PENDAHULUAN RASIONALITAS TERAPI ANTIBIOTIK UNTUK TERAPI DIARE PADA PASIEN DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014.

(1)

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke tahun. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2000 IR (Insidensi Ratio) penyakit diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk, kejadian luar biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR (Case Fatality Rate) yang masih tinggi.

Case Fatality Rate / angka kefatalan kasus adalah perbandingan antara jumlah kematian terhadap penyakit tertentu yang terjadi dalam 1 tahun dengan jumlah penduduk yang menderita penyakit tersebut pada tahun yang sama. Di Indonesia KLB diare masih sering terjadi dengan jumlah penderita dan kematan yang banyak. Rendahnya cakupan higiene sanitasi dan perilaku yang rendah sering menjadi faktor risiko terjadinya KLB. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74%) (Kemenkes, 2011a).

Penanganan diare rawat inap terjadi apabila sebelumnya dengan swamedikasi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kesembuhan. Kebanyakan pasien dengan diare akut mengalami gejala ringan sampai berat, dengan ada/ tidaknya dehidrasi sedang hingga berat, disertai demam tinggi, dan terdapat darah atau lendir dalam tinja, penyakit ini biasanya sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu 3–7 hari. Biasanya pasien hanya rawat jalan dengan diberi rehidrasi oral, dengan mengobati simptomatiknya. Dalam kondisi yang buruk, pemulihan


(2)

status kesehatan pasien adalah hasil yang paling penting. Pasien diare yang disertai demam, dehidrasi, BAB (Buang air besar) disertai darah, atau hipotensi memerlukan rawat inap, untuk mendapatkan terapi fluida intravena dan elektrolit, dan terapi antibiotik empiris sambil menunggu hasil kultur dan sensitivitas. Pasien biasanya dapat sembuh dalam beberapa hari, apabila menajemen pengobatannya tepat waktu (Dipiro et al., 2005).

Dari data yang telah diambil, dapat dikatakan bahwa bahaya utama diare akut adalah kematian karena tubuh banyak kehilangan air dan garam terlarut (dehidrasi). Salah satu terapi yang digunakan adalah antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional sering kali menjadi masalah pada pelayanan kesehatan. Diare merupakan penyakit yang perlu mendapatkan perhatian khusus, dengan demikian peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui rasionalitas penggunaan terapi diare dan antibiotik pada pasien dewasa usia (20-65 tahun) di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014.

Penelitian dilakukan pada subjek pasien dewasa yang mendapatkan terapi antibiotik. Dipilih pasien dewasa karena pada orang dewasa lebih banyak melakukan aktivitas diluar akibatnya daya tahan tubuh cepat turun sehingga mudah terkena diare yang biasanya dipengaruhi juga oleh faktor personal higienis, dan lingkungannya.

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit pendidikan dan salah satu rumah sakit terbesar di Surakarta. Berdasarkan rekapitulasi rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014 kasus diare menempati peringkat 10 besar.

Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan secara rasional. Secara umum terapi rasional adalah terapi yang meliputi: 1) tepat indikasi, 2) tepat dosis (meliputi frekuensi dan durasi pemberian obat), 3) tepat obat. (Kemenkes, 2011b).


(3)

B.Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah dapat diperoleh rumusan masalah yaitu “bagaimana rasionalitas terapi antibiotik pada pasien dewasa yang menderita diare dibandingkan dengan standar Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th

tahun 2009, WGO 2012, dan Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition

volume 59, No 1, juli 2014 di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014?”.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotikterapi pasien yang menderita diare dibandingkan dengan standar

Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th tahun 2009, WGO 2012, dan

Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition volume 59, No 1, juli 2014 di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014 yang meliputi: tepat obat (antibiotik), tepat dosis (besaran dosis, frekuensi dan durasi pemberian obat).

D.Tinjauan Pustaka 1. Diare

a. Pengertian

Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selama dan frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair dan biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009).

b. Klasifikasi

Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada : 1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. 2) Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.

3) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. 4) Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).


(4)

Klasifikasi lain diare berdasarkan organ yang terkena infeksi :

1) Diare infeksi enteral atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus, parasit). 2) Diare infeksi parenteral atau diare infeksi di luar usus (otitis media, infeksi

saluran pernafasan, infeksi saluran urin dan lainnya) (Inayah, 2006).

c. Penyebab Diare

Diare dapat disebabkan oleh hal-hal berikut : 1) Bakteri

Escherichia coli dan Shigella merupakan contoh bakteri yang sering menjadi penyebab diare pada anak-anak. Sedangkan Campylobacter adalah bakteri penyebab diare pada orang dewasa. Infeksi biasanya disebabkan karena tempat tinggal yang berdekatan dengan kandang hewan (sapi), terjadi penularan penyakit diare akut berdarah, dan banyaknya unggas di sekitar. Selain dari ketiga bakteri di atas ada juga bakteri penyebab diare yaitu Vibrio cholerae dan

Salmonella. Gejala yang terjadi biasanya seperti tinja berair dan berlendir, muntah, dan dehidrasi(Hauora, 2012).

2) Racun

Racun penyebab diare adalah racun yang dihasilkan oleh Bacillus cereus,

Staphylococci, dan Clostridium botulinum (Hauora, 2012). 3) Bahan kimia (aluminium, zink, besi) (Hauora, 2012). 4) Parasit

Parasit yang menyebabkan diare seperti Giardia intestinali,

Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica, dan Cyclospora cayetanensis. Parasit-parasit ini biasanya menyerang pada anak-anak (WGO, 2012).

5) Virus

Virus merupakan penyebab utama terjadinya diare akut yang biasanya terjadi pada musim-musim tertentu. Rotavirus merupakan virus penyebab diare dengan dehidrasi (WGO, 2012).


(5)

d. Gejala Diare

Tanda dan gejala diare yaitu adanya darah, lendir, atau bau tidak enak pada kotoran, frekuensi BAB meningkat tiba-tiba. Sedangkan tanda bahaya diare yang harus diwaspadai yaitu nyeri perut terus menerus >6 jam atau lebih, muntah berulang >12 jam, menolak minum, mata cekung, tidak buang air kecil > 6 jam, menangis tanpa air mata, popok tidak basah selama 8 jam (pada bayi), ubun-ubun cekung, mulut kering, kulit kering dan demam. Diare yang terus berkelanjutan akan menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu keadaan dimana tubuh kekurangan cairan yang dapat berakibat kematian terutama pada anak/bayi bila tidak segera diatasi. Hal ini disebabkan karena banyak cairan tubuh yang dikeluarkan pada saat diare (BPOM RI, 2008).

Bila seseorang telah banyak kehilangan air dan elektrolit, maka terjadilah dehidrasi, berat badan menurun, turgor kulit berkurang, dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), turgor kulit berkurang, selaput lendir pada bibir, mulut serta kulit tampak terlihat kering dan bisa juga terjadi kram abdomen (Suraatmaja, 2007).

e. Penatalaksanaan Diare

Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare pada anak maupun pada dewasa baik yang rawat inap maupun yang rawat jalan, yaitu:

1) Pemberian cairan atau rehidrasi

Pada pasien diare yang harus diperhatikan adalah terjadinya kekurangan cairan atau dehidrasi. Untuk mengatasi diare maka diberikan Oralit untuk mencegah kekurangan cairan tubuh bukan untuk menghentikan diare dengan aturan pemakaiannya sesuai dengan kondisi pasien misalnya diare tanpa dehidrasi dibanding diare dengan dehidrasi akan berbeda aturan pemakaiannya. Adsorben atau obat pembentuk massa (norit / karbo adsorben) diberikan untuk mengurangi frekuensi buang air besar, memadatkan tinja dan pemakaiannya tetap dikombinasikan dengan oralit; diberikan zink dengan dosis 125 mg (1-3 kali sehari) selama 10 hari berturut-turut (Depkes RI, 2006).


(6)

2) Pemberian Zink

Zink diberikan untuk mengurangi lama dan beratnya diare. Penggunaan zink ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki evidence based

yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zink pada pasien diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang akan mempercepat pembersihan patogen dari usus (Juffrie, 2011).

Menurut Depkes (2008) dan penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa zink mempunyai efek protektif terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak 11% dan menurut hasil studi menunjukkan bahwa zink mempunyai tingkat keberhasilan terapi sebesar 67%. Untuk anak diberikan zink dengan dosis 20 mg selama 10 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zink diberikan dengan dosis 10 mg, tablet zink dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak yang lebih besar, zink dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

3) Pengobatan dietetik dan pemberian ASI

Pengobatan dietetik adalah dengan pemberian makanan dan minuman khusus kepada penderita diare dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhatikan adalah untuk anak dibawah satu tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan yang diberikan adalah memberikan ASI dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh misalnya LLM (Low lactose milk), makanan setengah padat (bubur, makanan padat nasi tim). Memberikan bahan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.(Juffrie, 2011).

4) Pengobatan kausal

Pengobatan yang cepat dan tepat untuk kausa diare diberikan setelah diketahui patogen penyebabnya secara pasti. Seharusnya Antibiotik baru boleh diberikan kalau pada saat pemeriksaan ditemukan bakteri patogen. Karena proses pemeriksaan untuk menemukan bakteri ini kadang-kadang ada kesulitan atau


(7)

pemeriksaan hasil datang terlambat, antibiotik dapat diberikan dengan pertimbangan melihat umur penderita, perjalanan penyakit, dan sebagainya.

5) Pengobatan simtomatik

Pemberian obat anti diare bertujuan untuk menghentikan diare secara cepat seperti antispasmodik.

2. Antibiotik

Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan jamur (Sutedjo, 2008), yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman dan dalam kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme (Tjay dan Rahardja, 2007).

Dilihat dari luas aktivitasnya, antibiotik dikategorikan menjadi dua kelompok:

a. Antibiotik narrow-spectrum (aktivitas sempit)

Obat-obat ini hanya aktif terhadap bakteri tertentu saja, seperti Penisilin-G dan Penisilin-V, eritromisin, klindamisin, kanamisin, dan asam fusidat. Antibiotik tersebut hanya bekerja terhadap bakteri Gram positif. Sedangkan streptomisin, gentamisin, polimiksin-B, dan asam nalidiksat khusus aktif terhadap bakteri Gram negatif (Tjay dan Rahardja, 2007).

b. Antibiotik broad-spectrum (aktivitas luas)

Antibiotik ini lebih banyak bekerja terhadap bakteri Gram positif dan bakteri gram negatif, seperti sulfonamida, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin (Tjay dan Rahardja, 2007).

Secara garis besar antimikroba dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1) Bakterisid

Bakterisid bersifat membunuh kuman penyakit. Contoh antibiotik yang termasuk dalam golongan ini yaitu penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid dan lain-lain (Utami, 2012).

2) Bakteriostatik

Bakteriostatik sifatnya menghambat pertumbuhan kuman penyakit. Penggunaan antibiotik golongan ini yaitu sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol,


(8)

trimetoprim, eritromisin, linkomisin, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dan lain-lain (Utami, 2012).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase), basitrasin, dan vankomisin.

b. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, seperti aminoglikosida, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritomisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.

c. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya trimetoprim dan sulfonamid.

d. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon dan nutrofurantoin (Kemenkes RI, 2011c).

Prinsip terapi penggunaan antibiotik dibagi menjadi dua, yaitu: a. Terapi empiris

Terapi empiris biasanya digunakan pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Tujuannya adalah untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi sebelum diketahui hasil pemeriksaan laboratoriumnya (Kemenkes RI, 2011c).

b. Terapi definitif

Terapi definitif digunakan pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebabnya. Tujuannya untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri berdasarkan pemeriksaan laboratoriumnya (Kemenkes RI, 2011c).

3. Penggunaan Antibiotik pada Diare

Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik diindikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi, lingkungan, persisten atau penyelamatan


(9)

jiwa untuk yang menderita diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien

immunocompromised. Pemberian terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Zein, 2004).

Penggunaan antibiotik banyak digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Ditemukan 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat kepada pasien yang sebenarnya tidak membutuhkan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang cukup sering menyebabkan resistensi bakteri (Kemenkes RI, 2011). Resistensi bakteri dapat disebabkan karena penggunaan antibiotik yang tidak sesuai, dosis yang tidak tepat, atau penyalahgunaan antibiotik (Kemenkes RI, 2011).

Pada orang dewasa, manfaat klinis dari pengobatan harus pertimbangkan terhadap biaya, resiko terhadap efek samping, penggunaan antibiotik perlu dipertimbangkan karena seringkali dapat merusak flora baik di usus, dan peningkatan resistensi antimikroba. Anti mikroba dianggap sebagai obat pilihan untuk pengobatan diare secara empiris dan secara sekretori yang diperoleh ketika patogen sudah diketahui (WGO, 2008).

Terapi antibiotik yang tepat memperpendek durasi penyakit dan mengurangi morbiditas di beberapa bakteri (kolera, enterotoksigenik E. coli, shigellosis, kampilobakteriosis, yersiniosis) infeksi dan dapat menyelamatkan nyawa dalam serangan infeksi (C. difficile, salmonellosis). Pengobatan antibiotik juga mengurangi durasi dan penumpahan organisme pada infeksi dengan spesies

Shigella rentan dan kemungkinan infeksi dengan spesies Campylobacter rentan. Tabel 1. Antibiotik yang digunakan untuk mengobati diare karena infeksi

Patogen Obat Pilihan Pertama Obat Alternatif

Enteroxigenic (seperti: Cholera) Diare Vibrio cholera

O1 atau O139

Doxycline 300 mg p.o 1x sehari, tetracycline 500 mg p.o 4 jam sekali selama 3 hari, atau trimethoprim-sulfamethoxazole DS (double strenght) tablet 2x sehari selama 3 hari, norfloxacin 400 mg p.o 2x sehari selama 3 hari, atau ciprofloxacin 500 mg p.0 2x sehari selama 3 hari atau 1 g p.o 1x sehari

Cloramphenicol 50 mg/kg i.v setiap 6 jam sekali, erythromycin 250-500 mg p.o setiap 6-8 jam dan furazolidone

Enteroxigenic E. Coli

Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg 2 x sehari selama 3 hari

Trimethoprim-sulfametoxazole DS (double strenght) methoxazole tablet setiap 12 jam

Clostridium difficile

Metronidazole 250 mg 4x sehari dan 500 mg 3x sehari selama 10 hari

Vancomycin 125 mg p.o 4x sehari selama 10 hari, bacitracin


(10)

20.000-Patogen Obat Pilihan Pertama Obat Alternatif

25.000 unit untuk 4x sehari selama 7-10 hari

Invasive (seperti: Disentri) Diare Shigella Trimethoprim-sulfametoxazole DS (double

strenght) 2x sehari selama 3-5 hari

Ofloxacin 300 mg, norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg 2x sehari selama 3 hari, atau nalidixic acid 1 g/hari selama 5 hari; azithromycin 500 mg p.o 1x sehari, kemudian 250 mg p.o 1x sehari selama 4 hari.

Salmonella

1.Nontyphoidal Trimethoprim-sulfametoxazole DS (double strenght) 2x, ofloxacin

300mg, norfloxacin 400 mg, or ciprofloxacin 500 mg 2x sehari

selama 5 hari; atau ceftriaxone 2 g i.v sehari atau cefotaxime 2 g

i.v 3x sehari selama 5 hari.

Azithromycin 1000 mg p.o 1x sehari, dilanjutkan dengan 500 mg oral 1x sehari selama 6 hari

2.Enteric fever Ciprofloxacin 500 mg p.o 2x sehari selama 3-14 hari (ofloxacin

dan pefloxacin efektifitasnya sama)

Azithromycin 1000 mg p.o 1x sehari, dilanjutkan dengan 500 mg 1x sehari selama 5 hari, atau cefixime, cefotaxime, dan Cefuroxime; atau chloramphenicol 500 mg 4x sehari p.o atau i.v selama 14 hari

3.Campylobacter Erythromycin 500 mg oral 2x sehari selama 5 hari; azithromycin

1000 mg p.o 1x sehari dilanjutkan dengan 500 mg/hari atau clarithromycin 500 mg p.o 2x sehari

Ciprofloxacin 500 mg atau norfloxacin

400 mg/hari 2x sehari selama 5 hari

4.Yersinia Terapi kombinasi dengan doxycycline, aminoglycosides, trimethoprim-sulfomethoxazole, atau floroquinolone Treveller Diare Prophylaxis Treatment

Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg p.o/hari (di Asia,

Afrika, dan Amerika Selatan) trimethoprim-sulfamethoxazole

DS (double strenght) tablet p.o 1x sehari (Mexico)

Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg p.o 2x sehari

selama 3 hari atau trimethoprim-sulfamethoxazole DS (double

strenght) tablet oral 2x sehari selama 3 hari (Mexico) atau

azithromicin 500 mg oral 1x sehari selama 3 hari (hanya untuk

area yang memiliki pravalensi tinggi terhadap resisten

quinolone-campylobacter, seperti di Thailand)

Rifaximin 200 mg 1 -3 x sehari, selama 2 minggu

Rifaximin 200 mg 3 x sehari atau 400 mg 2 x sehari selama 3 hari


(11)

Menurut WGO 2012, pedoman pemilihan antibiotik untuk pengobatan penyebab spesifik dari diare.

Tabel 2. Pedoman pemilihan antibiotik menurut WGO Penyebab Antibiotik pilihan utama

Alternatif (s)

Cholera Doxycycline Dewasa: 300 mg sekali

Anak: 2 mg/kg (tidak disarankan) Azythromycin

Dewasa : 1 g dosis tunggal, 1 x sehari Anak: 20 mg/kg dosis tunggal Ciprofloxacin

Dewasa: 500 mg 2xsehari selama 3 hari atau 2 g dosis tunggal 1 x sehari Anak(usia > 18 tahun): 15 mg/kg 2 xsehari selama 3 hari

Shigellosis* Ciprofloxacin

Dewasa: 500 mg 2xsehari selama 3 hari Anak: 15 mg/kg setiap 12 jam selama 3 hari Pivmecillinam

Dewasa: 400 mg 4x sehari selama 5 hari Anak: 20 mg/kg 4xsehari selama 5 hari Ceftriaxon

Dewasa: 2-4 g 1 x sehari (dosis sehari) selama 2-5 hari Anak: 50-100 mg/kg 1 x sehari i.m selama 2-5 hari Amebiasis-invasive

intestinal

Metronidazole

Dewasa: 750 mg 3x sehari

Anak: 10 mg/kg 3xsehari selama 5 hari * 10 hari untuk kasus berat

Giardia Metronidazole

Dewasa: 250 mg 3x sehari selama 5 hari Anak: 5 mg/kg 3xsehari selama 5 hari Tinidazole

Dapat juga diberikan dalam dosis tunggal 50 mg/kg – 2 g p.o Omidazole

Dapat digunakan sesuai dengan rekomendasi pabrikan, dosis tunggal 2 g. Secnidazole

Untuk dewasa (Tidak disediakan di USA) Campylobacter Azythromycin

Dewasa : 1 g dosis tunggal, 1 x sehari Anak: 20 mg/kg dosis tunggal Fluoroquinolon seperti ciprofloxacin Dewasa: 500 mg 1 x sehari selama 3 hari

(WGO, 2012) Tabel 3. Terapi Antibiotik Untuk Bakteri Gastroenteritis

Patogen Indikasi Untuk Terapi

Antibiotik

Obat Pilihan* Obat Alternatif

Shigella spp Terbukti atau diduga shiggellosis

Oral:

Azithromycin (12 mg/kg sehari, dilanjutkan dengan 6 mg/kg selama 4

Cefixime (8 mg/kg/hari); ciprofloxacin PO (20-30 mg.kg/hari). Untuk strain rentan diketahui: TMP/SMX§ (8 mg/kg/hari


(12)

Patogen Indikasi Untuk Terapi Antibiotik

Obat Pilihan* Obat Alternatif

hari); parenteral, IV, IM: ceftriaxone (50 mg/kg selama 2-5 hari)

dari TMP) atau ampicillin (100 mg/kg/hari) atau asam nalidiksat (55 mg/kg/hari)

Salmonella spp (Nontyphoidal)

Terapi antibiotik

diindikasikan hanya untuk anak-anak∞ berisiko tinggi untuk mengurangi risiko bakteremia dan infeksi fokal ekstraintestinal

ceftriaxone (50-100 mg/kg selama 2-5 hari)

Azithromycin (10 mg/kg sehari); ciprofloxacin‡PO (20-30 mg.kg/hari); Untuk strain rentan diketahui: TMP/SMX∞ (8 mg/kg/hari dari TMP)

Campylobacter spp Terapi antibiotik yang direkomendasikan utamanya untuk gastroenteritis disentri Campylobacter dan penggunaan paling efektif dimulai dalam waktu 3 hari setelah onset penyakit

Azithromycin (10 mg/kg sehari selama 3 hari atau dosis tunggal 30 mg/kg)

Doxycycline (>8 tahun) atau ciprofloxacin (>17 tahun ketika rentan)

Shiga toxin-producing

Escherichia coli

Terapi antibiotik tidak direkomendasikan

- - Enterotocigenic;

Escherichia coli

Terapi antibiotik yang direkomendasikan terutama untuk traveller diare

Azithromycin (10 mg/kg sehari selama 3 hari)

Cefixime (8 mg/kg/hari); TMP/SMX∞ (8 mg/kg/hari dari TMP); ciprofloxacin∞ PO (20-30 mg.kg/hari); rifaximin (>12 tahun, 600 mg/hari selama 3 hari)

Vibrio Cholerae Terapi antibiotik dianjurkan untuk konfirmasi atau dugaan terhadap kasus dilihat dari riwayat perjalanan penyakit

Azithromycin (10 mg/kg sehari selama 3 hari atau dosis tunggal 20 mg/kg)

Doxycycline (>8 tahun) atau ciprofloxacin (>17 tahun), atau TMP/SMX (ketika rentan)

Clostridium difficile Terapi antibiotik dianjurkan untuk kasus sedang dan berat

Metronidazole (30 mg/kg/hari selama 10 hari)

Vancomycin PO (40 mg/kg/hari) Catatan:

PO= per os

*Tergantung pada kerentanan profile lokal antibiotik yang harus dipantau . §TMP/SMX, trimethoprim-sulfamethoxazole

‡Ciprofloxacin biasanya tidak direkomendasikan untuk kelompok usia pediatrik, tapi dapat digunakan untuk anak-anak usia >17 tahun ketika obat alternatif tidak layak.

∞Lihat teks

(Guarino et al, 2014)

4. Rasionalitas Pengobatan

Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Tepat diagnosis

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan


(13)

terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

b. Tepat indikasi penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.

c. Tepat pemilihan obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.

d. Tepat dosis

Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.

e. Tepat cara pemberian

Sebagai contoh, obat antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan kompleks, sehingga menjadi sulit diabsorpsi dan menurunkan efektivitasnya. f. Tepat interval waktu pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.

g. Tepat lama pemberian

Sebagai contoh, untuk tuberkulosis dan kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.


(14)

h. Waspada terhadap efek samping : pemberian obat potensial menimbulkan efeksamping, yaitu efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, misalnya, muka menjadi merah setelah pemberian atropinbukan karena alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.

i. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu yang terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsenyang menerapkan CPOB (Cara pembuatan obat yang baik) dan dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah menerapkan CPOB. j. Tepat informasi

Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi. Sebagai contoh : peresepan antibiotik harus disertai informasi bahwa obat tersebut harus diminum sampai habis selama satu kurun waktu pengobatan (course of treatment), meskipun gejala-gejala klinik sudah mereda atau hilang sama sekali. Interval waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali sehari berarti tiap 6 jam. Untuk antibiotik hal ini sangat penting, agar kadar obat dalam darah berada diatas kadar minimal yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit.

k. Tepat tindak lanjut (follow-up)

Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping (side effect).

l. Tepat penyerahan obat (dispensing)

Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai kosumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang telah dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan pada


(15)

pasien. Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana seharusnya. Dalam menyerahkan obat petugas juga memberikan informasi yang tepat kepada pasien.

m. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan, ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut :

1) Jenis dan atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak. 2) Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering.

3) Jenis sediaan obat terlalu beragam.

4) Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi.

5) Pasien tidak mendapatkan informasi atau penjelasan yang cukup mengenai cara minum atau cara menggunakan obat.

6) Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampicin) tanpa diberikan penjelasan terlebih dahulu (Kemenkes, 2011b).


(1)

Patogen Obat Pilihan Pertama Obat Alternatif

25.000 unit untuk 4x sehari selama 7-10 hari

Invasive (seperti: Disentri) Diare

Shigella Trimethoprim-sulfametoxazole DS (double strenght) 2x sehari

selama 3-5 hari

Ofloxacin 300 mg, norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg 2x sehari selama 3 hari, atau nalidixic acid 1 g/hari selama 5 hari; azithromycin 500 mg p.o 1x sehari, kemudian 250 mg p.o 1x sehari selama 4 hari. Salmonella

1.Nontyphoidal Trimethoprim-sulfametoxazole DS (double strenght) 2x, ofloxacin

300mg, norfloxacin 400 mg, or ciprofloxacin 500 mg 2x sehari

selama 5 hari; atau ceftriaxone 2 g i.v sehari atau cefotaxime 2 g

i.v 3x sehari selama 5 hari.

Azithromycin 1000 mg p.o 1x sehari, dilanjutkan dengan 500 mg oral 1x sehari selama 6 hari

2.Enteric fever Ciprofloxacin 500 mg p.o 2x sehari selama 3-14 hari (ofloxacin

dan pefloxacin efektifitasnya sama)

Azithromycin 1000 mg p.o 1x sehari, dilanjutkan dengan 500 mg 1x sehari selama 5 hari, atau cefixime, cefotaxime, dan Cefuroxime; atau chloramphenicol 500 mg 4x sehari p.o atau i.v selama 14 hari 3.Campylobacter Erythromycin 500 mg oral 2x sehari selama 5

hari; azithromycin

1000 mg p.o 1x sehari dilanjutkan dengan 500 mg/hari atau clarithromycin 500 mg p.o 2x sehari

Ciprofloxacin 500 mg atau norfloxacin

400 mg/hari 2x sehari selama 5 hari

4.Yersinia Terapi kombinasi dengan doxycycline, aminoglycosides,

trimethoprim-sulfomethoxazole, atau floroquinolone

Treveller Diare Prophylaxis

Treatment

Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg p.o/hari (di Asia,

Afrika, dan Amerika Selatan) trimethoprim-sulfamethoxazole

DS (double strenght) tablet p.o 1x sehari (Mexico)

Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg p.o 2x sehari

selama 3 hari atau trimethoprim-sulfamethoxazole DS (double

strenght) tablet oral 2x sehari selama 3 hari (Mexico) atau

azithromicin 500 mg oral 1x sehari selama 3 hari (hanya untuk

area yang memiliki pravalensi tinggi terhadap resisten

quinolone-campylobacter, seperti di Thailand)

Rifaximin 200 mg 1 -3 x sehari, selama 2 minggu

Rifaximin 200 mg 3 x sehari atau 400 mg 2 x sehari selama 3 hari


(2)

Menurut WGO 2012, pedoman pemilihan antibiotik untuk pengobatan penyebab spesifik dari diare.

Tabel 2. Pedoman pemilihan antibiotik menurut WGO Penyebab Antibiotik pilihan utama

Alternatif (s)

Cholera Doxycycline Dewasa: 300 mg sekali

Anak: 2 mg/kg (tidak disarankan) Azythromycin

Dewasa : 1 g dosis tunggal, 1 x sehari Anak: 20 mg/kg dosis tunggal Ciprofloxacin

Dewasa: 500 mg 2xsehari selama 3 hari atau 2 g dosis tunggal 1 x sehari Anak(usia > 18 tahun): 15 mg/kg 2 xsehari selama 3 hari

Shigellosis* Ciprofloxacin

Dewasa: 500 mg 2xsehari selama 3 hari Anak: 15 mg/kg setiap 12 jam selama 3 hari Pivmecillinam

Dewasa: 400 mg 4x sehari selama 5 hari Anak: 20 mg/kg 4xsehari selama 5 hari Ceftriaxon

Dewasa: 2-4 g 1 x sehari (dosis sehari) selama 2-5 hari Anak: 50-100 mg/kg 1 x sehari i.m selama 2-5 hari Amebiasis-invasive

intestinal

Metronidazole

Dewasa: 750 mg 3x sehari

Anak: 10 mg/kg 3xsehari selama 5 hari * 10 hari untuk kasus berat

Giardia Metronidazole

Dewasa: 250 mg 3x sehari selama 5 hari Anak: 5 mg/kg 3xsehari selama 5 hari Tinidazole

Dapat juga diberikan dalam dosis tunggal 50 mg/kg – 2 g p.o Omidazole

Dapat digunakan sesuai dengan rekomendasi pabrikan, dosis tunggal 2 g. Secnidazole

Untuk dewasa (Tidak disediakan di USA) Campylobacter Azythromycin

Dewasa : 1 g dosis tunggal, 1 x sehari Anak: 20 mg/kg dosis tunggal Fluoroquinolon seperti ciprofloxacin Dewasa: 500 mg 1 x sehari selama 3 hari

(WGO, 2012) Tabel 3. Terapi Antibiotik Untuk Bakteri Gastroenteritis

Patogen Indikasi Untuk Terapi Antibiotik

Obat Pilihan* Obat Alternatif

Shigella spp Terbukti atau diduga

shiggellosis

Oral:

Azithromycin (12 mg/kg sehari, dilanjutkan dengan 6 mg/kg selama 4

Cefixime (8 mg/kg/hari); ciprofloxacin PO (20-30 mg.kg/hari). Untuk strain rentan diketahui: TMP/SMX§ (8 mg/kg/hari


(3)

Patogen Indikasi Untuk Terapi Antibiotik

Obat Pilihan* Obat Alternatif hari); parenteral,

IV, IM: ceftriaxone (50 mg/kg selama 2-5 hari)

dari TMP) atau ampicillin (100 mg/kg/hari) atau asam nalidiksat (55 mg/kg/hari) Salmonella spp

(Nontyphoidal)

Terapi antibiotik

diindikasikan hanya untuk anak-anak∞ berisiko tinggi untuk mengurangi risiko bakteremia dan infeksi fokal ekstraintestinal

ceftriaxone (50-100 mg/kg selama 2-5 hari)

Azithromycin (10 mg/kg sehari); ciprofloxacin‡PO (20-30 mg.kg/hari); Untuk strain rentan diketahui: TMP/SMX∞ (8 mg/kg/hari dari TMP)

Campylobacter spp Terapi antibiotik yang direkomendasikan utamanya untuk gastroenteritis disentri Campylobacter dan penggunaan paling efektif dimulai dalam waktu 3 hari setelah onset penyakit

Azithromycin (10 mg/kg sehari selama 3 hari atau dosis tunggal 30 mg/kg)

Doxycycline (>8 tahun) atau ciprofloxacin (>17 tahun ketika rentan)

Shiga toxin-producing Escherichia coli

Terapi antibiotik tidak direkomendasikan

- - Enterotocigenic;

Escherichia coli

Terapi antibiotik yang direkomendasikan terutama untuk traveller diare

Azithromycin (10 mg/kg sehari selama 3 hari)

Cefixime (8 mg/kg/hari); TMP/SMX∞ (8 mg/kg/hari dari TMP); ciprofloxacin∞ PO (20-30 mg.kg/hari); rifaximin (>12 tahun, 600 mg/hari selama 3 hari)

Vibrio Cholerae Terapi antibiotik dianjurkan

untuk konfirmasi atau dugaan terhadap kasus dilihat dari riwayat perjalanan penyakit

Azithromycin (10 mg/kg sehari selama 3 hari atau dosis tunggal 20 mg/kg)

Doxycycline (>8 tahun) atau ciprofloxacin (>17 tahun), atau TMP/SMX (ketika rentan)

Clostridium difficile Terapi antibiotik dianjurkan untuk kasus sedang dan berat

Metronidazole (30 mg/kg/hari selama 10 hari)

Vancomycin PO (40 mg/kg/hari)

Catatan: PO= per os

*Tergantung pada kerentanan profile lokal antibiotik yang harus dipantau . §TMP/SMX, trimethoprim-sulfamethoxazole

‡Ciprofloxacin biasanya tidak direkomendasikan untuk kelompok usia pediatrik, tapi dapat digunakan untuk anak-anak usia >17 tahun ketika obat alternatif tidak layak.

∞Lihat teks

(Guarino et al, 2014)

4. Rasionalitas Pengobatan

Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Tepat diagnosis

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan


(4)

terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

b. Tepat indikasi penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.

c. Tepat pemilihan obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.

d. Tepat dosis

Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.

e. Tepat cara pemberian

Sebagai contoh, obat antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan kompleks, sehingga menjadi sulit diabsorpsi dan menurunkan efektivitasnya. f. Tepat interval waktu pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.

g. Tepat lama pemberian

Sebagai contoh, untuk tuberkulosis dan kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.


(5)

h. Waspada terhadap efek samping : pemberian obat potensial menimbulkan efeksamping, yaitu efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, misalnya, muka menjadi merah setelah pemberian atropinbukan karena alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.

i. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu yang terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsenyang menerapkan CPOB (Cara pembuatan obat yang baik) dan dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah menerapkan CPOB. j. Tepat informasi

Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi. Sebagai contoh : peresepan antibiotik harus disertai informasi bahwa obat tersebut harus diminum sampai habis selama satu kurun waktu pengobatan (course of treatment), meskipun gejala-gejala klinik sudah mereda atau hilang sama sekali. Interval waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali sehari berarti tiap 6 jam. Untuk antibiotik hal ini sangat penting, agar kadar obat dalam darah berada diatas kadar minimal yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit.

k. Tepat tindak lanjut (follow-up)

Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping (side effect).

l. Tepat penyerahan obat (dispensing)

Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai kosumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang telah dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan pada


(6)

pasien. Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana seharusnya. Dalam menyerahkan obat petugas juga memberikan informasi yang tepat kepada pasien.

m. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan, ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut :

1) Jenis dan atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak. 2) Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering.

3) Jenis sediaan obat terlalu beragam.

4) Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi.

5) Pasien tidak mendapatkan informasi atau penjelasan yang cukup mengenai cara minum atau cara menggunakan obat.

6) Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampicin) tanpa diberikan penjelasan terlebih dahulu (Kemenkes, 2011b).


Dokumen yang terkait

EVALUASI KETEPATAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GAGAL GINJAL DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Ketepatan Terapi Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2014.

0 2 12

PENDAHULUAN Evaluasi Ketepatan Terapi Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2014.

0 3 10

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEWASA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Dewasa Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Pada Tahun 2014.

1 10 16

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEWASA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Dewasa Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Pada Tahun 2014.

0 3 11

PENDAHULUAN Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Dewasa Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Pada Tahun 2014.

0 4 7

RASIONALITAS TERAPI ANTIBIOTIK UNTUK TERAPI DIARE PADA PASIEN DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD RASIONALITAS TERAPI ANTIBIOTIK UNTUK TERAPI DIARE PADA PASIEN DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014.

1 9 14

RASIONALITAS TERAPI ANTIBIOTIK UNTUK TERAPI DIARE PADA PASIEN DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 RASIONALITAS TERAPI ANTIBIOTIK UNTUK TERAPI DIARE PADA PASIEN DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014.

0 2 11

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI - DESEMBER 2014.

0 1 14

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIARE ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014.

0 0 16

Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Diare Anak di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014 IMG 20150901 0001

0 1 1