MUTIARA YANG TERPENDAM GAMBANG RANCAG SE

UNIVERSITAS INDONESIA

MUTIARA YANG TERPENDAM: GAMBANG RANCAG SEBAGAI
PENYUMBANG PENGEMBANGAN PARIWISATA BUDAYA BETAWI

oleh
Jenni Anggita
0806353564

Program Studi Indonesia
Faculties Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia
Depok
Maret, 2011

i

LEMBAR PENGESAHAN

Tulisan yang diajukan oleh:
Nama


: Jenni Anggita

NPM

: 0806353564

Program Studi

: Indonesia

Judul

: Mutiara yang Terpendam: Gambang Rancag sebagai
Penyumbang Pengembangan Pariwisata Budaya Betawi

Tulisan ini telah disetujui dan disahkan pada:
Senin, 21 Februari 2011

oleh

Dosen Pembimbing

Syahrial, M. Hum.

Manajer Mahasiswa dan Alumni

Albert Roring, M.Hum.

ii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan
bahwa makalah ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan
yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya
akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.


Pamulang, 21 Maret 2011

Jenni Anggita

iii

KATA PENGANTAR

Manusia dengan akal budinya

tetaplah makhluk yang terbatas.

Ketakterbatasan adalah milik Sang Pencipta. Setiap waktu dan kesempatan
semata-mata adalah kasih dan rahmat dari-Nya. Puji syukur pertama-tama saya
sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segalanya. Berkat kasih-Nya pula,
penyusunan karya tulis ini dapat berjalan dengan lancar. Karya tulis ini berjudul
Gambang Rancag sebagai Penyumbang Pengembangan Pariwisata Budaya
Betawi. Penyusunan karya tulis ini merupakan salah satu syarat dalam program
pemilihan mahasiswa berprestasi 2011 yang diadakan oleh Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya.

Penulis memperoleh informasi tentang gambang rancag dari salah seorang
teman diskusi. Setelah mencari tahu lebih jauh tentang gambang rancag, penulis
semakin penasaran terhadap salah satu teater tutur Betawi ini. Ada yang berbeda
dari seni dan kebudayaaan Betawi yang satu ini: begitu beragam perpaduan seni di
dalamnya. Lebih mengejutkan lagi karena senimannya tinggal satu. Betapa ironis
hal tersebut, padahal gambang rancag merupakan salah satu warisan bangsa yang
menunjukkan jati diri, karakter bangsa.
Gambang rancag sebenarnya berpotensi untuk semakin berkembang.
Sayangnya promosi dan publikasi terhadap gambang rancag sedikit sekali. Oleh
karena itu, dalam makalah ini penulis akan memaparkan fungsi, formula, juga
upaya mengembangkan gambang rancag. Penulis berharap melalui makalah ini
kita semakin sadar akan mutiara terpendam yang dimiliki bangsa. Kemudian
timbul suatu daya upaya untuk memelihara dan mengembangkannya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang ikut berperan serta dalam memberikan bimbingan, masukan,
semangat, dan doa kepada penulis mulai dari awal kegiatan Mapres sampai
selesainya karya tulis ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing karya tulis ini, Bapak Syahrial, M.Hum. Beliau ibarat pelita dalam
kegelapan yang selalu memberikan pencerahan saat penulis lelap. Penulis juga
iv


mengucapkan terima kasih kepada tiga dosen pembimbing lainnya: Bapak Dr. R.
Cecep Eka Permana, Ibu Mamlahatun Buduroh, M.Hum.

yang telah

meminjamkan penulis buku-buku terkait gambang rancag, Ibu Turita Indah
Setyani, S.S., dan Mas Hendra Kaprisma, S.Hum..
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para panitia dan juri yang
terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan Mapres ini: Bapak Dr. Ali Akbar, Bapak
Albert Roring, M.Hum., Bu Irma Novianti, S.Si., Bu Sri Affriarti, Dr. Lilie
Suratminto, Ibu Dien Rovita, M.Hum. dan panitia serta juri lainnya yang penulis
lewatkan. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis. Sungguh
apa yang penulis dapatkan tidak akan penulis letakkan di dalam peti. Namun, akan
penulis letakkan di atasnya sehingga dapat berguna bagi orang lain.
Pada tanggal 11 dan 14 Maret 2011 penulis mewawancarai satu-satunya
seniman gambang rancag yaitu Babe Jali dan Bang Firman. Penulis merasa
beruntung dapat bertemu dengan mereka. Rasa terharu dan bangga menyelinap
perlahan-lahan dalam hati penulis. Penulis sungguh berterima kasih kepada
mereka berdua. Mereka adalah seniman yang seluruh hidupnya dipersembahkan

demi berkesenian dan berkarya. Ada rasa miris sekaligus puas. Penulis semakin
mencintai bangsa ini dengan khazanah seni dan budayanya yang luar biasa. Rasa
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mak Piah, Babe Diman, Babe
Diding, dan Bang Udin, yang penulis temui di Setu Babakan. Sungguh melalui
tutur kata dan pancaran mata mereka penulis merasa optimis dan masih ada
harapan untuk mengembangkan seni dan budaya Betawi.
Terlebih lagi penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada dosendosen Sastra Indonesia yang telah mengisi yang bolong-bolong dalam diri penulis.
Kalian adalah pelita penulis. Tidak mungkin penulis dapat sampai dalam dua
belas besar tanpa bimbingan, dukungan, dan doa dari kalian. Terima kasih kepada
Ibuku, Bu Fina atas doa dan dukungannya sejak mula-mula; Ibuku, Bu Felicia,
yang selalu mendoakanku dan selalu menjadi teladan penulis dalam kerendahan
hati dan dedikasi yang tinggi; Ibu Nitra; Pak Untung; Pak Sunu; Pak Rasjid; Bu
Dewaki; Mas Ibnu; Pak Yoesoev; Pak Nazar; Pak Franz; Bu Dien; Bu Mamlah;

v

Bu Riris; Bu Pamela; Bu Edwina; Bu Niken, Bu Ratna; Bu Priscilla; Pak Umar;
Pak Tommy; Pak Liberty; Pak Maman; Bu Mia; Pak Daniel; dan lain-lain.
Seikat bunga cinta ananda persembahkan pada kedua orangtua dan adik
penulis. Kepada ibunda dan ayah: penulis akan berusaha memberikan yang terbaik

kepada kalian. Kehadiran kalian dalam kehidupan penulis merupakan harta yang
tak ternilai.
Teman adalah harta yang berharga. Sungguh penulis merasa tidak akan
sampai pada tahap ini tanpa kalian, sahabat-sahabatku, keluargaku. Mula-mula
terima kasih kepada Dera—si kecil cabai rawit—ketua IKSI yang sejak awal
melihat potensi dalam diri penulis dan tak jemu mengajak penulis untuk ikut serta
kegiatan Mapres ini. Terima kasih kepada semua pengurus IKSI periode 2011
yang luar biasa, penyelanggaraan seleksi Mapres tahap jurusan sungguh membuka
mata penulis. Terima kasih kepada Kak Angga, motivasi pertama-tama penulis
mengikuti pemilihan Mapres ini karena dukungan, bimbingan, dan doa darimu
adikmu ini dapat sampai tahap dua belas besar. Kak Anggalah yang menyadarkan
penulis bahwa kedua belas besar Mapres ini adalah mutiara yang terpendam.
Terima kasih juga kepada teman-teman IKSI 2006: Angga, Emon, dan
Nanto, dll., IKSI 2007: Gifa. Gina, Opank, dll.; teman-teman IKSI 2009: Mala,
Kitul, Beni, Eki, Reta, Viktor, dll.; teman-teman IKSI 2010: Norman, Arke, Abi,
Dio, dll.; Terutama kepada teman-teman IKSI 2008: Meidy yang sudah menyentil
penulis dengan pertanyaan sederhana, “Kenapa Jen, lu mau ikut jadi Mapres?
Kalau sudah menang, lu mau apa?” Sungguh pertanyaan itu masih penulis resapi
dan cari-cari karena penulis tidak ingin menjawab dengan jawaban biasa, tapi
yang pasti pengalaman, pelajaran berharga, dan perjumpaan dengan kesebelas

mapres—yang hebat-hebat—terbukti penulis dapatkan sampai detik ini. Terima
kasih juga kepada Idha atas saran, kritik, semangat, dan bantuannya. Terima kasih
Keke, Dewi, Betmen, Eries, Rainy, Dipta, Taher, Agung, Nita, Pita, Dedep,
Lucky, Yuke, Winda, Rahma, Wahyu, Alvin, Denty, Bepe, Rima, Sisca, Boti,
Winda, Esty, Dihu, Senja, Ari, Hannah, dll..
Penulis juga berterima kasih kepada Rm. Markus Yumartana, SJ., temanteman PMKAJ US (TERAS 531 dan CBTers); teman-teman KUKSA FIB UI:

vi

Claudia, Wawan, Daniel, Dhea, Gisel, Wina, Andhika, Cuni, Mega, Atha, Wilson,
dll.. yang terus mendukung penulis.
Perjumpaan berharga dengan kesebelas Mapres sungguh pengalaman
menyenangkan dan berharga bagi penulis. Walaupun kebersamaan kita sebentar
saja, kesan mendalam kepada kalian semua penulis rasakan. Semoga perjumpaan
dalam Mapres ini berlanjut dan berbuah manis di kemudian hari. Terima kasih
Dona, Nuni, Kinoy, Lala, Bernard, Cisa, Najwa, Puti, Muti, Alan, Diana. Kalian
sungguh mutiara yang terpendam.
Akhirnya, penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan kritik
adalah dua hal yang senantiasa penulis nantikan. Tuhan memberkati kita semua.


Pamulang, 21 Maret 2011

Jenni Anggita

vii

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan..............………………………………………………….......ii
Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme.......................................................................iii
Kata Pengantar.............……………………………………………………….......iv
Daftar Isi.......………………………………………………………………........viii
Ringkasan........………………………………………………………………........x
Summary........………………………………………………………………........xii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….......1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………......4
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………………...4

1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………….....4

BAB II PENDEKATAN FOLKLOR DALAM PENELITIAN GAMBANG
RANCAG: TELAAH PUSTAKA DAN METODE PENULISAN
2.1 Telaah Pustaka
2.1.1 Folklor Betawi……………………………………..............................6
2.1.2 Fungsi Sastra dan Penelitian Folklor……………................................8
2.1.3 Formula……………..............................……………...........................9
2.2 Metode Penulisan……………..............................…………….......................10

BAB III GAMBANG RANCAG SEBAGAI FOLKLOR BETAWI
3.1 Masyarakat, Seni, dan Kebudayaan Betawi………………………….............12
3.2 Keistimewaan Gambang Rancag dan Ruang Lingkupnya……………….......13

BAB IV GAMBANG RANCAG: ASET BUDAYA BETAWI
4.1 Fungsi Gambang Rancag Pada Masyarakat Pendukungnya........................... 16
4.2 Formula dalam Gambang Rancag……………………………………............19
viii

4.2.1 Rancagan Babe Jali…………………………………………………..19

4.2.2 Rancagan Bang Firman……………………………............................21
4.3 Solusi Kreatif Inovatif Mengembangkan Gambang Rancag………...............22

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan......................................................................................................26
5.2 Rekomendasi....................................................................................................26

Daftar Pustaka............………………………....………………………................28
Lampiran................................................................................................................30

ix

RINGKASAN

Indonesia memiliki kekayaan seni dan budaya yang luar biasa. Warisan
budaya (cultural heritage) yang dimiliki suatu bangsa menyatakan karakter atau
jati diri bangsa tersebut. Warisan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia
merupakan aset berharga yang bernilai tinggi, baik dari segi sejarah, sosial,
maupun ekonomi. DKI Jakarta sebagai ibu kota negara merupakan tempat yang
tepat mempromosikan seni dan kebudayaan. Salah satu seni dan kebudayaan yang
tumbuh dan berkembang di DKI Jakarta adalah seni dan kebudayaan Betawi.
Perpaduan etnis lain dalam seni musik, seni sastra, seni tari, seni rupa, teater,
upacara tradisional, sampai pada kulinernya yang khas merupakan mutiara yang
terpendam: memiliki potensi besar, namun kurang diperhatikan oleh kita.
Salah satu seni dan kebudayaan Betawi yang menarik adalah gambang
rancag. Gambang rancag bisa disebut sebagai pertunjukan musik sekaligus teater,
bahkan sastra. Ia terdiri atas dua kata yaitu gambang dan rancag. Gambang berarti
musik pengiringnya adalah gambang kromong dan rancag adalah cerita yang
dibawakannya dalam bentuk pantun berkait.
Gambang rancag merupakan folklor Betawi. Dalam makalah ini, penulis
menggunakan penelitian folklor sebagai landasan teori untuk mengetahui fungsi
dan formula dalam gambang rancag. Selain itu, penulis juga akan mencari solusi
kreatif dan inovatif untuk menumbuhkembangkan gambang rancag. Lebih spesifik
lagi, gambang rancag termasuk ke dalam Folklor Setengah Lisan Betawi karena
adanya percampuran Folklor Bukan Lisan Betawi, yaitu pada musik dan alat
musik gambang kromong dan Folklor Lisan Betawi, yaitu pada bahasa Betawi,
cerita rakyat Betawi, puisi rakyat Betawi, dan nyanyian rakyat Betawi.
Fungsi yang terkandung dalam gambang rancag dapat ditemukan salah
satunya dalam cerita Si Pitung. Berikut enam fungsi gambang rancag.

x

1. Sebagai sistem proyeksi yang dapat

mencerminkan angan-angan

kelompok.
2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan.
3. Sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial, alat pengendali
sosial, sekaligus alat pendidikan anak.
4. Memberikan jalan agar lebih superior daripada orang lain dan untuk
mencela orang lain.
5. Sebagai alat protes ketidakadilan dalam masyarakat.
6. Sebagai hiburan sekaligus ekspresi kebudayaan.
Formula gambang rancag mengalami perubahan dari masa Babe Jali dan
Bang Firman. Mereka adalah seniman gambang rancag yang tersisa. Setelah
dokumentasi rancagan mereka dibandingkan, terdapatlah persamaan berupa
beberapa kata dan perubahan durasi waktu dan jumlah cerita yang dibawakan.
Perubahan tersebut merupakan upaya cerdas yang dilakukan untuk menarik
masyarakat mengenal dan menyukai gambang rancag.
Usaha menumbuhkembangkan gambang rancag dapat dibagi menjadi dua
yaitu secara internal dan eksternal. Usaha internal adalah upaya yang dilakukan
oleh seniman dan orang-orang Betawi, sedangkan usaha eksternal oleh
masyarakat dan pemerintah. Usaha yang mendesak dan efektif untuk dilakukan
adalah mendokumentasikan dan mempublikasikan gambang rancag, agar
gambang rancag dapat diketahui masyarakat luas. Salah satu caranya dengan
memasukkan dokumentasi gambang rancag ke dalam www.youtobe.com. Dengan
adanya dokumentasi dan publikasi melalui media massa, maka, semakin
terbukalah peluang gambang rancag sebagai daya tarik wisata.

xi

SUMMARY

Indonesia has many astounding arts and culture heritages. Cultural
heritage which people have implied the characters and identity from those people.
Indonesian culture heritage is one of most valuable things for Indonesia, such as
history, social, even economics. DKI Jakarta, as Indonesian’s capital City, is
suitable place for promoting our arts and culture. One of culture which arises and
developed at DKI Jakarta is culture of Betawi. Ethnical assimilation in arts,
literature, rituals, and theater has great potential that haven’t seen by us.
One of the art and culture from Betawi that interesting is gambang rancag.
Gambang rancag is usually described as a musical performance and theatre, even
literature. It consists of two elements, which is rancag and gambang kromong.
Gambang rancag is one of Bataviannese folklore. In this paper, author used
folklore research methods as theory in order to know the purpose and formula at
gambang rancag. Moreover, author is also giving a solution for developing culture
of gambang rancag. Gambang rancag is a half-oral literature because it is a mix
between music and literacy of Betawi, such as poetry, folklore, and Betawi’s
language.
There are six functions in gambang rancag.
1. Projection system which brought by a group
2. Jurisdictions of any social system and cultural institution.
3. Control social systems and educational programmed for next generation.
4. Increasing awareness that they are superior.
5. Protest media for injustice in public.
6. Recreation and vacation for public.
This basic formula has changed since Babe Jali and Bang Firman’s era.
They are the last gambang rancag artist. After the documentation of rancagan,
they were compared based their performance. Based on the comparison, their
duration, story they brought, and their word are different. Those changes were

xii

made in order to increase the interest for gambang rancag. This way was done at
many sectors by every element, such as internals (for Bataviannese) and externals
(community and government).
This urgent and effective ways in order to keep the existence of this culture
by documentation and publishing it to public. One of ways is uploading the
documentation at internet, such as www.youtube.com. By publishing and
documentation this culture at mass-media, Gambang Rancag can be known by
society and increase the tourist attraction.

xiii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Melakukan perjalanan ke suatu tempat, melihat-lihat keindahan objek wisata
dengan tujuan rekreasi, maupun edukatif merupakan harapan setiap orang.
Kegiatan semacam itu disebut pariwisata. Pariwisata adalah suatu fenomena yang
ditimbulkan oleh salah satu bentuk kegiatan manusia yaitu kegiatan yang disebut
perjalanan (travel) (Kodhyat, 1996: 1).
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki kekayaan seni
dan budaya yang luar biasa. Warisan budaya (cultural heritage) yang dimiliki
suatu bangsa menyatakan karakter atau jati diri bangsa tersebut. Warisan budaya
yang dimiliki bangsa Indonesia baik yang berbentuk artefak kebendaan ( tangible)
maupun yang non-kebendaan (intangible), sesungguhnya menyimpan potensi
yang luar biasa untuk dikembangkan (Sedyawati, 2003: xi--xiii). Warisan budaya
bangsa merupakan aset berharga yang bernilai tinggi, baik dari segi sejarah,
sosial, maupun ekonomi.
Oleh karena itu, warisan budaya bangsa perlu dipelihara dan dikembangkan.
Dengan memelihara dan mengembangkan warisan budaya dari berbagai suku
bangsa di Indonesia, berarti membuka peluang untuk meningkatkan daya saing
bangsa yang berbasis keunggulan lokal. Salah satunya dengan menjadikannya
sebagai daya tarik wisata (tourist attraction). Daya tarik wisata adalah segala
sesuatu yang mendorong orang untuk berkunjung dan singgah di DTW (Daerah
Tujuan Wisata) yang bersangkutan (Kodhyat, 1996, 7).
DKI Jakarta sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan merupakan
tempat yang tepat untuk mempromosikan seni dan kebudayaan. Salah satu seni
dan kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di DKI Jakarta adalah seni dan
kebudayaan Betawi. Adanya perpaduan etnis lain dalam seni musik, tarian, sastra,
teater, seni rupa, upacara tradisional, sampai pada kulinernya yang khas,

xiv

merupakan khazanah seni dan kebudayaan Betawi yang berpotensi untuk
dikembangkan. Salah satu kesenian Betawi yang menarik adalah teater rakyatnya.
Seni dan kebudayaan Betawi diwariskan turun-temurun mulai secara lisan
(dari mulut ke mulut). Pengaruh kebudayaan dan kesenian Betawi dari kelompok
etnis lain, maupun dari berbagai penjuru dunia tidak dapat dipungkiri. Perpaduan
tersebut kemudian menyatu, tumbuh, dan berkembang di kalangan rakyat secara
spontan dengan kesederhanaannya. Unsur kebudayaan Betawi yang paling kuat,
dapat terasa dari seni pertunjukan yang mencerminkan kebetawiannya. Tidak
heran jika kesenian Betawi—tidak terbatas pada masyarakat Betawi saja, tetapi
juga non-Betawi—disebut sebagai kesenian rakyat.
Dalam makalah ini penulis tertarik meneliti lebih dalam mengenai salah satu
teater tutur Betawi, gambang rancag. Kata gambang rancag terdiri atas dua kata
yaitu gambang dan rancag. Gambang berarti musik pengiringnya adalah gambang
kromong, sedangkan kata rancag sama artinya dengan pantun. Cerita yang
dibawakan dengan dipantunkan disebut cerita rancagan, atau cukup disebut rancag
atau rancak saja, berbentuk pantun berkait (Saputra, 2009: 58). Muhadjir
(1986:164—165) mengungkapkan adanya perbedaan dialek dalam menyebutkan
rancag pada orang Betawi Tengahan dan Pinggiran: rancag menurut ucapan orang
Betawi Pinggiran diucapkan ‘rancag’, sedangkan menurut ucapan orang Betawi
Tengahan ‘rancak’. Hal tersebut disebabkan orang Betawi Pinggiran biasa
menyebutkan konsonan bersuara ‘b’, ‘d’, dan ‘g’.
Di kalangan rakyat, kesenian gambang rancag ini sebagai hiburan untuk
memeriahkan pesta atau hajatan. Krisis ekonomi mempengaruhi seni pertunjukan
ini sehingga, seniman gambang rancag berkeliling dari satu tempat ke tempat lain
untuk mencari nafkah. Proses kelangsungan gambang rancag kian melemah
sampai nyaris hilang. Pada tahun 1980, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta pernah
menyelenggarakan seminar terkait gambang rancag.
Penulis mengangkat gambang rancag sebagai topik penelitian karena
keunikan gambang rancag yang memadupadankan seni musik, sastra, dan teater di
dalamnya. Selain itu, juru rancag—sebutan bagi orang yang membawakan
gambang rancag—sedikit jumlahnya. Setelah dilakukan pendaftaran ulang jenis

xv

dan jumlah organisasi kesenian yang hidup di wilayah DKI tahun 1984/1985
(Muhadjir, dkk., 1986: 4), tidak satu pun tercatat kesenian gambang rancag.
Sampai sejauh ini, penulis berhasil menemui dua seniman gambang rancag
bernama Jali dan anaknya, Firman, di Jalan Gandaria, dan mantan pemain
gambang rancag, Diding dan Diman di Setu Babakan. Selain mereka, seniman
gambang rancag antara lain Samad (Bapak dari Jali) yang dulu bermain bersama
Jali dan Main di Gandaria. Grup musiknya bernama Jali Putra. Ada juga Entong
Bedeh di Cijantung, Jakarta Timur, dan Amsar bersama Ali dan Minggu di
Bendungan Jago, Jakarta Pusat. Grup musiknya bernama Cinta Damai. Sekarang
ini, yang meneruskan gambang rancag hanya Firman, generasi ketiga, setelah
Samad dan Jali. Dengan kata lain, gambang rancag sebagai salah satu seni dan
kebudayaan Betawi nyaris hilang keberadaannya.
Masyarakat Betawi tinggal di Jakarta dan sekitarnya berdampingan dengan
masyarakat non-Betawi. Di sanalah tempat masuknya berbagai jenis seni dan
kebudayaan asing, tentu hal ini merupakan tantangan dalam mempertahankan
gambang rancag. Ada beberapa faktor yang menyebabkan gambang rancag nyaris
hilang, di antaranya karena setiap pemain gambang rancag harus mampu
bernyanyi, dapat menyusun pantun, dan hafal jalan cerita yang dibawakan. Selain
itu, juga disebabkan kurangnya publikasi dan promosi terhadap gambang rancag.
Penelitian yang cocok terhadap gambang rancag sebagai sebuah teater tutur
Betawi adalah folklor. Kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore
yang terdiri atas dua kata folk dan lore. Di Indonesia yang memperkenalkan
folklor sebagai sebuah cabang ilmu adalah James Danandjaja. Folklor adalah
sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun,
di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda,
baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau
alat pembantu pengingat (menemonic device) (Danandjaja, 1997: 2).
Dengan menggunakan penelitian folklor, akan terungkap kepada kita
bagaimana folknya berpikir. Selain itu, folklor juga mengabadikan apa-apa yang
dirasakan penting (dalam suatu masa) oleh folk pendukungnya (Danandjaja, 1991:
18). Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan lebih jauh fungsi dan formula

xvi

yang dipakai dalam gambang rancag, serta upaya yang dapat dilakukan untuk
menumbuhkembangkan gambang rancag.
Selain dengan telaah pustaka, penulis mendapatkan informasi mengenai
gambang rancag dengan wawancara dan dokumentasi pertunjukan yang lalu.
Keistimewaan gambang rancag memiliki peluang besar untuk menjadi daya tarik
wisata. Artinya, gambang rancag dapat menyumbang mengembangkan pariwisata
budaya Betawi. Hal tersebut dapat terjadi dengan adanya promosi dan publikasi
yang maksimal. Penulis berharap dengan adanya solusi kreatif dan inovatif yang
penulis sampaikan dapat menumbuhkembangkan gambang rancag.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut.
1. Apa fungsi dari gambang rancag sebagai teater tutur Betawi?
2. Seperti apakah formula yang dipakai dalam gambang rancag?
3. Upaya atau solusi apa yang dapat dilakukan untuk menumbuhkembangkan
gambang rancag?

1.3 Tujuan Penelitian
Dari tiga rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Menguraikan fungsi dari gambang rancag sebagai teater tutur Betawi.
2. Menjelaskan formula yang dipakai dalam gambang rancag.
3. Mencari solusi kreatif dan inovatif agar gambang rancag dapat tumbuh dan
berkembang.

xvii

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memperkenalkan dan mendokumentasikan
gambang rancag sebagai seni dan kebudayaan Betawi yang nyaris hilang
keberadaannya. Selain itu, dalam penelitian ini kita akan mengetahui fungsi dari
gambang rancag, perkembangan atau perubahan formula dalam gambang rancag,
dan beberapa solusi kreatif inovatif dalam mempromosikan gambang rancag.

xviii