EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PEMBANGKIT ARGUMEN MENGGUNAKAN METODE INVESTIGASI SAINS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ARGUMENTASI SISWA SMP PADA MATERI CAHAYA.
SKRIPSI
DiajukanUntukMemenuhiSebagian Dari SyaratMemperolehGelarSarjanaPendidikan
JurusanPendidikanFisika
Oleh
JuwansyahSasmita 0900439
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
(2)
oleh
JuwansyahSasmita
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© JuwansyahSasmita 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
METODE INVESTIGASI SAINS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ARGUMENTASI SISWA SMP PADA MATERI CAHAYA
Disetujui dan disahkan oleh pembimbing : Pembimbing I
Dr. Muslim, M.Pd NIP. 19640606199031003
Pembimbing II
Agus Fany Chandra Wijaya, M.Pd NIP. 198108122005011003
Mengetahui Ketua Jurusan Fisika
Dr. Ida Kaniawati, M.Si NIP. I96807031992032001
(4)
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... A. LatarBelakangMasalah ... 1
B. IdentifikasiMasalah ... 5
C. RumusanMasalah ... 5
D. TujuanPenelitian ... 6
E. ManfaatPenelitian ... 6
F. StrukturOrganisasiSkripsi ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. HakikatPembelajaranFisika ... 8
B. KemampuanArgumentasi ... 8
C. Model PembangkitArgumenMenggunakanMetodeInvestigasiSains 13 D. HasilPenelitianRelevan ... 17
E. UraianMateriCahaya ... 18
F. HipotesisPenelitian ... 27
BAB III METODE PENELITIAN A. LokasidanSampelPenelitian ... 28
B. MetodedanDesainPenelitian ... 28
C. VariabelPenelitiandanDefinisiOperasional ... 29
D. InstrumenPenelitian ... 30
E. PengembanganInstrumen ... 31
(5)
G. TeknikPengumpulan data ... 39
H. TeknikPengolahan Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HasilPenelitian... 44
B. Pembahasan ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 77
(6)
EFEKTIVITAS MODEL PEMBANGKIT ARGUMEN MENGGUNAKAN METODE INVESTIGASI SAINS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ARGUMENTASI SISWA SMPPADA MATERI CAHAYA
JuwansyahSasmita NIM. 0900439
Pembimbing I: Dr. Muslim, M.Pd.
Pembimbing II: AgusFany Chandra Wijaya, M.Pd. JurusanPendidikanFisika, FPMIPA-UPI
ABSTRAK
Penelitianini di
latarbelakangiolehrendahnyakemampuanargumentasisiswadalampembelajaran
IPA-fisikapadasalahsatu SMP Negeri di kota Bandung.
Tujuanpenelitianiniuntukmengujiefektivitas model
pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisainsuntukmeningkatkankem
ampuanargumentasisiswa. Metodepenelitian yang
digunakanadalahkuasieksperimendengandesainpenelitianstatic group pretest postest. SampelpenelitianadalahsiswaSMPNegeri di salahsatukota Bandung padakelas VIII-9 sebagaikelaseksperimendankelas VIII-11 sebagaikelaskontrol
yang dilakukansecarapurposive sampling.
Instrumenpenelitianberupaperangkatteskemampuanargumentasi yang berbentukuraiandanlembarobservasiaktivitassiswadanaktivitas
guru.Hasilpenelitianmenunjukanbahwapembelajaran IPA-fisikamelalui model pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisainslebihefektifmeningkatka
nkemampuanargumentasisiswadibandingkandenganpembelajaran
IPA-fisikamelalui model konvensional (direct instruction).Model pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisainsdirekomendasikanuntuk dipertimbangkansebagaisalahsatu model pembelajaranuntuk IPA-fisika di kelas. Kata kunci: Model pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisains,
(7)
THE EFFECTIVENESS MODEL OF ARGUMENTS USING SCIENCE INVESTIGATION METHOD TO ENHANCE JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS’ ARGUMENTATION
SKILLS
Juwansyahsasmita NIM. 0900439
Supervisor I: Dr. Muslim, M.Pd.
Supervisor II: AgusFany Chandra Wijaya, M.Pd. Physics Education Department, FPMIPA-UPI
This study was motivated by the lack of students’ argumentation skills in science
learning at a Junior High School in Bandung City. The purpose of the study was to test the effectiveness model of arguments using science investigation method to enhance students’ argumentation skills. The research method used in the study was quasi-experiment with static group pre-test and post-test design. The sample of the study was two classes of 9th grade students of a Junior High School in Bandung City which taken as an experiment class and a control class through purposive sampling technique. The instrument of the study was a set of argumentation skills test in the form of essay test and students and teacher activities observation sheet. The study results that the science learning implemented with model of arguments using science investigation method was more effective than the science learning with the conventional model (direct instruction). Therefore model of arguments using science investigation method is recommended as a learning model in learning science within classroom.
Keywords: Keywords: model of arguments using science investigation method; argumentation skills.
(8)
BAB 1 PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah
Rendahnyakemampuanargumentasisiswa yang
diterapkandalampembelajaran di
kelasmerupakandasarutamalatarbelakangpenelitianini.Dalammengemban gkanpemahamansiswamengenaikonsepilmiah,siswadituntutuntukmengem bangkanpemahamannyamengenaiilmupengetahuandanmemahamibagaim anaseorangilmuwanbekerja.Berdasarkanhalinikemampuanargumentasime njadisalahsatupraktik yang dapatmewujudkankeduakonsepilmiahtersebut, karenadenganargumentasiilmupengetahuandapatdikembangkandanjugada patdisepakati.Untuk itu kegiatan argumentasi diperlukan dalam pembelajaran di kelas (Nuffield, 2012). Para pakar pendidikan mulai meyakini bahwa inti dari cara berpikir saintis adalah bagaimana ia mampu menyajikan bukti sebagai dasar argumen atau klaim (pernyataan) yang terkait dengan fakta-fakta melalui suatu premis (Driver et all, 2000). Sebuah argumen ilmiah menggunakan bukti untuk membuat alasan logis agar klaim dapat diterima atau ditolak. Proses mengembangkan, membahas dan mengevaluasi argumen-argumen ilmiah disebut argumentasi (Nuffield, 2012).
Berdasarkan penelitian para ahli ada beberapa alasan mengapa argumentasi sangat penting untuk diterapkan dalam pembelajaran di kelas (Nuffield,2012), diantaranya yaitu: (1) Argumentasi mendorong siswa untuk meningkatkan proses berpikir, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Simon, Erduran dan Osborne (2006) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan guru dengan menyertakan kemampuan argumentasi dapat juga mendorong siswa untuk meningkatkan proses berpirkir dalam menjawab permasalahan. (2) Argumentasi dapat mengembangkan pengetahuan materi siswa yaitu seperti hal nya hasil dari penelitian Zohar dan Nemet (2002) yang menjelaskan bahwa
(9)
pembelajaran eksplisit mengenai argumentasi meningkatkan pengetahuan biologi siswa, dan sesuai hasil penelitian dari Venvile &Dawson (2010) yang hasil penelitiannya menunjukan bahwa argumentasi dapat meningkatkan pengetahuan ke arah yang lebih baik secara signifikan pada kelompok argumentasi dibandingkan kelompok kontrol.
Selain beberapa alasan dari peneltian para ahli, pentingnya peningkatan kemampuan argumentasi dalam pembelajaran di kelas perlu memperhatikan tujuan kurikulum yang digunakan. Kurikulum di Indonesia sekarang memasuki kurikulum 2013. Kurikulum ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan pendekatan ilmiah (scienctific approach). Pendekatan ilmiah (scientific approach)yang dimaksud yaitudalam proses pembelajaranterdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu mengamati, menanya, mengasosiasi, melakukan eksperimen, dan mengkomunikasi.
Kurikulum 2013 masih belum menyeluruh terpakai di semua sekolah seperti halnya kurikulum sebelumnya yaitu KTSP 2006. Namun demikian, secara garis besar dasar tujuan kedua kurikulum dalam mata pelajaran IPA-fisika SMP ini memiliki kesamaan. Pada tingkat SMP, pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inkuiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikanya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Dalam hal ini pembelajaran IPA-fisika di SMP/MTs menekankan pada pengalaman pembelajaran secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Depdiknas, 2006). Berdasarkan hal ini tentunya tujuan mata pelajaran IPA-fisika yang dipaparkan dalam kurikulum belum sepenuhnya dapat dicapai, terutama pada kenyataan yang terjadi dilapangan.
Berdasarkan hasil observasi terhadap pembelajaran IPA-fisika yang penulis lakukan di salah satu SMP Negeri di Bandung, diperoleh temuan bahwa siswa hanya dilatih untuk memecahkan persoalan-persoalan yang kuantitatif sehingga membuat siswa hanya memikirkan rumus dan tidak
(10)
berpikir mengapa rumus itu digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Dalam proses pembelajaran IPA-fisika, siswa kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan argumentasi. Metode yang diterapkan oleh guru di sekolah tersebut cenderung menggunakan metode ceramah, serta kebanyakan menulis. Sebagian besar siswa justru tidak terlibat dalam proses pembelajaran. Dengan demikian siswa kurang memiliki pengalaman belajar, yang seharusnya mereka dapatkan. Selain itu, tidak ada upaya untuk mengarahkan dan mentransfer ide-ide atau gagasan yang dapat dikemukakan oleh siswa dan merangsang siswa untuk aktif khususnya melatih dalam berargumentasi.
Hasil studi pendahuluan melalui tes kemampuan argumentasi yang dilakukan terhadap siswa SMP yang telah mempelajari materi cahaya menunjukan bahwa kemampuan argumentasi siswa masih rendah dengan perolehan skor rata-rata sebesar 12,3 dari skor maksimum 48. Demikian pula skor rata-rata kemampuan argumentasi siswa untuk setiap aspek masih rendah yaitu sebagai berikut: kemampuan membuat klaim sebesar 16,2; menyertakan dan menganalisis data sebesar 12,24; membuat pembenaran (warrant) 11,1; dan membuat dukungan (backing) sebesar 9,7.
Fakta di atas menunjukkan masih perlu diupayakan pembenahan terhadap pembelajaran IPA-fisika di sekolah. Agar siswa dapat mencapai tujuan mata pelajaran IPA-fisika sesuai tuntutan kurikulum, maka salah satu kompetensi yang perlu dibekalkan kepada siswa adalah kemampuan berargumentasi. Adapun alternatif model pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran IPA-fisika di sekolah adalah model pembangkit argumentasi menggunakan metode investigasi sains yang dikembangkan oleh Sampson& Gerbino (2010). Model ini dirancang untuk melibatkan siswa dalam kegiatan argumentasi ilmiah. Dalam model ini siswa dibentuk dalam beberapa kelompok dan diberi kesempatan untuk mengembangkan klaim (claim) terhadap permasalahan
(11)
yang diberikan oleh guru. Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, siswa melakukan penyelidikan ilmiah (investigasi sains) sehingga mereka bisa memperoleh data-data yang diperlukan dalam membangun argumentasi.
Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan di atas dan mengingat pentingnya kemampuan argumentasi bagi siswa, maka perlu dilakukan penelitian untuk membekali siswa SMP agar disamping mereka dapat memahami konsep-konsep IPA-fisika juga memiliki kemampuan argumentasi yang baik. Hal inilah yang memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Pembangkit Argumen Menggunakan Metode Investigasi Sains Untuk Meningkatkan Kemampuan Argumentasi Siswa SMP Pada Materi
Cahaya”.
A. IdentifikasiMasalah
Peningkatan yang
diharapkandalampenelitianiniyaituhanyamemfokuskanpadakemampuanar gumentasisiswakarenadidapatbahwakemampuanargumentasisiswasangatk urangdalampembelajaran di kelas.Kemampuanargumentasitidakdapat di tingkatkansecaralangsungnamunharusdilihatpeningkatannyaterhadapsetia paspekkemampuanargumentasi.Agarruanglingkupmasalahdalampenelitia ninilebihterfokusmakaperludijelaskanbatasanmasalah.Batasanmasalahdal ampenelitianiniadalah:
1. Efektivitas Model
PembelajaranPembangkitArgumenmenggunakanMetodeInvestiga siSains
Padapenelitianini model
pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisainsdikataka nefektifjikapeningkatankemampuanargumentasidenganskor
rata-rata gain yang dinormalisasi (<g>)
(12)
signifikanmelaluiujisignifikansi (uji t) dengantarafsignifikansi
95% (α = 0,05).
2. AspekKemampuanArgumentasi
Kemampuanargumentasiterdiridaribeberapaaspekyaituklaim, data, pembenaran (warrant), dukungan (backing), sanggahan (rebuttal),
dankualifikasi (qualifier).Dalampenelitianiniaspek yang ditinjauyaituhanyaaspekkemampuanargumentasidasaryaituhanyat erdiriklaim, data, pembenaran (warrant), dandukungan (backing). B. RumusanMasalah
Berdasarkanlatarbelakang yang telahdipaparkan,
makamasalahdalampenelitianiniadalah: Apakahmodel
pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisainsefektifdalamme ningkatkankemampuanargumentasisiswa SMP padamatericahaya?
Masalahtersebutdapatditurunkanmenjadibeberapapertanyaanpenelitianseb agaiberikut:
1. Bagaimanaefektivitas model
pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisainsdalammenin
gkatkankemampuanargumentasisiswadibandingkan model
pembelajarankonvensional (direct instruction) ? 2.
Bagaimanaprofilpeningkatantiapaspekkemampuanargumentasisis
wasetelahditerapkan model
pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisains?
C. TujuanPenelitian
Berdasarkanlatarbelakangdanpermasalahanpenelitiandi atas, makatujuanpenelitianiniadalahsebagaiberikut:
1. Mengetahui efektivitas model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains dalam meningkatkan kemampuan argumentasi siswa dibandingkan model pembelajaran konvensional (direct instruction).
(13)
2. Memperolehgambaranprofilpeningkatantiapaspekkemampuanargume
ntasisiswasetelahditerapkan model
pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisains
D. ManfaatPenelitian
Manfaat yang dapatdiperolehdarihasilpenelitianiniadalahsebagaiberikut:
1. Penerapan model
pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisainsdalampemb elajaran IPA-fisikadapatdijadikanalternatifpembelajaran IPA -fisika
yang dapatdikembangkanoleh guru
IPAdalammembekalikemampuanargumentasikepadasiswa.
2. Melaluipenerapan model
pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisainsdalampemb
elajaranIPA-fisikadiharapkansiswamemperolehpengalamandalammengkontruksik emampuanargumentasi yang baik.
E. StrukturOrganisasiSkripsi
Padabagianinidijelaskanmengenaistruktur yangadadalamsetiapbab.Untukbab
Ipendahuluanterdiridaribeberapabagian yang dijelaskanyaitu: 1. LatarBelakangMasalah
2. IdentifikasiMasalah 3. RumusanMasalah 4. TujuanPenelitian 5. ManfaatPenelitian
6. StrukturOrganisasiSkripsi
Pada bab II berisi tentang kajian pustaka mengenai teori-teori yang melandasi. Berikutrincianpadabab II yaitu:
1. HakikatPembelajaran IPA 2. KemampuanArgumentasi
(14)
3. Model PembangkitArgumenmenggunakanMetodeInvestigasiSains 4. HasilPenelitianRelevan
5. UraianMateriCahaya 6. HipotesisPenelitian
Padabab IIIberisimetodologipenelitian yang dilakukan, berikutrincian yang adadalambab III:
1. Lokasi, PopulasidanSampelPenelitian 2. MetodedanDesainPenelitian
3. VariabelPenelitiandanDefinisiOperasional 4. InstrumenPenelitian
5. PengembanganInstrumen 6. ProsedurPenelitian
7. TeknikPengumpulan Data 8. TeknikPengolahan Data
Padabab IV
dijelaskanmengenaihasilpenelitiandanpembahasanmengenaitemuan yang telahdidapat, berikutrinciandaribabhasildanpembahasan:
1. Hasilpenelitian 2. Pembahasan
Untukbabterakhiryaituberisitentangsimpulandan saran darihasilpenelitian yang didapat. BerikutrincianbabV :
1. Simpulan 2. Saran
(15)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini yaitu bertempat di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Bandung.
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Yang menjadi poupulasi dalam penelitianadalah siswa kelas VII salah satu SMP Negeri di kota Bandung semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Adapun sampel diambil dari dua kelas yaitu kelas VIII-9 (kelas eksperimen) dan kelas VIII-11 (kelas kontrol) yang dilakukan secara
purposive sampling.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen (Pre eksperimen).Sedangkan desain penelitian yang akan diterapkan berupa static group pretest-posttest, yaitu jenis eksperimen yang dianggap sudah baik karena memenuhi persyaratan guna melakukan penelitian ini. Adapun alasan lainnya adalah adanya kelompok lain yang menjadi kelompok pembanding atau kelompok kontrol. Bentuk desain penelitian the static group pretest-posttest menggunakan dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan adanya perlakuan yang berbeda serta diberikannya pretest dan posttest pada masing-masing kelas.Dalam penelitian ini kelas eksperimen merupakan kelas dengan perlakuan menggunakan model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains dan pada kelas kontrol menerapkan model konvensional (direct instruction). Dapat dilihat pula pada Tabel 3.1 berikut (Fraenkel dan Wallen, 1993):
(16)
Tabel 3.1 Desain PenelitianStatic Group Pretest-Posttest Design
Pretest Treatment Posttest
T1 XA T2
T1 X0 T2
(Fraenkel dan Wallen, 1993) Keterangan :
T1= tes awal kemampuan argumentasi
T2 = tes akhir kemampuan argumentasi
XA = pembelajaran menggunkan model pembangkit argumen
menggunakan metode investigasi sains
X0 = pembelajaran menggunkan model pembeljaran konvensional (direct instruction)
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Pada penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran efektivitas model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains untuk meningkatkan kemampuan argumentasi siswa SMP pada materi cahaya. Berikut penjabaran dari variabel penelitian dan definisi operasional:
1. Varibel Penelitian
a) Variabel bebas
Varibel bebas dalam penelitian ini adalah model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains
b) Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan argumentasi siswa
2. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap berbagai istilah, maka perlu dijelaskan istilah-istilah sebagai berikut:
a) Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbandingan peningkatan kemampuan argumentasi antara kelas
(17)
eksperimen yang menggunakan model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains dan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional (direct instruction).Untuk mencapai efektivitas ini diukur dengan perbandingan nilai gain yang dinormalisasi untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains dikatakan lebih efektif jika menghasilkan nilai gain yang dinormalisasilebih tinggi dan membuat perbedaan yang signifikan dengan melalui uji signifikansi (uji t) pada tingkat kepercayaan 95% dibanding model pembelajaran konvensional (direct instruction)
b) Model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk aktif mengembangkan argumetasi menggunakan metode investigasi sains melalui lima tahapan pembelajaran, yaitu (1) penyajian masalah, (2) menguji penjelasan melalui kegiatan investigasi sains, (3) pembangkitan argumen tentatif, (4) sesi argumen, dan (5) perumusan argumen hasil pemikiran kelompok. Keterlaksanaan model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains diukur menggunakan lembar observasi melalui aktivitas guru dan aktivitas siswa.
c) Kemampuan argumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam membuat klaim, menyertakan dan menganalisis data, membuat pembenaran (warrant), dan memberikan dukungan (backing) untuk memperkuat atau menolak klaim. Kemampuan argumentasi diukur melalui tes argumentasi berupa soal uraian.
D. Intrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini peneliti membuat seperangkat instrumen penelitian.Instrumen-instrumen yang digunakan terdiri dari penelitian.Instrumen-instrumen tes dan penelitian.Instrumen-instrumen non
(18)
tes.Berikut penjelasan secara mendetail mengenai instrumen yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Instrumen Tes
Tes yang dikembangkan yaitu tes kemampuan argumentasi. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur peningkatan kemampuan argumentasi terhadap konsep IPA-fisika yang diberikan. Tes yang akan digunakan pada pretest dan posttest mencakup soal-soal yang menuntut siswa mampu: (1) membuat klaim yang akurat sesuai dengan permasalahan yang dibahas, (2) menganalisis data untuk mendukung klaim, (3) menjelaskan hubungan data dengan klaim berupa pembenaran (warrant), (4) melandasi pembenaran untuk mendukung klaim berupa dukungan (backing). Keempat kemampuan tersebut ini sesuai dengan indikator kemampuan argumentasi yang dikembangkan Sampson & Gerbino (2010).
2. Instrumen Non-Tes
Instrumen non-tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Dalam penelitian ini metode observasi digunakan untuk mengetahui kesesuaian keterlaksanaan pembelajaran dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat.Observasi dilakukan untuk mengukur aktivitas guru dan aktivitas siswa.Lembar observasi yang digunakan berupa tahapan kegiatan guru dan siswa saat pembelajaran serta tingkatan kriteria yang menggambarkan berlangsungnya tahapan tersebut.
E. Pengembangan Instrumen
Dalam penelitian ini, instrumen kemampuan argumentasi terlebih dahulu divalidasi oleh ahli sebelum digunakan dalam penelitian.Selanjutnya dilakukan uji coba untuk keperluan analisis soal.
1. Validitas butir soal
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mempu mengukur apa yang hendak diukur. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat
(19)
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2013). Validitas isi dan validitas konstruksi dari tes kemampuan argumentasi diperoleh melalui validasi ahli. Dalam penelitian ini, tes kemampuan argumentasi dinilai validitas isi dan validitas konstruksinya oleh dosen ahli. Penilaian validitas tes kemampuan argumentasi ini menggunakan lembar validasi tes kemampuan argumentasi.
2. Reabilitas tes
Reliabilitas menunjukan pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2013).Reliabilitas merupakan ukuran yang menyatakan tingkat keajegan suatu soal tes. Suatu tes dapat dikatakan ajeg jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan pada kelompok yang sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda (Arifin, 2012). Alat ukur yang reliabel akan memberikan hasil pengukuran yang relatif stabil dan konsisten karena pengukurannya menghasilkan galat yang minimal. Nilai reliabilitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas.Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes adalah dengan rumus Cronbach’s Alpha atau Koefisien Alpha.
Adapun rumus untuk menghitung koefisien Alpha adalah:
11 = ∝ = −
1 1−
��2 ��2
Keterangan :
r11 = reliabilitas instrumen ∝ = koefisien alpha
��2 = jumlah varians skor tiap item ��2 = varian total
(20)
Nilai r11 yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan reliabilitas instrumen dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Interpretasi Reliabilitas
Koefisien Korelasi Kriteria
0,80 <r11 1,00 Sangat Tinggi 0,60 <r11 0,80 Tinggi 0,40 <r11 0,60 Cukup
0,20 <r11 0,40 Rendah
0,00 <r11 0,20 Sangat Rendah
(Arikunto, 2010)
3. Tingkat Kemudahan Butir soal
Penjelasan untuk tingkat kemudahan butir soal didalam buku lebih dipaparkan dalam istilah tingkat kesukaran butir soal namun istilah tersebut kurang tepat dipakai, karena semakin besar indeks menunjukan bahwa soal semakin mudah.Tingkat kemudahan sebuah butir soal (indeks kesukaran) ditunjukkan oleh Arikunto (2010) dengan bilangan indeks kemudahan (P). Bilangan indeks kemudahan tersebut memiliki rentang antara 0,00 sampai dengan 1,00. Semakin besar nilai indeks kemudahan, maka semakin mudah butir soal tersebut.Persamaan yang digunakan dalam menentukan nilai indeks kemudahan dalam penelitian ini yaitu :
=
��
(Arikunto, 2011) atau untuk butir soal bentuk uraian, persamaan di atas dapat dituliskan sebagai berikut :
(21)
Untuk menginterpretasikan nilai indeks kemudahan yang diperoleh dari persamaan di atas, digunakan tabel kriteria tingkat kemudahan sebagai berikut.
Tabel 3.3 Interpretasi Tingkat Kemudahan Butir Soal
Nilai P Kriteria
0,00 <P 0,30 Sukar 0,31 P 0,70 Sedang 0,71 P< 1,00 Mudah
(Arikunto, 2011)
4. Daya Pembeda
Daya pembeda merupakan kemampuan suatu instrumen dalam membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2010).Persamaan yang digunakan dalam menentukan daya pembeda suatu butir soal yaitu, sebagai berikut :
= −
(Arikunto, 2011) Sementara :
PA =
Skor rata−rata kelompok atas pada salah satu butir soal skor maksimum butir soal
PB =
Skor rata−rata kelompok bawah pada salah satu butir soal
skor maksimum butir soal
Keterangan :
D = Daya pembeda
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab butir soal dengan benar
PB= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab butir soal dengan benar
(22)
Selanjutnya, nilai daya pembeda yang diperoleh diinterpretasi dari tabel kriteria daya pembeda berikut ini.
Tabel 3.4 :Kriteria Daya Pembeda Butir Soal
Nilai Daya
Pembeda Kriteria
0,70 < ≤ 1,00 Baik sekali
0,40 < ≤ 0,70 Baik
0,20 < ≤ 0,40 Cukup
0,00 < ≤ 0,20 Jelek
Negatif Butir soal tidak digunakan (Arikunto, 2011)
5. Hasil Judgement dan Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Argumentasi
Soal tes kemampuan argumentasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak empat butir soal.Berdasarkan hasil judgement
keempat butir soal tes kemampuan argumentasi diperoleh hasil bahwa keempat soal argumentasi memiliki kesesuaian antara butir soal dengan konsep, kesesuaian dengan aspek kemampuan argumentasi dan kesesuaian dengan indikator kemampuan argumentasi.Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa keempat soal argumentasi tersebut memiliki validitas isi dan kontruksi sehingga bisa digunakan untuk mengukur kemampuan argumentasi siswa.Secara lengkap perhitungan dan anlisis mengenai hasil judgementtes kemampuan argumentasi telah disajikan dalam lampiran hasil judgement.
Reliabilitas tes kemampuan argumentasi yang diperoleh yaitu menggunakan perhitungan dengan rumus alpha karena tes kemampuan argumentasi ini berupa soal esai yang rentang nilai soal ini dari 1-3.Untuk perhitungan lebih lengkap dari reliabilitas tes
(23)
kemampuan argumentasi disajikan dalam lampiran rekapitulasi reliabilitas tes kemampuan argumentasi siswa.
Selain hasil dari validitas dan reliabilitas soal, dilihat juga tingkat kemudahan dan daya pembeda soal.Untuk melihat tingkat kemudahan dan daya pembeda tiap soal disajikan dalam tabel 3.5 berikut:
Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil daya pembeda dan Tingkat Kemudahan soal tes Kemampuan Argumentasi
No. Soal
Tingkat Kemudahan Daya Pembeda Nilai (P) Kriteria Nilai (D) Kriteria
1 0,57 Sedang 0,21 Cukup
2 0,34 Sedang 0,41 Baik
3 0,19 Sukar 0,20 Cukup
4 0,15 sukar 0,22 cukup
F. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi:
Menentukan masalah yang akan dikaji. Untuk menentukan masalah yang akan dikaji, peneliti melakukan studi pendahuluan melalui kegiatan observasi, yaitu mengamati kegiatan pembelajaran IPA fisika di dalam kelas, serta melakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran fisika.
Studi literatur, dilakukan untuk memperoleh teori yang akurat mengenai permasalahan yang akan dikaji.
Melakukan analisis kurikulum mengenai materi ajar yang dijadikan penelitian dengan kompetensi dasar yang hendak dicapai.
(24)
Menyusun Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan Skenario model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains.
Membuat dan menyusun instrumen penelitian.
Pertimbangan (judgment) instrumen penelitian oleh tiga orang dosen ahli.
Melakukan uji coba instrumen penelitian.
Menganalisis hasil uji coba instrumen penelitian dan kemudian menentukan soal yang layak digunakan sebagai instrumen penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan meliputi :
Memberikan tes awal (pretest) untuk mengukur kemampuan argumentasi siswa sebelum diberi perlakuan (treatmen)
Memberikan perlakuan yaitu dengan cara menerapkan model pembangkit argumen berbasis investigasi sains pada pembelajaran fisika dengan adanya observer selama pembelajaran.
Memberikan tes akhir (posttest) untuk mengukur peningkatan kemampuan argumentasi siswa setelah diberi perlakuan.
3. Tahap Akhir
Pada tahapan ini kegiatan yang akan dilakukan antara lain :
Mengolah data hasil pretest dan posttest serta menganalisis instrumen tes lainnya.
Membandingkan hasil analisis data instrumen tes antara sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan dan membandingkan hasilnya antara kelas eksperimenyang menerapkan model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains dalam pembelajaran fisika terhadap kelas kontrol yang menerapkan model konvensional (direct instruction) untuk melihat lebih efektif mana dala peningkatan kemampuan argumentasi siswa
Memberikan kesimpulan dan saran-saran berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data.
(25)
Tahap Pelaksanaan Penelitian
Diagram alur proses penelitian disajikan pada Gambar 3.1 berikut
Tahap Persiapan
Tahap Akhir
Gambar 3.1 Diagram Alur Proses Penelitian
Studi Kurikulum
Kelas eksperimen
Observasi
Pengolahan Data
Uji Coba dan Analisis Instrumen Penelitian
Posttest
Kesimpulan Rumusan Masalah
Solusi Permasalahan
Judgment Instrumen Penelitian Pembuatan Instrumen Penelitian dan
Perangkat Pembelajaran Studi Litelatur
Studi Pendahuluan
Pretest Kelas kontrol
Kegiatan Pembelajaran Fisika dengan Model Pembangkit Argumen menggunakan metode
Investigasi Sains
Kegiatan Pembelajaran IPA Fisika dengan model pembelajaran konvensional
(26)
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melakukan, melakukan observasi aktivitas guru dan siswa, serta memberikan instrumen tes.
Teknik observasi ini digunakan untuk melihat sejauhmana siswa dilatih agar memiliki kemampuan argumentasi oleh gurunya.Instrumen tes kemampuan argumenatasi dimaksudkan untuk mengukur peningkatan kemampuan argumentasi terhadap konsep fisika yang diberikan.
H. Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini antara lain: 1. Data nilai tes kemampuan argumentasi
2. Data nilai non-tes, yaitu data lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa serta data keterlaksanaan model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains.
Data lembar observasi diolah untuk mengetahui keterlaksanaan model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains melalui aktivitas guru dan aktivitas siswa. Data skor kemampuan argumentasi digunakan untuk mengukur peningkatan kemampuan argumentasi siswa, sedangkan data observasi aktivitas guru dan siswa pada proses pembelajaran digunakan sebagai gambaran keterlaksanaan model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains. Data Hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran diolah untuk mengetahui kriteria keterlaksanaan model pembangkit argumen berbasis investigasi sainspada setiap pertemuan dalam bentuk persentase. Perhitungan Menghitung persentase keterlaksanaan pembelajaran menggunakan rumus berikut:
observer menjawab ya atau tidak
% Keterlaksanaan Model = 100%
observer seluruhnya
Hasil perhitungan persentase diinterpretasikan ke dalam kategori keterlaksanaan pembelajaran sebagai berikut:
(27)
Tabel 3.6 Keterlaksanaan Model Pembelajaran
No Persentase Keterlaksanaan
Model (%) Kriteria
1. KP = 0% Tak satupun aktivitas terlaksana
2. 0%≤ KP≤ 25% Sebagian kecil aktivitas terlaksana
3. 25% <KP< 50% Hampir setengah aktivitas terlaksana
4. KP = 50% Setengah aktivitas terlaksana
5. 50% <KP< 75% Sebagian besar
6 75% ≤KP< 100% Hampir seluruh aktivitas terlaksana
7 KP = 100% Seluruh aktivitas terlaksana
(Muslim, 2013)
. Untuk perhitungan gain yang dinormalisasi dan pengklasifikasiannya digunakan perumusan yang didefinisikan oleh Hake (1998) sebagai berikut:
N-gain
=
�
=
� − � � � � − � �dengan � = gain score yang dinormalisasi;� � = skor pretes; � = skor postes; � � = skor maksimum. Gain score yang dinormalisasi ( � ) merupakan indkator yang lebih baik dalam menunjukkan tingkat efektivitas perlakuan dari perolehan skor atau postes (Hake, 2002). Tingkat perolehan skor kemudian dikategorikan atas tiga kategori (Hake, 1998) seperti pada tabel 3.7
(28)
Tabel 3.7Gain yang Dinormalisasi dan Kategorinya
(Hake, 1998)
Efektivitas penggunaan model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains dapat dilihat dari perbandingan nilai gain kelas eksperimen yang menggunakan model pembangkit argumen menggunakan metode investigasi sains dan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional (direct instruction). Suatu pembelajaran dikatakan lebih efektif jika menghasilkan gain lebih tinggi dibanding pembelajaran lainnya. Berikut merupakan tahapan untuk menentukan signifikansi dalam penelitian ini :
1. Uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak.Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik Chi Kuadrat.Uji Normalitas masing-masing variabel dengan langkah-langkah sebagai berikut (Arikunto, 2013; Sumaryanto, 2011):
a) Menentukan banyak kelas k = 1 + 3,3log n Ket: n = jumlah siswa b) Menentukan panjang kelas
p = ket :
r = rentang skor (skor terbesar – skor terkecil) k = banyak kelas
p = panjang kelas
Gain yang Dinormalisasi Kategori
� > 0,7 Tinggi
0,3 (g) 0,70 Sedang
(29)
c) Menghitung rata-rata dan standar deviasi dari data yang akan diuji
Untuk menghitung rata-rata menggunakan rumus :
� = ��
Sedangkan untuk menghitung standar deviasi menggunakan rumus:
S = (��−� ) 2
−1
Ket :
� = nilai rata-rata gain
xi= nilai gain yang diperoleh siswa
n = jumlah siswa
S = standar deviasi
d) Menentukan nilai baku z dengan menggunakan rumus: Z = −�
�
bk = batas kelas
e) Mencari luas daerah dibawah kurva yaitu luas daerah batas bawah dikurangi luas daerah batas atas.
f) Mencari frekuensi harapan (Ei) g) Mencari harga chi kuadrat (X2)
X2 = ( �− �) 2
�
Kriteria keputusan jika nilai X2hitung < X2tabel dengan α = 0,05 dan
db = k-3 maka data berdistribusi normal
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah variansi data yang akan dianalisis homogen atau tidak. Hipotesis statistik yang digunakan pada uji homogenitas adalah:
(30)
Ho =data kelompok eksperimen dan kontrol mempunyai
variansi yang homogen
H1 = data kelompok eksperimen dan kontrol tidak mempunyai
variansi yang homogen
Rumus yang digunakan untuk mencari homogenitas yaitu dari Sugiyono (2011, hal 261) :
F = � 2
�2 Ket :
S2b = variansi yang lebih besar S2k = variansi yang lebih kecil
3. Uji Hipotesis
Hipotesis statistik yang diuji ialah:
1) Jika thitung< ttabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak
Artinya, tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan argumentasi siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.
2) Jika thitung> ttabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima
Artinya, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan argumentasi siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen
(31)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan
Berdasarkanpenelitian yang sudahdilaksanakan di salahsatu SMP Negeri di kota Bandung kelas VIII 9 semester II denganjudulefektivitas model pembangkitargumenuntukmeningkatkankemampuanargumentasisiswa SMP padamatericahaya, diperolehkesimpulansecarakeseluruhanterdapatperbedaan yang signifikankemampuanargumentasisiswaantarakelaseksperimen yang diterapkan model
pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisainsdengankelaskontrol yang
diterapkan model konvensional (direct
instruction).simpulansecararinciuntukmenjawabrumusanmasalahyaitusebagaiberik ut:
1. Model pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisains yang
diterapkan di
kelaseksperimenlebihefektifdalammeningkatkankemampuanargumentasisisw adibandingkanpembelajarankonvensional yang diterapkan di kelaskontrol, berdasarkanhasilujitarafsignifikansi (uji t) dengantingkatkepercayaan 95%
terdapatperbedaan yang signifikan rata-rata
skorantarakelaseksperimendengankelaskontrol.Peningkatankemampuanargum
entasisiswa SMP padakelasekseperimendengan model
pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasisainsberadapadakriterias edangdenganperolehan<g>sebesar 0,45 lebihtinggidibandingkelaskontrol yang menggunakan model konvensional (direct instruction)
beradapadakriteriarendahdenganperolehan<g>sebesar 0,28.
2. Peningkatansemuaaspekkemampuanargumentasisiswa yang
meliputikemampuanmembuatklaim yang akuratsesuaidenganpermasalahan,
menyertakandanmenganalisis data untukmendukungklaim,
menjelaskanhubunganantaraklaimdengan data (pembenaran/warrant), danmelandasipembenaranuntukmendukungklaim
(32)
(dukungan/backing)padasiswa yang menerapkan model pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasilebihtinggidibandingkan dengansiswa yang menerapkan model konvensional.Denganperolehanmasing-masingsetiapaspekargumentasipadakelaseksperimenyaitukemampuanmembua tklaimsebesar 0,38 kriteriasedangdengantarafsignifikansi 2,14 terdapatperbedaan, kemampuanmenyertakandanmenganalisis data sebesar 0,53 kriteriasedangdengantarafsignifikansi 5,95 terdapatperbedaan,
kemampuanmembuatpembenaran (warrant)sebesar 0,42
dengantarafsignifikansi 3,97
terdapatperbedaan,dankemampuanmemberikandukungan (backing)sebesar 0,44 dengantarafsignifikansi 3,91 terdapatperbedaan.
B. Saran
1. Kemampuanargumentasipadapenelitianinihanyamelatihkanaspekkemamp uanargumentasidasaryaituklaim, data, pembenaran (warrant),
dandukungan (backing).
Sedangkandalamkemampuanargumentasimasihadaaspek lain yang tidakdilatihkandalampenelitianiniyaitukemampuanmenyanggahataumenol
akklaim orang lain
(rebuttal)sehinggasiswatidakdilatihuntukmembuatargumensanggahan
(counter argument).
Olehkarenaituperlupenelitianlebihlanjutuntukmengetahuikemampuansisw adalammembuatargumensanggahan.
2. Dalampenelitianinipeningkatankemampuanargumentasipadakelaseksperi
menberadapadakategorisedang, bukanpadakriteriatinggi.
Olehkarenaitubilainginmeningkatkankemampuanargumentasilebihbaiklag i, dalampenelitianberikutnyadisarankanuntukmencarikorelasi yang kuatantarakemampuanargumentasidenganvariabel lain.
3. Siswa SMP
dalammemahamisetiapaspekkemampuanargumentasimasihkurang.
Sehinggauntukmelatihkankemampuanargumentasisiswapadatingkat SMP memerlukanpengulangansecaraberkalaterhadappenjelasandarisetiapaspek
(33)
kemampuanargumentasi yang terdiridariklaim, data, pembenaran (warrant) dandukungan (backing).
(34)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010).ProsedurPenelitian: SuatuPendekatanPraktik. Jakarta: RinekaCipta.
Arikunto, S. (2011). ProsedurPenelitian: SuatuPendekatanPraktik.
Jakarta: RinekaCipta.
Arikunto, S. (2013). ProsedurPenelitian: SuatuPendekatanPraktik.
Jakarta: RinekaCipta.
Arifin, Z. (2012). Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT remaja Rosdakarya
Asmara, Y. (2014). Pengaruh penerapan model pembangkit argumen dengan metode investigasi sains terhadap peningkatan kemampuan argumentasi siswa pada materi listrik dinamis.
Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan. Departemen Pendidikan Nasional (2006). Kurikulum 2006 Mata Pelajaran
IPA SMP/MTs. Jakarta: depdiknas.
Driver et all. (2000). Establishing the Norms of Scientific Argumentation in Classroom. Science Education, 85 (3), 287-312
Erduran, Sibel. (2007). Methodological Foundations in the Study of Argumentation in Science Classrooms. STOA,3.
Erduran, S., & Jimenez-Aleixandre, M.P. (2008). Argumenation in Science Education. Florida State University-USA: Spinger.
Erduran& Osborne. (2006). ‘Learning to teach argumentation: Research
and development in the science classroom’. International Journal
of Science Education
Furtaket al. (2008). A Framework for Analyzing Reasoning In Science Classroom Discourse. Annual Meeting of the American Educational Research Association.
Gardner, H. (1999).The dicipline mind: What all students should understand. New York: Simon & Schuster Inc.
Grooms, Jonathon. (2011). Using Argument-Driven Inquiry to Enhance Students' Argument Sophistication When Supporting a Stance in
(35)
the Context of Socioscientific Issues. Electronic Theses, Treatises and Dissertations. Paper 3950. Florida University State
Hake, R. R. (1998). Interactive Engagement Methods In Introductory Mechanics Courses. [online] Tersedia : http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf [3 Maret 2014]
Hillock, G. (2009). Teaching Argument Writing Grades 6-12. United States : Heinemann
Huda, FauziaNur. (2014). PengaruhPenerapan Model
PembangkitArgumendenganMetodeInvestigasiSainsterhadapPeni ngkatanKemampuanArgumentasiSiswapadaMateriFluidaStatis.
Skripsi. UniversitasPendidikan Indonesia.
Kelly, G. J., & Takao, A. (2002). Epistemic levels in argumen: An analysis of university oceanography students’ use of evidence in writing. Science Education, 86, 314-342.
KementrianPendidikandanKebudayaan (2013) Implementasikurikulum
2013. Jakarta:
BadanPengembanganSumberDayaManusiaPendidikandanKebuda yaandanPenjaminMutuPendidikanKementrianPendidikandanKeb udayaan.
King, H. (2013) Argumentation as part of lab work. An ISE research brief discussing Kind et al.’s, "Peer argumentation in the school science laboratory."[online] Tersedia : http://www.relatingresearchtopractice.org/article/252. [ juli 2014] Kuhn, Deanna. (2009). Teaching and Learning Science as Argument.
Wiley Online Library. 10(1002).
McNeill, K. L., Lizotte, D. J., & Krajcik, J. (2006). Supporting students’
construction of scientific explanations by fading scaffolds in instructional materials. The Journal of the Learning Sciences, 15(2), 153-191.
Muslim. (2013). Penerapan Model
PembangkitArgumenBerbasisInvestigasiSainsDalamPembelajara nFisikaUntukMeningkatkanKemampuanArgumentasiSiswa SMA.
LaporanAkhirHibahPenelitianDalamRangkaImplementasi
Program DIA bermutu BACH III. UniversitasPendidikan Indonesia: tidakditerbitkan.
(36)
Norris, S., Philips, L. & Osborne, J. (2007). Scientific inquiry: the place of interpretation and argumenation. In J. Luft, R. Bell & J. Gess-Newsome (Eds.), Science as Inquiry in the Secondary Setting. Arlington, VA: NSTA Press
Nuffield. (2012). Argumentation and practical work. [online] Tersedia:
www.nuffieldfoundation.org [juni 2014]
Osborne, J., Erduran, S., & Simon, S. (2004). Enhancing the quality of argumenation in school science. Journal of Research in Science Teaching, 41(10), 994-1020.
Osborne, J., Erduran, S., & Simon, S. (2001). Enhancing the quality of argumenation in school science. Journal of Research in Science Teaching, 82(301).
Osborne, J., Erduran, S., & Simon, S. (2004). Learning to teach Argumentation: Research And development in the science Classroom. Journal of Research in Science Teaching.
PeraturanPemerintahPendidikandanKebudayaan. (2013) 81-A. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Prasodjo, B. (2006). Teori dan Aplikasi Fisika SMP kelas VII. Yogyakarta: YudhistiraGhalia Indonesia.
Rex, Lesley et al. (2014). What are warrant. The argumentresearch
group. [online] Tersedia:
http://sitemaker.umich.edu/argument/[juli 2014]
Sampson, V., Gerbino, F. (2010). Two Instructional Models That Teachers Can Use to Promote & Support Scientific Argumenation in the Biology Classroom The American Biology Teacher, 72(7), 427– 431.
Sugiyono. (2011). Metodepenelitiankombinasi(mixed method). Bandung: Alfabeta.
Trent, R. (2009). Fostering Students’ Argumenation Skills in Geoscience
Education. Journal of Geoscience Education. 57(4), 224-232 Venville, G. J and Dawson, V. M. (2010). The Impact of classroom
(37)
reasoning, and conceptual understanding of science. Journal of research in science teaching, 47 (8), 952-957.
Zohar, A., &Nemet, F. (2002). Fostering students’ knowledge and
argumenationskills through dilemmas in human genetics. Journal of Research in Science Teaching, 39(1), 35-62.
(1)
(dukungan/backing)padasiswa yang menerapkan model pembangkitargumenmenggunakanmetodeinvestigasilebihtinggidibandingkan dengansiswa yang menerapkan model konvensional.Denganperolehanmasing-masingsetiapaspekargumentasipadakelaseksperimenyaitukemampuanmembua tklaimsebesar 0,38 kriteriasedangdengantarafsignifikansi 2,14 terdapatperbedaan, kemampuanmenyertakandanmenganalisis data sebesar 0,53 kriteriasedangdengantarafsignifikansi 5,95 terdapatperbedaan,
kemampuanmembuatpembenaran (warrant)sebesar 0,42
dengantarafsignifikansi 3,97
terdapatperbedaan,dankemampuanmemberikandukungan (backing)sebesar 0,44 dengantarafsignifikansi 3,91 terdapatperbedaan.
B. Saran
1. Kemampuanargumentasipadapenelitianinihanyamelatihkanaspekkemamp uanargumentasidasaryaituklaim, data, pembenaran (warrant),
dandukungan (backing).
Sedangkandalamkemampuanargumentasimasihadaaspek lain yang tidakdilatihkandalampenelitianiniyaitukemampuanmenyanggahataumenol
akklaim orang lain
(rebuttal)sehinggasiswatidakdilatihuntukmembuatargumensanggahan
(counter argument).
Olehkarenaituperlupenelitianlebihlanjutuntukmengetahuikemampuansisw adalammembuatargumensanggahan.
2. Dalampenelitianinipeningkatankemampuanargumentasipadakelaseksperi menberadapadakategorisedang, bukanpadakriteriatinggi. Olehkarenaitubilainginmeningkatkankemampuanargumentasilebihbaiklag i, dalampenelitianberikutnyadisarankanuntukmencarikorelasi yang kuatantarakemampuanargumentasidenganvariabel lain.
3. Siswa SMP
dalammemahamisetiapaspekkemampuanargumentasimasihkurang.
Sehinggauntukmelatihkankemampuanargumentasisiswapadatingkat SMP memerlukanpengulangansecaraberkalaterhadappenjelasandarisetiapaspek
(2)
73
kemampuanargumentasi yang terdiridariklaim, data, pembenaran (warrant) dandukungan (backing).
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010).ProsedurPenelitian: SuatuPendekatanPraktik. Jakarta: RinekaCipta.
Arikunto, S. (2011). ProsedurPenelitian: SuatuPendekatanPraktik. Jakarta: RinekaCipta.
Arikunto, S. (2013). ProsedurPenelitian: SuatuPendekatanPraktik. Jakarta: RinekaCipta.
Arifin, Z. (2012). Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT remaja Rosdakarya
Asmara, Y. (2014). Pengaruh penerapan model pembangkit argumen dengan metode investigasi sains terhadap peningkatan kemampuan argumentasi siswa pada materi listrik dinamis. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan. Departemen Pendidikan Nasional (2006). Kurikulum 2006 Mata Pelajaran
IPA SMP/MTs. Jakarta: depdiknas.
Driver et all. (2000). Establishing the Norms of Scientific Argumentation in Classroom. Science Education, 85 (3), 287-312
Erduran, Sibel. (2007). Methodological Foundations in the Study of Argumentation in Science Classrooms. STOA,3.
Erduran, S., & Jimenez-Aleixandre, M.P. (2008). Argumenation in Science Education. Florida State University-USA: Spinger.
Erduran& Osborne. (2006). ‘Learning to teach argumentation: Research and development in the science classroom’. International Journal of Science Education
Furtaket al. (2008). A Framework for Analyzing Reasoning In Science Classroom Discourse. Annual Meeting of the American Educational Research Association.
Gardner, H. (1999).The dicipline mind: What all students should understand. New York: Simon & Schuster Inc.
Grooms, Jonathon. (2011). Using Argument-Driven Inquiry to Enhance Students' Argument Sophistication When Supporting a Stance in
(4)
74
the Context of Socioscientific Issues. Electronic Theses, Treatises and Dissertations. Paper 3950. Florida University State
Hake, R. R. (1998). Interactive Engagement Methods In Introductory Mechanics Courses. [online] Tersedia : http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf [3 Maret 2014]
Hillock, G. (2009). Teaching Argument Writing Grades 6-12. United States : Heinemann
Huda, FauziaNur. (2014). PengaruhPenerapan Model PembangkitArgumendenganMetodeInvestigasiSainsterhadapPeni ngkatanKemampuanArgumentasiSiswapadaMateriFluidaStatis. Skripsi. UniversitasPendidikan Indonesia.
Kelly, G. J., & Takao, A. (2002). Epistemic levels in argumen: An analysis of university oceanography students’ use of evidence in writing. Science Education, 86, 314-342.
KementrianPendidikandanKebudayaan (2013) Implementasikurikulum
2013. Jakarta:
BadanPengembanganSumberDayaManusiaPendidikandanKebuda yaandanPenjaminMutuPendidikanKementrianPendidikandanKeb udayaan.
King, H. (2013) Argumentation as part of lab work. An ISE research brief discussing Kind et al.’s, "Peer argumentation in the school science laboratory."[online] Tersedia : http://www.relatingresearchtopractice.org/article/252. [ juli 2014] Kuhn, Deanna. (2009). Teaching and Learning Science as Argument.
Wiley Online Library. 10(1002).
McNeill, K. L., Lizotte, D. J., & Krajcik, J. (2006). Supporting students’ construction of scientific explanations by fading scaffolds in instructional materials. The Journal of the Learning Sciences, 15(2), 153-191.
Muslim. (2013). Penerapan Model
PembangkitArgumenBerbasisInvestigasiSainsDalamPembelajara nFisikaUntukMeningkatkanKemampuanArgumentasiSiswa SMA. LaporanAkhirHibahPenelitianDalamRangkaImplementasi
Program DIA bermutu BACH III. UniversitasPendidikan Indonesia: tidakditerbitkan.
(5)
Norris, S., Philips, L. & Osborne, J. (2007). Scientific inquiry: the place of interpretation and argumenation. In J. Luft, R. Bell & J. Gess-Newsome (Eds.), Science as Inquiry in the Secondary Setting. Arlington, VA: NSTA Press
Nuffield. (2012). Argumentation and practical work. [online] Tersedia: www.nuffieldfoundation.org [juni 2014]
Osborne, J., Erduran, S., & Simon, S. (2004). Enhancing the quality of argumenation in school science. Journal of Research in Science Teaching, 41(10), 994-1020.
Osborne, J., Erduran, S., & Simon, S. (2001). Enhancing the quality of argumenation in school science. Journal of Research in Science Teaching, 82(301).
Osborne, J., Erduran, S., & Simon, S. (2004). Learning to teach Argumentation: Research And development in the science Classroom. Journal of Research in Science Teaching.
PeraturanPemerintahPendidikandanKebudayaan. (2013) 81-A. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Prasodjo, B. (2006). Teori dan Aplikasi Fisika SMP kelas VII. Yogyakarta: YudhistiraGhalia Indonesia.
Rex, Lesley et al. (2014). What are warrant. The argumentresearch
group. [online] Tersedia:
http://sitemaker.umich.edu/argument/[juli 2014]
Sampson, V., Gerbino, F. (2010). Two Instructional Models That Teachers Can Use to Promote & Support Scientific Argumenation in the Biology Classroom The American Biology Teacher, 72(7), 427– 431.
Sugiyono. (2011). Metodepenelitiankombinasi(mixed method). Bandung: Alfabeta.
Trent, R. (2009). Fostering Students’ Argumenation Skills in Geoscience Education. Journal of Geoscience Education. 57(4), 224-232 Venville, G. J and Dawson, V. M. (2010). The Impact of classroom
(6)
76
reasoning, and conceptual understanding of science. Journal of research in science teaching, 47 (8), 952-957.
Zohar, A., &Nemet, F. (2002). Fostering students’ knowledge and argumenationskills through dilemmas in human genetics. Journal of Research in Science Teaching, 39(1), 35-62.