IMPLEMENTASI KNOWLEDGE SHARING SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN EFEKTIFITAS KEPROFESIONALAN PUSTAKAWAN

1

IMPLEMENTASI KNOWLEDGE SHARING SEBAGAI UPAYA
PENINGKATAN EFEKTIFITAS KEPROFESIONALAN PUSTAKAWAN
(STUDI KASUS DI PERPUSTAKAAN STAIN CURUP)
Rhoni Rodin1, Titiek Kismiyati2, Tri Margono3

ABSTRACT
This research discusses about the implementation of knowledge sharing (KS) to improve the
effectivitys of the librarian professionalism which conducted in the Library of STAIN Curup.
Reserach aims were to know how the implementation of the Knowledge Sharing (KS) in the
Library of STAIN Curup and what are the obstacles faced by librarians in the KS implementation
proccess. Research use a quantitative approach for data analyzing and then described
descriptively based on the results of questionaires and interview. Reserach found that there are 4
major obstacles on the implementation of the Knowledge Sharing (KS), i.e: the regulatory of
information services, internet services, competency of the librarians in implementation of
circulation services, and service facilities provided by the library. The specific problems are found
primarily related Knowledge Sharing through Electronic Media is a member of and active in the
field of librarianship mailing list. For issues through Knowledge Sharing Meeting / Scientific
Discussion profession is to establish communication with the scientific meeting participants.
Furthermore, the problems of Knowledge Sharing through a meeting / conference routine that is

actively following a meeting / conference regular field of librarianship. To overcome problems
and obstacles encountered, then there are several alternatives implementable done to improve
effectivitys through increasing the professionalism of librarians is again the spirit to follow the
meetings / discussions / scientific seminars, and actively participate in the meeting / regular
meetings, and then actively socializing through social media electronics.
Keywords: Knowledge Management, Knowledge Sharing, STAIN Curup, Libraries, Indonesia

PENDAHULUAN
Dalam beberapa kurun waktu terakhir ini banyak dibicarakan mengenai
konsep dan implementasi knowledge sharing di berbagai organisasi dalam
berbagai skala. Banyak organisasi berusaha mengimplementasikan knowledge
sharing untuk memenuhi tuntutan persaingan global dan ditambah dengan
perkembangan teknologi informasi. Pada abad 21 ini keberhasilan organisasi
sangat bergantung dari knowledge yang mereka miliki dan bagaimana
memanfaatkan knowledge yang telah ada (Kikoski & Kikoski, 2004).
Bergesernya kebutuhan organisasi dari kebutuhan material ke informasi
merupakan salah satu pendororng maraknya implementasi knowledge
management dan knowledge sharing. Di masa lampau organisasi bergantung pada
sumber daya alam, tenaga kerja (labor), mesin-mesin, dan kapital. Akan tetapi
sekarang organisasi sangat bergantung pada kemampuan knowledge worker yang

mereka miliki. Knowledge aset telah menggeser aset-aset berupa tanah, buruh, dan
kapital. Sehingga Davenport & Prusak menyatakan bahwa organisasi modern
menyadari bahwa aset yang paling berharga adalah pengetahuan yang dimiliki
oleh staf-nya (Davenport & Prusak, 1998), oleh karena itu wajar jika knolwledge
management berkembang pesat dan melalui konsep knowledge management inilah

1

Pustakawan Pertama STAIN Curup - Bengkulu
Kepala Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka – Perpustakaan Nasional
3
Kepala Bidang Dokumentasi PDII LIPI
2

2

organisasi berusaha memperkuat organizational knowledge demi keberlangsungan
organisasi.
Pengimplementasian knowledge management tidak bisa terlepas dari
kegiatan knowledge sharing. Dimana kemauan untuk membagi pengetahuan antar

individu sangat diperlukan dan dari pengetahuan individu-individu disimpan
sebagai pengetahuan organisasi. Budaya individualisme harus sudah mulai
ditinggalkan, ilmu yang dimiliki individu sudah mulai di-sharing ke para kolega
demi kemajuan organisasi. Sehingga dengan adanya knowledge sharing
dimungkinkan terciptanya ide-ide baru terutama dalam hal peningkatan nilai jual,
kualitas produk serta kinerja.
Penekanan pada pengelolaan pengetahuan dan informasi juga menjadi
salah satu faktor kunci pembeda bagi organisasi di abad 21. Apabila organisasi
memperhatikan pengembangan pengetahuan dan informasi secara efektif, maka
organisasi tersebut dapat mengambil dan mengatur informasi sesuai dengan
perubahan dan pengembangan teknologi yang terjadi. Knowledge Management
menjadi sebuah pendekatan yang memungkinkan organisasi dapat mengelola
informasi dan pengetahuan dengan lebih baik. (Jennex, 2008). Dengan knowledge
management maka organisasi akan berjalan dengan lebih efisien, dapat melayani
pelanggan dengan lebih baik, lebih kompetitif, dan selalu responsif terhadap
perubahan.
Tidak banyak organisasi yang mengetahui dan sadar bahwa terdapat
potensi pengetahuan tersembunyi di dalam organisasi. Menurut Setiarso et.al
(2008) menyatakan bahwa Delphi Group pada tahun 1997 melakukan riset tentang
komposisi pengetahuan yang tersimpan pada :

- 42% di pikiran karyawan
- 26% dalam dokumen kertas
- 20% dalam dokumen elektronik
- 12% dalam knowledge-base elektronik.
Pengetahuan yang tersimpan di dalam pikiran anggota organisasi adalah
tacit knowledge. Menurut Filos (2008) tacit knowledge bersifat personal, sebuah
kombinasi antara pengalaman dan intuisi, serta tidak banyak perusahaan dapat
mengcapture dan mengkomunikasikan pengetahuan tersebut. Komitmen individu
di dalam organisasi menjadi faktor penentu, sehingga perlu diciptakan
kepercayaan dan loyalitas di antara individu dan organisasi agar pengetahuan
tersebut dapat tersebar luas di dalam organisasi. Menurut Setiarso et.al (2008),
tacit knowledge memang sangat sulit dibagi ke orang lain, dan dokumentasi
menjadi faktor penting dalam mengubah tacit knowledge menjadi explicit
knowledge. Tanpa dokumentasi, tacit knowledge tidak akan berarti dan menjadi
sulit diakses oleh siapapun dan kapanpun di dalam organisasi.
Berbagi pengetahuan pada organisasi akan memberikan kontribusi
terhadap kinerja organisasi terutama pada peningkatan kualitas layanan Matzler
et. al., (2008). Budaya organisasi dalam berbagi pengetahuan akan memberikan
dukungan terhadap karyawan dalam meningkatkan kemampuannya melalui
pelatihan dalam grup diskusi untuk berbagi pengetahuan.

Knowledge Sharing akan meningkatkan pemahaman antara sesama
anggota sehingga antara anggota akan saling mendukung serta meningkatkan
kinerja dan akhirnya akan menemukan proses kerja yang terbaik bagi organsiasi.
Sedangkan penelitian Matzler et. al., (2008) yang menyatakan bahwa berbagi
pengetahuan sangat penting bagi organisasi untuk dapat mengembangkan keahlian
dan kompetensi, meningkatkan nilai bagi organisasi, dan dapat menjaga daya

3

saing sebab inovasi didapatkan berasal dari berbagi pengetahuan antara satu orang
dengan yang lainnya di dalam organisasi. Penelitian Nonaka dan Tageuchi dalam
Matzler et. al., (2008) yang menyatakan berbagi pengetahuan diperlukan untuk
mentransformasikan ide dan konsep kedalam produk dan layanan bagi organisasi
dalam melakukan inovasi. Knowledge Sharing akan memberikan dampak pada
peningkatan kompetensi individu pada organisasi. kompetensi didefinisikan oleh
Spencer & Spencer (1993) yakni: Pengetahuan, informasi yang dimiliki seseorang
di area yang spesifik; dan keahlian, kemampuan untuk melakukan suatu tugas
mental dan fisik; dianggap sebagai kompetensi dasar dan paling siap untuk
dikembangkan dan dilatih melalui latihan dan pengalaman. Tiga karakteristik
personaliti lainnya yaitu motivasi, sikap, dan konsep diri, dinilai sulit untuk dilatih

dan dikembangkan sehingga akan memunculkan team work pada organisasi.
Perpustakaan STAIN Curup merupakan salah satu unit perpustakaan yang telah
melakukan transfer informasi dan pengetahuan, baik untuk internal maupun eksternal
perpustakaan. Transfer informasi dan pengetahuan yang terjadi dapat berupa knowledge
sharing (berbagi pengetahuan) melalui rapat rutin, diskusi/pertemuan ilmiah, dan masih
banyak kegiatan lainnya.

Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan pemahaman SDM tentang
perpustakaan dan ilmunya, maka dilakukan pertemuan rutin setiap bulan.
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka menambah wawasan atau pengetahuan SDM
tentang perkembangan ilmu dan pelayanan perpustakaan yang bersifat up to date.
Di sisi lain, juga untuk mendapatkan atau menerima keluhan ataupun aspirasi dari
seluruh personalia demi kemajuan kegiatan dan aktivitas layanan perpustakaan.
Kesemua kegiatan ini dilakukan dalam rangka untuk knowledge sharing kepada
SDM yang belum mengetahui perkembangan terbaru dari dunia perpustakaan.
Oleh karena itu, yang memberikan materi dalam hal ini adalah pejabat yang
berwenang ataupun staf yang sudah mengikuti kegiatan kepustakawanan terutama
yang menyangkut di bidang perpustakaan. Selain pertemuan rutin, knowledge
sharing juga dilakukan melalui media elektronik, yaitu terutama menggunakan
media sosial. Ketika ada satu pengetahuan baru maka akan langsung dishare

kepada pustakawan lain, sehingga mereka mendapatkan pengetahuan baru.
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik
untuk melihat bagaimana implenetasi knowledge sharing sebagai upaya
peningkatan efektifitas keprofesional pustakawan di Perpustakaan STAIN Curup.
TINJAUAN PUSTAKA
Kompetensi Pustakawan di Perpustakaan Perguruan Tinggi
Pustakawan merupakan suatu profesi karena pustakawan merupakan
pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau pelatihan khusus. Kinerja setiap
kegiatan dan individu pustakawan merupakan kunci pencapaian produktivitas.
Karena kinerja adalah suatu hasil dimana orang-orang dan sumber daya lain yang
ada dalam perpustakaan secara bersama-sama membawa hasil akhir yang
didasarkan pada tingkat mutu dan standar yang telah ditetapkan. Konsekuensinya
adalah perpustakaan memerlukan sumber daya manusia yang memiliki keahlian
dan kemampuan yang unik sesuai dengan visi dan misi perpustakaan dan lembaga
induknya. Dimana visi perpustakaan perguruan tinggi adalah menjadi
perpustakaan unggulan berbasis teknologi informasi, sedangkan misi
perpustakaan perguruan tinggi adalah mampu memberikan layanan yang terbaik
dan mempunyai produk unggulan untuk bersaing dan mengembangkan

4


kelangsungan operasional perpustakaan secara efektif dan efisien, serta ditandai
dengan adanya keragaman koleksi tercetak maupun elektronik, layanan berbasis
website, memiliki link dengan perpustakaan lain baik nasional maupun
internasional serta didukung oleh pustakawan handal.
Kemudian mengenai pengertian istilah Kompetensi. Menurut UndangUndang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan: pasal 1 (10) kompetensi
adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 46 A Tahun 2003
tanggal 21 Nopember 2003, kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik
yang dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan,
dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga
Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara professional,
efektif dan efisien.
Kompetensi dapat pula didefinisikan sebagai “an underlying
characteristic’s of an individual which is casually related to criterion-referenced
effective and or superior performance in a job or situasion.” (Akbar dalam
Mitrani et al,1992; Spencer and Spencer, 1993). Atau karakteristik yang
mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam
pekerjaanya.

Menurut Jackson & Schuler, 2003 sebagaimana dikutip Akbar bahwa
Kompetensi dapat diartikan pula sebagai keahlian, pengetahuan, dam kemampuan
serta karakteristik lain yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan
tugas/pekerjaan dengan efektif. Dari pengertian diatas maka kompetensi dapat
diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam
melaksanakan tugas yang mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap dan
perilaku. Oleh karena itu kompetensi tidak dapat lepas dari kegiatan kerja secara
professional seorang pustakawan.
Sebelum menginjak pada kompetensi pustakawan kita perlu mengetahui
apa ciri-ciri dari suatu profesi menurut pendapat Sulistyo-Basuki (1991). Ada
beberapa ciri dari suatu profesi antara lain: “(1) adanya sebuah asosiasi atau
organisasi keahlian; (2) terdapat pola pendidikan yang jelas; (3) adanya kode etik
profesi; (4) berorientasi pada jasa; (5) adanya kemandirian”.
Menurut Abraham Flexner, seperti yang dikutip oleh Nasihuddin, suatu
profesi paling tidak harus memenuhi 6 persyaratan, sebagai berikut : “(1) profesi
itu merupakan pekerjaan intelektual. Maksudnya menggunakan intelegensi yang
bebas yang diterapkan pada problem dengan tujuan untuk memahami dan
menguasainya. (2) profesi merupakan pekerjaan saintifik berdasarkan
pengetahuan yang berasal dari sains. (3) Profesi merupakan pekerjaan praktikal,
artinya bukan melulu – teori – akademik tetapi dapat diterapkan dan dipraktekkan.

(4) Profesi terorganisir secara sistematis. (5) Ada standar cara melaksanakannya
dan mempunyai tolok ukur hasilnya. (6) profesi merupakan pekerjaan altruisme
yang berorientasi pada masyarakat yang dilayaninya bukan kepada diri
professional”.
Adapun profesionalisme pustakawan hanya dapat dimiliki seorang
pustakawan tingkat ahli/professional atau pustakawan yang memiliki dasar
pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendah-rendahnya sarjana
perpustakaan, dokumentasi dan informasi atau sarjana bidang lain yang
disetarakan.

5

Sedangkan profesionalisme pustakawan menurut Rusmana sebagaimana
dikutip Aliyyul Akbar, adalah “pelaksanaan kegiatan perpustakaan yang
didasarkan pada keahlian, rasa tanggung jawab dan pengabdian, adapun mutu dari
hasil kerja dilakukan tidak akan dapat dihasilkan oleh tenaga yang bukan
pustakawan, dikarenakan pustakawan memiliki jiwa keprofesionalan terhadap
pekerjaanya akan selalu mengembangkan kemampuan dan keahliannya untuk
memberikan hasil kerja yang lebih bermutu dan selalu memberikan sumbangan
yang besar kepada masyarakat pengguna perpustakaan”.

Knowledge Sharing dan Implementasinya di Perpustakaan
Implementasi knowledge sharing sebagai bagian dari knowledge
management di Indonesia sudah mulai dijalankan oleh perusahaan-perusahaan
yang bergerak di berbagai bidang seperti perusahaan jasa, telekomunikasi,
infrastruktur, produksi, dan jenis perusahaan lainnya. Perusahaan-perusahaan
tersebut menggunakan berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan
budaya masing-masing perusahaan (Fatwan. 2009). Dalam konteks tersebut,
implementasi di perpustakaan menjadi salah satu kasus yang penting mengingat
jenis perpustakaan memiliki ciri cakupan layanan yang luas.
Selanjutnya Nazim (2012) menjelaskan bahwa penelitian di masa depan
harus mencakup sampling yang lebih besar dan meneliti masalah yang lebih
konkret pelaksanaan strategi manajemen pengetahuan di perpustakaan akademis
seperti faktor-faktor apa mempengaruhi penggunaan kedua kodifikasi dan strategi
personalisasi dan mengembangkan model baru strategi KM untuk perpustakaan
akademik.
Berbagi pengetahuan antar pegawai khususnya di lingkungan perpustakaan
itu sendiri pun penting untuk dilakukan. Karena dengan adanya sharing maka
seorang pegawai akan bertambah wawasannya tentang kegiatan-kegiatan yang ada
di lingkup kerjanya. Kegiatan ini bisa dilakukan secara rutin tergantung pada
kebijakan dari pimpinan perpustakaan. Di sisi lain, Sharing ini dilakukan dalam
rangka keberlangsungan suatu lembaga. Sebagai contoh seorang karyawan yang
ahli dalam bidang otomasi perlu berbagi pengetahuan dengan karyawan bidang
sirkulasi dan pelayanan. Karena kalau seandainya ada kendala menyangkut
otomasi ini, sedangkan karyawan yang paham otomasi sedang dinas luar, maka
karyawan yang telah mendapat sharing pengetahuan tadi sekurang-kurangnya bisa
memahami kendala yang sedang ia hadapi.
Berbagi pengetahuan ini membawa banyak nilai positif bagi organisasi,
selain untuk menambah pengetahuan, juga sebagai sarana komunikasi antar
pegawai. Komunikasi ini penting juga dalam keberlangsungan organisasi, karena
tanpa adanya komunikasi antar pegawai maka kegiatan suatu organisasi tidak
akan berjalan dengan baik disebabkan masing-masing pegawai bersifat
individualitas dan mementingkan ego masing-masing. Maka dari itu stakeholder
hendaknya memberikan kesempatan sharing ini selain untuk berbagi pengetahuan
juga untuk mempererat tali silaturrahim antar pegawai.
Dalam melaksanakan sharing rutin ini sudah seharusnya menjadi schedule
yang sudah terjadual secara matang dalam perpustakaan. Bahkan harus dijadikan
program kegiatan rutin. Bila perlu perpustakaan menjadi pelopor kegiatan sharing
untuk unit-unit yang lainnya. Dari kegiatan ini diharapkan pengetahuan yang ada
bisa terserap secara komprehensif di seluruh unit.
Penciptaan budaya knowledge sharing bukanlah hal yang mudah dimana
individu cenderung memiliki kebanggaan jika berhasil memecahkan suatu
masalah sendiri tanpa meminta nasehat dari pihak lain (Skyrme, 2008). Hal inilah

6

yang menjadi salah satu penghambat proses sharing. Kondisi ini didukung dengan
pemahaman knowledge is power yang ditanamkan oleh individu selama beberapa
tahun ini bahwa siapa yang mempunyai knowledge dialah yang berkuasa maka
banyak individu yang menyimpan pengetahuan/ knowledge mereka untuk
kepentingan sendiri. Selain itu banyak juga individu yang enggan men-sharing
pengetahuan dan keahliannya karena mereka tidak merasakan keuntungan dari
kegiatan tersebut. Beberapa individu enggan bersharing karena mereka takut jika
keahliannya jatuh ke tangan kolega dan kehilangan exclusivisme di mata
pemimpin.
Menurut Robertson (2004), knowledge sharing sangat penting tetapi
banyak staf yang mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan knowledge
sharing seperti apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara untuk men-sharing
knowledge. Ketika istilah knowledge sharing muncul dalam organisasi mungkin
staf berpikir pengetahuan apa yang harus di-sharing dan bagaimana cara mensharingnya, inilah pertanyaan yang timbul dalam proses knowledge sharing,
untuk mengatasi hal ini menurut Anna (2011) maka seorang manajer haruslah
mempunyai panduan yang lengkap dan banyak memberikan contoh-contoh praktis
bagaimana ber-sharing pengetahuan dalam organisasi. Hal ini bisa
disosialisasikan melalui rapat staf, membentuk tim khusus yang mampu
menerapkan dan membantu selama proses berlangsungnya knowledge sharing,
atau memberikan seminar mengenai knowledge sharing.
Knowledge Sharing
Di dalam sebuah kelompok manusia, mungkin saja ada satu atau dua orang
yang berpengetahuan lebih dari orang lainnya, mungkin saja seorang pemimpin
di sebuah organisasi berpengetahuan lebih banyak dari pada yang dimiliki oleh
anggota organisasinya. Tetapi untuk memastikan bahwa si pemimpin memiliki ”
pengetahuan yang lebih” maka para anggota itu pun harus tahu pengetahuan
apakah yang dimiliki pemimpinnya, dengan kata lain anggota itu harus punya
pengetahuan tentang pengetahuanpemimpin mereka. Dan jika seseorang telah
melepas pengetahuannya kepada orang-orang lain, atau orang teresebut telah
meraih/mendapatkan pengetahuan dari seseorang tidaklah mungkin pengetahuan
itu berkurang. Seorang pemimpin yang berhasil artinya telah melepaskan
pengetahuan yang dipunyai untuk dimiliki oleh anggota-anggotanya, namun si
pemimpin tidak pernah kehilangan pengetahuan itu, justru sebaliknya,
pengetahuan si pemimpin menjadi semakin besar karena kini pengetahuan itu
tidak hanya ada di dirinya sendiri melainkan ada di seluruh anggotanya.
Seringkali pengetahuan yang dimiliki bersama-sama oleh anggota organisasi dan
masih berada di kepala masing-masing, dan baru terlihat jika mereka secara
bersama-sama melakukan sesuatu pekerjaan tertentu.
Sebuah organisasi atau sebuah perusahaan atau apapun dapat bekerja sama
jika memiliki pengetahuan bersama yang tertanam dibenak masing-masing
anggotanya dan terwujud dalam praktek-praktek yang melibatkan semua
anggotanya. Tanpa pengetahuan bersama itu, tidak akan ada pengetahuan sama
sekali yang dimiliki oleh siapapun diantara mereka, jika yang terakhir terjadi
maka yang tampak adalah tidak berpengetahuan belaka, walaupun masing-masing
orang mungkin menggangap bahwa diri mereka berpengetahuan.
Davenport dan Prusak memberikan metode mengubah informasi menjadi
pengetahuan melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf C : comparation,
consequences, connections dan conversation. Dalam organisasi, pengetahuan
diperoleh dari individu-individu atau kelompok orang-orang yang mempunyai

7

pengetahuan,atau kadang kala dalam rutinitas organisasi. Pengetahuan diperoleh
melalui media yang terstruktur seperti: buku, dokumen,hubungan orang ke orang
yang berkisar dari pembicaraan ringan sampai ilmiah. Pengetahuan merupakan
suatu yang eksplisit sekaligus tacit, beberapa pengetahuan dapat dituliskan di
kertas, diformulasikan dalam bentuk kalimat-kalimat, atau diekspresikan dalam
bentuk gambar. Namun ada pula pengetahuan yang terkait erat dengan perasaan,
keterampilan, dan bentuk bahasa utuh, presepsi pribadi, pengalaman fisik,
petunjuk praktis, dan intuisi, dimana pengetahuan terbatinkan seperti itu sulit
sekali digambarkan kepada orang lain.
Penciptaan pengetahuan secara efektif tergantung pada konteks yang
memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut yaitu konteks yang memungkinkan
terjadinya penciptaaan pengetahuan yang dimunculkan oleh hubungan-hubungan.
Seringkali ada berbagai asumsi yang salah tentang knowledge management, tiga
diantara asumsi itu adalah 1). jika infrastruktur teknologi informasi sudah
dibangun, maka dengan senang hati berbagi pengetahuan antar sesama, 2).
teknologi informasi dapat menggantikan kekuatan percakapan langsung dan
memperlancar pertukaran pengetahuan, 3). sebuah organisasi harus terlebih
dahulu membangun infrastruktur teknologi dan kultur belajar sebelum bisa
belajar. Ketiga asumsi itu seringkali mengabaikan kenyataan bahwa KM
sesungguhnya berawal dari satu kata yaitu : berbagi-bersama (share).
Tidak seluruh pengetahuan dengan serta merta dibagi bersama.
Pengetahuan yang paling sering dibagi-bersama adalah pengetahuan praktis
(know-how) sebuah organisasi, bukan pengetahuan teoritis (know-what). Berbagi
bersama pengetahuan praktis ini sangat berguna jika dilakukan dalam konteks
kegiatan bersama (team-work). Sangatlah penting bagi suatu organisasi untuk
membedakan, mana pengetahuan pribadi dan mana pengetahuan kolektif yang
diperlukan untuk kepentingan bersama. Secara umum ada lima jenis kegiatan
berbagi-pengetahuan yaitu:
1. di dalam satu kelompok untuk pekerjaan rutin yang serupa dan terus
menerus;
2. antar dua atau lebih kelompok yang berbeda tetapi melakukan pekerjaan
yang hampir sama;
3. antar dua atau lebih kelompok, tetapi yang dibagi bersama adalah
pengetahuan tentang pekerjaan non-rutin;
4. antar organisasi dalam rangka kelangsungan hidup bersama;
5. dari luar kelompok, ketika menghadapi persoalan yang belum pernah
mereka jumpai sebelumnya. (Setiarso, h. 7)
Seiring makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari masa
ke masa, semakin banyak pula inovasi yang mampu dihasilkan oleh manusia.
Fenomena hadir dan berkembangnya suatu inovasi merupakan bentuk
konsekuensi logis dari adanya dinamika masalah dan kebutuhan hidup manusia
yang selalu hadir dan semakin meningkat (Suwarno, 2008 : h. 2). Dalam rangka
menjaga supaya proses inovasi terus berkembang dan berkesinambungan maka
dibutuhkan adanya sarana atau kegiatan yang mampu memfasilitasi setiap
individu atau anggota suatu organisasi untuk dapat menyampaikan gagasan atau
idenya. Hal ini disebabkan sebagaimana menurut Riset Delphi Group
menunjukkan bahwa pengetahuan atau knowledge dalam organisasi tersimpan
dalam struktur antara lain 42 % di pikiran atau otak karyawan, 26 % dokumen
kertas, 20 % dokumen elektronik dan 12 % knowledge base elektronik (Setiarso,

8

2009: h. 8). Artinya sebesar 42 % pengetahuan yang masih berada di pikiran atau
otak masing-masing individu inilah yang perlu mendapatkan ruang atau sarana
sehingga dapat disampaikan atau dikomunikasikan kepada orang lain. Sehingga
tidak hanya menambah pengetahuan atau informasi orang tersebut namun juga
bisa mendorong memunculkan lahirnya suatu ide atau gagasan baru untuk
menciptakan produk atau sistem baru atau juga melakukan perbaikan pada produk
atau sistem yang lama. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan suatu organisasi
adalah dengan berbagi pengetahuan atau knowledge sharing.
Knowledge sharing adalah tahapan disseminasi (penyebaran) dan
penyediaan knowledge pada saat yang tepat untuk karyawan yang membutuhkan
(Tobing, 2007, hal: 9). Knowledge sharing dapat dilakukan dengan berbagai cara
misalnya secara tatap muka (face to face) misalnya rapat, diskusi, pertukaran
dokumen, training atau diklat, hingga melalui media intranet atau internet.
Dengan kegiatan knowledge sharing, seseorang dapat menshare atau membagikan
seluruh pengetahuan yang dimilikinya kepada orang lain sehingga bermanfaat
baik untuk orang lain ataupun organisasinya. Hal ini juga didukung oleh pendapat
dari Lin (2006) yang menyatakan bahwa melalui best practices transfer atau
penyebaran pengetahuan terbaik yang dimiliki oleh karyawan atau employees
dalam satu departemen atau unit bisa bermanfaat bagi employees lainnya dalam
departemen atau unit yang sama atau yang berbeda (Pasaribu, 2009 : hal.33)
Knowledge Sharing adalah tahapan disseminasi dan penyediaan
Knowledge pada saat tepat untuk karyawan yang membutuhkan. Knowledge
Sharing didefinisikan sebagai aktivitas mentransfer atau menyebarkan
pengetahuan dari seseorang, grup atau organisasi ke orang, grup atau organisasi
yang lain (Lee : 2001). Proses terjadi tergantung pada lingkungan terjadinya
sharing tersebut. Indikator dapat terlaksananya Knowledge Sharing :
a. Terjadinya dan terbentuknya team work dalam sebuah permasalahan dan
diskusi serta tercipata budaya kerja yang tepat.
b. Melakoni proses learning by doing, sharing akan terbentuk dengan
keadaan yang ada yang menuntut untuk saling berbagi pengetahuan.
c. Adanya rasa bersaing dan berkompetisi antar instansi untuk dapat
mewujudkan instansi yang menyediakan berbagai informasi dengan
penerapan Knowledge Sharing.
d. Kecepatan dan kelambatan penerimaan dan penyampaian Knowledge
dapat menjadi penghambat dan pendorong proses Knowledge Sharing di
perpustakaan.
e. Rasa motivasi dari pustakawan sendiri untuk melayani pemustaka yang
ada dan membutuhkan informasi.
Disamping itu, kegiatan knowledge sharing memiliki pengaruh penting
dalam upaya peningkatan inovasi individu. Menurut WP2 Partners (2002)
menjelaskan bahwa knowledge sharing dapat mempercepat inovasi dengan
memfasilitasi terjadinya sinergi dan pengkombinasian gagasan dengan
mempertimbangkan semua masukan yang tersedia secara simultan. Pendapat
tersebut didukung oleh Lin (2007) yang menyatakan jika perusahaan yang mampu
mendorong karyawannya untuk mengkontribusikan knowledge yang dimiliki ke
dalam kelompok organisasi akan memiliki peluang yang lebih besar untuk
meningkatkan kemampuan karyawannya dalam menciptakan ide-ide baru dan
mengembangkan peluang bisnis baru yang pada gilirannya aktivitas tersebut akan
mendorong pengembangan dan peningkatan inovasi individu atau karyawan
(Aulawi, 2009).

9

METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif yang menekankan analisisnya pada data numerikal. Berdasarkan
pendekatannya penelitian ini bersifat survey karena mengambil sampel dari suatu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok.
Sedangkan berdasarkan eksplanasinya maka penelitian ini termasuk penelitian
deskriptif. Secara konkret penelitian ini difokuskan untuk menganalisis
implementasi knowledge sharing sebagai upaya peningkatan efektivitas
keprofesionalan sumber daya manusia yang ada di Perpustakaan STAIN Curup.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Accidental
Sampling. Sampel diambil dari pemustaka yang datang dan secara langsung
menggunakan layanan Perpustakaan STAIN Curup. Penentuan sampel penelitian
ini didasarkan pada teknik Accidental Sampling yaitu dengan memberikan angket
kuesioner kepada pemustaka yang menggunakan layanan perpustakaan yang
berjumlah 100 orang. Sedangkan untuk penelitian tahap kedua yaitu untuk melihat
implementasi knowledge sharing oleh pustakawan dan calon pustakawan, maka
populasinya adalah seluruh sumber daya manusia (SDM) yang ada di
Perpustakaan STAIN Curup yang berjumlah 22 orang dengan teknik purposive
sampling. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan
kuesioner atau angket kepada responden dan pustakwan serta wawancara
mendalam.
Untuk analisis data hasil survei ke 1 di breakdown dan dibuat major
problems (sekitar 4-6). Kemudian dibuat matriks dengan uraian permasalahan
yang besar pada setiap major problems, kemudian dianalisis dengan skala Likert
(Kepner & Tregue. 1992). Major problems ini kemudian dipakai untuk menyusun
pertanyaan dalam survei ke-2 terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) yang
dimiliki Perpustakaan STAIN Curup.
Sedangkan Analisis data menggunakan Analisis USG (Urgent, serious,
Growth) berdasarkan teori Tregoe untuk menentukan prioritas masalah. Analisis
ini terdiri atas tiga komponen: Urgency (kegawatan), yakni mengukur besarnya
dampak yang ditimbulkan pada unsur-unsur dalam organisasi. Seriousness
(kemendesakan), yakni banyaknya waktu yang tersedia untuk menangani suatu
masalah. Growth (pertumbuhan), perkiraan akan bertambah buruknya suatu
masalah di masa yang akan datang dibandingkan dengan kondisi sekarang,
Penilaian terhadap ketiga kriteria tersebut dengan menggunakan skala
Linkert dengan nilai 1 sampai dengan 5 sebagai berikut:
a) Nilai 5 menunjukkan masalah yang sangat mendesak/sangat gawat.
b) Nilai 4 menunjukkan masalah yang mendesak/gawat/bertambah buruk.
c) Nilai 3 menunjukkan masalah yang cukup mendesak/cukup gawat.
d) Nilai 2 menunjukkan masalah yang kurang mendesak/kurang gawat.
e) Nilai 1 menunjukkan masalah yang sangat kurang mendesak.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kendala dan Permasalahan dalam Mengimplementasikan Knowledge
Sharing Pustakawan di Perpustakaan STAIN Curup

10

Untuk mengetahui gambaran sikap/ penilaian pemustaka terhadap layanan
perpustakaan, digunakan analisis deskriptif berdasarkan tanggapan terhadap
pernyataan-pernyataan dalam kuesioner. Hasil dari penyebaran kuesioner ini
adalah ditemukannya 4 (empat) major problem terutama menyangkut kendala dan
permasaahan bagi pemustaka yang dikaitkan dengan kebutuhan pemustaka yang
berhubungan dengan knowledge dan skill yang seharusnya dipunyai oleh
pustakawan dalam melakukan layanan, sehingga pemustaka tidak perlu berlamalama dalam memperoleh informasi yang dibutuhkannya. Adapun Analisis
Permasalahan dan Kendala Dalam Layanan Perpustakaan STAIN Curup dapat
dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.
Berdasarkan angket yang disebarkan kepada responden dalam hal ini para
pemustaka. Didapatkan data tentang kendala dan hambatan dalam layanan internet
dan sirkulasi sebagai berikut :
Tabel 4.1 Analisis USG untuk Masalah Utama Berdasarkan Penilaian
Pemustaka
No
1
2
3
4

layanan

U
242

Kriteria
S
35

G
116

dalam

200
202

73
61

129
85

402
348

46

232

108

386

Masalah Utama
Peraturan
dalam
perpustakaan
Layanan Internet
Kompetensi
Layanan
layanan sirkulasi
Fasilitas layanan

Jumlah
393

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :

402
420
393
Peraturan dalam
386
400
Sedang untuk permasalahn spesifik yang dominan didapatkan data sebagai berikut
layanan
:
perpustakaan
380
Layanan Internet
348
360
340
Gambar 4.1 Analisis USG untuk Masalah Utama
Kompetensi
Berdasarkan Penilaian Pemustaka
320
Layanan dalam
Peraturan dalam Layanan Internet Kompetensi Fasilitas layanan
layanan sirkulasi
layanan
Layanan
dalam
Fasilitas layanan
Dari permasalahan dan kendala utama yang ditemukan dalam layanan
perpustakaan
layanan
sirkulasi dan internet,
ada beberapa kendala
dansirkulasi
permasalahan yang lebih spesifik,
diantaranya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2 Analisis USG untuk Masalah Spesifik
No

Masalah Spesifik Yang Dominan

1
2

Sulit menemukan koleksi terpilih
Tidak tersedia fasilitas Wifi/
Hotspot
Tidak tersedia fasilitas listrik

3

U
200
242

Kriteria
S
73
35

G
129
116

208

60

124

Jumlah
402
393
392

11

4

untuk komputer
Penguasaan dalam menemukan
koleksi sangat kurang

46

232

108

386

Berdasarkan tabel diatas dapat dipahami bahwa kendala terbesar yang
dihadapi oleh pemustaka adalah sulit menemukan koleksi terpilih. Dari tabel
tersebut diketahui bahwa tingkat kendala terbesar terletak pada posisi urgensi,
yang berarti bahwa kendala dan permasalahan ini sangat penting atau urgen untuk
segera ditindaklanjuti demi berkualitasnya layanan perpustakaan. Sulitnya
mahasiswa menemukan koleksi terpilih ini disebabkan karena kurangnya
penguasaan para petugas terhadap tehnik penelusuran informasi baik secara
langsung maupun melalui OPAC. Kendala terbesar adalah pada penelusuran
langsung ke rak. Penelusuran langsung ke rak biasanya sangat sulit untuk
menemukan koleksi, hal disebabkan karena posisi buku sudah tidak berada pada
posisi klasnya yang sesuai. Sehingga pada akhirnya buku sulit untuk ditemukan.
Oleh karena itu, berangkat dari permasalahan ini, menurut hemat penulis perlu
berbagi pengetahuan antar staf bagaimana cara untuk menemukan koleksi dan
penelusuran informasi sehingga ketika ada pemustaka yang meminta bantuan
pencarian informasi maka dengan cepat dapat ditanggulangi.
Selanjutnya, berdasarkan kuesioner yang telah disebarkan kepada SDM
perpustakaan dan pustakawan, maka diperoleh data-data mengenai masalahmasalah dan kendala yang ditemui oleh para pustakawan berkaitan dengan
implementasi knowledge sharing sebagai berikut :
Tabel 4.3 Analisis USG untuk Permasalahan Knowledge Sharing Melalui Media
Elektronik

No
1
2
3
4

Permasalahan Knowledge Sharing
Melalui Media Elektronik

Cara menggunakan internet dalam
pencarian informasi
Mengupload
tulisan
sendiri
melalui website, blog dan lain-lain
Menjadi anggota dan aktif dalam
milis bidang kepustakawanan
Aktif membaca tulisan yang
berkaitan dengan kepustakawanan
di media elektronik

U
64

Kriteria
S
10

G
15

70

12

10

92

55

24

15

94

42

32

20

94

Bila digambarkan dalam bentuk grafik maka akan terlihat sebagai berikut :

Jumlah
89

12

Gambar 4.2 Analisis USG untuk Masalah Knowledge Sharing Melalui Media
Elektronik

Berdasarkan tabel dan gambar diatas terlihat dengan jelas bahwa menjadi
anggota dan aktif dalam milis kepustakawanan, serta aktif membaca tulisan yang
berkaitan dengan kepustakawanan di media elektronik, merupakan dua
permasalahan atau kendala tertinggi yang dihadapi oleh SDM Perpustakaan
STAIN Curup. Kedua Poit ini menjadi kendala terbesar dalam melakukan
knowledge sharing melalui media elektronik, hal ini disebabkan karena kurangnya
knowledge sharing antar petugas. Hal ini disadari oleh petugas yang tidak
berkompeten dalam bidang kepustakawanan.
Tabel 4.4 Analisis USG untuk Permasalahan Knowledge Sharing Melalui
Pertemuan Ilmiah/ Diskusi Ilmiah

No
1
2
3
4

Permasalahan Knowledge Sharing
Melalui Pertemuan Ilmiah/ Diskusi
Ilmiah

Mengikuti pertemuan ilmiah dan
sejenisnya
Menjalin
komunikasi
profesi
dengan peserta pertemuan ilmiah
Menjadi anggota forum diskusi
bidang kepustakawanan
Selalu pro-aktif untuk mencari
informasi pertemuan ilmiah

Kriteria
Jumlah

U

S

G

40

20

18

78

30

27

33

90

68

5

10

83

53

18

6

77

Berdasarkan tabel tersebut dapat dideskripsikan bahwa Menjalin
komunikasi profesi dengan peserta pertemuan ilmiah menjadi kendala terbesar
dalam melakukan knowledge sharing. Kurangnya komunikasi antar peserta yang
seprofesi akan menghambat proses knowledge sharing. Oleh karena itu, menurut
Dixon bahwa ada salah satu tipe dari KS yaitu Serial Transfer : diterapkan ke
sebuah tim yang mengerjakan satu tugas, kemudian tim yang sama mengulang
tugas tersebut dalam konteks baru. Dan juga Expert Transfer, melibatkan

13

pemindahan explicit knowledge mengenai tugas yang dikerjakan rutin. Contohnya
adalah teknisi yang mengirim surat elektronik ke jaringan pertemanannya untuk
bertanya bagaimana meningkatkan kecerahan monitor kuno dan mendapatkan
jawaban dari ahli yang mendalami bidang tersebut. Di dalam model transfer ini,
kebutuhan keahlian dapat menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan. Sebagi
contoh di Perpustakaan adalah layanan internet. Layanan internet ini hanya bisa
ditangani oleh seorang yang ahli di bidang ilmu komputerisasi dan pemrograman.
Jadi tidak sembarangan orang yang menangani layanan ini, jika mau berbagi
pengetahuan maka harus ada komitmen karena ada beberapa password yang
hanya boleh dibuka oleh orang tertentu yang menyangkut dengan kerahasiaan
data.
Hal ini memang terlihat dalam kegiatan keseharian di Perpustakaan
STAIN Curup bahwa tidak setiap dan semua orang memiliki kemampuan untuk
mengkomunikasikan segala sesuatu terlebih lagi mengenai informasi dan hal yang
baru dengan begitu baik dan luwes, dengan menggunakan kalimat yang mudah
dipahami dan menarik. Tiap-tiap individu mempunyai keterbatasan dalam
menyampaikan sesuatu.
Selain daripada itu, berdasarkan informasi yang penulis peroleh bahwa ada
beberapa kendala dan permasalahan yang membuat pustakawan dan SDM
perpustakaan untuk melakukan KS, diantaranya bahwa ilmu didapat dengan cara
yang sulit maka ketika ingin berbagi pengetahuan kepada petugas yang lain maka
sulit dilakukan. Kemudian, ada beberapa ilmu/ pengetahuan yang hanya boleh
dimiliki oleh seseorang, misalnya admin komputer, atau password untuk aplikasi
layanan internet dan lain-lain.
Tabel 4.5 Analisis USG untuk Permasalahan Knowledge Sharing Melalui
Pertemuan / Rapat rutin

No
1
2

Permasalahan Knowledge Sharing
Melalui Pertemuan Ilmiah/ Diskusi
Ilmiah

Aktif mengikuti pertemuan/ rapat
rutin bidang kepustakawanan
Menyampaikan
gagasan/
pemikiran dalam pertemuan

Kriteria
Jumlah

U

S

G

45

37

9

91

51

20

17

88

Berdasarkan tabel tersebut ditemukan permaslahan yang sangat urgensi
adalah masalah keaktifan mengikuti pertemuan/ rapat rutin bidang
kepustakawanan. Artinya permasalahan yang mendasar dalam hal ini adalah
banyak pustakawan menganggap pertemuan rutin tidak terlalu penting dan hanya
menghabiskan waktu secara sia-sia. Tentunya persoalan ini akan menghambat
proses knowledge sharing dalam pertemuan rutin tersebut.
Implementasi Knowledge Sharing Sebagai Upaya Peningkatan Efektifitas
Keprofesionalan Pustakawan di Perpustakaan STAIN Curup
Berangkat dari berbagai kendala yang dihadapi dalam melakukan
knowledge sharing diatas, maka ada beberapa alternatif implementasi knowledge
sharing yang dilakukan di Perpustakaan STAIN Curup, yaitu:
1. Pertemuan/ diskusi/ seminar ilmiah
Pertemuan/ diskusi/ seminar ilmiah ini dilakukan ketika ada suatu
permasalahan yang menyangkut masalah atau isu-isu perpustakaan dan dunia

14

kepustakawanan yang layak untuk didiskusikan. Sehingga pada akhirnya
dengan adanya diskusi ilmiah ini diharapkan terjadi knowledge sharing atau
berbagi pengetahuan dengan seluruh personalia perpustakaan.
Disisi lain juga diberikan kesempatan kepada para pustakawan untuk
mengikuti seminar ilmiah bidang kepustakawanan. Kegiatan seminar ilmiah
kepustakawanan ini dilakukan dengan mengirimkan Sumber Daya Manusia
(dan atau pustakawan) untuk mengikuti kegiatan tersebut dalam rangka
memperluas wawasan pengetahuan di bidang kepustakawanan, dan juga
keterampilan yang menyangkut masalah perpustakaan.
Selain itu, para pustakawan juga dimotivasi untuk aktif mengikuti milis di
bidang perpustakaan serta aktif membaca tulisan yang berkaitan dengan
masalah perpustakaan dan kepustakawanan.
2. Pertemuan/ rapat rutin
Kegiatan rapat rutin merupakan kegiatan bulanan yang dilakukan untuk
mengevaluasi kegiatan operasional maupun teknis yang menyangkut
kepustakawanan. Dalam pertemuan ini membahas tentang kendala-kendala
yang dihadapi dalam rangka melakukan berbagi pengetahuan, kemudian
dicarikan solusi alternatif atau pemecahan masalah terhadap kendala yang ada.
Dalam pertemuan/ rapat rutin ini selalu diharapkan agar ada peningkatan
partisipasi untuk ikut serta dalam rapat rutin tersebut. Sehingga dari
pembahasan waktu dilaksanakannya rapat tersebut bisa menambah wawasan
seluruh personalia.
3. Melalui media sosial elektronik
Berbagi pengetahuan bisa dilakukan dengan menggunakan media sosial
elektronik, diantaranya dengan melakukan koordinasi melalui facebook atau
email antar sesama pustakawan, maupun dengan pustakawan atau lembaga
lain.
Berbagi pengetahuan antar personalia/ SDM khususnya di lingkungan
perpustakaan itu sendiri pun penting untuk dilakukan. Karena dengan adanya
sharing maka seorang pegawai akan bertambah wawasannya tentang kegiatankegiatan yang ada di lingkup kerjanya. Kegiatan ini bisa dilakukan secara rutin
tergantung pada kebijakan dari pimpinan perpustakaan.
Pada dasarnya, sebesar dan sekuat apapun sebuah organisasi sangatlah
ditentukan oleh peran staf dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di
dalamnya. Hal ini penulis buktikan lewat penelitian yang dilakukan di
perpustakaan STAIN Curup. Staf perpustakaan STAIN Curup ternyata memiliki
latar belakang pendidikan yang sangat beragam, mulai dari yang hanya tamat
SMA sampai Perguruan tinggi. Hal ini menjadikan sebuah tantangan yang sangat
menarik bagi perpustakaan STAIN Curup, khususnya bagi pihak-pihak yang
mengatur manajerial SDM di Perpustakaan. Perlu sebuah kerja sama dan kerja
keras untuk mampu menselaraskan dan menjadikan perbedaan-perbedaan tersebut
menjadi sebuah kekuatan bukan sebagai sebuah hambatan.
Seiring berjalannya waktu, perbedaan-perbedaan inilah yang justru
menjadi sebuah kekuatan besar bagi perpustakaan STAIN Curup dalam
menjalankan perannya. Bervariasinya latar belakang pendidikan staf perpustakaan
membuat para staf mau belajar dan saling berbagi pengetahuan guna menciptakan
hasil kerja yang optimal. Dapat dilihat dari proses mereka menyelesaikan
pekerjaan sehari-hari, adanya tolong menolong dan knowledge sharing antara para
staf menjadikan latar belakang pendidikan yang berbeda itu tidak menjadi
hambatan, namun menjadi modal untuk saling berbagi ilmu pengetahuan.

15

Knowledge sharing telah menjadi gaya hidup sehari-hari bagi para staf
perpustakaan, baik proses knowledge sharing yang bersifat formal seperti
pertemuan bulanan yang dilakukan setiap awal bulan, koordinasi antar bagian atau
bidang, maupun knowledge sharing yang bersifat informal dan lebih pribadi antar
staf. Knowledge sharing telah menjadi rutinitas yang wajar dan terbuka, dimana
antara staf yang satu dan yang lain tidak lagi merasa enggan bertanya dan bertukar
pikiran mengenai hal-hal yang menjadi kendala dalam pekerjaanya. Sementara
bagi staf yang dianggap mampu dan lebih senior tidak pernah merasa enggan
untuk membagikan waktu dan ilmunya kepada staf lain yang merasa kesulitan
dengan pekerjaanya. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan Perpustakaan
STAIN Curup adalah melakukan pertemuan/ rapat rutin bulanan dimana dalam
hal ini yang disampaikan adalah sosialisasi mengenai hal-hal baru tentang
perpustakaan yang disampaikan oleh staf secara bergantian guna memberikan
pengetahuan baru kepada staf yang lain.
Knowledge Sharing pada dasarnya telah dikerjakan dan dilaksanakan di
Perpustakaan STAIN Curup. Para pustakawan dan staff telah mengelola dan
menjalankan sistem Knowledge Sharing dengan baik, segala kegiatan dan
pekerjaan dikoordinasikan melalui sistem Knowledge Sharing.
Knowledge Sharing yang dimengerti oleh pustakawan yang ada adalah
sebagaimana istilah Knowledge Sharing yang ada di dalam bidang ilmu
perpustakaan, hanya saja peneliti menemukan kebutaan istilah dari para
pustakawan dikarenakan tidak terlalu familiar mendengar istilah Knowledge
Sharing dalam penerapan kerja sehari-hari. Para informan lebih mengartikan
Knowledge Sharing sebagai alat dan proses pengoptimalan dan pemaksimalan
segala layanan yang ada di perpustakaan, segala fasilitas dan koleksi dapat
diberdayakan oleh para pemustaka (pengguna perpustakaan).
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan Knowledge
Sharing telah berjalan lama bahkan semenjak perpustakaan itu beroperasi, telah
banyak kegiatan dan proses Knowledge Sharing yang berjalan dan dilakukan oleh
para petugas perpustakaan meskipun tanpa disadari oleh petugas perpustakaannya.
Terdapat lima dimensi utama yang dapat mempengaruhi keberhasilan
implementasi Knowledge Sharing. Pertama adalah hubungan antara sumber dan
penerima informasi; kedua bentuk dan lokasi dari pengetahuan tersebut dalam
organisasi; ketiga paradigma pembelajaran dari penerima pengetahuan; keempat
kapabilitas dari orang yang menjadi sumber Knowledge Sharing; kelima adalah
lingkungan yang lebih luas tempat terjadi proses berbagi pengetahuan. Dijelaskan
beberapa pengertian oleh Nonaka dan Takeuchi (1998) berikut :
-

-

Sosialisasi merupakan proses sharing dan penciptaan tacit knowledge melalui
interaksi dan pengalaman langsung. Dapat juga diartikan sebagai konversi
pengetahuan tacit-tacit terjadi pada tingkat individu dan kelompok. Sosialisasi
merupakan proses penyebaran pengalaman, dan penciptaan pengetahuan.
Eksternalisasi merupakan pengartikulasian tacit knowledge menjadi explicit
knowledge melalui proses dialog dan refleksi. Pengertian lain adalah konversi
tacit-eksplisit antar organisasi dengan kelompok. Hal ini merupakan inti dari
proses penciptaan pengetahuan yang berbentuk konsep hipotesa atau model.
Menulis meupakan contoh tindakan pemintahan sebuah pikiran menjadi

16

-

-

bentuk tulisan, mengubah tacit menjadi sebuah pengetahuan yang dapat
diartikulasikan atau dilafalkan.
Kombinasi merupakan proses konversi explicit knowledge menjadi explicit
knowledge yang terjadi pada tingkat kelompok ke individu atau antar individu
yang baru melalui sistemisasi dan pengaplikasian explicit knowledge seperti
dalam bentuk dokumen, pertemuan, komunikasi telepon, website, e-mail.
Internalisasi merupakan proses perubahan pengetahuan explicit knowledge
yang disebarkan ke seluruh organisasi melalui pengalaman sendiri sehingga
menjadi tacit knowledge orang banyak atau anggota organisasi. Ketika sebuah
pengalaman melalui sosialisai, eksternalisasi dan kombinasi kemudian
diinternalisasi dalam pengetahuan hal ini menjadi aset yang bernilai.

KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulakan bahwa ada beberapa kendala dan permasalahan yang utama
yang ditemui dalam mengimplementasikan Knowledge Sharing di Perpustakaan
STAIN Curup yaitu Peraturan Layanan Perpustakaan, Layanan Internet
Kompetensi Pustakawan di Layanan Sirkulasi, dan Fasilitas Layanan. Adapun
secara spesifik kendala yang ditemui adalah Permasalahan Knowledge Sharing
Melalui Media Elektronik yaitu Menjadi anggota dan aktif dalam milis bidang
kepustakawanan dengan nilai 94, dan Aktif membaca tulisan yang berkaitan
dengan kepustakawanan di media elektronik. Kemudian Permasalahan Knowledge
Sharing Melalui Pertemuan Ilmiah/ Diskusi Ilmiah adalah Menjalin komunikasi
profesi dengan peserta pertemuan ilmiah dengan nilai 90. Selanjutnya
Permasalahan Knowledge Sharing Melalui Pertemuan/ Rapat Rutin adalah Aktif
mengikuti pertemuan/ rapat rutin bidang kepustakawanan dengan nilai 91. Di sisi
lain bahwa masih ada anggapan diantara staf bahwa ada kebanggaan jika mampu
memecahkan masalah tanpa meminta bantuan dan nasehat orang lain. Tentunya
hal ini menjadi salah satu penghambat terjadinya budaya knowledge sharing di
suatu organisasi.
Untuk mengatasi kendala-kendala dalam knowledge sharing tersebut,
maka ada beberapa alternatif implementatif yang bisa dilakukan dalam rangka
untuk meningkatkan efektifitas keprofesionalan pustakawan, yaitu melalui :
- Pertemuan/ diskusi/ seminar ilmiah
- Pertemuan/rapat rutin
- Melalui media sosial elektronik

17

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Aliyyul. Kompetensi dan Peran Perpustakaan Perguruan Tinggi. Diunduh
dari
http://aliyyulakbar.blogspot.com/2013/02/kompetisi-dan-peranperpustakaan.html tanggal 10/12/13
Anna, Nove E. Variant. (2011). Peran pemimpin dalam menciptakan knowledge
sharing di organisasi,dalam Jurnal PALIMPSEST Tahun II, Nomor 2,
Desember 2010-Mei 2011.
Aulawi, Hilmi, et al. 2009. Hubungan Knowledge Sharing Behaviour Dan
Individual Innovation Capability.Jurnal Teknik Industri, Vol.11, No.2,
Desember 2009, pp 174-187, ISSN 1411-2485
Davenport, T. H. & Prusak, L. (1998). Working Knowledge: How Organizations
Manage What They Know. Boston : Harvard Business School Press.
Fatwan,Setyo & Denni, Alex (2009). Indonesian MAKE Study & Lesson Learned
from the Winners. Jakarta : Gramedia.
Filos, Erastos (2008). Smart Organization in The Digital Age. In Jennex, Murray
E. (Ed). Knowledge Management : Concept, Methodologies, Tools, and
Application. (vol. 1, pp.48-72). Hershey : Information Science Reference.
Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
Jennex, Murray E, ed. (2008) Knowledge Management : Concept, Methodologies,
Tools, and Application. (vol.1. pp.xxxiv-xxxvii). Hershey : Information
Science Reference.
Kikoski, C., and Kikoski, JF. (2004). The enquiring organization: tacit
knowledge, conversation, and knowledge creation: skill for 21th century
organizations. Westport, CT: Praeger
Lee, Hwa Wei (2005). Knowledge Management and The Role of Libraries. 3rd
China-US Library Conference. Shanghai,Cina.
Matzler, K., Renzl, B., Julia M, Herting, S., Mooradian, T.A., 2008, “Personality
Traits and Knowledge Sharing”, Journal of Economic Psychology Vol. 29
pp.301–313
Nasihuddin, Wahid. Menumbuhkan Kompetensi dan Profesionalisme
Pustakawan:
Sebuah Catatan.
Diakses
dari
http://agafur903.blogspot.com/2013_02_01_archive.html, pada tanggal
10/12/2013.
Nazim, Mohammad and Mukherjee, Bhaskar. (2012). Managing And Sharing
Knowledge In Academic Libraries, in Journal of Knowledge Management
Practice, Vol. 13, No. 2, June 2012. Banaras Hindu University, Varanasi,
India. diunduh dari http://www.tlainc.com/articl305.htm pada t