FUNGSI ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN peg (1)
FUNGSI ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
“
Salah
satu
fungsi
Administrasi
Kepegawaian adalah Perencanaan kenaikan
pangkat yang didasarkan atas kecakapan
pegawai dengan adanya sistem jabatan, di
mana
pegawai-pegawai
yang
baik
ditempatkan pada
jabatan-jabatan yang
sesuai dengan kecakapannya, sehingga
mereka dapat mencapai tingkat jabatan
yang paling tinggi (Felix A. Nigro,1963:36)
Nama : Ibrahim
Nim : 1365141010
Kelas : A
Di era serba modern ini administrasi yang baik adalah kunci utama untuk
mencapai tujuan suatu lembaga, jika suatu lembaga tersebut memiliki
pengadministrasian yang baik maka sudah tentu lembaga tersebut dapat dikatakan
sukses dalam mengatur rumah tangganya. Demikian pula seluruh birokrasi
pemerintahan dan terutama segi kepegawaian. Karena merekalah yang pada
akhirnya menjadi pelaksana dari kegiatan-kegiatan pemerintah, baik Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah. Namun memang harus diakui bahwa di
Indonesia terdapat kelemahan-kelemahan dan hambatan-hambatan dibidang
administrasi kepegawaian ini. Salah satu diantaranya adalah kenaikan pangkat yang
tidak didasarkan pada kecakapan pegawai , sehingga banyak pegawai yang di
tempatkan pada jabatan-jabatan yang tidak sesuai dengan kecakapannya. Di
tambah lagi, secara umum kinerja PNS di Indonesia masih lemah/kurang. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, karena tidak adanya job description yang
jelas dari masing-masing PNS. Kedua, tidak jelasnya tugas pokok dan fungsi dari
unit organisasi. Dua aspek inilah yang menyebabkan kinerja pegawai masih sangat
sulit untuk dikembangkan. Apabila setiap pegawai mempunyai job description yang
jelas maka mereka akan mempunyai kejelasan mau melaksanakan/mengerjakan
apa setiap hari di kantor. Saat ini banyak pegawai yang datang ke kantor setiap hari
tetapi tidak tahu akan mengerjakan apa.
Kenyataan atau pengalaman yang ada di lapangan, dalam hal kenaikan
pangkat yang didasarkan atas kecakapan pegawai rasanya belum berjalan dengan
lancar. Tercermin dalam system penilaian kinerja yang masih kuat dengan
pendekatan pendekatan formalitas yang kurang menggambarkan kondisi objektif
yang ada. Demikian pula dengan pengangkatan dalam jabatan yang kurang
mendasarkan pada kompetensi nyata pada para calon yang akan diangkat.
Sebenarnya sudah ada upaya-upaya pembinaan pegawai di Indonesia. Misalnya
Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 43 Tahun
1999 pasal 1 angka 8 adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan
efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan
kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan
kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian.
Manajemen PNS ini diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna. Oleh
karena itu, dibutuhkan PNS yang profesional, bertanggungjawab, jujur dan adil
melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan system
karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Lebih lanjut dalam pasal 13
ayat (1) UU tersebut dijelaskan bahwa kebijaksanaan manajemen PNS mencakup
penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan
kualitas sumber daya PNS, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan,
pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum.
Namun, kondisi di lapangan menemukan banyak kendala shimgga aturanaturan tersebut tidak dapat berjalan secara efektif. Kesulitan dalam menerapkan
peraturan perundang-undangan akan mempengaruhi upaya pengembangan PNS.
Contohnya adalah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Proses penilaian pekerjaaan Pegawai
Negeri Sipil yang lebih dikenal dengan sebutan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaaan) sangatlah subyektif. Unsur–unsur yang dijadikan dasar penilaian sangat
sulit diukur keberhasilannya. Akibatnya, hasil penilaiannya tidak mampu
membedakan antara PNS yang berkinerja baik dengan mereka yang berkinerja
sebaliknya. Demikian juga halnya dengan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1979
Tentang Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini tidak
menitikberatkan pada kinerja yang dihasilkan oleh Pegawai Negeri Sipil tetapi hanya
didasarkan atas kepangkatan, jabatan, dan masa kerja, padahal unsur-unsur ini
tidak mencerminkan kinerja yang dihasilkan. Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil
bersifat regular. Artinya, setiap 4 tahun sekali PNS secara otomatis akan mengalami
kenaikan pangkat terlepas apakah yang bersangkutan mampu menunjukkan kinerja
yang istimewa atau tidak sama sekali. Kenaikan pangkat seperti ini sama sekali tidak
terkait dengan kinerja yang dihasilkan. Kesimpulannya, pola kenaikan pangkat yang
diterapkan selama ini sesungguhnya telah menyalahi aturan pasal 12 ayat (2) UU
No. 43 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa “… pembinaan yang dilaksanakan
berdasarkan system prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada
sistem prestasi kerja”. Sejumlah peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan tampak
kurang sejalan dengan amanat peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya. Misalnya tidak sinkronnya antara substansi Peraturan Pemerintah
dengan UU.
Bagaimana pengembangan PNS bisa berjalan secara efektif jika masingmasing sub system tidak tidak saling mendukung dan tidak memiliki ikatan yang erat
satu sama lain. Contohnya adalah UU No. 43 Tahun 1999 mengamanatkan
pembinaan PNS didasarkan pada sistem prestasi kerja dan sistem karier.
Kenyataannya, pengukuran kinerja PNS yang sekarang digunakan tidak
berdasarkan system prestasi kerja, tetapi didasarkan atas kepangkatan, jabatan,
dan masa kerja, padahal unsur-unsur ini tidak mencerminkan kinerja yang
dihasilkan.
Seharusnya PNS di Indonesia harus memiliki pola karir. Pola karier PNS ini
sangat penting sebagai dasar pengembangan karier dan potensi PNS sehingga
pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dapat dilakukan secara adil dan
transparan. Jika pola karier ini telah terwujud, maka seorang PNS dapat mengetahui
arah perjalanan dan bahkan merencanakan kariernya serta jabatan yang akan
diembannya sesuai kompetensi yang dimiliki selama jangka waktu tertentu, misalnya
sepuluh tahun ke depan. Masih ada sistem kenaikan pangkat yang diberlakukan
selama ini yang bersifat administrasi dan masih belum dikaitkan dengan prestasi
kerja yang dihasilkan PNS. kelemahan sistem pengukuran kinerja sehingga PNS
yang berprestasi kurang mendapat perhatian dan penghargaan yang adil. PNS yang
prestasi kerjanya tidak bagus masih memungkinkan untuk naik pangkat/golongan.
Kendala yang terjadi adalah ketidaksesuaian antara kompetensi dengan pekerjaan
yang diemban.
Selain pola karir, sistem pengukuran kinerja juga harus di perhatikan. Sistem
dan implementasi pengukuran kinerja PNS yang masih berlaku dewasa ini
menempati posisi yang sangat strategis karena pada dasarnya hasil pengukuran
kinerja yang dilakukan secara objektif, valid dan terukur memberikan banyak
manfaat bagi proses pengambilan keputusan di bidang kepegawaian. Hanya saja,
hal ini yang tampaknya kurang disadari oleh para pengambil kebijakan di bidang
pengelolaan kepegawaian baik dalam jajaran pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Penilaian DP-3 yang berlaku sampai hari ini pada dasarnya tidak memiliki
arti yang nyata terhadap pengukuran kinerja PNS. Penilaian DP-3 sangat subyektif
karena kelemahan-kelemahan aspek, mekanisme dan sifat pengukurannya. Hasil
penilaian DP-3 tidak dapat membedakan seorang PNS yang mempunyai kinerja
yang bagus dengan yang tidak bagus. Yang anehnya, tidak ada satupun dari atasan
yang berkeinginan untuk memberikan penilaian yang jelek terhadap anak buahnya
sekalipun faktanya memang kinerja bawahannya tidak memuaskan. Dengan
diberlakukannya system 4 tahun sekali setiap pegawai otomatis akan mengalami
kenaikan pangkat dimana setiap pegawai akan naik pangkat tidak lagi di perhatikan
apakah kinerjanya sudah bagus dan sudah mencapai apa yang di inginkan oleh
instansi yang ditempatinya.
Untuk mendapatkan pegawai-pegawai yang professional dan bisa di
tempatkan pada jabatan yang sesuai dengan kecakapannya seharusnya kenaikan
pangkat ini harus lebih di perhatikan lagi. Untuk mencapai hal tersebut sub-sub
system yang di berlakukan harus saling berkaitan dan saling mendukung, sehingga
pada saat penilaian kinerja pegawai untuk kepentingan kenaikan pangkatnya
berjalan secara obyektif, dan sesuai dengan kenyataan yang di lakukan pegawai
dilapangan.
“
Salah
satu
fungsi
Administrasi
Kepegawaian adalah Perencanaan kenaikan
pangkat yang didasarkan atas kecakapan
pegawai dengan adanya sistem jabatan, di
mana
pegawai-pegawai
yang
baik
ditempatkan pada
jabatan-jabatan yang
sesuai dengan kecakapannya, sehingga
mereka dapat mencapai tingkat jabatan
yang paling tinggi (Felix A. Nigro,1963:36)
Nama : Ibrahim
Nim : 1365141010
Kelas : A
Di era serba modern ini administrasi yang baik adalah kunci utama untuk
mencapai tujuan suatu lembaga, jika suatu lembaga tersebut memiliki
pengadministrasian yang baik maka sudah tentu lembaga tersebut dapat dikatakan
sukses dalam mengatur rumah tangganya. Demikian pula seluruh birokrasi
pemerintahan dan terutama segi kepegawaian. Karena merekalah yang pada
akhirnya menjadi pelaksana dari kegiatan-kegiatan pemerintah, baik Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah. Namun memang harus diakui bahwa di
Indonesia terdapat kelemahan-kelemahan dan hambatan-hambatan dibidang
administrasi kepegawaian ini. Salah satu diantaranya adalah kenaikan pangkat yang
tidak didasarkan pada kecakapan pegawai , sehingga banyak pegawai yang di
tempatkan pada jabatan-jabatan yang tidak sesuai dengan kecakapannya. Di
tambah lagi, secara umum kinerja PNS di Indonesia masih lemah/kurang. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, karena tidak adanya job description yang
jelas dari masing-masing PNS. Kedua, tidak jelasnya tugas pokok dan fungsi dari
unit organisasi. Dua aspek inilah yang menyebabkan kinerja pegawai masih sangat
sulit untuk dikembangkan. Apabila setiap pegawai mempunyai job description yang
jelas maka mereka akan mempunyai kejelasan mau melaksanakan/mengerjakan
apa setiap hari di kantor. Saat ini banyak pegawai yang datang ke kantor setiap hari
tetapi tidak tahu akan mengerjakan apa.
Kenyataan atau pengalaman yang ada di lapangan, dalam hal kenaikan
pangkat yang didasarkan atas kecakapan pegawai rasanya belum berjalan dengan
lancar. Tercermin dalam system penilaian kinerja yang masih kuat dengan
pendekatan pendekatan formalitas yang kurang menggambarkan kondisi objektif
yang ada. Demikian pula dengan pengangkatan dalam jabatan yang kurang
mendasarkan pada kompetensi nyata pada para calon yang akan diangkat.
Sebenarnya sudah ada upaya-upaya pembinaan pegawai di Indonesia. Misalnya
Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 43 Tahun
1999 pasal 1 angka 8 adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan
efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan
kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan
kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian.
Manajemen PNS ini diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna. Oleh
karena itu, dibutuhkan PNS yang profesional, bertanggungjawab, jujur dan adil
melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan system
karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Lebih lanjut dalam pasal 13
ayat (1) UU tersebut dijelaskan bahwa kebijaksanaan manajemen PNS mencakup
penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan
kualitas sumber daya PNS, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan,
pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum.
Namun, kondisi di lapangan menemukan banyak kendala shimgga aturanaturan tersebut tidak dapat berjalan secara efektif. Kesulitan dalam menerapkan
peraturan perundang-undangan akan mempengaruhi upaya pengembangan PNS.
Contohnya adalah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Proses penilaian pekerjaaan Pegawai
Negeri Sipil yang lebih dikenal dengan sebutan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaaan) sangatlah subyektif. Unsur–unsur yang dijadikan dasar penilaian sangat
sulit diukur keberhasilannya. Akibatnya, hasil penilaiannya tidak mampu
membedakan antara PNS yang berkinerja baik dengan mereka yang berkinerja
sebaliknya. Demikian juga halnya dengan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1979
Tentang Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini tidak
menitikberatkan pada kinerja yang dihasilkan oleh Pegawai Negeri Sipil tetapi hanya
didasarkan atas kepangkatan, jabatan, dan masa kerja, padahal unsur-unsur ini
tidak mencerminkan kinerja yang dihasilkan. Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil
bersifat regular. Artinya, setiap 4 tahun sekali PNS secara otomatis akan mengalami
kenaikan pangkat terlepas apakah yang bersangkutan mampu menunjukkan kinerja
yang istimewa atau tidak sama sekali. Kenaikan pangkat seperti ini sama sekali tidak
terkait dengan kinerja yang dihasilkan. Kesimpulannya, pola kenaikan pangkat yang
diterapkan selama ini sesungguhnya telah menyalahi aturan pasal 12 ayat (2) UU
No. 43 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa “… pembinaan yang dilaksanakan
berdasarkan system prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada
sistem prestasi kerja”. Sejumlah peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan tampak
kurang sejalan dengan amanat peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya. Misalnya tidak sinkronnya antara substansi Peraturan Pemerintah
dengan UU.
Bagaimana pengembangan PNS bisa berjalan secara efektif jika masingmasing sub system tidak tidak saling mendukung dan tidak memiliki ikatan yang erat
satu sama lain. Contohnya adalah UU No. 43 Tahun 1999 mengamanatkan
pembinaan PNS didasarkan pada sistem prestasi kerja dan sistem karier.
Kenyataannya, pengukuran kinerja PNS yang sekarang digunakan tidak
berdasarkan system prestasi kerja, tetapi didasarkan atas kepangkatan, jabatan,
dan masa kerja, padahal unsur-unsur ini tidak mencerminkan kinerja yang
dihasilkan.
Seharusnya PNS di Indonesia harus memiliki pola karir. Pola karier PNS ini
sangat penting sebagai dasar pengembangan karier dan potensi PNS sehingga
pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dapat dilakukan secara adil dan
transparan. Jika pola karier ini telah terwujud, maka seorang PNS dapat mengetahui
arah perjalanan dan bahkan merencanakan kariernya serta jabatan yang akan
diembannya sesuai kompetensi yang dimiliki selama jangka waktu tertentu, misalnya
sepuluh tahun ke depan. Masih ada sistem kenaikan pangkat yang diberlakukan
selama ini yang bersifat administrasi dan masih belum dikaitkan dengan prestasi
kerja yang dihasilkan PNS. kelemahan sistem pengukuran kinerja sehingga PNS
yang berprestasi kurang mendapat perhatian dan penghargaan yang adil. PNS yang
prestasi kerjanya tidak bagus masih memungkinkan untuk naik pangkat/golongan.
Kendala yang terjadi adalah ketidaksesuaian antara kompetensi dengan pekerjaan
yang diemban.
Selain pola karir, sistem pengukuran kinerja juga harus di perhatikan. Sistem
dan implementasi pengukuran kinerja PNS yang masih berlaku dewasa ini
menempati posisi yang sangat strategis karena pada dasarnya hasil pengukuran
kinerja yang dilakukan secara objektif, valid dan terukur memberikan banyak
manfaat bagi proses pengambilan keputusan di bidang kepegawaian. Hanya saja,
hal ini yang tampaknya kurang disadari oleh para pengambil kebijakan di bidang
pengelolaan kepegawaian baik dalam jajaran pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Penilaian DP-3 yang berlaku sampai hari ini pada dasarnya tidak memiliki
arti yang nyata terhadap pengukuran kinerja PNS. Penilaian DP-3 sangat subyektif
karena kelemahan-kelemahan aspek, mekanisme dan sifat pengukurannya. Hasil
penilaian DP-3 tidak dapat membedakan seorang PNS yang mempunyai kinerja
yang bagus dengan yang tidak bagus. Yang anehnya, tidak ada satupun dari atasan
yang berkeinginan untuk memberikan penilaian yang jelek terhadap anak buahnya
sekalipun faktanya memang kinerja bawahannya tidak memuaskan. Dengan
diberlakukannya system 4 tahun sekali setiap pegawai otomatis akan mengalami
kenaikan pangkat dimana setiap pegawai akan naik pangkat tidak lagi di perhatikan
apakah kinerjanya sudah bagus dan sudah mencapai apa yang di inginkan oleh
instansi yang ditempatinya.
Untuk mendapatkan pegawai-pegawai yang professional dan bisa di
tempatkan pada jabatan yang sesuai dengan kecakapannya seharusnya kenaikan
pangkat ini harus lebih di perhatikan lagi. Untuk mencapai hal tersebut sub-sub
system yang di berlakukan harus saling berkaitan dan saling mendukung, sehingga
pada saat penilaian kinerja pegawai untuk kepentingan kenaikan pangkatnya
berjalan secara obyektif, dan sesuai dengan kenyataan yang di lakukan pegawai
dilapangan.