POLA ASUH PADA KELUARGA MIGRAN ASAL SUMATERA UTARA:Studi Kasus terhadap Keluarga Migran yang Berprofesi Sebagai Supir Angkutan Umum di Bandung.

(1)

POLA ASUH PADA KELUARGA MIGRAN ASAL SUMATERA UTARA (Studi Kasus terhadap Keluarga Migran yang Berprofesi Sebagai Supir

Angkutan Umum di Bandung)

SKRIPSI

diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sosiologi

Oleh

Anijar Hapni Siregar NIM 1000514

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOLSIOLOGI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Asal Sumatera Utara

(Studi Kasus terhadap Keluarga

Migran yang Berprofesi sebagai

Supir Angkutan Umum di

Bandung)

Oleh

Anijar Hapni Siregar

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Anijar Hapni Siregar 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.

ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined.

UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ... vi DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR ... Error! Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

B. Identifikasi Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

C. Rumusan Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

D. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

F. Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined. BABII KAJIANPUSTAKA

A. Konsep Pendidikan Keluarga ... Error! Bookmark not defined.

B. Konsep Migrasi ... Error! Bookmark not defined.

C. Masyarakat Bandung (Sunda) ... Error! Bookmark not defined.

D. Masyarakat Sumatera Utara (Batak) ... Error! Bookmark not defined.

E. Konsep Pola Asuh... Error! Bookmark not defined.

F. Pola Hubungan Orang tua-Anak (sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak) ... Error! Bookmark not defined.

G. Akulturasi (percampuran budaya) ... Error! Bookmark not defined.

H. Asimilasi ... Error! Bookmark not defined.

I. Konsep Interaksi Sosial ... Error! Bookmark not defined.

J. Interaksionisme Simbolik... Error! Bookmark not defined.

K. Hubungan Interpersonal ... Error! Bookmark not defined.


(5)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

B. Lokasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

C. Data dan Sumber Data ... Error! Bookmark not defined.

D. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined.

E. Penyusunan Alat Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined.

F. Prosedur Pengumpul Data ... Error! Bookmark not defined.

G. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

2. Profil Keluarga Objek ... Error! Bookmark not defined.

B. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.

1. Pola asuh dalam keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum ... Error! Bookmark not defined.

2. Apakah keluarga migran masih menggunakan budaya asal atau sudah menggunakan budaya Sunda? ... Error! Bookmark not defined.

3. Adakah pengaruh budaya dominan dalam pendidikan keluarga migran? ... Error! Bookmark not defined. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... Error! Bookmark not defined.

B. Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined.

1. Bagi Keluarga Migran ... Error! Bookmark not defined.

2. Bagi Kebutuhan Pendidikan Secara UmumError! Bookmark not defined.

3. Bagi Masyarakat Sunda ... Error! Bookmark not defined.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku: ... Error! Bookmark not defined.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat-Surat

Lampiran 2 Lembar Bimbingan Penulisan Skripsi

Lampiran 3 Pedoman Wawancara dan Pedoman Observasi Lampiran 4 Hasil Wawancara

Lampiran 5 Analisis Teori Lampiran 6 Dokumentasi


(7)

ABSTRAK

POLA ASUH PADA KELUARGA MIGRAN ASAL SUMATERA UTARA (STUDI KASUS TERHADAP KELUARGA MIGRAN YANG BERPROFESI SEBAGAI ANGKUTAN UMUM DI BANDUNG)

Anijar Hapni Siregar

Sebagai manusia yang hidup dan tinggal di dalam lingkungan masyarakat, sudah tentu harus dapat beradaptasi, berinteraksi serta berkomunikasi dengan baik di lingkungannya. Komunikasi, interaksi serta adaptasi yang baik, dapat dipelajari didalam pendidikan keluarga, terkait pola pengasuhan didalam keluarga tersebut. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung, yakni pada keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk: mengetahui bagaimana pendidikan yang terjadi di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung, mengetahui apakah keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung tetap menggunakan budayanya atau sudah menggunakan budaya sunda dan mengetahui ada tidaknya pengaruh budaya dalam pendidikan keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dianalisis secara kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa: observasi/pengamatan, wawancara,studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua keluarga yakni keluarga 2 dan keluarga 4 menerapkan pola pengasuhan yang melalaikan (neglectful parenting), sedangkan keluarga 1 menggunakan pola pengasuhan yang memanjakan (indulgent parenting), adapun keluarga 3 menggunakan pola pengasuhan otoritatif (authoritatif parenting).Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa informan (keluarga migran) tetap menggunakan budaya asalnya, namun sedikit banyaknya sudah mulai menggunakan budaya Sunda (memadupadankan). Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh budaya pada pendidikan dalam keluarga migran. Rekomendasi ditujukan kepada berbagai pihak diantaranya bagi: keluarga migran, masyarakat Sunda dan peneliti selanjutnya.

Kata Kunci: Pola Asuh, Keluarga Migran Asal Sumatera Utara (Batak), Supir Angkutan Umum, Masyarakat Bandung (Sunda)


(8)

ABSTRACK

POLA ASUH PADA KELUARGA MIGRAN ASAL SUMATERA UTARA (STUDI KASUS TERHADAP KELUARGA MIGRAN YANG BERPROFESI SEBAGAI ANGKUTAN UMUM DI BANDUNG)

Anijar Hapni Siregar

As human beings who live in the society, certainly have to be able to adapt, interact and communicate well in their environment. Communication, the interaction and adaptation can be studied in education family, related to the pattern of parenting in the family. This research was conducted in the city of Bandung, on migrant families in North Sumatra who work as public transport drivers.The purpose of this research is to find out how education: occur in the neighborhood of North Sumatera migrant driver whose profession as public transport in Bandung knowing if migrant family environment of North Sumatera driver whose profession as public transport in Bandung continue to use -- or already know the whereabouts of Sunda culture and cultural influence in education in the family migrant of North Sumatera driver whose profession as public transport in Bandung. This research is a descriptive study that was analyzed qualitatively, with data collection techniques include: Observation, interview the study of documentation and thestudy of librarianship. The results showed that two families, namely family2 and 4 apply negligent parenting pattern, while family1 uses indulgent parenting pattern, and family3 uses authoritative parenting pattern. Based on the research conducted, it can be seen that the informants (the migrant families) still use their native culture, but few have started to use some Sundanese culture (combining). It can be concluded that the influence of culture on the education of migrant families. Recommendations aimed at various parties to: family, such as migran society Sundanese and researchers next.

Keywords: Parenting pattern, migrant family, public transporatation drivers,


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman etnis, suku, bahasa, budaya, gender, agama dan lain sebagainya, sehingga Indonesia dikenal dan disebut sebagai masyarakat multikultural. Ridwan dan Malihah (2011, hlm. 50) mengemukakan bahwa: “Inti dari multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa ataupun agama”. Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk (multikultural), yang mengandung unsur-unsur kemajemukan berupa ciri fisik, ciri sosial dan ciri budaya.

Di Indonesia sendiri khususnya pada masyarakat Sumatera Utara dan masyarakat Bandung sudah tentu mengandung unsur-unsur tersebut, misalnya: ciri fisik seperti bentuk tubuh, bentuk hidung, warna kulit, bentuk wajah dan lain-lain jelas berbeda, untuk masyarakat Bandung warna kulit cenderung putih kemudian wajah untuk wanita biasanya cantik/ayu (geulis) dan wajah untuk pria biasanya ganteng (kasep). Sedangkan masyarakat Sumatera Utara untuk segi wajah bisa dikatakan sangar dan warna kulit yang cenderung berwarna coklat. Sedangkan untuk ciri sosialnya, masyarakat Bandung menganut sistem kekerabatan bilateral yakni: sistem kekerabatan ditarik dari garis ayah dan ibu secara bersamaan dengan sistem perkawinan endogami, sedangkan masyarakat Sumatera Utara menganut sistem kekerabatan unilateral patrilineal dimana garis keturunan ditarik dari garis ayah, dengan sistem perkawinan eksogami. Begitu juga dengan ciri budaya yang tentunya berbeda, dimana bahasa, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem pengetahuan, teknologi, kesenian juga agama antara masyarakat Bandung dengan masyarakat Sumatera Utara pasti berbeda pula.


(10)

Dengan mengetahui bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multikultural, yakni memiliki banyak perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya, maka sudah semestinya kita sebagai manusiaharus


(11)

3

memiliki sikap toleran yakni: bisa menghargai dan menghormati manusia lainnya dengan segala perbedaan yang terdapat didalam masyarakat, tempat dimana kita hidup, tanpa mementingkan perbedaan baik dari etnis, suku, bahasa, budaya, gender dan agama. Akan tetapi perbedaan tersebut sering menimbulkan ketegangan hubungan antaranggota masyarakat yang disebabkan oleh ketidaksesuaian keinginan masyarakat dengan perbedaan etnis, suku, bahasa, budaya, gender, agama dan lain sebagainya di dalam masyarakat.

Dalam kehidupan, kita tidak pernah lepas dari masyarakat. Sebagaimana Ridwan dan Malihah (2011, hlm. 31) mengemukakan bahwa, “Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk yang bermasyarakat”, dalam hal ini, manusia selalu hidup bersama manusia lainnya, dimana dalam diri manusia ada dorongan untuk berinteraksi dengan manusia lain, dan interaksi tersebut akan berhasil dilakukan apabila setiap manusia hidup dengan mengesampingkan setiap perbedaan yang ada, serta memahami cara-cara beradaptasi dengan benar sesuai dengan keinginan manusia lainnya, juga sesuai dengan bahasa yang digunakan dalam masyarakat tersebut untuk membantu mempermudah berkomunikasi antar individu satu dengan individu lain.

Sebagai manusia yang hidup dan tinggal dalam lingkungan masyarakat, sudah tentu harus dapat berkomunikasi, berinteraksi serta beradaptasi, baik antara etnis, suku, bahasa, budaya, gender, agama dan lain-lain didalam masyarakat, karena jika tidak manusia atauindividu tersebut tidak akan bisa bertahan hidup didalam masyarakat. Komunikasi, interaksi serta adaptasi, baik antara etnis, suku, bahasa, budaya, gender serta agama yang berbeda dapat dipelajari di dalam pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk bertahan hidup dengan mempelajari dan mengajarkan keluarga agar dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan hidup atau tempat tinggalnya, yang notabene berbeda etnis, suku, bahasa, budaya, gender dan agamanya. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai pendidikan keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum yang ada di Bandung, dimana dalam lingkungan tempat tinggalnya


(12)

Bermigrasi dari Sumatera Utara ke Bandung tentunya akan menimbulkan kesulitan dalam beradaptasi, berinteraksi serta berkomunikasi, karena memiliki banyak perbedaan, terutama dari ciri-ciri masyarakat atau keluarga migran yang berasal dari Sumatera Utara tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Sumatera Utara terkenal dengan masyarakat perantau yang berbicara agak kasar dengan watak yang juga terkenal keras serta berwajah sangar (biasanya wajah disebut menyeramkan), sering terlihat berantakan (tidak rapih), biasanya suka melakukan hal sesuka hatinya, pemarah dan sebagainya yang jelas-jelas berbeda dengan masyarakat Sunda di Bandung, yakni berbicara lemah lembut, berwatak halus (baik), berwajah manis (tidak menyeramkan/sangar), rapih dan juga bersih serta jarang marah.

Perbedaan ciri atau karakter tersebut sangat rentan menyebabkan kesulitan dalam beradaptasi, apalagi dengan karakter masyarakat Sunda yang lemah lembut sedangkan masyarakat Sumatera Utara yakni keluarga migran, memiliki sifat yang keras serta pemarah, menyebabkan banyak opini atau pandangan masyarakat Sunda mengenai sikap masyarakat Sumatera Utara yang menakutkan sehingga sebisa mungkin masyarakat Bandung menghindari adanya kontak dan komunikasi dengan keluarga migran, juga sikap masyarakat Sumatera Utara yang melakukan hal dengan sesukanya/sesuka hatinya, seperti: memotong jalan di lampu merah, meminta bayaran (ongkos) lebih dan sebagainya membuat masyarakat Sumatera Utara itu sendiri sulit untuk beradaptasi, karena sebagai masyarakat minoritas di daerah orang lain (mayoritas) ingin berbuat semaunya sudah pasti tidak akan diterima oleh masyarakat mayoritas tersebut. Contoh lain kesulitan beradaptasi yaitu dari segi bahasa yang berbeda yang sering menimbulkan perbedaan pendapat yang juga sering menjadi pemicu konflik, dimana masyarakat sunda sebagai masyarakat mayoritas dengan perilaku “bullying” nya yang suka membuli orang lain karena perbedaan bahasa juga budaya yang aneh menurut mereka, membuat masyarakat Sumatera Utara memperlihatkan sikap pemarahnya sehingga konflik pun terjadi yang otomatis akan menyebabkan adanya kesulitan dalam beradaptasi. Juga dari segi budaya yang berbeda yang membuat satu masyarakat


(13)

5

menganggap budayanya lebih baik daripada budaya masyarakat lain juga rentan menyebabkan sulitnya beradaptasi, untuk mengkaji hal tersebut, makaperlu dilakukan penelitian terhadap keluarga migran asal Sumatera Utara.

Bermigrasi dari Sumatera Utara ke kota Bandung sudah tentu mengharuskan pekerja atau keluarga migran dapat beradaptasi dengan masyarakat Sunda yang ada di Bandung, agar pekerja atau keluarga migran tersebut dapat dengan mudah berinteraksi dengan masyarakat, sehingga dapat menjamin pekerjaannya akan lancar dan dapat hidup dengan baik di lingkungannya yang baru.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990, hlm. 1) mengemukakan bahwa, “Dengan terbatasnya pemilikan lahan dan lapangan kerja di desa mendorong penduduk mencari tambahan penghasilan di luar sektor pertanian”. Salah satunya adalah mencari pekerjaan di kota atau di luar daerah tempat tinggalnya. Faktanya, dalam penelitian ini pekerja atau keluarga migran yang berprofesi sebagai supir angkutan umum bermigrasi ke kota Bandung untuk mencari penghasilan agar dapat bertahan hidup, untuk itu pekerja atau keluarga migran asal Sumatera Utara harus memiliki cara agar dapat beradaptasi, berinteraksi serta berkomunikasi dengan masyarakat Sunda.

Salah satu cara agar keluarga migran dapat beradaptasi, berinteraksi serta berkomunikasi dengan mudah didalam masyarakat Sunda adalah dengan menerapkan pola pengasuhan yang tepat didalam pendidikan keluarga migran asal Sumatera Utara tersebut. Disini, keluarga dituntut untuk mampu mengajarkan anak (mendidik anak) agar dapat beradaptasi dengan lingkungannya dengan cara mengajarkan anak bagaimana sopan santun, saling menghargai, menghormati dan sebagainya dengan memadupadankan pengajaran atau didikan dengan nilai-nilai budaya yang baik, diterima dan berlaku di masyarakat serta dijadikan sebagai kebiasaan dalam keluarga.

Pada penelitian ini, penulis memilih keluarga migran yang berprofesi sebagai supir angkutan umum, dikarenakan penulis tertarik meneliti mengapa masyarakat Sumatera Utara rela pergi jauh merantau meninggalkan kampung halaman menjadi migran di Kota Bandung dengan bekerja sebagai supir angkutan


(14)

umum. Menurut pendapat Saptanto, S., Lindawati., dan Zulham, A (2011, hlm. 22) bahwa, Terjadinya mobilitas migran dari desa pesisir ke daerah tujuan migrasi banyak ditentukanoleh keterikatan migran dengan struktur sosial ekonomi di daerah asal migrasi. Asumsi penulis adalah keluarga migran memilih bermigrasi disebabkan karena mata pencaharian di daerah Sumatera Utara yang notabene adalah sebagai petani, dimana sudah tentu pekerjaan tersebut mengharuskan pekerjanya untuk berkotor-kotoran (tidak seperti pekerja kantoran atau lainnya), berhadapan dengan terik matahari langsung serta berpenghasilan kurang mencukupi, kecuali untuk orang-orang yang memiliki lahan atau kebun yang luas. Hal tersebut selaras dengan pendapat Saptanto, S., Lindawati., dan Zulham, A (2011, hlm. 22) bahwa,

Pertama, jikaketerikatan terhadap struktur sosial ekonomi desanya sangat kuat maka migrasi itu tidak terjadi. Kedua, jika keterikatan migran terhadap struktur sosial ekonomi desa semakin menipis dan dengan daerah tujuan migrasi sangat kuat, maka mobilitas tersebut akan terhenti dan muncullah migran permanen. Ketiga, jika kebutuhan migran di desa pesisir kurang terpenuhi dan ikatan penduduk terhadap struktur sosial ekonomi desa pesisir sangat kuat maka terjadilah migrasi dari desa pesisir ke daerah tujuan migrasi.

Dilihat dari faktor pendorong maupun faktor penarik migrasi menurut Lembaga Demografi FEUI (2007, hlm. 118) yakni sebagai berikut: faktor pendorong migrasi; 1) makin berkurangnya sumber-sumber alam, 2) menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal, 3) adanya tekanan atau diskriminasi politik, agama maupun suku di daerah asal, 4) tidak cocok lagi dengan adat,/budaya/kepercayaan di tempat asal, 5) alasan pekerjaan atau perkawinan dan 6) bencana alam. Kemudian faktor penarik migrasi yaitu; 1) adanya rasa superior di tempat baru, atau kesempatan memasuki lapangan pekerjaan yang cocok, 2) kesempatan memperoleh pendapatan yang lebih baik, 3) kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, 4) keadaan lingkungan dan kehidupan yang menyenangkan seperti iklim, perumahan, lingkungan alam dan lain-lain, 5) tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung, 6) adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang pedalaman atau kota kecil.


(15)

7

Jawaban dari pertanyaan penulis mengenai alasan keluarga migran untuk merantau jauh meninggalkan kampung halaman, rata-rata dari empat keluarga yang menjadi informan adalah dari faktor penarik migrasi yakni: kesempatan memperoleh pendapatan yang lebih baik (dalam arti bahwa ketertarikan keluaga migran terhadap struktur sosial ekonomi daerah asalnya semakin menipis), kemudian keadaan lingkungan yang menyenangkan, tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung dan juga keinginan untuk lepas dari pekerjaan atau mata pencaharian di daerah asal yang notabene sebagai petani, baik petani kelapa sawit, petani karet, maupun petani padi dan sayur ataupun buah. Jawaban tersebut dapat menjelaskan bahwa keluarga migran bermigrasi disebabakan oleh keinginan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik, terbukti setelah penulis melakukan penelitian bahwa tidak sedikit dari keluarga migran asal Sumatera Utara yang berhasil dengan bekerja sebagai supir angkutan umum, dimana supir-supir tersebut telah memiliki minimal satu buah angkutan umum (angkot), yang penghasilannya cukup besar bila dibandingkan dengan penghasilan seorang petani, apalagi hanya sebagai buruh tani saja. Kemudian hal ini diperkuat dengan pendapat beberapa informan saat penulis melakukan studi pendahuluan di terminal Ledeng dan Dago, yakni sebagai berikut:Kebanyakan orang Sumatera Utara yang menjadi supir angkutan umum itu berhasil neng, rata-rata dari mereka sudah memiliki angkutan umum milik pribadi, ada yang memiliki satu buah angkutan umum bahkan ada yang memiliki empat buah, kemudian mereka memberikan angkutan umum milik mereka kepada masyarakat Sunda, dengan perjanjian setoran perhari-nya, untuk angkutan umum Cicaheum-Ledeng rata-rata pemiliknya adalah orang Sumatera Utara neng, begitu juga dengan angkutan umum Kalapa-Dago, sehingga orang Sumatera Utara yang menjadi supir angkutan umum di Bandung bisa dikatakan sukses (Komunikasi personal, 25 Oktober 2013).

Dari pemaparan diatas, jelas terlihat bahwa terdapat perbedaan -perbedaan antara masyarakat Sumatera Utara (batak) dan masyarakat Bandung (sunda), baik berbeda dari segi mata pencaharian, perbedaan karakter, cara hidup dan lain-lain.


(16)

Perbedaan tersebut kemudian menjadi suatu masalah dalam terlaksananya interaksi yang baik didalam masyarakat, karena perbedaan etnis, suku, bahasa, budaya dan agama antara masyarakat sunda dan keluarga migran itu sendiri tentunya akan menyebabkan berbagai masalah di dalam lingkungan kehidupan masyarakat sunda dan keluarga migran tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa perbedaan, terutama perbedaan bahasa akan mempersulit kita dalam berkomunikasi dengan orang lain karena kita tidak dapat mengerti apa maksud dari perkataan yang diucapkan oleh lawan bicara kita. Begitu juga dengan budaya yang jelas berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya, yang memungkinkan untuk terjadinya saling ejek antar kebudayaan, saling merasa kebudayaan sendiri lebih baik dan lain sebagainya, yang kesemuanya dapat menimbulkan konflik, sehingga berpengaruh terhadap interaksi dan adaptasi di dalam masyarakat.

Masyarakat Sunda sebagai masyarakat mayoritas di kota Bandung pasti akan lebih dominan dalam segala aktivitas dari pada masyarakat minoritas/pendatang yakni keluarga migran asal Sumatera Utara yang ada di Bandung, sehingga masyarakat minoritas yakni keluarga migran harus dapat meleburkan diri atau berbaur dengan masyarakat mayoritas yakni masyarakat Sunda di Bandung. Melebur yang dimaksud disini yakni dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan baru dengan cara beradaptasi, berkomunikasi dan berinteraksi.

Interaksi dapat terjadi karena adanya kontak dan komunikasi. Kontak dan komunikasi ini tidak dapat lepas dari kehidupan sehari-hari terutama dalam hal pekerjaan, dimana sebagai pekerja khususnya pekerja migran yang berprofesi sebagai supir angkutan umum tidak akan dapat terlepas dari kontak dan komunikasi dengan masyarakat, begitu juga dengan keluarga di lingkungan migran tersebut, tidak akan dapat terlepas dari kontak dan komunikasi dengan masyarakat Sunda di Bandung.

Dalam diri seseorang terdapat tiga faktor pendorong terjadinya interaksi, diantaranya adalah dorongan sebagai makhluk sosial, dorongan memenuhi kebutuhan serta dorongan mengembangkan diri dan mempengaruhi orang lain.


(17)

9

Dorongan untuk memenuhi kebutuhan yang dimaksud disini yaitu manusia satu dapat berinteraksi dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini yaitu keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum harus dapat berinteraksi dengan masyarakat Sunda di kota Bandung untuk dapat bertahan hidup meskipun berbeda etnis.Dua etnis yang berbeda tentunya akan sulit untuk beradaptasi dan berinteraksi terutama pada keluarga migran asal Sumatera Utara dengan masyarakat Sunda di Bandung, maka dari itu keluarga migran asal Sumatera Utara harus dapat meleburkan diri pada masyarakat Sunda di Bandung, karena dengan meleburkan diri maka keluarga migran dapat beradaptasi, berkomunikasi dan berinteraksi tanpa merasa daerah baru tempat mereka tinggal tersebut adalah daerah yang benar-benar asing, sehingga keluarga migran dapat hidup seperti sebelumnya di daerah asal mereka. Yang tidak kalah penting adalah bagaimana pendidikan yang ada didalam keluarga migran, terkait pola pengasuhannya, yang merupakan salah satu cara untuk mempermudah beradaptasi, berkomunikasi serta berinteraksi didalam masyarakat.

Hal inilah yang menjadi landasan penulis untuk meneliti dan juga penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pendidikan keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang ada di Bandung, untuk itu penulis melihat perlu adanya penelitian dengan pengkajian secara khusus mengenai pendidikan keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang ada di Bandung, yakni dengan judul penelitian:“Pola Asuh Pada Keluarga Migran Asal Sumatera Utara” (Studi Kasus terhadap Keluarga Migran yang Berprofesi Sebagai Supir Angkutan Umum di Bandung).

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian, dapat ditarik beberapa permasalahan diantaranya:

1. Berdasarkan pengalaman pribadi peneliti, yang mengalami kesulitan dalam beradaptasi, berinteraksi serta berkomunikasi dengan masyarakat Sunda


(18)

yang berbeda budaya, suku, bahasa, agama dan sebagainya, apalagi bila masyarakat tidak memiliki sikap toleransi antar sesama, menyebabkan masyarakat satu sulit untuk bertahan dalam masyarakat lainnya.

2. Pola asuh yang diterapkan orang tua memiliki dampak terhadap kemampuan anak dalam beradaptasi, berinteraksi dan berkomunikasi, apabila pola asuh yang diterapkan salah, maka perilaku dan tingkahlaku anak akan salah juga, terutama sangat berdampak terhadap perilaku dan tingkahlaku anak dalam beradaptasi, berinteraksi dan berkomunikasi didalam masyarakat.

3. Perbedaan karakter antara masyarakat Sumatera Utara yang memiliki karakter keras dan pemarah dengan karakter masyarakat Bandung (Sunda) yang lemah lembut menyebabkan masyarakat Sumatera Utara sulit untuk beradaptasi, berinteraksi dan berkomunikasi didalam masyarakat Bandung, khususnya keluarga migran.

4. Perbedaan karakter yang disebabkan oleh perbedaan pola pengasuhan, menyebabkan masyarakat sulit untuk menyesuaikan diri, terlebih lagi terhadap anak yang diasuh dengan pola pengasuhan yang melalaikan dan memanjakan.

5. Masyarakat minoritas yakni keluarga migran yang melakukan sesuatu sesuka hatinya, seperti: berbicara keras, meminta uang (ongkos) lebih, serta pemarah menyebabkan masyarakat mayoritas memberikan stereotipe

negatif bahkan menolak beradaptasi, berinteraksi serta berkomunikasi dengan keluarga migran.

C. Rumusan Masalah Penelitian

“Perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah” (Usman, 2009, hlm. 27). Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:


(19)

11

1. Bagaimana pola asuh yang terjadi dalam keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung?

2. Apakah keluarga di lingkungan migran asal Sumatera utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung tetap menggunakan budayanya atau sudah menggunakan budaya sunda?

3. Adakah pengaruh budaya dominan dalam pendidikan keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung?

D. Tujuan Penelitian

Menurut Riduwan (2009, hlm. 6) “Tujuan penelitian merupakan keinginan -keinginan penelitian atas hasil penelitian dengan mengetengahkan indikator-indikator apa yang hendak ditemukan dalam penelitian, terutama yang berkaitan dengan variabel-variabel”. Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pendidikan keluarga migran asal Sumatera Utara yang ada di Bandung (studi kasus terhadap keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung).

2. Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui bagaimana pola asuh yang terjadi di lingkungan migran asal Sumatera utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung. b. Mengetahui apakah keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara

yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung tetap menggunakan budayanya atau sudah menggunakan budaya sunda.

c. Mengetahui ada tidaknya pengaruh budaya dalam pendidikan keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung.


(20)

E. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi berupa konsep pendidikan dalam keluarga di lingkungan migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di Bandung, khususnya dalam lingkup etnis, suku, bahasa, budaya dan agama yang berbeda mengingat Indonesia sebagai negara yang memiliki etnis, suku, bahasa, budaya dan agama yang beraneka ragam, sehingga sebagai masyarakat tidak merasakan kesulitan dalam beradaptasi dengan masyarakat. Serta diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian sejenis terkait pendidikan keluaraga di lingkungan migran. Juga diharapkan dapat dijadikan sumber bacaan dalam dunia pendidikan terkait perluasan ilmu pengetahuan.

2. Secara Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada: a. Peneliti

Sebagai suatu pembelajaran dalam rangka terjun langsung meneliti dan memberikan solusi kepada masyarakat untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diajarkan dalam pembelajaran dikelas, serta sebagai warga masyarakat dapat berpartisipasi dalam menangani masalah yang ada didalam masyarakat itu sendiri, juga untuk memperkaya pengetahuan penulis dan dijadikan sebagai sumber penilaian untuk kelulusan dalam menempuh Strata satu (S1) penulis.

b. Keluarga Migran

Mengetahui bagaimana pola asuh dalam keluarga yang seharusnya diterapkan/dilakukan di dalam lingkungan keluarga migran sehingga dapat diterima didalam masyarakat, baik dalam etnis, suku, bahasa, budaya dan agama yang berbeda, dan juga untuk memudahkan keluarga migran agar dapat bertahan dalam masyarakat terutama untuk menjalankan profesinya sebagai supir angkutan umum dan dapat memenuhi keinginan masyarakat tempat keluarga migran tersebut tinggal. Dalam arti keluarga migran dapat diterima dalam lingkungan tempat tinggal yang notabene berbeda etnis, suku, bahasa, budaya dan agama.


(21)

13

c. Masyarakat Sunda

Bebas berinteraksi dengan keluarga migran sesuai keinginannya, tanpa harus khawatir dengan adanya perbedaan yang mengakibatkan ketidaknyamanan dan kekhawatiran pada saat berinteraksi dengan keluarga migran yang ada di lingkungannya.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dilakukannya penelitian, identifikasi masalah, perumusan masalah yang akan diteliti, tujuan dilakukannya penelitian, manfaat dilakukannya penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Kajian Teoritis

Pada bab ini memuat mengenai konsep pendidikan keluarga yakni mengenai arti keluarga, peran dan fungsi keluarga, arti pendidikan, pentingnya pendidikan, pengertian pendidikan keluarga, tujuan pendidikan keluarga, faktor yang mempengaruhi lingkungan keluarga dan keluarga sebagai alam pendidikan pertama (dasar), kemudian konsep Migrasi, masyarakat Bandung (Sunda), masyarakat Sumatera Utara (Batak), konsep pola asuh yakni: pengertian pola asuh dan jenis-jenis pola asuh, pola hubungan orang tua-anak (sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak), Akulturasi, Asimilasi, konsep interaksi sosial yakni: latar belakang interaksi sosial, pengertian interaksi dan interaksi sosial, dasar-dasar interaksi sosial, bentuk-bentuk interaksi sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, tahap-tahap interaksi sosial, teori interaksi sosial, interaksionisme simbolik, hubungan interpersonal dan adaptasi sosial.


(22)

Pada bab ini memuat mengenai pendekatan dan metode penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, penyusunan alat, prosedur pengumpul data dan analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini memuat mengenai hasil penelitian berupa: gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi subjek penelitian, profil keluarga objek dan deskripsi hasil penelitian, serta pembahasan

Bab V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini penulis akan menarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta memberikan saran kepada pihak-pihak terkait.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan kegiatan pencarian data, penyelidikan dan percobaan dalam suatu bidang tertentu yang dimaksudkan dan dilakukan untuk mendapatkan fakta-fakta dan prinsip-prinsip baru dan pengertian baru mengenai suatu masalah yang diteliti. Menurut Sugiyono (2008, hlm. 2), Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu: rasional, empiris dan sistematis. Metode penelitian dianggap sebagai seperangkat pendekatan yang menyeluruh untuk mengumpulkan data dan menganalisis masalah-masalah tertentu mencakup teknik dan alat (Mikkelsen, 2001, hlm. 313).

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dimana data yang dikumpulkan berasal dari naskah wawancara, catatan, dokumen pribadi, memo, gambar dan lain sebagianya selain data yang berupa angka-angka atau prosedur statistik yang diperoleh langsung dari informan guna memahami situasi sosial, peristiwa, peran dan interaksi. Moleong (2007, hlm. 6) mengemukakan bahwa, Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah

Usman dan Akbar (2009, hlm. 78) mengemukakan bahwa “Metode

kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi

tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri”.

Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini


(24)

mencocokkan antara reliatas empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode deskriptif”, yakni mencocokkan antara kenyataan yang ada dalam lokasi penelitian dengan teori-teori yang digunakan.

Sementara itu metode atau jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bersifat menggambarkan atau melukiskan sesuatu hal dalam arti yang sebenarnya yaitu berupa foto-foto atau gambar-gambar yang dapat menjelaskan hasil penelitian serta dapat pula berarti menjelaskan dengan kata-kata. Menurut pendapat Whitney (dalam Nazir, 2003, hlm. 16), “Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat”. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2009, hlm. 130) bahwa:

Penelitian deskriptif kualitatif diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan dan bertindak). Minimal ada tiga hal yang digambarkan dalam penelitian kualitatif yaitu karakteristik pelaku, kegiatan atau kejadian yang terjadi selama penelitian dan keadaan lingkungan atau karakteristik tempat penelitian berlangsung.

Dalam penelitian ini penulis akan menggambarkan atau melukiskan data hasil temuan di lapangan dengan sebenarnya yang ditemukan oleh penulis terkait pendapat informan.

B. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini berada di kota Bandung, Jawa Barat, kota tempat tinggal peneliti Kota Bandung adalah kota yang sangat jauh dari Sumatera Utara, yakni terdapat pada pulau yang berbeda. Di kota Bandung juga terdapat masyarakat yang karakteristiknya sangat berbeda dengan masyarakat Sumatera


(25)

57

Utara. Masyarakat Bandung terkenal dengan suku Sunda dengan karakteristik (ciri) yang khas, yakni: lemah lembut, ramah, anggun, lembut dalam bertutur kata dan sebagainya.

Di kota Bandung, terdapat banyak masyarakat Sumatera Utara (keluarga migran) khususnya pada keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum, namun yang akan diteliti adalah keluarga migran yang tinggal di jalan Dago, jalan Dago Timur, di jalan Taman Sari dan jalan Kiaracondong, serta di terminal-terminal tempat atau trayek keluarga migran bekerja, yakni: Kalapa-Dago, Cicaheum-Ledeng dan Margahayu-Ledeng, tempat-tempat tersebutlah yang kemudian menjadi lokasi pada penelitian ini.

C. Data dan Sumber Data

Sumber data adalah hal berupa benda, orang atau tempat dimana penelitian dilakukan. Adapun sumber data yang diambil dalam penelitian ini yaitu keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum yang ada di Bandung, yakni meliputi: Ayah (supir angkutan umum), ibu (istri) dan juga anak.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang dapat membantu menjawab atau memecahkan masalah penelitian.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data. Teknik tersebut memiliki fungsi yang berbeda dan digunakan sesuai dengan tujuan penelitian dan jenis data yang ingin didapatkan serta keadaan subjek penelitian. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana pola asuh pada keluarga migran asal Sumatera Utara yang ada di Bandung. Data penelitian ini diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi.


(26)

Tabel 3.1

Teknik pengumpulan data

Sumber: Teknik Pengumpulan Data Penulis Tahun 2013-2014 1. Observasi/Pengamatan

Observasi atau pengamatan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui fakta dari suatu kegiatan atau peristiwa yang diamati dari jarak yang dekat, yang berguna untuk mendapatkan informasi terkait penelitian yang dilakukan.

Teknik Pengumpulan Data Aspek Sumber Data

Observasi/Pengamatan Aktivitas keluarga migran

atau pekerja migran asal Sumatera Utara

Pekerja Migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebgai supir angkutan umum yang ada di Bandung

Wawancara Pedidikan keluarga,

menggunakan budaya asal migran atau budaya sunda, menanyakan ada tidaknya pengaruh budaya dalam pendidikan keluaraga di lingkungan migran asal Sumatera Utara

Keluarga migran atau Pekerja migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum yang ada di Bandung

Studi Dokumentasi Proses beradaptasi,

berinteraksi atau bergaul dengan masyarakat sunda di Bandung

Keluarga migran atau pekerja migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum yang ada di Bandung

Studi Kepustakaan Mengenai konsep migran

dan yang berhubungan dengan keluarga migran, seperti: beradaptasi, berkomunikasi, berinteraksi dan lain-lain

Yakni berupa: buku, jurnal, artikel, dokumen, publikasi departemen, koran, internet dan sebagainya yang mencakup tentang konsep-konsep tersebut.


(27)

59

Menurut Sugiyono (2008, hlm. 145), Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunya ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik lain, kalau wawancara dan kuisioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga pada objek-objek alam yang lain.

“Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala gejela yang diteliti” (Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, 2009, hlm. 52). Metode ini dilakukan dengan maksud untukmelihat dan mengamati keadaan di lapangan secara langsung dan sengaja diadakan oleh peneliti dengan menggunakan alat indra khususnya mata untuk memperoleh gambaran yang lebih luas mengenai masalah yang sedang diteliti dan juga dapat melihat bagaimana kejadian yang berlangsung di lapangan.

Dalam penelitian ini observasi difokuskan pada aktivitas keluarga migran atau pekerja migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum yang ada di Bandung, dengan menggunakan alat pengumpul data yang dapat berupa rekaman, gambar serta catatan berkala yang didapatkan saat penelitian dilakukan.

Lebih lanjut Moleong (2002, hlm. 125) menjelaskan mengenai observasi atau pengamatan, yakni:

a. Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian dan perilaku lain.

b. Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagai yang dilihat oleh subjek, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subjek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan aturan para subjek pada keadaan waktu tersebut.

c. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek.

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan untuk melengkapi data dengan cara bertanya langsung atau tatap muka dengan informan, yang dalam penelitian ini adalah keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum di kota Bandung.

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang


(28)

diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu. (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 127). Usman dan Akbar (2009, hlm. 55) mengemukakan bahwa “Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau

lebih secara langsung”.

Metode interview adalah sebuah dialog atau tanya jawab yang dilakukan dua orang atau lebih yaitu pewawancara dan terwawancara (narasumber) dilakukan secara berhadap-hadapan (face to face) (Hanitijo, 1994, hlm. 57).

Wawancara dilakukan dengan cara bertanya kepada keluarga migran atau pekerja migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum mengenai pola asuh dalam keluarga di lingkungan migran, juga mengenai apakah keluarga migran menggunakan budaya asal migran atau budaya Sunda, serta mengenai ada tidaknya pengaruh budaya dalam pendidikan keluarga migran yang ada di Bandung.

3. Studi Dokumentasi

“Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen” (Usman dan Akbar, 2009, hlm. 69). Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen, yakni dapat berupa catatan buku, majalah, surat, notulen, agenda dan lain-lain, yang dimaksudkan untuk memperoleh data secara tertulis untuk melengkapi data penelitian.

Dalam penelitian ini yakni seluruh aktivitas keluarga migran asal Sumatera Utara yang ada di Bandung, baik ayah, ibu dan juga anak.

4. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan cara memperoleh informasi melalui sumber acuan yang dapat berupa teori atau konsep yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan, baik teori atau konsep yang bersumber dari buku, majalah, jurnal, artikel, dokumen dan lain-lain yang terkait dengan masalah yang akan diteliti. Dilakukan untuk mendapatkan informasi teoritis yang berhubungan dengan masalah penelitian.


(29)

61

Teknik ini digunakan karena peneliti memerlukan teori-teori yang dapat mendukung terlaksananya penelitian ini. Teori-teori ini bisa didapatkan dari sumber kepustakaan yakni buku, majalah, jurnal dan lain-lain, dengan teknik ini peneliti akan mendapatkan informasi dan data yang berupa teori-teori, pengertian-pengertian serta uraian-uraian menurut para ahli yang berhubungan dengan data yang diperlukan dalam penelitian ini.

E. Penyusunan Alat Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian diperlukan penyusunan alat untuk mempermudah penelitian. Adapun penyusunan alat pengumpul data pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

1. Penyusunan kisi-kisi penelitian

Penelitian dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang dijabarkan kedalam pertanyaan agar memudahkan dalam alat pengumpulan data.

2. Penyusunan alat pengumpul data

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah observasi/pengamatan dan wawancara kepada keluarga migran asal Sumatera Utara. Penggunaan teknik observasi/pengamatan dilakukan untuk melihat kedaan dilapangan secara dekat dan langsung.

3. Penyusunan pedoman wawancara

Sebelum melakukan wawancara perlu disusun pedoman wawancara yang bertujuan untuk mempermudah penulis melakukan wawancara dengan adanya patokan pertanyaan yang masih bisa bertambah sewaktu-waktu, sehingga wawancara yang dilakukan terarah. Adapun pedoman wawancara adalah daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden mengenai penelitian yang dilakukan.

4. Penyusunan pedoman observasi

Pedoman observasi perlu disusun sebelum peneliti terjun kelapangan untuk melakukan penelitian. Hal ini dilakukan agar kedatangan penulis kelapangan untuk penelitian sesuai tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.


(30)

F. Prosedur Pengumpul Data

Dalam penelitian diperlukan adanya suatu alat pengumpul data yang dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data/informasi yang valid dengan alat yang tepat dan akurat. Adapun penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan observasi/pengamatan sebagai alat pengumpul data yang utama selain studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Untuk pengumpulan data sendiri diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan mencakup: studi pendahuluan, pembuatan proposal dan lain-lain yang diperlukan dalam penelitian. Dalam tahap persiapan penulis mempersiapkan pedoman-pedoman yang akan digunakan juga hal lain yang sekiranya diperlukan, misal: alat tulis, perekam suara dan lain-lain yang akan digunakan untuk mempermudah penelitian.

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan tahap yang harus dilakukan peneliti untuk mendapatkan informasi seputar pertanyaan penelitian yang terdapat dalam pedoman wawancara yang telah dirancang sebelumnya dan sesuai dengan tujuan penelitian. Setelah semua data diperoleh kemudian dilanjutkan dengan analisis data.

G. Analisis Data

Analisis data menurut Patton (dalam Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 91)

adalah „Proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,

kategori, dan satuan uraian dasar‟.

1. Analisis Data Kualitatif

Ada berbagai teknik analisa data menurut para ahli. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data versi Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (dalam Usman dan Akbar, 2009, hlm. 85-88) mengemukakan bahwa

„Analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu: reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan atau verifikasi‟.


(31)

63

a. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul

dari catatan-catatan lapangan. Pada langkah reduksi data ini dipilih data yang relevan dengan penelitian. Data yang tidak relevan dapat dibuang, dan jika diperlukan penulis dapat menambahkan data baru sehingga data yang terkumpul dapat diverifikasi.

b. Penyajian Data

Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Pada langkah ini penulis mendeskripsikan data hasil temuan di lapangan, untuk bisa ditarik kesimpulan.

c. Penarikan Kesimpulan Atau Verifikasi

Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah langkah akhir dalam analisis data kualitatif versi Miles dan Huberman. Setelah data dideskripsikan selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dari hasil dari pelaksanaan yang telah dilakukan dan juga dilakukan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh subjek tempat penelitian itu dilaksanakan.

Miles dan Huberman(dalam Usman dan Akbar, 2009, hlm. 88)menggambarkan keterkaitan ketiga kegiatan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi yang dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini:

Gambar 3.1

Model interaktif (Miles dan Huberman, 1994)

Pengumpulan Data

Penyajian data


(32)

Sumber: Buku Metodelogi Penelitian Sosial

2. Interpretasi Data

Menurut Usman dan Akbar (2009, hlm. 98-99), Laporan penelitian kualitatif dikatakan ilmiah jika persyaratan kredibilitas, transferabilitas, dan dependabilitas atau konfirmabilitasnya sudah terpenuhi.

a. Kredibilitas

Kredibilitas adalah kesesuaian antara konsep peneliti dengan konsep responden. Agar kredibilitas terpenuhi, maka waktu yang digunakan penelitian harus cukup lama; pengamatan yang terus-menerus; mengadakan triangulasi, yaitu memeriksakan kebenaran data yang telah diperolehnya kepada pihak-pihak lain yang dapat dipercaya; mendiskusikannya dengan teman seprofesi; menggunakan alat-alat bantu dalam mengumpulkan data, seperti: tape recorder, tustel, video dan sebagainya; menggunakan member check, yaitu memeriksa kembali informasi responden dengan mengadakan pertanyaan ulang atau mengumpulkan sejumlah responden untuk dimintai pendapatnya tentang data yang telah dikumpulkan.

b. Transferabilitas

Transferabilitasialah apabila hasil penelitian kualitatif itu dapat digunakan atau diterapkan pada kasus atau situasi lainnya. Dalam penelitian kualitatif biasanya bekerja dengan sampel yang kecil mengakibatkan sangat sukar untuk mengadakan generalisasi sepenuhnya yang dapat dipercaya.

c. Dependabilitas dan Konfirmabilitas

Dependabilitas ialah apabila hasil penelitian kita memberikan hasil yang sama dengan penelitian yang diulang pihak lain. Dalam penelitian kualitatif sukar dapat diulangi pihak lain, karena desainnya yang emergent, lahir selama penelitian berlangsung. Untuk membuat penelitian kualitatif memenuhi dependabilitas, maka perlu disatukan dengan konfirmabilitas. Hal ini dilakukan dengan cara audit trail. Dalam penulisan tesis atau disertasi, audit trail ini dilakukan oleh pembimbing. Pembimbing inilah yang berhak memeriksa kebenaran data serta penafsirannya.


(33)

(34)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV berikut ini, penulis akan memaparkan temuan hasil penelitian/deskripsi hasil penelitian dan pembahasan (analisis) hasil penelitian. Penelitian ini sendiri mengemukakan mengenai bagaimana pola asuh pada keluarga migran asal Sumatera Utara di kota Bandung, terkait cara beradaptasi, berinteraksi serta berkomunikasi dengan masyarakat Sunda yang ada di Bandung, dimana suku serta budayanya jelas berbeda dengan keluarga migran. Penulis melakukan penelitian pada empat keluarga, yakni dua keluarga yang dimana suami dan istri berasal dari Sumatera Utara serta dua keluarga dimana suami berasal dari Sumatera Utara sedangkan istri berasal dari Bandung.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis, dapat diketahui bahwa pola asuh yang digunakan orang tua didalam keluarga akan mempermudah anak dalam beradaptasi, berinteraksi maupun berkomunikasi di dalam lingkungannya, namun memang tidak dapat dihindari, bahwa rasa kesukuan dan budaya migran kemudian diketahui mulai pudar, apalagi pada diri anak yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan orang yang berbeda suku, bahasa serta budayanya.

Hasil penelitian ini diperoleh oleh penulis dengan melakukan pengamatan atau observasi mengenai kegiatan sehari-hari yang berlangsung dalam lingkungan keluarga migran, serta wawancara yang langsung dilakukan oleh penulis, baik di tempat kerja keluarga migran yakni pada trayek-trayek khusus supir angkutan umum maupun di rumah keluarga migran (informan). Penulis juga melakukan penelitian khusus kepada keluarga migran yakni supir angkutan umum terkait cara berkomunikasinya dengan penumpang, yang langsung penulis amati dengan cara penulis menjadi penumpang yang ikut berkeliling (sesuai trayek) saat supir angkutan umum sedang bekerja, adapun yang akan dibahas dalam bab IV ini yakni mengenai: hasil penelitian dan pembahasan.


(35)

66

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah kota Bandung, kemudian dipilih sesuai trayek angkutan umum yakni: Cicaheum-Ledeng, Kalapa-Dago, dan Margahayu-Ledeng. Setelah dipilih kemudian didapatkan lokasi penelitian, yakni Terminal Dago, Terminal Ledeng, dan Terminal Margahayu. Penulis melakukan penelitian di lokasi-lokasi tersebut dan juga di rumah informan penelitian, yakni: di jalan Taman Sari, jalan Dago Timur, sekitaran Terminal Dago dan jalan Kiaracondong. Disini, penulis langsung bertemu dengan keluarga informan yakni: istri dan anak-anak dari keluarga migran yang berprofesi sebagai supir angkutan umum. 2. Profil Keluarga Objek

Data yang diperoleh dari informan dalam penelitian ini banyak didapatkan melalui wawancara dan observasi. Informan yang diwawancarai dalam penelitian ini sebanyak empat keluarga, dengan kode Keluarga 1 yakni untuk keluarga informan yang bertempat tinggal di jalan Dago Timur, Keluarga 2 yakni untuk keluarga informan yang bertempat tinggal di jalan Dago, Keluarga 3 yakniuntuk keluarga informan yang bertempat tinggal di jalan Kiaracondong dan Keluarga 4 yakni untuk keluarga informan yang bertempat tinggal di jalan Taman Sari. Dibawah ini akan dipaparkan mengenai karakteristik informan penelitian, yakni mengenai: usia informan, pendidikan terakhir, pekerjaan, jumlah anak serta lama tinggal di Bandung untuk masing-masing keluarga informan.

Berikut ini merupakan tabel mengenai latar belakang informan yang telah disusun secara lengkap yang akan dipaparkan pada tabel 4.1 dibawah ini:


(36)

Tabel 4.1

Tabel karakteristik informan penelitian

Informan Karakteristik

Orang Tua Usia (tahun) Pendidikan terakhir

Pekerjaan Anak Lama di Bandung (tahun) Keluarga

1

Ayah 37 Tahun

SD Supir

angkutan umum trayek Kalapa-Dago

2 orang Sejak tahun 1992

Ibu 32 Tahun

SMP Ibu rumah tangga

Sejak tahun 2002 Keluarga

2

Ayah 35 Tahun

SMP Supir

angkutan umum trayek Kalapa-Dago

3 orang Sejak tahun 1997

Ibu 30 Tahun

SMA Ibu rumah tangga

Sejak lahir Keluarga

3

Ayah 54 Tahun (S1) S.E, UNPAD Supir angkutan umum trayek Margahayu -Ledeng

3 orang Sejak tahun 1983

Ibu 50 Tahun

SMA Pedagang Sejak tahun 1985 Keluarga

4

Ayah 43 Tahun

SD Supir

angkutan Umum

trayek

Cicaheum-Ledeng

3 orang Sejak tahun 1987

Ibu 42 Tahun

SMA Sekretaris kantor


(37)

68

Sumber: Wawancara Personal tahun 2013

a. Keluarga 1

1) Profil Keluarga 1 Identitas Informan

Ayah/Suami : Samsir Siregar

Usia : 37 Tahun

Pekerjaan : Supir Angkutan Umum

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SD

Ibu/Istri : Ismawarni Hasibuan

Usia : 32 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMP

Jumlah Anak : 2 Orang

Anak Pertama : Tina Siregar

Usia : 10 Tahun

Anak Kedua : Jefry Siregar

Usia : 5 Tahun

Suku Bangsa : Batak

Alamat : Jalan Dago Timur

Bapak 1 adalah supir angkutan umum dengan tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD), yang berasal dari Hutagodang, Sumatera Utara. Memiliki tiga buah angkutan umum yang berpendapatan RP 300.000/hari. Bapak 1 menjadi supir angkutan umum (angkot) pada jalur atau trayek Kalapa-Dago, biasanya bapak 1 bekerja mulai pukul 09.00-11.00 kemudian dilanjutkan pada pukul 14.00-05.00. Adapun saat bapak 1 beristirahat dan berhenti bekerja maka angkot tersebut diberikan kepada orang yang mau bekerja (menarik), biasanya diberikan


(38)

kepada mahasiswa yang ingin mencari uang. Sedangkan dua angkot lainnya telah dipercayakan kepada dua orang yang dapat bekerja tetap, yang bersungguh-sungguh dan membutuhkan, yakni orang yang sudah berkeluarga.

Ibu 1 adalah seorang ibu rumah tangga dengan latar pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP), sejak menikah dan tinggal di Bandung hanya menjadi ibu rumah tangga, apalagi setelah memiliki anak, bapak dan ibu 1 sepakat bahwa ibu 1 hanya akan tinggal di rumah untuk mengasuh kedua anak mereka, menjadi ibu rumah tangga yang baik saja.Keluarga 1 tinggal di jalan Dago Timur, Kota Bandung. Adapun kondisi rumah terlihat sederhana, namun untuk fasilitas di dalam rumah sudah mencukupi, seperti: Motor, Televisi, Kulkas, Mesin cuci, DVD, berbagai jenis Mainan Anak dan lain-lain yang mencerminkan bahwa keluarga 1 merupakan keluarga berkecukupan.

Kehidupan bertetangga keluarga 1 bisa dikatakan cukup baik, hal ini dapat disimpulkan melalui survey dari penelitian yang dilakukan, bahwa keluarga 1 dalam berinteraksi dengan lingkungan atau tetangga cukup baik, apalagi dengan keluarga tetangga yang juga keluarga perantauan yakni dari Palembang, membuat keluarga 1 memiliki hubungan yang baik karena merasa senasib sepenanggungan, sama rasa dan sebagainya. Juga untuk lingkungan tempat tinggal secara umumnya dapat dilihat bahwa interaksi juga berjalan dengan baik dan lancar, dimana ibu 1 yang juga sudah lumayan lancar dalam berbahasa Sunda dan mengetahui serta menghargai yang namanya suatu budaya membuat ibu 1 nyaman dalam berinteraksi serta berkomunikasi, namun memang ibu 1 mengakui bahwa saat pertama kali tinggal di Bandung ada sedikit rasa canggung, baik dalam beradaptasi, berinteraksi maupun berkomunikasi, apalagi dengan menggunakan bahasa Sunda yang tentu berbeda dengan bahasa asal keluarga tersebut, tetapi lambat laun sudah tidak ada masalah. Yang perlu ditekankan menurut ibu keluarga 1 adalah belajar dan memahami budaya masing-masing orang didalam suatu masyarakat. Hal ini untuk mempermudah kita sendiri agardengan mudah dapat diterima di dalam masyarakat tersebut. Untuk bapak 1 juga sama, walau tidak bisa atau merasa kesulitan dalam berbahasa Sunda, namun bapak 1 tetap


(39)

70

bergaul dengan lingkungannya mengikuti acara perkumpulan di lingkungan seperti: hajatan, melayat jika ada yang meninggal, shalat berjamaah (di mesjid) dan lain-lain. Hubungan bertetangga terjalin tanpa ada masalah ataupun keributan-keributan baik dalam skala kecil mapun besar.

Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara secara langsung dengan keluarga migran yang berprofesi sebagai supir angkutan umum, terkait alasan merantau ke Bandung dan menjadi supir angkutan umum. Berikut ini adalah hasil wawancara mengenai alasan keluarga 1 merantau ke kota Bandung dan menjadi supir angkutan umum: “Bapak (udak) sudah lama tinggal di Bandung, sebelum menikah dengan ibu (nanguda). Udak berani ke Bandung karena ada seseorang (kerabat) yang juga merantau ke Bandung, kemudian udakpun nekat ke Bandung, saat pertama di Bandung atau mulai udak di Bandung kerjaan udak memang sudah menjadi supir angkutan umum. Karena tau sendiri lah, apalah yang bisa dikerjakan udak? Sekolah pun cuma SD saja nya. Alasan utama udak ke Bandung saat masih muda (remaja) dulu adalah ingin melihat bagaimana sih kota Bandung itu, dan juga ingin pergi keluar daerah karena udak merasa bosan tinggal dikampung, apalagi jaman dahulu kampung udak sangat kuno, jauh dari keindahan, hidup seperti di hutan. Setelah dewasa udak kembali ke kampung halaman dan disuruh menikah oleh orang tua, lalu udak pun menikah dengan

nanguda-mu (ibu kamu). Setelah beberapa bulan menikah udakpun mengajak nanguda-mu untuk pindah ke Bandung, dan menetaplah kami di Bandung. Udak

berpikir akan lebih hidup jika udak bekerja di Bandung, udak bisa bekerja keras mencari uang dan bisa memiliki 3 buah angkot yang kalau diperkirakan hasilnya perbulan melebihi penghasilan PNS. Udak melihat peluang di Bandung akan lebih besar daripada di kampung halaman, juga karena udak kurang suka bertani sehingga udak memilih untuk kembali lagi ke Bandung bersama nanguda-mu. Kalau nanguda ke Bandung ya untuk mengikuti udak(suami)”.

2) Temuan Hasil penelitian/ deskripsi hasil penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data mengenai: bagaimana pola asuh dalam keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir


(40)

angkutan umum, apakah keluarga migran masih menggunakan budayanya atau sudah menggunakan budaya Sunda dan adakah pengaruh budaya dominan dalam pendidikan keluarag migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum. Dibawah ini akan dipaparkan mengenai temuan hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk masing-masing pertanyaan penelitian.

a) Bagaimana pola asuh dalam keluarga migran yang berprofesi sebagai supir angkutan umum?

Keluarga 1 mengatakan bahwa pola yang diterapkan dalam keluarga salah, sehingga sekarang anak dari keluarga 1 tidak bisa melakukan apa-apa (tertinggal dari teman-teman seusianya, dimana untuk anak seusia kelas 5 SD mandi sendiri saja sulit, karena anak terlalu manja). Sesuai dengan pernyataan Palupi dan Wrastari (2013, hlm. 5) bahwapola asuh permissive indulgent (memanjakan) membawa dampak yang burukdalam pencapaian prestasi belajar seorang anakdibandingkan dengan pola asuh authoritative (demokratis) dan pola asuh

authoritarian (otoriter).

Sejak kecil, anak dari keluarga 1 memang sudah sangat di manjakan. Mengingat bahwa anak tersebut adalah anak pertama dari keluarga 1, dimana keluarga 1 baru pertama menjadi orangtua, yang hidup jauh dari orang tua-nya (kakek dan nenek, anak dari keluarga 1) ataupun keluarga yang ada di Sumatera Utara, sehingga tidak ada yang mengajarkan atau membimbing keluarga 1 untuk mendidik dan mengasuh anaknya. Dalam keluarga 1, karena suami (ayah) sibuk bekerja sedangkan ibu hanya menjadi ibu rumah tangga, maka ibulah yang paling berperan dalam mengasuh anak, dan ibu dari keluarga 1 mengakui bahwa dalam mendidik anaknya dia hanya memanjakan anak. Sehingga anak cenderung tidak mandiri, kurang percaya diri, ingin selalu dibantu oleh ibunya dalam melakukan aktivitas apapun, baik mandi, makan, mengenakan seragam sekolah dan sebagainya. Dari penelitian dapat diketahui bahwa keluarga 1 menerapkan pola pengasuhan yang memanjakan (Indulgent parenting).

Keluarga 1 mengakui bahwa keluarga tersebut tidak memahami mengenai apa itu pola asuh, dan juga tidak mengetahui pola asuh apa yang mereka terapkan


(41)

72

di dalam keluarganya. Hal ini diperjelas dengan pernyataan keluarga 1 ketika diwawancarai oleh penulis, yakni: Sebenarnya kami tidak memahami mengenai pola asuh yang baik untuk diterapkan dalam mengasuh anak di dalam keluarga, namun kami mengakui bahwa pola pengasuhan yang kami terapkan kepada anak adalah pola pengasuhan yang salah, sehingga perkembangan anak terhambat, yang dsebabakan oleh rasa kasih sayang yang berlebihan yang kami berikan sebagai orang tua yang baru memiliki anak, yang juga harus membimbing anak tanpa bimbingan dari orang tua kami yang jauh di kampung halaman. (wawancara personal dengan keluarga 1).

b) Apakah keluarga migran masih menggunakan budayanya atau sudah menggunakan budaya Sunda?

Keluarga 1, yakni kepala keluarga (ayah) sebagai supir angkutan umum mengakui agak lemah dalam berbahasa. Bapak 1 mengakui karena memang faktor usia dan juga lingkungan tempat kerja yang dominan berasal dari Sumatera Utara membuat bapak 1 sulit untuk memahami bahasa Sunda, sehingga bapak 1 hanya menggunakan bahasa asalnya, begitu juga di rumah, dalam berkomunikasi dengan istri seringnya menggunakan bahasa asal, namun dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya keluarga 1 menggunakan bahasa Indonesia. Adapun untuk ibu dari keluarga 1 sudah sering menggunakan bahasa Sunda di lingkungan tempat tinggalnya, sesekali ibu 1 juga menggunakan bahasa Sunda dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya, misalnya seperti: ade mah malas makan, jangan gitu atuh, dan sebagainya.

c) Adakah pengaruh budaya dominan dalam pendidikan keluarga di lingkungan migran?

Dalam pendidikan keluarga di lingkungan migran terdapat pengaruh budaya, dimana pengaruh budaya tersebut merupakan cerminan dari budaya asal ibu yang intensitas komunikasinya lebih sering dari pada ayah.

Pada keluarga 1, dimana budaya asal ibu adalah budaya batak, maka pendidikan dalam keluarga cenderung menggunakan budaya batak itu sendiri, seperti: sikap yang semestinya dilakukan ketika menghadapi berbagai macam hal,


(42)

misal: hormat kepada yang lebih tua dan lain-lain. Untuk budaya batak sendiri yakni dalam mendidik anak-anaknya memegang tinggi prinsip (hasangapon dan hamoraon) yang artinya mengejar posisi tinggi dan kesuksesan, sehingga pada suku batak orang tua selalu mendidik anaknya untuk tetap bekerja keras serta pantang menyerah, tidak peduli apapun yang dikatakan orang lain kita tidak boleh jatuh (down). Pada intinya, dalam mengasuh anak baik dari suku Batak, Sunda, Jawa, Minang atau suku apapun, yang paling baik adalah memberikan contoh atau mengaplikasikan hal-hal yang positif kepada anak, misalnya: mencontohkan kerja keras, jika ingin mengajarkan anakagar mau bekerja keras, bukan hanya di ucapkan bahwa anak harus bekerja keras tetapi orang tua sendiri tidak bekerja keras. Juga yang paling penting mencontohkan perilaku yang baik serta tingkahlaku yang baik agar anak bisa melihat dan meniru orang tuanya untuk berperilaku dan bertingkahlaku yang baik pula.

b. Keluarga 2

1) Profil Keluarga 2 Identitas Informan

Ayah/Suami : Ridwan Effendi Nasution

Usia : 35 Tahun

Pekerjaan : Supir angkutan Umum

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMP

Ibu/Istri : Risa Maliwana

Usia : 30 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMA

Jumlah Anak : 3 Orang

Anak Pertama : Riza Pratama Nasution


(43)

74

Anak Kedua : Gugun Guntara Nasution

Usia : 7 Tahun

Anak Ketiga : Tyas Septiani Nasution

Usia : 16 Bulan

Suku Bangsa Ayah/Suami : Batak Suku Bangsa Ibu/Istri : Sunda

Alamat : Jalan Dago (terminal Dago)

Bapak 2 juga seorang supir angkutan umum (angkot) trayek Kalapa-Dago, yang berasal dari Sibuhuan Sumatera Utara, dengan latar belakang pendidikan terakhir SMP. Sejak bapak 2 tinggal di Bandung bapak 2 sudah menjadi supir angkutan umum (angkot), bahkan sebelum menikah dengan ibu 2. Adapun trayek yang dipilih oleh bapak 2 sejak awal menjadi supir angkot adalah trayek Kalapa-Dago, dan sampai sekarangpun tetap berada pada trayek Kalapa-Dago.

Bapak 2 mengatakan bahwa berangkat ke Bandung adalah keinginannya sendiri untuk merantau tanpa ada yang mengajaknya, juga bapak 2 nekad ke Bandung untuk mengadu nasib agar lebih baik, bapak 2 juga mengatakan bahwa tujuannya berangkat ke Bandung adalah untuk mencari pekerjaan yang lebih baik demi hidup yang lebih baik pula. Bapak 2 menjelaskan bahwa pilihan menjadi supir angkutan umum merupakan salah satu hal yang paling mudah untuk dilakukannya, mengingat bahwa pekerjaan menjadi supir angkutan adalah hal yang paling mudah untuk dilakukan sebagai seseorang yang pendidikannya rendah.

Ibu 2 berasal dari kota Bandung, yakni suku Sunda. Ibu 2 dulunya bekerja di sebuah cafe di Bandung, namun ibu 2 berhenti bekerja dikarenakan telah memiliki anak yang memerlukan seorang ibu untuk mengasuhnya. Dengan lahirnya ketiga anak dalam keluarga 2, bapak dan ibu 2 akhirnya sepakat agar ibu 2 berhenti bekerja. Oleh karena itu ibu 2 memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik saja, yang kesehariannya tinggal dirumah untuk mengasuh anak-anaknya.

Keluarga 2 memiliki tiga orang anak, dan ketiga anak tersebut lahir di kota Bandung. Keluarga 2 tinggal di rumah mereka sendiri, yakni di sekitar terminal


(44)

Dago. Kondisi rumah keluarga 2 tidak begitu baik, bagian luar rumah terlihat kumuh, untuk bagian dalam rumah juga memprihatinkan, tidak ada kursi, lemari es, ataupun mainan anak-anak. Adapun rumah keluarga 2 merupakan rumah semi permanen yakni setengah beton dan setengah kayu atau papan, yang merupakan rumah peninggalan orang tua dari keluarga tersebut.

Kehidupan bertetangga pada keluarga 2 cukup baik, tanpa ada konflik, berkomunikasi dan berinteraksi sebagaimana mestinya tanpa hambatan. Untuk kesehariannya tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi karena bapak 2 sudah tinggal lama di Bandung dan ibu 2 yang berasal dari Bandung dan suku Sunda asli, sehingga tidak mengalami kesulitan apapun di dalam lingkungannya. Dari survey yang telah peneliti lakukan, dapat diketahui bahwa bapak 2 terbukti dapat beradaptasi dan berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini dibuktikan saat peneliti beberapa kali naik angkutan umum yang dibawa (supir angkutan umum adalah bapak 2) oleh bapak 2, juga saat melihat bapak 2 berinteraksi dilingkungan sekitar tempat tinggalnya. Bapak 2 dapat berkomunikasi dengan para penumpang, para pedagang kaki lima disekitar rumahnya, juga bapak 2 selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat sekitar tempat tinggalnya.

Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara secara langsung dengan keluarga migran yang berprofesi sebagai supir angkutan umum. Berikut ini adalah hasil wawancara mengenai alasan keluarga 2 merantau ke kota Bandung dan menjadi supir angkutan umum: “Tulang (om) di Bandung sudah dari remaja,

tulang merantau karena ingin dapat penghasilan yang lebih baik “bere” (sebutan

untuk memanggil keponakan). Tulang semenjak tinggal di Bandung sudah menjadi supir angkutan umum disini, trayek Kalapa-Dago dan tidak pernah berganti trayek, karena prinsip tulang ngapain ganti-ganti trayek, toh trayek yang satu ini saja tidak habis, dan tulang merasa nyaman di trayek Kalapa-Dago ini, karena masih banyak yang berasal dari Sumatera Utara, jadi nggak terlalu kagok

bere. Apalagi sekarang rumahtulang disekitar terminal ini. Kalau nantulang-mu

(tante-kamu) asalnya asli dari Bandung, suku sunda. Tulang semakin betah di Bandung karena memiliki pacar di Bandung yang sekarang menjadi istri tulang.


(45)

76

Nantulang-mu dulunya kerja di Cafe, tapi sekarang berhenti kerja karena ngurusin anak-anak, jadi ibu rumah tangga saja”. Setelah menikah dengan nantulang-mu

tulangpun langsung menetap disini bersama keluarga nantulangmu, ya jadi orang Bandunglah tulang. (wawancara personal dengan bapak keluarga 2).

2) Temuan Hasil Penelitian/ Deskripsi Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data mengenai: bagaimana pola asuh dalam keluarga migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum, apakah keluarga migran masih menggunakan budayanya atau sudah menggunakan budaya Sunda dan adakah pengaruh budaya dominan dalam pendidikan keluarag migran asal Sumatera Utara yang berprofesi sebagai supir angkutan umum. Dibawah ini akan dipaparkan mengenai temuan hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk masing-masing pertanyaan penelitian.

a) Bagaimana pola asuh dalam keluarga migran yang berprofesi sebagai supir angkutan umum?

Keluarga 2 menerapkan pola asuh yang melalaikan (neglectful parenting), dimana orang tua hampir tidak terlibat dalam kehidupan anak. Melihat usia orang tua yang memang masih muda dan memiliki tiga anak yang jarak usianya sangat dekat, membuat orang tua khusunya ibu sulit untuk memperhatikan anaknya, jadi orang tua hanya memilih membebaskan anak/tidak terlibat dengan anak. Namun memang sesekali orang tua tetap memperhatikan anaknya dengan cara memerintah anak untuk makan, bangun pagi untuk sekolah, mandi dan lain-lain. Pola pengasuhan tersebut cenderung membuat anak akan membangkang terhadap orang tua, serta rentan membuat anak merasa bahwa anak tersebut bukan bagian dari keluarga (terasing). Apabila pada remaja, biasanya akan menganggap diri mereka anak-anak yang kurang perhatian dari orang tuanya.

Keluarga 2 mengakui bahwa keluarga tersebut tidak memahami mengenai apa itu pola asuh dan juga tidak mengetahui pola asuh apa yang mereka terapkan di dalam keluarganya. Hal ini diperjelas dengan pernyataan keluarga 2 ketika diwawancarai oleh penulis, yakni: Kami tidak memahami pola pengasuhan yang diterapkan kepada anak, kami hanya mengikuti alur saja, jika anak membutuhkan


(46)

sesuatu yang jelas terlihat, sebisa mungkin akan kami berikan. Kami tidak memahami harus bagaimana membimbing anak agar kepribadian anak sesuai harapan kami. (wawancara personal dengan keluarga 2)

b) Apakah keluarga migran masih menggunakan budayanya atau sudah menggunakan budaya Sunda?

Keluarga 2 yang juga berada pada trayek Kalapa-Ledeng mengalami hal yang sama dengan kepala keluarga (ayah) dari keluarga 1, kesulitan dalam berbahasa, karena memang lingkungannya yang masih erat dengan bahasa asalnya. Namun untuk ibu 2, karena memang berasal dari sunda maka tidak ada masalah dalam budaya ataupun bahasa. Adapun komunikasi kepada anak lebih dominan menggunakan bahasa Sunda, karena memang dalam mengasuh anak pada keluarga 2 berfokus pada ibu sebagai ibu rumah tangga, sedangkan ayah 2 hanya menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi dengan anak-anaknya.

c) Adakah pengaruh budaya dominan dalam pendidikan keluarga di lingkungan migran?

Dalam pendidikan keluarga di lingkungan migran terdapat pengaruh budaya, dimana pengaruh budaya tersebut merupakan cerminan dari budaya asal ibu yang intensitas komunikasinya lebih sering dari pada ayah.

Adapun untuk keluarga 2, dimana budaya asal ibu adalah budaya Sunda, sehingga dalam mendidik anak cenderung menggunakan budaya Sunda itu sendiri, seperti: tutur kata dalam berbicara yang pada masyarakat Sunda di kenal dengan istilah (unduk usuk basa sunda/UUBS) yang artinya adalah tatakrama yang dikenal dalam bahasa Sunda yakni terbagi kedalam ragam bahasa hormat (halus) dan bahasa akrab (kasar). Dimana ada tingakatan dalam berbahasa, bertutur kata (tatakrama), bagaimana bila berhadapan dengan orang tua maupun bila berhadapan dengan teman, juga mengajarkan kearifan lokal budaya Sunda seperti jujur, berani, bersih hati, lemah lembut dan sebagainya.

Keluarga 2 mengakui bahwa memang mereka dalam berkomunikasi pada anak menggunakan bahasa Indonesia, namun mereka juga sedikit banyaknya mengajarkan kepada anak tentang tatakrama bagaimana harus bersikap kepada


(47)

78

yang lebih tua, teman sebaya ataupun yang lebih muda dari anak mereka. Sehingga anak mereka mengetahui mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang tidak. Keluarga 2 mengatakan bahwa, walaupun bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi dengan anak adalah bahasa Sunda, namun keluarga 2 menyetujui bahwa ada baiknya untuk budaya-budaya atau nilai budaya yang baik harus diajarkan kepada anak, baik itu budaya Sunda maupun budaya Batak.

c. Keluarga 3

1) Profil Keluarga 3 Identitas Informan

Ayah/Suami : Tano Purba

Usia : 54 Tahun

Pekerjaan : Supir Angkutan Umum

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : S1, S.E UNPAD

Ibu/Istri : Masliana Simatupang

Usia : 50 Tahun

Pekerjaan : Pedagang

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMA

Jumlah Anak : 3 Orang

Anak Pertama : Jamal Ahmad Purba

Usia : 23 Tahun

Anak Kedua : Horas Purba

Usia : 20 Tahun


(1)

pengayoman dan marsisarian, adapun pada keluarga 1 dalam mendidik anaknya, hanya menggunakan salah satu dari unsur budaya Sunda yakni bahasa, sehingga dapat diketahui budaya yang lebih dominan diterapkan dalam keluarga 1 adalah budaya Batak. Sedangkan pada keluarga 3 sudah memadupadankan dua budaya, yakni budaya Batak dan budaya Sunda, adapun untuk budaya Batak sama seperti yang dijelaskan diatas, ditambah dengan mengajarkan anak untuk jujur, berani, bekerja keras, pantang menyerah dan sopan santun. Adapun untuk budaya Sunda yang tidak hanya dari segi bahasa saja, tapi juga dari tatakrama yang digunakan dalam masyarakat Sunda serta mengajarkan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Sunda, diantaranya: budi bahasa, bersih hati, cermat, cinta tanah air, damai, lemah lembut, sopan santun, tanggungjawab dan sebagainya. Pada keluarga 2 dan 4, dimana ibu berasal dari sunda, maka budaya yang dominan diterapkan dalam pendidikan keluarga adalah budaya Sunda itu sendiri, seperti: kearifan lokalnya, tata krama dalam pergaulan atau yang biasa disebut dengan istilah Undak Usuk Basa Sunda (UUBS) serta budaya mincium tangan orang yang lebih tua dan membungkukkan badan yang berarti kesopanan dan lain-lain. Adapun untuk budaya batak hanya digunakan pada salah satu nilai budaya, yakni nilai kekerabatan, terbukti dengan adanya marga yang sama dengan ayah pada anak dari keluarga 2 dan 4 tersebut. Sehingga dapat diketahui bahwa, pada keluarga 1 dan 3 dimana ibu berasal dari Sumatera Utara, maka budaya yang dominan digunakan adalah budaya Batak, adapun pada keluarga 2 dan 4 lebih dominan menggunakan budaya Sunda, dikarenakan suku ibu 2 dan 4 adalah suku Sunda.


(2)

(3)

108

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Ahmadi, H. Abu dan Nur Uhbiyati. (2003). Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik-revisi ke X. Jakarta: Rineke Cipta.

Basrowi dan Suwandi. (2008). Memehami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineke Cipta.

Bungin, H.M Burhan. (2008). Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana.

Effendi, Ridwan dan Elly Malihah. (2011). Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya dan Teknologi. Bandung: CV Maulana Media Grafika.

Gerungan. (2009). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama

Gunawan, Ary H. (2010). Sosiologi Pendidikan, Suatu Analisis Sosiologi Tentang Pelbagai Problema Pendidkan. Jakarta: Rineka Cipta.

Hanitijo, R. (1994). Metode Penelitian Hukum dan Jurimeter. Jakarta: Ghalis Henslin, James M. (2007). Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Jakarta:

Erlangga.

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineke Cipta. Koentjaraningrat. (2007). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:

penerbit Djambatan

Malihah, E dan Usman K. (2011). Pengantar Antropologi. Bandung: CV. Maulana Media Grafika.

Moleong, J Lexy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Tarsito. Moleong, J Lexy. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosda Karya.

Mualifah. (2008). Psycho Islmaic Smart Parenting (Pola Asuh Cerdas Pembentuk Jiwa Besar, Optimis, dan Positif Anak-Anak Anda). Yogyakarta: Diva Press Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.


(4)

109

Pelly, U. (1998). Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan misi budaya Minangkabau dan Mandailing. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia

Purwanto. (2009). Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya

Riduwan. (2009). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru – Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Ritzer, G dan Douglas J. Goodman. (2010). Teori Sosiologi Modern, edisi ke 6. Jakarta: Kencana.

Santrock, John W. (2012). Life-Span Development, Perkembangan Masa-Hidup Edisi Ketigabelas Jilid I. Erlangga.

Santoso, S. (2010). Teori-teori Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama. Saripudin, Didin dan Razaq A. (2008). Masyarakat dan penddikan persfektif

Sosiologi. Malaysia: Yayasan Istana Abdul Aziz

Sarwono, W. Sartilo dan Eko A. Meinarno. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Setiady, Elly M dan Usman Kolip. (2010). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kulitatif Dan R & D, Bandung: Alfabeta.

Messe, Tim Peduli Pelajar. (2010). Sosiologi.Yogyakarta: Messemedia.

Usman, H dan Purnomo S.A. (2009). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Yamin, H. Martinis. (2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press (GP Press).

Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(5)

Jurnal dan Skripsi

Achmad, I. F. (2010) Hubungan tipe pola asuh orang tua dengan emotionalquotient (eq) pada anak usia prasekolah (3-5 tahun) di tk islam al-Fattah Sumampir Purwokerto Utara. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing),5 (1), hlm. 1-11.

Dewi, C. (2009). Pola bimbingan orang tua dalam menanamkan kemandirian anak usia dni pada keluarga (studi deskriptif pada keluarga di rw 08 kelurahan Cipadung Kulon kecamatan Penyileukan kota Bandung). Skripsi Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak Diterbitkan. Garliah, L & Nasution, F. (2005) Pengaruh pola asuh orang tua terhadap

tingkat agresivitas anak. Jurnal Psikologia,1 (1), hlm. 1-10.

Hufad, A. (2000). Peran keluarga inti dalam pendidikan anak. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah. 1, (1),hlm 61-67. Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Palupi, D. R & Wrastari, A.T. (2013) Hubungan antara motivasi berprestasi dan persepsi terhadap pola asuh orangtua dengan prestasi belajar mahasiswa psikologi angkatan 2010 Universitas Airlangga Surabaya. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 2 (1), hlm. 1-6.

Rachmadiana, M. (2004). Mencium tangan, membungkukkan badan, etos budaya Sunda, Yogyakarta, Madura. Humanitas Journal. Indonesian Psychologycal Journal, 1 (2), hlm. 33-44.

Ratnaningrum, A. (2013). “Adaptasi Sosial Purnawirawan TNI: Studi Kualitatif Proses Penyesuaian Diri Purnawirawan TNI AL Di Lingkungan Perak-Kota Surabaya”. 2, (1), 1-17.

Ritonga, S. (2012). Orientasi nilai budaya dan potensi konflik sosial Batak Toba muslim dan kristen di sumatera utara(studi kasus gajah sakti kabupaten asahan). Analisis Journal, 12 (2), hlm. 243-268.

Saptanto, S., Lindawati., dan Zulham, A. (2011). Analisis pola migrasi dan konsumsi rumah tangga di daerah asal migrasi terkait kemiskinan dan


(6)

111

kerentanan pangan (studi kasus Indramayu). Jurnal Organisasi dan Manajemen, 7 (1), hlm. 21-37.

Sudjana dan Hartati, S. (2011) Nukilan kearifan lokal suku sunda berupa anjuran dan larangan. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur&Sipil) Journal, 4 (1), hlm. 14-17.

Publikasi Departemen atau Lembaga Pemerintah

Departemen Pendidikan dan Kebdayaan. (1989). Pola Pengasuhan Anak Secara Tradisional Di Kelurahan Kebagusan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta: Depdikbud.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. (1990). Adaptasi Migran Musiman Terhadap Lingkungan Tempat Tinggalnya (Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya). Jakarta: Depdikbud.

Lembaga Demografi FEUI. (2007). Dasar-Dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.