Pemikiran Muhammad Natsir tentang Pendidikan Islam

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 1

  

Pemikiran Muhammad Natsir tentang Pendidikan Islam

Oleh: Mislaini

Abstrak

  Mohammad Natsir adalah tokoh yang menggagas pembaharuan pendidikan Islam

yang berbasis al-Qurân dan al-Sunnah. Dengan berbasis al-Qurân dan al-Sunnah, maka

pendidikan Islam harus bersifat integral, harmonis, dan universal, mengembangkan segenap

potensi manusia agar menjadi manusia yang bebas, mandiri sehingga mampu melaksanakan

fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Selanjutnya, konsep pendidikan integral, harmonis

dan universal tersebut oleh Natsir dihubungkan dengan misi ajaran Islam sebagai agama

yang bersifat universal. Menurut Natsir, bahwa Islam bukan sekedar agama dalam

pengertian yang sempit yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja, melainkan

juga mengatur hubungan manusia dengan manusia. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan

pendidikan Islam tersebut menurut pandangan Mohammad Natsir semestinya kurikulum

pendidikan dapat disusun dan dikembangkan secara integral dengan mempertimbangkan

kebutuhan umum dan kebutuhan khusus sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh peserta

didik, sehingga akan tertanam sikap kemandirian bagi setiap peserta didik dalam menyikapi

realitas kehidupannya. Dengan menggunakan kurikulum pendidikan yang integral maka

proses transformasi ilmu pada peserta didik dapat ditempuh melalui tiga tingkatan yaitu:

metode hikmah, mauidzah dan mujadalah. Ketiga metode tersebut bersifat landasan normatif

dan diterapkan dalam tataran praktis yang dapat dikembangkan dalam berbagai model

sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi peserta didik. Dalam pandangan Natsir, dari

beberapa metode yang diungkapkan di atas, terlihat metode hikmah lebih berorientasi pada

kecerdasan dan keunggulan. Metode ini memiliki cakupan yangsangat luas, meliputi

kemampuan memilih saat yang tepat untuk melangkah, mencari kontak dalam alam

pemikiran guna dijadikan titik bertolak, kemampuan memilih kata dan cara yang tepat,

sesuai dengan pokok persoalan, sepadan dengan suasana serta keadaan orang yang

dihadapi. Natsir menambahkan bahwa implikasi metode hikmah ini akan menjelma dalam

sikap dan tindakan.

  Kata Kunci: Muhammad Nasir

A. Pendahuluan

  Membicarakan mengenai pendidikan Islam, seakan tidak ada hentinya untuk selalu di perbincangkan, baik dalam ruang akademis, media masa, maupun kajian penilitian yang terkadang sebagian bertujuan untuk mengembangkan maupun hanya mengkaji. Pendidikan Islam dirasakan sudah mengalami pembaharuan, tetapi dalam kenyataanya

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 2 masih terkesan stagnan dan lamban untuk bersaing dengan pendidikan-pendidikan yang lain (pendidikan umum). Ini yang selalu menarik minat kalangan pembelajar untuk mengkajinya lebih serius, karena sebagai sebuah bidang studi yang masih baru, 1 sejumlah bidang studi Islam lainnya.

  Di masa lalu ada anggapan bahwa ilmu agama dan ilmu umum merupakan dua hal yang dikotomis. Oleh karena itu, keduanya sulit untuk disatukan. Dengan begitu, sebagai implikasinya, lembaga pendidikan umum berdiri di mana-mana dengan gagahnya di negeri ini, sedangkan lembaga pendidikan Islam harus berjuang sedemikian rupa agar bisa eksis secara kualitatif. Sebab, lembaga pendidikan Islam belumlah dianggap sejajar dengan lembaga pendidikan umum.

  Disatu sisi, pendidikan Islam belum sepenuhnya bisa keluar dari idealisasi kejayaan pemikiran dan peradaban Islam masa lampau yang hegemonic, sementara disisi lain ia 2 dipaksa untuk menerima tuntunan-tuntunan masa kini, khususnya yang datang dari barat.

  Akibatnya terjadi dualisme polarisasi sistem pendidikan Islam ditengah-tengah masyarakat muslim, sehingga agenda transformasi pendidikan Islam seakan berfungsi hanya sekedar tumbal sulam saja. Maka tidak mengherankan, apabila pendidkan Islam disatu sisi masih saja mendapati tampilan yang sangat tradisional deengan tetap memakai baju lama (the old fashion), dan disisi lain kita juga mendapati tampilan pendidikan Islam yang relatif modern, terkesan matrealistik dan sekularistik. Adanya dualisme corak pendidikan islam yang kemudian menyulitkan integrasi paradigma antara ilmu agama dan ilmu umum.

  1 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. vi 2 Muhammad Arif, Pendidikan Islam Transformatif, (Yogyakarta: LKIS, 2008), h. v

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 3

B. Profil Muhammad Natsir

  Muhammad Natsir lahir di Jembatan Berukir, Alahan Panjang Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pada hari Jum’at, 17 Jumadil Akhir 1326 Hijriah, bertepatan dengan 17 Idris Sutan Saripado, seorang pegawai rendah yang pernah menjadi juru tulis pada kantor kontroler di Maninjau dan sipir penjara di Sulawesi Selatan. Ia memiliki tiga orang saudara kandung, masing-masing bernama Yukinan, Rubiah dan Yohanusun. Di desa kelahirannya itu, Natsir kecil melewati masa-masa sosialisasi keagamaan dan 3 intelektualnya.

  Riwayat pendidikan Muhammad Natsir dimulai dari Sekolah Rakyat (SR) di Maninjau Sumatera Barat hingga kelas dua. Sekolah ini merupakan sekolah swasta yang mempergunakan bahasa Melaya sebagai bahasa pengantar. Ketika ayahnya dipindah- tugaskan ke Bekeru, Muhammad Natsir mendapat tawaran dari mamaknya, Ibrahim, untuk pindah ke Padang agar dapat menjadi siswa di Holland Inlandse School (HIS) Padang. Tawaran tersebut diterima oleh Muhammad Natsir dengan penuh antusias. Namun HIS Padang menolaknya, dengan pertimbangan Muhammad Natsir adalah seorang anak pegawai rendahan. Untungnya saat itu di Padang sudah ada HIS Adabiyah, sebuah sekolah swasta yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak negeri. Muhammad Natsir diterima sebagai murid di HIS Adabiyah itu. Selama lima bulan belajar di HIS Adabiyah Padang Panjang itu, Muhammad Natsir tinggal bersama dengan makciknya, Ibrahim. Selain belajar di HIS, pada pagi hari, Muhammad Natsir juga belajar di Sekolah Diniyah pada waktu sore dan belajar mengaji pada malam hari. Setelah lulus dari HIS, Muhammad Natsir mengajukan permohonan untuk mendapat beasiswa dari MULO (Meer

  Uitgebreid Lager Orderwijs) dan ternyata lamarannya itu diterima. Di MULO Padang inilah Muhammad Natsir mulai aktif dalam organisasi. 3 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 4 Aktivitas Muhammad Natsir semakin berkembang ketika menjadi siswa di

  Algememe Midelbare School (AMS) di Bandung. Di kota ini ia mempelajari agama secara mendalam serta berkecimpungan dalam bidang politik, dakwah dan pendidikan. Di pemikir radikal dan pendiri Persatuan Islam (Persis). Natsir mengakui bahwa A. Hasanlah yang memengaruhi alam pikirannya. 4 C. Pemikirannya Muhammad Natsir tentang Pendidikan Islam

  Adapun pemikiran Muhammad Natsir tentang Pendidikan Islam ialah:

  1. Asas/Pondasi Pendidikan Islam Aspek pendidikan merupakan pemikiran yang paling krusial dan paling utama dalam pandangan Mohammad Natsir. Hal itu terlihat secara eksplisit dalam pidatonya pada saat rapat Persatuan Islam di Bogor bertepatan tanggal 17 Juni 1974. Dalam kesempatan itu ia mengatakan:

  “Tak ada bangsa jang terbelakang mendjadi madju, melainkan sesudahnja mengadakan dan memperbaiki didikan anak-anak dan pemuda-pemuda mereka. Bangsa Djepang, satu bangsa Timur jang sekarang djadi buah mulut orang seluruh dunia lantaran madjunja, masih akan terus tinggal dalam kegelapan sekiranja mereka tidak mengatur pendidikan bangsa mereka; kalau sekiranja mereka tidak membukakan pintu negaranja jang selama ini tertutup rapat, untuk orang-orang pintar dan ahli-ahli ilmu negeri lain jang akan memberi didikan dan pengetahuan kepada pemuda-pemuda mereka di samping mengirim pemuda-pemuda mereka ke luar negeri mentjari ilmu”. 5 Beranjak dari kutipan di atas, terlihat secara jelas alur pemikiran Mohammad Natsir yang cukup ekspektatif. Kemajuan suatu bangsa menurut penggagas Dewan Dakwah

  Islamiyah Indonesia 6 ini adalah upaya yang paling ampuh dalam mengangkat kondisi umat 4 Ibid., h. 82 5 Mohammad Natsir, Capita Selekta, jilid I & II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h.77 6 Sekalipun Mohammad Natsir di akhir hayatnya berkecimpung dalam bidang dakwah di

bawah payung Dewan Islamiyah Indonesia (DDII), bukan berarti Mohammad Natsir itu hanya milik

  

sekelompok umat saja. Ia adalah milik bangsa Indonesia. Oleh karena itu, berbagai organisasi muslim

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 5 yang terbenam dalam lumpur keterbelakangan. Oleh karena itulah barangkali, makanya ia lebih mnegutamakan jadi guru untuk mendidik umat ketimbang menjadi pegawai lainnya.

  Di samping itu, melalui teks pidatonya juga menggambarkan keluasan wawasan diyakininya tidak akan maju-majunya selama masih bersifat inklusif konservatif seperti selama ini dan tidak membuka pintu untuk menerima pemikiran orang-orang pintar dari luar sekalipun itu berasal dari orang-orang Barat.

  Dalam analisa Mohammad Natsir, kemunduran dan kemajuan suatu bangsa, tidak tergantung kepada ketimuran dan kebaratan, tidak tergantung kepada putih, kuning atau hitamnya warna kulit, akan tetapi bergantung kepada ada atau tidaknya sifat-sifat atau bibit- 7 bibit kesanggupan dalam salah satu umat. Dengan demikian, pendidikan Islam itu harus

  dinamis dan diselaraskan dengan ajaran Islam yang bersifat universal.

  Mencermati pidato dan dokumentasi tertulis Mohammad Natsir, dapat dianalisis pemikirannya tentang asas ataupun pondasi pendidikan Islam. Dalam salah satu ceramahnya ia berkata:

  “Memang, kalau kita buka al-Qurân, kita tidak akan bertemu di dalamnya petunjuk- petunjuk untuk merancangkan Anggaran Belanja Negara....yang diatur oleh Islam ialah dasar-dasar dan pokok-pokok mengatur masyarakat, manusia yang tidak berubah-rubah kepentingan dan keperluannya selama manusia masih bersifat 8 manusia, baik manusia di zaman onta ataupun manusia zaman kapal terbang...”.

  Mengamati cuplikan pidato yang disampaikan Mohammad Natsir itu, maka dapat dideskripsikan bahwa dasar atau pondasi pendidikan Islam adalah al-Qurân. Al-Qurân menurutnya adalah prinsip dasar yang berisikan pokok-pokok dalam mengatur kehidupan masyarakat. Sedangkan yang berkenaan dengan keduniaan yang selalu bertukar dan berubah- ubah sesuai dengan tempat dan keadaannya diserahkan kepada manusia. Dengan demikian,

  

Mohammad Natsir terhadap kelangsungan Indonesia dan sekaligus merekomendasikan agar diakui

secara resmi sebagai pahlawan nasional. 7 Ibid., h.78. Bandingkan dengan Ajip Rosidi, M.Natsir Sebuah Biografi, (Jakarta: PT.

  Gimukti Pasaka, 1990), h.174-175 8

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 6 yang menjadi asas pendidikan itu adalah: al-Qurân, Hadits Nabi SAW, dan juga pemikiran 9 manusia itu sendiri (ijtihad).

  2. Tujuan Pendidikan Islam komponen pendidikan. Dengan menetapkan tujuan yang dicapai, berarti sekaligus memberi arah terhadap langkah-langkah strategi untuk mencapainya. Penetapan tujuan pendidikan di samping jelasnya arah yang akan dituju, juga memberi isyarat tentang cara dan metode untuk sampai ke arah yang ditargetkan itu.

  Berangkat dari pengertian pendidikan Islam seperti yang dirumuskan Mohammad Natsir yaitu: suatu pimpinan jasmani dan ruhani yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dalam diri manusia dengan arti yang sesungguhnya.

  Pimpinan semacam ini menurutnya sekurang-kurangnya antara lain perlu kepada dua perkara; a. Satu tujuan yang tertentu tempat mengarahkan didikan itu, b. Satu asas tempat 10 mendasarkannya, maka pendidikan Islam harus pula mengakumulasikan kedua hal tersebut. Artinya, menurut Mohammad Natsir ialah, tujuan didikan haruslah identik 11 dengan tujuan hidup manusia itu sendiri.

  Tujuan hidup yang dijadikan sebagai tujuan akhir pendidikan Islam itu yang dikenal dengan istilah al-ahdaf al-nihaiyyah disarikan Mohammad Natsir dari ayat-ayat al-Qurân yang berbunyi:

        

  Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi 9 kepada-Ku. (Q.S.al-Dzariyat [51]: 56). 10 Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit., h. 310 11 Ibid., h.82 Ibid. Pandangan Mohammad Natsir seperti yang dijelaskan di atas kelihatannya identik

  

dengan pandangan Ibn Qayyim al-Jauziyyah. Menurut penggagas Tarbiyah Khuluqiyyah ini, manusia

diciptakan agar mengetahui hakekat Rabb-nya, kemudian mentauhidkan-Nya, memurnikan ibadah

kepada-Nya, bertawakkal, menghambakan diri dengan cara menjalankan seluruh perintah-Nya, dan

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 7 Mohammad Natsir menjadikan ayat itu sebagai sebuah argumentasi tentang pentingnya manusia memiliki ideologi sebagai persyaratan untuk menjadi hamba Allah yang sesungguhnya. Dengan itu, ia akan menjadi hamba Allah yang menikmati mengatakan:

  “Seorang Islam hidup di atas dunia dengan cita-cita kehidupan supaya menjadi seorang hamba Allah dengan arti yang sepenuhnya, yakni hamba Allah yang mencapai kejayaan dan kemenangan akhirat. Dunia dan akhirat ini sama sekali bagi kaum 12 muslimin tidak mungkin dipisahkan dari ideologi mereka”.

  Lebih lanjut dijelaskan Mohammad Natsir bahwa, potongan ayat 13liya’budun (menyembah Aku) mempunyai arti yang sangat dalam dan luas sekali, lebih luas dan lebih dalam dari perkataan-perkataan itu yang biasa kita dengar dan kita pakai setiap hari, kepada semua perintah Illahi, yang membawa kepada kebesaran dunia dan kemenangan di akhirat, serta menjauhkan diri dari segala yang menghalangi tercapainya 14 kemenangan dunia akhirat itu.

  Untuk menjadi ‘ibad Allah yang sebenarnya seperti yang digambarkan oleh Mohammad Natsir itu ternyata memiliki makna yang sangat dalam dan ditandai dengan beberapa kriteria. Kriteria tersebut seperti yang dirumuskan Majid Irsan yaitu: mampu memelihara lima hubungan dalam kehidupan ini yang akar tunggangnya adalah habl min Allah.

12 Mohammad Natsir, Agama dan Negara, dalam Muhammad Isa Anshary, Falsafah

  Perjuangan Islam, (Medan, t.p., 1951), h.261 13 Kata “li” pada ayat “li ya’budun” tidak saja bermakna”supaya atau agar”, namun juga

dengan arti “tujuan akhir” dari seluruh aktivitas adalah semata-mata ibadah kepada Allah. Lihat,

Sirajuddin, Filosofi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Pasar Bebas, dalam Samsul Nizar (ed.),

Reformulasi Pendidikan Islam Menghadapi Pasar Bebas, (Jakarta: The Minangkabau Foundation,

2005), h.15 14

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 8 Kelima hubungan itu adalah, pertama hubungan partikal dengan Allah yang 15 direfleksikan melalui penyembahan secara sempurna dan tulus kepada-Nya . Kedua, hubungan horizontal secara baik dengan sesama manusia yang diwujudkan dengan sikap 16 ishlah dan tidak berbuat kerusakan di muka Bumi.

  Berangkat dari kutipan di atas, maka materi pendidikan Islam yang sangat mendasar menurut pemikiran Mohammad Natsir adalah meliputi aspek-aspek berikut: 1) Aspek Akhidah (Tauhid)

  Sesuai dengan tujuan akhir pendidikan itu sendiri yaitu berupa penyerahan diri kepada Allah secara sempurna, berubudiah kepada Allah sesuai dengan tujuan penciptaannya, maka materi pendidikan Islam itu menurut pemikiran Mohammad Natsir haruslah berangkat dari konsep tauhid. Artinya adalah, pendidikan Islam itu haruslah berlandaskan tauhid, sebab dengan itulah keyakinan seseorang anak didik kepada Tuhannya akan terbentuk. Materi ajar dalam pendidikan Islam itu menurutnya memiliki sejumlah prinsip yang seharusnya dapat perhatian. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

  Pertama, materi pendidikan Islam haruslah mengutamakan ajaran tauhid dan

  pengenalan terhadap Sang Pencipta. Ini sama artinya bahwa, materi pendidikan tidak hanya sebatas pengetahuan untuk mengisi otak berupa pengetahuan teoritis, tapi juga mengisi dada berupa keimanan kepada Allah bahkan juga keterampilan hidup.

  Kedua, pendidikan Islam haruslah bisa mengantarkan anak didik menjadi

  manusia pengabdi kepada Allah. Dengan arti kata, seluruh materi pendidikan Islam itu haruslah berisikan petunjuk untuk menjadi manusia yang seluruh aspek kehidupan dan aktivitasnya hanya untuk beribadah kepada Allah. 15 16 Lihat, Q.S. al-Zumar [39]: 11 Allah melarang manusia berjalan di muka Bumi yang diciptakan-Nya itu dalam keadaan

  

sombong dan mengantuk keras orang-orang yang berbuat kerusakan di muka Bumi, di antaranya Surat

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 9

  Ketiga, anak didik adalah amanah Allah yang dipertaruhkan yang harus

  dididik dengan sepenuh hati dan penuh kasih sayang. Keempat, orang tua dan guru sama-sama bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya.

  Salah satu materi pendidikan Islam yang cukup mendasar menurut pemikiran Mohammad Natsir adalah materi yang berkaitan dengan ibadat. Ibadat dalam pandangannya punya cakupan luas yang tidak hanya berkenaan dengan ibadat “mahdhah” beruapa amaliah rutinitas saja, akan tetapi ia merupakan pengejewantahan dari makna yang tersimpul dari kata”ibadat” itu sendiri.

  Ibadat yang dimaksudkan Mohammad Natsir itu mencakup mu’amalat sesama makhluk yang dimulai dari berbuat baik kepada orang tua, bahkan juga berbuat baik terhadap sesama makhluk Allah lainnya. Hal semacam ini dapat dimaknai bahwa Mohammad Natsir menginginkan materi pendidikan Islam itu tidak saja sebatas masalah ibadat dalam arti sempit semisal shalat, puasa, dan pelaksaaan rukun Islam lainnya yang nilai-nilai positifnya lebih tertuju kepada yang pribadi yang bersangkutan, akan tetapi termasuk materi yang imbasnya menjalin komunikasi antara satu sama lain.

  Dalam analisis penulis, Mohammad Natsir ingin mengatakan bahwa, pengertian ibadah dalam Islam itu tidaklah seperti yang dipahami oleh sebagian orang yang melihat ajaran Islam itu hanya terkungkung di masjid-masjid atau rumah ibadah lainnya. Seorang ahli ibadah bukan berarti harus mengisolasikan dirinya dari khalayak 17 ramai dan bertapa di hutan belantara. 3) Aspek Pendidikan Keterampilan

  Materi pendidikan Islam haruslah bisa mengantarkan kepada kehidupan bermasyarakat yang lebih sempurna, menuntun ke berbagai aspek sosial baik yang sifatnya teoritis apalagi yang praktis berupa keterampilan hidup. Suatu hal yang rasanya perlu disterising dan digaris bawahi dari pandangan Mohammad Natsir yaitu, 17

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 10 pemikirannya tentang output pendidikan Islam. Menurutnya, pendidikan Islam haruslah bisa menelorkan output yang mandiri yang tidak punya ketergantungan diri kepada orang lain apalagi kepada pemerintah semisal menjadi pegawai negeri. Ini skil. Dengan demikian, pendidikan Islam harus memasukkan keterampilan sebagai salah satu materinya.

  Perlunya materi keterampilan masuk dalam kurikulum pendidikan Islam dalam pandangan Mohammad Natsir karena mengingat peserta didik kelak akan menjadi anggota masyarakat. Oleh karena itu, lembaga pendidikan Islam haruslah bisa menyahuti tuntutan masyarakat. 4) Aspek Sejarah

  Di smaping tiga materi yang krusial tersebut di atas, materi yang menjadi pedukung adalah sejarah/tarikh dari umat atau bangsa terdahulu. Perlunya memasukkan materi sejarah ke dalam pendidikan Islam karena mengingat cerita umat masa lalu itu, baik yang kondisinya mencapai puncak kejayaan dengan segala latar belakangnya maupun yang berakhir dengan kehancuran, agar menjadi sebuah i’tibar bagi peserta didik. Analisis penulis ini diilhami oleh buah pikiran Mohammad Natsir yang tergambar dalam ceramahnya pada tanggal 1 Januari 1940 di kota Bandung teksnya seperti dalam kutipan berikut:

  “Generasi kita yang akan timbul masih miskin dari bacaan yang baik-baik, yang

  munasabah dengan umur dan pengertiannya. Mereka amat suka kepada cerita-cerita

  yang penuh pengalaman. Kapankah pujangga-pujangga kita yang mempunyai talenta akan mengubahkan perjalanan Ibnu Bathutah umpamanya, supaya sedap dibaca anak-nak kita kaum muslimin? Anak-anak kita itu dan kaum guru pendidik kita, menanti-nanti. Ini sebagai umpama saja. Anak-anak muslim yang lebih besar sedikit, amat perlu kepada kisah pahlawan-pahlawan, tempat menggantungkan cinta dan simpatinya. Saudara-saudara maklum, bahwa kisah pahlawan-pahlawan itu adalah suatu alat yang penting untuk pembentukkan jiwa anak-anak kita, lebih-lebih 18 18 dalam umur “pancaroba” itu”.

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 11 Mengajarkan kisah atau sejarah umat terdahulu kepada peserta didik tentunya punya tujuan tersendiri yaitu agar dapat menjadi i’tibar dan sekaligus sebagai sugesti. Hal ini selaras dengan firman Allah SWT yang menegaskan tentang kisah umat terdahulu:

                                                 

  Artinya: (175) Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang Telah kami

  berikan kepadanya ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi al-Kitab), Kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.(176) Dan kalau kami menghendaki, Sesungguhnya kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (Q.S. al-A’raf

  [7]: 175-176) Selanjutnya, muatan kurikulum pendidikan Islam yang diinginkan oleh

  Mohammad Natsir adalah materi akhlak. Hal ini dapat terlihat dengan jelas dalam ucapannya seperti yang termuat dalam karyanya itu, di mana ia sering memuji bentuk 19 pendidikan al-Ghazali yang mengutamakan pendidikan akhlak. 19 Mohammad Natsir kelihatan begitu terobsesi dengan pemikiran al-Ghazaliy terutama

  

tentang keutamaan akhlak, hal ini menunjukkan bahwa materi akhlak adalah sesuatu yang sangat

fundamental dalam pandangan Mohammad Natsir. Lihat, Mohammad Natsir, Capita...Op.Cit., Jilid 2,

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 12

  3. Metode Pendidikan Islam Pemikiran Mohammad Natsir dalam bidang pendidikan Islam seperti yang digambarkan sebelumnya tidak saja sebatas materi yang harus relevan dengan tuntutan dalam aspek metodologi pembelajaran.

  Aspek metodologis dalam pembelajaran pendidikan Islam, pemikiran Mohammad Natsir dilandasi isyarat firman Allah surat al-Nahl ayat 125 yang berbunyi:

                           

  Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

  Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang- orang yang mendapat petunjuk. (al-Nahl: 125).

  4. Pendidik dan Peserta Didik Pendidik dan peserta didik adalah merupakan dua sisi mata uang yang saling terkait satu sama lain. Keduanya menurut pendidikan Islam haruslah memiliki hubungan yang sinergis dan harmonis untuk mencapai tujuan pendidikan. Perlunya menjalin hubungan yang baik antara pendidik dengan peserta didik juga terlihat dalam pemikiran Mohammad Natsir, bahkan tidak hanya sebatas pemikiran secara teoritis, malah ia wujud secara aplikatif. Dalam mendidik umat, Mohammad Natsir menampakkan hubungan yang harmonis dengan murid-muridnya.

  Mohammad Natsir sebagai pemimpin Pendidikan Islam cukup arif dan piawai dalam pembelajaran, ia sangat mementingkan hubungan akrab dengan murid- muridnya, begitu juga dengan orang tua mereka. Dengan itulah ia dapat memehami kejiwaan murid-muridnya.

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 13 Dalam mendidik umat, Mohammad Natsir kelihatan punya kiat dan cara tersendiri sesuai dengan obsesinya, yaitu secara bertahap membersihkan jiwa umat

  Islam yang selama ini telah dirasuki oleh pemahaman yang sempit terhadap ajaran tidak pernah mengklaim dirinya sebagai seorang yang paling benar apalagi mengkafirkan orang lain. Bahkan dalam seruannya, ia sering memaparkan tentang Ikhwanus Shafa karena kekagumannya terhadap organisasi itu.

  5. Evaluasi dalam Pendidikan Islam Pemikiran Mohammad Natsir tentang evaluasi pendidikan Islam sejalan dengan pemikiran Hasan al-Banna. Mohammad Natsir juga berpendapat bahwa evaluasi adalah upaya untuk mengetahui daya serap peserta didik. Hanya saja tidak ditemukan ucapannya yang eksplisit membicarakan tentang evaluasi pendidikan secara mendetail apalagi secara operasional. Namun secara implisit, ada ucapannya yang menggambarkan pemikirannya tentang evaluasi dengan prinsip, materi ujian harus selaras dengan materi yang diajarkan.

  Statement di atas didasari cuplikan pidato Mohammad Natsir sendiri pada rapat Persatuan Islam di Bogor tanggal 17 Juni 1934 yang teksnya sebagai berikut: “Kita tidak usah bermegah diri dengan apa yang telah dicapai oleh umat yang telah dahulu dari kita. Mereka menerima apa yang layak mereka terima yang sepadan dengan usaha dan amalan-amalan mereka. Kita akan menerima pula yang sepadan dengan usaha dan amalan kita. Kita tidak akan ditanya tentang apa-apa yang 20 mereka ketahui dan yang mereka kerjakan”. Kutipan di atas menurut hemat penulis, setidaknya menggambarkan pemikiran

  Mohammad Natsir tentang pertanggung jawaban seseorang di muka Tuhan kelak. Ia hanya ditanya tentang apa-apa yang ia terima dan sekaligus mempertanggungjawabkan 20 Pandangan Mohammad Natsir itu ia legitimasi dengan firman Allah (Q.S. al-Baqarah [2]:

  

134) yang artinya: umat ini telah berlalu, mereka menerima apa yang patut mereka terima, dan kamu

akan menerima apa yang patut kamu terima. Kamu tidak akan ditanya tentang apa-apa yang mereka

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 14 di muka Sang Pencipta. Hal ini dapat dimaknai bahwa, yang akan dievaluasi dalam pendidikan Islam adalah daya serap peserta didik tentang materi ajar yang pernah diterima ataupun yang telah diajarkannya kepadanya.

  Pendidikan Islam

  Munculnya undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 merupakan penyempurnaan dari sistem pendidikan tahun 1989 dan tindak lanjut dari 21 tuntutan gerakan reformasi dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara .

  Pembaharuan sistem pendidikan nasional itu adalah dalam rangka menyahuti tuntutan UUD tahun 1945 terutama yang menyangkut upaya perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak bangsa yang selama ini dirasakan belum menyentuh terhadap semua lapisan umat.

  Visi dan misi pendidikan nasional seperti ini sebenarnya telah sejak dulu ditawarkan oleh Muhammad Natsir. Pokok-pokok pikiran pendidikan Islam Muhammad Natsir seperti yang digambarkan sebelumnya secara garis besarnya mencakup tentang ideologi pendidikan yaitu bertumpu kepada ajaran tauhid yang melahirkan pandangan terhadap pendidikan secara holistik non dikotomik, tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode yang harus disesuaikan dengan materi dan tujuan yang akan dicapai, hubungan guru dengan murid dalam pendidikan Islam.

E. Kesimpulan

  1. Sebagai tokoh pembaruan dan intelektual Muslim, Muhammad Natsir nampaknya menempuh cara dakwah dan pendidikan untuk memperbaiki pemahaman dan pengamalan agama masyarakat Islam di Indonesia. Seperti apa yang diungkap, 21 Undang-undang Sistem Pendidkan Nasional (UU SISDIKNAS) tahun 2003 tidak terlepas

  

dari tuntutan reformasi, dengan berlakunya UU Sisdiknas tersebut merupakan angin segar bagi

perkembangan pendidikan nasional dan sekaligus sebagai paradikma baru pendidikan yang ditandai

dengan adanya keseimbangan antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa. Anwar Arifin, Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 15 kemajuan masyarakat Islam hanya dapat dicapai dengan memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara murni. Muhammad Natsir mengemukakan tiga pilar kebangkitan umat Islam, yaitu Masjid, Pesantren dan Kampus. keilmuan agama dan umum. Semestinya pendidikan Islam harus bisa mengintegralkan dan mensejajarkan keilmuan tersebut, karena bagi Muhammad Natsir semua ilmu pengetahuan tidak ada yang berdiri sendiri, namun semua dari Tuhan. Selain itu, dalam proses pendidikan, pendidikan Tauhid dan Akhlak bagi anak merupakan sesuatu yang sangat fundamental untuk dikembangkan. Hidup merupakan suatu perjalanan untuk mendekatkan diri dan tunduk patuh terhadap perintah Allah SWT, maka itulah yang harus menjadi tujuan dasar dari pendidikan Islam.

  3. Adapun pemikiran Muhammad Natsir dalam dunia pendidikan, yang membuktikan bahwa ia adalah seorang tokoh Islam yang memiliki pandangan luas tentang kemaslahatan umat Islam. Menurut beliau, pendidikan adalah aspek vital dari kehidupan seseorang, maju atau mundurnnya suatu bangsa, salah satu faktor utamanya adalah peran pendidikan.

  

KEPUSTAKAAN

  Departemen Agama RI, al-Qurân dan Terjemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2006 Arif, Muhammad, Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: LKIS, 2008 Abdullah, M. Amin, Studi Agama; Normativitas Atau Historisitas, Yogyakarta: Pustaka

  Belajar, 2004 Azra, Azyumardi, Integrasi Ilmu Agama dan Umum; Gagasan Solusi, Makalah, disampaikan pada acara Studium General IAIN Alauddin Makasar, 25 Agustus 2004 Arifin, Anwar , Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-undang Sisdiknas,

  Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2003

  Pemikiran Muhammad Natsir...hal.. 16 Departemen Agama RI, Tabloid Madrasah, No.3/Oktober 2005, h.3 Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-ma’arif, 1980 Mulyadi, Seto dalam “Guru Harus Bisa Menyenangkan Murid” Harian Haluan, Padang, 30

  Mei 2009 Nata, Abuddin, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Indonesia, Jakarta: Raja

  Grafindo Persada, 2005 ____________, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 2001 Nawawi, Hadari, Pendidikan Islam, Surabaya: al-Ikhlas, 1993 Natsir, Mohammad, Capita Selekta, Jakarta: Bulan Bintang, 1973