PEMBERIAN EKSTRAK BIJI PRONOJIWO (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn) SECARA ORAL DAPAT MENINGKATKAN KADAR HORMON TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN TUA.

(1)

i

TESIS

PEMBERIAN EKSTRAK BIJI PRONOJIWO

(Euchresta

horsfieldii (Lesch.) Benn)

SECARA ORAL DAPAT

MENINGKATKAN KADAR HORMON

TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR

(Rattus

norvegicus)

JANTAN TUA

HERTI ELIZA SILALAHI

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

ii

PEMBERIAN EKSTRAK BIJI PRONOJIWO

(Euchresta

horsfieldii (Lesch.) Benn)

SECARA ORAL DAPAT

MENINGKATKAN KADAR HORMON

TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR

(Rattus

norvegicus)

JANTAN TUA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

HERTI ELIZA SILALAHI NIM

1390761030

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : ...,

Pembimbing I

Prof. DR.dr. Wimpie Pangkahila Sp And FAACS NIP. 194612131971071001

Pembimbing II

Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp.And NIP. 194402011964091001

Mengetahui,

Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana

DR.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., SpGK NIP.1958052119850312002


(4)

iv

PENETAPAN PENGUJI

Tesis ini telah diuji pada Tanggal ...

Penguji tesis berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : .../HK/2016, Tanggal ... 2016

Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS Sekretaris : Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp.And Anggota : 1. Prof. Dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK

2. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph. D 3. Dr. dr. Desak Made Wihandani, M. Kes


(5)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

NAMA : dr. Herti Eliza Silalahi

NIM :

1390761030

PROGRAM STUDI : ILMU BIOMEDIK

JUDUL TESIS :PEMBERIAN EKSTRAK BIJI PRONOJIWO (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn) SECARA ORAL DAPAT MENINGKATKAN KADAR HORMON TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN TUA

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 29 Maret 2016


(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, karunia serta petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pemberian Ekstrak Biji Pronojiwo (Euchresta horsfieldii (Lesch.)Benn) Dapat Meningkatkan Kadar Hormon Testosteron Pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Jantan Tua” dalam rangka memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Biomedik, kekhususan Anti Aging Medicine, pada Program Pascasarjana Universitas Udayana, Bali-Indonesia.

Selama penelitian ini, penulis mendapat banyak pengalaman berharga yang memperkaya wawasan, serta sebagai proses pembelajaran hidup penulis baik dari segi ilmiah maupun aspek nilai sosial. Semua ini tidak lepas dari peran serta orang-orang di sekeliling penulis yang senantiasa mendukung dengan tulus dan ikhlas. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, selaku pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan kepada penulis selama penyusunan tesis ini mulai dari awal hingga selesai.

2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp.And, selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan kepada penulis selama penyusunan tesis ini mulai dari awal hingga selesai.


(7)

vii

3. Prof. Dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK, selaku penguji, yang telah memberikan masukan, saran, serta koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini.

4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph. D, selaku penguji, yang telah memberikan masukan, saran, serta koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini.

5. Dr. dr. Desak Made Wihandani, M. Kes, selaku penguji, yang telah memberikan masukan, saran, serta koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini.

6. Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH, PFK, Sp Erg, selaku pembimbing

akademik yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan

mengarahkan selama penulis menempuh pendidikan pada Program Magister Ilmu Biomedik, Universitas Udayana.

7. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana.

8. Prof. Dr. dr. A. A Raka Sudewi, Sp. S (K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswi Program Magister Ilmu Biomedik, Universitas Udayana.


(8)

viii

9. Ferbian Siswanto, SKH, selaku staf di Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, yang telah banyak membantu secara teknis proses penelitian ini.

10.Ayahanda tercinta, bapak T. B. Silalahi dan Ibunda tercinta, ibu Budiarti Jonathan, atas iringan doa, dukungan, perhatian dan kasih sayang yang tulus dan tidak terhingga kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini.

11.Anakku tersayang Azriel David, atas doa, dukungan dan pengertian selama penulis menempuh pendidikan dan menyelesaikan tesis ini.

12.Seluruh Dosen Ilmu Biomedik Universitas Udayana, yang telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat.

13.Para staf Ilmu Biomedik Universitas Udayana, yang telah memberikan informasi dan bantuan kepada penulis mulai dari awal sampai akhir proses menuntut ilmu di Bagian Ilmu Biomedik.

14.Teman-teman angkatan 9 tahun ajaran 2014-2016, Ilmu Biomedik minat

Anti Aging Medicine, yang telah memberikan semangat selama berlangsungnya proses pendidikan dan penyusunan tesis ini. Penulis mengucapkan terimakasih secara khusus kepada 3 orang teman angkatan 9 yaitu dr. Herna Lie dan dr. Widya Christine Manus yang selalu menyesuaikan jadwalnya agar dapat bersama-sama saling mendukung selama proses pembuatan tesis ini serta kepada dr. Fransisca Mochtar, SpOG yang membantu menambahkan informasi tentang topik yang saya tulis.


(9)

ix

15.Teman-teman sejawat saya, dr. Bayu Prawira Hie dan dr. Joss Riono, PhD yang telah membantu saya untuk mempublikasikan tulisan ini sebagai jurnal Internasional.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dapat melengkapi isi dari tesis ini agar menjadi tulisan yang lebih baik lagi. Akhir kata, penulis ucapkan, semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Denpasar, 13 Maret 2016

Penulis,


(10)

x ABSTRAK

PEMBERIAN EKSTRAK BIJI PRONOJIWO (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn) SECARA ORAL DAPAT MENINGKATKAN KADAR HORMON TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN TUA

Hormon testosteron merupakan suatu hormon steroid androgen yang penting dalam kehidupan seksual dan reproduksi baik wanita maupun pria, juga berperan dalam proses metabolisme, integritas tulang, otot, sistem kardiovaskular dan otak. Pada keadaan berkurangnya hormon testosteron akan berpengaruh terhadap berkurangnya sensitivitas insulin, kelemahan otot, gangguan metabolisme karbohidrat, gangguan fungsi kognitif, berkurangnya dorongan motivasi, lelah dan letargi, peningkatan lemak tubuh, serta penurunan dorongan dan kemampuan seksual. Hasil analisis menunjukkan bahwa biji Pronojiwo yang digunakan pada penelitian ini mengandung fitotestosteron sebanyak 15,28 %. Fitotestosteron merupakan senyawa yang dihasilkan oleh tanaman dan memiliki efek fisiologis yang serupa dengan testosteron yang dihasilkan pada hewan. Senyawa fitotestosteron dapat menempel pada reseptor androgen (AR) dan menimbulkan efek fisiologis yang serupa dengan testosteron alami yang dihasilkan oleh tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa pemberian ekstrak biji Pronojiwo dapat meningkatkan kadar hormon testosteron pada tikus Wistar jantan tua.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimen, dengan pretest posttest control group design menggunakan 24 ekor tikus Wistar jantan tua yang berusia 18 bulan dengan berat badan antara 225-250 gram/ekor. Sampel yang dipilih dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol yang diberikan plasebo dan kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak biji Pronojiwo secara oral. Pengukuran kadar hormon testosteron dilakukan setelah 21 hari perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan setelah diberikan ekstrak biji Pronojiwo secara oral dosis 5,8 mg/250 gr BB tikus/hari selama 21 hari, terjadi peningkatan kadar hormon testosteron secara signifikan (p<0,01) dari 2,950 ± 0,237 ng/ml menjadi 3,613 ± 0,241 ng/ml. Sedangkan pada kelompok kontrol yang diberikan plasebo, tidak terjadi peningkatan kadar hormon testosteron secara signifikan (p>0,05) dari 2,812 ± 0,300 ng/ml menjadi 2,897 ± 0,182 ng/ml.

Disimpulkan bahwa pemberian ekstrak biji Pronojiwo secara oral dapat meningkatkan kadar hormon testosteron pada tikus Wistar jantan tua.


(11)

xi

ABSTRACT .

ORAL ADMINISTRATION OF PRONOJIWO SEED EXTRACT (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn) INCREASED TESTOSTERONE LEVELS IN OLD MALE WISTAR RATS (Rattus norvegicus)

Testosterone hormone is an androgen steroid hormone that is important in sexual and reproductive lives of both female and male, also plays a role in the metabolic process, the integrity of bones, muscles, cardiovascular system and brain. Decreasing of testosterone levels will affect the reduction in insulin sensitivity, muscle weakness, impaired carbohydrate metabolism, impaired cognitive function, reduction of encouragement, fatigue and lethargy, increased body fat, as well as decreasing in the sexual drive and performance. Pronojiwo seed used in this study, contains phytotestosterone as much as 15,28%. Phytotestosterone is a compound produced by plants and has physiological effects similar to testosterone produced in animals. Phytotestosterone compounds can be attached to the androgen receptor (AR) and has physiological effects similar to the natural testosterone produced by the body. The purpose of this study was to prove that the oral administration of Pronojiwo seed extract increased testosterone levels in old male Wistar rats.

This study was experimental with pretest posttest control group design using 24 male Wistar rats aged 18 months old with body weight between 225-250 g/ rat. Chosen samples devided by two group, the control group treat with placebo and the treatment group treated with oral Pronojiwo seed extract. Testosterone hormone level measurements performed after 21 days of treatment.

The results showed after treated with extract of Pronojiwo seed, the dose of 5.8 mg/250 rat BW/day for 21 days, increased testosterone levels significantly (p <0.01) from 2.950 ± 0.237 ng / ml to 3.613 ± 0.241 ng / ml. In the control group treated with placebo, there was no increasing levels of testosterone significantly (p> 0.05) from 2,812±0,300 ng/ml to 2,897±0,182 ng/ml.

It concluded that oral administration of Pronojiwo seed extract increased testosterone levels in old male Wistar rats.


(12)

xii DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ...ii

LEMBAR PENGESAHAN ...iii

PENETAPAN PENGUJI ...iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT...v

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

ABSTRAK ...x

ABSTRACT ...xi

Daftar Isi... xii

Daftar Gambar... xv

Daftar Tabel... xvi

Daftar Singkatan... xvii

Daftar Lampiran...xviii

Bab 1. Pendahuluan... 1

1.1.Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.4.Manfaat Penelitian... 4

Bab II. Kajian Pustaka... 5

2.1. Penuaan... 5

2.1.1. Definisi Penuaan... 5

2.1.2. Penyebab Penuaan... 6

2.1.2.1. Teori Wear and Tear... 6

2.1.2.2. Teori Neuro endokrin... 7

2.1.2.3. Teori Kontrol Genetika... 8

2.1.2.4. Teori Radikal Bebas... 8

2.1.3. Anti Aging Medicine... 9


(13)

xiii

2.2.1. Deskripsi Pronojiwo... 9

2.2.2. Morfologi Pronojiwo... 10

2.2.3. Kandungan Pronojiwo... 11

2.2.4. Kemungkinan proses kerja ekstrak biji Pronojiwo pada peningkatan hormon Testosteron... 14

2.3. Hormon Testosteron... 17

2.3.1. Struktur molekul Hormon Testosteron... 18

2.3.2. Biosintesis Hormon Testosteron... 19

2.3.3. Fungsi Hormon Testosteron... 22

2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi hormon Testosteron... 24

2.4. Tikus putih (Rattus norvegicus) Jantan sebagai hewan coba... 26

Bab III. Kerangka Berpikir, Konsep dan Hipotesis Penelitian... 28

3.1. Kerangka Berpikir... 28

3.2. Konsep Penelitian... 29

3.3. Hipotesis Penelitian... 29

Bab IV. Metode Penelitian... 30

4.1. Rancangan Penelitian... 30

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 31

4.2.1. Lokasi Penelitian... 31

4.2.2. Waktu Penelitian... 31

4.3. Populasi dan Sampel... 31

4.3.1. Populasi Penelitian... 31

4.3.2. Kriteria Subjek... 32

4.3.2.1. Kriteria Inklusi... 32

4.3.2.2. Kriteria Drop Out... 32

4.4. Penentuan Besar dan Cara Pengambilan Sampel... 32

4.4.1. Penentuan Besar Sampel... 32


(14)

xiv

4.5. Variabel Penelitian... 34

4.5.1. Klasifikasi Variabel... 34

4.5.2. Definisi Operasional Variabel... 35

4.6. Bahan dan instrumen penelitian... 37

4.7. Prosedur Penelitian... 38

4.7.1. Pemeliharaan Tikus Percobaan... 38

4.7.2. Pelaksanaan Pemeriksaan... 39

4.7.3. Cara pembuatan ekstrak Biji Pronojiwo...41

4.7.4. Cara pemeriksaan kadar hormon Testosteron...42

4.8. Alur Penelitian...43

4.9. Analisis data... 44

BAB V. Hasil Penelitian... 45

5.1 Analisis Deskriptif... 45

5.2. Uji Normalitas Data... 46

5.3. Uji Homogenitas Data... 47

5.4. Analisis Komparabilitas... 47

5.4.1. Analisis Komparabilitas Antar Kelompok Sebelum Perlakuan... 48

5.4.2. Analisis Komparabilitas Antar Kelompok Setelah Perlakuan... 48

5.5. Analisis Efek Perlakuan... 49

5.6. Hasil Analisis Efek Perlakuan Pretest-Posttest Data Kadar Testosteron... 49

BAB VI. Pembahasan... 51

BAB VII. Simpulan dan Saran... 55

Daftar Pustaka... 54


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bunga, biji dan pohon Pronojiwo... 10

Gambar 2.2. Struktur Testosteron... 18

Gambar 2.3. Jalur Biosintesis Testosteron... 19

Gambar 2.4. Aksi Hipotalamus-Hipofisis-Testis... 19

Gambar 2.5. Tikus Putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan coba... 27

Gambar 2.6 Kadar Testosteron pada Tikus………. 27

Gambar 3.1. Konsep Penelitian...29

Gambar 4.1. Skema Rancangan Penelitian...30

Gambar 4.2. Hubungan Antar Variabel... 35

Gambar 4.3. Bagan Alur Penelitian...43

Gambar 5.1. Grafik Perubahan Kadar Testosteron Sebelum dan Sesudah Perlakuan Antar Kelompok Perlakuan... 50


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi senyawa Pronojiwo...13

Tabel 2.1 Lanjutan Komposisi senyawa Pronojiwo... 14

Tabel 5.1. Hasil Analisis Deskriptif Data Kadar Testosteron... 46

Tabel 5.2. Hasil Uji Normalitas Data Kadar Testosteron Antar Kelompok... 46

Tabel 5.3. Hasil Uji Homogenitas Data Kadar Testosteron Antar Kelompok.... 47

Tabel 5.4. Rerata Kadar Testosteron Antar Kelompok Sebelum Perlakuan... 48

Tabel 5.5. Rerata Kadar Testosteron Antar Kelompok Setelah Perlakuan... 48

Tabel 5.6. Hasil Analisis Efek Perlakuan Pretest-Posttest Data Kadar Testosteron... 49


(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

AAM : Anti Aging Medicine BB : Berat Badan

BW : Body Weigh

cAMP : Cyclic Adenosin Monophospate DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

DPL : Diatas Permukaan Laut

ELISA : Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay FSH : Follicle Stimulating Hormone

GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone LH : Luteinizing Hormone

SHBG : Steroid Hormone Binding Globulin SPSS : Statistical Product and Service Solutions STAR : Steroidogenic Acute Regulatory Protein TBC : Tuberculosis


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance... 59

Lampiran 2. Hasil Analisis Fitotestosteron... 60

Lampiran 3. Hasil Penelitian Pendahuluan... 61

Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kadar Testosteron... 62

Lampiran 5. Analisis Statistik... 63

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian... 66

Lampiran7. Konversi Perhitungan Dosis Untuk Beberapa Jenis Hewan dan Manusia... 69


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris yang terkenal dengan rempah-rempah dan banyak tanaman obat. Tanaman obat bisa didapat dan dikembangkan di pekarangan rumah. Harga obat dan suplemen yang mahal seringkali tidak terjangkau masyarakat luas, sehingga kualitas hidup semakin cepat menurun dan proses penuaan lebih cepat terjadi.

Pada penuaan terjadi penurunan fungsi dari berbagai sel atau organ tubuh sehingga secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Terdapat dua faktor yang menyebabkan proses penuaan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal antara lain adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan tubuh yang menurun dan gen, sementara faktor eksternal meliputi gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan (Pangkahila, 2011).

Pada tahun 1993, dicetuskan konsep baru Anti-Aging Medicine (AAM). Ada 3 pokok penting dalam ilmu Anti-Aging Medicine, yaitu : bahwa penuaan dapat dianggap sama dengan suatu penyakit yang dapat dicegah, diobati dan bahkan dikembalikan ke keadaan semula. Manusia bukanlah semacam orang hukuman yang terperangkap dalam takdir genetiknya dan manusia memiliki


(20)

2

keluhan atau gejala penuaan karena kadar hormonnya yang menurun (Pangkahila, 2011).

Hormon memiliki peranan yang sangat penting bahkan mutlak pada kehidupan manusia, bahkan sejak awal kehidupannya hormon sudah sangat diperlukan dalam kehidupan. Hormon berasal dari bahasa Yunani “hormao” yang berarti bergairah atau bangkit. Hormon memberikan pengaruh melalui struktur kimianya yang unik yang dikenali oleh reseptor spesifik pada sel targetnya. Apabila terjadi gangguan hormon akan menyebabkan terjadinya berbagai keluhan baik bersifat fisik maupun psikis (Pangkahila, 2011).

Hormon testosteron merupakan suatu hormon androgen utama yang beredar daram sirkulasi darah. Testosteron pada umumnya dikaitkan dengan aspek seksual dan reproduksi dalam hidup manusia. penting dalam kehidupan seksual dan reproduksi baik wanita maupun pria. Hormon testosteron juga penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal organ kelamin dan reproduksi laki laki. Selain fungsinya yang berpengaruh besar terhadap kehidupan seksual, hormon testosteron juga memiliki efek biologis yang penting diantaranya pada metabolisme, integritas tulang, otot, sistem kardiovaskular dan otak. Pada keadaan berkurangnya hormon testosteron akan berpengaruh terhadap berkurangnya sensitivitas insulin, kelemahan otot, gangguan metabolisme karbohidrat, gangguan fungsi kognitif, berkurangnya dorongan motivasi, lelah dan letargi, peningkatan lemak tubuh, serta penurunan dorongan dan kemampuan seksual (Pangkahila, 2011).


(21)

3

Pada pria setelah pubertas, kadar hormon testosteron serum berkisar antara 300-1000 ng/dL (rata-rata 611±186 ng/dL). Pada pria, 98% hormon testosteron terikat pada protein plasma, yang meliputi albumin dan steroid hormon-binding globulin (SHBG). Sisanya sebesar 2% merupakan testosteron bebas karena beredar dalam keadaan tidak terikat pada protein apapun yang mengalir dalam darah. Persentase testosteron yang terikat pada SHBG bervariasi antar individu, tetapi pada umumnya sekitar 40-80% dari testosteron yang beredar (Pangkahila, 2011)

Purnajiwa atau Pronojiwo (Euchresta horsfeildii (Lesch.) Benn) termasuk dalam suku Fabaceae dan merupakan salah satu tumbuhan hutan yang berpotensi sebagai sumber obat tradisional. Berdasarkan mitos, buah dari tanaman ini merupakan makanan harimau penjaga di sekitar pura di Bali (Tirta et al., 2010).

Biji Pronojiwo dikenal terbatas di kalangan keluarga maupun masyarakat tertentu yakni sebagai penyegar tubuh dan sebagai obat perangsang. Biji Pronojiwo telah beredar di masyarakat dan diproduksi oleh industri jamu menjadi komoditas bernilai ekonomi dalam berbagai macam produk jadi yang siap dikonsumsi. Akar dan batang Pronojiwo mengandung flavonoid, isoflavon, pterocarpan, flavonon, dan kumaronokhromon yang berfungsi sebagai anti mikroba dan antivirus. Jenis flavonoid yang terdapat pada daun adalah apigenin. Biji mengandung alkaloid berupa cytosin (1,5%), matrin dan matrin-N-oxid. Zat ini mempunyai khasiat untuk menaikkan tekanan darah (Lemmens dan Bunyapraphatsara, 2003).


(22)

4

Pada hasil analisis ekstrak biji Pronojiwo di Laboratorium Analitik Universitas Udayana, Bali-Indonesia, didapatkan kadar fitotestosteron (phytotestosteron) sebesar 15,28 % dari 1 kg biji Pronojiwo yang diekstraksi (Lampiran 2). Fitotestosteron adalah kelompok ekstrak tanaman yang mampu meniru dan memperkuat aksi dari hormon testosteron itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pemberian ekstrak biji Pronojiwo secara oral dapat meningkatkan kadar hormon testosteron pada tikus Wistar jantan tua ?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan bahwa pemberian ekstrak biji Pronojiwo secara oral dapat meningkatkan kadar hormon testosteron pada tikus Wistar jantan tua.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah mengenai efektivitas konsumsi ekstrak biji Pronojiwo dapat meningkatkan kadar hormon testosteron yang sudah menurun.


(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penuaan

2.1.1 Definisi Penuaan

Penuaan merupakan suatu proses alami yang pasti dialami oleh setiap individu di muka bumi ini. Penuaan adalah suatu proses menurunnya hingga menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Dengan begitu manusia akan mengalami berbagai tanda dan proses penuaan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu tanda fisik seperti massa otot berkurang, kadar lemak yang meningkat, kulit berkerut, daya ingat menurun, fungsi seksual dan reproduksi terganggu, serta kemampuan kerja menurun, juga dapat ditemukan tanda psikis seperti menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung dan perasaan merasa tidak berarti lagi (Pangkahila, 2011).

Proses penuaan tidak terjadi begitu saja, namun berlangsung melalui 3 tahap yaitu tahap subklinik pada usia 25-35 tahun dimana mulai terjadi penurunan berbagai level hormon namun tidak terlihat dari luar sehingga dianggap usia muda dan normal, kemudian masuk ke tahap transisi pada usia 35-45 tahun dimana level hormon mulai menurun hingga 25%, masa otot berkurang, komposisi lemak tubuh bertambah, pada tahap ini gejala mulai muncul dan berlanjut ke tahap klinik pada usia 45 tahun ke atas dimana penurunan level hormon terus berlanjut, penyakit


(24)

2

kronis mulai terlihat lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan, disfungsi seksual merupakan keluhan yang penting (Pangkahila, 2011).

2.1.2 Penyebab Penuaan

Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Terdapat 2 faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan genetik. Faktor eksternal yang utama adalah pola hidup yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stres, kemiskinan dan diet yang tidak sehat (Pangkahila, 2011).

Terdapat banyak teori yang menjelaskan tentang proses penuaan, namun terdapat 4 teori utama yang saling melengkapi satu sama lain untuk terjadinya proses penuaan di antaranya adalah :

2.1.2.1 Teori WearandTear

Teori ini dikenal juga dengan teori pakai dan rusak, diperkenalkan pertama kali tahun 1882 oleh August Weismann yang merupakan seorang ahli biologi dari Jerman yang pada prinsipnya menyatakan bahwa tubuh dan sel akan rusak karena penggunaan dan disalahgunakan, baik penggunaan secara alami apalagi penyalahgunaan. Kerusakan yang terjadi tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel. Pada usia muda, kerusakan yang terjadi dapat diatasi atau dikompensasi karena sistem perbaikan dan pemeliharan yang masih baik, tetapi


(25)

3

seiring dengan bertambahnya umur, tubuh mulai kehilangan kemampuan memperbaiki kerusakan karena penyebab apapun. Teori ini juga meyakini pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan proses penuaan dengan merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel (Goldman dan Klatz, 2003; Pangkahila, 2011).

2.1.2.2 Teori Neuroendokrin

Teori ini berdasarkan pada peranan berbagai hormon yang mengatur fungsi tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus. Fungsi hormon mengatur dan memperbaiki fungsi tubuh. Pada usia muda, berbagai hormon masih berfungsi baik dalam mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh. Ketika manusia menjadi tua, produksi hormon menurun, fungsi tubuh menjadi terganggu. Beberapa contoh yang sering ditemui adalah

menopause pada wanita dimana terjadi penurunan hormon estrogen yang terjadi karena proses penuaan, lebih jauh kualitas hidup menurun karena berbagai keluhan yang muncul sebagai akibatnya, juga terjadinya penurunan kadar hormon testosteron pada pria yang dimulai sejak usia 30 tahun dan terus menurun yang kemudian menimbulkan berbagai keluhan yang disebut andropouse (Pangkahila, 2011).


(26)

4

2.1.2.3 Teori Kontrol Genetika

Teori terfokus pada kode genetik yang ada dalam DNA, meskipun seluruh aspek diwariskan dalam gen tiap individu, waktu jam biologis tergantung pada pola hidup penuaan masing-masing individu. Tiap individu memiliki jam biologis yang telah diatur waktunya. Berhentinya jam biologis menandakan proses penuaan dan meninggal (Goldman dan Klatz, 2003).

2.1.2.4 Teori Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul tidak stabil yang sangat reaktif karena mempunyai elektron tidak berpasangan pada orbit luarnya, dapat bereaksi dengan molekul lain, menimbulkan reaksi berantai yang sangat destruktif (Goldman dan Klatz, 2003).

Radikal bebas dihasilkan dari pembakaran gula dan lemak yang kita konsumsi untuk memberikan energi pada tubuh kita. Radikal bebas merusak membran sel, kode DNA, enzim, protein, dan akhirnya terjadi kerusakan pada seluruh organ. Kerusakan terjadi mulai dari lahir dan terus berlanjut hingga meninggal. Pada usia muda, dampak penggantian sel yang masih berfungsi baik. Seiring dengan usia bertambah, akumulasi kerusakan akibat radikal bebas akan mengganggu metabolisme sel, terjadilah mutasi sel yang mengakibatkan timbulnya kanker dan kematian (Goldman dan Klatz, 2003).

Antioksidan diyakini dapat menghambat kerusakan akibat radikal bebas dimana superoksid dismutase pada antioksidan dapat mengubah radikal oksigen


(27)

5

menjadi hidrogen peroksida yang mengakibatkan degradasi oleh enzim katalase menjadi oksigen dan air (Pangkahila, 2011).

2.1.3 Anti-Aging Medicine

Perkembangan ilmu Anti-Aging Medicine telah membawa konsep baru di dunia kedokteran dimana berdasarkan konsep baru ini manusia tetap dapat hidup dengan kualitas yang prima walaupun usia semakin menua, bahkan proses penuaan dapat diperlambat, ditunda atau dihambat dan usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik. Proses penuaan sebenarnya dapat dianggap sebagai penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Dengan mencegah proses penuaan, maka fungsi berbagai organ tubuh dapat dipertahankan agar tetap optimal (Pangkahila, 2011).

2.2. Pronojiwo

2.2.1 Deskripsi Pronojiwo

Pronojiwo (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn) adalah salah satu jenis tumbuhan obat yang hidup di daerah pegunungan dan cukup dikenal oleh masyarakat. Tumbuhan ini juga termasuk dalam kategori dua ratus tumbuhan langka Indonesia (Mogea et al., 2001). Di Bali dikenal dengan nama Purnajiwa, sedangkan di Jawa dikenal sebagai Pronojiwo. Para balian usada (dukun pengobat tradisional Bali) percaya bahwa biji Pronojiwo dapat digunakan sebagai obat kuat penambah gairah seksual sehingga banyak dijadikan target eksplorasi masyarakat sekitar hutan secara sporadis (Lemmens dan Bunyapraphatsara, 2003).


(28)

6

(A) (B) (C)

Gambar 2.1. Biji (A), Bunga (B) dan Pohon Pronojiwo (C) (Tirta et al, 2010).

2.2.2. Morfologi Pronojiwo

Morfologi Pronojiwo dapat dideskripsikan sebagai berikut : tanaman perdu atau semak, tegak, tinggi mencapai 2 m. Batang mempunyai percabangan agak jarang. Daun majemuk, tersusun spiral, berjumlah 3-5 helai, bentuk melonjong atau membulat telur, agak berdaging. Perbungaannya berbentuk tandan, tegak, berbulu halus, panjang 4-12 cm. Bunganya kecil, berwarna putih kekuningan, berbentuk seperti kupu-kupu. Buahnya kecil, mengkilap, berbentuk lonjong, panjang 1-2 cm, ketika belum masak berwarna hijau dan saat masak berwarna hitam kebiruan, tiap buah berisi atau mengandung satu biji. Biji berbentuk lonjong (Lemmens dan Bunyapraphatsara, 2003). Biasanya buah mulai masak sekitar bulan Agustus sampai September (Siregar et al., 2004). Umumnya Pronojiwo tumbuh secara mengelompok di hutan sekunder dan lereng gunung dengan


(29)

7

ketinggian antara 1.000-2.000 m dpl. Pronojiwo dapat pula dijumpai di kawasan lainnya di Asia, seperti India, Filipina, dan di Indonesia tersebar di Sumatera, Jawa dan Bali. Secara sistematis Pronojiwo dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Lemmens dan Bunyapraphatsara, 2003) :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Resales

Suku : Fabaceae

Marga : Euchresta

Jenis : Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.

2.2.3. Kandungan Pronojiwo

Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa dari 40 senyawa kimia yang ditemukan, senyawa Kaur-16- ene tertinggi terdapat di akar (51,29%) dan batang (36,13%). Selanjutnya senyawa asam palmitat ditemukan pada akar (16,07%), batang (34,79%), daun (23,55%), kulit biji (13,79%), dan biji (36,13%). Hasil analisis dari 8 senyawa di Laboratorium Universitas Udayana, diketahui kandungan Vitamin C tertinggi terdapat pada kulit biji (2.254,32 mg/100 g) dan antioksidan tertinggi ditemukan pada daun (126,94 ppm) (Tirta et al., 2010).

Tingginya kadar antioksidan dapat digunakan untuk mengikat radikal bebas yang merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit. Antioksidan


(30)

8

merupakan zat yang dapat memperlambat proses oksidasi. Oksidasi adalah jenis reaksi kimia yang melibatkan pengikatan oksigen, pelepasan hidrogen, atau pelepasan elektron. Proses oksidasi adalah peristiwa alami yang terjadi di alam dan dapat terjadi dimana-mana tak terkecuali di dalam tubuh kita. Vitamin C dan vitamin E adalah salah satu antioksidan dari golongan vitamin. Terjadinya reaksi oksidasi pada suatu tempat akan menghasilkan produk sampingan berupa radikal bebas (OH). Tanpa kehadiran antioksidan maka radikal bebas ini akan menyerang molekul-molekul lain di sekitarnya. Reaksi ini akan dapat menghasilkan radikal bebas lain yang siap menyerang molekul lainnya lagi, sehingga akhirnya akan terbentuk reaksi berantai yang sangat membahayakan. Berbeda halnya bila terdapat antioksidan, radikal bebas akan segera bereaksi dengan antioksidan membentuk molekul yang stabil dan tidak berbahaya (Tirta et al., 2010).

Secara tradisional khasiat biji Pronojiwo dikenal terbatas di kalangan keluarga maupun masyarakat tertentu yakni sebagai penyegar tubuh dan sebagai obat perangsang. Akar dan batang Pronojiwo mengandung flavonoid, isoflavon, pterocarpan, flavonon, dan kumaronokhromon yang berfungsi sebagai anti mikroba dan antivirus. Biji Pronojiwo mengandung alkaloid berupa cytosin (1,5%), matrin dan matrin-N-oxid (Lemmens dan Bunyapraphatsara, 2003).

Telah dilakukan pengujian sampel di Laboratorium Analitik Universitas Udayana dari 1 kg biji Pronojiwo yang diekstrak menghasilkan 15,28 % fitotestosteron.


(31)

9

Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Pronojiwo Pada Tiap Bagian Tumbuhan

No.

Nama Senyawa Kimia /Name of Chemical compound

Komposisi senyawa kimia (%) / Composition Chemical compound (%)

Akar / Roots

Batang / Stems

Daun / Leaves

Kulit Biji/

Skin of

seeds

Biji / Seeds

1. 1-Undecyne 0,24 0,38

2. 2,4- Decadienal 0,65

3. 2 – Decenal 0,64

4. 2 – Tridecanone 2,4 2,41 0,22 0,17

5. 4a,6a

–Dimethyloctadecahydro-chrysene

0,98

6. 4 – Ethyloctane 0,63

7. 4 – Propylheptadecane 0,28

8. 5 – Tetradecene 1,8

9. 6 – Methyloctadecane 0,3

10. 9,12 – Octadecadienal 8,56

11. Alpa – Cedrene 1,36 0,46

12. Androstanolone 2,33

13. Arachidic Acid 0,87 0,73

14. Behenic acid 0,13 0,63

15. Caproic Acid 1,33

16. Caprylic Acid 0,12

17. Copaene 0,62

18. Curcumene 2,18 0,77 0,22

19. Dihydroactinidiolide 1,2

20. Eugenol 1,97

21. Germacrene D 2,13 0,8

22. Hexaldehyde 0,57

23. Isoamyl acetate 4

24. Isophyllocladene 1,89

25. Kaur – 16 – ene 51,29 36,13

26. Lauric acid 1,49 1,18 0,46 0,35

27. Limonene 0,96

28. Linolenic acid 0,66 8,71 1,09 1,51

29. Margaric acid 0,3 0,19 0,62

30. Methyl palmitate 0,12

31. Myristic acid 1,19 0,75 0,62

32. Naphthalene 0,44 0,91 0,2

33. Oleic acid 3,15 11,39

34. Palmitic acid 16,07 34,79 23,55 13,79 36,16

35. Pelargic acid 0,34

36. Pentadecylic acid 0,76 0,26 0,3

37. Phytol 12,88

38. Stearic acid 18,87

39. Trans – caryophyllene 0,39

40. Vitamin E 0,89

41. Antioksidan ppm GAEAC 86,08 70,07 126,94 27,83 35,48


(32)

10

43. Klorofil a (ppm) - - 3.701,50 - -

44. Klorofil b (ppm) - - 2.096,70 - -

45. Klorofil – total (ppm) - - 5.798,20 - -

46. Lemak (%) 8,18 6,22 11,34 13,90 10,44

47. Protein 6,05 10,32 11,30 6,53 9,07

48. Vitamin C (mg/100 g) 520,77 516,07 571,32 2.254,32 375,25

- = tidak dianalisis / not analysed GAEAC = Garlic acid equivalent antioxidant capacity

(Sumber : Tirta et al ., 2010)

2.2.4. Kemungkinan Proses Kerja Ekstrak Biji Pronojiwo dan Peningkatan Hormon Testoteron

Hormon testosteron dan spermatozoa adalah dua produk utama dari testis. Spermatogenesis berlangsung di dalam tubulus seminiferus sedangkan testosteron diproduksi oleh sel Leydig yang letaknya pada ruang antara tubulus seminiferus (interstisial) (Colon, 2007).

Pada tikus, diferensiasi sel Leydig pada postnatal dimulai sekitar minggu kedua setelah kelahiran, yaitu hari ke-10. Perkembangan sel Leydig terdiri dari beberapa tahap yaitu; pertama proliferasi sel-sel progenitor menjadi bentukan baru (newly formed) sel Leydig, kemudian berkembang menjadi sel Leydig muda dan terakhir menjadi sel Leydig dewasa (Mendis-Handagama dan Ariyaratne, 2001; Chen dan Zirkin, 2009).

Penurunan jumlah sel Leydig pada testis dapat dipengaruhi oleh bertambahnya umur, dimana semakin tua secara histologis sel Leydig banyak menampakkan struktur yang abnormal begitu pula dengan jumlahnya juga semakin berkurang. Selain itu menurunnya jumlah sel Leydig juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti terpapar zat kimia toksik (Chen dan Zirkin, 2009).


(33)

11

Salah satu penelitian yang dilakukan di oleh Widhiantara (2010) Universitas Udayana menunjukkan bahwa terapi testosteron mampu meningkatkan jumlah sel Leydig yang menurun akibat terpapar asap rokok (Widhiantara, 2010).

Terapi testosteron dapat meningkatkan kuantitas sel Leydig fungsional. Hal ini menunjukkan bahwa testosteron mempunyai efek regeneratif terhadap sel Leydig dan tentunya secara langsung akan meningkatkan sekresi hormon testosteron yang menurun akibat paparan asap rokok. Peningkatan sekresi testosteron berpengaruh terhadap proses-proses yang terkait dengan sistem reproduksi pada hewan coba maupun manusia (pria) secara umum (Widhiantara, 2010).

Pada tikus yang mengalami kekurangan reseptor androgen (AR-null), terjadi kegagalan diferensiasi maupun perkembangan sel Leydig muda menjadi sel Leydig dewasa (O’shaughnessy et al., 2002). Hal ini menunjukkan bahwa hormon androgen khususnya testosteron memiliki peran sangat penting dalam proses maturasi sel Leydig. Perkembangan fungsi dan morfologi sel Leydig mulai dari sel prekursor yang berada pada daerah peritubular interstisium dan berdiferensiasi menjadi sel-sel progenitor belum memerlukan stimulasi dari testosteron. Testosteron membantu mengaktifkan enzim-enzim steroidogenesis seperti P450c17 dan 17β-Hydroxysteroid dehydrogenase (17β-HSD) yang menunjang aktivitas diferensiasi sel Leydig. Peran testosteron dalam diferensiasi dan perkembangan sel Leydig secara umum yaitu menstimulasi diferensiasi dan perkembangan sel-sel progenitor hingga menjadi sel Leydig dewasa, menjaga proses perkembangan


(34)

12

morfologi sel Leydig muda menjadi sel Leydig dewasa, menstimulasi pergerakan sel Leydig dewasa ke tengah-tengah ruang interstisial dan menghambat diferensiasi sel-sel prekursor untuk menjaga jumlah sel Leydig dewasa tetap konstan (Mendis-Handagama dan Ariyaratne, 2001). Tanpa kehadiran hormon testosteron, sel Leydig muda masih mampu untuk berdiferensiasi namun akan gagal untuk berkembang menjadi sel Leydig sesuai dengan karakteristik morfologinya (O’shaughnessy et al., 2002; Misro et al., 2008).

Tanaman yang mengandung komponen-komponen seperti isoflavonoid

yang mempunyai efek menyerupai efek dari hormone sex wanita (female hormone like-effects) yang terikat pada reseptor estrogen pada manusia yang dikenal dengan phytoestrogen. Penelitian yang dilakukan oleh Ong dan Tan (2007) menemukan komponen phytoandrogenic untuk pertama kalinya, dimana

phytoandrogen ini mempunyai efek androgenik pada organ tubuh. Penelitian ini membuktikan bahwa phytoandrogen dapat berkompetisi menggeser ikatan testosteron dengan reseptor androgen (AR) dan memberikan efek androgenik yang lebih kuat dari testosteron sendiri. Efek androgenik yang lebih kuat tersebut disebabkan oleh kandungan asam-asam lemak yang terikat pada tanaman (Ong dan Tan, 2007).

Asam-asam lemak yang terkandung dalam tanaman terutama asam lemak bebasterkonjugasi (conjugated free fatty acid) dapat meningkatkan produksi testosteron di dalam sel Leydig dengan cara mengaktifkan cholesteryl esterase

yaitu enzim yang mengubah choleteryl ester menjadi kolesterol dimana kolesterol adalah bahan baku untuk membuat testosteron. Selain itu conjugated free fatty


(35)

13

acid dapat menghambat ikatan testosteron dengan albumin dan SHBG, sehingga lebih banyak testosteron bebas yang memiliki efek langsung terhadap target organ (Bird et al., 2006).

Pengujian sampel yang digunakan pada penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analitik Universitas Udayana menunjukkan bahwa biji Pronojiwo mengandung fitotestosteron sebanyak 15,28 %. Hal ini mengindikasikan bahwa biji Pronojiwo yang mengandung fitotestosteron memiliki kemungkinan dapat meningkatkan kadar testosteron melalui peningkatan jumlah sel Leydig (Ong dan Tan, 2007).

2.3 Hormon Testosteron

Hormon memiliki peranan yang sangat penting bahkan mutlak pada kehidupan manusia, bahkan sejak awal kehidupannya hormon sudah sangat diperlukan dalam kehidupan. Hormon berasal dari bahasa Yunani “hormao” yang berarti bergairah atau bangkit. Hormon memberikan pengaruh melalui struktur kimianya yang unik yang dikenali oleh reseptor spesifik pada sel targetnya. Karena peran hormon yang sangat penting maka setiap terjadi gangguan hormon akan menyebabkan terjadinya berbagai keluhan baik bersifat fisik maupun psikis (Pangkahila, 2011).

Hormon testosteron merupakan suatu hormon steroid androgen yang penting dalam kehidupan seksual dan reproduksi baik wanita maupun pria, penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal organ kelamin dan reproduksi laki laki. Selain fungsinya yang berpengaruh besar terhadap kehidupan


(36)

14

seksual juga memiliki efek biologik yang penting di antaranya pada metabolisme, integritas tulang, otot, sistem kardiovaskular dan otak. Apabila kadar hormon testosteron mengalami penurunan, akan menyebabkan terjadinya hal-hal seperti berkurangnya sensitivitas insulin, kelemahan otot, gangguan metabolisme karbohidrat, gangguan fungsi kognitif, berkurangnya dorongan motivasi, lelah dan letargi, peningkatan lemak tubuh, serta penurunan dorongan dan kemampuan seksual (Pangkahila, 2011).

2.3.1 Struktur Molekul Hormon Testosteron

Seperti hormon steroid lain, testosteron juga berasal dari derivat kolesterol dengan nama sistematik (memakai sistem IUPAC) : (8R,9S,10R,13S,14S,17S)-17hydroxy-10,13-dimethyldodeca hydrociclopenta [a]phenanthren-3-one (Sherwood, 2007).


(37)

15

2.3.2 Biosintesis Hormon Testosteron

Hormon testosteron disintesis di jaringan intersisial oleh sel Leydig dengan menggunakan prekursor dari kolesterol. Sintesis ini dimulai dengan mengangkut kolesterol ke membran interna mitokondria oleh protein pengangkut

steroidogenic acute regulatory protein (STAR). Setelah berada pada posisi yang tepat, kolesterol akan bereaksi dengan enzim pemutus rantai samping P450scc dan menjadi pregnenolon. Konversi pregnenolon menjadi testosteron dapat terjadi dalam 2 lintasan, yaitu (Sherwood, 2007) :

1. Lintasan progesterone atau lintasan ∆4 (jalur ini dapat dilihat pada sisi kanan gambar 2.3).

2. Lintasan dehidroepiandosteron atau lintasan ∆5 (dapat dilihat pada sisi sebelah kiri gambar 2.3).


(38)

16

Fungsi testis dikontrol oleh 2 hormon gonadotropik yang disekresikan oleh hipofisis anterior yaitu Luteinizing Hormon (LH) dan Folicle Stimulating Hormon (FSH). Kedua hormon ini bekerja pada bagian testis yang berbeda. LH bekerja pada sel Leydig (intersisial) untuk mensekresi testosteron, sedangkan FSH bekerja pada tubulus seminiferus, dimana terdapat sel Sertoli yang berpengaruh terhadap spermatogenesis. Sekresi dari LH dan FSH pada hipofisis anterior distimulasi oleh hormon hipotalamus, yaitu Gonadotropin Releasing Hormon

(GnRH) (Sherwood, 2007).

Meskipun GnRH sama-sama menstimulasi sekresi dari LH dan FSH, tetapi kadar kedua hormon ini di dalam darah tidak selalu sama banyak. Hal ini terjadi karena adanya faktor lain yang ikut mempengaruhi. Hormon testosteron yang merupakan produk dari stimulasi LH pada sel Leydig juga berfungsi sebagai umpan balik negatif terhadap sekresi LH. Efek umpan balik ini terjadi melalui 2 cara yaitu testosteron menurunkan pelepasan GnRH dari hipotalamus (secara indirek menurunkan LH dan FSH dari hipofisis anterior) dan juga secara langsung bekerja pada hipofisis anterior untuk menurunkan sekresi LH (Sherwood, 2007).

Sedangkan inhibisi spesifik untuk mengontrol sekresi FSH diatur oleh hormon inhibin, yang diproduksi oleh sel sertoli. Inhibin bekerja secara langsung pada hipofisis anterior untuk menghambat sekresi FSH (Sherwood, 2007).


(39)

17

Gambar 2.4. Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Testis (Finlayson et al., 2007)

Hormon testosteron pada pria diproduksi oleh sel Leydig di dalam testis sebanyak 95% sedangkan sisanya diproduksi oleh cortex adrenal. Pada pria setelah pubertas, kadar testosteron serum berkisar antara 300-1000 ng/dL (rata-rata 611±186 ng). Pada pria, 98% testosteron terikat pada protein plasma, yang meliputi albumin dan steroid hormon-binding globulin (SHBG). Sisanya sebesar 2% merupakan testosteron bebas karena beredar dalam keadaan tidak terikat pada protein apapun yang mengalir dalam darah. Persentase testosteron yang terikat pada SHBG bervariasi antar individu, tetapi pada umumnya sekitar 40-80% dari testosteron yang beredar (Pangkahila, 2011).


(40)

18

Testosteron yang terikat tidak berfungsi pada proses metabolisme. Selain testosteron bebas, juga terdapat bioavailable testosteron yaitu testosteron bebas dan testosteron yang terikat pada albumin serum. Ikatan albumin pada testosteron relatif lebih lemah dibandingkan dengan ikatan pada SHGB, sehingga keadaan ini memungkinkan testosteron yang terikat pada albumin juga berfungsi pada metabolisme (Pangkahila, 2011).

Testosteron yang tidak terikat pada jaringan, dengan cepat akan diubah oleh hati menjadi androsteron dan dehidroepiandosteron, kemudian secara serempak dikonfigurasikan sebagai glukoromida dan sulfat kemudian diekskresikan ke usus melalui empedu ataupun ke dalam urin melalui ginjal (Guyton et al., 2001).

2.3.3 Fungsi Hormon Testosteron

Hormon testosteron merupakan hormon androgen utama di dalam sirkulasi darah. Fungsi testosteron tidak hanya dalam aspek seksual dan reproduksi tapi juga mempunyai peranan pada berbagai organ tubuh, yaitu pada otot, lemak, tulang, otak, sistem haematopoesis dan sistem imun ( Pangkahila, 2011) .

Secara sistematis hormon testosteron memiliki fungsi di antaranya: 1. Mempengaruhi sistem reproduksi pada saat sebelum lahir

Saat janin dan sebelum lahir, sekresi testosteron pada janin akan mengakibatkan penurunan testis ke dalam skrotum, maskulinisasi sistem reproduksi, dan pembentukan genitalia eksternal.


(41)

19

2. Mempengaruhi jaringan seks spesifik setelah lahir

Hormon testosteron terutama memegang peranan pada masa pubertas yaitu usia 10-14 tahun, dimana akan terjadi maturasi dari sistem reproduksi yang sebelumnya tidak berfungsi menjadi berfungsi dan mempunyai kemampuan untuk bereproduksi. Pada masa pubertas, sel Leydig mulai mensekresi hormon testosteron. Testosteron inilah yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem reproduksi laki-laki. Sekresi testosteron berpengaruh terhadap terjadinya pembesaran testis dan dimulainya produksi sperma untuk pertama kalinya, terjadinya pembesaran glandula seksual aksesoris dan pembesaran penis serta skrotum. Setelah masa pubertas, sekresi testosteron dan spermatogenesis terjadi secara terus-menerus seumur hidup seorang laki-laki, meskipun produksinya akan berkurang secara bertahap setelah umur 45 atau 50 tahun keatas. Penurunan level testosteron dan produksi sperma ini tidak disebabkan oleh penurunan stimulasi testis tetapi kemungkinan besar terjadi karena perubahan degenerasi yang berkaitan dengan penuaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil di testis. Penurunan ini sering disebut sebagai andropause.

3. Fungsi lain yang berkaitan dengan reproduksi

Testosteron mengatur perkembangan libido dan mempertahankan libido pada seorang laki-laki dewasa. Libido pada manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah interaksi sosial dan faktor emosional.


(42)

20

Testosteron juga berfungsi sebagai umpan balik negatif untuk mengontrol produksi hormon gonadotropin dari hipofisis anterior.

4. Fungsi perkembangan seksual sekunder

Perkembangan dan pemeliharaan seksual sekunder laki-laki bergantung pada testosteron, hal ini termasuk pada:

• Pertumbuhan rambut (contoh: janggut, rambut dada).

• Suara yang lebih rendah akibat dari pembesaran laring dan penebalan pita suara.

• Kulit yang lebih tebal.

• Konfigurasi tubuh laki-laki, contohnya bahu yang lebar, tangan yang besar dan kaki yang lebih berotot sebagai akibat dari penyimpanan protein.

5. Fungsi non reproduksi

Testosteron juga mempunyai efek anabolik protein dan pertumbuhan tulang yang akan mengarah pada pembentukan fisik laki-laki yang lebih berotot dan pertumbuhan yang cepat selama masa pubertas. Testosteron juga menstimulasi sekresi kelenjar minyak (Sherwood, 2007).

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Hormon Testosteron Banyak faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kadar hormon testosteron di antaranya terdapat faktor eksternal yaitu alkohol, obat-obatan, trauma testis, infeksi dan merokok sementara faktor internal dipengaruhi oleh


(43)

21

penuaan, obesitas, kurang tidur, penyakit kronis dan tumor testis. Alkohol mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kadar hormon testosteron. Hubungan antara kadar alkohol dalam darah dengan konsentrasi testosteron berpengaruh secara berbanding terbalik, hal ini terjadi akibat munculnya enzim inhibisi pada testis yang menurunkan konversi kolesterol menjadi testosteron. Pada keadaan intoksikasi, terjadi penurunan kadar testosteron kira-kira 25% dan hal ini akan terus berlangsung selama 10-16 jam setelah kadar alkohol dalam darah kembali normal. Berbeda dengan testosteron, kadar LH akan meningkat dibawah pengaruh alkohol. Hal ini merupakan respons tubuh dalam mencapai homeostasis testosteron. Obat lain yang dapat menekan kadar testosteron adalah analgesik seperti aspirin dan kodein, obat-obatan ini tidak mempengaruhi testis tetapi bekerja pada hipofisis dengan cara menurunkan sekresi LH. Semakin kuat efek analgesik yang digunakan, maka akan semakin menurunkan kadar testosteron. Selain oleh alkohol dan obat-obatan, hal lain yang juga berpengaruh adalah tingkat emosi seseorang, dimana kadar testosteron sangat sensitif terhadap status emosional seseorang. Stres yang diakibatkan oleh pekerjaan dan hubungan personal dapat mengakibatkan penurunan sekresi testosteron yang berlangsung lama (tidak seperti sekresi hormon adrenal yang pada awalnya meningkat dan kemudian kembali pada keadaan semula bila stres berlangsung lama). Sebaliknya, status emosi yang positif dapat meningkatkan kadar hormon testosteron (Woodhouse, 2003) .


(44)

22

2.4.Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Sebagai Hewan Coba

Dalam dunia kedokteran dan pengobatan tidak jarang melibatkan penggunaan hewan coba dalam penelitiannya. Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat oesephagus bermuara karena ke dalam lambung dan tikus tidak mempunyai kandung empedu (Smith et al.,1988).

Pada penelitian ini menggunakan tikus putih jantan usia 18 bulan yang setara dengan usia manusia 45 tahun. Karena pada manusia usia 45 tahun, sudah mulai terjadi penurunan kadar hormon testosteron. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Sengupta, 2013).

Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif lebih resisten terhadap infeksi, tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Tikus putih jantan juga jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit (Smith et al., 1988).


(45)

23

Gambar 2.5. Tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan coba (Ramesh, 2010)

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Noguchi, dkk (1993) yang mengukur kadar testosteron dalam darah tikus terkait dengan usia tikus yang dihitung dalam minggu, dimana penelitian ini dilakukan pada tikus sejak usia 3 minggu sampai 25 minggu. Sejak usia 10 minggu kadar testosteron terus meningkat sampai level maksimal di usia 10 minggu. Setelah usia 10-25 minggu kadar testosteron plasma tikus terus menurun, hal ini dapat terlihat pada gambar 2.6.


(1)

Testosteron yang terikat tidak berfungsi pada proses metabolisme. Selain testosteron bebas, juga terdapat bioavailable testosteron yaitu testosteron bebas dan testosteron yang terikat pada albumin serum. Ikatan albumin pada testosteron relatif lebih lemah dibandingkan dengan ikatan pada SHGB, sehingga keadaan ini memungkinkan testosteron yang terikat pada albumin juga berfungsi pada metabolisme (Pangkahila, 2011).

Testosteron yang tidak terikat pada jaringan, dengan cepat akan diubah oleh hati menjadi androsteron dan dehidroepiandosteron, kemudian secara serempak dikonfigurasikan sebagai glukoromida dan sulfat kemudian diekskresikan ke usus melalui empedu ataupun ke dalam urin melalui ginjal (Guyton et al., 2001).

2.3.3 Fungsi Hormon Testosteron

Hormon testosteron merupakan hormon androgen utama di dalam sirkulasi darah. Fungsi testosteron tidak hanya dalam aspek seksual dan reproduksi tapi juga mempunyai peranan pada berbagai organ tubuh, yaitu pada otot, lemak, tulang, otak, sistem haematopoesis dan sistem imun ( Pangkahila, 2011) .

Secara sistematis hormon testosteron memiliki fungsi di antaranya: 1. Mempengaruhi sistem reproduksi pada saat sebelum lahir

Saat janin dan sebelum lahir, sekresi testosteron pada janin akan mengakibatkan penurunan testis ke dalam skrotum, maskulinisasi sistem reproduksi, dan pembentukan genitalia eksternal.


(2)

2. Mempengaruhi jaringan seks spesifik setelah lahir

Hormon testosteron terutama memegang peranan pada masa pubertas yaitu usia 10-14 tahun, dimana akan terjadi maturasi dari sistem reproduksi yang sebelumnya tidak berfungsi menjadi berfungsi dan mempunyai kemampuan untuk bereproduksi. Pada masa pubertas, sel Leydig mulai mensekresi hormon testosteron. Testosteron inilah yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem reproduksi laki-laki. Sekresi testosteron berpengaruh terhadap terjadinya pembesaran testis dan dimulainya produksi sperma untuk pertama kalinya, terjadinya pembesaran glandula seksual aksesoris dan pembesaran penis serta skrotum. Setelah masa pubertas, sekresi testosteron dan spermatogenesis terjadi secara terus-menerus seumur hidup seorang laki-laki, meskipun produksinya akan berkurang secara bertahap setelah umur 45 atau 50 tahun keatas. Penurunan level testosteron dan produksi sperma ini tidak disebabkan oleh penurunan stimulasi testis tetapi kemungkinan besar terjadi karena perubahan degenerasi yang berkaitan dengan penuaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil di testis. Penurunan ini sering disebut sebagai andropause.

3. Fungsi lain yang berkaitan dengan reproduksi

Testosteron mengatur perkembangan libido dan mempertahankan libido pada seorang laki-laki dewasa. Libido pada manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah interaksi sosial dan faktor emosional.


(3)

Testosteron juga berfungsi sebagai umpan balik negatif untuk mengontrol produksi hormon gonadotropin dari hipofisis anterior.

4. Fungsi perkembangan seksual sekunder

Perkembangan dan pemeliharaan seksual sekunder laki-laki bergantung pada testosteron, hal ini termasuk pada:

• Pertumbuhan rambut (contoh: janggut, rambut dada).

• Suara yang lebih rendah akibat dari pembesaran laring dan penebalan pita suara.

• Kulit yang lebih tebal.

• Konfigurasi tubuh laki-laki, contohnya bahu yang lebar, tangan yang besar dan kaki yang lebih berotot sebagai akibat dari penyimpanan protein.

5. Fungsi non reproduksi

Testosteron juga mempunyai efek anabolik protein dan pertumbuhan tulang yang akan mengarah pada pembentukan fisik laki-laki yang lebih berotot dan pertumbuhan yang cepat selama masa pubertas. Testosteron juga menstimulasi sekresi kelenjar minyak (Sherwood, 2007).

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Hormon Testosteron Banyak faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kadar hormon testosteron di antaranya terdapat faktor eksternal yaitu alkohol, obat-obatan, trauma testis, infeksi dan merokok sementara faktor internal dipengaruhi oleh


(4)

penuaan, obesitas, kurang tidur, penyakit kronis dan tumor testis. Alkohol mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kadar hormon testosteron. Hubungan antara kadar alkohol dalam darah dengan konsentrasi testosteron berpengaruh secara berbanding terbalik, hal ini terjadi akibat munculnya enzim inhibisi pada testis yang menurunkan konversi kolesterol menjadi testosteron. Pada keadaan intoksikasi, terjadi penurunan kadar testosteron kira-kira 25% dan hal ini akan terus berlangsung selama 10-16 jam setelah kadar alkohol dalam darah kembali normal. Berbeda dengan testosteron, kadar LH akan meningkat dibawah pengaruh alkohol. Hal ini merupakan respons tubuh dalam mencapai homeostasis testosteron. Obat lain yang dapat menekan kadar testosteron adalah analgesik seperti aspirin dan kodein, obat-obatan ini tidak mempengaruhi testis tetapi bekerja pada hipofisis dengan cara menurunkan sekresi LH. Semakin kuat efek analgesik yang digunakan, maka akan semakin menurunkan kadar testosteron. Selain oleh alkohol dan obat-obatan, hal lain yang juga berpengaruh adalah tingkat emosi seseorang, dimana kadar testosteron sangat sensitif terhadap status emosional seseorang. Stres yang diakibatkan oleh pekerjaan dan hubungan personal dapat mengakibatkan penurunan sekresi testosteron yang berlangsung lama (tidak seperti sekresi hormon adrenal yang pada awalnya meningkat dan kemudian kembali pada keadaan semula bila stres berlangsung lama). Sebaliknya, status emosi yang positif dapat meningkatkan kadar hormon testosteron (Woodhouse, 2003) .


(5)

2.4.Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Sebagai Hewan Coba

Dalam dunia kedokteran dan pengobatan tidak jarang melibatkan penggunaan hewan coba dalam penelitiannya. Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat oesephagus bermuara karena ke dalam lambung dan tikus tidak mempunyai kandung empedu (Smith et al.,1988).

Pada penelitian ini menggunakan tikus putih jantan usia 18 bulan yang setara dengan usia manusia 45 tahun. Karena pada manusia usia 45 tahun, sudah mulai terjadi penurunan kadar hormon testosteron. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Sengupta, 2013).

Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif lebih resisten terhadap infeksi, tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Tikus putih jantan juga jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit (Smith et al., 1988).


(6)

Gambar 2.5. Tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan coba (Ramesh, 2010)

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Noguchi, dkk (1993) yang mengukur kadar testosteron dalam darah tikus terkait dengan usia tikus yang dihitung dalam minggu, dimana penelitian ini dilakukan pada tikus sejak usia 3 minggu sampai 25 minggu. Sejak usia 10 minggu kadar testosteron terus meningkat sampai level maksimal di usia 10 minggu. Setelah usia 10-25 minggu kadar testosteron plasma tikus terus menurun, hal ini dapat terlihat pada gambar 2.6.


Dokumen yang terkait

PENGARUH MONOSODIUM GLUTAMAT TERHADAP KADAR HORMON TESTOSTERON DAN BERAT TESTIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN (RATTUS NORVEGICUS).

0 4 2

PEMBERIAN EKSTRAK BIJI KAKAO (THEOBROMA CACAO) SECARA ORAL DAPAT MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN MENINGKATKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) JANTAN WISTAR DIABETES MELITUS.

0 1 19

Pemberian Kadar L-Arginine Dan Testosteron Undekanoat Oral Meningkatkan Nitric Oxide Plasma Pada Tikus Wistar Jantan Yang Di Orchiectomy.

0 4 69

PEMBERIAN EKSTRAK BIJI FENUGREEK (TRIGONELLA FOENUM-GRAECUM) SECARA ORAL MENINGKATKAN KADAR ESTROGEN PADA TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS) BETINA GALUR WISTAR MENOPAUSE.

0 0 21

PEMBERIAN EKSTRAK AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia) ATAU EKSTRAK AKAR PURWOCENG (Pimpinela Alpina molk) MENINGKATKAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR JANTAN TUA.

0 1 55

PEMBERIAN EKSTRAK BIJI PRONOJIWO (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn) SECARA ORAL DAPAT MENINGKATKAN KADAR HORMON TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN TUA.

2 14 45

KAPASITAS ANTIOKSIDAN SENYAWA GOLONGAN TRITERPENOID PADA DAUN PRANAJIWA (Euchresta horsfieldii lesch benn).

0 0 6

Tikus Wistar (Rattus norvegicus)

0 1 3

AUTEKOLOGI PURNAJIWA (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn. (FABACEAE) DI SEBAGIAN KAWASAN HUTAN BUKIT TAPAK CAGAR ALAM BATUKAHU BALI THE AUTECOLOGY OF PURNAJIWA (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn. (FABACEAE) IN SOME AREAS OF TAPAK HILL BATUKAHU NATURE RES

0 0 5

PENGARUH INFUSA JAHE MERAH (Zingiber officinalevar.Amarum) TERHADAP KADAR LUTEINIZING HORMONE (LH) DAN HORMON TESTOSTERON TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus) - Unissula Repository

0 0 7