yang diteliti menekuni beberap aspek yaitu: sumber daya alam,
buruh, politik, pemberdayaan ekonomi, perempuan, hak-hak sipil, kesehatan reproduksi,
kelembagaan nagari, anak-anak, gizi. Dapat ditambahkan terhadap temuan itu, sebagian pelaku
gerakan sosial fokus pada hak-hak masyarakat hukum adat, hak-hak perempuan dan masalahmasalah lingkungan. Apapun yang merupakan fokus kegiatan, pelaku gerakan sosial politik di
Sumatera Barat berusaha untuk memperkuat masyarakat sipil dan untuk memastikan masyarakat
sipil dapat memperoleh hak-haknya dari negara dan perusahaan.
Apakah dengan demikian OMS pelaku gerakan sosial politik telah memberikan kontribusi
yang signifikan di Sumatera Barat? Pertanyaan ini memerlukan ukuran-ukuran untuk
menjawabnya. Ukuran tersebut mestilah dihubungkan dengan tujuan pendirian OMS yang telah
dibicarakan sebelumnya, utamanya OMS sebagai pihak ketiga.
Saya melihat kontribusi penting OMS pelaku gerakan sosial di Sumatera Barat dalam
pemberian tekanan kepada pemerintah dan pebisnis. Umpamanya, mereka telah membuat baik
pemerintah dan pebisnis memberikan perhatian terhadap lingkungan seperti, pengendalian limbah
dan ganti rugi terhadap penduduk yang terkena dampak limbah. Disamping itu, kehadiran OMS
pelaku gerakan sosial dengan fokus hak-hak azazi manusia yang melakukan penekananpenekanan telah membuat pemerintah dan pebisnis berhati-hati dalam melakukan tindakan

6

pelanggaran hak-hak azazi manusia. Akibatnya, OMS pelaku gerakan sosial politik telah disadari
dan diperhitungkan keberadaanya di Sumatera Barat.
Dalam hal ini, OMS Sumatera Barat telah ikut menentukan arah kebijakan publik dan cara
kebijakan publik diimplementasikan. Kontribusi OMS ini sangat penting karena pemerintah pada
dasarnya memerlukan input dan tekanan dari luar dirinya untuk berpihak dan peduli. Tekanan dari
OMS ini dapat membuat pemerintah menyeimbangkan fokus pada memperhatikan pasar dengan
fokus memperhatikan aspek-apsek penting lain seperi lingkungan, kesehatan reproduksi dan hakhak azazi manusia.
Akan tetapi, apabila ukurannya adalah OMS mengurus hal-hal yang tidak diurus oleh
pemerintah dan pebisnis, maka terlihat bahwa OMS di Sumatera Barat kurang memberikan
kontribusi.

Seperti yang telah disinggung di atas, OMS di Sumatera Barat telah memfokuskan

kegiatannya terhadap berbagai aspek, tetapi hampir seluruh aspek-aspek yang diurus oleh OMS
tersebut merupakan aspek yang juga diurus oleh negara dan pasar. Umpamanya, pendidikan,
lingkungan, kesehatan reproduksi, pengelolaan sumber daya alam, pengentasan kemiskinan,
pemberdayaan perempuan, resolusi konflik merupakan fokus dari beberapa OMS, hal-hal tersebut
juga diurus oleh negara. Pasar juga menyediakan layanan publik untuk penyelesaian sengketa
seperti pengacara dan pendidikan. Sepertinya kegiatan OMS tumpang tindih dengan kegiatan
pemerintah dan pebisnis.
Apabila dipakai ukuran OMS melakukan urusan lebih baik dari pemerintah dan pasar
untuk kelompok marjinal atau OMS sebagai alternatif pengelolaan bagi kelompok marjinal,
sepertinya kontribusi OMS juga rendah di Sumatera Barat. Saya tidak menemukan bukti bahwa
sekolah yang diurus oleh OMS lebih baik dari yang diurus oleh pemerintah dan pasar. Saya juga
tidak menemukan bukti panti asuhan dan panti lansia yang dikelola oleh OMS lebih baik dari
yang dikelola oleh pemerintah. Saya juga belum menemukan bukti-bukti penyelesaian sengketa
atau konflik yang dilakukan oleh OMS lebih efektif dari yang dilakukan oleh pemerintah. Saya
juga belum menemukan bukti bahwa penanggulangan kemiskinan dan pemberdahyaan
masyarakat yang dilakukan oleh OMS lebih efektif dari yang dilakukan oleh pemerintah. Saya
juga belum menemukan bukti bahwa OMS lebih baik dari pemerintah dalam penanggulangan
pelacuran/pelacur.
Itu artinya, OMS belum menampilkan sesuatu yang pantas diacu oleh pemerintah, sesuatu
yang dapat disebut sebagai model OMS Sumatera Barat. Menurut Clark (1991, hal. 41), salah satu
ciri

OMS hari ini

adalah merumuskan pendekatan-pendekatan

baru dan kemudian

mengimplementasikannya. Cirikhas ini yang belum terlihat dari OMS pelaku gerakan sosail
politik di Sumatera Barat.
7

Penyebab-penyebab rendahnya kontribusi OMS di Sumatera Barat adalah:
1. Rendahnya berkelanjutan OMS. Hal ini menyebabkan tidak tuntasnya penyelesaian
pekerjaan mereka. Hal ini sepertinya lemah dalam kesinambungan keuangan karena pelaku
gerakan sosial sering tergantung kepada pihak lain secara finansial.
2. Lemahnya sumber daya manusia sebagai aktivis gerakan. Ini mungkin berkaitan dengan
lemahnya pengembangan SDM yang dilakukan oleh kalangan OMS.
3. Sebagian kecil tidak menempatkan diri sebagai pihak ketiga, melainkan sebagai
perpanjangan tangan dari pemerintah dan pasar.
4. Yang tidak kalah pentingnya adalah OMS tidak menempatkan pemerintah dan pebismis mitra
dalam mencapai tujuan. Sepertinya terbangun opini pemerintah dan pebisnis berlawanan dari
OMS. Hal seperti ini menyebabkan hubungan antara OMS dengan pemerintah tegang. OMS
terlihat kurang menarik pemerintah dan pebisnis untuk terlibat. Pada hal, keterlibatan
pemerintah dan pebisnis dalam menyelesaikan atau penanganan masalah

atau dalam

melanjutkan penanganan masalah penting. Hubungan antara pelaku gerakan sosial dengan
pemerintah memang dinamis, tetapi mereka sering juga memanfaatkan pemerintah untuk
mencapai tujuan (lih. Desai 2002, hal 83).
Keefektifan organisasi gerakan sosial dalam mencapai tujuannya dan dengan demikian
mengatasi kelemahan negara dan pasar sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberlanjutan
organisasi tersebut. Kemampuan tersebut mencakup kemampuan untuk memobilisasi sumbersumber, termasuk kemampuan membangun jaringan, menggunakan jaringan dan kemampuan
untuk menggali sumber-sumber finansial, Faktor penting penentu kemampuan organisasi tersebut
adalah kualiats sumber daya manusia atau aktivis yang dimiliki oleh Organisasi Gerakan Sosial.
Agar efektif, setiap organisasi pelaku gerakan sosial seharusnya memberikan perhatian besar
terhadap kualitas aktivisnnya.

Referensi
Afrizal, 2007, The Nagari Community, Business and the State: The Origin and the Process of
Contemporary Agrarian Protests In West Sumatera, Forest People Programmed and Sawit
Watch, Bogor.
Clark j., 1991, Democratizing Development: The Roles of Voluntary Organizations, Earthscan
Publications Ltd., London.
Desai M,. 2002, Multiple Mediations; The State and the Women’s Movements in India, dalam
David S. Meyer, dkk., Social Movements: Identity, Culture, and the State, Oxford University
Press, Oxford.
8

Tanjung, H., B., dan Zubir, Z., (2002), “Profil Anggota Konsorsium Pembangunan Masyarakat
Madani (KPMM) dalam Konteks Membangun Transparansi dan Akuntabilitas Publik”,
laporan penelitian yang tidak diterbitkan.

9