Apa Itu Hadits Hasan Indonesia

Apa Itu Hadits Hasan ?
Senin, 12 Juli 04
Mukaddimah
Yang dimaksud dalam kajian ini adalah bagian ke-dua dari klasifikasi berita yang
diterima, yaitu Hasan Li Dzâtihi (Hasan secara independen).
Barangkali sebagian kita sudah pernah membaca atau mendengar tentang istilah ini,
namun belum mengetahui secara persis apa yang dimaksud dengannya, siapa yang
pertama kali mempopulerkannya, buku apa saja yang banyak memuat bahasan
tentangnya?
Itulah yang akan kita coba untuk mengulasnya secara ringkas tapi padat, insya Allah.
Definisi
a. Secara bahasa (etimologi)
ْ yang
Kata Hasan (‫ )حسن‬merupakan Shifah Musyabbahah dari kata al-Husn ( ُ‫)ال ُحسْن‬
bermakna al-Jamâl (‫)الجمال‬: kecantikan, keindahan.
b. Secara Istilah (teriminologi)
Sedangkan secara istilah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama hadits
mengingat pretensinya berada di tengah-tengah antara Shahîh dan Dla’îf. Juga,
dikarenakan sebagian mereka ada yang hanya mendefinisikan salah satu dari dua
bagiannya saja.
Berikut beberapa definisi para ulama hadits dan definisi terpilih:

1. Definisi al-Khaththâby : yaitu, “setiap hadits yang diketahui jalur keluarnya, dikenal
para periwayatnya, ia merupakan rotasi kebanyakan hadits dan dipakai oleh kebanyakan
para ulama dan mayoritas ulama fiqih.” (Ma’âlim as-Sunan:I/11)
2. Definisi at-Turmudzy : yaitu, “setiap hadits yang diriwayatkan, pada sanadnya tidak
ada periwayat yang tertuduh sebagai pendusta, hadits tersebut tidak Syâdzdz
(janggal/bertentangan dengan riwayat yang kuat) dan diriwayatkan lebih dari satu jalur
seperti itu. Ia-lah yang menurut kami dinamakan dengan Hadîts Hasan.” (Jâmi’ atTurmudzy beserta Syarah-nya, [Tuhfah al-Ahwadzy], kitab al-‘Ilal di akhirnya: X/519)
3. Definisi Ibn Hajar: yaitu, “Khabar al-Ahâd yang diriwayatkan oleh seorang yang ‘adil,
memiliki daya ingat (hafalan), sanadnya bersambung, tidak terdapat ‘illat dan tidak
Syâdzdz, maka inilah yang dinamakan Shahîh Li Dzâtih (Shahih secara independen). Jika,
daya ingat (hafalan)-nya kurang , maka ia disebut Hasan Li Dzâtih (Hasan secara
independen).” (an-Nukhbah dan Syarahnya: 29)
Syaikh Dr.Mahmûd ath-Thahhân mengomentari, “Menurut saya, Seakan Hadits Hasan
menurut Ibn Hajar adalah hadits Shahîh yang kurang pada daya ingat/hafalan
periwayatnya. Alias kurang (mantap) daya ingat/hafalannya. Ini adalah definisi yang

paling baik untuk Hasan. Sedangkan definisi al-Khaththâby banyak sekali kritikan
terhadapnya, sementara yang didefinisikan at-Turmudzy hanyalah definisi salah satu dari
dua bagian dari hadits Hasan, yaitu Hasan Li Ghairih (Hasan karena adanya riwayat lain
yang mendukungnya). Sepatutnya beliau mendefinisikan Hasan Li Dzâtih sebab Hasan Li

Ghairih pada dasarnya adalah hadits lemah (Dla’îf) yang meningkat kepada posisi Hasan
karena tertolong oleh banyaknya jalur-jalur periwayatannya.”
Definisi Terpilih
Definisi ini berdasarkan apa yang disampaikan oleh Ibn Hajar dalam definisinya di atas,
yaitu:
“Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil, yang
kurang daya ingat (hafalannya), dari periwayat semisalnya hingga ke jalur terakhirnya
(mata rantai terakhir), tidak terdapat kejanggalan (Syudzûdz) ataupun ‘Illat di
dalamnya.”
Hukumnya
Di dalam berargumentasi dengannya, hukumnya sama dengan hadits Shahîh sekalipun
dari sisi kekuatannya, ia berada di bawah hadits Shahih. Oleh karena itulah, semua ahli
fiqih menjadikannya sebagai hujjah dan mengamalkannya. Demikian juga, mayoritas
ulama hadits dan Ushul menjadikannya sebagai hujjah kecuali pendapat yang aneh dari
ulama-ulama yang dikenal keras (al-Mutasyaddidûn). Sementara ulama yang dikenal
lebih longgar (al-Mutasâhilûn) malah mencantumkannya ke dalam jenis hadits Shahîh
seperti al-Hâkim, Ibn Hibbân dan Ibn Khuzaimah namun disertai pendapat mereka bahwa
ia di bawah kualitas Shahih yang sebelumnya dijelaskan.” (Tadrîb ar-Râwy:I/160)
Contohnya
Hadits yang dikeluarkan oleh at-Turmudzy, dia berkata, “Qutaibah menceritakan kepada

kami, dia berkata, Ja’far bin Sulaiman adl-Dluba’iy menceritakan kepada kami, dari Abu
‘Imrân al-Jawny, dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ariy, dia berkata, “Aku telah
mendengar ayahku saat berada di dekat musuh berkata, ‘Rasulullah SAW., bersabda,
“Sesungguhnya pintu-pintu surga itu berada di bawah naungan pedang-pedang…”
(Sunan at-Turmudzy, bab keutamaan jihad:V/300)
Hadits ini adalah Hasan karena empat orang periwayat dalam sanadnya tersebut adalah
orang-orang yang dapat dipercaya (Tsiqât) kecuali Ja’far bin Sulaiman adl-Dlub’iy yang
merupakan periwayat hadits Hasan –sebagaimana yang dinukil oleh Ibn Hajar di dalam
kitab Tahdzîb at-Tahdzîb-. Oleh karena itu, derajat/kualitasnya turun dari Shahîh ke
Hasan.
Tingkatan-Tingakatannya
Sebagaimana hadits Shahih yang memiliki beberapa tingkatan yang karenanya satu hadits
shahih bisa berbeda dengan yang lainnya, maka demikian pula halnya dengan hadits

Hasan yang memiliki beberapa tingkatan.
Dalam hal ini, ad-Dzahaby menjadikannya dua tingkatan:
Pertama, (yang merupakan tingkatan tertinggi), yaitu: riwayat dari Bahz bin Hakîm dari
ayahnya, dari kakeknya; riwayat ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya; Ibn
Ishaq dari at-Tîmiy. Dan semisal itu dari hadits yang dikatakan sebagai hadits Shahih
padahal di bawah tingkatan hadits Shahih.

Ke-dua, hadits lain yang diperselisihkan ke-Hasan-an dan ke-Dla’îf-annya, seperti hadits
al-Hârits bin ‘Abdullah, ‘Ashim bin Dlumrah dan Hajjâj bin Artha’ah, dan semisal
mereka.
Tingkatan Ucapan Ulama Hadits, “Hadits yang
shahîh sanadnya” atau “Hasan sanadnya”
1. Ucapan para ulama hadits, “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya” adalah di bawah
kualitas ucapan mereka, “Ini adalah hadits Shahih.”
2. Demikian juga ucapan mereka, “Ini adalah hadits yang Hasan sanadnya” adalah di
bawah kualitas ucapan mereka, “Ini adalah hadits Hasan” karena bisa jadi ia Shahih atau
Hasan sanadnya tanpa matan (redaksi/teks)nya akibat adanya Syudzûdz atau ‘Illat.
Seorang ahli hadits bila berkata, “Ini adalah hadits Shahih,” maka berarti dia telah
memberikan jaminan kepada kita bahwa ke-lima syarat keshahihan telah terpenuhi pada
hadits ini. Sedangkan bila dia mengatakan, “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya,”
maka artinya dia telah memberi jaminan kepada kita akan terpenuhinya tiga syarat
keshahihan, yaitu: sanad bersambung, keadilan si periwayat dan kekuatan daya
ingat/hafalan (Dlabth)-nya, sedangkan ketiadaan Syudzûdz atau ‘Illat pada hadits itu, dia
tidak bisa menjaminnya karena belum mengecek kedua hal ini lebih lanjut.
Akan tetapi, bila seorang Hâfizh (penghafal banyak hadits) yang dipegang ucapannya
hanya sebatas mengatakan, “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya,” tanpa menyebutkan
‘illat (penyakit/alasan yang mencederai bobot suatu hadits); maka pendapat yang nampak

(secara lahiriah) adalah matannya juga Shahîh sebab asal ucapannya adalah bahwa tidak
ada ‘Illat di situ dan juga tidak ada Syudzûdz.
Makna Ucapan at-Turmudzy Dan Ulama
Selainnya, “Hadits Hasan Shahîh”
Secara implisit, bahwa ungkapan seperti ini agak membingungkan sebab hadits Hasan
kurang derajatnya dari hadits Shahîh, jadi bagaimana bisa digabung antara keduanya
padahal derajatnya berbeda?. Untuk menjawab pertanyaan ini, para ulama memberikan
jawaban yang beraneka ragam atas maksud dari ucapan at-Turmudzy tersebut. Jawaban
yang paling bagus adalah yang dikemukakan oleh Ibn Hajar dan disetujui oleh asSuyûthy, ringkasannya adalah:

1. Jika suatu hadits itu memiliki dua sanad (jalur transmisi/mata rantai periwayatan) atau
lebih; maka maknanya adalah “Ia adalah Hasan bila ditinjau dari sisi satu sanad dan
Shahîh bila ditinjau dari sisi sanad yang lain.”
2. Bila ia hanya memiliki satu sanad saja, maka maknanya adalah “Hasan menurut
sekelompok ulama dan Shahîh menurut sekelompok ulama yang lain.”
Seakan Ibn Hajar ingin menyiratkan kepada adanya perbedaan persepsi di kalangan para
ulama mengenai hukum terhadap hadits seperti ini atau belum adanya hukum yang dapat
dikuatkan dari salah satu dari ke-duanya.
Pengklasifikasian Hadits-Hadits Yang Dilakukan Oleh
Imam al-Baghawy Dalam Kitab “Mashâbîh as-Sunnah”

Di dalam kitabnya, “Mashâbîh as-Sunnah” imam al-Baghawy menyisipkan istilah
khusus, yaitu mengisyaratkan kepada hadits-hadits shahih yang terdapat di dalam kitab
ash-Shahîhain atau salah satunya dengan ungkapan, “Shahîh” dan kepada hadits-hadits
yang terdapat di dalam ke-empat kitab Sunan (Sunan an-Nasâ`iy, Sunan Abi Dâ`ûd,
Sunan at-Turmdzy dan Sunan Ibn Mâjah) dengan ungkapan, “Hasan”. Dan ini merupakan
isitlah yang tidak selaras dengan istilah umum yang digunakan oleh ulama hadits sebab di
dalam kitab-kitab Sunan itu juga terdapat hadits Shahîh, Hasan, Dla’îf dan Munkar.
Oleh karena itulah, Ibn ash-Shalâh dan an-Nawawy mengingatkan akan hal itu. Dari itu,
semestinya seorang pembaca kitab ini ( “Mashâbîh as-Sunnah” ) mengetahui benar
istilah khusus yang dipakai oleh Imam al-Baghawy di dalam kitabnya tersebut ketika
mengomentari hadits-hadits dengan ucapan, “Shahih” atau “Hasan.”
Kitab-Kitab Yang Di Dalamnya
Dapat Ditemukan Hadits Hasan
Para ulama belum ada yang mengarang kitab-kitab secara terpisah (tersendiri) yang
memuat hadits Hasan saja sebagaimana yang mereka lakukan terhadap hadits Shahîh di
dalam kitab-kitab terpisah (tersendiri), akan tetapi ada beberapa kitab yang di dalamnya
banyak ditemukan hadits Hasan. Di antaranya yang paling masyhur adalah:
1. Kitab Jâmi’ at-Turmudzy atau yang lebih dikenal dengan Sunan at-Turmudzy. Buku
inilah yang merupakan induk di dalam mengenal hadits Hasan sebab at-Turmudzy-lah
orang pertama yang memasyhurkan istilah ini di dalam bukunya dan orang yang paling

banyak menyinggungnya.
Namun yang perlu diberikan catatan, bahwa terdapat banyak naskah untuk bukunya
tersebut yang memuat ungkapan beliau, “Hasan Shahîh”, sehingga karenanya, seorang
penuntut ilmu harus memperhatikan hal ini dengan memilih naskah yang telah ditahqiq
(dianalisis) dan telah dikonfirmasikan dengan naskah-naskah asli (manuscript) yang
dapat dipercaya.
2. Kitab Sunan Abi Dâ`ûd. Pengarang buku ini, Abu Dâ`ûd menyebutkan hal ini di dalam

risalah (surat)-nya kepada penduduk Mekkah bahwa dirinya menyinggung hadits Shahih
dan yang sepertinya atau mirip dengannya di dalamnya. Bila terdapat kelemahan yang
amat sangat, beliau menjelaskannya sedangkan yang tidak dikomentarinya, maka ia
hadits yang layak. Maka berdasarkan hal itu, bila kita mendapatkan satu hadits di
dalamnya yang tidak beliau jelaskan kelemahannya dan tidak ada seorang ulama
terpecayapun yang menilainya Shahih, maka ia Hasan menurut Abu Dâ`ûd.
3. Kitab Sunan ad-Dâruquthny. Beliau telah banyak sekali menyatakannya secara tertulis
di dalam kitabnya ini.
(SUMBER: Kitab Taysîr Musthalah al-Hadîts karya Dr. Mahmûd ath-Thahhân, h. 45-50)

Sumber: http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihathadits&id=70


Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1