BAB II TEORI DASAR II.1. Pengenalan Desain Struktur Baja II.1.1. Desain Konstruksi - Kontrol Kekuatan Dan Kemampuan Layan Rafter Honeycomb/Castella Yang Memikul Beban Dari Lantai Bawah Melalui Tumpuan Kolom

BAB II TEORI DASAR II.1. Pengenalan Desain Struktur Baja II.1.1. Desain Konstruksi Desain Konstruksi dapat didefenisikan sebagai perpaduan antara seni (artistik /

  keindahan) dan ilmu pengetahuan (science) untuk menghasilkan suatu struktur yang aman dan ekonomis serta memenuhi fungsi tertentu dan persyaratan estetika. Untuk mencapai tujuan ini, seorang perencana/desainer harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang :

  1. Sifat – sifat fisis material.

  2. Sifat – sifat mekanis material.

  3. Analisa Struktur.

  4. Hubungan antara fungsi rancangan dan fungsi struktur.

II.1.2. Prosedur Desain

  Prosedur perencanaan / desain terdiri dari 6 langkah utama, yaitu : 1. Pemilihan tipe dan rancangan struktur.

  2. Penentuan besarnya beban – beban yang bekerja pada struktur 3. Menentukan gaya – gaya dalam dan momen yang terjadi pada struktur.

  4..Pemilihan komponen – komponen struktur beserta sambungannya yang memenuhi kriteria kekuatan, kekakuan dan ekonomis.

  5. Pemeriksaan ketahanan struktur akibat beban kerja.

  6. Perbaikan akhir.

II.1.3. Keunggulan Baja Sebagai Material Konstruksi

  II.1.3.1. Kekuatan Tinggi ( High Strength ) Baja struktural umumnya mempunyai daya tarikan (tensile strength) antara 400 s/d 900 Mpa. Hal ini sangat berguna untuk dipakai pada struktur – struktur yang memiliki bentang panjang dan struktur pada tanah lunak.

  II.1.3.2. Keseragaman ( Uniformity ) Sifat – sifat baja tidak berubah karena waktu. Hampir seluruh bagian baja memiliki sifat – sifat yang sama sehingga menjamin kekuatannya.

  II.1.3.3. Elastisitas ( Elasticity ) Baja mendekati perilaku seperti asumsi yang direncanakan oleh perencana, karena mengikuti hukum Hooke, walaupun telah mencapai tegangan yang cukup tinggi.

  Modulus elastisitasnya sama untuk tarik dan tekan.

  II.1.3.4. Daktalitas ( Ductility ) Daktalitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastik bolak – balik berulang diluar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya. Manfaat daktalitas ini bagi kinerja struktural adalah pada saat baja mengalami pembebanan yang melebihi kekuatannya, baja tidak langsung hancur tetapi akan meregang sampai batas daktalitas. Demikian juga pada beban siklik, daktalitas yang tinggi menyebabkan baja dapat menyerap energi yang besar.

  II.1.3.5. Kuat Patah / Rekah ( Fracture Toughness ) Baja dalah material yang sangat ulet sehingga dapat memikul beban yang berulang

  • – ulang. Komponen struktur baja yang dibebani sampai mengalami deformasi besar,
masih mampu menahan gaya – gaya yang cukup besar tanpa mengalami fraktur. Keuletan ini dibutuhkan jika terjadi konsentrasi tegangan walaupun tegangan yang masih dibawah batas yang diizinkan. Pada bahan yang tidak memiliki keuletan yang tinggi, keruntuhan dapat terjadi pada tegangan yang rendah dan akan bersifat getas ( keruntuhan secara langsung ).

  II.1.4. Kelemahan Baja Sebagai Material Konstruksi

  II.1.4.1. Biaya Perawatan ( Maintenance Cost ) Baja bisa berkarat karena berhubungan dengan air dan udara. Oleh sebab itu, baja harus dicat secara berkala

  II.1.4.2. Biaya Penahan Api ( Fire Proofing Cost ) Kekuatan baja dapat berkurang drastis pada temperatur tinggi.

  II.1.4.3. Kelelahan ( Fatigue ) Kelelahan pada baja tidak selalu dimulai dengan yielding ( leleh ) atau deformasi yang sangat besar, tetapi dapat juga disebabkan beban siklik ataupun pembebanan berulang – ulang dalam jangka waktu yang lama. Kejadian ini sering terjadi dengan adanya konsentrasi tegangan karena adanya lubang.

  II.1.4.4. Rekah Kerapuhan Struktur baja ada kalanya tiba – tiba runtuh tanpa menunjukkan tanda – tanda deformasi yang membesar. Kegagalan ini sangat berbahaya dan harus dihindari. Berbeda dengan kelelahan, rekah kerapuhan disebabkan oleh beban statik.

  II.1.5. Sifat – Sifat Mekanis Baja Struktural

  Menurut SNI 03 – 1729 – 2002, sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi persyaratan minimum yang diberikan.

  II.1.5.1. Tegangan Putus ( Ultimate Stress ) Tegangan Putus untuk perencanaan (Fu) tidak boleh diambil melebihi nilai yang ditetapkan oleh tabel 1.1

  II.1.5.2. Tegangan Leleh ( Yielding Stress ) Tegangan Leleh untuk perencanaan (Fy) tidak boleh diambil melebihi nilai yang ditetapkan oleh tabel 1.1

  II.1.5.3. Sifat – Sifat Mekanis Lainnya Sifat – sifat mekanis lain baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan sebagai berikut :

  • Modulus Elastisitas : E = 200.000 Mpa • Modulus Geser : G = 80.000 Mpa • Poisson Ratio : µ = 0.3 Koefisien Pemuaian : α = 12 x 10 ^ -6 / ºC

II.1.6. Jenis – Jenis Baja Struktural yang Umum Digunakan Fungsi struktur merupakan faktor utama dalam menentukan konfigurasi struktur.

  Berdasarkan konfigurasi struktur dan beban rencana, setiap elemen atau komponen dipilih untuk menyanggah dan menyalurkan beban pada keseluruhan struktur dengan baik. Adapun jenis – jenis baja struktural yang umum digunakan adalah profil baja giling ( rolled steel shape ) dan profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin ( cold formed steel shapes ).

II.1.7. Hubungan Antara Tegangan dan Regangan pada Konstruksi Baja

  Dalam peraturan AISC 2005, perhitungan rumus kekuatan nominal (Rn) menggunakan tegangan leleh (Fy) maupun tegangan ultimate (Fu), pemilihan tegangan baik itu Fy maupun Fu didasarkan atas kemampuan struktur mempertahankan stabilitasnya setelah beban maksimum diberikan.

  Grafik diatas menunjukkan hasil pengukuran hubungan tegangan - regangan dalam percobaan tarik baja. Tipikal grafik tersebut hanya dapat diperoleh pada percobaan tarik baja lunak (mild).

  Benda uji baja diberikan beban tarik sehingga tegangan baja meningkat dari titik O sampai ke titik A. Ordinat titik A disebut tegangan proporsional (Fp). Hubungan tegangan – regangan dari titik awal sampai titik A masih linear. Daerah antara titik O dengan titik A disebut juga daerah elastis yang artinya jika suatu bahan baja mengalami tegangan tidak melewati titik A dan apabila dilepaskan, maka baja masih dapat kembali ke bentuk atau panjang semula.

  Ketika beban diperbesar sehingga tegangan baja sampai ke titik B, maka hubungan tegangan regangan tidak linear lagi. Titik B merupakan titik leleh (Fy) dari baja yang ditandai dengan tegangan yang relatif tidak naik dan regangan yang meningkat. Daerah antara titik A dan titik C merupakan daerah plastis, dimana jika suatu batang baja mengalami tegangan sampai melewati titik A ( masuk kedalam daerah A s/d C ) dan beban dilepaskan, maka baja tidak akan kembali ke panjang semula. Dengan demikian terdapat regangan residu yang disebabkan karena inelastis dari bahan tersebut.

  Apabila beban diperbesar lagi, maka yang terjadi adalah regangan akan terus meningkat tanpa disertai tegangan. Titik C disebut dengan pengerasan regangan, pada titik C terdapat kenaikan tegangan yang disebabkan karena regangan bahan sudah hampir mencapai maksimum. Bahan masih mampu menahan tegangan tambahan sampai pada titik D, yang disebut dengan tegangan ultimate (Fu). Daerah anatara titik C dan titik D merupakan daerah strain hardening yang ditandai dengan peningkatan tegangan dan regangan setelah melewati batas plastis.

  Jika beban ditambah samapi melewati batas tegangan ultimate, maka baja akan mengalami kegagalan struktural yang ditandai dengan penurunan tegangan dan regangan yang terus bertambah sampai benda uji putus.

II.2. Struktur Statis Tertentu dan Statis Tak-tentu

  Dalam analisa struktur kita mengenal tiga jenis permodelan struktur yaitu balok (beams), portal (rigid frames), atau rangka batang (trusses). Balok adalah jenis struktur yang ditujukan hanya untuk memikul beban transversal. Penyelesaian analisa terhadap suatu balok berupa diagram lintang dan diagram momen.

  Portal adalah jenis struktur yang tersusun dari elemen-elemen yang terhubung oleh penghubung kaku (misalnya: hubungan las). Penyelesaian analisa terhadap suatu portal berupa variasi gaya aksial, gaya lintang dan momen pada sepanjang elemen-elemennya. Sedangkan rangka batang adalah jenis struktur dimana semua anggota/elemennya dianggap terhubung pada perletakan sendi; dalam hal ini momen dan gaya geser pada setiap elemen diabaikan. Penyelesaian analisa terhadap rangka /batang berupa gaya aksial pada setiap anggota/elemennya.

  Diagram lintang dan momen balok dapat digambar apabila semua reaksi luarnya telah diperoleh. Dalam telaah tentang keseimbangan sistem gaya-gaya sejajar yang sebidang, telah dibuktikan bahwa jumlah gaya yang tak diketahui pada sembarang benda bebas (free body) yang dapat dihitung dengan prinsip statika tidak bisa lebih dari dua buah.

  Dalam kasus-kasus balok sederhana, overhang, atau kantilever seperti pada Gambar

  II.2.1a hingga c, kedua gaya yang tidak diketahui tersebut adalah reaksi R1 dan R2. Pada balok yang bersendi-dalam dua seperti pada Gambar II.2.1d, ada tiga bagian balok yang disatukan pada kedua sendi-dalamnya.

  Alhasil, balok sederhana, overhang dan kantilever serta balok dengan jumlah sendi dalamnya sama dengan jumlah reaksi kelebihannya (jumlah reaksi total dikurangi dua) merupakan struktur statis tertentu.

  Gambar II.2.2 Balok Statis Tak Tentu

  Namun, jika suatu balok tanpa sendi-dalam, seperti kasus pada umumnya, terletak diatas lebih dari dua tumpuan atau jika ada tambahan jepitan pada satu atau kedua ujungnya, maka akan terdapat lebih dari dua reaksi luar yang harus ditentukan. Persamaan statika hanya memberikan dua jenis kondisi keseimbangan untuk sistem gaya sejajar yang sebidang. Dengan demikian hanya dua reaksi yang dapat diperoleh: semua reaksi lainnya merupakan reaksi kelebihan (redundant reaction). Balok dengan reaksi kelebihan semacam itu disebut balok statis tak-tentu. Derajat ke-taktentu-an ditentukan oleh jumlah reaksi kelebihannya tersebut. Balok pada Gambar II.2.2a bersifat statis tak- tentu berderajat dua karena jumlah Gambar II.2.2 Balok statis tak-tentu. reaksi yang tak diketahui ada empat dan statika hanya bisa memenuhi dua kondisi atau dua persamaan keseimbangan; balok pada Gambar II.2.2b bersifat statis tak-tentu berderajat empat; balok pada Gambar II.2.2c bersifat statis tak-tentu berderajat satu karena balok memiliki lima reaksi dan dua sendi-dalam. Pada kenyataannya, jarang sekali suatu balok dibangun dengan sendi-dalam. Namun, keadaan semacam itu dapat terjadi pada perilaku balok dengan beban yang melebihi daya pikulnya.

  Suatu kerangka kaku/portal bertingkat satu akan bersifat statis tertentu jika reaksi luarnya hanya tiga, karena persamaan statika hanya menyediakan tiga kondisi keseimbangan untuk sistem gaya sebidang umumnya. Jadi, kedua kerangka kaku pada Gambar II.2.3 bersifat statis tertentu. Akan tetapi jika suatu portal bertingkat satu memiliki lebih dari tiga reaksi luar, portal akan bersifat statis tak-tentu, dan derajat ke- taktentu-annya sama dengan jumlah reaksi kelebihannya. Portal bertingkat satu pada Gambar II.2.4a bersifat statis tak-tentu berderajat satu; pada Gambar II.2.4b adalah berderajat tiga. Sebagian besar portal kaku umumnya bersifat statis tak-tentu, sesuai dengan tuntutan efisiensi dan kekokohannya. Semakin banyak tingkat kerangka kaku, semakin bertambah derajat ke-taktentu-annya.

  Syarat agar suatu rangka batang bersifat statis tertentu adalah bahwa jumlah gaya yang tidak diketahui sekurang-kurangnya tiga dan jumlah batang di dalam rangka batang tersebut adalah 2j – r, dimana j sama dengan jumlah titik hubungnya (joints) dan r sama dengan jumlah reaksinya. Jika m adalah jumlah batangnya, kondisi perlu untuk keadaan statis tertentu dapat dituliskan: m = 2j – r (II.2.1)

  (Sumber : Buku Intermediate Structural Analysis hal.5)

  Keabsahan persamaan diatas dapat diamati dengan mengubah persamaan tersebut menjadi m + r = 2j, dimana m + r adalah jumlah gaya yang tidak diketahui dan 2j adalah jumlah persamaan yang bisa diperoleh dengan prinsip statika apabila setiap titik hubungnya kita pandang sebagai suatu benda bebas (free body).

  Gambar II.2.5 Rangka batang yang memenuhi kondisi perlu untuk bangunan statis tertentu.

  Selama titik hubung suatu rangka batang berada dalam keadaan seimbang, peninjauan sekumpulan titik hubung (yang manapun) atau seluruh rangka batang sebagai suatu benda bebas tidak akan menghasilkan lagi persamaan keseimbangan bebas lainnya. Namun demikian, agar suatu rangka batang bersifat statis tertentu dan stabil. m buah anggota yang dimaksudkan di dalam persamaan m = 2j – r haruslah diatur secara bijaksana, artinya semua reaksi dan gaya aksial di dalam setiap batang harus dapat ditentukan. Maka pada Gambar II.2.5a dan b bersifat statis tertentu dan stabil, sedangkan pada Gambar

  II.2.5c rangka batang meskipun memenuhi persamaan, tetapi bersifat statis tak stabil.

  Apabila suatu rangka batang memiliki sekurang-kurangnya tiga reaksi yang tak diketahui dan jumlah batangnya, m dan lebih besar dari 2j – r maka rangka batang bersifat statis tak tentu dan derajat ke-taktentu-annya, yakni i, menjadi i = m – (2j – r) (II.2.2)

  Jadi, rangka batang pada Gambar II.2.6a merupakan rangka batang statis tak-tentu berderajat dua, pada Gambar II.2.6b dan c merupakan rangka batang statis tak-tentu berderajat tiga.

II.3. Kinematisme struktur

  Selain pengklasifikasian struktur statis tertentu atau statis tak-tentu, kita juga dapat mengklasifikasikan permodelan struktur berdasarkan kinematismenya.

  Kinematisme adalah pergerakan atau perubahan yang mungkin terjadi akibat pembebanan statis ataupun dinamis. Beberapa jenis kinematisme yang kita kenal dalam analisa struktur yaitu perpindahan vertikal, horisontal dan angular. Jenis-jenis kinematisme ini bekerja hanya pada titik diskrit. Sebagai contoh, permodelan struktur portal sederhana bertingkat satu seperti pada Gambar II.3.1 termasuk ke dalam struktur kinematis tak-tentu berderajat empat. Derajat ke-taktentu-an kinematis ini ditentukan berdasarkan jumlah perpindahan yang mungkin terjadi akibat pembebanan statis. Pada titik B, akibat gaya W1akan menyebabkan titik B berpindah sebesar u1 dan akibat W2 dan W3 akan mengakibatkan putaran sudut pada titik B sebesar θ1. Demikian juga pada titik C, terjadi dua jenis perpindahan yaitu u2 dan θ2. Dengan demikian, jumlah perpindahan yang mungkin terjadi adalah empat sehingga permodelan struktur ini memiliki 4 derajat ke-taktentu-an secara kinematis. Derajat ke-taktentu-an kinematis sering juga disebut juga sebagai Degree Of Freedom (DOF).

II.4. Metode Perencanaan Konstruksi Baja

  II.4.1. Metode ASD ( Allowable Stress Design ) Metode ASD (Allowable Stress Design) merupakan metode yang paling konvensional dalam perencanaan konstruksi. Metode ini menggunakan beban servis sebagai beban yang harus dapat ditahan oleh material konstruksi. Agar konstruksi aman maka harus direncanakan bentuk dan kekuatan bahan yang mampu menahan beban tersebut. Tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu konstruksi saat beban servis bekerja harus lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh (σy). Untuk memastikan bahwa tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan leleh (σy) maka diberikan faktor keamanan terhadap tegangan izin yang boleh terjadi.

  (II.4.1)

  ′ ≥ ≥

  Dimana : = Tegangan Terjadi (MPa)

  = Tegangan Izin (MPa) ′ ....................................................................................................................................

   =

  Safety Factor

  Tegangan Leleh Baja (Mpa)

   =

  Besaran faktor keamanan yang diberikan lebih kurang sama dengan 1,5 ; sehingga boleh dipastikan bahwa tegangan maksimum yang diizinkan terjadi adalah 2/3 Fy yang berarti juga akan terletak pada daerah elastis. Perencanaan memakai ASD akan memberikan penampang yang lebih konvensional.

  II.4.2. Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design ) Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design ) lebih mementingkan perilaku bahan atau penampang pada saat terjadinya keruntuhan. Seperti kita ketahui bahwa suatu bahan (khususnya baja) tidak akan segera runtuh ketika tegangan yang terjadi melebihi tegangan leleh (Fy), namun akan terjadi regangan plastis pada bahan tersebut. Apabila tegangan yang tejadi sudah sangat besar maka akan terjadi strain hardening yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan sampai ke tegangan runtuh / tegangan ultimate (FU). Pada saat tegangan ultimate dilampaui maka akan terjadi keruntuhan bahan. Metode LRFD umumnya menggunakan perhitungan dengan menggunakan tegangan ultimate (FU) menjadi tegangan izin, namun tidak semua perhitungan metode LRFD menggunakan tegangan ultimate (FU) ada juga perhitungan yang menggunakan tegangan leleh (Fy), terutama pada saat menghitung deformasi struktur yang mengakibatkan ketidakstabilan struktur tersebut.

  Metode LRFD menggunakan beban terfaktor sebagai beban maksimum pada saat terjadi keruntuhan. Beban servis akan dikalikan dengan faktor amplikasi yang tentunya lebih besar dari 1 dan selanjutnya akan menjadi beban terfaktor. Selain itu kekuatan nominal (kekuatan yang dapat ditahan bahan) akan diberikan faktor resistansi juga sebagai faktor reduksi akibat dari ketidak sempurnanya pelaksanaan dilapangan maupun di pabrik.

  (II.4.2)

  =

  Dimana : =

  P = Beban Servis (kN) = Faktor Resistansi

  = Kekuatan Nominal Bahan (kN) Besaran faktor resistansi berbeda – beda untuk setiap perhitungan kekuatan yang ditinjau, misalnya : untuk kekuatan tarik digunakan faktor reduksi 0,9 dan untuk kekuatan tekan digunakan faktor reduksi 0,75. Dapat dilihat bahwa untuk penampang yang sama hasil kekuatan nominal yang akan didapat dari metode LRFD akan lebih tinggi dari metode ASD.

II.5. Teori Metode Elemen Hingga (FEM)

  Balok cellular yang merupakan material baja yang nonlinear dapat di analisismelalui rumus pendekatan yang berdasarkan metode elemen hingga. FEM merupakansalah satu metode yang digunakan untuk menghitung gaya-gaya dalam yang terjadidalam suatu komponen struktur. Finite element methode juga dapat dipakai untukperhitungan struktur, fluida, elektrik, static, dinamik, dan lain-lain. FEM juga dikenalsebagai metode kekakuan atau displacement methode karena yang didapat terlebih dahulu dari perhitungan adalah perpindahan baru kemudian mencari gaya batang. Dikarenakan perhitungan matematis yang kompleks, FEM secara utama dikembangkan untuk deformasi linear yang kecil dimana matriks kekakuan konstan.Pada kasus deformasi yang besar, matriks kekakuan dan gaya dalam menjadi fungsi dari perpindahan. Nonlinear FEM digunakan untuk memperbaiki parameter materialdari pandangan pelat elastis yang tinggi. Dalam bab ini, dikembangkan model FEM nonlinear untuk deformasi geometri yang besar. dalam hal ini akan digunakan suatu model untuk memperbaiki deformasi yang ada pada struktur balok.

  Suatu balok merupakan suatu batang, yang berarti satu dimensi lebih besardari dua elemen struktur yang dapat menahan gaya transversal pada perletakan yangada. Balok yang umum dapat digunakan sebagai struktur tersendiri ataudikombinasikan untuk membentuk struktur portal bangunan yang umum digunakan pada bangunan dan dapat digunakan pada varisai beban secara luas dengan berbagaiarah. Karena kita bekerja pada gambaran struktur 2D , maka digunakan suatu balok sederhana yang membentuk suatu balok 3D di bawah pengaruh gaya yang dipakai pada balok.

  II.5.1. Deskripsi Model Matematis.

  Euler-Bernoulli beam (EB) teori secara luas digunakan untuk memodelkandeformasi yang kecil. Timoshenko beam (TB) teori memperluas persamaan EB untukmemperjelas untuk efek nonlinear seperti geser. Untuk lebih teliti, elemen kinematikpada balok dijelaskan dengan 3 dof per node yaitu perpindahan aksial pada sumbu X(Ux), perpindahan transversal pada sumbu Y (Uy) dan rotasi pada penampangmelintang (θ). Teori EB mengasumsikan bahwa penampang melintang meninggalkan gaya normal untuk membentuk sumbu longitudinal, di mana TB menghapus kendala normal dengan memperkenalkan deformasi geser. Sebagai tambahan, kedua teori mengacuhkan perubahan dimensi dari bentuk penampang balok yang mengalami deformasi. Teori TB dapat digunakan untuk perilaku geometri nonlinear akibat perpindahan dan perputaran yang besar. walaupun lebih kompleks teori TB yang muncul agar lebih efisien dalam hal perhitungan FEM.

  Balok tersebut dibagi menjadi beberapa bagian ( elemen hingga ). elemenelemenbalok lurus dan memiliki 2 node. Maka dikumpulkan semua nodal dof kedalam sistem vektor dof yang dinamakan vektor tetap :

  (II.5.1.1) = [ 1 1 1 … ]

  Dalam hal ini, diasumsikan untuk mengetahui material properti dari modelyang ada seperti E modulus elastisitas, G yaitu modulus geser. Materialnya masihtetap linear elastis . gaya-gaya yang ada bekerja pada node balok yang dikumpulkan untuk membentuk vektor gaya yaitu :

  … ] (II.5.1.2) = [ 1 1

  1

  dengan n adalah total jumlah node yang ada pada model balok Regangan merupakan suatu ukuran untuk mengubah bentuk objek, dalam halini yaitu panjang, sebelum dan sesudah terjadi deformasi yang diakibatkan beberapabeban yang ada. Tegangan adalah distribusi gaya-gaya dalam per satuan luas yangseimbang dan bereaksi terhadap gaya luar yang terjadi pada balok. Dalam kasus teoriTB , ada tiga perbedaan komponen tegangan per elemen balok : regangan aksial yangdiukur berdasarkan besar ukuran balok ( e ), regangan geser yang diukur berdasarkanperubahan sudut antara dua garis pada balok sebelum dan sesudah deformasi ( γ ) ,dan ukuran perubahan kurva ( k ). Dari hal di atas , dapat dikumpulkan menjadi suatuvektor regangan balok secara umum :

  = [ … ] (II.5.1.3) ℎ

  1

  1

  1

−1 −1 −1 Resultan tegangan pada teori TB ditentukan gaya aksial N , gaya lintang Vdan momen lentur M per satuan luas dari penampang melintang. Resultan tegangansecara umum :

  … ] (II.5.1.4)

  1

  1

  1

  = [

  −1 −1 −1 Di mana n-1 adalah jumlah dari elemen balok.

  Energi regangan dalam model sepanjang balok dapat ditulis sebagai integralpanjang: = ∫ ℎ (II.5.1.5)

  Di mana L adalah panjang balok. Vektor gaya dalam bisa didapat dengan mengambilvariasi pertama dari energi regangan sehubungan dengan perpindahan nodal : = (

  = ∫ ) (II.5.1.6) Persamaan ini dievaluasi dengan penggabungan satu titik Gauss. B adalahmatrik regangan-perpindahan . akhirnya, variasi pertama pada gaya dalammendefinisikan matriks kekakuan tangensial :

  = = + ) (II.5.1.7) + ∫ � � = ( Di mana KT adalah kekakuan material dan KG adalah kekakuan geometri.

  Kekakuanmaterial adalah konstan dan identik dengan matriks kekakuan linear pada balokEuler-Bernoulli C1 . kekakuan geometri mendatangkan variasi dari B dimanaresultan tegangan tetap dan membawa balok nonlinear pada deformasi geometri yangbesar.

II.6. Pembebanan

  Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Pada umumnya penentuan besarnya beban hanya merupakan perkiraan. Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi dari struktur dapat diketahui secara pasti, namun distribusi beban dari elemen ke elemen lainnya umumnya memerlukan asumsi dan pendekatan. Jenis beban yang biasa diperhitungkan pada perencanaan struktur bangunan antara lain sebagai berikut:

  II.6.1Beban Mati Menurut (peraturan pembebanan Indonesia,1983), beban mati merupakan berat dari semua bagian dari suatu struktur yang bersifat tetap selama masa layannya, termasuk segal unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur tersebut. Yang termasuk beban mati adalah berat struktur sendiri dan juga semua benda yang tetap pada posisinya selama struktur berdiri. Beban mati tetap berada pada struktur dan tidak berubah sesuai dengan sistem struktur dan material yang digunakan.

  3

  10 Plafon + penggantung

  20 Kg/m

  3

  11 Mortar 2200 Kg/m

  3

  12 Tanah, Pasir 1700 Kg/m

  13 Air 1000 Kg/m

  9 Finishing lantai (tegel) 2200 Kg/m

  3

  14 Kayu 900 Kg/m

  3

  15 Aspal 1400 Kg/m

  3

  16 Instalasi Plumbing

  50 Kg/m

  3

  3

  Tabel II.6.1.1 berat bangunan berdasarkan SNI 03-1727-1989-F No Konstruksi Berat Satuan

  3

  1 Baja 7850 Kg/m

  3

  2 Beton Bertulang 2400 Kg/m

  3

  3 Beton 2200 Kg/m

  3

  4 Dinding pas. Bata ½ bt 250 Kg/m

  5 Dinding pas. Bata 1 bt 450 Kg/m

  8 Pasangan Batu kali 2200 Kg/m

  3

  6 Curtain wall + rangka

  60 Kg/m

  3

  7 Cladding + rangka

  20 Kg/m

  3

  3 II.6.2Beban Hidup Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983), beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu struktur termasuk beban- beban pada lantai yang berasal dari berat manusia, barang-barang yang dapat berpindah, mesin-msin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur dan dapat diganti selama masa layan dari struktur tersebut sehingga menyebabkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus untuk atap, beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh butiran air.

  Tabel II.6.1.2 beban hidup menurut kegunaan Berdasarkan SNI 03-1727-1989F

  Beban Hidup Lantai Bangunan Besar Beban

  2 Perkantoran, Ruang kuliah, Hotel, Asrama, Dll 250 Kg/m

  2 Tangga dan Bordes 300 Kg/m

  2 Beban Pekerja 100 Kg/m

  2 Lantai Atap 100 Kg/m

  II.6.3Beban Angin Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983), beban angin dadalah semua beban yang bekerja pada struktur atau bagian struktur yang disebabkan oleh selisih dalam

  2

  tekanan udara. Tekanan angin di Indonesia adalah 80 kg/m pada bidang tegak sampai setinggi 20 m. Beban angin yang bekerja terhadap struktur adalah menekan dan menghisap struktur dan sulit diprediksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tekan dan hisap angin terhadap struktur adalah kecepatan angin, kepadatan udara, permukaan bidang dan bentuk dari struktur. Beban angin sangat bergantung dari lokasi dan

  2

  ketinggian dari struktur. Besarnya tekanan tiup harus diambil minimum sebesar 25 kg/m , kecuali untuk bangunan-bangunan berikut:

  2

  • Pinggir laut hingga 5 km dari pantai minimum tekanan tiup 40 kg/m
  • Bangunan di daerah yang tekanan tiupnya lebih dari 40 kg/m
  • Untuk cerobong, tekanan tiup dalam kg/m harus ditentukan dengan rumus (42,4+0,6h) dengan h adalah tinggi cerobong seluruhnya.
  • Koefisien angin yang diambil untuk struktur tertutup dengan sudut pangkal atap dinyatakan dengan β adalah sebagai berikut: o
    • Pada seperempat busur pertama -0,6
    • Pada seperempat busur kedua -0.7 o
    • Pada seperempat busur pertama -0,5
    • Pada seperempat busur kedua -0.2 o
    • Pada seperempat busur pertama -0,5
    • Pada seperempat busur kedua -0.6 o
    • Pada seperempat busur pertama -0,4
    • Pada seperempat busur kedua -0.2

  2

  , harus diambil sebesar P= -v

  2

  /16 Kg/m

  2

  . V adalah kecepatan angin dalam m/s

  β < 22` untuk bidang lengkung dipihak angin

  β < 22` untuk bidang dibelakang angin

  β < 22` untuk bidang lengkung dipihak angin

  β < 22` untuk bidang lengkung dibelakang angin

II.7. Castellated Beam

  Castellated beam merupakan suatu profil baja yang mempunyai bukaan berbentuk segi enam. Castellated mengalami proses pemotongan pada bagian badan profil dengan pola zigzag salah satu bagian yang telah dipotong lalu diangkat dan disatukan bagian badannya dan terakhir dilakukan pengelasan pada bagian badan yang menempel; hal ini dilakukan untuk meningkatkan tinggi dari profil awal (h) dengan tinggi potongan yang ada (d). Bentuk castellated beam ditampilkan dalam gambar II.7.1

  Gambar II.7.1. proses pembentukan castellated beam Adapun keuntungan dari penggunaan castellated beam. Keuntungan yang utama yaitu meningkatkan kekakuan lentur secara vertikal; castellated beam telah dib uktikan lebih efisien untuk beban medium pada bentang panjang dimana perencanaannya dikontrol dengan kapasitas momen dan lendutan. Balok castellated, karena rasio kuat tariknya yang tinggi dengan berat dan pemeliharaan yang kecil, kadang-kadang secara menguntungkan dapat menggantikan penggunaan girder. Mereka digunakan dalam bangunan bertingkat, bangunan komersial dan bangunan industri, dan juga untuk rangka portal. Keuntungan balok castellated juga mencakup penampilan mereka yang mengesankan dan memungkinkan penggunaan daerah bukaan untuk pelayanan instalasi.

  Adapun juga kerugian dari penggunaan balok castellated. Akibat adanya bukaan pada bagian badan profil, perilaku struktur dari balok casatellated akan berbeda dari balok baja yang biasa. Karena perbedaan kemungkinan moda kegagalan atau moda kegagalan yang baru, mereka merupakan struktur nonlinear, dimana tidak bisa dianalisi dengan metode sederhana. Kapasitas geser pada bagian badan profil adalah suatu faktor yang terbatas, dan balok acstellated tidak cocok untuk bentang pendek yang dibebani dengan berat. Deformasi geser pada bagian T nya sangat signifikan dan abalisa lendutan lebih kompleks daripada balok yang bagian badan profil padat

  II.7.1 Analisa dan perencanaan balok castellated Geometri dari balok castellated terdapat tiga parameter yaitu sudut potongan pada bukaan badan profil (Ø

  ). Rasio ekspansi (α), dan panjang pengelasan (c) yang ditungukkan pada gambar II.6.2

  Gambar II.7.2.1. Parameter pada castellated beam

  GambarII.7.2.2. Castellated Beam di lapangan

  • Sudut potongan (Ø)

  Sudut potongan mempengaruhi jumlah proses pemotongan balok castellated (N) per unit panjang dari balok N akan kecil ketika suduit itu rata dan akan besar ketika bertahap. Percobaan telah menunjukkan bahwa peningkatan jumlah N mempunyai pengaruh yang kecil untuk kekakuan elastis pada balok castellated, itu akan meningkatkan daktilitas dan kapasitas rotasim percobaan yang ada menunjukkan bahwa penyesuaian pada sudut 60 adalah suatu sudut standart yang efisien terhadap bangunan industri.

  • Rasio ekspansi (α)

  Rasio ekspansi merupakan suatu ukuran dari peningkatan tinggi balok yang dicapai pada proses pemotongan, dalam teori tinggi balok baja yang biasa dapat hampir dua kali lipat, tetapi tinggi seluruhnya dari profil T adalah suatu faktor batas dalam pelasanaan, tinggi dari potongan ‘d’ adalah setengah bagian dari tinggi h s , maka:

  ℎ ℎ ℎ

  = , = ℎ ℎ ℎ , ∝ = ≈ 1,5 (II.6.1.1)

  • 4

  

2

  • Panjang pengelasan (c)

  Jika panjang pengelasan terlalu pendek, kemudian las pada bagian badan yang disambung akan mengalami kegagalan geser horizontal, dan apabila terlalu panjang akan mengalami kegagalan dalam lentur vierendeel, jadi keseimbangan yang beralasan antara dua moda kegagalan ini yaitu c = h / 4.

  s

  Balok harus memiliki kekuatan yang cukup untuk memikul momen lentur dan gaya geser yang ditimbulkan oleh beban-beban yang bekerja. Kinerja dari balok bergantung kepada geometri, dimensi fisik, dan bentuk dari penampangnya. Hingga saat ini, masih belum tersedia metode desain yang dapat diterima secara luas karena kerumitan dari perilaku balok castella serta bentuk kerusakan yang menyertainya. Kekuatan dari balok dengan berbagai jenis bukaan pada pelat badan ditentukan berdasarkan interaksi antara lentur dan geser pada bukaannya. Terdapat beberapa jenis bentuk kerusakan yang perlu diperhitungkan di dalam desain balok dengan bukaan yang meliputi mekanisme

  Vierendeel , mekanisme lentur, tekuk torsi lateral, patah pada sambungan las dan tekuk

  pada badan yang disambung (web post). Did alam perencanaan balok castella, beberapa kriteria berikut perlu diperhitungkan:

1. Kapasitas lentur balok

  Momen maksimum akibat beban luar M U tidak boleh melebihi kapasitas plastis M p dari balok castella.

  ≤ = M M A F H (1) U P LT Y U

  dimana A LT adalah luas dari penampang T bawah, F Y adalah tegangan leleh baja dan H adalah jarak antara pusat berat penampang T atas dan bawah.

  U 2.

  Kapasitas geser balok Di dalam perencanaan balok castella, terdapat dua bentuk kerusakan geser yang perlu diperiksa. Yang pertama adalah kapasitas geser vertikal yang akan dipikul oleh penampang T atas dan bawah. Jumlah dari kapasitas geser dari penampang T atas dan bawah perlu diperiksa dengan persamaa

  3

  (2)

  P = F A VY Y WUL

3 Yang kedua adalah kapasitas geser horisontal yang timbul pada web post karena

  adanya perubahan gaya aksial di dalam penampang T seperti ditunjukkan pada

  

Web post dengan panjang las yang terlalu pendek dapat mempercepat

terjadinya kerusakan pada saat gaya geser horisontal melebihi kekuatan leleh.

  Kapasitas geser horisontal perlu diperiksa dengan persamaa

  3

  (3)

  P F A VH Y WP =

  3

  dimana A WUL adalah total luas badan dari penampang T dan A WP adalah luas minimum dari web post.

  V V

i i -1

y t

  T T i i -1

  A A d

  V

hi

s

  Gambar 5Gaya geser horisontal di dalam webpost pada balok castella

  Dengan mengasumsikan gaya geser vertikal V i dan V i +1 adalah sama dan garis kerja gaya aksial T dan T berada pada titik pusat penampang T, gaya geser horisontal

  i i +1

  dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan keseimbangan berdasarkan pada diagram free-body yang ditunjukkan pada

  

P

V = hi i

  V

  (4)

  ( H

S t

2 y )

  dimana H adalah tinggi total balok castella seperti ditunjukkan pada

  S ).

3. Kekuatan lentur dan tekuk dari web post

  Dengan mengasumsikan pelat sayap tertekan dari balok castella terkekang secara lateral oleh pelat lantai, kekuatan tekuk torsi lateral balok castella dapat diabaikan dalam perencanaan. Kapastis lentur dan tekuk dari webpost pada balok castella dapat dihitung dengan menggunakan persamaa

  M MAX 2

  α α

  

= CCC

1

2

3 (5) M E

  dimana M MAX adalah momen maksimum izin dari web post dan M E adalah kapasitas

  

web post pada potongan A-A seperti terlihat padaC C , dan C adalah

1,

  2

  3

  konstan yang diperoleh dari persamaa

  2 = β − β +

  (6)

  C 1 5 . 097 . 1464 . 00174 2 = + − C 2 1 . 441 . 0625 β . 00683 β (7) 2

  • C = −
  • 3 3 . 645 . 0853 β . 00108 β (8) w , S adalah jarak antar lubang, d adalah kedalaman

      dimana α = S/d dan β = 2d/t potongan dari bukaan, t w adalah tebal pelat badan.

    4. Mekanisme Vierendeel Bentuk kerusakan ini diakibatkan oleh gaya internal lokal di sekitar satu bukaan.

      Kekuatan balok terhadap kerusakan melalui mekanisme Vierendeel ini dapat dihitung dengan menggunakan metode desain untuk penampang T. Kapasitas momen plastis dari penampang T di atas dan di bawah bukaan akan dihitung secara terpisah. Interaksi antara momen tahanan dan gaya geser lokal serta gaya aksial pada penampang T perlu diperhitungkan. Total kapasitas tahanan terhadap lentur

      

    VierendeelM vrd , adalah jumlah dari kapasitas tahanan Vierendeel dari penampang T

    atas dan bawah harus memenuhi ketentuan pada persama

      M > vrd sd eff (9) V l

      dimana V sd adalah gaya geser yang yang perlu disalurkan melalui bukaan, dan l eff adalah panjang efektif dari bukaan.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pengaruh Atribut Produk, Harga, dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian i-Phone pada Konsumen di Apple Store Sun Plaza Medan

0 2 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bencana - Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Intrinsik Pegawai SAR dalam Memberikan Pelatihan Pertolongan Pertama Korban Bencana terhadap Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan

0 0 28

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Penelitian - Hiperrealitas dalam Trilogi Film Huner Games (Analisis Semiotika Hiperrealitas Simbol Pemberontakan Salam Tiga Jari Dalam Trilogi Film Hunger Games)

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Konteks Masalah - Hiperrealitas dalam Trilogi Film Huner Games (Analisis Semiotika Hiperrealitas Simbol Pemberontakan Salam Tiga Jari Dalam Trilogi Film Hunger Games)

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pengaruh Pembobotan Dengan Metode Nguyen Widrow Dalam Backpropagation Untuk Prediksi

0 0 21

C. Variabel - Variabel Penelitian - Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Peningkatan Petani Sawit di Kecamatan P.Rakyat Asahan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Peningkatan Petani Sawit di Kecamatan P.Rakyat Asahan

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Peningkatan Petani Sawit di Kecamatan P.Rakyat Asahan

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemigraphis colorata - Karakterisasi Ekstrak Daun Hemigraphis colorata Sebagai Dye Pada Dye Sensitized Solar Cell

0 4 27

DAFTAR ISI - Karakterisasi Ekstrak Daun Hemigraphis colorata Sebagai Dye Pada Dye Sensitized Solar Cell

0 1 13