Badan Usaha Milik Negara Sebagai Lembaga

Badan Usaha Milik Negara Sebagai Lembaga Birokrasi
PENADAHULUAN
Banyak terdapat persoalan mengenai perkeonomian negara menyangkut bidang
badan usaha milik negara (BUMN) belakangan ini. Isu-isu privatisasi sedemikian
mencuat di kalangan masyarakat sehingga meninggalkan opini-opini yang terbentuk
dalam masyarakat terkait kebijakan pemerintahan Indonesia dalam mengambil sikap
dan tindakan yang dinilai kurang begitu jeli dalam menanggapi persoalan
perekonomian negara,terutama dalam hal perjanjian kontrak kerja dengan perusahaan
asing, PT.Thames PAM Jaya misalnya tapi dalam hal ini kita tidak akan
membicarakan mengenai kebijakan itu secara normatif namun kita akan
memfokuskan pada permasalahan yang ada pada PT.PLN secara yuridis.
Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945 jelas berbicara mengenai badan usaha milik
negara karena tertera dengan jelas disana mengenai intervensi negara dalam hal
penetapan kebijakan ekonomi makro yang melindungi dan mengatasnamakan
kesejahteraan rakyat dalam praktiknya, Namun realita yang ada terkait dengan
konstitusi tersebut tidak berbicara demikian, banyak terjadi privatisasi oleh pihak
swasta terhadap cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak
kasus ini terjadi tidak hanya di bidang badan perusahaan namun juga badan
pendidikan, lantas kalau sudah seperti ini akan dikemanakan nasib rakyat yang
notabene telah menjadi korban manipulasi dan penyelewengan konstitusi oleh
pemerintahannya sendiri?

Birokrasi yang rumit yang diciptakan oleh republik ini seolah menjadi celah
terhadap praktik korupsi, dan nyatanya memang demikian banyak kasus-kasus
korupsi yang mulai terungkap oleh KPK yang kebanyakan diantara para korbannya
terlihat begitu rapih alias terkoordinir dan terorganisir dengan baik. Memang patut
untuk diberi acungan jempol untuk KPK yang berani unjuk gigi dalam pemberantasan
tindak korupsi komunal alias berjamaah di negeri ini yang sejak dulu kasus korupsi
semacam ini tidak pernah bisa tersentuh oleh lemabaga Kejaksaan atau Kepolisian.
PEMBAHASAN
Hukum tata pengurusan rumah tangga negara, baik yang intern maupun ekstern,
meliputi keseluruhan urusan yang menjadi tugas, kewajiban, dan fungsi negara
sebagai badan organisasi juga sebagai suatu badan usaha. (S.Prajudi Atmosudirdjo,
1995: 44). Oleh karena itu, PT.PLN sebagai salah satu badan usaha milik negara dapat
dikategorikan sebagai badan atau Pejabat Tata Usaha Negara/Birokrasi. Hal itu
disebabkan langsung maupun tidak langsung, PT.PLN sebagai badan hukum perdata
milik negara dalam melaksanakan tugas dan fungsinya melekat pula tugas-tugas
dalam menjalankan urusan pemerintahan bidang energi kelistrikan.
Apabila PT.PLN keberadaanya tergolong sebagai badan/Pejabat Birokrasi, maka
ketika PT.PLN sebagai badan birokrasi menerbitkan suatu keputusan atau penetapan
tertulis, perlu dikaji secara seksama apakah keputusan tersebut suatu penetapan
(Beschiking) ataukah merupakan suatu tindakan hukum yang bersifat keperdataan.

Sebagai suatu contoh, umpamanya PT.PLN mengadakan perjanjian jual beli tenaga
listrik dengan konsumenya, baik konsumen perorangan maupun badan hukum.
Didalam perjanjian tersebut dicantumkan berbagai ketentuan dan sangsi terhadap

pelanggaran isi perjanjian. Salah satu sangsi jika terjadi pelanggaran oleh konsumen
adalah : pemutusan aliran listrik disertai keputusan dari PT.PLN sebagai salah satu
Badan Usaha Milik Negara yang modalnya seluruh atau sebagian dikuasai oleh
pemerintah, sedikit banyak usahanya bersifat pelayanan umum. Walaupun demikian,
oleh karena bentuknya adalah badan usaha apalagi sekarang merupakan PT persero,
maka tentu saja tujuannya mencari untung juga merupakan target utama dari
perusahaan milik negara.
Sebagai perusahaan milik negara yang bermisi pelayanan umum, PT PLN
mengemban tugas untuk menjalankan fungsi pemerintahan berupa pelayanan dibidang
ketenaga listrikkan. Oleh karena nya pada saat PT.PLN menerbitkan keputusan maka
keputusan tersebut akan tergolong sebagai keputusan dari badan/ Pejabat Birokrasi,
akan tetapi satu hal yang tak dapat dikesampingkan adalah PT.PLN Persero sebagai
badan hukum perdata milik negara dalam melakukan hubungan hukum dengan
konsumen (para pemakai jasanya) lebih banyak didasarkan pada perjanjian-perjanjian
yang tunduk pada aturan hukum perdata.
Paparan contoh PT.PLN yang adalah BUMN sebagai badan/Pejabat birokrasi diatas

dimaksudkan untuk menunjukkan betapa tidak mudahnya didalam praktik untuk
menentukan batas-batas suatu perbuatan dari pejabat birokrasi apakah tergolong
tindakannya dalam menjalankan fungsi pemerintahan atau justru dalam rangka
tindakan hukum keperdataan, umpamanya saja, ketika PT.PLN mengeluarkan surat
keputusan yang ditujukan terhadap konsumen untuk membayar tagihan susulan,
dalam kasus pemutusan aliran listrik sebagai sangsi atas pelanggaran perjanjian.
Apakah tindakan PT.PLN diatas merupakan perbuatan yang bersifat keperdataan
(privatrehtelijk) ataukah dalam menjalankan fungsi pemerintahan (publicrechtelijk)?
Kesimpulannya adalah harus ada undang-undang yang mengatur lebih rinci
mengenai hal ini karena apabila tidak ada Undang-Undang yang mengatur maka
permasalahan-permasalahan semacam yang telah dipaparkan diatas mungkin saja
berujung pada tidak adanya kepastian hukum dan peluang ini sangat memungkinkan
untuk adanya tindakan korupsi dari pihak-pihak tertentu.