BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang - Perimbangan Kepentingan Pemerintah Pusat Dengan Daerah Dalam Divestasi Saham Di Perusahaan Pertambangan Mineral Dan Batubara Menurut Uu No 25 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan membutuhkan modal dalam jumlah yang

  cukup besar dan tersedia pada waktu yang tepat. Modal dapat disediakan oleh pemerintah dan oleh masyarakat luas, khususnya dunia usaha swasta. Namun dalam kenyataannya,negara termasuk Indonesia tidak mampu melaksanakan pembangunan secara menyeluruh jika hanya mengandalkan modal dalam negeri, hal ini disebabkan tingkat tabungan (saving) masyarakat yang masih rendah, akumulasi modal yang belum efektif dan efisien, ketrampilan (skill) yang belum memadai. Kendala-kendala ini dicoba diatasi dengan berbagai macam alternatif diantaranya melalui bantuan dan kerja sama luar negeri yang dibutuhkan untuk

   melengkapi modal dalam negeri yang dapat segera dikerahkan .

  Perkembangan ekonomi dunia yang berkembang pesat mengakibatkan kesulitan bagi negara-negara berkembang atau sedang berkembang khususnya Indonesia mengejar ketertinggalannya. Keadaan ini mendorong pemerintah untuk mencari alternatif lain yakni penanaman modal khususnya penanaman modal asing. Dalam kaitan itu, Indonesia mengalami pula kesulitan yang sama dalam hal perolehan pinjaman luar negeri sehingga mencari alternatif lain dengan “kebijaksanaan pintu terbuka” terhadap penanaman modal asing untuk melakukan usahanya di Indonesia. 1 Raharja.Ekonomi Internasional (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal 32.

  Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Keadaan sumber daya alam ini sebenarnya sangat potensial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana terdapat pada UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 yang mengatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Tetapi yang menjadi permasalahannya adalah ketersediaan sumber daya alam tidak diikuti oleh sumber daya manusia yang memadai serta modal yang terbatas untuk mengelola sumber daya alam tersebut. Dalam hal inilah peranan Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi semakin nyata. Bagi investor asing sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui merupakan yang paling mereka minati terutama tambang mineral dan batubara, hal ini dikarenakan ketersediaannya yang langka dan merupakan komoditi yang sangat dibutuhkan dalam dunia industri.Keberadaan PMA di Indonesia tidak semata-mata menguntungkan investor tapi juga bagi Indonesia sendiri, kegiatan tersebut akan memberikan keuntungan materi, bagi pemerintah, mendapatkan tambahan pajak yang merupakan salah satu sumber devisa negara dan ketersediaan lapangan

   pekerjaan mengakibatkan kurangnya pengangguran.

  Suatu negara tidak dapat berdiri sendiri untuk memenuhi kebutuhannya dalam terutama dalam bentuk modal. Dewasa ini hampir semua negara, khususnya negara berkembang membutuhkan modal asing. Modal asing itu merupakan suatu hal yang semakin penting bagi pembangunan suatu negara. Sehingga kehadiran investor asing nampaknya tidak mungkin dihindari. Permasalahannya adalah bahwa kehadiran investor asing ini sangat dipengaruhi oleh kondisi internal suatu negara, seperti stabilitas ekonomi, politik negara, dan penegakan hukum.

  Modal asing yang dibawa investor merupakan hal yang sangat penting sebagai alat untuk menggerakkan perekonomian suatu negara.Untuk itu diperlukan adanya pengaturan pemerintah yang konsisten dan terpadu agar dapat memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak yaitu antara investor dengan negara Indonesia.

  Pemerintah menetapkan bidang-bidang usaha yang memerlukan penanaman modal dengan berbagai peraturan. Selain itu, pemerintah juga menentukan besarnya modal dan perbandingan antara modal nasional dan modal asing. Hal ini dilakukan agar penanaman modal tersebut dapat diarahkan pada suatu tujuan yang hendak dicapai. Berbagai strategi untuk mengundang investor asing telah dilakukan. Hal ini didukung oleh arah kebijakan ekonomi UU No.25 Tahun 2000 tentang PROPENAS( Program Pembangunan Nasional) salah satu kebijakan ekonomi tersebut adalah mengoptimalkan peranan pemerintah dalam mengoreksi ketidaksempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang menggunakan mekanisme pasar, melalui regulasi, layanan publik, subsidi dan insentif yang dilakukan secara transparan dan diatur dengan undang-undang.

  Kebijakan mengundang investor asing adalah untuk meningkatkan potensi ekspor dan substitusi impor, sehingga Indonesia dapat menigkatkan penghasilan devisa dan menghemat devisa, oleh karena itu usaha-usaha di bidang pertambangan mineral dan batubara diberi prioritas dan fasilitas. Alasan kebijakan yang lain yaitu agar terjadi peningkatan teknologi yang dapat mempercepat laju

   pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional Indonesia .

  Usaha pemerintah untuk selalu memperbaiki ketentuan yang berkaitan dengan penanaman modal asing antara lain dilakukan dengan memperbaiki peraturan dan pemberian paket yang menarik bagi investor asing. Pada akhirnya harus tetap diingat bahwa maksud diadakannya penanaman modal asing hanyalah sebagai pelengkap atau penunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Pada hakekatnya pembangunan tersebut harus bijaksana dan hati-hati dalam memberikan persetujuan dalam penanaman modal asing agar tidak menimbulkan ketergantungan pihak asing yang akan menimbulkan dampak yang buruk bagi

   negara ini di kemudian hari.

  Adanya pengaturan dan penetapan bidang usaha bagi penanaman modal oleh pemerintah, tentunya harapan dari pemerintah untuk mengarahkan penanaman modal sesuai dengan rencana pembangunan nasional maupun kebutuhan dan perkembangan keadaan bangsa Indonesia. Untuk itu penentuan bidang usaha bagi penanaman modal khususnya penanaman modal asing sangat wajar dan sesuai dengan landasan dan dasar negara untuk mengundang penanaman modal khususnya PMA masuk ke Indonesia.

  Kebijaksanaan bidang usaha bagi penanaman modal khususnya penanaman modal asing sangat penting oleh karena dengan adanya kebijaksanaan 3 4 Raharja, Op. Cit, hal.12.

  Mahmul Siregar. Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal. (Medan :USU Sekolah Pasca Sarjana, 2006), hal. 99. per bidang usaha dan pengembangannya diharapkan adanya kepastian berusaha bagi penanaman modal.

  Bidang usaha pertambangan adalah salah satu bidang usaha yang terbuka bagi PMA. Dengan dikeluarkannya undang-undang penanaman modal yakni UU Nomor 1 Tahun 1967 dan UU Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, dimana bidang usaha pertambangan merupakan bidang usaha yang mendapatkan prioritas utama dari pemerintah sebelum dan sesudah diterbitkannya undang-undang penanaman modal baik asing maupun dalam negeri. Adapun bidang usaha pertambangan meliputi pertambangan minyak bumi (mentah), gas bumi, batubara, logam timah, bijih nikel, bauksit, pasir besi, emas, perak, serta konsentrat tembaga. PT. Freeport Sulphur Incorporated dan PT INCO Indonesia merupakan pioneer dalam penanaman modal asing di bidang pertambangaan. Baru kemudian menyusul beberapa perusahaan asing yang bergerak di bidang pertambangan minyak (mentah) dengan melibatkan Badan Usaha Milik Negara yakni Pertamina dengan suatu kontrak karya yang melalui beberapa fase kemudian diganti dengan production sharing (bagi hasil).

  Mineral dan batubara (Minerba) yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.

  Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak, dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan dan semua kekayaan yang terkandung dalam bumi Indonesia dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat seperti yang tertulis pada UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3.

  Masalah yang up to date menjadi sorotan publik karena menyangkut rasa nasionalisme adalah masalah divestasi. Pengertian divestasi ditemukan dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Divestasi adalah jumlah saham asing yang ditawarkan untuk dijual kepada peserta Indonesia. Karena adanya kelemahan- kelemahan yang terdapat dalam pengertian divestasi tersebut maka perlu dilengkapi dan disempurnakan. Kelemahan divestasi misalnya kerugian dari divestasi yaitu berkurangnya aset kepemilikan dari perusahaan yang menjual perusahaannya kepada swasta. Divestasi saham adalah pengalihan sejumlah saham dari penanaman modal asing kepada pihak lainnya, baik dilakukan secara langsung maupun lelang dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

   masyarakat.

  Perjanjian jual beli saham merupakan perjanjian yang dibuat antara penanaman modal asing dengan pihak lainnya, dimana penanam modal asing menjual saham yang dimilikinya, dan pihak pembeli berkewajiban membayarnya secara kontan. Ada dua pihak dalam divestasi saham, yaitu: 5 Erman RajagukgukHukum Investasi di Indonesia, Anatomi Undang-Undang No.25

1. Penanam modal asing yang bergerak dibidang pertambangan; dan 2.

  Pihak lainnya Pihak lainnya telah ditentukan secara sistematis dalam pasal 97 ayat (2)

  Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, pihak lainnya yaitu: 1.

  Pemerintah 2. Pemerintah Daerah 3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 4. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 5. Badan Swasta Milik Nasional

  Namun menyangkut masalah divestasi saham pertambangan Minerba ini sering kali menjadi sengketa antara investor dan Pemerintah Indonesia, baik daerah maupun pemerintah pusat. Kerap terjadinya benturan antara pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mengenai divestasi saham pertambangan mineral dan batubara mengakibatkan permasalahan yang cukup panjang mengenai hak kepemilikan divestasi saham tersebut. Baik pemerintah pusat maupun daerah kerap kali beranggapan bahwa divestasi tersebut layak mereka miliki sehingga menjadi perdebatan yang cukup alot bagi pemerintah daerah dan pemerintah

  

  pusat . Hal seperti ini sering terjadi di Indonesia misalnya seperti kasus kepemilikan divestasi saham pertambangan PT Newmont Nusa Tenggara antara pemerintah pusat dan daerah yang sangat alot penyelesaiannya. Dalam hubungan 6 Karina, Newmont.

  

   hukum kontrak karya, sengketa yang sering terjadi adalah terkait dengan nasionalisasi dimana keharusan pemegang saham asing untuk melakukan divestasi atas saham yang dimilikinya.

  Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Penulis berminat menulis skripsi dengan judul “Perimbangan Kepentingan Pemerintah Pusat dengan

  

Daerah dalam Divestasi Saham di Perusahaan Pertambangan Mineral dan

Batubara Menurut UU No. 25 Tahun 2007”.

B. Perumusan Masalah

  Dengan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

  1. Apakah yang menjadi pertimbangan perlunya pengaturan divestasi saham asing dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia?

  2. Bagaimana pengaturan divestasi saham asing dalam bidang usaha pertambangan mineral dan batubara?

  3. Bagaimana perimbangan kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam divestasi saham asing pada perusahaan pertambangan mineral dan batubara?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

  1. Tujuan Penulisan

  Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: a. Untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan yang mendasari perlunya pengaturan divestasi saham asing dalam kegiatan penanaman modal asing di

  Indonesia.

  b.

  Untuk mengetahui pengaturan divestasi saham asing dalam bidang usaha pertambangan mineral dan batubara.

  c.

  Untuk mengetahui perimbangan kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam divestasi saham asing pada perusahaan pertambangan mineral dan batubara.

  2. Manfaat Penulisan

  Manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a.

  Secara Teoritis Skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya, perkembangan hukum ekonomi pada khususnya mengenai kewajiban divestasi pada penanaman asing di bidang pertambangan Minerba sesuai dengan UU No.9 Tahun 2009 dan PP No.23 Tahun 2010.

  b.

  Secara Praktis 1.

  Bagi Pemerintah Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan divestasi saham pertambangan Minerba di Indonesia.

  2. Bagi Masyarakat Sebai bahan referensi dan menambah wawasan masyarakat mengenai divestasi saham pertambangan masyarakat.

  3. Bagi Akademisi Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan bagi penulis dalam disiplin ilmu yang ditekuni penulis dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan informasi dalam melakukan penelitian masa yang akan datang.

D. Keaslian Penulisan

  Penulisan skripsi ini berjudul “Perimbangan Kepentingan Pemerintah Pusat dengan Daerah dalam Divestasi Saham di Perusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara Menurut UU No. 25 Tahun 2007”. Setelah melakukan Penelusuran ke Perpustakaan Fakultas dan Perpustakaan Besar Universitas Sumatera Utara, hal ini belum pernah diangkat ataupun ditulis, kalaupun ada substansi pembahasannya berbeda dengan pembahasan yang dipaparkan dalam skripsi ini.

  Adapun judul yang berkaitan dengan judul skripsi ini adalah skripsi yang berjudul “ Kewajiban Divestasi pada Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Umum” yang ditulis oleh Adi Agustina Girsang (USU) pada tahun 2010 di dalamnya memuat kewajiban divestasi pada penanaman modal asing di bidang pertambangan umum. Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian Adi Girsang membahas divestasi pada pertambangan umum, sementara saya membahas pertambangan yang lebih khusus yaitu divestasi pertambangan mineral dan batubara mengenai perimbangan kepentingan antara pusat dan daerah.

  Selain judul diatas skripsi yang berkaitan dengan judul diatas adalah “Aspek Hukum Kontrak Karya Dalam Investasi Pertambangan Umum” yang ditulis oleh Dewi pada tahun 2011 di dalamnya memuat aspek hukum kontrak karya dalam investasi pertambangan umum. Begitu juga dalam penelitian Dewi yang membahas kontrak karya pada pertambangan umum sementara saya membahas divestasi pada pertambangan mineral dan batubara dalam pertimbangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut UU No. 25 Tahun 2007.

  Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut di atas, maka penulis mengatakan bahwa penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan.

  Penulisan skripsi ini merupakan hasil pemikiran penulis dibantu dengan referensi buku-buku, media cetak dan elektronik dan bantuan dari pihak-pihak tertentu.

  Dengan demikian, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara alamiah.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Penanaman Modal Asing

  Penanaman modal asing menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No.25 Tahun 2007 adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan

   dengan penanam modal dalam negeri.

  Menurut Sunarjati Hartono, pengertian penanaman modal asing dalam UUPMA adalah direct investment, yang biasanya dipertentangkan dengan

  

portofolio investment , dimana pemilik modal asing hanya memiliki sejumlah

  saham dalm suatu perusahaan, tanpa mempunyai kekuasaan langsung dalm

  

  manajemen perusahaan. Beliau menyatakan bahwa UUPMA tidak memberikan batasan dan penegasan yang cukup antara penanaman modal asing menurut UUPMA dengan penanaman asing lewat membeli saham-saham dari perusahaan Indonesia yang telah ada atau kredit luar negeri yang baik yang diberikan kepada atau melalui pemerintah Indonesia, maupun yang diberikan swasta asing kepada Indonesia secara terang-terangan atau diam-diam. Direct

  

investment dapat berupa valuta asing (foreign exchange), barang-barang (alat-

   alat), atau keahlian, baik dalam cara organisasi atau pemasaran.

  Investasi tidak langsung (indirect investment) atau investasi portofolio adalah investasi pada aset finansial (financial assets): a.

  Investasi di pasar uang : deposito, sertifikat BI.

  b.

  Investasi di pasar modal : saham, obligasi, opsi, warrant.

  Sumber-sumber dana untuk investasi ini berasal dari aset yang dimiliki saat ini, pinjaman dari pihak lain, dan tabungan.

  7 8 Undang-Undang Penanam Modal Nomor 25 Tahun 2007.

  

C.F.G. Sunarjati Hartono, Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman

2. Divestasi Saham Asing Istilah divestasi berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu divestment.

  Pengertian divestasi ditemukan dalam Pasal 1 Angka 13 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah dan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PM.05/2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah.

  Dalam definisi ini, divestasi dikonstruksikan sebagai jual-beli. Subjeknya adalah pemerintah dengan pihak lainnya. Pihak lainnya berupa orang atau badan hukum. Hal yang menjadi objek jual-belinya, yaitu surat berharga dan aset pemerintah.

  Pada dasarnya divestasi bukanlah terminologi hukum melainkan terminologi ekonomi yang menyebutkan bahwa divestasi (divestment) adalah penyertaan/pelepasan sebuah investasi, seperti saham oleh pemilik saham lama, tindakan penarikan kembali peneyrtaan modal yang dilakukan perusahaan model ventura dari perusahaan pasangan usahanya, divestasi model ventura dapat

   dilakukan dengan beberapa cara.

  Defenisi dari divestasi saham asing adalah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk dijual kepada peserta Indonesia. Perusahaan asing wajib

   melakukan divestasi setelah 5 (lima) tahun berproduksi secara berahap.

  Definisi lain tentang divestasi dikemukakan oleh Sally Wehmeir, yaitu:

10 Salim dan Budi, Hukum Investasi di Indonesia,2008, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hal 152.

  

“The act ot selling the shares you have bought in company or taking money away

ave invested.”

  (Divestasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang penjualan saham yang dimiliki oleh perusahaan atau cara mendapatkan uang dari investasi yang dimiliki

   oleh seseorang) .

  Ahli lain yang menganalisis tentang pengertian divestasi adalah Miriam Flickinger. Divestasi didefinisikan “As a firm’s decision to dispose of a significant portion of its ases, can increase

  

the strength of a firm by changing its ase structure and its resource allocation

patterns .

  (Dalam definisi ini, divestasi dikonstruksikan sebagai keputusan perusahaan untuk meningkatkan nilai penting aset yang dimiliki perusahaan. Tujuannya dapat meningkatkan kekuatan perusahaan dalam mengubah struktur aset dan

   pengalokasian sumber daya) .

3. Kontrak Karya

  Kontrak karya atau KK adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pengusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batu bara.

  12 Ampuh. Divestasi dan Kontrak Karya. (diakses pada 4 Juni 2013). 13 Ampuh. Divestasi dan Kontrak Karya.

  Ismail Suny mengartikan kontrak karya sebagai berikut: “kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya (contract of work) terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan kerja sama dengan satu badan hukum yang

   mempergunakan modal nasional”.

  Definisi ini ada kesamaan dengan definisi yang dikemukakan oleh Sri Woelan Aziz. Ia mengartikan kontrak karya adalah: “suatu kerja sama di mana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia ini bekerja sama dengan

   badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional”.

  Definisi ini merupakan definisi yang lengkap karena di dalam kontrak karya tidak hanya mengatur hubungan hukum antara para pihak, namun juga mengatur tentang objek kontrak karya. Dengan demikian, dapat dikemukakan unsur-unsur yang melekat dalam kontrak karya, yaitu: a. adanya kontraktual, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak, b. adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesia/Pemerintah Daerah

  (provinsi/kabupaten/kota) dengan kontraktor asing semata-mata dan/atau golongan antara pihak asing dengan pihak Indonesia, c. adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi, d. dalam bidang pertambangan umum, dan

14 Salim, Hukum Pertambangan di Indonesia.(Jakarta : PT Rajagrafindo Persada: 2005).

  hal 129.

   e.

  adanya jangka waktu di dalam kontrak.

  Kontrak karya dalam bidang pertambangan dapat dilakukan dengan persyaratan:

  1. kerja sama dengan pemerintah; 2. kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan pemerintah dimana pihak asing sebagai kontraktor;

  3. mendapat pengesahan dari pemerintah setelah konsultasi dengan DPR.

  Penentuan persyaratan yang demikian adalah mengingat bahwa pemerintah merupakan pemegang kuasa pertambangan sehingga swasta (asing) hanya dapat bertindak sebagai kontraktor unutk mengusahakan suatu

   bidang tertentu seperti eksploitasi dan eksplorasi.

  Dalam kontrak karya pemerintah merupakan badan hukum publik yaitu merupakan badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum. Sebagai badan hukum publik pemerintah dapat melakukan hubungan keperdataan. Pemerintah dalam hubungan keperdataan dapat bertindak sebagai subyek yang tidak berbeda dengan subyek hukum perorangan aatu badan-badan hukum keperdataan pada umunya. Hubungan keperdataan timbul dari perbuatan keperdataan. Misalnya melakukan kontrak dengan subyek hukum lainnya.

  Negara dalam melakukan hubungan keperdataan, dilakukan oleh pemerintah.

  Dalam kaitan hubungan ini terdapat perbedaan pendapat menurut Sunaryati Hartono yang menyatakan bahwa hubungan pemerintah dengan lawan kontraknya (dalam joint venture) kadang sebagai pihak (partner) dan 16 Ibid, hal 130. juga sebagai pemerintah. Sedangkan menurut Bagir Manan hubungan antara pemerintah dan lawan kontraknya adalah hubungan kesederajatan, dan pendapat lain seperti yang diungkapkan oleh Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa kedudukan pemerintah lebih tinggi (tidak sederajat) dengan lawan kontraknya. Dengan demikian hal ini berdampak pada kontrak Penanaman Modal Asing sesungguhnya tidak hanya berlaku peraturan hukum perjanjiannya saja, tetapi juga berlaku perjanjian hukum internasional. Dengan demikian berlaku hubungan yang tidak diistimewakan apabila suatu badan pemerintah yang mengadakan kontrak dengan warga masyarakat atau badan hukum, dalam asas hukum perdata dipandang berkedudukan sejajar dengan

  

  lawan kontraknya . Hubungan kesederajatan ini tidak menunjukkan keistimewaan dalam penyusunan maupun pelaksanaan kontrak karya.

  Sehingga akan tampak hubungan para pihak dalam kontrak karya bersifat hubungan kontraktual belaka. Perjanjian karya pertambangan umum adalah suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka PMA) untuk pengusahaan pertambangan Minerba dengan berpedoman kepada Undang-Undang No.4 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

  Sementara itu menurut Jhon Clark dalam Dictionary and Financce

  

Terms, Divestasi (divestment) adalah : sale or of parts a company, generally

in a attemp to improve effiency by cutting loss-marking businesses and/or

  concentrating on one product or industry. Divestment is therefore the opposite process to merger (penjualan atau bagian perusahaan, umumnya dalam upaya

  untuk meningkatkan efisiensi dengan memotong kerugian bisnis atau berkonsentrasi pada satu produk atau industri. Oleh karena itu, divestasi adalah proses yang berlawanan dengan merger). Defenisi di atas hampir sejalan dengan defenisi yang diberikan oleh Haro Johannsen G. Terry Page dalam International Dictionary of Management, yakni divestasi (divestment)

   adalah Esthabilishing and elimining unprofitable activities of business.

  Dari defenisi-definisi di atas terlihat bahwa tindakan pelepasan saham dilakukan karena pertimbanagan bisnis semata seperti untuk mempertahankan profitabilitas perusahaan. Namun dalam konteks skripsi ini yang dimaksud dengan divestasi adalah divestasi wajib, artinya pelepasan saham dilakukan bukan karena pertimbangan bisnis, tetapi lebih kepada memenuhi kewajiban kontraktual dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Divestasi demikian lebih cocok dikatakan sebagai divestasi wajib, maksudnya wajib dilakukan karena ketentuan kontrak dan atau Undang-Undang.

4. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

  Pemerintahan pusat adalah penyelenggara pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni Presiden dengan dibantu seorang Wakil Presiden dan oleh menteri- menteri negara. Atau dengan kata lain, pemerintahan pusat adalah pemerintahan secara nasional yang berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia. 19 Johannsen, Hero, Terry Page, International Dictionary Of Management,(New Delhi :

  Pemerintahan pusat terdiri atas perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari presiden dan para pembantu presiden, yaitu wakil presiden, para menteri, dan lembaga-lembaga pemerintahan pusat. Lembaga negara dalam sistem pemerintahan pusat dibagi menjadi tiga kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kewenangan pemerintah pusat menurut UUD 1945 juga menyatakan bahwa pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten) diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan sendiri dengan otonomi seluas- luasnya (Bab VI) pasal 18 ayat 5 UUD 1945 hasil amandemen. Otonomi artinya kekuasaan untuk mengatur daerahnya sendiri. Namun demikian ada urusan-urusan pemerintahan yang tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu :

  a. Urusan Politik Luar Negeri

  b. Urusan Pertahanan

  c. Urusan Keamanan

  d. Urusan Yustisi

  e. Urusan Agama

  f. Urusan Moneter Pemerintahan Daerah UUD 1945 pada hasil amandemen pada Bab VI

  pasal 18 ayat 3: ”Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.” Pada ayat 4: ”Gubernur, Bupati, dan Walikota masing- masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” Menurut UU No. 32 tahun 2004 pada pasal 1 ayat 2 : pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

  Kewenangan Pemerintahan Daerah kewenangan pemerintahan daerah mencakup semua urusan dalam bidang pemerintahan, kecuali urusan-urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan pusat Kewenangan pemerintah daerah, menurut UU No. 32 Tahun 2004, ada kewenangan yang bersifat wajib dan yang bersifat pilihan.

20 Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah adalah hal yang sangat

  berkaitan. Antara kepentingan pusat dan daerah adalah hal yang Kewenangan-kewenangan pemerintahan daerah yang bersifat wajib, menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan sebagai berikut.

  1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan,

  2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang,

  3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat,

  4. Penyediaan sarana dan prasarana umum,

  5. Penanganan kesehatan,

  6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial, dan

  7. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. berkesinambungan, sehingga dalam penentuan kepemilikan divestasi saham pertambangan harus melihat kepentingan secara nasional.

  Masalah divestasi memang menjadi hal krusial dalam pembahasan UU No.

  4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara maupun peraturan pelaksananya. Baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, perusahaan asing maupun swasta, mempunyai kepentingan masing-masing. Apalagi selama ini divestasi kerap menuai sengketa antara pemerintah dengan perusahaan asing yang mendivestasikan sahamnya. Beberapa kasus yang mencuat antara lain divestasi saham PT Kaltim Prima Coal yang akhirnya dimiliki oleh Grup Bakrie. Kasus lain yang teranyar adalahPT Newmont Nusa Tenggara yang akhirnya berujung gugatan ke arbitrase internasional.

  Belajar dari kasus-kasus tersebut, pemerintah nampaknya lebih berhati- hati dalam merumuskan ketentuan divestasi. Buktinya, dapat dilihat ketentuan divestasi yang terkandung dalam PP No. 23/2010. Pasal 97 menyebutkan, modal asing pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah 5 tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi sahamnya, sehingga sahamnya paling sedikit 20 persen dimiliki peserta Indonesia.

  Jumlah saham yang dimiliki perusahaan Indonesia yang membeli saham hasil divestasi tersebut, tidak boleh terdilusi menjadi lebih kecil dari 20 persen apabila terjadi peningkatan jumlah modal perseroan (Pasal 98).

  Divestasi saham dilakukan secara langsung kepada peserta Indonesia yang terdiri atas pemerintah, Pemerintah daerah provinsi (pemprov), atau Pemerintah daerah (Pemda) kabupaten/kota, BUMN, BUMD, atau Badan Usaha Swasta Nasional. Apabila pemerintah tidak bersedia membeli saham perusahaan yang akan didivestasi, ditawarkan kepada Pemprov atau Pemda Kabupaten/Kota.

  Apabila Pemprov atau Pemda Kabupaten/Kota tidak bersedia juga, ditawarkan kepada BUMN dan BUMD melalui cara lelang. Lalu, apabila BUMN dan BUMD juga tidak bersedia membeli saham, ditawarkan kepada Badan Usaha Swasta Nasional dilaksanakan dengan cara lelang.

  Penawaran saham dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 hari kalender sejak 5 tahun dikeluarkannya izin operasi produksi tahap penambangan.

  Pemerintah, Pemprov, Pemda Kabupaten/Kota, BUMN, dan BUMD harus menyatakan minatnya dalam jangka waktu paling lama 60 hari kalender setelah tanggal penawaran.

  Apabila Pemerintah dan Pemprov atau Pemda Kabupaten/Kota, BUMN, dan BUMD tidak berminat membeli divestasi saham, saham ditawarkan kepada Badan Usaha Swasta Nasional dalam jangka waktu paling lama 30 hari kalender. Sementara Badan Usaha Swasta Nasional harus menyatakan minatnya dalam jangka waktu paling lama 30 hari kalender setelah tanggal penawaran.

  Pembayaran dan penyerahan saham yang dibeli oleh peserta Indonesia dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 90 hari kalender setelah tanggal pernyataan minat atau penetapan pemenang lelang.

  Apabila divestasi tidak tercapai, penawaran saham akan dilakukan pada

   tahun berikutnya berdasarkan mekanisme seperti tadi.

F. Metode Penelitian

  Pengumpulan data dan informasi untuk penulisan skripsi ini telah dilakukan memalui pengumpulan data yang diperlukan untuk mendukung penulisan skripsi ini. Untuk dapat merampungkan penelitian ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah yang relevan. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka dipergunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dalam permasalahan dalam skripsi

  

(law in book ). Penelitian hukum normatif ini disebut juga penelitian doktrinal atau

  hukum dikonsepkan sebagai kaedah atau norma yang merupakan yang menjadi patokan hidup manusia yang dianggap pantas. Penelitian ini bersifat deskriftif.

  Penelitian yang bersifat deskriftif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena hukum yang ada dimasyarakat terhadap kasus yang diteliti, pada penelitian ini menjelaskan bagaimana pertambangan Minerba di Indonesia, serta tata cara divestasi saham asing pada pertambangan Minerba sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku pada

   perimbangan kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

  2. Sumber Data

  Dalam penyusunan skripsi ini, digunakan data sekunder, yang meliputi: 1. Bahan Hukum Primer, yaitu : bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun

  2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Minerba serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan penanaman modal di bidang pertambangan.

  2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu : bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar hukum.

  3. Bahan Hukum Tersier atau bahan penunjang, yang mencakup literatur- literatur lain di luar cakupan bahan hukum primer dan sekunder yang digunakan untuk memberi penjelasan tambahan untuk memberi penjelasan tambahan untuk melengkapi data penelitian.

  3. Teknik Pengumpulan Data

  Metode Pengumpulan data penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (

  

library research ) yang merupakan pengumpulan data melalui literatur atau dari

  sumber bacaan berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan bacaan lainnya yang terkait dengan masalah yang diteliti. Data yang diperoleh oleh peneliti adalah dengan membaca kasus divestasi pertambangan yang ada di Indonesia dan secara khusus divestasi pertambanagan Minerba dan mengkajinya dengan UU No 25 Tahun 2007. Serta membaca penelitian-penelitian terdahulu yang menyangkut penanaman modal asing dan divestasi saham pada pertambangan Minerba dan mengkaji data yang dikeluarkan oleh Direkorat Jendral Mineral dan Batubara.

4. Analisis data

  Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara prespektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif . Metode deduktif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan dan membandingkan sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga dipeoleh kesimpulan yang sesuai dengan penelitian yang telah dirumuskan .

G. Sistematika Penulisan

  Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:

  BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang, perumusan

  masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

  

BAB II : PERTIMBANGAN PERLUNYA PENGATURAN DIVESTASI

SAHAM ASING DALAM KEGIATAN PENANAMAN

  Pada bab ini yang akan dibahas adalah tinjauan umum mengenai penanaman modal asing dalam pertambangan Minerba seperti istilah dan tujuan kontrak karya, sejarah, landasan hukum, prosedur dan syarat-syarat, pejabat yang berwewenang menandatangani dan bentuk dan substansi kontrak karya. Pada bab ini juga akan membahas mengenai pengaturan modal asing di bidang pertambangan Minerba dan pertimbangan perlunya divestasi saham asing dalam kegiatan penanaman modal asing di Indonesia.

  

BAB III : PENGATURAN DIVESTASI SAHAM ASING DALAM

PERUSAHAAN YANG BERGERAK DI PERTAMBANGAN MINERBA Pada bab ini akan membahas pengertian divestasi asing dan

  pengaturannya dalam perundang-undangan Indonesia, aspek hukum penanaman modal asing, pembatasan pemilikan saham asing dan divestasi saham asing pada pertambangan Minerba.

  

BAB IV : PERIMBANGAN KEPENTINGAN PEMERINTAH PUSAT

DAN DAERAH DALAM DIVESTASI SAHAM ASING PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERBA Pada bab ini akan membahas aspek hukum yang mengatur

  kepemilikan divestasi antara pemerintah pusat dan daerah, proses divestasi saham yang harusnya dilakukan antara pusat dan daerah dan pada bab ini akan membahas perimbangan kepentingan pemerintah pusat dan daerah dalam divestasi saham asing pada perusahaan pertambangan Minerba.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan dari permasalahan yang telah dibahas

  dan saran-saran yang berkaitan dengan permasalahan bagi pihak- pihak yang terkait dengan judul skripsi ini.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Perbandingan Sirsak Dan Daun Katuk Dengan Konsentrasi Gum Arab Terhadap Mutu Fruit Leather Berlapis Cokelat

0 0 13

Pengaruh Perbandingan Sirsak Dan Daun Katuk Dengan Konsentrasi Gum Arab Terhadap Mutu Fruit Leather Berlapis Cokelat

0 0 14

1 BAB I PENDAHULUAN - Revitalisasi Permainan Rakyat Melayu Deli : Kajian Folklor

0 3 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oleokimia - Sintesis Metil Ester Asam Lemak Dari Minyak Inti Sawit Menggunakan Katalis Kalsium Oksida (Cao)

0 0 17

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan (Forceasting) 2.1.1 Pengertian Peramalan - Analisis Kelayakan Rencana Pembukaan Showroom Mobil Oleh Pt. Istana Deli Kejayaan (Idk2) Berdasarkan Ramalan Permintaan Di Banda Aceh

0 0 14

Analisis Kelayakan Rencana Pembukaan Showroom Mobil Oleh Pt. Istana Deli Kejayaan (Idk2) Berdasarkan Ramalan Permintaan Di Banda Aceh

0 0 13

Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Pada Mangrove Jenis Sekresi (Avicennia Alba Bl.) Dan Kandungan Lipidnya Pada Tingkat Pohon

0 0 9

Perlindungan Hukum Dan Tanggung Jawab Negara Malaysia Terhadap Penumpang Pesawat Mh 370 Ditinjau Dari Hukum Internasional

0 1 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Dan Tanggung Jawab Negara Malaysia Terhadap Penumpang Pesawat Mh 370 Ditinjau Dari Hukum Internasional

0 0 21

BAB II PERTIMBANGAN PERLUNYA PENGATURAN DIVESTASI SAHAM ASING DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA A. Sejarah Pengaturan Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Minerba 1. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya - Perimbangan Kepentingan Pe

0 0 24