PENDAHULUAN Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Dewasa Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Pada Tahun 2014.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tahun 2000, diperkirakan bahwa lebih dari 2.1600.000 angka kejadian
demam tifoid di seluruh dunia. Lebih dari 90% morbiditas dan mortilitas demam
tifoid terjadi di Asia (Ochiai et al., 2008). Insiden tertinggi demam tifoid dapat
ditemukan di Asia, khususnya wilayah selatan dan tenggara yang diperkirakan
100 kasus/100.000 populasi tiap tahun (Raffatellu et al,. 2008). Menurut data
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011) demam tifoid merupakan
penyakit nomer tiga tertinggi penyakit rawat inap di rumah sakit pada tahun 2010,
CFR demam tifoid pada tahun 2010 adalah 0,67%. Angka kematian demam tifoid
pada pasien usia dewasa (18-60) di Indonesia adalah 28,3% (Chen et al., 2007).
Penatalaksanaan terapi demam tifoid adalah dengan diberikan antibiotik dan
keberhasilan terapi demam tifoid tergantung pada ketepatan penggunaan
antibiotik. Antibiotik untuk demam tifoid yang ideal harus tersedia dalam bentuk
oral dan intravena untuk orang dewasa dan anak-anak, dapat menurunkan suhu
tubuh hingga normal dan perbaikan klinis dalam 3-7 hari, hasil negatif pada kultur
darah dan feses selama dan setelah pengobatan, mencegah kekambuhan setelah
pengobatan dilakukan, dan meminimalkan efek samping yang ditimbulkan.
Kloramfenikol dipilih sebagai obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid sejak
tahun 1948, namun prevalensi resistensi terhadap kloramfenikol pada tahun 20022004 di Asia Selatan 23% dan lebih dari 80% di Vietnam dan Indonesia (Butler,

2011).
Studi yang dilakukan pada tahun 2010 di lima negara di Asia (Cina, India,
Indonesia, Pakistan, dan Vietnam) yang merupakan endemik demam tifoid
melaporkan prevalensi multidrug-resistant typhoid fever mulai dari 7% hingga
65% (Zaki dan Karande, 2011). Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat
menyebabkan resiko terjadi kekebalan bakteri dan meningkatkan biaya
pengobatan di rumah sakit. Hal ini mengakibatkan semakin banyak ditemukan
pasien penderita demam tifoid yang diberi antibiotik pilihan namun tidak juga

1

2

sembuh dikarenakan bakteri penyebab demam tifoid mengalami resistensi
terhadap antibiotik tersebut (Leeser dan Samuel, 2001).
Penelitian tentang kajian rasionalitas penggunaan antibiotik pada kasus
demam tifoid di di RS PKU Muhammadiyah Surakarta tahun 2010 dengan 74
kasus, tepat indikasi (100%), tepat obat (86,49%), tepat dosis (39,19%), dan tepat
pasien (94,59%) (Fitriyah, 2011). Pada penelitian analisis penggunaan antibiotik
pada penderita demam tifoid rawat inap di RSUD Pambalah Batung dengan 109

kasus, dilaporkan bahwa 109 kasus (100%) tepat indikasi, 106 kasus (97,25%),
tepat obat, 93 kasus (85,32%) tepat pasien, dan 10 kasus (9,17%) tepat dosis
(Marhamah, 2013).
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
ketepatan penggunaan antibiotik meliputi tepat dosis, tepat obat, tepat pasien dan
tepat indikasi pada pengobatan demam tifoid di RSUD Dr. Moewardi. Penelitian
dilakukan di RSUD Dr. Moewardi karena pada tahun 2012 demam tifoid masuk
dalam 10 besar penyakit rawat inap.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dirumuskan suatu permasalahan sebagai
berikut;
1.

Bagaimana peresepan antibiotik untuk pasien dewasa demam tifoid di RSUD
Dr. Moewardi pada tahun 2014?

2.

Apakah penggunaan antibiotik untuk pasien dewasa demam tifoid di RSUD
Dr. Moewardi pada tahun 2014 sesuai dengan standar Depkes RI tahun 2006?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:

1.

Untuk melihat gambaran antibiotik yang digunakan untuk pasien dewasa
demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2014.

2.

Untuk mengetahui ketepatan penggunaan antibiotik meliputi tepat dosis, tepat
obat, tepat pasien, dan tepat indikasi pada pasien dewasa demam tifoid rawat
inap di RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2014 dibandingkan dengan standar
Depkes RI tahun 2006.

3

D. Tinjauan Pustaka
1.


Demam Tifoid

a.

Definisi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang menyerang usus halus

dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih yang disertai gangguan pada
saluran pencernaan. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi (Rampengan, 2007).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang menyerang usus halus yang
disebabkan karena bakteri Salmonella typhi yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui fasilitas sanitasi, makanan dan kebersihan yang belum memadai
(Mansjoer, 2001). Menurut Pegues (2013) demam tifoid merupakan penyakit
sistemik ditandai dengan demam dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi.
b. Etiologi
Etiologi penyakit demam tifoid adalah lingkungan, gaya hidup, dan bakteri
Salmonella typhi (Mansjoer, 2001). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
motil dan mempunyai flagella (Sudoyo, 2009).

c.

Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam

tubuh. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam banyak bakteri yang
mati. Beberapa bakteri yang hidup akan mencapai usus halus mengadakan
invaginasi ke jaringan limfoid usus halus. Salmonella typhi kemudian masuk
melalui folikel limpa ke saluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga
terjadi bakterimia. Bakterimia akan menyerang sistem retikulo endotelial (RES)
yaitu: hati, limpa, dan tulang. Bagian usus yang terserang umumnya bagian ileum
distal, tetapi kadang juga menyerang bagian lain usus halus dan kolon proksimal
(Muttaqin, 2011).
Masuknya bakteri ke dalam intestinal terjadi pada minggu pertama dengan
tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam
hari dan akan turun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini

4

disebut demam intermiten. Pada akhir minggu pertama infeksi terjadi nekrosis dan

tukak, tukak ini lebih besar terjadi di ileum daripada di kolon (Muttaqin, 2011).
d. Gejala dan Tanda
Secara garis besar gejala yang ditimbulkan serupa dengan penyakit infeksi
akut lainnya. Dalam minggu pertama timbul demam pada >75% kasus, nyeri
kepala, dan nyeri abdomen. Gejala paling mencolok pada demam tifoid adalah
demam dengan suhu tubuh 38,8-40,5°C. Gejala yang dirasakan pada saluran cerna
mencakup dispepsia, anoreksia, nyeri abdomen, mual, muntah, dan diare. Gejala
fisik lain yang ditemukan yaitu lidah yang kotor (pada bagian tengah, tepi dan
ujung) splenomegali, dan nyeri tekan abdomen (Pegues dan Samuel, 2013).
e.

Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan demam tifoid adalah sebagai berikut:
1) Optimalisasi pengobatan dan mempercepat penyembuhan
2) Observasi terhadap perjalanan penyakit
3) Minimalisasi komplikasi
4) Isolasi untuk menjamin pencegahan terhadap pencemaran dan kontaminasi
Secara garis besar ada tiga bagian penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
1) Tirah baring. Penderita demam tifoid perlu diisolasi, diobservasi dan dirawat

di rumah sakit. Dengan tujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
proses penyembuhan.
2) Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif). Penyembuhan demam
tifoid memerlukan diet yang sehat untuk memperbaiki gizi penderita. Diet
yang diberikan berupa bubur dengan tujuan menghindari komplikasi
perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Terapi penunjang diperlukan
untuk mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.
3) Pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik bertujuan untuk menghentikan
infeksi dan mencegah penyebaran bakteri. Antibiotik yang diberikan harus
mempertimbangkan hal berikut:
a)

Telah dikenal sensitif dan potensial untuk demam tifoid.

b) Mempunyai sifat farmakokinetik yang dapat berpenetrasi dengan baik ke
jaringan serta mempunyai afinitas yang tinggi menuju organ sasaran.

5

c)


Berspektrum sempit.

d) Cara pemberian yang mudah dan dapat ditoleransi dengan baik oleh
penderita termasuk anak dan wanita hamil.
e)

Efek samping yang minimal.

f)

Tidak mudah resisten dan efektif mencegah karier (Depkes RI, 2006).

2.

Antibiotik

a.

Antibiotik pada Demam Tifoid

Antibiotik untuk pengobatan demam tifoid sesuai dengan Pedoman

Pengendalian Demam Tifoid Depkes RI tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Antibiotik untuk terapi demam tiroid
Antibiotika
Dosis
Kloramfenikol
Dewasa: 4 x 500 mg (2 gr)
selama 14 hari
Anak:
50-100
mg/Kg
BB/hari Max 2 gr selama
10-14 hari Dibagi 4 dosis

Seftriakson

Dewasa: (2-4) gr/hari selama 35 hari
Anak: 80 mg/Kg BB/hari Dosis
tunggal selama 5 hari


Ampisilin & Amoksisilin

Dewasa: (3-4) gr/hari selama 14
hari
Anak: 100 mg/Kg BB/hari
selama 10 hari

TMP-SMX
(Kotrimoksasol)

Dewasa: 2 x (160-800 mg)
selama 2 minggu
Anak: TMP 6-10 mg/Kg
BB/hari atau SMX 30-50
mg/Kg/hari selama 10 hari
 Siprofloksasin: 2 x 500
mg selama 1 minggu
 Ofloksasin: 2 x (200-400)
mg selama 1 minggu

 Pefloksasin: 1 x 400 mg
selama 1 minggu
 Fleroksasin: 1 x 400 mg
selama 1 minggu
Anak: 15-20 mg/Kg BB/hari
dibagi 2 dosis selama 10 hari
Dewasa: 4 x 500 mg
Anak: 50 mg/Kg BB/hari
selama 5-7 hari bebas panas

Quinolone

Cefixime
Tiamfenikol

Kelebihan dan Keuntungan
Merupakan obat yang sering
digunakan dan telah lama
dikenal efektif untuk tifoid
Murah dan dapat diberi
peroral dan sensitivitas masih
tinggi. Pemberian PO/IV
Tidak diberikan bila leukosit

Dokumen yang terkait

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Demam Tifoid Anak Di Instalasi Rawat Inap Rsau Adi Soemarmo.

1 4 12

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEWASA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Dewasa Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Pada Tahun 2014.

1 10 16

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEWASA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Dewasa Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Pada Tahun 2014.

0 3 11

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2014.

1 28 17

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2014.

0 1 11

PENDAHULUAN Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2014.

0 4 7

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2011.

0 3 13

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS “X” Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2011.

5 16 17

KAJIAN DOSIS PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI Kajian Dosis Pada Pasien Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Di Surakarta Tahun 2011.

0 1 10

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD dr. R. SOETRASNO REMBANG TAHUN 2010.

0 1 17