EFEKTIVITAS BIMBINGAN PRANIKAH UNTUK MENGEMBANGKAN SIKAP POSITIF REMAJA TERHADAP PERNIKAHAN : Studi Pra-Eksperimen pada Siswa Kelas XI di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.
EFEKTIVITAS BIMBINGAN PRANIKAH
UNTUK MENGEMBANGKAN SIKAP POSITIF REMAJA
TERHADAP PERNIKAHAN
(Studi Pra-Eksperimen pada Siswa Kelas XI di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Oleh
PITRI NURSEPTARI AGUSTIN 0901683
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
(2)
Hak Cipta
Efektivitas Bimbingan Pranikah
untuk Mengembangkan Sikap
Positif Remaja terhadap
Pernikahan
(Studi
Pra-Eksperimen
pada
Siswa Kelas XI di
SMA PGRI 1 Bandung Tahun
Ajaran
2013/2014)
Oleh
Pitri Nurseptari Agustin
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Pitri Nurseptari Agustin 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
PITRI NURSEPTARI AGUSTIN 0901683
EFEKTIVITAS BIMBINGAN PRANIKAH UNTUK MENGEMBANGKAN SIKAP POSITIF REMAJA TERHADAP PERNIKAHAN
(Studi Pra-Eksperimen pada Siswa kelas XI di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf, LN., M.Pd. NIP. 19520620 1980021002
Pembimbing II
Dr. Hj. Euis Farida, M.Pd. NIP. 19590110 1984032001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Dr. Nandang Rusmana, M.Pd. NIP. 19600501 1986031004
(4)
ABSTRAK
Pitri Nurseptari Agustin. (2013). Efektivitas Bimbingan Pranikah untuk Mengembangkan Sikap Positif Remaja terhadap Pernikahan (Studi Pra-Eksperimen pada Siswa Kelas XI di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014).
Penelitian bertujuan menguji efektivitas bimbingan pranikah untuk mengembangkan sikap positif remaja terhadap pernikahan yang dilakukan kepada siswa kelas XI di SMA PGRI 1 Bandung. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan desain pre-test dan post-test design. Instrumen yang digunakan disusun berdasarkan pengembangan dan perumusan hasil kajian teori mengenai sikap terhadap pernikahan dan indikator remaja yang telah memiliki sikap positif terhadap pernikahan. Analisis perhitungan data menggunakan statistika deskriptif untuk melihat peningkatan rata-rata skor sikap positif siswa terhadap pernikahan setelah mendapatkan intervensi. Hasil penelitian menunjukkan bimbingan pranikah efektif untuk mengembangkan sikap positif remaja terhadap pernikahan. Konselor dapat melakukan bimbingan pranikah untuk membantu siswa dalam mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan. Kata kunci: bimbingan pranikah, sikap positif remaja terhadap pernikahan.
(5)
ABSTRACT
Pitri Nurseptari Agustin. (2013). The Effectiveness of Premarital Guidance to Develop Adolescent Positive Attitudes towards Marriage (Pre-Experiment Study of XI Grade in SMA PGRI 1 Bandung Year 2013/2014).
This research aims to examine the effectiveness of premarital guidance to develop adolescent positive attitudes towards marriage of XI grade in SMA PGRI 1 Bandung. Quantitative research pre-test and post-test design was employed in this research. The instrument was compiled based on the theory of attitudes and the indicator of the adolescent positive attitudes towards marriage. The data was analyzed using descriptive statistic for knowing the enhancement of students positive attitudes towards marriage average score after getting intervention. The result showed that premarital guidance is effective to develop positive attitudes towards marriage of adolescent. The counselor could hold premarital guidance for helping students in developing positive attitudes towards marriage.
(6)
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ……….. i
ABSTRAK ……… ii
KATA PENGANTAR ……….. iv
UCAPAN TERIMAKASIH ………. vi
DAFTAR ISI ………... viii
DAFTAR TABEL ……….. x
DAFTAR GAMBAR ………...… xii
DAFTAR GRAFIK ………. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………...…... xiv
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang Penelitian ………..… 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ………. 7
C. Tujuan Penelitian ………... 8
D. Manfaat Penelitian ………. 8
E. Struktur Organisasi Skripsi ……… 9
BAB II KONSEP BIMBINGAN PRANIKAH UNTUK MENGEMBANGKAN SIKAP POSITIF REMAJA TERHADAP PERNIKAHAN ……… 10
A. Karakteristik Remaja ……… 10
B. Konsep Pria dan Wanita ………... 16
C. Konsep Pernikahan ………... 19
D. Bimbingan Pranikah dalam Paradigma Bimbingan dan Konseling Komprehensif ………...… 25
E. Remaja dan Persiapan Pernikahan ………... 34
F. Konsep Sikap ………... 36
G. Sikap Positif terhadap Pernikahan ………... 49
H. Penelitian Terdahulu ……… 51
I. Kerangka Pemikiran ………. 51
(7)
ix
BAB III METODE PENELITIAN ………... 53
A. Pendekatan dan Metode Penelitian ……….. 53
B. Subjek Penelitian ……….. 57
C. Definisi Operasional Variabel ……….. 58
D. Pengembangan Instrumen Penelitian ………... 60
E. Teknik Pengumpulan Data ………... 69
F. Analisis Data ……… 70
G. Prosedur Penelitian ………... 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 91
A. Hasil Penelitian ……… 91
B. Pembahasan ……… 127
C. Keterbatasan Penelitian ……….. 143
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………. 145
A. Kesimpulan ……… 145
B. Rekomendasi ……….. 146
DAFTAR PUSTAKA ……… 148 LAMPIRAN-LAMPIRAN ……… 152
(8)
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Ciri-ciri Seks Sekunder pada Remaja………..………….. 12 Tabel 2.2. Komparasi Perilaku Pacaran Versus Ta’aruf………..……...……… 24 Tabel 3.1. Desain Penelitian Pra-Eksperimen………..………... 55 Tabel 3.2. Populasi dan Sampel Penelitian …………..……….. 57 Tabel 3.3. Gambaran Sikap Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Bandung terhadap
Pernikahan (Pre-Test) ……….……….. 58 Tabel 3.4. Kisi-kisi Instrumen Skala Sikap Remaja terhadap Pernikahan
(Sebelum Uji Kelayakan Instrumen) ………..…………... 61 Tabel 3.5. Kriteria Skoring Skala Sikap Remaja terhadap Pernikahan …….… 62 Tabel 3.6. Kisi-kisi Intrumen Skala Sikap Remaja terhadap Pernikahan
(Setelah Judgment dengan 4 Pakar) ……….. 63 Tabel 3.7. Hasil Judgment Instrumen ………..……….. 65 Tabel 3.8. Hasil Uji Validitas Instrumen ……...……...………. 67 Tabel 3.9. Kisi-kisi Instrumen Skala Sikap Remaja terhadap Pernikahan
(Bentuk Akhir) ………. 68 Tabel 3.10. Rumusan Kategorisasi Sikap Positif Remaja terhadap Pernikahan .. 70 Tabel 3.11. Interpretasi Skor Kategori Sikap Remaja terhadap Pernikahan ….... 71 Tabel 3.12. Deskripsi Kebutuhan Berdasarkan Hasil Penelitian …………...….. 74 Tabel 3.13. Rancangan Program Bimbingan Pranikah untuk Mengembangkan
Sikap Positif Remaja terhadap Pernikahan ………... 81 Tabel 4.1. Profil Sikap Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Bandung terhadap
Pernikahan Secara Umum ………. 91
Tabel 4.2. Gambaran Aspek Sikap Siswa kelas XI SMA PGRI 1 Bandung terhadap Pernikahan Secara Umum ……….. 98 Tabel 4.3. Profil Sikap Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Bandung terhadap
Pernikahan Per Kelas Secara Umum ……….… 99 Tabel 4.4. Profil Sikap Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Bandung Per Kelas
Secara Umum dan Kategorisasinya ………. 100 Tabel 4.5. Gambaran Aspek Sikap Siswa Kelas XI IPS 2 SMA PGRI 1
(9)
xi
Bandung terhadap Pernikahan ………. 105 Tabel 4.6. Perbandingan Skor Sebelum dan Sesudah Intervensi ………. 124 Tabel 4.7. Paired-Samples Statistics (SPSS 20.0) ………125 Tabel 4.8. Perbandingan Skor Sikap Positif Siswa Kelas XI IPS 2
(10)
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Teori Tindakan Beralasan dan
Teori Tingkah Laku Terencana……….... 46 Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian……… 52
Gambar 3.1. Komponen dan Proses Penelitian Kuantitatif………... 54 Gambar 3.2. Alur Penelitian……….. 56
(11)
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1. Profil Sikap Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Bandung
Terhadap Pernikahan Secara Umum ………. 92 Grafik 4.2. Gambaran Aspek Sikap Siswa Kela XI SMA PGRI 1 Bandung
Secara Umum ……… 95
Grafik 4.3. Gambaran Aspek Kognitif pada Siswa Kelas XI
SMA PGRI 1 Bandung ………..……… 95
Grafik 4.4. Gambaran Aspek Afektif pada Siswa Kelas XI
SMA PGRI 1 Bandung ………...………... 97 Grafik 4.5. Gambaran Aspek Konatif pada Siswa Kelas XI
SMA PGRI 1 Bandung ………..… 97
Grafik 4.6. Gambaran Aspek Sikap Siswa Kelas XI SMA PGRI
1 Bandung terhadap Pernikahan Secara Umum ……... 98
Grafik 4.7. Profil Sikap Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Bandung ……… 99 Grafik 4.8. Profil Sikap Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Bandung
Per Kelas Secara Umum dan Kategorisasinya ……… 101 Grafik 4.9. Gambaran Aspek Sikap Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Bandung
terhadap Pernikahan Secara Umum ……… 102
Grafik 4.10. Gambaran Aspek Kognitif pada Siswa Kelas XI IPS 2
SMA PGRI 1 Bandung ………. 103
Grafik 4.11. Gambaran Aspek Afektif pada Siswa Kelas XI IPS 2
SMA PGRI 1 Bandung ………. 104 Grafik 4.12. Gambaran Aspek Konatif pada Siswa Kelas XI IPS 2
SMA PGRI 1 Bandung ………. 105
Grafik 4.13. Gambaran Aspek Sikap Siswa Kelas XI IPS 2
SMA PGRI 1 Bandung terhadap Pernikahan Secara Umum …… 106
Grafik 4.14. Perbandingan Skor Rata-rata Siswa Kelas XI IPS 2
SMA PGRI 1 Bandung Sebelum dan Setelah Intervensi ……….. 135
Grafik 4.15. Perbandingan Persentase Skor Pre-Test dan Post-Test
(12)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Lampiran 2 Instrumen setelah Uji Validitas
Lampiran 3 Data Hasil Pre-Test pada Sampel Penelitian Lampiran 4 Program Intervensi setelah Uji Validitas
Lampiran 5 Materi Bimbingan Pranikah (Media Power Point) Lampiran 6 Data Hasil Post-Test pada Sasaran Intervensi Lampiran 7 SK Pengangkatan Pembimbing Skripsi Lampiran 8 Surat Izin Penelitian
Lampiran 9 Surat telah Melakukan Penelitian di SMA PGRI 1 Bandung Lampiran 10 Dokumentasi Kegiatan
(13)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Di zaman ini, tren sosial menunjukkan sikap ambivalen terhadap pernikahan. Secara khusus, ada penerimaan yang lebih besar dari perceraian dan pengaturan hidup non-tradisional seperti hidup bersama (kumpul kebo/kohabitasi), serta penerimaan dan prevalensi seks pranikah daripada di masa lalu (Martin, et al., 2001). Martin, et al. pun menambahkan, seringkali kohabitasi dipandang sebagai cara yang nyaman untuk mendapatkan keuntungan dari hubungan intim tanpa pernikahan yang memerlukan komitmen jangka panjang. Telah ada penelitian mengenai efektivitas ikatan tanpa pernikahan sebagai prediktor keberhasilan perkawinan di masa depan. Pasangan yang memilih hidup bersama sebelum menikah adalah 50% lebih mungkin untuk bercerai dibandingkan pasangan yang tidak memilih hidup bersama dalam ikatan pernikahan (Edmondson, 1997; Horwitz & White, 1998; Institute for Amerika, 1996; Lye & Waldron, 1997; Martin, et al., 2001).
Jajak pendapat yang dilakukan di Bandung menunjukkan 20% dari 1.000 remaja yang masuk dalam jajak pendapat pernah melakukan seks bebas. Sebagai catatan, jumlah remaja yang telah melakukan seks bebas sekitar 38.000-53.000 orang. Kemudian, dari 200 remaja putri yang telah melakukan seks bebas, setengahnya kedapatan hamil dan 90% diantaranya telah melakukan aborsi (Nurihsan & Agustin, 2011: 80). Lebih lanjut, Sarwono (2011: 175) menyatakan dalam sebuah laporan di majalah Gatra dijelaskan tingkat kasus aborsi di Indonesia merupakan tertinggi di Asia Tenggara, yakni mencapai 2 juta kasus dari jumlah kasus di Negara-negara Asean yang mencapai 4,2 juta kasus per tahun. Russo dan Henry (Sarwono, 2011) mengungkapkan aborsi terus memainkan peran utama dalam pencegahan kelahiran yang tidak diinginkan di seluruh dunia.
Berdasarkan data yang disampaikan BKKBN (Hasan, 2012) sebanyak 47% remaja kota Bandung telah terbiasa melakukan hubungan seksual pranikah. Di Harian Umum Pikiran Rakyat tanggal 11 Desember 2008 halaman 3 (Nurihsan
(14)
2
& Agustin, 2011: 80) diberitakan sekitar 62,7% remaja yang tercatat sebagai pelajar SMP dan SMA di Indonesia sudah tidak perawan lagi. Data tersebut merupakan hasil survey yang dilakukan Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2008 di 33 provinsi di Indonesia. Merujuk pada sumber yang sama, setahun kemudian Harian Umum Pikiran Rakyat tanggal 7 Desember 2009 halaman 18 memberitahukan sebanyak 47% remaja di kota Bandung mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah.
Studi yang dilakukan oleh Miller, Christopherson, dan King pada tahun 1993 (Rice, 1993; Iqbal, 2007) mengatakan, ketika ditanyakan alasan responden (remaja) melakukan seks pranikah, 51% remaja lelaki mengatakan alasan mereka adalah perasaan ingin tahu, sementara itu 25% mengatakan alasan mereka adalah adanya perasaan sayang pada pasangan mereka.
Budiyanto (2012) memaparkan penanggulangan perilaku seks pranikah pada remaja memang telah menjadi tanggung jawab bersama. Bahkan, DPR mendesak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk segera meningkatkan sosialisasi Program Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja (PKBR). Hal ini dilakukan sebagai antisipasi meningkatnya prilaku seks bebas pada remaja yang saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.
Farida (2010: 145) menjelaskan perubahan fisik pada remaja, terutama organ-organ seksual memengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan yang baru serta tidak pernah dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis.
Masa remaja memang merupakan suatu periode yang juga diiringi dengan perubahan dalam hubungan sosial, yang ditandai dengan berkembangnya minat terhadap lawan jenis, atau pengalaman pertama dalam bercinta. Kegagalan dalam hubungan sosial atau bercinta, bisa jadi akan menjadi penghambat bagi perkembangan berikutnya, baik dalam persahabatan, bahkan pernikahan atau berkeluarga. Ellen Berschheid dan Elaine Walster (Yusuf, 2008: 187) berpendapat
(15)
3
hubungan di antara dua remaja yang berbeda jenis kelamin akan mendorong remaja ke arah percintaan.
Peningkatan keengganan untuk menikah adalah akibat langsung dari meningkatnya kebebasan individu untuk memulai dan mengakhiri hubungan intim. Akibatnya, banyak anak muda tidak lagi mendukung pandangan pernikahan adalah satu-satunya pilihan untuk keintiman (Leifbroer dan De Jong Gierveld, 1993; Martin, et al., 2001).
Menunda persiapan pernikahan, juga akan berimplikasi pada penundaan pernikahan, dan menunda-nunda pernikahan dapat mengakibatkan keengganan atau lemahnya semangat para pemuda untuk menikah sehingga fenomena hidup melajang semakin marak. Surat kabar Al-Hayah (Kurniawan, 2012: 71) mempublikasikan sebuah hasil penelitian dari pusat studi sebuah universitas di Amerika yang menerangkan persentase pernikahan di Amerika Serikat telah mengalami penurunan drastis sampai di bawah angka perbandingan terendah di akhir abad ini. Penurunan ini disebabkan oleh penangguhan usia pernikahan orang-orang Amerika hingga usia yang lebih dewasa. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan dan menyimpang dari fitrah manusia yang telah digariskan oleh Yang Maha Pencipta untuk dapat menyalurkan rasa cinta sebagai potensi naluriahnya dalam koridor yang benar, yaitu pernikahan.
Pilihan untuk melakukan kohabitasi dibandingkan pernikahan biasanya tidak berjangka panjang. Edmondson pada tahun 1997 (Martin, et al., 2001) melaporkan, rata-rata hubungan tersebut berlangsung sekitar satu tahun. Meskipun statistik ini sejumlah besar sampelnya merupakan pasangan muda yang memilih hidup bersama sebelum menikah atau sebagai alternatif untuk dapat menikah. Masih dalam jurnal yang sama, terungkap data yang diperoleh berdasarkan sebuah studi oleh Westera dan Bennett pada tahun 1994 (Martin, et al., 2001), 88% laki-laki SMA dan 84% dari perempuan sekolah tinggi menyatakan sikap mendukung perilaku seksual pranikah. Smith pada tahun 1997 (Martin, et al., 2001) melaporkan jumlah remaja yang berhubungan seks pranikah telah meningkat 63% dalam 20 tahun terakhir, dengan peningkatan terbesar terjadi di kalangan kulit putih, kelas menengah perempuan.
(16)
4
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Ropi Nanda Utama dan Euis Farida pada tahun 2010. Hasil penelitian Utama (2010), memperoleh gambaran pemahaman kehidupan pernikahan pada siswa SMAN 1 Manonjaya berada pada kriteria rendah. Remaja dihadapkan pada permasalahan psikis dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang mengakibatkan konflik internal antara tuntutan biologis, yang seiring dengan pertumbuhan organ seksualnya menuju kematangan dengan tuntutan akademik yang masih dijalani (Utama, 2010: 6). Begitupula pada penelitian Euis Farida tahun 2010 terkait dengan “Model Bimbingan Kelompok untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan”, diperoleh kesimpulan siswa SMAN Kota Bandung memiliki kesiapan untuk menikah dan berkeluarga berada pada kriteria rendah dan sedang. Mereka merasa enggan membicarakan masalah menikah dan berkeluarga, karena belum memikirkan masalah tersebut yang dinilai masih jauh untuk dilakukan.
"Kegagalan untuk mempersiapkan adalah seperti mempersiapkan kegagalan" (Olson dan DeFrain 477; Freudenburg, 2009). Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempersiapkan remaja memasuki pernikahan dan kehidupan keluarga, serta untuk membantu mereka memperoleh pemahaman tentang bagaimana tindakan mereka secara langsung akan memengaruhi masa depan mereka. Freudenburg (2009) mengatakan “pernikahan harus dipersiapkan untuk
seumur hidup”. Remaja memiliki resiko yang paling besar di masyarakat, namun sekolah mereka hanya dapat menyentuh aspek-aspek pernikahan dan kehidupan keluarga di kelas pendidikan seks (Kirby, 1996; Martin, et al., 2001).
Holman dan Li (Martin, et al., 2001) telah menyimpulkan kesiapan untuk menikah merupakan faktor penting dalam kebahagiaan pernikahan di masa yang akan datang. Freudenburg (2009) menambahkan konseling pranikah adalah langkah yang diperlukan untuk mendorong konsep positif mengenai pernikahan. Satu studi yang dilakukan oleh Jason S. Carroll dan William J. Doherty (Freudenburg, 2009) telah terbukti konseling pranikah menunjukkan korelasi positif terhadap keberhasilan pernikahan itu sendiri. Kedua laki-laki dari University of Minnesota dan Brigham Young University melakukan 13 penelitian
(17)
5
eksperimen untuk menguji relevansi konseling (Carroll dan Doherty; Freudenburg, 2009). Dari ketiga belas studi eksperimen, hanya satu studi yang menyatakan kegagalannya. Secara keseluruhan, mereka menemukan konseling pranikah umumnya efektif dalam membantu proses komunikasi, keterampilan penyelesaian masalah, dan stabilitas hubungan keseluruhan. Salah satu topik yang dibahas dalam konseling pranikah adalah menunjukkan pernikahan lebih dari sekedar “aku mencintaimu, kau mencintaiku, mari kita menikah".
Dengan tingginya prevalensi gangguan serta kegagalan pernikahan, sangat penting bagi orang-orang muda untuk memahami faktor-faktor yang berperan dalam keputusan untuk memasuki pernikahan (Sokolski & Hendrick, 1999; Martin, et al., 2001). Profesional yang bekerja dalam social service seperti konselor dan psikolog perlu menyadari pentingnya membantu kaum muda memahami realitas pernikahan dan kehidupan keluarga (Heitler, 1997; Schumm et al., 1998; Silliman & Schumm, 2000). Sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal “Marriage Preparation Program: A Literature Review” menjelaskan peserta menunjukkan kepuasan yang tinggi dengan lokakarya seputar persiapan pernikahan yang dilakukan oleh British Columbia Council on The Family. Hal inilah yang paling mengindikasikan mereka akan merekomendasikan lokakarya ini kepada teman-teman dan/atau mencari pengayaan lebih lanjut sendiri (Russell & Lyster, 1992; Silliman & Schumm, 2000).
Mack (2007) menjelaskan dorongan untuk persiapan pernikahan pada siswa SMA sangat menggembirakan. Tetapi, akan lebih efektif jika para konselor dapat melihat bimbingan pernikahan dalam aspek yang paling luas, sebagai pengantar sejarah, kekayaan budaya, manfaat sosial, dan makna sipil pernikahan sebagai sebuah institusi. Sayangnya, apa yang diterima sebagai persiapan pernikahan di ribuan sekolah dan tempat ibadah di seluruh negeri yang saat ini ditawarkan kepada remaja bukanlah persiapan pernikahan. Hawari (2006: 137) mengatakan untuk menjadi dokter, sarjana hukum, sarjana ekonomi dan profesi lainnya tersedia sekolah atau perguruan tingginya, lain halnya dengan pernikahan. Tidak ada sekolah yang mengkhususkan untuk mendidik manusia menjadi istri, suami, ayah, dan ibu yang baik. Persiapan pada aspek karir dan akademik siswa
(18)
6
tidak selalu berbanding lurus dengan persiapan kehidupan pernikahan dan berkeluarga.
Untuk itu, bimbingan dan konseling sebagai bentuk upaya bantuan yang dilakukan oleh tenaga profesional terhadap konseli (siswa) memiliki tanggungjawab untuk dapat membantu siswa mempersiapkan kehidupan pernikahan dan berkeluarga dengan baik. Bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, bukan kegiatan yang seketika atau kebetulan. Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan terencana yang terarah kepada pencapaian tujuan (Yusuf & Nurihsan, 2008: 6). Tujuan bimbingan adalah perkembangan yang optimal, yaitu perkembangan yang sesuai dengan potensi dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar. Dalam hal ini, bimbingan pranikah merupakan upaya bantuan yang dilakukan oleh tenaga profesional kepada konseli agar konseli dapat memiliki sikap positif terhadap pernikahan serta dapat mempersiapkan kehidupan pernikahan dengan optimal.
Dalam bimbingan dan konseling komprehensif terdapat empat komponen program, yaitu kurikulum bimbingan, layanan responsif, perencanaan individual, dan dukungan sistem. Pada komponen kurikulum bimbingan dibagi menjadi layanan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok. Penelitian yang dilakukan oleh Farida (2010) hanya difokuskan pada salah satu layanan dasar saja. Lebih lanjut, Farida merekomendasikan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan model bimbingan dan konseling berdasarkan pendekatan perkembangan yang lainnya seperti home room program, atau bahkan model bimbingan dan konseling perkembangan yang meliputi layanan dasar, layanan responsif, dan layanan perencanaan individual, serta dukungan sistem untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga.
Standar kompetensi kemandirian peserta didik untuk siswa Sekolah Menengah Atas berdasarkan rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal (Depdiknas, 2007: 258) pada aspek perkembangan kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga adalah sebagai berikut: (a) Pengenalan: mengenal norma-norma pernikahan dan berkeluarga, (b) Akomodasi: menghargai norma-norma pernikahan dan berkeluarga sebagai
(19)
7
landasan bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis, dan (c) Tindakan: mengekspresikan keinginannya untuk memperlajari lebih intensif tentang norma pernikahan dan berkeluarga.
Untuk itu, dalam penelitian ini akan dikembangkan layanan bimbingan klasikal (bimbingan pranikah) yang efektif untuk membantu siswa dalam mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan dengan judul “Efektivitas Bimbingan Pranikah untuk Mengembangkan Sikap Positif Remaja terhadap Pernikahan (Studi Pra-Eksperimen pada Siswa Kelas XI di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014”).
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Melakukan persiapan untuk memasuki kehidupan pernikahan merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada masa remaja. Akan tetapi, sikap remaja terhadap pernikahan beraneka ragam. Yusuf (2008) menjelaskan sebagian remaja bersifat antagonistik (menentang) dan merasa takut; dan sebagai lainnya menerimanya dengan sikap positif.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka masalah utama yang diteliti adalah “Apakah Bimbingan Pranikah Efektif untuk Mengembangkan Sikap Positif
Remaja terhadap Pernikahan?”
Pertanyaan penelitian tersebut dirinci menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini:
1. Bagaimana tingkat pencapaian sikap positif remaja (siswa SMA) terhadap pernikahan?
2. Bagaimana pelaksanaan bimbingan pranikah untuk mengembangkan sikap positif remaja (siswa SMA) terhadap pernikahan?
3. Apakah bimbingan pranikah efektif untuk mengembangkan sikap positif remaja (siswa SMA) terhadap pernikahan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun bimbingan pranikah yang efektif dalam membantu siswa menyelesaikan salah satu tugas perkembangannya
(20)
8
pada aspek kesiapan memasuki kehidupan pernikahan dan berkeluarga. Bimbingan pranikah ini diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam pengembangan teori maupun praktik bimbingan dan konseling.
1. Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah keilmuan bimbingan dan konseling, yang secara khusus adalah dalam bidang layanan bimbingan pranikah untuk membantu siswa dalam mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan.
2. Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi lembaga pendidik konselor, konselor sekolah (guru BK), serta para siswa SMA.
a. Lembaga Pendidik Konselor
Lembaga pendidik konselor dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk mengembangkan kompetensi calon konselor dalam hal bimbingan dan konseling pranikah agar dapat membantu siswa mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan.
b. Konselor Sekolah (Guru BK)
Demikian halnya dengan konselor sekolah (guru BK) di SMA, dapat menggunakan produk dari penelitian ini untuk melayani bimbingan pranikah sesuai dengan tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan dengan optimal oleh remaja. Sehingga siswa tidak akan mengalami hambatan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan selanjutnya.
c. Siswa SMA
Sementara itu, bagi siswa SMA diharapkan dapat lebih mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan serta dapat lebih
(21)
9
mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga dengan lebih baik dan optimal.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Pada bab 1 dibahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. Pada bab 2 dibahas mengenai kajian pustaka, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Pada bab 3 dibahas mengenai metode penelitian. Pada bab 4 dibahas mengenai hasil penelitian, pembahasan, dan keterbatasan penelitian. Pada bab 5 dibahas mengenai kesimpulan dan rekomendasi.
(22)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, yakni suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencataan data hasil penelitian secara nyata dalam bentuk angka-angka. Pendekatan kuantitatif tidak hanya memberikan sebuah cara menghitung angka-angka dalam riset konseling, tetapi lebih dari itu untuk memberikan beberapa batasan dan isu-isu yang muncul dari kuantitas pengalaman manusia (McLeod, 2003).
Penelitian kuantitatif menekankan pada fenomena-fenomena objektif dan dikaji secara kuantitatif. Maksimalisasi objektivitas desain penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan terkontrol (Sukmadinata, 2009: 53). Hal ini diperkuat oleh pendapat Sugiyono (2011: 14) yang menyatakan penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, adapun sampel dipilih dengan menggunakan salah satu teknik non random sampling, yaitu purposive sampling, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Penelitian kuantitatif dipilih karena digunakan untuk menguji hipotesis yang telah disusun mengenai efektivitas bimbingan pranikah untuk mengembangkan sikap positif remaja terhadap pernikahan. Hipotesis tersebut dirumuskan berdasarkan konsep atau teori yang relevan dengan kajian penelitian. Hipotesis tersebut akan diuji melalui pengumpulan data lapangan yang bersifat kuantitatif/statistik, sehingga dapat disimpulkan hipotesis yang telah dirumuskan teruji atau tidak.
Penelitian kuantitatif dipandang sesuai dalam penelitian ini karena dalam penelitian kuantitatif hubungan variabel terhadap obyek yang diteliti lebih bersifat sebab dan akibat (kausal), sehingga dalam penelitiannya ada variabel independen
(23)
54
dan dependen (Sugiyono, 2011: 19). Begitupun dalam penelitian ini, akan diuji efektivitas/pengaruh bimbingan pranikah untuk membantu siswa dalam mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan. Bimbingan pranikah sebagai variabel independen (sebab), dan sikap positif terhadap pernikahan sebagai variabel dependen (akibat). Selain itu, pada umumnya penelitian kuantitatif lebih menekankan pada keluasan informasi bukan pada kedalaman makna, sehingga sangat cocok digunakan untuk populasi yang luas dengan variabel yang terbatas dan dapat dilakukan generalisasi (kesimpulan terhadap sampel diberlakukan kepada populasi di tempat sampel tersebut diambil).
Langkah-langkah penelitian kuantitatif yang ditempuh dalam penelitian ini diadaptasi dari komponen dan proses penelitian kuantitatif menurut Sugiyono (2011: 49) seperti yang dijelaskan dalam bagan berikut.
Gambar 3.1
Komponen dan Proses Penelitian Kuantitatif (Sugiyono, 2011: 49)
Pengujian Instrumen Pengembangan Instrumen Rumusan Masalah Landasan Teori Perumusan Hipotesis Pengumpulan Data Analisis Data Kesimpulan dan Saran Populasi dan Sampel Pengujian Instrumen Pengembangan Instrumen Landasan Teori Perumusan Hipotesis Pengumpulan Data Analisis Data Populasi dan Sampel
(24)
55
Berdasarkan gambar tersebut, dapat disimpulkan setiap penelitian akan selalu berangkat dari masalah. Dalam penelitian kuantitatif, permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian harus sudah jelas. Kemudian, setelah masalah diidentifikasikan serta dibatasi, maka selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam rumusan masalah yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan memandu peneliti dalam melaksanakan penelitiannya, yaitu untuk menjawab setiap pertanyaan yang telah dirumuskan. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan dengan bahasan penelitiannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, yakni teori mengenai bimbingan dan konseling, psikologi sosial (konsep sikap), bimbingan pranikah, serta konsep remaja. Jawaban yang diperoleh berdasarkan kajian teori tadi akan melahirkan hipotesis yang kemudian akan diuji atau dibuktikan kebenarannya secara empiris berdasarkan hasil penelitian di lapangan.
2. Metode dan Desain Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimen, dengan menggunakan desain One Group Pre-Test - Post-Test Design. Dalam penelitian ini sampel akan diberikan instrumen yang merupakan bagian dari pre-test untuk mengungkap sikap siswa terhadap pernikahan sebelum diberikan perlakuan (treatment). Kemudian, sampel akan diberikan perlakuan, yaitu bimbingan pranikah. Setelah perlakuan selesai, sampel akan diberikan instrumen kembali yang merupakan bagian dari post-test. Hasil pre-test dan post-test pada sampel yang sama akan dibandingkan, untuk mengungkap efektivitas bimbingan pranikah dalam mengembangkan sikap positif siswa terhadap pernikahan. Desain penelitiannya sebagai berikut (Noor, 2011).
Tabel 3.1
Desain Penelitian Pra-Eksperimen
Pre-Test Variabel Bebas Post-Test
(25)
56
Keterangan:
Pada desain ini tidak ada grup kontrol
X = bimbingan pranikah (treatment/perlakuan, variabel bebas)
O1 = sikap siswa terhadap pernikahan sebelum diberi perlakuan (pengamatan atau pengukuran/variabel terikat).
O2 = sikap siswa terhadap pernikahan setelah diberi perlakuan. Pengaruh perlakuan (O1 - O2)
Maka, secara lebih terinci alur penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode pra-eksperimen yang lebih dispesifikkan lagi dengan menggunakan desain One Group Pre-Test - Post-Test Design. Berikut ini merupakan alur penelitian yang tertera dalam bagan.
Gambar 3.2. Alur Penelitian
Rumusan Masalah
Kesimpulan dan Saran Pengujian Instrumen
Pengembangan Instrumen
Landasan Teori
Perumusan Hipotesis
Pengumpulan Data
Analisis Data Populasi dan
Sampel
Hasil Ungkap Awal/Pre-Test
Analisis
Rancangan Tratment
Treatment 1 Treatment 2 Treatment 3
Post-Test Treatment 4
(26)
57
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa SMA PGRI 1 Bandung kelas XI Tahun Ajaran 2013/2014 yang secara administratif terdaftar sebanyak 143 orang. Sampel dipilih dengan menggunakan salah satu teknik non random sampling, yaitu purposive sampling. Teknik ini berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang diperkirakan mempunyai sangkut paur erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada dalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Narbuko & Achmadi, 2009: 116). Dengan menggunakan teknik sampel bertujuan ini, peneliti dapat menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi (Arikunto, 2008: 139).
1. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.
2. Subjek yang diambil sebagian sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi. 3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam
studi pendahuluan.
Adapun rincian populasi dan sampel penelitian, dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut :
Tabel 3.2
Populasi dan Sampel Penelitian
No Kelas Jumlah Siswa Sampel
1 XI IPA 1 35 0
2 XI IPS 1 35 0
3 XI IPS 2 37 34
4 XI IPS 3 36 0
Jumlah 143 34
Sampel dari penelitian ini adalah siswa yang berada di kelas XI SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 yang secara umum skor tingkat sikap terhadap pernikahan berada pada kategori paling rendah dibandingkan dengan
(27)
58
kelas yang lainnya berdasarkan hasil analisis pre-test instrumen sikap terhadap pernikahan yang disebarkan.
Tabel 3.3
Gambaran Sikap Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Bandung terhadap Pernikahan (Pre-Test)
Kelas Skor Rata-rata Persentase
XI IPA 1 5879 167,97 76,35%
XI IPS 1 5749 164,26 74,66%
XI IPS 2 5283 155,38 70,63%
XI IPS 3 5849 167,11 75,96%
Jumlah 22760
Berdasarkan tabel 3.3, peneliti mengambil kelas XI IPS 2 untuk dijadikan sampel dalam penelitian, karena sesuai dengan karakteristik yang ditentukan sebelumnya, dan berada pada kategori paling rendah diantara kelas lainnya, dengan skor sebesar 5283, yaitu 70,63%. Sehingga, dapat disimpulkan pencapaian sikap positif siswa kelas XI IPS 2 SMA PGRI 1 Bandung masih berada pada kategori rendah jika dibandingkan dengan kelas yang lainnya.
C. Definisi Operasional Variabel 1. Bimbingan Pranikah
Bimbingan pranikah yang dimaksud dalam penelitian adalah upaya bantuan yang dilakukan oleh tenaga ahli/profesional kepada siswa untuk membantu mempersiapkan kehidupan pernikahan dan berkeluarga dengan membentuk sikap positif terhadap pernikahan.
2. Sikap Positif Remaja terhadap Pernikahan
Sikap positif terhadap pernikahan yang dimaksud dalam penelitian adalah penilaian siswa terhadap pernikahan baik yang mencakup komponen kognitif, afektif, dan konatif secara positif.
(28)
59
D. Pengembangan Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian disusun berdasarkan kebutuhan penelitian yang dapat membantu peneliti dalam mengungkap informasi siswa mengenai sikap terhadap pernikahan. Instrumen digunakan untuk mengungkap sikap siswa terhadap pernikahan sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) mendapatkan intervensi yaitu bimbingan pranikah.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala sikap yaitu Skala Likert dengan menggunakan skala deskriptif (Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju) yang disusun berdasarkan indikator sikap positif terhadap pernikahan pada remaja menurut Yusuf (2009: 154), yaitu:
1. Mau mempelajari hal ihwal pernikahan.
2. Meyakini nikah merupakan satu-satunya jalan yang mengesahkan hubungan seksual antara pria dan wanita.
3. Meyakini nikah merupakan ajaran agama yang sakral (suci) dan tidak boleh dilanggar.
4. Mau mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan.
Berdasarkan indikator-indikator tersebut kemudian dirumuskan ke dalam bentuk kisi-kisi dan selanjutnya dijadikan butir-butir pernyataan negatif atau positif dengan pilihan jawaban ―Sangat Setuju‖ (SS), ―Setuju‖ (S), ―Ragu-ragu‖ (R), ―Tidak Setuju‖ (TS), dan ―Sangat Tidak Setuju‖ (STS).
1. Pedoman Kisi-kisi Skala Sikap
Kisi-kisi skala sikap terhadap pernikahan pada remaja disajikan dalam tabel 3.2 berikut ini.
(29)
60
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Skala Sikap Remaja terhadap Pernikahan (Sebelum Uji Kelayakan Instrumen)
Variabel Aspek Indikator Item/Pernyataan ∑
(+) (-) Sikap Positif terhadap Pernikahan Kognitif
Mau mempelajari hal ihwal pernikahan. 8, 14, 17, 21, 29, 44, 47, 59 26, 27, 28, 30, 45, 46, 60 15 Afektif
a. Meyakini pernikahan merupakan satu-satunya jalan yang mengesahkan
hubungan seksual antara pria dan wanita.
3, 12, 18, 32, 48, 49, 51, 52 9, 10, 31, 33, 34, 35, 50 15
b. Meyakini pernikahan merupakan ajaran agama yang sakral (suci) dan tidak boleh dilanggar. 1, 2, 16, 23, 37, 39, 40, 56 36, 38, 53, 54, 55, 57, 58 15 Konatif
Mau mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan. 4, 7, 11, 13, 15, 19, 20, 24 5, 6, 22, 25, 41, 42, 43 15
Jumlah 60
2. Pedoman Skoring
Indikator-indikator yang dirumuskan ke dalam kisi-kisi, selanjutnya diturunkan ke dalam butir-butir pernyataan. Butir-butir pernyataan skala sikap terhadap pernikahan pada remaja dibuat dengan alternatif jawaban ―Sangat Setuju‖ (SS), ―Setuju‖ (S), ―Ragu-ragu‖ (R), ―Tidak Setuju‖ (TS), dan ―Sangat Tidak Setuju‖ (STS). Adapun untuk kriteria skoring dibagi ke dalam dua kategori, yaitu untuk pernyataan positif dan pernyataan negatif. Berikut ini merupakan kriteria skoring skala sikap terhadap pernikahan pada remaja:
Tabel 3.5
Kriteria Skoring Skala Sikap Remaja terhadap Pernikahan Skoring
Bentuk Item SS S R TS STS
Positif (+) 5 4 3 2 1
(30)
61
Keterangan:
SS : Sangat Setuju S : Setuju
R : Ragu-ragu TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
3. Penimbangan Instrumen
Setelah skala sikap ini disusun, maka dilakukan proses revisi serta penimbangan (judgment) dalam pengembangan instrumen ini. Hal ini dilakukan untuk melihat kesesuaian dengan landasan teoritis, ketepatan bahasa yang digunakan serta tidak menimbulkan persepsi ganda (ambiguitas), sehingga instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengungkap sikap siswa terhadap pernikahan dengan tepat dan akurat.
Dari keempat indikator remaja yang memiliki sikap positif terhadap pernikahan, pada awalnya dikembangkan sebanyak 60 pernyataan. Kemudian, instrumen tersebut ditimbang oleh empat orang penimbang untuk dikaji serta memberikan masukan yang membangun bagi peneliti dalam mengembangkan instrumen tersebut. Adapun keempat penimbang instrumen merupakan pakar dalam bimbingan dan konseling, yaitu Dr. Hj. Nani M. Sugandhi, M.Pd., Dr. Ipah Saripah, M.Pd., Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd., dan Dra. S.A. Lily Nurillah, M.Pd. Setelah melalui proses judgment bersama dengan para pakar, terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam penyusunan instrumen yang telah sebelumnya disusun. Adapun konstruk kisi-kisi serta aspek-aspek yang menyertainya setelah ditimbang oleh ahli adalah sebagai berikut.
(31)
62
Tabel 3.6
Kisi-kisi Instrumen Skala Sikap Remaja terhadap Pernikahan (Setelah Judgment dengan 4 Pakar)
Aspek Indikator Sub Indikator
Item/Pernyataan ∑ (+) (-)
Kognitif
Mau mempelajari
hal ihwal
pernikahan.
1. Mempelajari hal ihwal pernikahan melalui orangtua.
1, 20, 32, 48
- 4
2. Mempelajari hal ihwal pernikahan melalui guru/wali kelas.
19, 47 2
3. Mempelajari hal ihwal pernikahan melalui anggota keluarga dan pihak lain.
51, 52, 53
- 3
4. Mempelajari hal ihwal pernikahan melalui media massa (media cetak/media
elektronik).
2, 18, 21 - 3
5. Mempelajari hal ihwal pernikahan melalui kajian ilmiah
(pelatihan/training/ seminar.)
3 33 2
6. Mempelajari hal ihwal pernikahan melalui teman sebaya.
22, 34, 46
- 3
Afektif
a. Meyakini pernikahan merupakan satu-satunya jalan yang mengesahkan hubungan seksual antara pria dan wanita.
1. Merasa nyaman dan mau menerima aturan agama yang mengatur
hubungan/interaksi dengan lawan jenis.
4, 17, 35 - 3
2. Tidak menyukai dan menghindari
pergaulan bebas.
5, 6, 23, 24
36 5
3. Merasa perlu untuk menjaga kehormatan
16, 25, 37
(32)
63
dan harga diri. b. Meyakini
pernikahan merupakan ajaran agama yang sakral (suci) dan tidak boleh dilanggar.
1. Meyakini nikah merupakan salah satu bentuk ibadah pada Tuhan.
7, 8, 26, 38, 45
- 5
2. Menerima dengan sepenuh hati aturan-aturan agama mengenai
pernikahan.
9, 10, 27, 39, 49
- 5
Konatif
Mau
mempersiapkan diri untuk menempuh
jenjang pernikahan.
1. Persiapan fisik. 11, 12, 28, 40,
41
- 5
2. Persiapan
mental/psikologis.
13, 42 29, 43, 50
5 3. Persiapan keilmuan. 14, 30 - 2 4. Persiapan spiritual. 15, 31,
44
- 3
Jumlah 53
Pertimbangan oleh empat orang ahli dilakukan dengan memberikan pertimbangan pada setiap item dengan kualifikasi ―Memadai‖ (M), dan ―Tidak Memadai‖ (TM). Item yang diberi nilai ―M‖ menyatakan item tersebut dapat digunakan, sementara itu item yang diberi nilai ―TM‖ menyatakan item tersebut tidak dapat digunakan atau diperlukannya revisi pada item tersebut agar layak untuk digunakan. Berikut ini merupakan hasil judgment dari dosen ahli dalam tabel.
Tabel 3.7
Hasil Judgment Instrumen
Kesimpulan Nomor Item Jumlah
Memadai
4, 7, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 27, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 39, 43, 47, 49, 50, 51, 52,
53,
28
Revisi 1, 2, 3, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 16, 22, 25, 26, 28,
37, 38, 40, 41, 42, 44, 45, 46, 48 25
(33)
64
4. Uji Coba Instrumen
Setelah instrumen dinyatakan layak/lulus dalam pengujian validitas konstrak (construct validity) yang telah dilakukan kepada para ahli (judgment experts), maka langkah selanjutnya dilakukan uji coba/uji keterbacaan. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melihat tingkat keterbacaan dari instrumen yang akan digunakan pada subjek penelitian yang sebenarnya. Uji keterbacaan dilakukan terhadap responden yang tidak dijadikan sebagai subjek penelitian sebenarnya, yaitu 3 orang siswa kelas XI di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014, yaitu Diki Zainudin, Nur Qolbiah (Nunu), dan Yuliyani. Setelah dilakukan uji keterbacaan, tidak ada pernyataan yang direvisi karena para responden dapat memahami dengan baik seluruh item pernyataan yang ada, baik dari segi redaksional maupun makna yang terkandung di dalam pernyataan tersebut. Sehingga, instrumen layak dan telah siap untuk digunakan.
5. Uji Validitas dan Reliabilitas
Purwanto (2010: 197) menjelaskan validitas adalah kemampuan alat ukur mengukur secara tepat keadaan yang diukurnya. Berbagai teknik pengujian validitas akan menghasilkan indeks validitas. Angka indeks itu dimaknai menunjukkan kualitas instrumen valid atau tidak setelah dikonfirmasikan. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid (Sugiyono, 2011: 173). Masih dalam buku yang sama, Sugiyono pun menambahkan valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Langkah uji validitas butir pernyataan (item) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
(34)
65
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi X dan Y X = skor belahan awal
Y = skor belahan akhir N = jumlah sampel
Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan SPSS 20.0. Pengujian validitas dilakukan terhadap 53 item pernyataan dengan jumlah subjek 139 peserta didik. Selain dengan menggunakan rumus di atas, penulis pun melakukan uji validitas butir item dengan menggunakan rumus korelasi Spearman-Brown, karena penggunaan rumus korelasi Spearman-Brown tidak memerlukan asumsi normalitas dan linieritas regresi.
Hasil pengujian validitas instrumen sikap remaja terhadap pernikahan dengan menggunakan korelasi Spearman-Brown, dari 53 item diperoleh 44 item yang valid, dan 9 item yang tidak valid. Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan, seluruh pernyataan negatif dinyatakan tidak valid sehingga instrumen yang digunakan seluruhnya hanya memuat pernyataan-pernyataan positif saja. Hal ini pun sesuai dengan rekomendasi dosen judgment yang menyatakan lebih baik instrumen ini disusun dengan memuat pernyataan-pernyataan positif dan menghilangkan pernyataan-pernyataan negatif.
Tabel 3.8
Hasil Uji Validitas Instrumen
Kesimpulan Nomor Item Jumlah
Valid
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 51,
52, 53
44
Tidak Valid 16, 17, 24, 29, 33, 36, 42, 43, 50 9
Total 53
Langkah selanjutnya adalah dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas dipandang perlu karena dapat digunakan sebagai alat pengumpul data, karena
(35)
66
instrumen telah teruji ketetapannya. Adapun dalam pengujian reliabilitas instrumen, digunakan rumus Cronbach’s Alpha (α) dengan rumus sebagai berikut.
(Arikunto, 2008: 84) Keterangan:
rtabel = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir soal ∑σ2
b = jumlah varians butir σ = varians total
Selanjutnya, untuk mengetahui koefisien korelasinya digunakan distribusi (Tabel r) untuk α = 0,05 dengan derajat kebebasan (dk = n – 2). Kemudian membuat keputusan membandingkan r11 dengan rtabel , yaitu:
Kaidah Keputusan: Jika r11 > rtabel berarti reliabel,dan Jika r11 < rtabel berarti tidak reliabel
Untuk mengetahui kriteria penilaian reliabilitas digunakan pedoman klasifikasi dari Riduwan (2012) yaitu sebagai berikut:
0,80 – 1,00 : Derajat keterandalan sangat tinggi 0,60 – 0,799 : Derajat keterandalan tinggi 0,40 – 0,599 : Derajat keterandalan cukup 0,20 – 0,399 : Derajat keterandalan rendah 0,00 – 0,199 : Derajat keterandalan sangat rendah
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel 2010 dan SPSS 20.0. Adapun hasil dari pengujian reliabilitas instrumen diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,821. Harga reliabilitas instrumen penelitian berada pada derajat keterandalan sangat tinggi, artinya instrumen tersebut mampu
(36)
67
menghasilkan skor-skor pada setiap item dengan konsisten serta layak untuk digunakan dalam penelitian.
Tabel 3.9
Kisi-kisi Instrumen Skala Sikap Remaja terhadap Pernikahan (Bentuk Akhir)
Aspek Indikator Sub Indikator
Item/Pernyataan ∑ (+) (-)
Kognitif
Mau mempelajari hal ihwal pernikahan.
1. Mempelajari hal ihwal pernikahan melalui orangtua.
1, 18, 28, 40
- 4
2. Mempelajari hal ihwal pernikahan melalui guru/wali kelas.
17, 39 2
3. Mempelajari hal ihwal pernikahan melalui anggota keluarga dan pihak lain.
42, 43, 44
- 3
4. Mempelajari hal ihwal pernikahan melalui media massa (media cetak/media
elektronik).
2, 16, 19 - 3
5. Mempelajari hal ihwal pernikahan melalui kajian ilmiah
(pelatihan/training/ seminar.)
3 - 1
6. Mempelajari hal ihwal pernikahan melalui teman sebaya.
20, 29, 38
- 3
Afektif
a. Meyakini pernikahan
merupakan satu-satunya jalan yang mengesahkan
hubungan seksual
1. Merasa nyaman dan mau menerima aturan agama yang mengatur
hubungan/interaksi dengan lawan jenis.
(37)
68
antara pria dan wanita.
2. Tidak menyukai dan menghindari pergaulan bebas.
5, 6, 21 - 3
3. Merasa perlu untuk menjaga
kehormatan dan harga diri.
22, 31 - 2
b. Meyakini pernikahan
merupakan ajaran agama yang sakral (suci) dan tidak boleh dilanggar.
1. Meyakini nikah merupakan salah satu bentuk ibadah pada Tuhan.
7, 8, 23, 32, 37
- 5
2. Menerima dengan sepenuh hati aturan-aturan agama mengenai pernikahan.
9, 10, 24, 33, 41
- 5
Konatif
Mau mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan.
1. Persiapan fisik. 11, 12, 25, 34,
35
- 5
2. Persiapan
mental/psikologis.
13 - 1
3. Persiapan keilmuan.
14, 26 - 2 4. Persiapan spiritual. 15, 27,
36
- 3
Jumlah 4
4
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala sikap yang dapat mengungkap sikap siswa kelas XI di SMA PGRI 1 Bandung mengenai pernikahan. Skala sikap (pre-test) diujikan kepada seluruh siswa kelas XI SMA PGRI 1 Bandung, kemudian peneliti melihat kelas yang rata-rata berada pada kategori paling rendah dibandingkan 3 kelas yang lainnya.
F. Analisis Data 1. Verifikasi Data
Verifikasi data dilakukan untuk pemeriksaan terhadap data yang sudah diperoleh, verifikasi data bertujuan untuk menyeleksi data yang layak untuk
(38)
69
diolah dan data yang tidak layak untuk diolah. Tahapan verifikasi data yang dilakukan, sebagai berikut:
a. Mengecek jumlah instrumen yang akan disebar, jumlah instrumen yang terkumpul harus sesuai dengan instrumen yang disebar kepada sampel penelitian.
b. Tabulasi atau merekap data yang diperoleh dari hasil responden dengan memberikan penyekoran data sesuai dengan tahapan penyekoran yang telah ditentukan.
2. Penyekoran Data Hasil Penelitian
Instrumen sikap remaja terhadap pernikahan menggunakan Skala Likert yang menyediakan lima alternatif jawaban, yaitu: Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragy, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju.
Pada alat ukur, setiap item diasumsikan memiliki nilai 1 - 5 dengan bobot tertentu. Bobotnya sebagai berikut.
a. Untuk pilihan jawaban Sangat Setuju (SS) memiliki skor 5. b. Untuk pilihan jawaban Setuju (S) memiliki skor 4.
c. Untuk pilihan jawaban Ragu-ragu (R) memiliki skor 3. d. Untuk pilihan jawaban Tidak Setuju (TS) memiliki skor 2.
e. Untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) memiliki skor 1.
3. Pengolahan Data
Penelitian ini memiliki tiga pertanyaan penelitian. Adapun masing-masing pertanyaan dijawab dengan cara sebagai berikut.
a. Pertanyaan penelitian pertama mengenai gambaran pencapaian sikap positif siswa kelas XI SMA PGRI 1 Bandung terhadap pernikahan dijawab dengan cara (a) menghitung jumlah skor setiap siswa, (b) menghitung rata-rata skor setiap siswa, (c) menghitung simpangan baku dari keseluruhan skor siswa, (d) mengubah skor mentah menjadi skor baku (Z) dengan rumus sebagai berikut:
(39)
70
X : Skor Total Xbar : Skor Rata-rata S : Simpangan Baku
Setelah diperoleh jumlah skor baku (Z), data dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan berpedoman pada tabel 3.10 berikut ini.
Tabel 3.10
Rumusan Kategorisasi Sikap Positif Remaja terhadap Pernikahan (Sudjana, 2002)
Kategori Rentang Skor
Rendah Z < -1
Sedang -1 > Z > 1
Tinggi Z > 1
Interpretasi dari setiap kategori sikap positif remaja terhadap pernikahan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.11
Interpretasi Skor Kategori Sikap Positif Remaja terhadap Pernikahan
Kategori Rentang Interpretasi
Rendah Z < -1 Belum memiliki kemauan untuk mempelajari hal ihwal pernikahan melalui orangtua, guru/wali kelas, anggota keluarga dan pihak lain, media massa (media cetak atau media elektronik), kajian ilmiah (pelatihan/training/seminar), serta teman sebaya. Belum meyakini pernikahan merupakan satu-satunya jalan yang mengesahkan hubungan seksual antara pria dan wanita, yaitu siswa belum mau menerima aturan agama yang mengatur hubungan/interaksi dengan lawan jenis, cenderung menyukai dan belum dapat menghindari pergaulan bebas, serta belum merasa
(40)
71
perlu untuk menjaga kehormatan dan harga diri. Belum meyakini pernikahan merupakan ajaran agama yang sakral (suci) dan tidak boleh dilanggar, yaitu siswa belum meyakini pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Tuhan, dan belum menerima dengan sepenuh hati aturan-aturan agama mengenai pernikahan. Belum memiliki kemauan mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan yang meliputi aspek persiapan fisik, mental/psikologis, keilmuan, dan spiritual.
Sedang -1 > Z > 1 Cukup memiliki kemauan untuk mempelajari hal ihwal pernikahan melalui orangtua, guru/wali kelas, anggota keluarga dan pihak lain, media massa (media cetak atau media elektronik), kajian ilmiah (pelatihan/training/seminar), serta teman sebaya. Cukup meyakini pernikahan merupakan satu-satunya jalan yang mengesahkan hubungan seksual antara pria dan wanita, yaitu siswa cukup mau menerima aturan agama yang mengatur hubungan/interaksi dengan lawan jenis, cukup menghindari pergaulan bebas, serta sudah cukup merasa perlu untuk menjaga kehormatan dan harga diri. Cukup meyakini pernikahan merupakan ajaran agama yang sakral (suci) dan tidak boleh dilanggar, yaitu siswa cukup meyakini pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Tuhan, dan sudah cukup menerima dengan sepenuh hati aturan-aturan agama mengenai pernikahan. Cukup memiliki kemauan mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan yang meliputi aspek persiapan fisik, mental/psikologis, keilmuan, dan spiritual.
Tinggi Z > 1 Sudah memiliki kemauan untuk mempelajari hal ihwal pernikahan melalui orangtua, guru/wali kelas, anggota keluarga dan pihak lain, media massa (media cetak atau media elektronik), kajian ilmiah (pelatihan/training/seminar), serta teman sebaya. Sudah meyakini pernikahan merupakan satu-satunya jalan yang mengesahkan hubungan seksual antara pria dan wanita, yaitu siswa sudah mau menerima aturan agama yang mengatur hubungan/interaksi dengan lawan jenis, tidak menyukai dan menghindari pergaulan bebas, serta sudah merasa perlu untuk menjaga kehormatan dan harga diri. Sudah meyakini pernikahan
(41)
72
merupakan ajaran agama yang sakral (suci) dan tidak boleh dilanggar, yaitu siswa sudah meyakini pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Tuhan, dan sudah menerima dengan sepenuh hati aturan-aturan agama mengenai pernikahan. Sudah memiliki kemauan mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan yang meliputi aspek persiapan fisik, mental/psikologis, keilmuan, dan spiritual.
b. Pertanyaan penelitian kedua mengenai pelaksanaan bimbingan pranikah untuk mengembangkan sikap positif remaja terhadap pernikahan dijawab dengan merancang program intervensi (bimbingan pranikah) yang sesuai dengan hasil pre-test.
c. Pertanyaan penelitian ketiga mengenai efektivitas bimbingan pranikah untuk mengembangkan sikap positif remaja terhadap pernikahan dirumuskan ke dalam hipotesis ―bimbingan pranikah efektif untuk mengembangkan sikap positif remaja terhadap pernikahan.‖ Adapun pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan keadaan awal dengan keadaan akhir yang menggunakan uji t. Tujuan uji t adalah untuk membandingkan kedua data, yaitu pre-test dan post-test. Gunanya untuk menguji kemampuan generalisasi yang berupa dua variabel berbeda dengan menggunakan rumus dari Arikunto (2008: 306) sebagai berikut:
Keterangan:
t = harga t untuk sampel berkorelasi
D = (difference), perbedaan antara skor tes awal dengan skor tes akhir untuk setiap individu
(42)
73
G. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Pre-Test
Pre-test dilakukan dengan menggunakan instrumen (skala sikap remaja terhadap pernikahan) pada seluruh siswa kelas XI SMA PGRI 1 Bandung untuk mendapatkan gambaran tingkat pencapaian sikap positif terhadap pernikahan.
2. Treatment
Bimbingan pranikah dilakukan pada satu kelas yang memiliki rata-rata skor paling rendah dibandingkan dengan kelas lainnya yang diperoleh berdasarkan hasil pre-test. Adapun komponen rancangan intervensi bimbingan pranikah adalah sebagai berikut.
a. Dasar Pemikiran
Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penerapan program bimbingan dan konseling di sekolah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidaknya landasan hukum (perundang-undangan) yang mengaturnya, namun yang lebih penting adalah adanya kesadaran atau komitmen untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (Yusuf, 2009: 1).
Untuk itulah, bimbingan dan konseling perkembangan hadir sebagai solusi untuk mempertegas tujuan serta fungsi bimbingan dan konseling di sekolah. Program bimbingan dan konseling perkembangan dikembangkan berdasar kepada karakteristik perkembangan, tugas-tugas perkembangan, atau potensi siswa. Atas dasar itu, maka dalam implementasinya program bimbingan dan konseling di sekolah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi siswa, yang meliputi aspek personal (pribadi), sosial, akademik, dan karir; atau terkait dengan perkembangan pribadi siswa sebagai makhluk yang berdimensi Biopsikososiospiritual
(43)
74
(biologis, psikis; intelektual dan emosi, sosial, dan spiritual/kesadaran beragama) (Yusuf, 2009: 8). Tujuan utama bimbingan dan konseling adalah membantu siswa untuk mengembangkan potensinya dengan optimal, termasuk dalam ranah pemenuhan naluri untuk melestarikan jenis (gharizah an- naw’) yang juga merupakan salah satu potensi yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada seluruh manusia. Karena, jika siswa dalam hal ini tidak dibimbing, potensi tersebut akan menuntut pemenuhan dengan cara yang salah. Seperti pacaran, free sex, kumpul kebo, dll. Jajak pendapat yang dilakukan di Bandung menunjukkan 20% dari 1.000 remaja yang masuk dalam jajak pendapat pernah melakukan seks bebas. Sebagai catatan, jumlah remaja yang telah melakukan seks bebas sekitar 38.000-53.000 orang. Kemudian, dari 200 remaja putri yang telah melakukan seks bebas, setengahnya kedapatan hamil dan 90% diantaranya telah melakukan aborsi (Nurihsan & Agustin, 2011).
Budiyanto (2012) memaparkan penanggulangan perilaku seks pranikah pada remaja memang telah menjadi tanggung jawab bersama. Bahkan, DPR mendesak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk segera meningkatkan sosialisasi Program Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja (PKBR). Hal ini dilakukan sebagai antisipasi meningkatnya prilaku seks bebas pada remaja yang saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.
Berdasarkan hasil pre-test yang telah dilakukan pada 139 siswa kelas XI SMA PGRI 1 Bandung diperoleh gambaran umum mayoritas siswa kelas XI SMA PGRI 1 Bandung telah mencapai sikap positif terhadap pernikahan pada kategori sedang dengan persentase 72,66%. Siswa pada kategori sedang, tentu saja belum sampai pada pencapaian yang optimal. Maka dari itu, siswa pada kualifikasi ini masih memerlukan bimbingan dari guru BK untuk dapat mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan berdasarkan aspek kognitif dengan indikator ―mau mempelajari hal ihwal pernikahan‖, aspek afektif
(44)
75
dengan indikator ―meyakini pernikahan merupakan satu-satunya jalan yang mengesahkan hubungan seksual antara pria dan wanita‖ dan ―meyakini pernikahan merupakan ajaran agama yang sakral (suci) dan tidak boleh dilanggar‖, serta aspek konatif dengan indikator ―mau mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan‖.
Seperti telah dipaparkan sebelumnya, fenomena pergaulan bebas dan hubungan seksual pranikah sejatinya merupakan salah satu dampak dari sikap negatif terhadap pernikahan. Karena, mereka tidak menyadari pernikahan merupakan ikatan yang sakral dan sangat agung, serta mengabaikan penjagaan kehormatan dan harga diri sebagai modal dalam memasuki kehidupan pernikahan yang bahagia. Maka, sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjadinya permasalahan tersebut, bimbingan pranikah merupakan salah satu langkah yang efektif untuk mengembangkan sikap positif siswa terhadap pernikahan.
b. Deskripsi Kebutuhan
1. Profil Sikap Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 terhadap Pernikahan
Program bimbingan pranikah disusun berdasarkan hasil need assessment pada seluruh siswa kelas XI di SMA PGRI 1 Bandung dengan menggunakan instrumen yang telah disusun, yaitu skala sikap remaja terhadap pernikahan. Secara umum sikap siswa kelas XI SMA PGRI 1 Bandung terhadap pernikahan berada pada kategori sedang. Sehingga, dapat disimpulkan pada umumnya sikap siswa kelas XI SMA PGRI 1 Bandung berada pada kategori sedang, artinya cukup memiliki sikap positif terhadap pernikahan, namun masih perlu dioptimalkan.
Ditinjau dari sisi aspek sikap siswa terhadap pernikahan secara umum menunjukkan temuan pada aspek afektif berada pada kategori tertinggi dibandingkan dengan aspek lainnya, dan pencapaian pada
(45)
76
aspek kognitif berada pada kategori terendah dibandingkan dengan aspek lainnya.
2. Profil Sikap Siswa Kelas XI IPS 2 SMA PGRI 1 Bandung (Kelas Eksperimen) Tahun Ajaran 2013/2014 terhadap Pernikahan Per Aspek
Berdasarkan hasil gambaran sikap siswa kelas XI SMA PGRI 1 Bandung terhadap pernikahan, diperoleh data kelas XI IPS 2 berada pada kategori paling rendah dibandingkan dengan kelas yang lainnya. Ditinjau dari sisi aspek sikap siswa kelas XI IPS 2 SMA PGRI 1 Bandung terhadap pernikahan pada aspek afektif berada pada kategori tertinggi dibandingkan dengan aspek lainnya, dan pencapaian pada aspek kognitif berada pada kategori terendah dibandingkan dengan aspek lainnya.
Tabel 3.12
Deskripsi Kebutuhan Berdasarkan Hasil Penelitian
No. Aspek Indikator % Analisis Kebutuhan Jumlah Sesi 1. Kognitif Mau
mempelajari hal ihwal
pernikahan
56,32 Siswa perlu memahami pernikahan bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan meskipun masih dalam masa-masa remaja. Siswa hendaknya memahami mempelajari hal ihwal pernikahan adalah sebuah kebutuhan agar dapat mencapai pernikahan yang bahagia di masa depan. Siswa diharapkan dapat mempelajari hal ihwal pernikahan dari orangtua, guru, kajian-kajian ilmiah, dan teman sebaya.
(46)
77
2. Afektif 1. Meyakini nikah merupakan satu-satunya jalan yang mengesahkan hubungan seksual antara pria dan wanita. 2. Meyakini
pernikahan merupakan ajaran agama yang sakral (suci) dan tidak boleh dilanggar.
82,24 Siswa perlu meyakini menjaga kehormatan diri merupakan modal utama dalam mempersiapkan pernikahan yang bahagia. Sehingga, siswa tidak
akan melakukan
pergaulan bebas hingga seksual pranikah karena
meyakini hanya
pernikahan sajalah satu-satunya ikatan yang mengesahkan hubungan seksual antara pria dan wanita. Siswa pun meyakini pernikahan merupakan ajaran agama yang sakral, sehingga siswa perlu memahami pula makna dan hakikat cinta yang hakiki.
2x
3. Konatif Mau
mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan
74,28 Siswa perlu
mempersiapkan
pernikahan sejak dini yang meliputi persiapan fisik, mental/psikologis, keilmuan, dan spiritual.
1x
Pemberian layanan bimbingan pranikah didasarkan pada semua aspek yang dikembangkan ke dalam satuan layanan yang bertujuan untuk mengembangkan sikap positif siswa kelas XI SMA PGRI 1 Bandung.
c. Tujuan
Secara umum tujuan dari layanan bimbingan pranikah adalah untuk mengembangkan sikap positif siswa terhadap pernikahan. Adapun tujuan khusus diantaranya sebagai berikut:
1) Pengenalan, untuk membangun pengetahuan dan pemahaman peserta didik mengenai pernikahan.
(47)
78
2) Akomodasi, untuk membangun pemaknaan serta sikap positif terhadap pernikahan.
3) Tindakan, yaitu mendorong peserta didik untuk mengekspresikan keinginannya untuk mempelajari lebih intensif mengenai kehidupan pernikahan dan berkeluarga. 4) Membantu siswa untuk mau mempelajari hal ihwal
pernikahan.
5) Membantu siswa untuk meyakini pernikahan merupakan satu-satunya jalan yang mengesahkan hubungan seksual antara pria dan wanita.
6) Membantu siswa untuk meyakini pernikahan merupakan ajaran agama yang sakral (suci) dan tidak boleh dilanggar. 7) Membantu siswa mempersiapkan diri untuk menempuh
jenjang pernikahan.
d. Asumsi Intervensi
1) Yusuf (2008) mengatakan remaja merupakan suatu periode yang mengalami perubahan dalam hubungan sosial, yang ditandai dengan berkembangnya minat terhadap lawan jenis, atau pengalaman pertama dalam bercinta. Lovinger (Yusuf, 2008) berpendapat remaja mulai mengenal minatnya terhadap lawan jenisnya, yang biasanya terjadi pada saat kontak dengan kelompok.
2) Siswa Sekolah Menengah Atas kelas XI pada umumnya berusia 15-16 tahun. Dalam rentang perkembangan individu berada pada fase remaja. Menurut Havighurst (1984: 104) salah satu tugas perkembangan remaja adalah mempersiapkan diri untuk melakukan pernikahan dan berkeluarga.
3) Suherman (2011) menjelaskan sehubungan dengan sifat program bimbingan dan konseling komprehensif, terdapat tiga hal yang secara mendasar perlu diperhatikan dalam
(48)
79
penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu: (a) ruang lingkup yang menyeluruh, (b) dirancang lebih berorientasi pencegahan, dan (c) tujuannya pengembangan potensi siswa. Layanan bimbingan dan konseling perkembangan didasarkan kepada upaya bantuan yang dilakukan konselor terhadap siswa dalam mencapai tugas-tugas perkembangan. Layanan bimbingan pranikah dilakukan sebagai salah satu bagian dari program bimbingan dan konseling perkembangan.
4) ABKIN (Depdiknas, 2007) menguraikan standar kompetensi kemandirian peserta didik berdasarkan tugas perkembangan anak dan remaja. Standar kompetensi ini dijadikan acuan dalam merumuskan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa sebagai bagian dari program bimbingan dan konseling di sekolah.
5) Pada aspek perkembangan kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga, pada tingkat SMA/MA kompetensi yang harus dimiliki adalah sebagai berikut: (a) Pengenalan: mengenal norma-norma pernikahan dan berkeluarga, (b) Akomodasi: menghargai norma-norma pernikahan dan berkeluarga sebagai landasan bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis, dan (c) Tindakan: mengekspresikan keinginannya untuk memperlajari lebih intensif tentang norma pernikahan dan berkeluarga (Depdiknas, 2007: 258).
6) Yusuf (2008) menjelaskan beberapa indikator remaja yang telah memiliki sikap positif terhadap pernikahan adalah (a) Mau mempelajari hal ihwal pernikahan, (b) Meyakini nikah merupakan satu-satunya jalan yang mengesahkan hubungan seksual antara pria dan wanita, (c) Meyakini nikah merupakan ajaran agama yang sakral (suci) dan tidak boleh dilanggar, (d)
(49)
80
Mau mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan.
7) Bimbingan pranikah diyakini mampu membantu siswa dalam mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan.
e. Sasaran Intervensi
Sasaran intervensi ini adalah siswa kelas XI SMA PGRI 1 Bandung yang menjadi kelas treatment. Kelas treatment dilihat dari tingkat pencapaian sikap positif terhadap pernikahan paling rendah dibandingkan dengan kelas yang lainnya. Kelas tersebut adalah kelas XI IPS 2 SMA PGRI 1 Bandung dengan jumlah siswa 34 orang (17 orang laki-laki dan 17 orang perempuan).
(50)
81
f. Prosedur Pelaksanaan
Berikut ini merupakan rancangan program bimbingan pranikah untuk mengembangkan sikap positif remaja (siswa SMA) terhadap pernikahan.
Tabel 3.13
Rancangan Program Bimbingan Pranikah untuk Mengembangkan Sikap Positif Remaja terhadap Pernikahan
Aspek Indikator Strategi Pertemuan
Ke- Materi Tujuan Umum Tujuan Khusus Waktu Pelaksana
Kognitif Mau
mempelajari hal ihwal pernikahan.
Bimbingan Klasikal
1 Manusia:
It’s Me!
Siswa dapat memahami hakikat penciptaan manusia dan kehidupan serta dikaitkan pada tata cara pemenuhan naluri untuk melestarikan jenis, yaitu melalui pernikahan.
1. Siswa dapat memaknai
hakikat
kehidupan dan penciptaan
manusia sebagai hamba Allah SWT.
2. Siswa memahami bahwa setiap manusia
diberikan potensi yang sama oleh Allah SWT, berupa akal, gharizah/naluri,
2 x 40 menit
(51)
82
Aspek Indikator Strategi Pertemuan
Ke- Materi Tujuan Umum Tujuan Khusus Waktu Pelaksana
dan kebutuhan jasmani.
3. Siswa memahami dan meyakini bahwa Allah SWT adalah
Yang Maha
Mengatur kehidupannya (Al-Mudabbir). Sehingga, siswa memahami
bahwa pernikahan merupakan satu-satunya
hubungan yang telah ditetapkan
Allah SWT
dalam menyalurkan naluri
melestarikan jenis.
(52)
83
Aspek Indikator Strategi Pertemuan
Ke- Materi Tujuan Umum Tujuan Khusus Waktu Pelaksana
Kognitif Mau
mempelajari hal ihwal pernikahan.
Bimbingan Klasikal
2 Cinta:
Kesucian yang Harus
Dijaga
Siswa dapat memahami hakikat penciptaan gharizah an-naw’ (naluri melestarikan
jenis—cinta dan kasih sayang) serta dapat mengetahui
tata cara
pemenuhannya dengan cara yang sesuai dengan aturan Allah SWT.
1. Siswa memahami hakikat
penciptaan
gharizah
an-naw’. 2. Siswa
mengetahui tata cara pemenuhan gharizah an-naw’ dengan benar dan dapat
mengaplikasikan-nya dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Siswa memahami bahwa
pernikahan adalah satu-satunya cara yang benar dalam melakukan
pemenuhan
gharizah
an-2 x 40 menit
(53)
84
Aspek Indikator Strategi Pertemuan
Ke- Materi Tujuan Umum Tujuan Khusus Waktu Pelaksana
naw’. Afektif Meyakini
bahwa nikah merupakan satu-satunya jalan yang mengesahkan hubungan seksual antara pria dan wanita.
Bimbingan Klasikal
3 Cinta Bagi yang Muda,
Ups!
Siswa memahami sistem pergaulan dalam Islam serta dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
1. Siswa memahami serta memaknai bahwa penjagaan diri (kehormatan dan harga diri) adalah hal yang sangat penting untuk
mempersiapkan pernikahan yang bahagia di masa depan.
2. Siswa memahami sistem pergaulan dalam Islam yang mengatur
hubungan antara pria dan wanita serta
mengaplikasikan nya sebagai bentuk keta’atan pada Allah SWT.
2 x 40 menit
(54)
85
Aspek Indikator Strategi Pertemuan
Ke- Materi Tujuan Umum Tujuan Khusus Waktu Pelaksana
3. Siswa memahami akibat dari pergaulan bebas dan hubungan seksual pranikah, serta menghindari aktivitas-aktivitas tersebut.
Afektif Meyakini bahwa nikah merupakan ajaran agama yang sakral (suci) dan tidak boleh
dilanggar.
Bimbingan Klasikal
4 Atas Nama Cinta:
Yang Muda Yang Bercinta
Siswa memahami makna pernikahan dan kehidupan berkeluarga.
1. Siswa memahami makna
pernikahan dan kehidupan
berkeluarga. 2. Siswa mengenal
norma-norma pernikahan dan berkeluarga berdasarkan perspektif agama.
2 x 40 menit
Peneliti
Konatif Mau
mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang
Bimbingan Klasikal
5 Bukan
Pernikahan Cinderella
Siswa menyadari urgensitas
mempersiapkan pernikahan dan kehidupan
1. Siswa menyadari pentingnya untuk mempersiapkan pernikahan dan kehidupan
2 x 40 menit
(1)
146
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan penelitian, rekomendasi utama penelitian ini adalah bimbingan pranikah untuk mengembangkan sikap positif remaja terhadap pernikahan. Adapun rekomendasi lainnya ditujukan kepada berbagai pihak sebagai berikut:
1. Guru Bimbingan dan Konseling
Program bimbingan pranikah untuk mengembangkan sikap positif remaja terhadap pernikahan dapat digunakan sebagai salah satu layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dalam pelaksanaannya, guru bimbingan dan konseling dapat lebih memperkaya materi dengan menayangkan video, film, atau gambar yang sesuai dengan tema bahasan untuk lebih menunjang pelaksanaan bimbingan pranikah. Selain itu, guru bimbingan dan konseling pun dapat bekerja sama dengan guru lain serta pihak-pihak yang berkaitan dengan bahasan bimbingan pranikah sehingga siswa mendapatkan informasi yang lebih akurat dari narasumber-narasumber yang relevan seperti pakar bimbingan dan konseling keluarga, penasihat pernikahan, dokter ahli kandungan, dokter spesialis kulit dan kelamin, pemuka agama (ustadz), Kantor Urusan Agama, dan pihak lainnya.
2. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Pendalaman bahasan serta keterampilan calon konselor dalam menyelenggarakan bimbingan pranikah bagi remaja masih dipandang minim. Maka, diharapkan pihak jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan dapat menambah kajian materi terrsebut dengan menambah jumlah SKS mata kuliah Bimbingan dan Konseling Keluarga. Dengan harapan, dalam mata kuliah tersebut, mahasiswa (calon konselor) pun dapat dibekali keterampilan untuk menyusun program hingga pelaksanaan bimbingan pranikah dengan optimal.
3. Peneliti Selanjutnya
Bimbingan pranikah untuk mengembangkan sikap positif remaja terhadap pernikahan hanya difokuskan pada layanan dasar dengan strategi
(2)
147
bimbingan klasikal saja. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan layanan bimbingan pranikah dengan menggunakan strategi yang lainnya yaitu bimbingan kelompok. Lebih jauhnya, peneliti selanjutnya dapat mengembangkan program bimbingan pranikah yang meliputi layanan dasar, layanan responsif, layanan perencanaan individual, dan dukungan sistem untuk mengembangkan sikap positif remaja terhadap pernikahan. Peneliti selanjutnya pun dapat mengembangkan model bimbingan pranikah untuk mengembangkan sikap positif remaja terhadap pernikahan dengan pendekatan ekologis. Sehingga, intervensi yang diberikan tidak hanya berpusat pada individu (siswa) saja, melainkan BK juga dapat mengintervensi lingkungan yang menjadi tempat siswa berada. Peneliti selanjutnya pun dapat mengembangkan fokus penelitian dan materi layanan dengan aspek kehidupan berkeluarga (sikap positif terhadap pernikahan dan kehidupan berkeluarga).
(3)
DAFTAR PUSTAKA
An-Nabhani, T. (1423 H/2003 M). Alih Bahasa: Abu Amin. Sistem Pergaulan
dalam Islam. Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia.
Arikunto, S. (2008). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara.
Azwar, S. (1995). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron & Byrne. (2004). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Benjamin. (2003). “Preparing Marriage”. Journal of Marriage Counseling. Vol. 34.
Budiyanto. (2012). Survey Pendidikan dan Teknologi. [Online]. Dirujuk dari: http://pendidikananakusiadini2.blogspot.com/2012/03/627-remaja-smp-tidak-perawan-i-survey.html. Pada: 15 Oktober 2012.
Departemen Agama RI. (2006). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: PT. Syaamil Cipta Media.
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta:
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.
Farida, E. (2010). Model Bimbingan Kelompok untuk Membantu Siswa
Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan. Disertasi pada Program Studi
Bimbingan dan Konseling Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Freudenburg. (2009). “Premarital Counseling and It’s Grave Impact upon Marriages”. Essay of Ashleigh Leeds.
Hanurawan, F. (2012). Psikologi Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hasan. (2012). Wow, 47% Remaja Bandung Gandrungi Seks. [Online]. Dirujuk
dari: http://www.lensaindonesia.com/2012/02/14/wow-47-persen-remaja-bandung-gandrungi-seks-bebas.html. Pada: 15 Oktober 2012.
(4)
146
Havighurst, R.J. (1984). Alih Bahasa: Firmansyah. Perkembangan Manusia dan
Pendidikan. Bandung: Jemmars.
Hawari, D. (2006). Marriage Counseling (Konsultasi Perkawinan). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hizbut Tahrir Indonesia. (2013). Bulletin Al-Islam: Darurat Seks Bebas Remaja. Edisi 678. (01 November 2013/02 Dzulhijjah 1434 H).
Hurlock, E. B. (1980). Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo. Psikologi
Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan) Edisi Ke-5. Jakarta: Erlangga.
Iqbal, M. (2007). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
untuk Melakukan Seks Pranikah. [Online]. Dirujuk dari: www.lontar.ui.ac.id. Pada: 08 November 2012.
Imtichanah, L. (2007). Pranikah Handbook. Bandung: Madanisa.
Januar, I. (2007). Bukan Pernikahan Cinderella. Jakarta: Gema Insani Press. Kurniawan, B. (2012). Manajemen Pernikahan. Tangerang Selatan: Jelajah Nusa. Mack, D. (2007). Educating for Marriage. [Online]. Dirujuk dari:
http://www.firstthings.com/article/2007/01/-educating-for-marriage-sort-of-11. Pada: 15 Oktober 2012.
Martin, et al., (2001). “Adolescent Premarital Sexual Activity, Cohabitation, and Attitudes Toward Marriage.” Journal of Marriage Counseling. Vol. 36: pp. 601-609.
McLeod, J. (2003). Doing Counselling Research: 2nd Editon. England: Sage Pub.
Mueller, D. J. (1990). Alih Bahasa: Syarifuddin. Mengukur Sikap-sikap Sosial. Bandung: FISIP PRESS UNPAS.
Narbuko & Achmadi. (2009). Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Nashori, F. (2008). Psikologi Sosial Islami. Bandung: Refika Aditama.
Natawidjaja, R. (1985). Proses Penyusunan Skala Sikap. Bandung: Depdiknas IKIP FIP.
National Healthy Marriage Resource Center. (2001). Attitudes Toward Marriage:
American Attitudes Towards Marriage Have Recently Shifted. Amerika:
(5)
147
Noor, J. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana.
Nurihsan & Agustin, (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Refika Aditama.
Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan
Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Riduwan. (2012). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.
Santrock, J. W. (2002). Alih Bahasa: Chusairi & Kristiaji. Life-Span
Development Jilid 2 (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S. W. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Siauw, F. Y. (2013). Udah Putusin Aja!. Bandung: Mizania.
Silliman & Schumm. (2000). “Marriage Preparation Programs: A Literature Review”. The Family Journal: Counseling and Therapy for Couples and Families. Vol. 8 No. 2; April 2000: pp 133-142.
Sudjana, (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. (2011) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suherman, U. (2011). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqi Press.
Sukmadinata, N.S. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Utama, R. N. (2010). Bimbingan Pranikah pada Remaja untuk Meningkatkan
Pemahaman Kehidupan Berkeluarga. Skripsi pada Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan FIP Bandung: Tidak Diterbitkan.
Qu, L & Weston, R. (2007). Family Statistics and Trends Attitudes Toward
Marriage and Cohabitation. Australia: Australian Institute of Family
Studies.
Willis, S. S. (2011). Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta.
Yusuf, S. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
(6)
148
Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.
Yusuf & Nurihsan. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.