Perlindungan Hak Merek Bagi Perusahaan J

PERLINDUNGAN HAK MEREK BAGI PERUSAHAAN JEPANG DI
INDONESIA MELALUI ASISTENSI HUKUM KEKAYAAN
INTELEKTUAL

Diah Atika Pramono (13220097)
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: atika18.diah@gmail.com

Abstrak
Artikel ini membahas tentang perlindungan hak merek bagi perusahaan jepang
melalui asistensi hukum kekayaan intelektual. Asistensi hukum hak kekayaan
intelektual yang dilakukan oleh Jepang untuk membantu penguatan hukum hak
kekayaan intelektual Indonesia. Jepang berkepentingan dengan hak kekayaan
intelektual

Indonesia

karena

menyangkut


keberlangsungan

perusahaan-

perusahaan mereka yang berada di Indonesia. Perlindungan terhadap hak merek,
khususnya mereka dagang bagi perusahaan asing termasuk Jepang masih sangat
mengkhawatirkan dan mengancam bisnis mereka di Indonesia. Sebab tersebutlah
yang membuat Jepang mena warkan asistensi hukum hak kekayaan intelektual
kepada Indonesia. Perlindungan yang maksimal terhadap hak kekayaan
intelektual akan membuat Indonesia semakin diminati penananam modal asing,
dan ini sangat berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi Indonesia sebagai
negara berkembang yang berjuang untuk maju dan memakmurkan bangsanya.
Asistensi yang diberikan oleh Jepang berupa improvisasi sistem hukum dan

1

regulasi terkait hak paten dan hak merek. Kemudian terkait juga dengan upaya
untuk menangkal dan menindak produk-produk bajakan dan isu-isu lainnya.

Kata Kunci: Hak Merek, Asistensi Hukum HKI, Perusahaan Jepang


PENDAHULUAN
Negara akan memberikan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan
perlakuan yang sama baik kepada warga negara sendiri ataupun terhadap warga
negara asing.1 Pemaparan tersebut merupakan isi dari salah satu prinsip yang
tercantum dalam Pasal 3 TRIPs (Trade Related Aspects of Intelectual Property
Rights), yaitu prinsip National Treatment. Prinsip ini adalah patokan yang

digunakan Indonesia untuk menjamin perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
bagi seluruh warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang
menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan status Indonesia
sebagai salah satu anggota World Trade Organization (WTO) sehingga wajib
tunduk pada seluruh isi perjanjian dalam TRIPs. Indonesia juga telah meratifikasi
keanggotaannya melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang The
Agreement Establishing The World Trade

Organization

yang akhirnya


mewajibkan Indonesia untuk turut serta dalam memberikan perlindungan terhadap
Hak Kekayaan Intelektual.
Perlindungan tersebut tidak hanya bagi warga negara Indonesia, namun juga
warga negara asing. Begitu juga dengan perusahaan-perusahaan asing yang
1

Khoirul Hidayah, Hukum HKI (Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia): Kajian Undang-Undang
dan Integrasi Islam, (Malang: UIN-MALIKI Press, 2013), h. 23-24.

2

menanamkan modalnya di Indonesia. Mereka memerlukan perlindungan hukum
terkait dengan berbagai kekayaan intelektual yang dimilikinya. Mereka saling
berlomba untuk berinovasi dalam menciptakan berbagai penemuan baru dalam
bidang yang berbeda. Ide-ide dan penemuan-penemuan tersebutlah yang perlu
dilindungi dan diapresiasi keberadaannya.
Namun fakta di lapangan berkata lain. Perlindungan terhadap hak-hak atas
kekayaan intelektual yang dimiliki oleh para perusahaan asing dinilai belum
maksimal. Perlindungan yang terkesan belum maksimal tersebut membuat
peluang bisnis terhambat. Bagi keberlangsungan suatu bisnis, perlindungan

kekayaan intelektual sangat penting keberadaannya. Di samping menjamin hakhak asasi manusia secara umum, suatu bangsa akan diakui kehormatannya ketika
telah mampu memenuhi hak-hak kekayaan intelektual warga negaranya maupun
warga negara asing.
Ditambah dengan sulitnya perusahaan-perusahaan asing saat melakukan
pendaftaran hak paten ataupun merek yang mereka miliki. Banyak perusahaan
asing yang mengeluhkan rumitnya cara pendaftaran tersebut. Republika.co.id
memberitakan bahwa pembayaran terkait hak paten memang masih sulit.
Pemerintah masih berupaya untuk mempermudah pembayaran paten. 2
Seluruh ketentuan mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual
sebenarnya sudah termuat dalam undang-undang. Berbagai undang-undang telah
dibuat dalam rangka mengatasi berbagai masalah

terkait penyimpangan hak

kekayaan intelektual. Mulai dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
2

Agung Sasongko, "Pemerintah Upayakan Pembayaran Paten Lebih Mudah",
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/14/06/12/n71vwa-pemerintah-upayakanpembayaran-paten-lebih-mudah, diakses tanggal 8 Desember 2015.


3

Hak Cipta, kemudian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten,
berlanjut ke Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Berikutnya
adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, ditambah
Undang-Undang Nomor 32 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST),
kemudian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000, hingga yang terakhir adalah
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. 3
Deretan-deretan undang-undang itulah yang menjamin kepastian hukum dari hakhak kekayaan intelektual di Indonesia bagi seluruh warga negara sendiri maupun
asing.
Disamping wajib memenuhi seluruh isi perjanjian TRIPs, Indonesia juga
telah memiliki undang-undang terkait dengan apa saja yang dapat dilindungi atas
nama kekayaan intelektual. Tentunya undang-undang tersebut tidak bertentangan
dengan isi perjanjian TRIPs dan konvensi-konvensi lain terkait kekayaan
intelektual. Rancangan terbaru undang beberapa undang-undang juga telah
diajukan ke DPR. Draft setebal 213 tentang Rancangan Undang-Undang Paten
telah diserahkan kepada DPR untuk selanjutnya dikaji ulang dan disetujui.
Sebenarnya upaya pemerintah Indonesia untuk melindungi kekayaan
intelektual, khususnya warga negara asing yang merasa tidak mendapat
perlindungan hukum secara pasti sudah dilaksanakan. Namun, ketika kembali ada

sengketa yang melibatkan perusahaan asing, mengapa seakan perlindungan hak
kekayaan intelektual itu tidak ada? Dimana letak permasalahan yang
sesungguhnya? Bagaimana perusahaan asing mengatasi masalah perihal

3

Khoirul Hidayah, Hukum HKI, h. 4-6.

4

perlindungan hukum tersebut? Berbagai pertanyaan kemudian mencuat seiring
dengan beragamanya masalah yang tertangkap publik.
Perusahaan Jepang adalah salah satu perusahaan asing yang menanamkan
modalnya di kancah perbisnisan Indonesia. Sudah banyak perusahaan Jepang
yang berdiri di Indonesia baik melalui kerja sama dan terlibat langsung ataupun
sebatas menanamkan modalnya. Dilansir dari Tempo.co, bahwa Jepang merasa
tidak mendapat perlindungan hukum yang semestinya. Perlindungan hukum yang
diberikan pemerintah hanya sebatas perlindungan tekstual. Padahal perlindungan
seperti inilah yang menghambat laju perkembangan bisnis dan investasi di
Indonesia.

Jepang harus mempertahankan perusahaan-perusahaan yang telah berdiri di
Indonesia. Perlindungan yang maksimal terhadap kekayaan intelektual yang
dimiliki perusahaan-perusahaan Jepang adalah salah satu cara untuk melindungi
keberlangsungan perusahaan tersebut. Tidak hanya berkaitan dengan eksistensi
suatu perusahaan, namun juga berhubungan dengan kelancaran arus bisnis dan
investasi antara penanam modal dan negara yang sedang diberikan modal, dalam
hal ini adalah hubungan kerja sama antara Jepang dan Indonesia.
Meski sudah ada aturan terkait hak paten dan merek serta sederatan undangundang lain terkait kekayaan intelektual yang dimiliki Indonesia, Jepang belum
merasakan pelaksanaan aturan tersebut dengan baik. Ada beberapa kasus yang
menimpa perusahaan milik Jepang yang ada di Indonesia terkait dengan
pemalsuan merek. Seperti dilansir oleh Tempo.co, pada tahun 2013 pengusaha
restoran asal Jepang, Kabushi Kaisha Monteroza, mengajukan upaya kasasi ke

5

Mahkamah Agung terkait kasus pemalsuan merek yang dilakukan perusahaan
Indonesia. Monteroza mengajukan gugatan karena pengusaha Indonesia, Arifin
Siman, telah memalsukan merek dagang Monteroza yakni Shirokiya dan Wara
Wara. Kemudian kasus pemalsuan merek dagang juga pernah dialami perusahaan
otomotif, Honda Motor Co.4

Jepang telah beberapa kali merasakan sakitnya bagaimana menjadi korban
pemalsuan merek dagang. Sehingga mereka belajar bagaimana cara untuk
melindungi merek-merek mereka dan mendapatkan hak kekayaan intelektual yang
seharusnya memang menjadi milik mereka. Oleh karena itu, Jepang berupaya
untuk memberikan perlindungan terbaik bagi perusahaan-perusahaan mereka yang
berbisnis di Indonesia. Harapan mereka, Indonesia bisa memberikan perlindungan
terbaik khususnya bagi perusahaan-perusahaan Jepang yang berinvestasi di
Indonesia dan juga perusahaan asing lain yang ikut menanamkan modalnya dalam
perputaran bisnis di Indonesia.

PEMBAHASAN
Negara akan memberikan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan
perlakuan yang sama baik kepada warga negara sendiri ataupun terhadap warga
negara asing.5 Pemaparan tersebut merupakan isi dari salah satu prinsip yang
tercantum dalam Pasal 3 TRIPs (Trade Related Aspects of Intelectual Property
Rights), yaitu prinsip National Treatment. Prinsip ini adalah patokan yang
4

Setiawan Adiwijaya, "Proteksi Perusahaannya, Jepang Asistensi Hukum Kekayaan Intelektual
Indonesia",

http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/10/26/090712958/proteksi-perusahaannyajepang-asistensi-hukum-kekayaan-intelektual-indonesia, diakses tanggal 7 Desember 2015.
5
Khoirul Hidayah, Hukum HKI (Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia): Kajian Undang-Undang
dan Integrasi Islam, (Malang: UIN-MALIKI Press, 2013), h. 23-24.

6

digunakan Indonesia untuk menjamin perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
bagi seluruh warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang
menanamkan modalnya di Indonesia.
Merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. 6
Sedangkan Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.7 Hak
atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek
yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain
untuk menggunakannya. 8 Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk

jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu
perlindungan itu dapat diperpanjang. 9
Selanjutnya Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama mengemukakan bahwa:
“Merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat dicantumkan pada
barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil
produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap
sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan
merupakan merek. Misalnya bentuk, warna atau ciri lain dari barang atau
pembungkusnya. Bentuk yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun
atau suatu doos, tube dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya
pembedaan untuk dianggap sebagai suatu merek, tetapi dalam prakriknya kita

6

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
8
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
9
Pasal 28 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

7

7

saksikan bahwa warna-warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi
yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek.”10
Berikutnya menurut Prof. R. Soekardono, S.H., memberikan rumusan bahwa
merek adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau tengger) dengan mana dipribadikan
sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau
menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis
yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan
lain. 11
Dari hasil pemaparan beberapa ahli tersebut di atas, maka merek bisa
dikatakan sebagai suatu tanda yang memiliki daya pembeda sehingga bisa
dibedakan dengan barang-barang sejenisnya, baik yang dihasilkan dan
diperdagangkan sendiri ataupun bersama-sama dan digunakan dalam keiatan
perdagangan barang ataupun jasa.
Pengaturan merek di Indonesia pertama kali diatur melalui Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1992 dan kemudian telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor

19 Tahun 1992 tentang

Merek.

Setelah melakukan ratifikasi

keanggotaanWTO pada tahun 1994, selanjutnya pengaturan merek dilakukan
penyesuaian dengan TRIPs melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merek.12
Perlindungan merek bagi sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
perdagangan sangatlah penting. Selain sebagai harta kekayaan yang dapat

10

Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia , (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989), h. 34. Lihat
juga dalam Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) , Ed.
Revisi (Cet. II; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), h. 273.
11
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia , Jilid I (Jakarta: Dian Rakyat, 1983), h. 149. Lihat
juga dalam Saidin, Aspek Hukum Hak, h. 268.
12
Khoirul Hidayah, Hukum HKI, h. 72.

8

mendatangkan keuntungan bagi pengusaha (baca: pemilik merek), juga berfungsi
sebagai alat untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen dari terjadinya suatu
penipuan kualitas barang tertentu. Dan hal semacam inilah yang menimpa
perusahaan Jepang yang mempunyai merek ternama, namun kemudian merek
tersebut dipalsukan oleh perusahaan Indonesia. Konsumen juga akan merasa
dirugikan jika merek yang selama ini mereka anggap memiliki kualitas, pada
kenyataannya dipoduksi oleh pihak lain dengan kualitas yang lebih rendah. Hal
semacam ini pula yang bisa berakibat menurunkan reputasi perusahaan yang
bersangkutan atau yang dipalsukan barang dagangannya.
Ada beberapa prinsip yang terdapat di dalam Undang-Undang Merek. Berikut
adalah uraian singkat mengenai prinsip-prinsip yang tercantum dalam UndangUndang Merek, yaitu: 13
a. Prinsip first to file (pendaftar pertama). Prinsip ini menjelaskan bahwa
pendaftar pertama melalui pengajuan permohonan adalah pihak yang
diakui sebagai pemegang merek.
b. Merek yang akan didaftarkan tidak boleh mengakibatkan timbulnya
kebingungan dan penyesatan (“cobfusion” atau “verwarring”) dengan
suatu merek yang secara umum telah terkenal dan dimiliki oleh pihak
ketiga.
c. Prinsip cepat dalam penyelesaian hukum perkara merek. Upaya hukum
yang diajukan melalui pengadilan niaga, selanjutnya langsung dapat
dilakukan upaya hukum kasasi, tidak ada upaya banding.

13

Khoirul Hidayah, Hukum HKI, h. 73.

9

d. Perlindungan merek dapat diperpanjang, sepanjang diajukan permohonan
perpanjangan oleh pemilik merek.
e. Prinsip delik aduan. Pihak kepolisian akan melakukan tindakan apabila
ada laporan pelanggaran merek oleh pemegang merek. Prinsip delik
aduan ini masih menjadi perdebatan banyak pengusaha. Mereka
mengharapkan adanya perubahan prinsip menjadi delik biasa dalam
rancangan perubahan undang-undang merek ke depan, yang mana
kepolisian dapat bertindak langsung tanpa perlu menunggu laporan dari
masyarakat (IPR Working Group Meeting on “Laws and Regulation” 14
Februari 2012 di Hotel JW Marriot, Jakarta yang diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual). 14
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Merek, pembagian merek tersebut ada
dua, yaitu merek dagang dan merek jasa. 15 Penjelasan tentang pembagian merek
tersebut adalah sebagai berikut:16
a. Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakannya dengan barang-barang sejenis
lainnya. Contoh dari merek dagang, yaitu Tupperware, Honda,
McDonald, dan lain-lain.
b. Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan
hukum untuk membedakannya dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
14

Khoirul Hidayah, Hukum HKI, h. 73.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
16
Khoirul Hidayah, Hukum HKI, h. 74.
15

10

Contohnya adalah Bank Rakyat Indonesia, Handoyo, dan jenis-jensi
pelayanan publik lainnya.
c. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa
dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa
orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan
dengan barang dan atau jasa sejenis lainnya. Misalnya seperti Melinda
Collective Marks, merek ini digunakan oleh 5200 anggota dari 16
koperasi yang beroperasi di Valle di Non dan Valle di Sole, Italia. 17
Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh
pemohon yang beriktikad tidak baik. 18 Kemudian merek juga tidak dapat didaftar
apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:
a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.
b. Tidak memiliki daya pembeda.
c. Telah menjadi milik umum.
d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya. 19
Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
apabila merek tersebut:

17

Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), h. 211. Lihat juga dalam Khoirul Hidayah, Hukum HKI, h. 73. Lihat juga dalam WIPO
Trademark, (tk: tp, 2006), h. 12-16.
18
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
19
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

11

a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang
dan atau jasa yang sejenis.
b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa
sejenis.
c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
indikasi-geografis yang sudah dikenal.20
Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual apabila merek tersebut:
a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan
hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang
berhak.
b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera,
lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun
internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi
yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas
persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai perdaftaran merek dan syarat-syarat serta
langkah-langkah pendaftarannya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 15

20
21

Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

12

Tahun 2001 tentang Merek. Begitu juga jika terjadi sengketa terkait merek,
langkah-langkah penyelesaiannya juga tercantum dalam undang-undang tersebut.
Jepang yang merasakan trauma berkepanjangan karena pemalsuan merek
yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia akhirnya mengajukan kasasi, namun
gugatan tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan
merek tersebut hanya didaftarkan di tiga negara selain Jepang. Begitu juga dengan
pemalsuan terkait merek dagang milik Jepang, yaitu Honda. Jepang melakukan
beberapa pendekatan kepada Indonesia. Dengan harapan agar hukum hak
kekayaan intelektual Indonesia semakin kuat dan mampu melindungi perusahaanperusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Terkait langkah yang ditempuh Jepang untuk melindungi perusahaanperusahaannya yang berada di Indonesia, mereka memberikan bantuan berupa
asistensi terhadap Indonesia mengenai Hukum Hak Kekayaan Intelektual yang
dimiliki oleh Indonesia. Asisten dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai
sebagai kegiatan

mengasisteni

atau

membantu

seseorang

dalam

tugas

profesionalnya. Dalam nal ini, Jepang memberikan bantuan kepada Indonesia
terkait perlindungan hak kekayaan intelektual bagi perusahaan-perusahaan asing
di Indonesis, khusunya adalah perusahaan Jepang. Jepang akan membantu para
hakim dan praktisi-praktisi hukum Indonesia untuk lebih mendalami kompetensi
mereka terkait dengan hak kekayaan intelektual Indonesia.
Seperti yang dilansir Tempo.co pada tanggal 26 Oktober 2015 bahwa
Pemerintah Jepang akan memberikan dukungan kepada Indonesia dalam upaya
memperkuat perlindungan hak kekayaan intelektual.

13

Sebuah sumber yang dikutip Yomiuri Shimbun menyebutkan Departemen
Kehakimam akan segera mengirimkan sejumlah hakim dan para praktisi hukum
ke Indonesia untuk memberikan asistensi terkait dengan penguatan hukum hak
atas kekayaan intelektual. Hakim-hakim dan para praktisi hukum tersebut akan
berada di Indonesia selama lima tahun dimulai tahun fiskal ini. Seperti yang
diberitkan Japan News pada Sabtu, 24 Oktober 2015.
Ini merupakan kali pertama Departemen Kehakiman menawarkan bantuan
asistensi perlindungan kekayaan intelektual ke negara-negara lain. Asistensi yang
diberikan kepada pemerintah Indonesia, antara lain:
a. Improvisasi sistem hukum dan regulasi terkait dengan hak paten dan
merek dagang lainnya. Improvisasi dalam hal ini yaitu melakukan suatu
pengembangan dari bahan yang sudah ada. Jadi, pengembangan dilakukan
pada sistem hukum dan regulasi yang sudah ada. Ada wacana tentang
revisi Undang-Undang Merek. Rancangan Undang-Undang tersebut
bahkan sudah diajukan ke DPR. Departemen Kehakiman Jepang
memberikan bantuan improvisasi sistem hukum hak kekayaan intelektual
Indonesia dan regulasi terkait, dalam hal ini adalah Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
b. Upaya untuk menangkal dan menindak produk-produk bajakan dan isu
lainnya. Upaya ini adalah salah satu langkah yang akan ditempuh Jepang
untuk memangkas habis pelaku pemalsuan barang yang merugikan
perusahaan asli dan juga merugikan konsumen yang merasa dibohongi.
Dalam proses asistensi tersebut, Jepang akan memaparkan bagaimana

14

cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah terkait produk-produk
bajakan yang sudah semakin merajalela di Indonesia.
Jepang berkepentingan dengan produk hukum hak kekayaan intelektual
Indonesia untuk melindungi perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di
Indonesia. Jepang tidak menginginkan perusahaannya kembali terkena dampak
pemalsuan barang yang sangat merugikan pihaknya. Oleh sebab itu, Jepang
berusaha untuk memperkuat hukum hak kekayaan intelektual Indonesia dengan
cara memberikan bantuan asistensi hukum terkait dengan hak kekayaan
intelektual. Dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa, Indonesia merupakan potensi
bisnis bagi perusahaan-perusahaan Jepang. Inilah alasan pemerintah Jepang ingin
membantu Indonesia memperkuat hukum hak kekayaan intelektual agar
perusahaan-perusahaan Jepang terlindung dari aksi pemalsuan merek. Seorang
pejabat senior di Departemen Kehakiman Jepang menyatakan, perlindungan
kekayaan intelektual itu sangat penting bagi keberlangsungan suatu bisnis. 22
Ketika sistem hukum di suatu negara ditingkatkan, maka akan lebih mudah
untuk masuknya investasi asing yang bermanfaat bagi kedua negara yang
bersangkutan. Investor asing akan mudah percaya karena sistem hukum dan
regulasi yang ditawarkan pun memberikan kepastian hukum yang maksimal. Ini
juga akan berdampak dalam sektor pembangunan ekonomi suatu negara
berkembang termasuk Indonesia.

22

Referensi dari koran online Japan News dalam Setiawan Adiwijaya, "Proteksi Perusahaannya,
Jepang Asistensi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia",
http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/10/26/090712958/proteksi-perusahaannya-jepang-asistensihukum-kekayaan-intelektual-indonesia, diakses tanggal 7 Desember 2015.

15

KESIMPULAN
Perlindungan hak merek bagi perusahaan Jepang di Indonesi masih belum
optimal. Begitu juga dengan perlindungan hak kekayaan intelektual yang lainnya
bagi perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. Meski sudah ada sistem hukum
dan regulasi yang mengaturnya, dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek, namun tetap saja masih belum bisa melindungi
keberadaan perusahaan-perusahaan asing, khususnya Jepang. Perusahaan Jepang
beberapa kali terkena dampak dari pemalsuan barang yang dilakukan oleh
perusahaan Indonesia. Perusahaan Indonesia tersebut memalsukan produk dari
perusahaan Jepang yang merugikan pihak Jepang dan juga para konsumen.
Ketika ditindaklanjuti sampai kepada tingkat kasasi, namun ternyata
gugatannya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan dalih bahwa
merek tersebut hanya didaftarkan di tiga negara selain Jepang. Jepang trauma
dengan kejadian yang beberapa kali menimpa perusahaan-perusahaan mereka
yang mereka di Indonesia, sehingga mereka memberikan tawaran untuk
menguatkan hukum hak kekayaan intelektual Indonesia. Bantuan yang diberikan
berupa asistensi hukum hak kekayaan intelektual Indonesia. Departemen
Kehakiman Jepang akan mengirimkan beberapa hakim dan para praktisi
hukumnya ke Indonesia selama lima tahun yang dimulai tahun ini. Asistensi yang
diberikan berupa improvisasi sistem hukum dan regulasi terkait hukum hak
kekayaan intelektual dan juga berupaya untuk menanggal dan menindak produkproduk bajakan dan isu lain yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak
bertanggungjawab. Jepang berharap asistensi hukum ini mampu memperkuat

16

hukum hak kekayaan intelektual untuk menjamin perlindungan hukum bagi
seluruh perusahaan asing di Indonesia, khususnya perusahaan Jepang yang
beberapa kali telah terkena pemalsuan merek dagang oleh perusahaan Indonesia.
Semakin baik sistem hukum hak kekayaan intelektual suatu bangsa, semakin
diakui pula bahwa bangsa tersebut bermartabat tinggi.

Daftar Pustaka
Buku
Gautama, Sudargo. Hukum Merek Indonesia . Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989.
Hidayah, Khoirul. Hukum HKI (Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia): Kajian UndangUndang dan Integrasi Islam. Malang: UIN-MALIKI Press, 2013.

Saidin. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) . Ed.
Revisi. Cet. II. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997.
Soekardono, R. Hukum Dagang Indonesia . Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat, 1983.
Utomo, Tomi Suryo. Hak Kekayaan Intelektual di Era Globalisasi. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010.

Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

Media Online
Setiawan Adiwijaya, "Proteksi Perusahaannya, Jepang Asistensi Hukum Kekayaan
Intelektual

Indonesia",

http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/10/26/090712958/proteksi-perusahaannya-

17

jepang-asistensi-hukum-kekayaan-intelektual-indonesia, diakses tanggal 7 Desember
2015.
Agung Sasongko,

"Pemerintah

Upayakan Pembayaran Paten Lebih Mudah",

http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/14/06/12/n71vwapemerintah-upayakan-pembayaran-paten-lebih-mudah, diakses tanggal 8 Desember
2015.

18