PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ENAM GENOTIPE BAWANG MERAH YANG DIPERLAKUKAN DENGAN VARIASI PUPUK K DAN SAAT PANEN The Growth and Production of Six Shallot Genotypes Treated by Variation of K Fertilizer and Harvesting Time

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ENAM GENOTIPE BAWANG MERAH

YANG DIPERLAKUKAN DENGAN VARIASI PUPUK K DAN SAAT PANEN

  

The Growth and Production of Six Shallot Genotypes Treated by Variation of K

Fertilizer and Harvesting Time

Oleh:

  1

  2

  2 Ubad Badrudin , Sunarto , Ponendi Hidayat

  1 Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNIKAL

  2 Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNSOED ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis pupuk K dan saat panen enam genotipe bawang

merah yang tetap, sehingga diperoleh hasil maksimal. Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Pusat

Penelitian dan Pengembangan Kedelai (SRDC) Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, sejak bulan

Juni sampai September 2006. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (RPT)

dengan 3 kali ulangan. Petak utama adalah pepumukan K, K0: kontrol dan K1=150 kg KCl/ha, dan anak

petak berupa kombinasi antara genotipe bawang merah dan saat panen. Keenam genotip bawang merah

menunjukkan pertumbuhan dan hasil bervariasi, tetapi bukan disebabkan oleh variasi pemupukkan K. Hasil

umbi bervariasi ketika panen dilakukan pada saat yang berbeda. Umur panen 70 hst (U2) memberikan hasil

lebih baik daripada umur panen 60 hst (U1). Bobot kering askip tanaman per rumpun, dan diameter umbi

setiap genotip bawang merah ditentukan oleh saat panen. Galur K (V3) pada umur panen 70 hst (U2)

menunjukkan hasil yang paling tinggi. Jumlah umbi per rumun keenam genotip bawang merah ditentukan

oleh pemberian pupuk K dan saat panen. Jumlah umbi per rumun Galur K (V3) dan varietas Tiron (V6)

meningkat sejalan dengan pemberian pupuk K (K1) dan jika dipanen pada umur 70 hst (U2), sehingga

diameter umbinya menjadi kecil-kecil.

  Kata Kunci: bawang merah, genotipe, pupuk K, saat panen.

  ABSTRACT This research project aimed to find out the proper dose of K fertilizer and harvest time for shallot, so

as to gain their maximal yield. Its was carried out in Soybean Research and Development Center (SRDC)

field of Jenderal Soedirman University, Purwokerto, since June until September 2006. A three replication of

Split Plot Design arranged in Randomized Completely Block Design was employed. The main plot consisted

of K0: control and K1: 150 kg KCL per hectare, whilst sub plot was combination between six shallot

genotype and harvesting time. The growth and yield of six shallot varieties varies and its variation depended

on K fertilizer and harvesting time. K application (K0 and K1) was not affect all of observed variables. Bulb

yield varies when its harvest was done in different time. Harvesting time in 70 days after planting (U2)

resulted higher yield than those of 60 days after planting (U1). Askip dry weight of crop per clump and bulb

diameter of each variety depended on harvesting time. K line (V3) produced the highest yield when shallot

waa harvested in 70 days after planting (U2). The number of tuber per clump for all varieties was determined

by both K application and harvesting time. The number of tuber for K line (V3) and Tiron variety (V6)

increased when K fertilizer was applied and shallot was harvested in 70 days after planting (U2), and hence

the diameter of tuber decreased.

  Key words: shallot, genotype, K fertilizer, harvesting time.

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007 PENDAHULUAN

  Bawang merah merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting sebagai sumber penghasilan petani dan dikonsumsi orang setiap hari. Produktivitas bawang merah umumnya masih rendah sekitar 9,0 ton per hektar, sementara potensi hasil bawang merah sekitar 12-15 ton per hektar (Suwandi dan Rosliani, 2004). Hal ini disebabkan oleh penggunaan bibit yang tidak bermutu atau kurang tersedianya bibit bermutu pada waktu yang tepat (Ambarwati dan Yudono, 2003; Departemen Pertanian, 2000). Bibit yang digunakan berasal dari umbi untuk konsumsi yang dibiarkan sampai pecah dormansinya (Putrasamedja, 2000).

  Salah satu cara untuk mendapatkan bibit yang bermutu dan berkualitas adalah dengan cara memperbaiki mutu genetik benih, yaitu dengan mutasi (Supriyanto, 2004; Maryati dan Adrianty, 2001; Baswarsiati, 2003). Usaha tersebut ditujukan untuk mengubah struktur genetik, sehingga diharapkan ada beberapa genotipe yang mempunyai karakter potensi hasil yang tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit. Penggunaan varietas unggul harus didukung oleh pemberian pupuk yang cukup dan seimbang untuk memperoleh hasil yang optimal. Ketersediaan hara didalam tanah dalam keadaan cukup dan seimbang merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya tanaman termasuk bawang merah. Menurut Kartika et al., (1997) salah satu pupuk yang dapat meningkatkan produksi dan kualitas bawang merah adalah pupuk kalium (K).

  Unsur kalium merupakan unsur hara makro yang diserap oleh tanaman bawang merah dalam jumlah lebih tinggi dibandingkan N dan P (Suriadikarta dan Adimihardja, 2001; Hadid dan Lapanjang, 2005) dan memegang peranan relatif banyak dalam kehidupan tanaman.

  Menurut Hadid dan Lapanjang (2005), rata-rata setiap hektar lahan bekas pertanaman bawang merah menghasilkan unsur Kalium sebanyak 88,4 kg/ha, sedangkan N dan P masing-masing 73,5 kg/ha dan 10,5 kg/ha. Hasil penelitian Hidayat dan Rosliani (1996) menunjukkan bahwa pemberian 150 kg KCl/ha menghasilkan pertumbuhan dan hasil yang lebih baik.

  Penggunaan pupuk harus tepat dosisnya, karena penggunaan dosis pupuk yang terlalu tinggi menimbulkan dampak yang buruk, sepertri mengakibatkan biaya produksi lebih tinggi (Suwandi dan Rosliani, 2004), juga tidak selamanya memberikan manfaat terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah bahkan cenderung menurunkan hasil maupun kualitas hasil (Rosliani dan Hilman, 2002).

  Faktor lain yang mempengaruhi produksi suatu tanaman termasuk bawang merah, adalah saat panen. Saat panen akan menentukan kandungan substrat sebagai hasil storage/penyimpanan dari proses metabolisme tanaman. Kandungan substrat dalam bahan dan kemampuan mempertahankan produktivitasnya. Menurut Sabari et al., (1997) saat panen berhubungan langsung dengan tingkat perkembangan pada tanaman, sehingga akan mempengaruhi bobot dan kualitas hasil.

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pertumbuhan dan produksi genotipe bawang merah dengan pemberian pupuk kalium dan perlakuan saat panen serta mempelajari interaksi

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  antara genotipe bawang merah, pemberian pupuk Kalium dan saat panen.

METODE PENELITIAN

  Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kedelai (SRDC) Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Penelitian dilakukan selama enam bulan, mulai bulan Juni 2006 sampai September 2006.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot

  Design

  ), yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan ulangan tiga kali. Petak utama adalah perlakuan pupuk K (tanpa pupuk K=K0 dan dengan pupuk K=K1). Anak petak berupa kombinasi antara genotipe bawang merah (galur A/V1, galur B/V2, galur K/V3, varietas Bima Juna/V4, varietas Kuning Tablet/V5, dan varietas Tiron/V6) dan saat panen (60 hst/U1 dan 70 hst/U2) yang di acak di tiap petak utama.

  Peubah pengamatan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun per rumpun, jumlah anakan per rumpun, bobot basah seluruh bagian tanaman (biomas), bobot kering lokal tanaman per rumpun, bobot kering askip tanaman per rumpun, jumlah umbi per rumpun, dan diameter umbi.

  Pengamatan variabel tinggi tanaman, jumlah daun per rumpun, dan jumlah anakan per rumpun dilakukan pada fase vegetatif, sedangkan variabel produksi pengukuran dilakukan setelah panen. Bobot kering lokal tanaman per rumpun diukur setelah panen dengan cara menimbang tanaman yang sudah dikeringkan selama dua hari sedangkan bobot kering askip tanaman per rumpun diukur setelah panen dengan cara menimbang tanaman yang sudah dikeringkan selama enam sampai tujuh hari. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F, jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test/DMRT pada taraf 5 %.

  A. Pengaruh Pemberian Pupuk K

  Perlakuan pemberian pupuk K (K0 dan K1) tidak berpengaruh pada semua variabel yang diamati. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan unsur hara K yang sangat tinggi di dalam tanah. Ketersediaan unsur hara K yang sangat tinggi di dalam tanah ini dimungkinkan oleh penambahan pupuk kandang pada lahan percobaan, sehingga mensuplai ketersediaan unsur hara K. Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2006) kadar K sangat rendah (< 0,3 me%) sampai sangat tinggi (> 1,2 me%). Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kandungan K tersedia dalam tanah sekitar 1,284 me%, ini termasuk kedalam kategori sangat tinggi. Menurut Hadid dan Lapanjang (2005) pemberian pupuk K yang tinggi berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman, sehingga hasil yang diperoleh menjadi lebih rendah. Keberadaan K yang tinggi atau berlebihan dapat menurunkan kadar unsur hara yang lain misalnya Mg dan Ca. Unsur Mg sebagai inti klorofil dapat menghambat pembentukan dan translokasi gula maupun kegiatan fotosintesis yang berakibat terhambatnya pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarni et al., (2001) yang menyatakan bahwa kekurangan atau kelebihan salah satu unsur hara dapat menurunkan hasil

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  dan kualitas hasil tanaman bawang merah. Menurut Adisarwanto (2004) tanaman memerlukan jumlah kalium tertentu untuk mendukung pertumbuhan optimalnya. Apabila penambahan pupuk dilakukan secara berlebihan dan ketersediaan kalium makin tinggi, maka jumlah serapan hara kalium oleh tanaman menjadi berlebihan atau konsumsi melebihi keperluan optimal untuk pertumbuhan dan hasil tanaman.

B. Penampilan Genotipe

  Enam genotipe bawang merah yang dicoba menunjukkan perbedaan pada variabel tinggi tanaman, bobot basah seluruh bagian tanaman, bobot kering lokal tanaman per rumpun, bobot kering askip tanaman per rumpun dan diameter umbi (Tabel 1).

  Perbedaan penampilan enam genotipe bawang merah yang di coba disebabkan genotipe yang digunakan merupakan genotipe harapan hasil dari proses mutasi dan varietas lokal yang mempunyai potensi baik, sehingga secara genetik berbeda. Genotipe hasil mutasi merupakan galur harapan dari proses pemuliaan inkonvensional yang menghasilkan keragaman genetik. Keragaman genetik yang diperoleh dapat digunakan untuk memperbaiki tanaman. Selain dipengaruhi oleh faktor genetik, juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut Suwandi et al., (1997) hasil bawang merah umumnya bervariasi tergantung lingkungannya (dataran rendah, medium, atau tinggi), tingkat produksi atas dasar pola tanam dan musim tanam bawang merah (musim kemarau atau musim penghujan).

  Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm), bobot basah seluruh bagian tanaman (g), bobot kering lokal tanaman per rumpun (g), bobot kering askip tanaman per rumpun (g), diameter umbi (cm)

  Tinggi tanaman (cm) Bobot basah seluruh bagian tanaman (g) Bobot kering lokal tanaman per rumpun (g)

  Bobot kering askip tanaman per rumpun (g) Diameter umbi (cm) V1(galur A) 32,32 b 48,02 bc 31,10 b 26,54 b 1,37 b

  V2(galur B) 31,32 b 61,54 ab 38,58 b 33,15 b 1,42 b V3(galur K) 33,18 ab 60,06 ab 42,85 a 36,00 a 1,39 b V4(varietas Bima Juna) 34,23 ab 48,61 bc 34,33 b 28,09 b 1,82 a V5(varietas Kuning Tablet) 36,90 a 78,17 a 53,27 a 44,51 a 1,94 a V6(varietas Tiron) 25,56 c 34,29 c 22,56 b 19,05 b 1,78 a Variabel yang diamati Genotipe

  Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada variabel yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  Saat panen berpengaruh terhadap variabel bobot basah seluruh bagian tanaman, bobot kering lokal tanaman per rumpun, bobot kering askip tanaman per rumpun, jumlah umbi per rumpun, dan diameter umbi (Tabel 2). Pengaruh saat panen ini disebabkan karena adanya perbedaan peluang dalam memperoleh unsur hara, cahaya, dan air. Menurut Sumarni dan Rosliani (2002) kebutuhan tanaman terhadap cahaya, air, dan unsur hara akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Hilman dan Asgar (1995) bahwa umur panen 70 hari setelah tanam berpengaruh terhadap variabel produksi. Menurut Samekto et

  al

  ., (1995) bertambahnya umur panen mengakibatkan ukuran buah menjadi lebih besar, cadangan zat makanan lebih tinggi, sehingga energi yang dihasilkan

  D. Interaksi antara Enam Genotipe Bawang Merah dan Saat Panen

  Enam genotipe bawang merah dan saat panen terjadi interaksi pada variabel bobot kering askip tanaman per rumpun (Tabel 3), dan diameter umbi (Tabel 4). Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa galur A (V1) dan varietas Bima Juna (V4) untuk kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) menunjukkan hasil yang sama, sehingga membolehkan untuk dilakukan pemanenan pada umur 60 hari setelah tanam (U1). Kemudian galur B (V2), galur K (V3), varietas Kuning Tablet (V5), dan varietas Tiron (V6) antara kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) menunjukkan hasil yang berbeda, sehingga mengharuskan untuk dilakukan pemanenan pada umur 70 hari setelah tanam (U2).

  Tindakan pemanenan pada umur 60 hari setelah tanam (U1) menunjukkan bahwa hasil bobot kering askip tanaman per rumpun yang paling baik adalah varietas Kuning Tablet (V5), disusul varietas Bima Juna (V4), galur A (V1), galur B (V2), galur K (V3), dan terendah varietas Tiron (V6), namun untuk umur panen 70 hari setelah tanam (U2) galur K (V3) menunjukkan hasil yang paling baik, disusul varietas Kuning Tablet (V5), galur B (V2), varietas Bima Juna (V4), galur A (V1), dan terendah varietas Tiron (V6).

C. Pengaruh Saat Panen

  Terjadinya interaksi antara genotipe bawang merah dan umur panen pada variabel bobot kering askip tanaman per rumpun merupakan manifestasi dari kandungan kadar air yang berbeda pada umbi bawang merah, karena saat panen dan genotipe yang berbeda. Menurut Hilman dan Asgar (1995) saat panen yang masih muda menunjukkan pertumbuhan tanaman masih tampak subur, tetapi dengan semakin meningkatnya umur tanaman yang diikuti oleh proses penuaan dengan ditandai oleh daun-daun tanaman yang semakin mengering, maka susut bobot akan semakin menurun. Tindakan pengeringan mengakibatkan terjadinya penguapan dan kehilangan air dari umbi bawang merah berbeda-beda.

  Tabel 4 menunjukkan bahwa galur A (V1), galur B (V2), varietas Bima Juna (V4), dan varietas Kuning Tablet (V5), pada kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) menunjukkan hasil yang sama, sehingga membolehkan untuk dilakukan pemanenan pada umur 60 hari setelah tanam (U1). Kemudian galur K (V3) dan varietas Tiron (V6) antara kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) menunjukkan hasil yang berbeda,

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  Tindakan pemanenan pada umur 60 hari pemanenan pada umur 60 hari setelah setelah tanam (U1) menunjukkan bahwa tanam (U1), karena lebih baik pada umur diameter umbi yang paling baik adalah panen tersebut. varietas Tiron (V6), disusul varietas (U2) varietas Bima Juna (V4) Kuning Tablet (V5), galur K (V3), menunjukkan hasil yang paling besar, varietas Bima Juna (V4), galur A (V1), disusul varietas Kuning Tablet (V5), dan terkecil galur B (V2), namun untuk galur B (V2), varietas Tiron (V6), galur umur panen 70 hari setelah tanam A (V1), dan terkecil adalah galur K (V3). sehingga mengharuskan untuk dilakukan

  Tabel 2. Rata-rata penampilan komponen produksi pada umur 60 hari setelah tanam dan 70 hari setelah tanam

  Variabel yang diamati Bobot basah Bobot kering Bobot kering Saat panen

  Jumlah umbi Diameter seluruh bagian lokal tanaman askip tanaman per per rumpun umbi (cm) tanaman (g) per rumpun (g) rumpun (g)

  U1 (60 hst) 44,97 b 23,75 b 20,34 b 4,75 b 1,75 a U2 (70 hst) 65,26 a 50,48 a 42,11 a 5,69 a 1,49 b

  menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Tabel 3. Interaksi antara genotipe bawang merah dan saat panen pada variabel bobot kering askip tanaman per rumpun

  Umur panen Genotipe

  U1 (60 hst) U2 (70 hst) V1 (galur A) 21,92 ab X 31,17 b X V2 (galur B) 17,42 b Y 48,88 a X V3 (galur K) 15,97 b Y 56,03 a X V4 (varietas Bima Juna) 22,77 ab X 33,42 b X V5 (varietas Kuning Tablet) 35,95 a Y 53,07 a X V6 (varietas Tiron) 8,02 b Y 30,08 b X

  Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  Interaksi ini didukung oleh variabel jumlah umbi per rumpun dengan perlakuan pemberian pupuk K (K1) yang menunjukkan semakin bertambah umur panen (70 hst/U2) jumlah umbi per rumpun juga meningkat, sehingga hasil fotosintesis akan didistribusikan ke dalam umbi tersebut. Distribusi fotosintat kedalam jumlah umbi yang banyak, akan menghasilkan ukuran/diameter umbi yang kecil-kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumiati et al., (2004) ukuran umbi yang besar mengandung karbodidrat yang lebih banyak dibandingkan dengan ukuran umbi yang kecil. Karbohidrat merupakan bahan baku yang dapat diurai menjadi bahan-bahan lain dan disusun kembali menjadi berbagai bahan seperti gula, asam amino, protein, dan enzim.

  E. Interaksi antara Pemupukan K, Enam Genotipe Bawang Merah dan

  Jumlah umbi per rumpun enam genotip bawang merah ditentukan oleh pemupukan K dan saat panen. Perlakuan tanpa pemberian pupuk K (K0) pada kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) pada semua genotipe yang dicoba tidak menyebabkan perbedaan, sehingga pemanenan dapat dilakukan pada umur 60 hst (U1).

  Perlakuan pemberian pupuk K (K1) untuk galur A (V1), galur B (V2), varietas Bima Juna (V4), varietas Kuning Tablet (V5), dan varietas Tiron (V6), antara kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) menunjukkan hasil yang sama, sehingga diperbolehkan untuk melakukan pemanenan pada umur 60 hst (U1). Galur K (V3) antara kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) terdapat perbedaan, sehingga mengharuskan dilakukan pemanenan pada umur 70 hst (U2).

  Pada umur panen 60 hst (U1) dengan perlakuan tanpa pemberian pupuk K (K0), semua genotipe yang dicoba menunjukkan hasil sama, sedangkan untuk perlakuan dengan pemberian pupuk K (K1) hasil yang paling baik ditunjukkan oleh galur B (V2).

  Tabel 4. Interaksi antara genotipe bawang merah dan saat panen pada variabel diameter umbi

  U 1 (6 0 h s t) U 2 (7 0 h s t) V 1 (g a lu r A ) 1 ,4 4 8 b X 1 ,2 9 7 b X V 2 (g a lu r B ) 1 ,3 0 5 b X 1 ,5 4 2 b X V 3 (g a lu r K ) 1 ,8 7 8 a X 0 ,8 9 7 c Y V 4 (v a r ie ta s B im a J u n a ) 1 ,7 5 8 a X 1 ,8 7 8 a X V 5 (v a r ie ta s K u n in g T a b le t) 2 ,0 0 2 a X 1 ,8 7 0 a X V 6 (v a r ie ta s T iro n ) 2 ,0 7 8 a X 1 ,4 8 0 b Y G e n o tip e

  U m u r p a n e n

  Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  Pada umur panen 70 hari setelah tanaman per rumpun. Galur K (V3) tanam (U2) dengan perlakuan tanpa pada umur panen 70 hari setelah pemberian pupuk K (K0) menunjukkan tanam (U2) menunjukkan hasil paling hasil yang sama untuk semua genotipe baik. yang dicoba, sedangkan untuk perlakuan 5.

  Ada interaksi antara pemupukan K, dengan pemberian pupuk K (K1) hasil enam genotipe bawang merah dan yang paling baik adalah galur K (V3). saat panen pada variabel jumlah umbi

  Terjadinya interaksi didukung oleh per rumpun. Pemberian pupuk K perbedaan diameter umbi yang terbentuk (K1) dengan umur panen 70 hari (Tabel 4). Galur K (V3) dengan setelah tanam (U2) pada galur K (V3) perlakuan pemberian pupuk K (K1) pada menunjukkan hasil yang paling baik. umur 60 hari setelah tanam (U1) Semakin bertambah umur panen menunjukkan hasil jumlah umbi per untuk galur K (V3) dan varietas Tiron rumpun yang sedikit, kemudian dengan (V6) dengan perlakuan pemberian bertambahnya umur panen (70 hari pupuk K (K1) jumlah umbi per setelah tanam/U2) jumlah umbinya rumpun semakin banyak. semakin banyak. Demikian juga dengan varietas Bima Juna (V4) dan varietas Tiron dengan bertambahnya umur panen UCAPAN TERIMA KASIH jumlah umbi per rumpun menunjukkan jumlah yang semakin bertambah. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pimpinan Proyek Pengembangan

  Bawang Merah kerjasama Bappeda Kabupaten Brebes dan Lembaga

  KESIMPULAN

  Penelitian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto dan Direktur 1. Perlakuan pemberian pupuk K tidak

  SRDC Universitas Jenderal Soedirman, berpengaruh pada semua variabel Purwokerto yang telah memberikan ijin yang diamati baik variabel dan bantuan dalam pelaksanaan pertumbuhan maupun variabel penelitian. produksi.

  2. Berdasarkan bobot kering askip tanaman per rumpun, galur K

DAFTAR PUSTAKA

  menunjukkan hasil yang sama dengan varietas pembandingnya yaitu Adisarwanto, T. 2004. Efisiensi varietas Kuning Tablet, sehingga penggunaan pupuk kalium pada berpeluang baik untuk kedelai di lahan sawah. Bul. dikembangkan.

  Palawija: Tinjauan Ilmiah 3.

  Saat panen berpengaruh terhadap

  Penelitian Tanaman Palawija

  . (7 variabel produksi. Umur panen 70 dan 8). hst menunjukkan hasil yang lebih baik daripada umur panen 60 hst. Ambarwati, E., P. Yudono. 2003.

  4. Keragaan Stabilitas Hasil Bawang Ada interaksi antara perlakuan umur panen dan genotipe bawang merah Merah. Ilmu Pertanian, Fakultas pada variabel bobot kering askip Pertanian, UGM 10 (2): 2.

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  Sabari, S.D., A. Dwiwijaya, J.

  Pengaruh pupuk urea hayati dan pupuk organik penambat nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. J. Hort. 12(1).

  Rosliani, R., Suwandi, N., Sumarni.

  2005. Pengaruh waktu tanam dan zat pengatur tumbuh Mepiquat terhadap pembungaan dan pembijian bawang merah (TSS). J.

  Hort.

  15(3): 193. Rosmarkam, A., dan N.W. Yuwono.

  2006. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta.

  Rajagukguk. 1997. Pengaruh umur panen terhadap hasil dan mutu kubis. J. Hort. 6(5): 477. Samekto,

  2(4):109-113. Prabawati, S., Suryanti, Syaifullah. 1996.

  H.,

  A. Supriyanto, D. Kristianto. 1995. Pengaruih Umur dan Bagian Semaian terhadap Pertumbuhan Stek Satu Ruas Batang Bawah Jeruk Japansche Citroen. J. Hort. 5(1): 25-29.

  Soedjono, S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal dalam pemuliaan tanaman. Litbang

  Pertanian 22(2): 71.

  Sumarni, N. dan E. Sumiati. 2001.

  Pengaruh Vernalisasi, Giberelin, dan Auxin terhadap Pembungaan dan Hasil Biji Bawang Merah. J.

  Hort.

  Penentuan ketuaan panen untuk mendapatkan buah salak Suwaru bermutu baik. J. Hort. 6(3): 209. Rosliani, R. dan Y. Hilman. 2002.

  Buletin Pertanian dan Peternakan

  Baswarsiati. 2003. Keragaman genotipe dan perbaikan varietas bawang merah di Indonesia. Bul. Teknologi

  Pengaruh Pemupukan N, P, dan K pada Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah Kultivar Sumenep.

  dan Informasi Pertanian (6).

  Departemen Pertanian. 2000. Teknologi

  Budidaya Bawang Merah

  . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 7-10 Pp.

  Hadid, A. dan I. Lapanjang. 2005.

  Pengaruh dosis kalium dan interval pemberian air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.). J. Agroland 12 (4): 367-368. Hidayat, A. dan R. Rosliani. 1996.

  J. Hort.

  Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma Multienergi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai.

  5(5): Hilman, Y. dan A. Asgar. 1995. Pengaruh umur panen pada dua macam paket pemupukan terhadap kuantitas hasil bawang merah (Allium ascalonicum L.) kultivar Kuning di dataran rendah. Buletin Penel. Hort.

  27(4): 40-47. Indranada, H.K. 1985. Pengelolaan

  Kesuburan Tanah

  . Bina Aksara, Jakarta. Kartika, E., Evita, Yusmairida. 1997.

  Pengaruh pemberian pupuk K dan cekaman air pada berbagai fase pertumbuhan terhadap hasil kedelai (Glycine max L. Merr.). Buletin

  Agronomi,

  Universitas Jambi 1(2): 97. Maryati dan R. Adirianty. 2001.

  11(1): 7.

  ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007

  Sumarni, N. dan R. Rosliani. 2002.

  Pengaruh kerapatan tanaman dan konsentrasi larutan NPK 15-15-145 terhadap produksi umbi bawang merah mini dalam kultur agregat hidroponik. J. Hort. 12(1): 13. Sumarni, N. dan Suwandi. 2001.

  Pengaruh kerapatan tanaman dan jenis larutan hara terhadap produksi umbi mini bawang merah asal biji dalam kultur agregat hidroponik. J.

  Hort . 11(3): 163.

  Sumiati, E.N. Sumarni, A. Hidayat.

  2004. Perbaikan teknologi produksi umbi benih bawang merah dengan ukuran umbi benih: Aplikasi zat pengatur tumbuh dan unsur hara mikroelemen. J. Hort. 14(1). Supriyanto, P. 2004. Perendaman dan radiasi sinar gamma Co-60 pada benih tembakau virginia varietas Coker 319 dalam upaya memacu pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman.

  Bul. Ilmiah

  INSTIPER . 11(1): 29-30.

  Suriadikarta, D.A., dan A. Adimihardja.

  2001. Penggunaan pupuk dalam rangka peningkatan produktivitas lahan sawah. Litbang Pertanian. 20(4): 144-146. Sutapradja, H. 1996. Kaitan antara pemberian Cu dan dosis K, Mg, serta Ca terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. J. Hort. 5(5): 17-22. Suwandi dan R. Roslini. 2004. Pengaruh kompos, pupuk nitrogen, dan kalium pada cabai yang ditanam tumpanggilir dengan bawang merah. J. Hort.. 14(1).