Konsep Massa Jenis Kritis dalam Jagad Ra

Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2014 (SNIPS 2014)
10 dan 11 Juni 2014, Bandung, Indonesia

Konsep Massa Jenis Kritis dalam Jagad Raya dan Beberapa
Implikasinya, Fisis dan Metafisis
Aloysius Rusli

Abstrak
Konsep massa jenis kritis merupakan konsep menarik, yang menggagas cara menghitung massa jenis zat
dalam jagad raya secara sederhana. Dengan adanya konsep ini, dapat diperkenalkan taksiran massa jenis
zat yang teramati, massa jenis zat ‘gelap’, dan akhirnya juga massa jenis ‘energi gelap’. Dengan demikian
kesadaran tentang struktur jagad raya ini dapat dibangkitkan, sambil menimbulkan refleksi kritis tentang
interpretasinya. Interpretasi yang saat ini dicapai adalah: 4,76% adalah zat teramati, termasuk seluruh
radiasi elektromagnetik yang teramati; 23,8% adalah zat gelap (‘dark matter’); dan 71,4% adalah energi
gelap (‘dark energy’). Implikasinya: Status manusia dan perannya dalam jagad ini condong amat sedikit; kita
termasuk 4,76% zat teramati itu, sama sekali bukannya mahluk yang dominan secara fisik. Hal ini ada
implikasinya terhadap pandangan hidup tentang diri manusia. Kesadaran ilmu dan kesadaran secara ilmiah
ini dapat membantu meningkatkan motivasi mahasiswa untuk memperhatikan ajuan berbagai konsep lain
dalam kuliah Fisika Dasar, Filsafat Ilmu, dan sejenisnya. Dengan tumbuhnya kesadaran tentang ilmu dan
cara ilmiah ini, dapat diharapkan mahasiswa terdukung dalam bertumbuh menjadi warga negara yang juga
dapat berefleksi kritis tentang perkembangan-perkembangan non-fisika, baik perkembangan sosial, maupun

perkembangan metafisika. Hal ini penting karena dunia yang dihadapi mahasiswa kelak akan makin
membutuhkan refleksi kritis dan keberanian memilih putusan yang bijaksana, agar manusia dapat makin
menjadi utuh.
Kata-kata kunci: kesadaran, kosmologi, massa jenis kritis, metafisika
Pendahuluan

abad ke 19), sehingga kesadaran tentang cara
ilmiah dan ilmu dapat dikembangkan. Implikasi
dari hasil penghitungan massa jenis kritis jagad
raya ini lalu dapat dikembangkan, baik dari segi
fisika, maupun dari segi metafisika. Yang terakhir
ini merupakan kebutuhan yang mulai perlu
disadarkan di kelas, karena segi metafisika ini
dapat menunjang pertukaran gagasan/konsep
('dialog') antara ilmu (fisika, biologi, filsafat, dsb)
dan non-ilmu (kepercayaan/iman, agama, dan
religiositas secara umum), yang tampaknya
dibutuhkan untuk merawat keutuhan diri sebagai
manusia yang bukan hanya berakal melainkan
juga berbudi.


Kesadaran tentang adanya cara ilmiah dan
tentang ilmu yang dihasilkannya, merupakan
langkah yang dinilai penting dalam rangka
mencapai literasi ilmiah dan literasi sains [1], [2].
Pentingnya langkah ini adalah, karena ternyata
meluasnya penghafalan materi pelajaran sains
dan cara ilmiah di lingkungan siswa maupun
mahasiswa. Dalam pustaka, terkadang istilah
literasi dan kesadaran ilmiah tidak dibedakan
dari istilah literasi dan kesadaran ilmu. Memang
cara ilmiah dan ilmu sulit dipisahkan: yang
pertama adalah prosesnya, yang kedua adalah
hasilnya. Penampilan dua istilah ini secara
berdampingan terutama dimaksudkan untuk
menonjolkan pentingnya kedua segi itu untuk
menghindari penghafalan.

Dalam pembahasan di bawah ini, cukup
sering dirujuk ke wikipedia dan lainnya karena

dapat diakses gratis oleh setiap orang. Kalau
kemudian
ingin
mendalaminya,
dapatlah
informasi tersebut dibandingkan dengan pustaka
konvensional yang keandalannya lebih mantap
karena
tercetak
di
kertas,
walaupun
kemutakhirannya memang agak tertinggal akibat
pesatnya perkembangan ilmu.

Dalam
rangka menunjang tumbuhnya
kesadaran ilmiah dan kesadaran ilmu itu, berita
perkembangan mutakhir ilmu yang makin sering
ditampilkan dalam media massa, dapat dipakai

sebagai motivasi mengakses pustaka elektronik
untuk memperdalam pengetahuan. Dalam
presentasi ini, konsep 'massa jenis kritis' [3]
dalam jagad raya ditampilkan sebagai suatu
contoh sederhana. Konsep ini direalisasi melalui
sebuah model sederhana yang didasarkan atas
observasi/pengamatan (y.i. tumpuan cara
ilmiah), yang lalu diikuti penggunaan sederhana
hukum kekekalan energi (suatu hasil cara ilmiah

ISBN xxx-x-xxxx-xxxx-x

Massa jenis kritis
Sejak tahun 1920an, berkat observasi
astronom Edwin Hubble [4] tentang 'nebulanebula' atau kabut-kabut redup yang teramati
selain para bintang biasa, disadari bahwa
banyak nebula itu sebenarnya galaksi (himpunan

1


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2014 (SNIPS 2014)
10 dan 11 Juni 2014, Bandung, Indonesia

bintang) seperti Galaksi Bima Sakti yang dihuni
oleh Matahari beserta Bumi dan planet lain
dalam Susunan Matahari kita. Dari sifat bintang
'Sefeid' (Cepheid) [5] yang periode mencerahmeredupnya sebanding dengan kecerahan
maksimum (atau minimum)nya, jarak Bumi ke
bintang dan galaksi huniannya dapat dihitung,
dan dari pergeseran warna bintang itu, laju
bintang dan galaksinya juga dapat dihitung.
Hubble menemukan bahwa kebanyakan galaksi
ternyata menjauh dari Bumi, dengan laju
sebanding dengan jaraknya dari Bumi. Daripada
mengartikannya sebagai 'galaksi-galaksi itu
semua menjauh dari Galaksi kita', lebih 'wajar'
menyimpulkan bahwa semua galaksi saling
menjauh dengan laju v sebanding dengan
jaraknya R dari Bumi. Tetapan pembanding v/R
disebut tetapan Hubble H0. Dari datanya yang

masih terbatas, Hubble menghitung [4] nilai H0
itu ~ 500 km/(s Mpc), tetapi awal abad ke 21 ini
umumnya disepakati bahwa tetapan Hubble itu
bernilai ~69,6 km/(s Mpc) dengan ketaktelitian
~1% [6]. 1 Mpc = 1 mega-parsec ~3,3 juta tahun
cahaya ~ 30 Terameter [7].

diperoleh G kritis 4  R3/3 = ½ H02 R3, yang
menghasilkan suatu pernyataan sederhana bagi
massa jenis kritis:

Dari kesimpulan Hubble itu, dapat dinalarkan
bahwa jagad raya ini sedang mengembang dari
suatu titik awal sejak saat t ~ R/v yang biasa
ditulis sebagai 1/H0, yang menghasilkan usia
jagad ~13,9 milyar tahun. Tampaknya usia jagad
seperti ini cukup konsisten dengan data laiin
tentang usia bintang tertua, dll.

Kiranya tampak dari bahasan di atas, bahwa

cara ilmiah senantiasa bertitik tolak dari hasil
obervasi-pengamatan yang seteliti mungkin.
Hasil pengamatan ini lalu dapat menimbulkan
tebakan atau asumsi atau hipotesis, yang lalu
diolah dengan penalaran untuk menghasilkan
satu atau beberapa kesimpulan. Kesimpulan ini
perlu dibandingkan dengan hasil pengamatan
selanjutnya, dan seperlunya hipotesis itu dapat
saja disesuaikan dengan realita, yaitu hasil
pengukuran atau pengamatan yang seteliti
mungkin itu. Di sini para ilmuwan dapat berbedabeda lintasan berpikirnya: Hal itu tidak terlalu
dipersoalkan, karena wasitnya senantiasa
adalah hasil pengukuran berikutnya. Yang dapat
konsisten dengan hasil pengukuran selanjutnya
akan dianggap 'lebih benar', sedangkan yang
lainnya disimpan atau hanya diteruskan
mengembangkannya
oleh
ilmuwan
yang

berminat.

kritis = 3 H02/(8 G).
Kalau nilai mutakhir [6] bagi H0 (69,6 km/(s Mpc))
dan G (6,67 J m/kg2) disubstitusikan ke
pernyataan ini, diperoleh kritis ~10–26 kg/m3, yang
berarti rata-rata ada ~6 atom hidrogen dalam
setiap meter kubik ruang jagad.
Memang dalam pembahasan ini tersirat
asumsi bahwa ruang ke dalamnya jagad ini
mengembang adalah datar, yaitu bahwa sinar
cahaya tampak merambat dengan lurus, asalkan
tidak terlalu dekat bintang yang massanya terlalu
besar. Tingkat keserbasamaan latar belakang
gelombang mikro (CMB, Cosmic Microwave
Background) mendukung asumsi 'ruang datar'
itu. [8]
Hasil dan diskusi

Selain itu, mengembangnya jagad kita dapat

menghasilkan penalaran bahwa ada suatu nilai
massa kritis yang tepat akan menghentikan
pengembangan jagad ketika ukurannya makin
besar menuju takhingga. Hal ini biasa ditinjau
dengan konsep ’massa jenis kritis’ kritis, atau
'parameter kerapatan'  ≡  / kritis. [3]
Model sederhana untuk  kritis
Dengan asumsi bahwa jagad ini secara ratarata cukup homogen-serbasama sebaran
massanya, maka dapat ditinjau suatu jagad
berbentuk bola serbasama berjejari R, yang kulit
terluarnya bermassa m dan berlaju v secara
radial ke luar [4]. Maka kulit bola itu merasakan
suatu gaya gravitasi ke arah dalam sebesar G M
m/R2 dan energi potensial gravitasinya –
GMm/R. Maka energi mekanik total kulit luar
jagad ini = ½mv2 – GMm/R. Pada keadaan
jumlah massa jagad tepat kritis, maka ketika
ukuran jagad menuju ke takhingga, R  
sedangkan v  0. Maka energi mekanik total
kulit bola jagad ini  0. Dengan asumsi kedua,

bahwa hukum kekekalan energi tetap berlaku
bagi jagad raya ini, maka diperoleh hubungan G
Mkritis/R = ½ v2. Jika lalu digunakan temuan
Hubble bahwa v = H0 R, dengan mudah

ISBN xxx-x-xxxx-xxxx-x

Selain kesadaran tentang segi-segi cara
ilmiah di atas, dapat pula ditelaah hasil cara
ilmiah itu, misalnya tentang implikasi ilmunya.
Dari homogennya CMB tersebut di atas,
disimpulkan bahwa massa jenis jagad raya
cukup dekat pada nilai kritis, dan telah
dikemukakan pertanyaan: Apakah itu suatu
kebetulan, atau bukan?
Apalagi ketika dari teori fisika nuklir tentang
terbentuknya unsur-unsur ringan seperti helium
dan litium dari proton, neutron, dan elektron,
diperoleh kesimpulan bahwa jumlah materi
barionik ini hanya ~4% dari kritis; dari pola rotasi

bintang di sekitar pusat galaksinya, terpaksa [9]
Zwicky pada tahun 1930an menyimpulkan

2

Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2014 (SNIPS 2014)
10 dan 11 Juni 2014, Bandung, Indonesia

bahwa ada sejumlah ‘materi gelap’ (‘dark
matter’) sebanyak ~5 kali materi yang tampak
(jadi ~20%) yang tak tampak tetapi harus ada
demi berlakunya Hukum Newton tentang gerak
dan
tentang
gravitasi.
Ini
baru
mempertanggungjawabkan ~29% dari kritis!
Maka diciptakan istilah ‘energi gelap’ (‘dark
energy’) untuk mengindikasikan konsistensi
dengan kritis itu. Baru ketika pada tahun 1990an
ditemukan bahwa jagad ini ternyata sedang
mengembang dengan makin cepat [10] ilmuwan
memperoleh keyakinan akan hadirnya energi
gelap yang selain memiliki energi/massa ’hilang’
tersebut, juga bersifat antigravitasi. Mengapa
posisi manusia di Bumi yang ternyata teramat
kecilnya itu dibandingkan dengan jagad raya,
kini makin menjadi lebih kecil karena manusia
terbentuk dari hanya 4% materi barionik itu,
amat sangat suatu minoritas dalam jagad raya
ini.

juga patut diterapkan. Kiranya dengan demikian,
terdapat pula keselarasan dengan ilmu filsafat
(tentang segala hal yang dapat dipikirkan) dan
ilmu teologi (tentang segala hal yang
menyangkut konsep Allah secara nalar dan
konsisten).
Jadi yang kiranya dapat disumbangkan oleh
sains adalah, bahwa ihwal metafisika ini
sebaiknya
menggunakan
cara
ilmiah
(pengamatan, pemikiran berdasarkan hipotesis
awal, pengujian terhadap pemikiran-kesimpulanhipotesis) dengan melonggarkan syarat 'harus
dapat diukur secara kuantitatif', dengan tetap
mempertahankan syarat 'harus nalar dan harus
dapat konsisten dengan peristiwa lain'. Definisi
'konsisten' adalah, 'tidak bertentangan-secaranalar dengan pengalaman sejenis’.
Dengan demikian, fisika dapat berkontribusi
pada proses metafisika, dan sebaliknya semoga
konsep 'konsistensi' dan konsep 'dapat
dinalarkan sesuai dengan cara ilmiah' dapat
digunakan sejauh mungkin dalam filsafat dan
teologi, dan agama sekalipun? Pembenarannya
terdapat pada pengalaman fisika-sains bahwa
cara kerja jagad raya ini konsisten dan sesuai
dengan nalar, sehingga sebagai hasil pemikiran
sang manusia, patut diduga bahwa konsistensi
dan penalaran wajar tetap berlaku di metafisika
yang memuat filsafat, teologi, dst.

Ilmuwan biasanya condong pada kesimpulan
’ini kebetulan’, bahwa tak ada suatu pengaturan
atau suatu kecondongan yang disengaja oleh
suatu kekuatan seperti Allah. Sikap umum ini
timbul, karena dalam fisika berkali-kali dialami
dan ditemukan bahwa hasil pengukuran (ini
diasumsikan sebagai yang lebih 'benar')
senantiasa konsisten dengan apa yang sudah
berhasil diukur atau diketahui; dan selama ini,
konsep ’Allah’ belum tampak diperlukan. Di
samping itu, konsep ’Allah’ ini tampaknya tak
dapat diukur, sehingga mempertimbangkan
konsep tersebut sudah di luar fisika, sudah
termasuk metafisika (yang artinya ’di luar fisika’),
istilah yang diciptakan Aristoteles 20 abad yang
lalu.

Kesimpulan
Hasil dan diskusi di atas kiranya dapat
disimpulkan sbb:
a. Kesadaran tentang pola cara ilmiah
merupakan fasilitas berguna, karena cara ilmiah
itu, yang mencakup langkah observasi/
pengamatan, penalaran tentangnya untuk
menghasilan
kesimpulan-hipotesis
tentang
makna dan konsekuensi pengamatan itu, serta
tindakan menguji sejauh apa hipotesis itu
konsisten dengan pengamatan selanjutnya,
ternyata
efektif
untuk
mengolah
dan
memanfaatkan jagad raya ini.

Akan tetapi baik fisika maupun metafisika
ternyata
dapat
diamati
gejala-gejalanya,
walaupun yang metafisika dicirikan oleh tidak
dapat diukurnya. Analoginya: sang manusia jelas
memiliki tubuh fisik yang teramati dan dapat
diteliti secara ilmiah, tetapi kemampuan manusia
untuk menerawang sampai ke ujung jagad,
sampai ke gagasan yang abstrak yang tidak
dapat diutarakan secara lisan maupun tulisan,
jelas teramati tetapi sulit diukur kuantitasnya.
kiranya sikap konstruktif-bijaksana bukanlah
menolak segala hal yang metafisis, melainkan
mengakui keberadaan pengetahuan yang tak
terukur tetapi nyata ada. Contoh yang biasa
disebut adalah rasa-rasa, seperti rasa cinta, rasa
benar, rasa paham gagasan yang abstrak seperti
awal mula jagad raya, kekekalan energi dsb.
Karena konsistensi dan penalaran terbukti
merupakan dua konsep yang efektif dalam
sains/fisika, diajukan hipotesis bahwa juga
dalam metafisika, walau ada ketiadaan cara
mengukur, boleh dianggap bahwa konsistensi
dan keketatan penalaran sampai batas tertentu

ISBN xxx-x-xxxx-xxxx-x

b. Kesadaran tentang hasil cara ilmiah,
berupa ilmu yang dapat digunakan dengan cara
ilmiah itu juga, untuk menghasilkan pemanfaatan
lebih lanjut bagi kebaikan masyarakat,
merupakan langkah kokoh dalam mengelola
jagad raya dan masyarakat yang menghuninya.
c. Cara ilmiah, dan ilmu tersebut, walaupun
terkembang di kawasan fisika-sains yang
terukur, dapat dihipotesiskan juga akan
bermanfaat di kawasan metafisika, terutama
komponen
observasi-pengamatan
dan
penalaran serta pembuatan hipotesis tentang
makna, konsistensi, dan konsekuensi, walaupun

3

Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2014 (SNIPS 2014)
10 dan 11 Juni 2014, Bandung, Indonesia

segi pengukuran kuantitatif per definisi tidak
dapat lagi digunakan.

http://en.wikipedia.org/wiki/Cosmic_microw
ave_background (23 Juni 2014)
[9] Wikipedia, “Fritz Zwicky (1898-1974)”,
http://en.wikipedia.org/wiki/Fritz_Zwicky
(23 Juni 2014)
[10] Wikipedia,
“Accelerating
Universe”,
http://en.wikipedia.org/wiki/Accelerating_uni
verse (23 Juni 2014)

d. Dengan memanfaatkan (’mendialogkan’)
pengalaman yang diperoleh di bidang sainsfisika pada bidang metafisika tersebut, kiranya
keutuhan kemanusiaan serta pemahamannya
dapat dikembangkan dengan lebih baik,
dibandingkan kalau kawasan metafisika dilarang
dilengkapi dengan pengalaman manusia di
bidang sains, dan dibiarkan dikotomik dan berdiri
tersendiri saja.

Aloysius Rusli
Jurusan Fisika FTIS
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
[email protected]

Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Lembaga Penelitian & Pengabdian kepada
Masyarakat
(LPPM)
Universitas
Katolik
Parahyangan
(Unpar)
atas
dukungan
finansialnya pada penelitian ini, dan Panitia
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran
Sains (SNIPS) 2014, 10-11 Juni 2014 atas
dukungannya dalam keikutsertaan dalam
kegiatan ilmiah ini. Penulis juga berterima kasih
kepada hadirin di saat presentasi makalah ini,
atas pertanyaan dan masukannya yang
bermanfaat untuk menyempurnakan versi final
makalah ini.
Referensi
[1] A. Rusli, “A Format for the Basic Physics
Lecture – Aiming at Science Awareness:
Some Study Results”, 3rd ICMNS
(International Conference on Mathematics
and Natural Sciences) 2010, ITB, Bandung,
23-25 November 2010
[2] Victor Showalter, et al, “Program” (1975),
“Program Objectives and Scientific Literacy
– What is Unified Science Education? (Part
5), Prism 11, volume 2, no. 3 & 4
[3] Syracuse University, Cosmology Course,
http://www.physlink.com/education/askexpe
rts/ae252.cfm (3 Juni 2014),
http://en.wikipedia.org/wiki/Critical_density_
%28cosmology%29#Density_parameter
(23 Juni 2014)
[4] Wikipedia, “Edwin Hubble (1889-1953)”,
http://en.wikipedia.org/wiki/Edwin_Hubble
(23 Juni 2014)
[5] Wikipedia,
“Cepheid
Variable”,
http://en.wikipedia.org/wiki/Cepheid
(23 Juni 2014)
[6] C. L. Bennett, D. Larson, and J. L. Weiland,
“The 1% Concordance Hubble Constant”,
http://arxiv.org/pdf/1406.1718v1.pdf (6 Juni
2014) pp 1-25 (23 Juni 2014)
[7] Wikipedia,_“Parsec”,
http://en.wikipedia.org/wiki/Parsec
(23 Juni 2014)
[8] Wikipedia,
“Cosmic
Microwave
Background”,

ISBN xxx-x-xxxx-xxxx-x

4