Chapter II Analisis Hukum Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Pemberian Kredit Tanpa Agunan Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbkantor Cabang Usu Medan

23

BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG KREDIT BANK
A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit
Bila dilihat secara etimologis kata Kredit berasal dari bahasa romawi
“Credere” artinya percaya, dalam bahasa Belanda istilahnya “Vertrouwen”, dalam
bahasa Inggris “Believe atau Trust” yang artinya yaitu percaya.
Beberapa pendirian/pendapat mengenai arti kredit di dalam kepustakaan
Hukum Perdata, antara lain :
1. Savelberg mengatakan bahwa kredit mempunyai arti antara lain :
a. Sebagai dasar perikatan dimana seseorang berhak menuntut sesuatu
dari orang lain;
b. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada
orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang telah
diserahkannya.
2. Levy merumuskan arti kredit yaitu menyerahkan secara sukarela sejumlah
uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit 6.
Pengertian Kredit menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967,
adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain dalam

hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan. Sementara menurut UndangUndang 7 Tahun 1992, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

6

Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian kredit bank, Alumni, Bandung, 1991, hal.24.

24

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga,
imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Pasal 1 butir 11 UU No. 10 Tahun 1998 merumuskan bahwa kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
Pasal 1 butir 5 Peraturan Bank Indonesia No.7/2/PBI/2005 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga termasuk: (a)
cerukan (overdraf), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak
dapat dibayar lunas pada akhir hari; (b) pengambilalihan tagihan dalam rangka
kegiatan anjak piutang; dan (c) pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak
lain.
Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) 2001 mendefinisikan
kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamkan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam (debitor) untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.

25

Berdasarkan pengertian kredit seperti tersebut di atas, maka suatu pinjammeminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut :
1. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyediaan uang

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak
penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang
kemudian disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara
tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktek
perbankan misalnya berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan
penyedia fasilitas dana untuk pembukaan letter of credit (L/C).
2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain
Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam merupakan dasar dari
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyediaan uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
dibuat oleh bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk
perjanjian kredit. Perjanjian kredit yang dibuat secara sah (memenuhi
ketentuan pasal 1320 KUHPerdata) merupakan undang-undang bagi bank
dan debitur (sesuai Pasal 1338 alinea pertama KUHPerdata).
3. Adanya kewajiban melunasi utang
Pinjam-meminjam uang adalah suatu utang bagi peminjam. Peminjam
wajib melunasinya sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
diperjanjikan/ disepakati dalam perjanjian kredit.

4. Adanya jangka waktu tertentu
Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka waktu tertentu. Jangka waktu
tersebut ditetapkan pada perjanjian kredit yang dibuat bank dengan
debitur. Jangka waktu kredit harus ditetapkan secara tegas karena
menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak.
5. Adanya pemberian bunga kredit
Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan
adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman
yang diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang
dipinjamkan atau disetujui bank kepada debitur. Sepanjang terhadap bunga
kredit yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayarannya
oleh debitur, akan merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama
bagi bank. 7

7

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rajawali Pers,
Jakarta, 2007, hal. 76-78.

26


Dari berbagai jenis perjanjian yang diatur dalam Bab V sampai dengan
XVIII Buku III KUH Perdata tidak terdapat ketentuan tentang perjanjian kredit
bank, bahkan dalam undang-undang perbankan sendiri tidak mengenal istilah
perjanjian kredit bank. Sementara menurut Sutarno, perjanjian kredit sebagian
dikuasai atau mirip perjanjian pinjam uang seperti diatur dalam KUHPerdata. 8
Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata
tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau
ajaran umum yang terdapat dalam KUHPerdata, seperti yang terdapat didalam
Pasal 1319 yang menyatakan bahwa : “Semua perjanjian baik yang mempunyai
nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus maupun yang
tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum
yang termuat dalam Bab I dan Bab II”.
Suatu perjanjian kredit diakui secara yuridis apabila sesuai dengan syaratsyarat sahnya perjanjian atau kontrak yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yang meliputi empat syarat yaitu :
a. Syarat subjektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian/kontrak
dapat dibatalkan. Hal ini meliputi :
1. Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan);
dan
2. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.

b. Syarat objektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknnya batal demi
hukum. Hal ini meliputi:
1. Suatu hal (objek) tertentu; dan
2. Sesuatu sebab yang halal (kausa). 9

8
9

Sutarno, Op.Cit, hal.96.
Dr. Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Penerbit
Kencana, Jakarta, 2005, hal. 40.

27

Selain hal tersebut diatas, perjanjian kredit juga harus memuat asas-asas
perjanjian sebagaimana perjanjian pada umumnya yang diatur dalam Buku III
KUHPerdata. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Asas Konsensualisme adalah perjanjian itu telah terjadi jika telah ada
sepakat
(konsensus)

antara
pihak-pihak
yang
mengadakan
perjanjian/kontrak.
2. Asas Kebebasan Berkontrak artinya seseorang bebas untuk mengadakan
perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula
menentukan bentuk kontraknya.
3. Asas Pacta Sunt Servanda artinya kontrak/perjanjian itu merupakan
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (mengikat). 10
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok atau perjanjian induk yang
mengatur hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur. Kreditur berkewajiban
mencairkan pinjaman sebesar pinjaman yang disetujui dan debitur berkewajiban
mengembalikan pinjaman sesuai jadwal waktu yang ditetapkan dalam perjanjian
kredit. Pinjaman uang yang telah dicairkan kepada debitur tersebut mempunyai
resiko berupa debitur tidak dapat mengembalikan baik hutang pokok dan bunga
tepat pada waktunya bahkan sama sekali debitur karena sesuatu hal tidak mampu
lagi membayar hutangnya meskipun telah diberikan keringanan dan kemudahan
untuk pengembalian pinjaman itu. Untuk menjamin pembayaran kembali hutang
yang diberikan tersebut maka kreditur mensyaratkan agar debitur menyediakan

dan memberikan jaminan berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak yang
memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat kelunasan
dengan menjual atau melelang barang-barang tersebut bila debitur tidak dapat
membayar hutangnya pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. 11

10
11

Ibid
Sutarno, Op.Cit, hal. 6.

28

Dilihat

dari

bentuknya,

umumnya


perjanjian

kredit

perbankan

menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu,
memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank
sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan
baik perjanjian yang dengan demikian itu biasanya disebut dengan perjanjian
baku, dimana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi
menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau
tawar-menawar. 12 Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan
yang ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani
perjanjian kredit tersebut, tetapi jika debitur menolak ia tidak perlu untuk
menandatangani perjanjian kredit tersebut. 13
Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani Bank dan Debitur
maka tidak ada pemberian kredit itu. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara

Bank dan Debitur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban
kedua pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit (pinjaman uang).
Perjanjian kredit biasanya diikuti dengan perjanjian jaminan maka perjanjian
kredit adalah pokok atau prinsip sedangkan perjanjian jaminan adalah perjanjian
ikutan atau assesoir artinya ada dan berakhirnya perjanjian jaminan tergantung
dengan perjanjian pokok (perjanjian kredit). Sebagai contoh jika perjanjian kredit
berakhir karena ada pelunasan hutang maka secara otomatis perjanjian jaminan
akan menjadi hapus atau berakhir. Sebaliknya jika perjanjian jaminan hapus atau
12
13

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, hal. 71.
Ibid, hal. 71-72.

29

berakhir, misalnya barang yang menjadi jaminan musnah maka perjanjian kredit
tidak berakhir. Jadi perjanjian kredit harus mendahului perjanjian jaminan, tidak
mungkin ada jaminan tanpa ada perjanjian kredit. Perjanjian kredit berlaku sejak
ditandatangani kedua pihak (kreditur dan debitur). Sejak ditandatangani perjanjian

kredit, Bank sebagai kreditur sudah mencatat adanya kewajiban menyerahkan
uang (mencairkan uang secara bertahap) sesuai perjanjian. Adanya kewajiban
menyerahkan uang tersebut dalam pembukuan Bank dicatat dalam posisi Of
Balanced yang dalam akutansi disebut komitmen (artinya Bank setiap saat siap
untuk menyerahkan uang kepada debiturnya sesuai permintaan debitur sepanjang
memenuhi syarat yang diatur dalam perjanjian kredit). Jika Bank secara riil telah
menyerahkan uang maka Bank akan mencatat dalam pembukuannya pada sisi On
Balanced artinya perjanjian kredit benar-benar terjadi dan berlaku. Jadi meskipun
perjanjian kredit telah ditandatangani Bank dan debiturnya tetapi debitur belum
menarik uangnya maka perjanjian kredit dianggap belum terjadi/ belum ada. 14
Dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis dapat mengacu pada pasal 1
butir 11 UU No. Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan. Pada pasal itu terdapat kata-kata: penyediaan uang atau tagihan
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat
perjanjian. Meskipun dalam pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus
dibuat secara tertulis. Dasar hukum lain yang mengharuskan perjanjian kredit
harus tertulis adalah Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1966 tanggal

14

Sutarno, Op.Cit, hal. 98.

30

10 Oktober 1966. Dalam instruksi tersebut ditegaskan “dilarang melakukan
pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara Bank dengan
Debitur atau antara Bank Sentral dan Bank-bank lainnya. Surat Bank Indonesia
yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa No. 03/1093/UPK/KPD tanggal 29
Desember 1970, khususnya butir 4 yang berbunyi untuk pemberian kredit harus
dibuat surat perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti
tertulis antara Bank dengan debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian
rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu
merupakan perjanjian. Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta
yang dibuat sebagai alat bukti, dikatakan salah satu bentuk akta karena masih
banyak perjanjian-perjanjian lain yang merupakan akta misalnya perjanjian jual
beli, perjanjian sewa-menyewa dan lain lain. 15
Perjanjian kredit yang telah ditandatangani para pihak, baik yang
berbentuk akta di bawah tangan (dibuat para pihak sendiri) atau dalam bentuk akta
otentik (dibuat oleh dan dihadapan Notaris), mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang
membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara Bank sebagai
kreditur dan debitur. Hak debitur adalah menerima pinjaman dan
menggunakan sesuai tujuannya dan kewajiban debitur mengembalikan
hutang tersebut baik pokok dan bunga sesuai waktu yang ditentukan. Hak
kreditur untuk mendapat pembayaran bunga dan kewajiban kreditur adalah
meminjamkan sejumlah uang kepada debitur, dan kreditur berhak
menerima pembayaran kembali pokok dan bunga.
b. Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan
atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit
berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian
kredit. Untuk mencairkan kredit dan penggunaan kredit dapat dipantau dari
ketentuan perjanjian kredit.

15

Ibid, hal 99.

31

c. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari
perjanjian ikutannya yaitu perjanjian pengikatan jaminan. Pemberian
kredit pada umumnya dijamin dengan benda-benda bergerak atau benda
tidak bergerak milik debitur atau milik pihak ketiga yang harus dilakukan
pengikatan jaminan.
d. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya
hutang debitur artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan
eksekutorial atau tidak memberikan kekuasaan langsung kepada bank atau
kreditur untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu
melunasi hutangnya (wanprestasi). 16
Perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan eksekutorial karena perjanjian
kredit hanya bisa sebagai alat bukti adanya hutang, sehingga jika debitur
wanprestasi maka tindakan hukum yang dilakukan dengan mengajukan gugatan
melalui pengadilan yang memerlukan waktu yang lama. Tujuan mengajukan
gugatan adalah untuk mencari keputusan yang tetap. Setelah ada putusan
pengadilan yang tetap maka berdasarkan keputusan itu digunakan untuk
mengajukan eksekusi jaminan dan harta kekayaan lain milik debitur. Perjanjian
kredit berakhir apabila terjadi pelunasan pembayaran, penawaran pembayaran
tunai dengan penyimpanan atau penitipan (consignatie), novasi atau pembaruan
utang, kompensasi atau perjumpaan utang, percampuran utang, pembebasan
utang, musnahnya barang yang terutang, pembatalan perjanjian, berlakunya syarat
batal dan daluwarsa atau lewatnya waktu (Pasal 1381 KUHPerdata). Dengan
berakhirnya perjanjian maka secara otomatis berakhir pula perjanjian accesorinya
yaitu perjanjian pengikatan jaminan dan semua dokumen jaminan harus
dikembalikan kepada debitur atau pemiliknya. 17

16
17

Ibid, hal. 129-130.
Hermansyah, Op.Cit., hal. 139

32

B. Fungsi, Tujuan dan Jenis-Jenis Kredit
Fungsi kredit dalam kehidupan perekonomian perdagangan dan keuangan
di Indonesia secara garis besarnya adalah sebagai berikut: Kredit dapat
meningkatkan utility (daya guna) dari modal atau uang dana yang tersimpan pada
suatu bank akan bermanfaat bagi para pengusaha untuk memperluas usahanya,
karena dana yang ada tersebut tidaklah diam, tetapi dana tersebut disalurkan untuk
usaha-usaha yang bermanfaat baik kemanfaatan bagi pengusaha juga bagi
masyarakat luas. 18
Menurut Kasmir, fungsi kredit adalah sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan daya guna uang.
Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya
jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang
berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk
menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.
2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu
wilayah kewilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang
dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh
tambahan uang dari daerah lainnya.
3. Untuk meningkatkan daya guna barang.
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur
untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna dan
bermanfaat.
4. Meningkatkan peredaran barang.
Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu
wilayah ke wilayah lainnya sehingga jumlah barang yang beredar dari satu
wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula
meningkatkan devisa Negara.
5. Sebagai alat stabilitas ekonomi.
Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi
karena adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang
diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula kredit membantu dalam

18

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang
Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Bandung,
Citra Aditya Bakti, 1996, hal.152.

33

mengekspor barang dari dalam negeri keluar negeri sehingga
meningkatkan devisa Negara.
6. Untuk meningkatkan kegairahan manusia.
Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan
berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.
7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan.
Semakin banyak kredit yang disalurkan, akan semakin baik terutama
dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit bank diberikan
untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan
tenaga kerja sehingga dapat pula mengurangi pengangguran. Disamping
itu, bagi masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat meningkatkan
pendapatanya seperti membuka warung atau menyewa rumah kontrakan
atau jasa lainnya.
8. Untuk meningkatkan hubungan internasional.
Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling
membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit.
Pemberian kredit oleh Negara lain akan meningkatkan kerja sama di
bidang lainnya. 19
Suatu kredit mencapai fungsinya, baik bagi debitur, kreditur maupun
masyarakat, apabila secara sosial ekonomis membawa pengaruh yang lebih baik.
Bagi pihak debitur dan kreditur, mereka sama-sama memperoleh keuntungan dan
juga mengakibatkan tambahan penerimaan negara dari pajak, serta membawa
dampak kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro 20.
Menurut Thomas Suyatno, tujuan kredit yang hanya mendapatkan
keuntungan semata-mata hanya terdapat di negara-negara liberal. Di Indonesia
yang sedang membangun, tujuan utama kredit yaitu untuk mensukseskan
pembangunan. Mensukseskan pembangunan berarti pembangunan fisik dan
mental bangsa Indonesia. 21
Menurut Kasmir, tujuan kredit diberikan tidak terlepas dari misi dari bank
tersebut. Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut:
1. Mencari keuntungan
19

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010,
hal.101.
20
Mohhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung
hal. 232.
21
Thomas Suyatno Dkk, kelembagaan perbankan, Gramedia, Jakarta, 1990, hal.13.

34

Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut.
Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank
sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada
nasabah. Keuntungan ini penting untuk untuk kelangsungan hidup bank.
Jika bank yang terus-menerus menderita kerugian, maka besar
kemungkinan bank tersebut akan dilikudiasi (dibubarkan).
2. Membantu usaha nasabah
Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan
dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana
tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan
memperluaskan usahanya.
3. Membantu pemerintah
Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak
perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti
adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor. 22
Lembaga keuangan (Bank) di Indonesia memiliki misi dan fungsi khusus,
yaitu bank diarahkan untuk berperan sebagai agen pembangunan (agent of
development), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan mendukung pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah
peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Fungsi tersebut merupakan jabaran dari
Pasal 4 Undang-Undang Perbankan, yaitu perbankan Indonesia bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak 23.
Menurut Munir Fuady, dalam praktek perbankan kredit dapat dibedakan
berdasarkan faktor-faktor yang terdapat dalam pemberian kredit tersebut sehingga
dapat ditemukan jenis-jenis kredit berdasarkan jangka waktunya, sifat
penggunaannya, dan juga berdasarkan cara pemakaiannya.
22
23

Kasmir, Op.Cit, hal. 100.
Johanes Ibrahim, 2004, Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif,
CV.Utomo, Bandung, hal. 36.

35

Berdasarkan jangka waktunya, kredit terbagi menjadi:
1. Kredit jangka pendek yaitu kredit yang mempunyai jangka waktu sampai
satu tahun. Kredit ini diberikan untuk jangka waktu tiga bulan, enam
bulan, dan selama-lamanya satu tahun. Setelah berakhir jangka waktunya
maka bank dapat memberikan perpanjangan waktu lagi atas permohonan
debitur. Jenis kredit jangka pendek ini sering diberikan untuk Kredit
Modal Kerja, kredit dalam perdagangan ekspor dan impor.
2. Kredit jangka menengah yaitu kredit yang jangka waktunya antara satu
tahun hingga tiga tahun. Biasanya kredit ini diberikan untuk investasi yang
tidak lebih dari tiga tahun, misalnya untuk membeli kendaraan bermotor,
kredit untuk keperluan produksi, atau untuk Kredit Modal Kerja.
3. Kredit jangka panjang yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga
tahun. Kredit ini biasanya diberikan untuk investasi dalam rangka
rehabilitasi, ekspansi atau pendirian suatu proyek.
Kredit menurut sifat penggunaannya, terbagi menjadi dua yaitu:
1. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan yang
bersifat konsumsi. Kebutuhan ini berupa kebutuhan primer seperti
kebutuhan akan tempat tinggal, dan kebutuhan sekunder.
2. Kredit produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk tujuan produksi baik
untuk meningkatkan usaha debitur dalam berproduksi, investasi, maupun
untuk perdagangan.
1.

2.

3.

4.

Kredit ditinjau dari segi cara pemakaiannya, terbagi menjadi :
Kredit rekening koran bebas, yaitu kredit dalam bentuk rekening Koran
(kredit berdasarkan perhitungan debet dan kredit, dimana bank selalu
membukukan pengambilan dan setoran oleh debitur) yang diberikan secara
berangsur-angsur dimana rekening korannya telah diisi menurut besarnya
kredit (maksimum jumlah kredit) dan debitur bebas melakukan penarikan
rekening Koran selama kredit berjalan.
Kredit rekening koran terbatas, yaitu kredit rekening Koran dengan
pembatasan tertentu dalam penarikan uang dari rekening korannya secara
berangsur-angsur. Disini debitur dilarang menarik uang sekaligus, tetapi
secara teratur dan sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan laporan
perkembangan usaha debitur.
Kredit rekening koran aflopend, disini debitur dapat menarik seluruh
maksimum jumlah kredit. Dalam kredit ini yang diatur adalah saldo debet
pada waktu-waktu tertentu yang harus ditaati debitur. Kredit ini biasanya
digunakan pada kredit investasi.
Revolving credit, disini penarikan kredit sama dengan pada jenis kredit
rekening Koran bebas dan masa penggunaannya satu tahun tetapi dengan
syarat penarikannya yaitu pada akhir triwulan kesatu saldo peminjam
harus tersisa nol, dan pada triwulan kedua debitur dapat menarik lagi
secara bebas dan seterusnya sampai akhir satu tahun. Bila bank
beranggapan bahwa kredit masih dapat dilanjutkan maka dapat diadakan
pembaharuan kredit.

36

5. Term loan, jenis kredit ini mirip dengan kredit rekening Koran bebas tetapi
penggunannya sangat fleksibel, artinya debitur dapat menggunakan
kreditnya untuk keperluan apa saja dan bank tidak tahu tentang
penggunaannya. Jenis kredit ini dapat digunakan untuk kredit perdagangan
dan investasi. 24
Ada juga penamaan jenis kredit didasarkan pada penggunannya, yaitu
Kredit Usaha Tani, Kredit Konsumtif dan Kredit Profesi, Kredit Investasi Kecil
(KIK) dan Kredit Modal Kerja, Kredit Usaha Kecil (KUK) dan lain-lain. 25
Sedangkan menurut Kasmir, jenis kredit dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang, antara lain:
a. Dilihat dari segi kegunaan
1. Kredit investasi
Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya
digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun
proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. Contoh kredit
investasi misalnya untuk membangun pabrik atau membeli mesinmesin. masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama
dan dibutuhkan modal yang relatif besar.
2. Kredit modal kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan
meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai contoh kredit
modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji
pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses
produksi perusahaan.
b. Dilihat dari segi tujuan kredit
1. Kredit produktif
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau
investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.
Sebagai contohnya kredit untuk membangun pabrik yang nantinya akan
menghasilkan barang dan kredit pertanian akan menghasilkan produk
pertanian, kredit pertambangan menghasilkan bahan tambang atau
kredit industri akan menghasilkan barang industri.
2. Kredit konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. dalam kredit
ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena
memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan

24

25

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002,
hal.13.
Ibid. hal. 17.

37

usaha. Sebagai contoh kredit untuk perumahan, kredit mobil pribadi,
kredit perabotan rumah tangga dan kredit konsumtif lainnya.
3. Kredit perdagangan
Merupakan kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan
untuk membeli aktivitas perdagangannya seperti untuk membeli barang
dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang
dagangan tersebut. kredit ini sering diberikan kepada suplier atau agenagen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar.
Contoh kredit ini misalnya kredit ekspor dan impor.
c. Dilihat dari segi jangka waktu
1. Kredit jangka pendek
Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau
paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal
kerja. Contohnya untuk peternakan, misalnya kredit peternakan ayam
atau jika untuk pertanian misalnya tanaman padi atau palawija.
2. Kredit jangka menengah
Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun
dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. Sebagai
contoh kredit untuk pertanian seperti jeruk, atau peternakan kambing.
3. Kredit jangka panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit
jangka panjang waktu pengembaliannya di atas 3 tahun atau 5 tahun.
Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan
karet, kelapa sawit atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti
kredit perumahan.
d. Dilihat dari segi jaminan
1. Kredit dengan jaminan
Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan
tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau
jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi
minimal senilai jaminan atau untuk kredit tertentu jaminan harus
melebihi jumlah kredit yang diajukan si calon debitur.
2. Kredit tanpa jaminan
Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang
tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha,
karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama
berhubungan dengan bank atau pihak lain.
e. Dilihat dari segi sektor usaha
1. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor
perkebunan atau pertanian. Sektor utama pertanian dapat berupa jangka
pendek atau jangka panjang.
2. Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk sektor
peternakan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka
pendek misalnya peternakan ayam dan jangka panjang ternak kambing
atau ternak sapi.

38

3. Kredit industri, merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai
industri, baik industri kecil, industri menengah atau industri besar.
4. Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada usaha
tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayai biasanya dalam jangka
panjang, seperti tambang emas, minyak atau timah.
5. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun
sarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa.
6. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan
profesional seperti, dosen, dokter atau pengacara.
7. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau
pembelian perumahan dan biasanya berjangka waktu panjang.
8. Dan sektor-sektor lainnya. 26

C.

Prinsip-prinsip dan Resiko dalam Pemberian Kredit
Sebelum fasilitas kredit diberikan, maka bank harus merasa yakin bahwa

kredit yang telah diberikan benar-benar harus kembali. Keyakinan tersebut
diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit diberikan. Penilaian kredit
oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keyakinan
terhadap nasabahnya, seperti melalui penilaian dan prosedur yang bersungguhsungguh.
Perihal kelayakan penilaian kualitas debitur, maka terdapat beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan oleh bank. Prinsip-prinsip tersebut dikenal dengan
nama prinsip 5 C yang terdiri atas Character (karakter), Capacity (kemampuan
mengembalikan total keseluruhan pinjaman/utang yang telah disyaratkan),
Collateral (jaminan), Capital (modal), dan Condition (situasi dan kondisi). 27 Bagi
perbankan, nasabah/debitur yang memenuhi kriteria 5C adalah orang yang
sempurna untuk mendapatkan Pembiayaan. Bank melihat orang yang mempunyai

26
27

Kasmir, Manajemen Perbankan, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal.76.
Hendi Hidayat dalam http://ngenyiz.blogspot.com/2009/02/prinsip-pemberian-kredit-5cprinciple.html

39

karakter kuat, kemampuan mengembalikan uang, jaminan yang berharga, modal
yang kuat, dan kondisi perekonomian yang aman bagaikan melihat sebuah
mutiara. Orang seperti ini adalah nasabah potensial untuk diajak bekerja sama
atau orang yang layak mendapatkan penyaluran kredit. Singkatnya debitur yang
mempunyai 5C yang baik adalah manusia yang ideal menurut kriteria bank.
Menurut Syamsu Iskandar, formula 5C dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Character
Adalah data tentang kepribadian dari calon pelanggan seperti sifat-sifat
pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang
keluarga maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui apakah
nantinya calon nasabah ini jujur berusaha untuk memenuhi kewajibannya
dengan kata lain ini merupakan willingness to pay. Untuk mengetahui
watak seseorang dapat diketahui dengan mengetahui ciri-ciri debitur
tersebut seperti misalnya apakah termasuk peminum minuman keras, suka
berjudi, suka menipu dan lain sebagainya. Untuk itu petugas analisis wajib
mencari berbagai informasi mengenai watak debitur misalnya dengan cara
mencari informasi ke tetangga ataupun kepala desa setempat. Meskipun
analisa dari berbagai aspek, bank perlu juga memperhatikan watak
debiturnya karena watak debitur yang jelek maka resiko kredit juga akan
semakin besar karena kemungkinan kredit tersebut akan dipergunakan
tidak sesuai dengan tujuan perjanjian kredit.
b. Capacity
Merupakan kemampuan calon nasabah dalam mengelola usahanya yang
dapat dilihat dari pendidikannya, pengalaman mengelola usaha (business
record), sejarah perusahaan yang pernah dikelola (pernah mengalami masa
sulit atau tidak, dan bagaimana mengatasi kesulitan). Capacity ini
merupakan ukuran dari ability to pay atau kemampuan dalam membayar.
Debitur yang baik akan selalu memikirkan mengenai pembayaran kembali
hutang-hutangnya sesuai waktu yang ditentukan.
c. Capital
Adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelolanya.
Hal ini bisa dilihat dari neraca, laporan rugi-laba, struktur permodalan,
rasio-rasio keuntungan yang diperoleh seperti return on equity, return on
investment. Dari kondisi di atas bisa dinilai apakah layak calon pelanggan
diberi pembiayaan, dan beberapa besar plafon pembiayaan yang layak
diberikan.
d. Collateral
Adalah jaminan yang mungkin bisa disita apabila ternyata calon pelanggan
benar-benar tidak bisa memenuhi kewajibannya. Collateral ini
diperhitungkan paling akhir, artinya bilamana masih ada suatu kesangsian

40

dalam pertimbangan-pertimbangan yang lain, maka bisa menilai harta
yang mungkin bisa dijadikan jaminan. Fungsi jaminan juga diperuntukkan
untuk memberi hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan
pelunasan dari barang-barang jaminan tersebut bilamana debitur tidak
dapat melunasi hutangnya.
e. Condition of economy
Pembiayaan yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi
ekonomi yang dikaitkan dengan prospek usaha calon nasabah. Ada suatu
usaha yang sangat tergantung dari kondisi perekonomian, oleh karena itu
perlu mengaitkan kondisi ekonomi dengan usaha calon pelanggan. Dengan
kata lain perlu mempertimbangkan antara faktor kondisi ekonomi pada
kurun waktu pemberian kredit. Sebagai contoh disaat terjadinya konversi
minyak tanah ke gas dimana sektor rumah tangga sudah jarang
menggunakan minyak tanah, maka sangat menimbulkan resiko apabila
melemparkan kredit kepada para pengecer minyak tanah. 28
Selain memperhatikan hal-hal di atas, Munir Fuady mengemukakan bank
harus pula mengetahui mengenai tujuan penggunaan kredit dan rencana
pengembangan kreditnya. Bank dalam memberikan kredit, selain menerapkan
prinsip 5C, juga menerapkan prinsip 7P, antara lain:
a. Personality (Kepribadiaan/watak)
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya
sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencangkup sikap,
emosi, tingkah laku dan tindakan dalam menghadapi suatu masalah.
b. Party (Para Pihak)
Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap
pemberian kredit. Untuk itu bank sebagai pihak pemberi kredit harus
memperoleh suatu kepercayaan terhadap debitur, bagaimana karakternya,
kemampuannya, dan sebagainya.
c. Purpose (Tujuan)
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit termasuk
jenis kredit yang diinginkan nasabah, dan harus pula diawasi agar kredit
tersebut benar-benar diperuntukkan untuk tujuan seperti diperjanjikan
dalam suatu perjanjian kredit.
d. Payment (Pembayaran)
Merupakan ukuran bagaimana cara debitur mengembalikan kredit yang
telah diambil, sehingga dengan demikian diharapkan bahwa kredit yang
akan diberikan tersebut dapat dibayar kembali oleh debitur yang

28

Syamsu Iskandar, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, PT. Semesta Asa, 2008,
hal. 121.

41

bersangkutan. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan
semakin baik.
e. Profitability (Perolehan Laba)
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan debitur dalam mencari laba.
Bank harus mengantisipasi apakah laba yang akan diperoleh oleh
perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman dan apakah pendapatan
perusahaan dapat menutupi pembayaran kredit. Penilaian profitabilitas
laba juga harus melihat kepada aspek biaya opersional usaha karena pada
adasarnya laba suatu perusahaan atau hasil usaha tidak hanya untuk diputar
kembali kedalam usaha yang bersangkutan namun juga mencakup kondisi
ekonomi pribadi pemilik usaha tersebut.
f. Protection (Perlindungan)
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan
mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang,
orang, atau jaminan asuransi. Dengan adanya perlindungan seperti ini
dapat membantu meminimalisir faktor kerugian pada bank.
g. Prospect (Prospek Usaha)
Yaitu untuk menilai usaha debitur dimasa yang akan datang
menguntungkan atau tidak, hal ini penting mengingat jika fasilitas kredit
yang dibiayai tanpa mempunyai prospect, bukan hanya pihak bank yang
akan rugi tetapi juga nasabah. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah
juga tetap harus memperhatikan aspek situasi dan pertumbuhan ekonomi
di masa yang akan datang. 29
Kegiatan pemberian kredit dalam praktek perbankan juga dikemukakan
Rachmadi Usman, bahwa selain menggunakan prinsip 5C dan 7P dalam
memberikan kredit bank juga harus menerapkan prinsip 3R, terdiri dari.
a. Returns (Hasil Yang Diperoleh)
Yaitu hasil yang diperoleh oleh debitur ketika kredit telah dimanfaatkan
dan dapat di antisipasi oleh calon kreditur, artinya perolehan hasil tersebut
mencukupi untuk membayar kembali kredit beserta bunga, ongkosongkos, dan sebagainya.
b. Repayment (Pembayaran Kembali)
Merupakan kemampuan membayar kembali dari pihak debitur.
pembayaran kembali dari kredit yang diberikan kreditur kepada
debiturnya, dengan kata lain merupakan kesanggupan debitur untuk dapat
melunasi pinjaman yang diberikan.
c. Risk Bearing Ability (Kemampuan Menanggung Risiko)
Merupakan kemampuan debitur untuk menanggung resiko jika terjadi hal
diluar antisipasi kedua belah pihak terutama bila dapat menyebabkan
kredit macet, oleh karena itu harus dipertimbangkan mengenai jaminan
29

Munir Fuady, Op.Cit, hal. 14-21.

42

atau asuransi barang atau kredit apakah cukup aman untuk menutupi risiko
tersebut. 30
Menurut Rachmadi Usman, disamping prinsip-prinsip di atas, beberapa
prinsip lain dalam hal pemberian kredit yang berhubungan dengan debitur yang
harus diperhatikan oleh suatu bank adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Matching
Prinsip ini maksudnya harus match(cocok) antara pinjaman dengan aset
perseroan. Jangan sekali-kali memberikan pinjaman berjangka waktu
pendek untuk kepentingan pembiayaan/investasi yang berjangka panjang.
Karena hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya mismatch (kekeliruan).
2. Prinsip Kesamaan Valuta
Maksudnya penggunaan dana yang didapatkan dari suatu kredit sedapatdapatnya haruslah digunakan untuk membiayai atau investasi dalam mata
uang yang sama. Sehingga resiko gejolak nilai valuta dapat dihindari.
Meskipun untuk itu tersedia apa yang disebut dengan currency hedging
(pencegahan akibat adanya perbedaan mata uang).
3. Prinsip Perbandingan Antara Pinjaman dan Modal
Disini maksudnya adalah harus ada hubungan yang prudent (saling
percaya) antara jumlah pinjaman dengan besarnya modal. Jika
pinjamannya terlalu besar disebut perusahaan yang high gearing.
Sebaliknya jika pinjamannya kecil dibandingkan dengan modalnya disebut
low gearing. Pos permodalan yang akan didapat oleh perusahaan tidaklah
fixed, yaitu dalam bentuk dividen, sementara biaya terhadap suatu
pinjaman yaitu dalam bentuk bunga relatif tetap. Karena itu kelangsungan
suatu perusahaan akan terancam jika antara jumlah pinjaman dengan
besarnya modal tidak reasonable.
4. Prinsip Perbandingan Antara Pinjaman dan Aset
Alternatif lain untuk menekan resiko dari suatu pinjaman adalah dengan
memperbandingkan antara besarnya pinjaman dengan aset, yang juga
dikenal dengan gearing ratio. 31
Menurut Sudarsono, pengertian resiko adalah suatu keharusan untuk
memegang kerugian karena suatu peristiwa yang tidak terduga. 32 Menurut Riduan

30

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia
Pustaka Umum, 2001, hal. 249.
31
Ibid, hal.250.
32
Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta, Rhineka Cipta 2007). hal 410.

43

Syahani bahwa resiko adalah kewajiban untuk menanggung semua kerugian
akibat overmacht. 33
Resiko kredit (bahasa Inggris: Credit risk) adalah merupakan suatu resiko
kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan (gagal bayar) dari debitur atas
kewajiban pembayaran utangnya baik utang pokok maupun bunganya ataupun
keduanya. 34
Resiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya, tanpa adanya keberanian untuk mengambil resiko maka tidak akan pernah
ada bank, dalam arti bahwa bank muncul karena keberanian untuk beresiko dan
bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil resiko, namun jika resiko
tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat mengalami kegagalan bahkan
pada akhirnya mengalami kebangkrutan. Pengertian resiko, khususnya di dalam
konteks bisnis (Bank dan lembaga keuangan) tidaklah selalu mewakili sesuatu hal
yang buruk, kenyataannya resiko bisa mengandung suatu peluang yang sangat
besar bagi mereka yang mampu mengelolanya dengan baik dan bukan berarti juga
resiko dapat dibiarkan begitu saja atau tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian
terlebih lagi bagi bisnis yang mengandalkan kepercayaan seperti bank. 35
Resiko kredit merupakan resiko yang paling signifikan dari semua resiko
yang menyebabkan kerugian potensial. Resiko kredit adalah resiko yang terjadi
karena kegagalan debitur, yang menyebabkan tak terpenuhinya kewajiban untuk

33

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Azas-Azas Hukum Perdata (Bandung: Alumni, 2006) hal
238.
34
Edratna, Pengertian dan Konsep Manajemen Resiko dalam
http://edratna.wordpress.com/2008/03/17/mengapa-diperlukan-manajemen-resiko-kredit/
Tanggal akses 06 November 2014
35
http://avartara.com/resiko-resiko-perbankan/ Tanggal akses 20 November 2014

44

membayar hutang. Secara garis besar, resiko kredit dapat dibagi menjadi 3 (tiga):
resiko default, resiko exposure, dan resiko recovery. Resiko kredit dapat
bersumber dari berbagai aktivitas Bank, antara lain: pemberian kredit, transaksi
derivatif, perdagangan instrumen keuangan, serta aktivitas Bank yang lain,
termasuk yang tercatat dalam banking book maupun trading book. 36
Secara sederhana J.P Morgan mengartikan resiko sebagai suatu
ketidakpastian dari Net Return yang terjadi, atau secara komprehensif resiko
merupakan suatu potensi terjadinya peristiwa (event) yang dapat memberikan
pengaruh negatif terhadap nilai suatu portofolio aset yang dapat diukur dengan
probabilitas tertentu dalam rentang waktu yang diketahui. 37Resiko hari ini bisa
diterjemahkan sebagai potensi kerugian esok hari, akan tetapi resiko tidaklah bisa
diukur seperti menghitung pendapatan dan biaya yang harus dikeluarkan bank
karena resiko tidaklah bersifat tangible (berwujud). Pengukuran resiko lebih
merupakan hal yang konseptual dan merupakan tantangan dalam menerapkan
praktik perbankan berbasis resiko. Oleh karena itu untuk menilai resiko yang
intangible (tidak berwujud), mendefinisikannya dengan benar merupakan suatu
keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar.
Bank Indonesia melalui PBI 5/8/2003 tentang Penerapan Manajemen
Resiko bagi Bank Umum, menjelaskan defenisi resiko-resiko yang harus dihadapi
bank dalam aktivitas bisnisnya. Adapun jenis resiko yang wajib dikelola bank
adalah :

36

W Edratna, Manajemen Resiko kredit dalam situs http://www.
edratna.wordpress.com/2008/03/17/mengapa-diperlukan-manajemen-resiko-kredit/
Tanggal akses 30 Desember 2014
37
Ibid

45

1. Resiko Kredit
Resiko kredit diartikan sebagai resiko yang timbul sebagai akibat
kegagalan counter party atau pihak yang berkepentingan memenuhi
kewajibannya. Dengan kata lain merupakan resiko kerugian yang
berhubungan dengan kemungkinan bahwa suatu counter party akan gagal
untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya ketika jatuh tempo.
2. Resiko Pasar
Resiko yang muncul yang disebabkan oleh adanya pergerakan variable
dari pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank,
yang dapat merugikan bank. Variabel pasar dalam hal ini adalah suku
bunga dan nilai tukar serta termasuk perubahan harga option. Resiko pasar
antara lain terdapat pada aktivitas fungsional bank seperti kegiatan
treasury dan investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun
penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana, dan
kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan
perdagangan.
3. Resiko Operasional
Resiko yang antara lain disebabkan oleh adanya ketidakcukupan dan atau
tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem,
atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank.
Resiko operasional melekat pada setiap aktivitas fungsional bank, seperti
kegiatan perkreditan, treasury dan investasi, operasional dan jasa,
pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang, teknologi
sistem informasi dan sistem informasi manajemen dan pengelolaan sumber
daya manusia.
4. Resiko Likuiditas
Resiko yang antara lain disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi
kewajiban yang telah jatuh waktu. Resiko likuiditas dikategorikan
menjadi:
a. Resiko Likuiditas Pasar, yaitu resiko yang timbul karena bank tidak
mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena
kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau gangguan pasar
(market disruption)
b. Resiko likuiditas pendanaan, yaitu resiko yang timbul karena bank tidak
mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber
dana lain.
5. Resiko Hukum
Resiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan
aspek yuridis antara lain disebabkan oleh adanya tuntutan hukum,
ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau
kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan
pengikatan agunan yang tidak sempurna
6. Resiko Reputasi
Resiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang
terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.
Persepsi maupun citra negatif terhadap suatu bank tentunya akan

46

menurunkan daya saing bank itu sendiri dan tentunya akan menimbulkan
keengganan masyarakat untuk bertransaksi
7. Resiko Strategik
Resiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan
strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak
tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.
8. Resiko Kepatuhan
Resiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Didalam
prakteknya resiko kepatuhan melekat pada resiko bank yang terkait dengan
peraturan perundang-undangan. 38
Mencermati jenis-jenis resiko dan akibat yang ditimbulkannya bagi bank,
menuntut paradigma baru bagi bank tentang resiko perbankan. Jika dulu hanya
dikenal resiko kredit sekarang tidak cukup hanya dengan resiko kredit saja. Jika
dulu pemantauan resiko hanyalah merupakan fungsi auditor, sekarang merupakan
tanggung jawab direksi. Jika dulu resiko hanya sebagai suatu faktor negatif yang
harus dikontrol, sekarang resiko diterjemahkan sebagai suatu opportunity bagi
bank. 39
Resiko pada dasarnya akan selalu ada dalam bisnis perbankan, bahkan
dapat dikatakan bahwa bisnis perbankan adalah bisnis yang penuh dengan resiko
(full risk bussines). Segala kegiatan operasional oleh perbankan telah diatur oleh
serangkaian regulasi sehingga pengelolaan resiko dalam rangka menjaga
kesehatan bank merupakan salah satu bagian dari upaya pengelolaan bank yang
sehat. 40
Bercermin dari petikan perkataan Alan Greenspan : “…We should not
forget that basic economic function of these regulated entities (banks) is to take
38

PBI No 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Resiko Bagi Bank Umum
Ahza Anwari, Manajemen Resiko dalam pemberian Kredit dalam
http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=103:manajemen
resiko-kredit&catid=94:resiko-kredit&Itemid=147 Tanggal akses 31 Desember 2014
40
Ibid
39

47

risk. If we minimize risk taking in order to reduce failure rates to zero, we will, by
defenition, have eliminated the purpose of banking system”. Pengelolaan resiko
bank bukan berarti menghilangkan resiko sampai menjadi nihil, tetapi lebih
ditekankan kepada bagaimana mengukur, memonitor, mengelola dan mangembil
keuntungan dan mengamankan bank dari resiko-resiko tersebut. 41

41

Alan Grespan dalam http://avartara.com/resiko-resiko-perbankan/ Akses Tanggal 31
Desember 2014

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45