Chapter I Kinerja Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah Dalam Masa Transisi Kepemimpinan (Studi Kasus: Kepemimpinan Plt. Sukran Jamilan Tanjung)
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Masa transisi mengacu pada suatu masa yang cenderung pendek, ketika
terjadi perubahan dari suatu kondisi ke kondisi berikutnya. Masa transisi adalah
ketika terjadi perubahan internal seperti perubahan manajemen, pergantian
pemimpin atau dari perubahan eksternal seperti halnya perubahan regulasi, sosialekonomi, pengaruh globalitas dan perubahan politik-pemerintahan. Dalam setiap
perubahan seringkali terjadi hal-hal yang di luar kebiasaan. Maka esensi dari
perubahan tersebut adalah mengubah kebiasaan.
Transisi mengandung makna sebagai sebuah episode dalam skenario
perubahan mengindikasikan suatu masa di antara sedikitnya dua keadaan: sesudah
keputusan perubahan hingga pengaruh perubahan menjadi normal. Dengan
demikian maka bisa diambil kesimpulan bahwa transisi diawali ketika keputusan
yang berdampak perubahan dibuat dan berakhir manakala sasaran keputusan
sudah tercapai atau setidaknya kondisi organisasi yang terpengaruh oleh
keputusan yang berdampak perubahan tersebut sudah berada pada posisi yang
normal.
Kejadian fase transisi pun tidak hanya terjadi dalam sebuah organisasi
semata. Alam pun mengenal masa transisi yang disebut Pancaroba, masa diantara
transisi musim. Namun berbeda dengan gejala yang ditunjukkan oleh alam ketika
1
dalam masa transisinya yang berupa penurunan tingkat kekebalan tubuh manusia
akibat pergantian musim, tingginya tingkat kelembaban udara dan membuat alam
serasa tidak nyaman. Efek negatif transisi yang demikianlah yang juga akan
terjadi pada organisasi, transisi akan membawa masalah dan berpotensi
menimbulkan
kekacauan,
kekhawatiran,
penurunan
kinerja,
hilangnya
kepercayaaan diri dan bahkan mogok kerja.
Kabupaten Tapanuli Tengah dalam masa kepemimpinan Bupati, Bonaran
Situmeang, SH, M.Hum dan Wakil Bupati, H Sukran Jamilan Tanjung untuk
periode 2011-2016 mengalami masa transisi pemerintahan setelah Bupati,
Bonaran Situmeang, SH, M.Hum SH didakwa bersalah atas kasus suap sengketa
Pilkada di Mahkamah Konstitusi yang juga menjerat Akil Moechtar yang pada
saat itu menjadi Ketua MK. Diangkatnya Sukran J Tanjung,SE sebagai Pelaksana
Tugas menggantikan Bonaran diujung tampuk kepemimpinan menjadikan wacana
pro dan kontra tentang implementasi perubahan yang akan dicanangkan demi
menyukseskan Visi-Misi bersama pasangan yang terkenal dengan jargon akronim
‘Bosur’ ini.
Adapun Visi dari ‘Bosur’ secara singkat disebutkan adalah Mewujudkan
Masyarakat Tapanuli Tengah yang Maju Sejahtera dan Beradab. Misinya adalah
Percepatan
Pembangunan
Infrastruktur;
Membenahi
Birokrasi
untuk
meningkatkan pelayanan publik serta menjamin terwujudnya pemerintahan yang
baik dan bersih serta berwibawa. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat
melalui kesehatan, pendidikan dan pengembangan Sumber Daya Manusia;
2
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor-sektor unggulan; Menggali dan
mengembangkan potensi Sumber Daya Alam dan pariwisata dengan kebijakan
pembangunan dan pro rakyat; Menegakkan hukum dan HAM serta penguatan
proses demokrasi untuk terciptanya rasa aman dan damai serta menata iklim
kondusi bagi tumbuhnya investasi.
Karakter pribadi pemimpin dapat mempengaruhi sukses-gagalnya
perubahan. Perubahan membutuhkan pemimpin yang kuat. Memiliki kompetensi
yang mencukupi, sehingga terbangunlah kesepahaman (resonance) antara
pimpinan dan bawahan. Perubahan yang sukses ditandai dengan kepemimpinan
kuat yang berkarakter. Faktor krisis lain yang dicermati dalam melakukan
perubahan adalah regulasi pemerintah. Kepemimpinan, Regulasi, pengukuran
kinerja situasi eksternal (sosial, politik dan ekonomi), psikologi dari perubahan,
kompleksitas dari proses kinerja dan rentan waktu adalah hal yang berkaitan
dalam masa transisi sebuah organisasi kerja
Memimpin di masa transisi merupakan salah satu tanggung jawab
kepemimpinan yang sangat penting dan sulit. Beberapa ahli kepemimpinan
bahkan berpendapat kemampuan memimpin di masa transisi menunjukkan esensi
kepemimpinan yang sebenarnya, hal-hal lain di luar itu hanyalah prioritas kedua
belaka. Kepemimpinan yang efektif diperlukan guna revitalisasi organisasi serta
memfasilitasi adaptasi perubahan lingkungan dan aturan. Perubahan besar di
dalam organisasi pada umumnya dipandu oleh tim manajemen puncak namun
3
setiap
individu
dalam
organisasi
dapat
mengusulkan
perubahan
atau
berkonstribusi bagi suksesnya implementasi rencana perubahan.
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah merupakan penjelasan mengenai alasan
mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini dipandang menarik
penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah dibuat sebagai usaha yang
menyatakan pernyataan penelitian dan mempertanyakan tentang apa saja yang
perlu dijawab atau dicari jalan pemecahannya atau dengan kata lain perumusan
masalah adalah merupakan pertanyaan lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup
masalah yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan
masalah. 1 Atas dasar latar belakang masalah di atas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana kinerja Pelaksana Tugas Bupati Tapanuli Tengah, Sukran
Jamilan Tanjung, SE dalam melanjutkan estafet kepemimpinan
Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah?
b. Selama masa transisi pemerintahan, arah langkah dan perubahan apa
yang menjadi fokus Plt. Sukran Jamilan Tanjung untuk menyukseskan
program kerjanya sesuai dengan Visi dan Misi yang telah ditentukan
bersama?
1
Huasani Usman dan Purnomo.2004. Metodologi Penelitian Sosial, Bandung: Bumi Aksara. Hal.26
4
3. Pembatasan Masalah
Dalam sebuah penelitian dibutuhkan adanya pembatasan masalah terhadap
hal yang akan diteliti. Untuk menjadikan penelitian ini lebih sistematis maka
Penulis akan membuat batasan-batasan masalah agar substansi dari penelitian ini
dapat dikaji dan dipahami tanpa adanya topik yang mengambang dan tidak sesuai
dengan keperluan penelitian. Adapun batasan masalah yang ditentukan adalah
kajian ini hanya sebatas tentang penelitian mengenai kinerja dan upaya-upaya
yang dilakukan oleh Plt. Sukran Jamilan Tanjung, SE dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya sebagai Pelaksana Tugas Bupati di Kabupaten Tapanuli Tengah.
4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan kalimat pernyataan
yang menunjukkan adanya hasil pasca penelitian atau sesuatu yang akan dicapai
atau dituju dalam sebuah penelitian. Rumusan tujuan mengungkapkan jawaban
atas permasalahan yang telah dirumuskan. Maka yang menjadi tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Mengetahui sejauh mana langkah kerja yang dilaksanakan oleh Plt.
Bupati Tapanuli Tengah yakni Bapak H Sukran Jamilan Tanjung, SE
dalam masa transisi pemerintahan dikepemimpinannya setelah Bupati,
Raja Bonaran Situmeang, SH, M.Hum diberhentikan sementara
karena menjadi tersangka dugaan kasus korupsi oleh KPK dan harus
mengikuti proses hukum.
5
b. Mengetahui gaya kepemimpinan dan integritas Plt. Bupati Tapanuli
Tengah, H Sukran Jamilan Tanjung, SE untuk membangun Tapanuli
Tengah sesuai dengan Visi dan Misi.
c. Mengetahui kiat Plt. H Sukran Jamilan Tanjung dalam menanggulangi
krisis pemerintahan dan kepemimpinan selama masa transisi.
5. Manfaat Penelitian
Dalam sebuah penelitian selain terdapat tujuan penelitian juga terdapat
beberapa manfaat yang selanjutnya berguna daya terhadap orang banyak.
Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah:
a.
Secara praktis adalah sebagai masukan bagi penulis dalam usaha
untuk mengetahui hasil-hasil kegiatan politik khususnya pembuatan
kebijakan dan pemecahan masalah problem-problem politis dalam
pemerintahan berdasarkan pengaplikasian ilmu politik.
Dan juga
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program
sarjana strata satu (S1) Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik Universitas Sumatera Utara.
b.
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mencari khasanah
ilmiah dalam kaitan politik dan keadaan transisi pemerintahan serta
mengamati relevansi teori-teori yang telah dipelajari dengan kenyataan
yang terjadi secara nyata dan langsung.
c.
Manfaat akademis, meliputi:
6
•
Untuk
memperluas
pengetahuan
Penulis
mengenai
kebijakan politik dan kinerja pemimpin di Kabupaten
Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara terutama ketika
Bupati Raja Bonaran Situmeang, SH, M.Hum digantikan
oleh Wakilnya, Sukran Jamilan Tanjung, SE yang kini
menjabat sebagai Pelaksana Tugas. Selain itu penelitian
ini bagi Penulis dapat mengembangkan kemampuan
berpikir sistematis dan sebagai media untuk menghasilkan
karya ilmiah.
•
Penelitian ini bermanfaat untuk mengambangkan teoriteori politik yang tentu saja berkaitan dengan masalah
yang diteliti oleh Penulis yakni Teori Kinerja, Gaya
Kepemimpinan
dan
Transisi
Pemerintahan
yang
diaktualisasikan oleh Plt Bupati Tapanuli Tengah, Sukran
Jamilan Tanjung,SE dalam mempertahankan eksistensi
politiknya dan menanggulangi fase krisis pemerintahan
pasca pergantian pemimpin. Melalui pemaparan teori-teori
ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada
civitas akademika yang nantinya juga akan melakukan
penelitian yang mungkin sesuai dengan masalah tersebut
atau mungkin nantinya menjadi praktisi politik yang
dihadapkan pada problematika ini.
7
6. Kerangka Teori
Salah satu unsur penting dalam sebuah penelitian adalah penyusunan
kerangka teori karena teori berfungsi sebagai landasan berpikir untuk
menggambarkan dari mana Peneliti melihat objek yang diteliti sehingga penelitian
dapat lebih sistematis. Teori adalah rangkaian asumsi konsep konstruksi defenisi
dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan
cara merumuskan hubungan antar konsep 2.
Teori juga bisa dibilang sebagai konsep atau konstruksi pemikiran yang
berhubungan satu dengan yang lain berdasarkan pandangan berpikir, serta
merupakan pisau analisis penelitian dalam melihat suatu gejala atau fenomena
yang terjadi. Adapun teori yang penulis gunakan dalam menjawab masalah dalam
penelitian ini adalah:
6.1 Teori Kinerja
Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering
diartikan oleh para cendikiawan sebagai “penampilan” atau “hasil kerja” dan
“prestasi”. Secara etimologis kinerja adalah sebuah kata yang dalam bahasa
Indonesia berasal dari kata dasar “kerja” yang menerjemahkan kata dari bahasa
asing prestasi. Sehingga pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban
dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Maka ketika
persoalan ini dihadapkan pada subjek pemimpin instansi pemerintahan,
pengukuran kinerjanya akan lebih detil dan cakupannya akan lebih meluas dengan
2
Singarimbun Masri dan Effendi Sofian.1989, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES Hal 37.
8
pemerhatian terhadap langkah-langkah apa yang mencapaikan dirinya pada indeks
prestasi yang baik dalam memimpin.
Suyadi Prawirosentono mendefenisikan kinerja yaitu sebagai hasil kerja
yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka
upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Sedangkan Bastian Noggi
mengemukakan defenisi kinerja yaitu sebagai sebuah gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi seperti halnya mewujudkan
tujuan, visi, misi organisasi tersebut dan seberapa jauh organisasi mencapai hasil
ketika dibandingkan dengan pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan.
Bernardin dan Russel memberikan pengertian prestasi atau kinerja adalah catatan
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau
kegiatan selama kurun waktu tertentu (performance is defined as the record of
outcomes produced on specified job function or activity during time period) 3.
Dari beberapa defenisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja
merupakan suatu capaian hasil kerja dalam kegiatan atau aktifitas atau program
yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta sasaran yang
telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu
tertentu. Untuk melakukan kajian secara mendalam tentang faktor-faktor yang
3
Ruky Ahmad. 2002.Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 74.
9
mempengaruhi efektifitas penilaian kerja di Indonesia, maka perlu melihat
beberapa faktor penting sebagai berikut: 4
a. Kejalasan tuntutan hukum atau peraturan perundangan untuk
melakukan penilaian secara benar dan tepat. Dalam kenyataannya,
orang menilai secara subyektif tetapi tidak ada suatu aturan hukum
yang mengatur atau mengendalikan perbuatan tersebut.
b. Manajemen sumber daya manusia yang berlaku memiliki fungsi dan
proses yang sangat menentukan efektivitas penilaian kinerja. Aturan
main menyangkut siapa yang harus menilai, kapan menilai, kriteria
apa yang digunakan dalam sistem penilaian kinerja sebenarnya diatur
dalam manajemen sumber daya manusia tersebut. Dengan demikian
manajemen sumber daya manusia juga merupakan kunci utama
keberhasilan sistem penilaian kerja.
c. Kesesuaian antara paradigma yang dianut oleh manajemen suatu
organisasi dengan tujuan penilaian kinerja. Apabila paradigma yang
dianut masih beriorientasi pada manajemen klasik, maka penilaian
selalu bisa kepada pengukuran tabiat atau karakter pihak yang menilai
sehingga prestasi yang seharusnya menjadi fokus utama kurang
diperhatikan.
d. Komitmen para pemimpin atau manajer organisasi publik terhadap
pentingnya penilaian suatu kinerja. Bila mereka selalu memberikan
4
Ibid Hal 75
10
komitmen yang tinggi terhadap efektifitas penilain kinerja, maka para
penilai yang ada dibawah otoritasnya akan selalu berusaha melakukan
penilaian secara tepat dan benar.
6.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja adalah perbandingan antara keluaran (ouput) yang dicapai dengan
masukan (input) yang diberikan. Selain itu, kinerja juga merupakan hasil dari
efisiensi pengelolaan masukan dan efektivitas pencapaian sasaran. Oleh karena
itu, efektivitas dan efisiensi pekerjaan yang tinggi akan menghasilkan kinerja
yang tinggi pula. Untuk memperoleh kinerja yang tinggi dibutuhkan sikap mental
yang memiliki pandangan jauh ke depan. Seseorang harus mempunyai sikap
optimis, bahwa kualitas hidup dan kehidupan hari esok lebih baik dari hari ini.
Penilaian kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan
kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Organisasi perlu melakukan
perbaikan kinerja, adapun perbaikan kinerja yang perlu diperhatikan oleh
organisasi adalah faktor kecepatan, kualitas, layanan, dan nilai. Selain keempat
faktor tersebut, juga terdapat faktor lainnya yang turut mempengaruhi kinerja
pejabat dan pegawai, yaitu keterampilan interpersonal, mental untuk sukses,
terbuka untuk berubah, kreativitas, terampil berkomunikasi, inisiatif, serta
kemampuan dalam merencanakan dan mengorganisir kegiatan yang menjadi
tugasnya. Faktor-faktor tersebut memang tidak langsung berhubungan dengan
pekerjaan namun memiliki bobot pengaruh yang sama.
11
Beberapa variabel yang berkaitan erat dengan kinerja, yaitu mutu
pekerjaan, kejujuran pegawai, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama, kehandalan,
pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab dan pemanfaatan waktu. Dalam
menilai kinerja seorang pegawai, maka diperlukan berbagai aspek penilaian antara
lain pengetahuan tentang pekerjaan, kepemimpinan inisiatif, kualitas pekerjaan,
kerjasama, pengambilan keputusan, kreativitas, dapat diandalkan, perencanaan,
komunikasi, inteligensi (kecerdasan), pemecahan masalah, pendelegasian, sikap,
usaha, motivasi, dan organisasi. Selanjutnya, dari aspek-aspek penilaian kinerja
yang dinilai tersebut dikelompokkan menjadi: 5
a. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan,
metode, teknik, dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan
tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
b. Kemampuan
konseptual,
yaitu
kemampuan
untuk
memahami
kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit
masing-masing ke bidang operasional perusahaan secara menyeluruh.
Pada intinya setiap individu atau karyawan pada setiap perusahaan
memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang
pemimpin maupun karyawan.
c. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan
untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi pegawai ataupun
karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain.
5
Rivai, Harif, A. 2001. Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional Terhadap
Intensi Keluar. Tesis, Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
12
Ada 6 (enam) indikator penilain keberhasilan kinerja merujuk kepada
kemampuan pemimpin bersinergi dengan para bawahannya mengorganisir segala
upaya-upaya untuk mencapai keberhasilan. yaitu:
a. Quality yaitu Tingkatan dimana proses atau penyesuaian pada cara
yang ideal di dalam melakukan aktifitas atau memenuhi aktifitas yang
sesuai harapan.
b. Quantity yaitu Jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata
uang, jumlah unit, atau jumlah dari siklus aktifitas yang telah
diselesaikan.
c. Timeliness yaitu Tingkatan di mana aktifitas telah diselesaikan dengan
waktu yang lebih cepat dari yang ditentukan dan memaksimalkan
waktu yang ada untuk aktifitas lain.
d. Cost effectiveness yaitu Tingkatan dimana penggunaan sumber daya
perusahaan berupa manusia, keuangan, dan teknologi dimaksimalkan
untuk mendapatkan hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian
dari tiap unit.
e. Need for supervision yaitu tingkatan dimana seseorang dapat
melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau
bimbingan dari atasannya.
13
6.2 Teori Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen
organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan
keterbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk
memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri
individual, kebiasaan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam
oragnisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah. Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan
antusias. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh
kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai
tujuan organisasi. Yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah proses
mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan
tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu. 6
Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan
tingkah
kemampuannya
dalam
laku
dari
memimpin.
seorang
Pola
pemimpin
tindakan
yang
pemimpin
menyangkut
itu
akan
mempredikati kebaikan jika secara keseluruhan bawahan mempunyai persepsi dan
acuan yang sama terhadap pimpinannya. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat,
keterampilan dan sikap pemimpin dalam politik. Gaya kepemimpinan adalah pola
tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan
6
Suyuti Ahmad.2001. Teori Gaya Kepemimpinan..Jakarta: Kencana
14
tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu 7. Kesimpulannya adalah bahwa
gaya kepemimpinan merupakan suatu cara yang digunakan pemimpin dalam
berinteraksi dengan bawahannya. Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari
seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat
diterangkan melalui tiga aliran teori sebagai berikut :
a. Teori Genetis (Keturunan)
Inti dari teori ini menyatakan bahwa “leader are born and not made”
(pemimpin itu dilahirkan sebagai bakat dan bukannya dibuat). Para
penganut aliran teori ini berpendapat bahwa seorang pemimpin akan
menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat
kepemimpinannya. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang
ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali
kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir,
secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan determinitis.
b. Teori Sosial
Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi,
maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran
teori sosial ini ialah bahwa “leader are made and not born”
7
Heidrajrahcman dan Husnan Sua..2000. “Manajemen Personalia”, Yogyakarta:BPFE.
15
(pemimpin itu dibuat atau dididik dan bukannya kodrati). Jadi teori ini
merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini
mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa
menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman
yang cukup.
c. Teori Ekologis
Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung
kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut muncul
aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya
berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang
baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut
kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan
pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut.
Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu
sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati
kebenaran.
Gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga
komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi dimana proses
kepemimpinan tersebut diwujudkan. 8 Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey
dan Blanchard mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan
suatu fungsi dari pemimpin (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s), yang dapat
8
Harsey dan Blanchard.1992.Manajemen Prilaku Organisasi Pendayagunaan Manusia.Alih bahasa Agung
Dharma.Jakarta:Erlangga
16
dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s). Menurut Hersey dan Blanchard, pemimpin (p)
adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk
melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan
organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pemimpin mempunyai
kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pemimpin mempunyai keterampilan yang
berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan
bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari
suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah
atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu
organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses
tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab
itu, seorang pemimpin dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat
mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan
yang kondusif, di mana seorang pemimpin berusaha pada saat-saat tertentu
mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam
rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan
pemimpin pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang
dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan
demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu
pemimpin, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan
lainnya dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan itu sendiri.
17
6.3 Tipologi Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga teori gaya kepemimpinan tersebut,
berkembanglah beberapa tipe kepemimpinan. Yaitu: 9
a. Tipe Otokratis
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki
kriteria atau ciri sebagai berikut:
Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan
tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; Menganggap bawahan
sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima kritik, saran dan
pendapat; Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam
tindakan penggerakkannya sering mempergunakan pendekatan yang
mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
b. Tipe Militeris
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang
pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin
organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah
seorang
pemimpin
yang
memiliki
sifat-sifat
berikut:
Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering
dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung
kepada pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang berlebihlebihan; Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; Sukar
9
Sondang P Siagian.1997.Organisasi, Kepemimpinan dan Prilaku Administrsi.Jakarta:Bumi Aksara
18
menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari upacara-upacara
untuk berbagai keadaan.
c. Tipe Paternalistis
Seorang
pemimpin
yang
tergolong
sebagai
pemimpin
yang
paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut :
Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa;
bersikap terlalu melindungi (overly protective); Jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan; Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
inisiatif; Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; Sering bersikap maha
tahu.
d. Tipe Karismatik
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebabsebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya
diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang
amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang
jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula
tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin
itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang
menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan
bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib
19
(supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat
dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma.
e. Tipe Demokratis
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe
pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi
modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki
karakteristik sebagai berikut :
Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat
bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; Selalu
berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi
dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; Senang
menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; Selalu
berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha
mencapai tujuan; Ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian
diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama,
tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; Selalu berusaha
untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; Berusaha
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis
bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang
paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang
20
pemimpin yang demokratis. Ada 4 (Empat) gaya kepemimpinan yang demokratis
yang lazim digunakan, yaitu:
a. Democratic Leadership, yakni suatu gaya kepemimpinan yang
menitikberatkan pada kemampuan untuk menciptakan moral dan
kemampuan untuk menciptakan kepercayaan.
b. Directorial / Authocratic Leadership, yakni suatu gaya kepemimpinan
yang menitikberatkan kepada kesanggupan untuk memaksakan
keinginannya
yang
mampu
mengumpulkan
pengikut
untuk
kepentingan pribadi dan golongannya dengan kesediaan menerima
segala resiko apapun.
c. Paternalitic Leadership, yakni bentuk gaya kepemimpinan pertama
(democratic) dan kedua (directorial) diatas, yang dapat diibaratkan
dengan sistem diktator yang berselimutkan demokratis.
d. Free Rein Leadership, yakni gaya kempimimpinan yang 100%
menyerahkan sepenuhnya kebijaksanaan pengoperasian manajemen
sumber daya manusia kepada bawahannya dengan hanya berpegang
kepada ketentuan-ketentuan pokok yang ditentukan oleh atasan
mereka.
Seorang pemimpin harus memiliki sifat perceptive artinya mampu
mengamati dan menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Untuk itu ia harus
mampu melihat, mengamati, dan memahami keadaan atau situasi tempat kerjanya,
dalam artian bagaimana para bawahannya, bagaimana keadaan organisasinya,
21
bagaimana situasi penugasannya, dan juga tentang kemampuan dirinya sendiri. la
harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Maka dari itu dalam
memilih gaya kepemimpinan yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan
berbagai faktor yang mempengaruhinya.
6.4 Teori Transisi Pemerintahan
6.4.1 Pengertian Dan Konsep Transisi Pemerintahan
Masa transisi dalam sebuah instansi pemerintahan terjadi karena
perubahan secara struktural seperti pergantian pimpinan. Pergantian struktural
yang terjadi akan berdampak pada kinerja baik diawal tengah bahkan diakhir
periode pemerintahan. Masa transisi mengacu pada suatu masa yang cenderung
pendek, ketika terjadi perubahan dari suatu kondisi ke kondisi berikutnya akan
lebih cenderung terjadi peningkatan resiko. Resiko yang akan berakibat fatal bagi
kelangsungan sebuah pemerintahan jika gagal dicermati dan ditanggapi faktor
kritisnya. Transisi meniscayakan adanya perubahan dan pada umumnya dapat
menimbulkan kepanikan atau ketakutan oleh karenanya reaksi yang lazim muncul
antara lain penolakan terhadap perubahan itu sendiri kendati menurut hukum atau
aturannya memang harus berubah atau diubah, perubahan bukanlah hal yang
selalu dipredikati sebagai kondisi yang baik melainkan sebuah proses yang
mengkhawatirkan karena keadaan yang masih baru terindikasi rawan.
Sebagian orang menolak perubahan dengan sengaja karena mereka
meragukan perlunya perubahan atau tidak percaya terhadap arah perubahan.
22
Sebagian lainnya secara intelektual mengikuti perubahan namun secara emosional
masih terikat pada masa lalu. Pemimpin harus memiliki kewaspadaan dalam
menemukan dua jenis penolakan terhadap perubahan ini. Mereka yang tidak
bersedia bergabung dalam arus perubahan yang telah menjadi ketetapan harus
dikeluarkan dari organisasi.
Jika yang menolak perubahan masih sebatas individu atau sekumpulan
individu, masih mudah menghadapinya. Namun ketika penolakan datang dari
sebuah kelompok besar dimana para individu tersebut bergabung persoalannya
menjadi semakin rumit dan kondisi semacam inilah yang selalu menjadi tantangan
bagi pemimpin masa transisi.
6.4.2 Hambatan – hambatan yang muncul dalam perubahan
•
•
•
•
Perubahan itu bukan datang dari diri orang tersebut
Perubahan mengancam kenikmatan dan rutinitas pekerjaan
Ketakutan terhadap sesuatu yang baru
Kehilangan hidden income dan fasilitas, dipecat atau dianggap
tidak memiliki kapabilitas.
•
•
•
•
•
Tujuan perubahan tidak ada atau kurang jelas
Hindari perubahan sebagai proyek “nice to have”
Perubahan menimbulkan rasa takut kegagalan
Perlu dukungan dari personil yang bersifat “play to win”
Pengorbanan yang diberikan terlalu besar
23
•
Timbulkan persepsi perubahan menimbulkan manfaat untuk
menggalang
•
•
•
•
•
•
dukungan
comfort zone/ Zona Aman
para pengikut tak punya respek pada pimpinannya
kecemasan seorang atasan
perubahan bisa berarti kehilangan sesuatu
perubahan menuntut tambahan komitmen
terperangkap tradisi
6.4.3 Memimpin Pada Masa Transisi
Memimpin di masa transisi merupakan salah satu tanggung jawab
kepemimpinan yang sangat penting dan sulit. Kemampuan memimpin di masa
transisi menunjukkan esensi kepemimpinan yang sebenarnya hal-hal lain di luar
itu hanyalah prioritas kedua belaka.
Faktor pendukung sukses masa transisi :
•
•
Sense of urgency : live or die (Rasa keterdesakan)
Everybody is important (Mementingkan semua sumber daya
ketenagakerjaan)
•
Clear direction (Arahan secara langsung)
24
•
•
•
Encourage employess (Memberi anjuran terhadap karyawan)
Rewards (Pengahargaan/Hadiah/Bonus)
Connect to and support from stakeholders (Menjalin dukungan dari
instansi berkebijakan)
•
Sufficient
energy
(Sumberdaya
yang
berkecukupan)
6.4.4 Kesalahan Umum Masa Transisi
Beberapa poin yang berkenaan dengan kesalahan pada masa
transisi yang harus dihindari seorang pemimpin dalam sebuah wadah
organisasi kerja adalah:
•
•
•
Business as usual (Membiasakan setiap urusan)
Work alone (Bekerja sendiri/ tidak koopertatif)
More emergents than planned strategy (Bertindak secara dadakan
daripada merancang strategi)
•
Put employees in marginal position (Menempatkan karyawan
dalam posisi
•
•
•
yang tidak sesuai)
Too much flexibility (Terlalu banyak fleksibilitas/ kelenturan)
Fix but not change (Memperbaiki tapi tidak mengubah)
Weak, coward, risk averse (Lemah, pengecut dan tamak)
25
7. PEMERINTAH DAERAH
Keberadaan pemerintahan daerah secara tegas dijamin dan diatur dalam
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 18 ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa yang
dimaksud
dengan
pemerintahan
daerah
adalah
penyelenggaraan
urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dari pengertian tersebut ada beberapa kata kunci
yang perlu kita pahami, yaitu:
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan
Urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah
mencakup semua urusan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang
menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu kewenangan dalam
26
bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter
dan fiskal, serta agama.
b. Pemerintah daerah dan DPRD
Pemerintah daerah dan DPRD merupakan unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang mempunyai kedudukan yang sejajar.
Sebagai penyelenggara pemerintahan daerah, Pemerintah Daerah
berkedudukan sebagai lembaga eksekutif di daerah yang terdiri atas
kepala daerah/wakil kepala daerah dan perangkat daerah, sedangkan
DPRD berkedudukan sebagai lembaga legislatif di daerah yang
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Pemerintahan daerah
memiliki dua tingkatan, yaitu:
•
Pemerintahan
daerah
provinsi
dilaksanakan
oleh
pemerintah daerah provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur
dan perangkat daerah provinsi) dan DPRD Provinsi.
•
Pemerintahan daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota (Bupati/Wakil Bupati
atau Walikota/Wakil Walikota dan perangkat daerah
kabupaten/kota) dan DPRD Kabupaten/Kota.
c. Asas otonomi dan tugas perbantuan
Asas otonomi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah (provinsi
dan kabupaten/kota) untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
27
peraturan perundangundangan. Sedangkan tugas perbantuan adalah
penugasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan
kewajiban
melaporkan
dan
mempertanggung
jawabkan
pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Konsekuensi penerapan asas ini adalah daerah memiliki hak dan
kewajiban dalam pelaksanaan otonomi daerah yang diwujudkan dalam bentuk
rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
8. Metodologi Penelitian
Dalam kegiatan ilmiah diperlukan sebuah metode yang sesuai dengan
objek yang dibicarakan agar lebih terarah dan rasional. Metode merupakan cara
bertindak dalam upaya agar penelitian dapat terlaksana secara rasional dan terarah
demi mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam penelitian ini, Peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah salah satu
yang digunakan untuk memcahkan masalah yang ada pada masa sekarang
berdasarkan fakta dan data-data yang ada. Tujuan dasar penelitian deskriptif ini
adalah membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
28
8.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan metode yang dipakai, maka penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif, deskrftif dengan pendekatan analistis. Penelitian ini untuk
menggambarkan hal yang mendetail mengenai suatu gejala atau fenomena.
Dimana menurut peneliti bahwasanya penelitian ini termasuk ke dalam jenis
penelitian yang tidak mempergunakan angka atau nomor untuk mengolah data
yang diperlukan. Data terdiri dari kutipan-kutipan orang dan deskripsi keadaan,
kejadian, interaksi dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis data ini,
memungkinkan peneliti mendekati dan sehingga mampu mengembangkan
komponen-komponen ketarangan yang analistis, konseptual dan kategoris dari
data itu sendiri.
8.2
Teknik Pengumpulan Data
Menurut Bagong Suyanto, dalam suatu penelitian kualitatif ada 3 (tiga)
macam atau teknik mengumpulkan data, yakni: 10
a. Wawancara Terbuka
Data yang diperoleh merupakan kutipan langsung dari orang-orang
yang berpengalaman dan berpengetahuan dibidangnya.
b. Kepustakaan
Data yang didapat dari tinjauan pustaka (Library Research) yaitu
dengan mempelajari jurnal-jurnal, laporan penelitian, dokumen
lembaga, buku-buku dan dokumen yang relevan untuk data yang
10
Bagong Suyanto, dkk. 2008. Metode Penelitian Sosial. Jakarta Kencana. Hal: 186
29
dibutuhkan pada penelitian. Data juga diperoleh dari browsing dan
clipping print yaitu untuk pencairan bahan yang lengkap penulis
menggunakan media elektronik/internet.
8.3 Teknik Analisa Data
Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas
masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang subjek yang
akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Dengan bersumber
pada sejarah yang berorientasi kepada problem akan dianalisa kejadian-kejadian
yang sebenarnya menurut topik-topik atau masalah-masalah yang telah dipilih
dalam penelitian ini. Analisis data dalam penelitian kualitiatif bergerak secara
induktif yaitu data/fakta dikategorikan menuju tingkat abstraksi yang lebih tinggi,
melakukan sintesis dan mengembangkan teori bila diperlukan.
Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis penguraian dan
penarikan kesimpulan tentang makna perilaku subjek penelitian dalam latar serta
fokus penelitian. Hal ini dilakukan agar peneliti memiliki gambaran yang jelas
mengenai penelitian ini.
30
9. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta
untuk mempermudah pemahaman terhadap isi, maka penelitian ini terdiri ke
dalam 4 (Empat) Bab, yakni
BAB I
: PENDAHULUAN
Dalam hal ini akan menguraikan dan memperjelas
mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan signifikansi penelitian, kerangka teori,
metodologi penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II
: DESKRIPSI PENELITIAN
Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu
mengenai objek penelitian yaitu Kabupaten Tapanuli
Tengah menyoal sejarah, letak geografis, demografi dan
segala tentang Kabupaten Tapanuli Tengah sebelum dan
sesudah menjabatnya H Sukran J Tanjung,SE sebagai Plt.
Bupati Tapanuli Tengah.
31
BAB III
: KEPEMIMPINAN SUKRAN J TANJUNG, SE
DALAM MASA TRANSISI PEMERINTAHAN
Bab ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data
atau fakta yang diperoleh dari beberapa sumber data dan
juga akan menyajikan pembahasan dan analisis data atau
fakta tersebut.
BAB IV
: PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan
yang diperoleh dari hasil analisis data pada bab-bab
sebelumnya serta berkemungkinan berisi saran-saran yang
Peneliti peroleh setelah melakukan penelitian.
32
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Masa transisi mengacu pada suatu masa yang cenderung pendek, ketika
terjadi perubahan dari suatu kondisi ke kondisi berikutnya. Masa transisi adalah
ketika terjadi perubahan internal seperti perubahan manajemen, pergantian
pemimpin atau dari perubahan eksternal seperti halnya perubahan regulasi, sosialekonomi, pengaruh globalitas dan perubahan politik-pemerintahan. Dalam setiap
perubahan seringkali terjadi hal-hal yang di luar kebiasaan. Maka esensi dari
perubahan tersebut adalah mengubah kebiasaan.
Transisi mengandung makna sebagai sebuah episode dalam skenario
perubahan mengindikasikan suatu masa di antara sedikitnya dua keadaan: sesudah
keputusan perubahan hingga pengaruh perubahan menjadi normal. Dengan
demikian maka bisa diambil kesimpulan bahwa transisi diawali ketika keputusan
yang berdampak perubahan dibuat dan berakhir manakala sasaran keputusan
sudah tercapai atau setidaknya kondisi organisasi yang terpengaruh oleh
keputusan yang berdampak perubahan tersebut sudah berada pada posisi yang
normal.
Kejadian fase transisi pun tidak hanya terjadi dalam sebuah organisasi
semata. Alam pun mengenal masa transisi yang disebut Pancaroba, masa diantara
transisi musim. Namun berbeda dengan gejala yang ditunjukkan oleh alam ketika
1
dalam masa transisinya yang berupa penurunan tingkat kekebalan tubuh manusia
akibat pergantian musim, tingginya tingkat kelembaban udara dan membuat alam
serasa tidak nyaman. Efek negatif transisi yang demikianlah yang juga akan
terjadi pada organisasi, transisi akan membawa masalah dan berpotensi
menimbulkan
kekacauan,
kekhawatiran,
penurunan
kinerja,
hilangnya
kepercayaaan diri dan bahkan mogok kerja.
Kabupaten Tapanuli Tengah dalam masa kepemimpinan Bupati, Bonaran
Situmeang, SH, M.Hum dan Wakil Bupati, H Sukran Jamilan Tanjung untuk
periode 2011-2016 mengalami masa transisi pemerintahan setelah Bupati,
Bonaran Situmeang, SH, M.Hum SH didakwa bersalah atas kasus suap sengketa
Pilkada di Mahkamah Konstitusi yang juga menjerat Akil Moechtar yang pada
saat itu menjadi Ketua MK. Diangkatnya Sukran J Tanjung,SE sebagai Pelaksana
Tugas menggantikan Bonaran diujung tampuk kepemimpinan menjadikan wacana
pro dan kontra tentang implementasi perubahan yang akan dicanangkan demi
menyukseskan Visi-Misi bersama pasangan yang terkenal dengan jargon akronim
‘Bosur’ ini.
Adapun Visi dari ‘Bosur’ secara singkat disebutkan adalah Mewujudkan
Masyarakat Tapanuli Tengah yang Maju Sejahtera dan Beradab. Misinya adalah
Percepatan
Pembangunan
Infrastruktur;
Membenahi
Birokrasi
untuk
meningkatkan pelayanan publik serta menjamin terwujudnya pemerintahan yang
baik dan bersih serta berwibawa. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat
melalui kesehatan, pendidikan dan pengembangan Sumber Daya Manusia;
2
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor-sektor unggulan; Menggali dan
mengembangkan potensi Sumber Daya Alam dan pariwisata dengan kebijakan
pembangunan dan pro rakyat; Menegakkan hukum dan HAM serta penguatan
proses demokrasi untuk terciptanya rasa aman dan damai serta menata iklim
kondusi bagi tumbuhnya investasi.
Karakter pribadi pemimpin dapat mempengaruhi sukses-gagalnya
perubahan. Perubahan membutuhkan pemimpin yang kuat. Memiliki kompetensi
yang mencukupi, sehingga terbangunlah kesepahaman (resonance) antara
pimpinan dan bawahan. Perubahan yang sukses ditandai dengan kepemimpinan
kuat yang berkarakter. Faktor krisis lain yang dicermati dalam melakukan
perubahan adalah regulasi pemerintah. Kepemimpinan, Regulasi, pengukuran
kinerja situasi eksternal (sosial, politik dan ekonomi), psikologi dari perubahan,
kompleksitas dari proses kinerja dan rentan waktu adalah hal yang berkaitan
dalam masa transisi sebuah organisasi kerja
Memimpin di masa transisi merupakan salah satu tanggung jawab
kepemimpinan yang sangat penting dan sulit. Beberapa ahli kepemimpinan
bahkan berpendapat kemampuan memimpin di masa transisi menunjukkan esensi
kepemimpinan yang sebenarnya, hal-hal lain di luar itu hanyalah prioritas kedua
belaka. Kepemimpinan yang efektif diperlukan guna revitalisasi organisasi serta
memfasilitasi adaptasi perubahan lingkungan dan aturan. Perubahan besar di
dalam organisasi pada umumnya dipandu oleh tim manajemen puncak namun
3
setiap
individu
dalam
organisasi
dapat
mengusulkan
perubahan
atau
berkonstribusi bagi suksesnya implementasi rencana perubahan.
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah merupakan penjelasan mengenai alasan
mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini dipandang menarik
penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah dibuat sebagai usaha yang
menyatakan pernyataan penelitian dan mempertanyakan tentang apa saja yang
perlu dijawab atau dicari jalan pemecahannya atau dengan kata lain perumusan
masalah adalah merupakan pertanyaan lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup
masalah yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan
masalah. 1 Atas dasar latar belakang masalah di atas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana kinerja Pelaksana Tugas Bupati Tapanuli Tengah, Sukran
Jamilan Tanjung, SE dalam melanjutkan estafet kepemimpinan
Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah?
b. Selama masa transisi pemerintahan, arah langkah dan perubahan apa
yang menjadi fokus Plt. Sukran Jamilan Tanjung untuk menyukseskan
program kerjanya sesuai dengan Visi dan Misi yang telah ditentukan
bersama?
1
Huasani Usman dan Purnomo.2004. Metodologi Penelitian Sosial, Bandung: Bumi Aksara. Hal.26
4
3. Pembatasan Masalah
Dalam sebuah penelitian dibutuhkan adanya pembatasan masalah terhadap
hal yang akan diteliti. Untuk menjadikan penelitian ini lebih sistematis maka
Penulis akan membuat batasan-batasan masalah agar substansi dari penelitian ini
dapat dikaji dan dipahami tanpa adanya topik yang mengambang dan tidak sesuai
dengan keperluan penelitian. Adapun batasan masalah yang ditentukan adalah
kajian ini hanya sebatas tentang penelitian mengenai kinerja dan upaya-upaya
yang dilakukan oleh Plt. Sukran Jamilan Tanjung, SE dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya sebagai Pelaksana Tugas Bupati di Kabupaten Tapanuli Tengah.
4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan kalimat pernyataan
yang menunjukkan adanya hasil pasca penelitian atau sesuatu yang akan dicapai
atau dituju dalam sebuah penelitian. Rumusan tujuan mengungkapkan jawaban
atas permasalahan yang telah dirumuskan. Maka yang menjadi tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Mengetahui sejauh mana langkah kerja yang dilaksanakan oleh Plt.
Bupati Tapanuli Tengah yakni Bapak H Sukran Jamilan Tanjung, SE
dalam masa transisi pemerintahan dikepemimpinannya setelah Bupati,
Raja Bonaran Situmeang, SH, M.Hum diberhentikan sementara
karena menjadi tersangka dugaan kasus korupsi oleh KPK dan harus
mengikuti proses hukum.
5
b. Mengetahui gaya kepemimpinan dan integritas Plt. Bupati Tapanuli
Tengah, H Sukran Jamilan Tanjung, SE untuk membangun Tapanuli
Tengah sesuai dengan Visi dan Misi.
c. Mengetahui kiat Plt. H Sukran Jamilan Tanjung dalam menanggulangi
krisis pemerintahan dan kepemimpinan selama masa transisi.
5. Manfaat Penelitian
Dalam sebuah penelitian selain terdapat tujuan penelitian juga terdapat
beberapa manfaat yang selanjutnya berguna daya terhadap orang banyak.
Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah:
a.
Secara praktis adalah sebagai masukan bagi penulis dalam usaha
untuk mengetahui hasil-hasil kegiatan politik khususnya pembuatan
kebijakan dan pemecahan masalah problem-problem politis dalam
pemerintahan berdasarkan pengaplikasian ilmu politik.
Dan juga
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program
sarjana strata satu (S1) Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik Universitas Sumatera Utara.
b.
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mencari khasanah
ilmiah dalam kaitan politik dan keadaan transisi pemerintahan serta
mengamati relevansi teori-teori yang telah dipelajari dengan kenyataan
yang terjadi secara nyata dan langsung.
c.
Manfaat akademis, meliputi:
6
•
Untuk
memperluas
pengetahuan
Penulis
mengenai
kebijakan politik dan kinerja pemimpin di Kabupaten
Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara terutama ketika
Bupati Raja Bonaran Situmeang, SH, M.Hum digantikan
oleh Wakilnya, Sukran Jamilan Tanjung, SE yang kini
menjabat sebagai Pelaksana Tugas. Selain itu penelitian
ini bagi Penulis dapat mengembangkan kemampuan
berpikir sistematis dan sebagai media untuk menghasilkan
karya ilmiah.
•
Penelitian ini bermanfaat untuk mengambangkan teoriteori politik yang tentu saja berkaitan dengan masalah
yang diteliti oleh Penulis yakni Teori Kinerja, Gaya
Kepemimpinan
dan
Transisi
Pemerintahan
yang
diaktualisasikan oleh Plt Bupati Tapanuli Tengah, Sukran
Jamilan Tanjung,SE dalam mempertahankan eksistensi
politiknya dan menanggulangi fase krisis pemerintahan
pasca pergantian pemimpin. Melalui pemaparan teori-teori
ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada
civitas akademika yang nantinya juga akan melakukan
penelitian yang mungkin sesuai dengan masalah tersebut
atau mungkin nantinya menjadi praktisi politik yang
dihadapkan pada problematika ini.
7
6. Kerangka Teori
Salah satu unsur penting dalam sebuah penelitian adalah penyusunan
kerangka teori karena teori berfungsi sebagai landasan berpikir untuk
menggambarkan dari mana Peneliti melihat objek yang diteliti sehingga penelitian
dapat lebih sistematis. Teori adalah rangkaian asumsi konsep konstruksi defenisi
dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan
cara merumuskan hubungan antar konsep 2.
Teori juga bisa dibilang sebagai konsep atau konstruksi pemikiran yang
berhubungan satu dengan yang lain berdasarkan pandangan berpikir, serta
merupakan pisau analisis penelitian dalam melihat suatu gejala atau fenomena
yang terjadi. Adapun teori yang penulis gunakan dalam menjawab masalah dalam
penelitian ini adalah:
6.1 Teori Kinerja
Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering
diartikan oleh para cendikiawan sebagai “penampilan” atau “hasil kerja” dan
“prestasi”. Secara etimologis kinerja adalah sebuah kata yang dalam bahasa
Indonesia berasal dari kata dasar “kerja” yang menerjemahkan kata dari bahasa
asing prestasi. Sehingga pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban
dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Maka ketika
persoalan ini dihadapkan pada subjek pemimpin instansi pemerintahan,
pengukuran kinerjanya akan lebih detil dan cakupannya akan lebih meluas dengan
2
Singarimbun Masri dan Effendi Sofian.1989, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES Hal 37.
8
pemerhatian terhadap langkah-langkah apa yang mencapaikan dirinya pada indeks
prestasi yang baik dalam memimpin.
Suyadi Prawirosentono mendefenisikan kinerja yaitu sebagai hasil kerja
yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka
upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Sedangkan Bastian Noggi
mengemukakan defenisi kinerja yaitu sebagai sebuah gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi seperti halnya mewujudkan
tujuan, visi, misi organisasi tersebut dan seberapa jauh organisasi mencapai hasil
ketika dibandingkan dengan pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan.
Bernardin dan Russel memberikan pengertian prestasi atau kinerja adalah catatan
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau
kegiatan selama kurun waktu tertentu (performance is defined as the record of
outcomes produced on specified job function or activity during time period) 3.
Dari beberapa defenisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja
merupakan suatu capaian hasil kerja dalam kegiatan atau aktifitas atau program
yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta sasaran yang
telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu
tertentu. Untuk melakukan kajian secara mendalam tentang faktor-faktor yang
3
Ruky Ahmad. 2002.Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 74.
9
mempengaruhi efektifitas penilaian kerja di Indonesia, maka perlu melihat
beberapa faktor penting sebagai berikut: 4
a. Kejalasan tuntutan hukum atau peraturan perundangan untuk
melakukan penilaian secara benar dan tepat. Dalam kenyataannya,
orang menilai secara subyektif tetapi tidak ada suatu aturan hukum
yang mengatur atau mengendalikan perbuatan tersebut.
b. Manajemen sumber daya manusia yang berlaku memiliki fungsi dan
proses yang sangat menentukan efektivitas penilaian kinerja. Aturan
main menyangkut siapa yang harus menilai, kapan menilai, kriteria
apa yang digunakan dalam sistem penilaian kinerja sebenarnya diatur
dalam manajemen sumber daya manusia tersebut. Dengan demikian
manajemen sumber daya manusia juga merupakan kunci utama
keberhasilan sistem penilaian kerja.
c. Kesesuaian antara paradigma yang dianut oleh manajemen suatu
organisasi dengan tujuan penilaian kinerja. Apabila paradigma yang
dianut masih beriorientasi pada manajemen klasik, maka penilaian
selalu bisa kepada pengukuran tabiat atau karakter pihak yang menilai
sehingga prestasi yang seharusnya menjadi fokus utama kurang
diperhatikan.
d. Komitmen para pemimpin atau manajer organisasi publik terhadap
pentingnya penilaian suatu kinerja. Bila mereka selalu memberikan
4
Ibid Hal 75
10
komitmen yang tinggi terhadap efektifitas penilain kinerja, maka para
penilai yang ada dibawah otoritasnya akan selalu berusaha melakukan
penilaian secara tepat dan benar.
6.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja adalah perbandingan antara keluaran (ouput) yang dicapai dengan
masukan (input) yang diberikan. Selain itu, kinerja juga merupakan hasil dari
efisiensi pengelolaan masukan dan efektivitas pencapaian sasaran. Oleh karena
itu, efektivitas dan efisiensi pekerjaan yang tinggi akan menghasilkan kinerja
yang tinggi pula. Untuk memperoleh kinerja yang tinggi dibutuhkan sikap mental
yang memiliki pandangan jauh ke depan. Seseorang harus mempunyai sikap
optimis, bahwa kualitas hidup dan kehidupan hari esok lebih baik dari hari ini.
Penilaian kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan
kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Organisasi perlu melakukan
perbaikan kinerja, adapun perbaikan kinerja yang perlu diperhatikan oleh
organisasi adalah faktor kecepatan, kualitas, layanan, dan nilai. Selain keempat
faktor tersebut, juga terdapat faktor lainnya yang turut mempengaruhi kinerja
pejabat dan pegawai, yaitu keterampilan interpersonal, mental untuk sukses,
terbuka untuk berubah, kreativitas, terampil berkomunikasi, inisiatif, serta
kemampuan dalam merencanakan dan mengorganisir kegiatan yang menjadi
tugasnya. Faktor-faktor tersebut memang tidak langsung berhubungan dengan
pekerjaan namun memiliki bobot pengaruh yang sama.
11
Beberapa variabel yang berkaitan erat dengan kinerja, yaitu mutu
pekerjaan, kejujuran pegawai, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama, kehandalan,
pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab dan pemanfaatan waktu. Dalam
menilai kinerja seorang pegawai, maka diperlukan berbagai aspek penilaian antara
lain pengetahuan tentang pekerjaan, kepemimpinan inisiatif, kualitas pekerjaan,
kerjasama, pengambilan keputusan, kreativitas, dapat diandalkan, perencanaan,
komunikasi, inteligensi (kecerdasan), pemecahan masalah, pendelegasian, sikap,
usaha, motivasi, dan organisasi. Selanjutnya, dari aspek-aspek penilaian kinerja
yang dinilai tersebut dikelompokkan menjadi: 5
a. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan,
metode, teknik, dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan
tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
b. Kemampuan
konseptual,
yaitu
kemampuan
untuk
memahami
kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit
masing-masing ke bidang operasional perusahaan secara menyeluruh.
Pada intinya setiap individu atau karyawan pada setiap perusahaan
memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang
pemimpin maupun karyawan.
c. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan
untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi pegawai ataupun
karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain.
5
Rivai, Harif, A. 2001. Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional Terhadap
Intensi Keluar. Tesis, Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
12
Ada 6 (enam) indikator penilain keberhasilan kinerja merujuk kepada
kemampuan pemimpin bersinergi dengan para bawahannya mengorganisir segala
upaya-upaya untuk mencapai keberhasilan. yaitu:
a. Quality yaitu Tingkatan dimana proses atau penyesuaian pada cara
yang ideal di dalam melakukan aktifitas atau memenuhi aktifitas yang
sesuai harapan.
b. Quantity yaitu Jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata
uang, jumlah unit, atau jumlah dari siklus aktifitas yang telah
diselesaikan.
c. Timeliness yaitu Tingkatan di mana aktifitas telah diselesaikan dengan
waktu yang lebih cepat dari yang ditentukan dan memaksimalkan
waktu yang ada untuk aktifitas lain.
d. Cost effectiveness yaitu Tingkatan dimana penggunaan sumber daya
perusahaan berupa manusia, keuangan, dan teknologi dimaksimalkan
untuk mendapatkan hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian
dari tiap unit.
e. Need for supervision yaitu tingkatan dimana seseorang dapat
melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau
bimbingan dari atasannya.
13
6.2 Teori Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen
organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan
keterbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk
memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri
individual, kebiasaan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam
oragnisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah. Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan
antusias. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh
kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai
tujuan organisasi. Yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah proses
mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan
tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu. 6
Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan
tingkah
kemampuannya
dalam
laku
dari
memimpin.
seorang
Pola
pemimpin
tindakan
yang
pemimpin
menyangkut
itu
akan
mempredikati kebaikan jika secara keseluruhan bawahan mempunyai persepsi dan
acuan yang sama terhadap pimpinannya. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat,
keterampilan dan sikap pemimpin dalam politik. Gaya kepemimpinan adalah pola
tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan
6
Suyuti Ahmad.2001. Teori Gaya Kepemimpinan..Jakarta: Kencana
14
tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu 7. Kesimpulannya adalah bahwa
gaya kepemimpinan merupakan suatu cara yang digunakan pemimpin dalam
berinteraksi dengan bawahannya. Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari
seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat
diterangkan melalui tiga aliran teori sebagai berikut :
a. Teori Genetis (Keturunan)
Inti dari teori ini menyatakan bahwa “leader are born and not made”
(pemimpin itu dilahirkan sebagai bakat dan bukannya dibuat). Para
penganut aliran teori ini berpendapat bahwa seorang pemimpin akan
menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat
kepemimpinannya. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang
ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali
kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir,
secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan determinitis.
b. Teori Sosial
Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi,
maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran
teori sosial ini ialah bahwa “leader are made and not born”
7
Heidrajrahcman dan Husnan Sua..2000. “Manajemen Personalia”, Yogyakarta:BPFE.
15
(pemimpin itu dibuat atau dididik dan bukannya kodrati). Jadi teori ini
merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini
mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa
menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman
yang cukup.
c. Teori Ekologis
Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung
kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut muncul
aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya
berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang
baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut
kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan
pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut.
Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu
sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati
kebenaran.
Gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga
komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi dimana proses
kepemimpinan tersebut diwujudkan. 8 Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey
dan Blanchard mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan
suatu fungsi dari pemimpin (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s), yang dapat
8
Harsey dan Blanchard.1992.Manajemen Prilaku Organisasi Pendayagunaan Manusia.Alih bahasa Agung
Dharma.Jakarta:Erlangga
16
dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s). Menurut Hersey dan Blanchard, pemimpin (p)
adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk
melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan
organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pemimpin mempunyai
kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pemimpin mempunyai keterampilan yang
berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan
bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari
suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah
atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu
organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses
tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab
itu, seorang pemimpin dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat
mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan
yang kondusif, di mana seorang pemimpin berusaha pada saat-saat tertentu
mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam
rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan
pemimpin pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang
dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan
demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu
pemimpin, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan
lainnya dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan itu sendiri.
17
6.3 Tipologi Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga teori gaya kepemimpinan tersebut,
berkembanglah beberapa tipe kepemimpinan. Yaitu: 9
a. Tipe Otokratis
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki
kriteria atau ciri sebagai berikut:
Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan
tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; Menganggap bawahan
sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima kritik, saran dan
pendapat; Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam
tindakan penggerakkannya sering mempergunakan pendekatan yang
mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
b. Tipe Militeris
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang
pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin
organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah
seorang
pemimpin
yang
memiliki
sifat-sifat
berikut:
Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering
dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung
kepada pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang berlebihlebihan; Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; Sukar
9
Sondang P Siagian.1997.Organisasi, Kepemimpinan dan Prilaku Administrsi.Jakarta:Bumi Aksara
18
menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari upacara-upacara
untuk berbagai keadaan.
c. Tipe Paternalistis
Seorang
pemimpin
yang
tergolong
sebagai
pemimpin
yang
paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut :
Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa;
bersikap terlalu melindungi (overly protective); Jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan; Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
inisiatif; Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; Sering bersikap maha
tahu.
d. Tipe Karismatik
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebabsebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya
diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang
amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang
jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula
tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin
itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang
menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan
bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib
19
(supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat
dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma.
e. Tipe Demokratis
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe
pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi
modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki
karakteristik sebagai berikut :
Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat
bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; Selalu
berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi
dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; Senang
menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; Selalu
berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha
mencapai tujuan; Ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian
diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama,
tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; Selalu berusaha
untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; Berusaha
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis
bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang
paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang
20
pemimpin yang demokratis. Ada 4 (Empat) gaya kepemimpinan yang demokratis
yang lazim digunakan, yaitu:
a. Democratic Leadership, yakni suatu gaya kepemimpinan yang
menitikberatkan pada kemampuan untuk menciptakan moral dan
kemampuan untuk menciptakan kepercayaan.
b. Directorial / Authocratic Leadership, yakni suatu gaya kepemimpinan
yang menitikberatkan kepada kesanggupan untuk memaksakan
keinginannya
yang
mampu
mengumpulkan
pengikut
untuk
kepentingan pribadi dan golongannya dengan kesediaan menerima
segala resiko apapun.
c. Paternalitic Leadership, yakni bentuk gaya kepemimpinan pertama
(democratic) dan kedua (directorial) diatas, yang dapat diibaratkan
dengan sistem diktator yang berselimutkan demokratis.
d. Free Rein Leadership, yakni gaya kempimimpinan yang 100%
menyerahkan sepenuhnya kebijaksanaan pengoperasian manajemen
sumber daya manusia kepada bawahannya dengan hanya berpegang
kepada ketentuan-ketentuan pokok yang ditentukan oleh atasan
mereka.
Seorang pemimpin harus memiliki sifat perceptive artinya mampu
mengamati dan menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Untuk itu ia harus
mampu melihat, mengamati, dan memahami keadaan atau situasi tempat kerjanya,
dalam artian bagaimana para bawahannya, bagaimana keadaan organisasinya,
21
bagaimana situasi penugasannya, dan juga tentang kemampuan dirinya sendiri. la
harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Maka dari itu dalam
memilih gaya kepemimpinan yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan
berbagai faktor yang mempengaruhinya.
6.4 Teori Transisi Pemerintahan
6.4.1 Pengertian Dan Konsep Transisi Pemerintahan
Masa transisi dalam sebuah instansi pemerintahan terjadi karena
perubahan secara struktural seperti pergantian pimpinan. Pergantian struktural
yang terjadi akan berdampak pada kinerja baik diawal tengah bahkan diakhir
periode pemerintahan. Masa transisi mengacu pada suatu masa yang cenderung
pendek, ketika terjadi perubahan dari suatu kondisi ke kondisi berikutnya akan
lebih cenderung terjadi peningkatan resiko. Resiko yang akan berakibat fatal bagi
kelangsungan sebuah pemerintahan jika gagal dicermati dan ditanggapi faktor
kritisnya. Transisi meniscayakan adanya perubahan dan pada umumnya dapat
menimbulkan kepanikan atau ketakutan oleh karenanya reaksi yang lazim muncul
antara lain penolakan terhadap perubahan itu sendiri kendati menurut hukum atau
aturannya memang harus berubah atau diubah, perubahan bukanlah hal yang
selalu dipredikati sebagai kondisi yang baik melainkan sebuah proses yang
mengkhawatirkan karena keadaan yang masih baru terindikasi rawan.
Sebagian orang menolak perubahan dengan sengaja karena mereka
meragukan perlunya perubahan atau tidak percaya terhadap arah perubahan.
22
Sebagian lainnya secara intelektual mengikuti perubahan namun secara emosional
masih terikat pada masa lalu. Pemimpin harus memiliki kewaspadaan dalam
menemukan dua jenis penolakan terhadap perubahan ini. Mereka yang tidak
bersedia bergabung dalam arus perubahan yang telah menjadi ketetapan harus
dikeluarkan dari organisasi.
Jika yang menolak perubahan masih sebatas individu atau sekumpulan
individu, masih mudah menghadapinya. Namun ketika penolakan datang dari
sebuah kelompok besar dimana para individu tersebut bergabung persoalannya
menjadi semakin rumit dan kondisi semacam inilah yang selalu menjadi tantangan
bagi pemimpin masa transisi.
6.4.2 Hambatan – hambatan yang muncul dalam perubahan
•
•
•
•
Perubahan itu bukan datang dari diri orang tersebut
Perubahan mengancam kenikmatan dan rutinitas pekerjaan
Ketakutan terhadap sesuatu yang baru
Kehilangan hidden income dan fasilitas, dipecat atau dianggap
tidak memiliki kapabilitas.
•
•
•
•
•
Tujuan perubahan tidak ada atau kurang jelas
Hindari perubahan sebagai proyek “nice to have”
Perubahan menimbulkan rasa takut kegagalan
Perlu dukungan dari personil yang bersifat “play to win”
Pengorbanan yang diberikan terlalu besar
23
•
Timbulkan persepsi perubahan menimbulkan manfaat untuk
menggalang
•
•
•
•
•
•
dukungan
comfort zone/ Zona Aman
para pengikut tak punya respek pada pimpinannya
kecemasan seorang atasan
perubahan bisa berarti kehilangan sesuatu
perubahan menuntut tambahan komitmen
terperangkap tradisi
6.4.3 Memimpin Pada Masa Transisi
Memimpin di masa transisi merupakan salah satu tanggung jawab
kepemimpinan yang sangat penting dan sulit. Kemampuan memimpin di masa
transisi menunjukkan esensi kepemimpinan yang sebenarnya hal-hal lain di luar
itu hanyalah prioritas kedua belaka.
Faktor pendukung sukses masa transisi :
•
•
Sense of urgency : live or die (Rasa keterdesakan)
Everybody is important (Mementingkan semua sumber daya
ketenagakerjaan)
•
Clear direction (Arahan secara langsung)
24
•
•
•
Encourage employess (Memberi anjuran terhadap karyawan)
Rewards (Pengahargaan/Hadiah/Bonus)
Connect to and support from stakeholders (Menjalin dukungan dari
instansi berkebijakan)
•
Sufficient
energy
(Sumberdaya
yang
berkecukupan)
6.4.4 Kesalahan Umum Masa Transisi
Beberapa poin yang berkenaan dengan kesalahan pada masa
transisi yang harus dihindari seorang pemimpin dalam sebuah wadah
organisasi kerja adalah:
•
•
•
Business as usual (Membiasakan setiap urusan)
Work alone (Bekerja sendiri/ tidak koopertatif)
More emergents than planned strategy (Bertindak secara dadakan
daripada merancang strategi)
•
Put employees in marginal position (Menempatkan karyawan
dalam posisi
•
•
•
yang tidak sesuai)
Too much flexibility (Terlalu banyak fleksibilitas/ kelenturan)
Fix but not change (Memperbaiki tapi tidak mengubah)
Weak, coward, risk averse (Lemah, pengecut dan tamak)
25
7. PEMERINTAH DAERAH
Keberadaan pemerintahan daerah secara tegas dijamin dan diatur dalam
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 18 ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa yang
dimaksud
dengan
pemerintahan
daerah
adalah
penyelenggaraan
urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dari pengertian tersebut ada beberapa kata kunci
yang perlu kita pahami, yaitu:
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan
Urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah
mencakup semua urusan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang
menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu kewenangan dalam
26
bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter
dan fiskal, serta agama.
b. Pemerintah daerah dan DPRD
Pemerintah daerah dan DPRD merupakan unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang mempunyai kedudukan yang sejajar.
Sebagai penyelenggara pemerintahan daerah, Pemerintah Daerah
berkedudukan sebagai lembaga eksekutif di daerah yang terdiri atas
kepala daerah/wakil kepala daerah dan perangkat daerah, sedangkan
DPRD berkedudukan sebagai lembaga legislatif di daerah yang
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Pemerintahan daerah
memiliki dua tingkatan, yaitu:
•
Pemerintahan
daerah
provinsi
dilaksanakan
oleh
pemerintah daerah provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur
dan perangkat daerah provinsi) dan DPRD Provinsi.
•
Pemerintahan daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota (Bupati/Wakil Bupati
atau Walikota/Wakil Walikota dan perangkat daerah
kabupaten/kota) dan DPRD Kabupaten/Kota.
c. Asas otonomi dan tugas perbantuan
Asas otonomi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah (provinsi
dan kabupaten/kota) untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
27
peraturan perundangundangan. Sedangkan tugas perbantuan adalah
penugasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan
kewajiban
melaporkan
dan
mempertanggung
jawabkan
pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Konsekuensi penerapan asas ini adalah daerah memiliki hak dan
kewajiban dalam pelaksanaan otonomi daerah yang diwujudkan dalam bentuk
rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
8. Metodologi Penelitian
Dalam kegiatan ilmiah diperlukan sebuah metode yang sesuai dengan
objek yang dibicarakan agar lebih terarah dan rasional. Metode merupakan cara
bertindak dalam upaya agar penelitian dapat terlaksana secara rasional dan terarah
demi mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam penelitian ini, Peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah salah satu
yang digunakan untuk memcahkan masalah yang ada pada masa sekarang
berdasarkan fakta dan data-data yang ada. Tujuan dasar penelitian deskriptif ini
adalah membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
28
8.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan metode yang dipakai, maka penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif, deskrftif dengan pendekatan analistis. Penelitian ini untuk
menggambarkan hal yang mendetail mengenai suatu gejala atau fenomena.
Dimana menurut peneliti bahwasanya penelitian ini termasuk ke dalam jenis
penelitian yang tidak mempergunakan angka atau nomor untuk mengolah data
yang diperlukan. Data terdiri dari kutipan-kutipan orang dan deskripsi keadaan,
kejadian, interaksi dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis data ini,
memungkinkan peneliti mendekati dan sehingga mampu mengembangkan
komponen-komponen ketarangan yang analistis, konseptual dan kategoris dari
data itu sendiri.
8.2
Teknik Pengumpulan Data
Menurut Bagong Suyanto, dalam suatu penelitian kualitatif ada 3 (tiga)
macam atau teknik mengumpulkan data, yakni: 10
a. Wawancara Terbuka
Data yang diperoleh merupakan kutipan langsung dari orang-orang
yang berpengalaman dan berpengetahuan dibidangnya.
b. Kepustakaan
Data yang didapat dari tinjauan pustaka (Library Research) yaitu
dengan mempelajari jurnal-jurnal, laporan penelitian, dokumen
lembaga, buku-buku dan dokumen yang relevan untuk data yang
10
Bagong Suyanto, dkk. 2008. Metode Penelitian Sosial. Jakarta Kencana. Hal: 186
29
dibutuhkan pada penelitian. Data juga diperoleh dari browsing dan
clipping print yaitu untuk pencairan bahan yang lengkap penulis
menggunakan media elektronik/internet.
8.3 Teknik Analisa Data
Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas
masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang subjek yang
akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Dengan bersumber
pada sejarah yang berorientasi kepada problem akan dianalisa kejadian-kejadian
yang sebenarnya menurut topik-topik atau masalah-masalah yang telah dipilih
dalam penelitian ini. Analisis data dalam penelitian kualitiatif bergerak secara
induktif yaitu data/fakta dikategorikan menuju tingkat abstraksi yang lebih tinggi,
melakukan sintesis dan mengembangkan teori bila diperlukan.
Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis penguraian dan
penarikan kesimpulan tentang makna perilaku subjek penelitian dalam latar serta
fokus penelitian. Hal ini dilakukan agar peneliti memiliki gambaran yang jelas
mengenai penelitian ini.
30
9. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta
untuk mempermudah pemahaman terhadap isi, maka penelitian ini terdiri ke
dalam 4 (Empat) Bab, yakni
BAB I
: PENDAHULUAN
Dalam hal ini akan menguraikan dan memperjelas
mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan signifikansi penelitian, kerangka teori,
metodologi penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II
: DESKRIPSI PENELITIAN
Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu
mengenai objek penelitian yaitu Kabupaten Tapanuli
Tengah menyoal sejarah, letak geografis, demografi dan
segala tentang Kabupaten Tapanuli Tengah sebelum dan
sesudah menjabatnya H Sukran J Tanjung,SE sebagai Plt.
Bupati Tapanuli Tengah.
31
BAB III
: KEPEMIMPINAN SUKRAN J TANJUNG, SE
DALAM MASA TRANSISI PEMERINTAHAN
Bab ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data
atau fakta yang diperoleh dari beberapa sumber data dan
juga akan menyajikan pembahasan dan analisis data atau
fakta tersebut.
BAB IV
: PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan
yang diperoleh dari hasil analisis data pada bab-bab
sebelumnya serta berkemungkinan berisi saran-saran yang
Peneliti peroleh setelah melakukan penelitian.
32