BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Cara untuk mencari kebenaran dilakukan para peneliti dan praktisi melalui model yang biasa dikenal dengan prespektif. Be

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma

  Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Cara untuk mencari kebenaran dilakukan para peneliti dan praktisi melalui model yang biasa dikenal dengan prespektif. Becker mendefenisikan perspektif sebagai seperangkat gagasan yang melukiskan karakter situasi yang memungkinkan pengambilan tindakan, suatu spesifikasi jeni- jenis tindakan yang secara layak danmasuk akal dilakukan orang, standar nilai yang memungkinkan orang dapat dinilai (Mulyana,2005:5).

  Paradigma adalah satu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter) dari suatu cabang ilmu (Ritzer, 2002:4). Bongdan dan Biklen menyatakan paradigma merupakan kumpulan dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian (Narwaya, 2006: 110).

  Paradigma pada wilayah riset penelitian merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan penelitian (Narwaya, 2006: 108). Ketiadaan seperangkat dasar pemikiran yang tercermin pada sebuah paradigma, maka suatu penelitian akan mengalami ketumpulan ataupun bias dalam penelitian.

  Ada tiga paradigma dalam kajian ilmu komunikasi. Pandangan pertama, paradigma positivisme yaitu melihat bahasa sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Positivisme berasal dari bahasa Inggris Postivism dan bahasa latin Positivius Ponore yang berarti meletakkan. Tesis yang dikemukakan dalam paradigma ini adalah bahwa sains dan ilmu alam adalah satu- satunya pengetahuan yang valid dan fakta adalah dasar yang sah bagi pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan positivisme cenderung memandang realitas apa adanya, tanpa memikirkan dasar dari terbentuknya realitas tersebut. Pemikiran ini berasal dari August Comte (1798-2857).

  Pandangan kedua yaitu paradigma kritis, pemikiran ini telah ada sejak zaman Renaisans pada era 1350-1600. Pengertian ‘kritik’ dalam kaitannya dengan teori kritis dapat dikaitkan dengan pengaruh pada pemikiran dibaliknya yaitu Freud.

  Ciri-ciri dari paradigma ini adalah: Bersifat historis, artinya teori ini diperkembangan berdasarkan situasi

  • masyarakat yang konkret dan berpijak diatasnya.
  • evaluasi dan refleksi terhadap dirinya.

  Bersifat kritis pada dirinya sendiri dan terbuka dari segala kritik,

  • secara mendasar ia selalu akan mempertanyakan segala kenyataan yang ada.

  Selalu mempunyai kecurigaan penuh terhadap masyarakat aktual, karena

  • transformasi masyarakat dengan jalan praksis.

  Dibangun demi sebuah ‘praksis’ atau untuk mendorong terjadinya

  Pandangan ketiga adalah paradigma konstruktivisme. Menurut Von Glasersfeld (Ardianto, 2007: 154), konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pendirian ini merupakan kritik langsung pada perspektif positivisme yang meyakini bahwa pengetahuan itu adalah potret atau tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan objektif, kita tahu adalah pengetahuan yang apa adanya, terlepas dari peranan subjek sebagai pengamat. Konstrutivisme menolak keyakinan itu. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan justru selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif.

  Konstruktivisme atau constructivism mempunyai dampak yang luas sekali di bidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari George Kelly (dalam Budyatna dan Ganiem, 2011:221) mengenai konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya menurut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya. Perbedaan-perbedaan yang dipersepsikan tidaklah kognitif individu.

  Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme karena didalam kajian paradigma konstruktivisme memandang tindakan komunikatif sebagai interaksi yang sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah subjek yang memiliki pilihan bebas, walaupun lingkungan bebas membatasi apa yang dapat dilakukan. Tindakan komunikatif dianggap sebagai tindakan sukarela, berdasarkan pilihan subjek. Dengan kajian konstruktivisme ini, peneliti berusaha memahami dan mendeskripsikan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan subjek yang akan diteliti. Selain itu, penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis karena penelitian yang menggunakan metode riset deskriptif kualitatif (wawancara dan observasi) merupakan bagian dari pendekatan konstruktivis.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Komunikasi

2.2.1.1 Defenisi dan Prinsip Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata latin “communis” yang berarti “sama”.

  Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2007 : 46). Menurut Carl I Hovland (dalam buku Deddy Mulyana, 2007:48) komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).

  Sebagai makhluk sosial, Manusia ingin mengetahui apa yang terjadi dengan lingkungan sekitarnya bahkan yang terjadi pada dirinya. Rasa ingin tahu inilah yang membuat manusia bekomunikasi dengan yang lain. Komunikasi adalah hal yang fundamental di dalam kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan rasa ingin tahu tersebut. Proses komunikasi tersebut akan berlangsung dalam bentuk interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan antara dua orang atau lebih dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Komunikasi sebenarnya sudah dilakukan oleh Manusia sejak dilahirkan melalui lainnya. Proses interaksi tersebut terus berkembang seiring dengan pertambahan usia dan kemampuannya berkomunikasi.

  Berdasarkan model Laswell, komunikator sangat powerfull, mampu mempengaruhi komunikan, dan menganggap bahwa pesan pasti memiliki efek di dalam diri komunikannya. Unsur-unsur utama komunikasi adalah komunikator (who), pesan (says what), saluran komunikasi (in which channel), komunikan (to whom), dan efek komunikasi (with what effect) (Dani Vardiansyah, 2004:115).

  Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang bertindihan itu disebut kerangka pengalaman (field of experience). Dari pernyataan tersebut dapat ditarik empat prinsip dasar komunikasi, yaitu :

  1. Komunikasi hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing

  similar experiences).

  2. Jika daerah tumpang tindih menyebar menutupi lingkaran A dan B, menuju terbentuknya satu lingkaran yang sama, makin besar kemungkinannya tercipta suatu proses komunikasi yang mengena (efektif).

  3. Tetapi kalau daerah tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi sentuhan kedua lingkaran, atau cenderung mengisolasi lingkaran masing- masing, komunikasi yang terjadi sangat terbatas. Bahkan besar kemungkinannya gagal dalam menciptakan suatu proses komunikasi yang efektif.

  4. Kedua lingkaran ini tidak akan bisa saling menutup secara penuh karena dalam konteks komunikasi antar-manusia tidak pernah ada manusia di atas dunia ini yang memiliki perilaku , karakter, dan sifat-sifat yang persis sama sekalipun kedua manusia itu dilahirkan secara kembar (Cangara, 2007 :21-22). Menurut Berlo dalam bukunya The Process Communication (1960), komunikasi sebagai suatu proses adalah suatu kegiatan yang berlangsung secara dinamis. Sesuatu yang didefenisikan sebagai proses, berarti unsur-unsur yang ada di dalamnya bergerak aktif, dinamis, dan tidak statis. Dilihat dari konteks dari seseorang kepada orang lain.

  2.2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi

  Menurut Effendy (2006) dari berbagai pengertian komunikasi yang telah ada, tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen atau unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan;

  2. Pesan : Pernyataan yang didukung oleh lambang;

  3. Komunikan : Orang yang menerima pesan;

  4. Media : Sasaran atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya;

  5. Efek : Dampak sebagai pengaruh pesan.

  2.2.1.3 Jenis-Jenis Komunikasi

  Para pakar komunikasi mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya. Sebagaimana juga defenisi komunikasi, konteks komunikasi ini juga diuraikan secara berlainan. Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteks atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Klasifikasi komunikasi berdasarkan tingkat jumlah peserta dapat dikategorikan menjadi enam (Mulyana,2005:80): a.

  Komunikasi Intrapribadi Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi dengan diri sendiri.

  Contohnya berpikir. Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam konteks lainnya. Sebelum kita berkomunikasi dengan orang lain, kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri guna mempersepsikan dan memastikan makna pesan oranglain. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri.

  b.

  Komunikasi Antarpribadi secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi ini adalah komunikasi diadik yang biasanya terjadi hanya melibatkan dua orang yang berkomunikasi dalam jarak dekat, dimana pesan yang dikirim maupun diterima secara simultan dan spontan baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi ini sangat efektif untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan sempurna, komunikasi antarpribadi berperan besar hingga kapanpun selama manusia masih memiliki emosi.

  c.

  Komunikasi Kelompok Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lain, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Dengan demikian komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan oleh kelompok kecil, jadi bersifat tatap muka.

  d.

  Komunikasi Publik Komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak), yang tidak bisa dikenali satu persatu.

  Komunikasi ini biasanya berlangsung lebih formal dan lebih sulit dibandingkan dengan komunikasi antarpribadi dan kelompok, dikarenakan bentuk komunikasi publik ini menuntut persiapan pesan yang cermat, keberanian dan kemampuan menghadapi sejumlah orang atau khalayak.

  e.

  Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi adalah komunikasi yang terjadi dalam organisasi, dapat bersifat formal maupun informal, dan berlangsung dalam ruang lingkup lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi formal adalah komunikasi yang berdasarkan struktur organisasi, yakni komunikasi kebawah, komunikasi keatas, dan komunikasi setara atau struktur organiasi, seperti komunikasi antar rekan..

  f.

  4. Komunikasi bermedia (mediated communication)

  3. Perubahan perilaku (behavior change).

  2. Perubahan pendapat (opinion change).

  Adapun tujuan komunikasi adalah : 1. Perubahan sikap (attitude change).

  4. Mempengaruhi (to influence).

  3. Menghibur (to entertain).

  2. Mendidik (to educate).

  Adapun fungsi komunikasi adalah: 1. Menyampaikan informasi (to inform).

  2.2.1.5 Fungsi dan Tujuan Komunikasi

  3. Komunikasi tatap muka (face-to-face communication)

  Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa, baik media cetak maupun elektronik, dengan tujuan masyarakat luas yang anonim, heterogen yang tersebar diberbagai tempat.

  b. Komunikasi gambar ( pictorial ommunication)

  a. Komunikasi kial (gestural communication)

  2. Komunikasi nonverbal l(mediated communication)

  b. Komunikasi tulisan (written communication)

  a. Komunikasi lisan (oral communication)

  1. Komunikasi Verbal (verbal communication)

  Berdasarkan sifatnya maka komunikasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

  2.2.1.4 Sifat Komunikasi

  4. Perubahan sosial (social change) (Effendy, 2002: 8).

  Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku berjudul “Ilmu Komunikasi” (2006: 32) menyatakan bahwa : “Strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi”.

  Keberhasilan kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh penentuan strategi komunikasi. Di lain pihak jika tidak ada strategi komunikasi yang baik efek dari proses komunikasi bukan tidak mungkin menimbulkan pengaruh negatif. Sedangkan untuk menilai proses komunikasi dapat ditelaah dengan menggunakan model-model komunikasi. Dalam proses kegiatan komunikasi yang sedang berlangsung atau sudah selesai prosesnya maka untuk menilai keberhasilan komunikasi tersebut terutama efek dari proses komunikasi tersebut digunakan telaah model komunikasi.

  

Strategi komunikasi dapat dilakukan berdasarkan sifat komunikasi itu

sendiri, yaitu :

  1. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan kata-kata,

baik lisan maupun tulisan. Setidaknya ada tiga ciri utama yang menandai wujud atau bentuk komunikasi verbal (Djuarsa, 2003 : 63). Pertama, bahasa verbal adalah komunikasi yang kita pelajari setelah kita menggunakan komunikasi nonverbal. Jadi, komunikasi verbal ini digunakan setelah pengetahuan dan kedewasaan kita sebagai manusia tumbuh.

  

Kedua, komunikasi verbal dinilai kurang universal dibanding dengan komunikasi nonverbal, sebab bila kita keluar negeri misalnya dan kita tidak mengerti bahasa yang digunakan masyarakat setempat maka kita bisa menggunakan bahasa isyarat nonverbal. Ketiga, komunikasi verbal merupakan aktivitas yang lebih intelektual dibanding dengan bahasa nonverbal. Melalui komunikasi verbal kita mengkomunikasikan gagasan dan konsep-konsep yang abstrak. Komunikasi Nonverbal

Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan

merupakan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. porter, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu kegiatan komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang memiliki pesan potensial bagi penerima. Komunikasi nonverbal mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan (Mulyana, 2007 : 343).

  Jurgen Ruecsh ( dalam Mulyana, 2007 : 352 ) mengklasifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian, yaitu:

  1. Bahasa tanda (sign language) Bahasa tanda bisa berupa acungan jempol untuk numpang mobil secara gratis atau juga bahasa tuna rungu.

  2. Bahasa tindakan (action language) Bahasa tindakan merupakan semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan.

  3. Bahasa objek (object language) Bahasa objek dapat berupa penunjukan benda, pakaian, dan lambang

nonverbal bersifat public lainnya seperti ukuran ruangan, bendera,

gambar(lukisan), music dan sebagainya baik secara sengaja maupun

tidak. Dalam menyusun strategi komunikasi harus memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan penghambat. Berikut ini sebagian komponen komunikasi dan faktor pendukung serta penghambat pada setiap komponen tersebut (Effendy,2003:35).

1. Mengenali sasaran komunikasi 2.

  Faktor situasi dan kondisi 3. Pemilihan media komunikasi 4. Pengkajian tujuan pesan komunikasi 5. Peranan komunikator dalam komunikasi 6. Daya tarik sumber

  Kredibilitas sumber

  Dalam proses pendidikan sering kita jumpai kegagalan-kegagalan, hal ini biasanya dikarenakan lemahnya strategi komunikasi yang dipakai. Untuk itu, pendidik perlu mengembangkan pola komunikasi efektif dalam proses belajar mengajar. Komunikasi pendidikan yang dimaksudkan adalah hubungan atau interaksi antara pendidik dengan peserta didik pada saat proses belajar mengajar berlangsung atau dengan istilah lain yaitu hubungan aktif antara pendidik dengan peserta didik.

  Guru sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, disamping memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola dan melaksanakan interaksi belajar mengajar.

2.2.3 Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura

  Teori pembelajaran sosial Albert Bandura dikenal juga dengan teori kognitif sosial, proses kognitif terjadi ketika seseorang mengamati sosok model, mengamati, mempelajari kepingan perilaku dan secara mental menyatukan kepingan-kepingan tersebut ke dalam sebuah pola perilaku baru yang kompleks (Papalia, 2010 : 48).

  Gaya kognitif merupakan salah satu variabel kondisi belajar yang menjadi bahan pertimbangan dalam merancang pembelajaran. Pengetahuan tentang gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang atau memodifikasi materi peembelajaran, tujuan pembelajaran, serta metode pembelajaran. Diharapkan dengan adanya interaksi dari faktor kognitif, tujuan, materi, serta metode pembelajaran dapat membuat hasil belajar siswa dicapai semaksimal mungkin(Uno, 2006 : 185)

  Teori Bandura didasarkan pada tiga asumsi (dalam buku Surya, 2013:151), yaitu :

  1. Individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada dilingkunganya, terutama perilaku-perilaku orang lain. Perilaku orang lain yang ditiru disebut perilaku model atau perilaku contoh.

  Terdapat hubungan yang erat antara pelajar dan lingkunganya.

  Pembelajaran terjadi akibat keterkaitan tiga pihak, yaitu lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi.

3. Hasil pembelajaran berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

  Proses kognitif dalam diri individu memegang peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena pengaruh dari lingkungan sosial. Individu akan mengamati perilaku dilingkungannya sebagai contoh, kemudian ditirunya menjadi perilaku miliknya. Perilaku individu terbentuk melalui peniruan terhadap perilaku di lingkungan, pembelajaran merupakan suatu proses bagaimana membuat peniruan yang sebaik-baiknya sehingga bersesuaian dengan keadaan dirinya dan tujuannya.

2.2.4 Anak Usia Dini

  Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Sujiono, 2009:7). Batasan pengertian anak usia dini yaitu 0-6 tahun. Usia dini pada anak kadang disebut sebagai usia emas atau golden age.

  Perkembangan anak usia dini merupakan fase yang sangat mendasar bagi perkembangan individu. Masa-masa tersebut merupakan masa kritis dimana seorang anak membutuhkan rangsangan-rangsangan yang tepat untuk mencapai kematangan yang sempurna (Pratisti 2008: 56). Perkembangan anak usia dini merupakan fase yang sangat mendasar bagi perkembangan individu. Mengingat karakteristik yang khas, maka pembelajaran anak usia dini harus dirancang sedemikian rupa sehingga menyenangkan dan menarik bagi anak. Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.

  Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut : a. Anak bersifat unik.

  b. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan. d. Anak itu egosentris.

  e. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.

  f. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.

  g. Anak umumnya kaya dengan fantasi.

  h. Anak masih mudah frustrasi. i. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak. j. Anak memiliki daya perhatian yang pendek. k. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial. l. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.

2.2.5 Kemandirian Anak Usia Dini

  Kemandirian adalah sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan perbuatan yang cenderung individual (mandiri), tanpa bantuan dan pertolongan dari orang lain. Kemandirian identik dengan kedewasaan, melakukan sesuatu tidak harus ditentukan atau diarahkan sepenuhnya oleh orang lain. Kemandirian anak sangat diperlukan dalam rangka membekali mereka untuk menjalani kehidupan yang akan datang. Dengan kemandirian ini seorang anak akan mampu untuk menentukan pilihan yang ia anggap benar, selain itu ia juga berani memutuskan pilihannya dan bertanggung jawab atas resiko dan konsekuensi yang diakibatkan dari pilihannya tersebut.

  Menurut Bacharuddin Mustafa (2008: 75) kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil pilihan dan menerima konsekuensi yang menyertainya.Kemandirian pada anak-anak mewujud ketika mereka menggunakan pikirannya sendiri dalam mengambil berbagai keputusan; dari memilih perlengkapan belajar yang ingin digunakannya, memilih teman bermain, sampai hal-hal yang relatif lebih rumit dan menyertakan konsekwensi- konsekwensi tertentu yang lebih serius.

  Selanjutnya Bacharuddin (2008: 75) menjelaskan bahwa tumbuhnya kemandirian pada anak-anak bersamaan dengan munculnya rasa takut (kekuatiran) dalam berbagai bentuk dan intensitasnya yang berbeda-beda. Rasa

  (protective emotion) bagi anak-anak, yang memungkinkannya mengetahui kapan waktunya meminta perlindungan kepada orang dewasa atau orang tuanya.

  Kemandirian bukanlah kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, melainkan hasil dari proses belajar. Kemandirian merupakan hasil dari pendidikan. Kartawijaya dan Kuswanto (2000: 1) mengemukakan bahwa kemandirian anak harus dibina sejak anak masih bayi dengan penanaman disiplin yang konsisten sehingga kemandirian yang dimiliki dapat berkembang secara utuh.

  Dengan mengacu kepada definisi tersebut, Terdapat delapan unsur yang menyertai makna kemandirian bagi seorang anak, yaitu antara lain:

1. Berani memutuskan atas pilihannya sendiri 2.

  Bertanggungjawab menerima konsekwensi yang menyertai pilihannya 3. Percaya diri 4. Mengarahkan diri 5. Mengembangkan diri 6. Menyesuaikan diri dengan lingkungannya 7. Berani mengambil resiko atas pilihannya.

2.2.6.1 Upaya Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini

  Mengembangkan kemandirian pada anak adalah dengan memberikan kesempatan untuk terlibat dalam berbagai akivitas. Semakin banyak kesempatan yang diberikan pada anak, maka anak akan semakin terampil mengembangkan kemampuannya sehingga lebih percaya diri. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan kemandirian anak ini, sebagaimana yang disarankan oleh Ratri Sunar Astuti (2006: 49), yaitu:

  1. Anak-anak didorong agar mau melakukan sendiri kegiatan sehari-hari yang ia jalani seperti mandi sendiri, gosok gigi, makan sendiri, bersisir, berpakaian, dan lain sebagainya segera setelah mereka mampu melakukan sendiri.

  2. Anak diberi kesempatan sesekali mengambil keputusan sendiri, misalnya memilih baju yang akan dipakai. terlatih untuk mengembangkan ide dan berpikir untuk dirinya. Agar tidak terjadi kecelakaan maka atur ruangan tempat bermain anak sehingga tidak ada barang yang membahayakan.

  4. Biarkan anak mengerjakan segala sesuatu sendiri walaupun sering membuat kesalahan.

  5. Ketika bermain bersama bermainlah sesuai keinginan anak, jika anak tergantung pada kita maka beri dorongan untuk berinisiatif dan dukung keputusannya.

  6. Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan dan idenya

  7. Latihlah anak untuk mensosialisasi diri, sehingga anak belajar menghadapi problem sosial yang lebih kompleks. Jika anak ragu-ragu atau takut cobalah menemaninya terlebih dahulu, sehingga anak tidak terpaksa.

  8. Untuk anak yang lebih besar, mulai ajak anak untuk mengurus rumah tangga, misalmya menyiram tanaman, membersihkan meja, menyapu ruangan, dan lain-lain.

  9. Ketika anak mulai memahami konsep waktu dorong mereka untuk mengatur jadwal pribadinya, misalnya kapan akan belajar, bermain dan sebagainya. Orang tua bisa mendampingi dengan menanyakan alasan- alasan pengaturan waktunya.

  10. Anak-anak juga perlu diberi tanggung jawab dan konsekwensinya bila tidak memenuhi tanggung jawabnya. Hal ini akan membantu anak mengembangkan rasa keberartian sekaligus disiplin.

  11. Kesehatan dan kekuatan biasanya berkaitan juga dengan kemandirian, sehingga perlu memberikan menu yang sehat pada anak dan ajak anak untuk berolah raga atau melakukan aktivitas fisik.

  Dalam penelitian ini, penelitian membuat model teoritik dengan memahami keterkaitan antara beberapa teori, yaitu. Keterkaitan teroti-teori ini akan mebentuk rangkaian yang berkesinambungan. Berikut model teoritik yang peneliti gambarkan untuk menunjukkan keterkaitan antar teori tersebut:

  Guru Anak Usia Dini Kemandirian

  Strategi Komunikasi Anak Usia Dini 1.

  Komunikasi Verbal 2. Komunikasi

  Nonverbal

Dokumen yang terkait

BAB II PROYEK SEGAR II.1. Tinjauan Umum - Perancangan Pusat Konservasi Satwa dan Tanaman Mangrove “Ono Niha Zoological Park”, Kawasan Ekonomi Khusus, Idea Land, Teluk Dalam, Nias Selatan

0 0 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Saham - Analisis Pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Consumer Goods

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Analisis Pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di Bu

0 0 10

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di Bursa Effek Indonesia (Periode 2011-2013)

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi - Faktor Risiko Yang Dapat Diubah Dan Tidak Dapat Diubah Pada Pasien Penderita Penyakit Jantung Koroner Di Rsup Ham Medan

0 0 27

HALAMAN PERSETUJUAN Karya Tulis Ilmiah dengan Judul: Faktor Risiko yang Dapat Diubah dan Tidak Dapat Diubah pada Pasien Penderita Penyakit Jantung Koroner di RSUP HAM Yang dipersiapkan oleh: NANDA LADITA

0 0 16

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi Dengan Menerapkan Travel Chart, Algoritma BLOCPLAN dan CORELAP di PT. Cahaya Bintang Medan

1 1 30

Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi Dengan Menerapkan Travel Chart, Algoritma BLOCPLAN dan CORELAP di PT. Cahaya Bintang Medan

1 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Perhitutungan Biaya Sumberdaya Domestik Komoditi Padi Sawah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 43

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Perhitutungan Biaya Sumberdaya Domestik Komoditi Padi Sawah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 10