BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pengaruh Pembobotan Dengan Metode Nguyen Widrow Dalam Backpropagation Untuk Prediksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 JARINGAN SARAF SECARA BIOLOGIS

  Jaringan saraf adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Istilah buatan disini digunakan karena jaringan saraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran (Fausett, 1994).

  Setiap sel saraf memiliki satu inti sel. Inti sel ini yang akan bertugas untuk melakukan pemrosesan informasi. Informasi tersebut akan diterima dendrit . Informasi hasil olahan ini akan menjadi masukan bagi neuron lain. Informasi yang dikirimkan antar neuron adalah berupa rangsangan yang dilewatkan melalui dendrit. Informasi yang datang akan diterima oleh dendrit dan dijumlahkan lalu dikirim melalui axon ke dendrit akhir. Informasi ini akan diterima oleh neuron lain jika memenuhi batasan tertentu. Batasan tertentu dikenal dengan nama nilai ambang (threshold) yang dikatakan teraktivasi (Haykin, 2008).

  Menurut Siang (2005) Jaringan Saraf Tiruan dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan saraf biologi, dengan asumsi bahwa :

  1. Pengolahan informasi terdiri dari elemen-elemen sederhana yang disebut neuron .

2. Sinyal dilewatkan dari satu neuron ke neuron yang lain melalui hubungan koneksi.

  3. Tiap hubungan koneksi mempunyai nilai bobot sendiri.

  4. Tiap neuron mempergunakan fungsi aktivasi terhadap input yang diterimanya untuk menentukan sinyal keluaran.

Gambar 2.1 Saraf Secara Biologis (Haykin, 2008)

2.2 JARINGAN SARAF TIRUAN (JST)

  JST dibuat pertama kali pada tahun 1943 oleh neurophysiologist Waren McCulloch dan

  

logician Walter Pits. Teknologi yang tersedia pada saat itu belum memungkinkan mereka

  berbuat lebih jauh. JST merupakan suatu sistem pemrosesan Informasi yang memiliki karaktristik-karakteristik menyerupai jaringan saraf Biologi. Hal yang sama diutarakan oleh Simon Haykin yang menyatakan Bahwa JST adalah sebuah mesin yang dirancang untuk memodelkan cara otak manusia mengerjakan fungsi atau tugas-tugas tertentu. Mesin ini memiliki kemampuan menyimpan pengetahuan berdasarkan pengalaman dan menjadikanya simpanan pengetahuan yang dimiliki menjadi bermanfaat (Haykin, 2008).

2.2.1 Karakteristrik JST

  Karakteristik JST ditentukan oleh 3 hal yaitu: 1. Pola hubungan antar neuron disebut arsiktektur jaringan.

  2. Metode untuk menentukan nilai bobot tiap hubungan disebut pembelajaran/ pelatihan.

3. Fungsi aktivasi (Fungsi Transfer)

2.2.2 Struktur dan Komponen JST

  JST terdiri dari sejumlah elemen pemroses sederhana yang disebut dengan neuron. Tiap

  

neuron terhubung sambungan komunikasi dimana tiap sambungan mempunyai nilai bobot

  sendiri. Nilai bobot ini menyediakan informasi yang akan digunakan oleh jaringan untuk memecahkan masalah.

  Neuron buatan ini dirancang untuk menirukan karakteristik neuron biologis. Secara

  prinsip diberikan serangkaian masukan (input) yang masing-masing menggambarkan keluaran (output) yang kemudian akan menjadi masukan bagi neuron lain. Setiap input akan dikalikan dengan suatu faktor penimbang tertentu (w ) yang analog dengan tegangan

  i

  synapsis. Semua input tertimbang itu dijumlahkan untuk menentukan tingkat aktivasi suatu

  

neuron . Gambar 2.2 menunjukkan serangkaian input dengan nama x , x , ..., x pada suatu

  1 2 n neuron

  buatan. Untuk mendapat keluaran dari setiap input digunakan: n

  Yin = x w i i

  (2.1)

  ∑ i = 1

1 W

  X 1 X 2 2 W

  Y in

  X i W i

  Keterangan : X 1 ,X 2 ,... X i : Data Input, w 1, w 2, w i : Bobot , Y -in :

  Sinyal output

Gambar 2.2 Model Neuron Buatan (Fausett, 1994)

  

Output yang diharapkan dalam sistem JST ini berada pada range 0 sampai 1 dan dengan

  fungsi Sigmoid Biner berapapun nilai input-nya akan dihasilkan output dengan nilai antara 0 sampai 1. Biasanya satu neuron mengirimkan nilai aktivasinya ke beberapa neuron yang lain.

2.2.3 Pemrosesan Informasi dalam JST

  Aliran informasi yang diproses disesuaikan dengan arsitektur jaringan (Wulandari et al, 2012). Beberapa konsep utama yang berhubungan dengan proses adalah: 1.

  Masukan (Input), setiap input bersesuaian dengan suatu atribut tunggal.

  Serangkaian input pada JST diasumsikan sebagai vektor X yang bersesuaian dengan sinyal-sinyal yang masuk ke dalam sinapsis neuron biologis. Input merupakan sebuah nilai yang akan diproses menjadi nilai output.

  2. Keluaran (Output), output dari jaringan adalah penyelesaian masalah.

  3. Bobot (Weight), mengekspresikan kekuatan relatif (atau nilai matematis) dari

  input data awal. Penyesuaian yang berulang-ulang terhadap nilai bobot menyebabkan JST “belajar”. Bobot-bobot ini diasumsikan sebagai vektor w.

  setiap bobot bersesuaian dengan tegangan (strength) penghubung sinapsis biologis tunggal.

  4. Fungsi Penjumlahan, menggandakan setiap nilai input x

  i dengan bobot w i 5.

  Fungsi Alih (Transfer Function), menghitung stimulasi internal atau level aktivasi dari saraf. dan menjumlahkannya bersama-sama untuk memperoleh suatu output Y. Fungsi penjumlahan ini bersesuaian dengan badan sel biologis (soma).

  2.2. 4 Fungsi Aktivasi

  Fungsi aktivasi merupakan fungsi yang digunakan untuk meng-update nilai-nilai bobot periterasi dari semua nilai input. Secara sederhana fungsi aktivasi adalah proses untuk mengalikan input dengan bobotnya kemudian menjumlahkannya (penjumlahan sigma). Ada beberapa fungsi aktifasi yang sering digunakan dalam jaringan saraf tiruan antara lain :

  1. Fungsi Sigmoid Biner Fungsi ini digunakan untuk jaringan saraf yang dilatih dengan menggunakan metode Backpropagation. Fungsi Sigmoid Biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1. Oleh karena itu fungsi ini sering digunakan untuk jaringan yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1.

  1 (2.2)

  f ( x ) = − x

  1

  • e

  dimana x : nilai sinyal keluaran dari satu neuron yang akan diaktifkan e : nilai konstanta dengan nilai = 2.718281828

  2. Fungsi Identitas (linear) Fungsi linear memiliki nilai output yang sama dengan nilai input-nya.

  3. Fungsi Saturating Linear Fungsi ini akan bernilai 0 jika input-nya kurang dari -1/2 dan akan benilai 1 jika input-nya lebih dari ½.

  4. Fungsi Symetrik Fungsi ini akan bernilai -1 jika input-nya kurang dari -1 dan akan bernilai 1 jika

  input- nya lebih dari 1.

  5. Fungsi Sigmoid Bipolar Fungsi Sigmoid Bipolar hampir sama dengan fungsi Siqmoid Biner hanya saja

  output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1

  2  

  (2.3)

  f ( x ) = −

  1  

  −x

  • 1 e

   

  dimana x : nilai sinyal keluaran dari satu neuron yang akan diaktifkan e : nilai konstanta dengan nilai = 2.718281828 2. 2.5 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan

  Secara umum arsitektur JST terdiri dari atas beberapa lapisan yaitu sebagai berikut (Dhaneswara dan Moertini, 2004): 1.

  Lapisan Masukan (input layer)

  Lapisan masukan merupakan lapisan yang terdiri dari beberapa neuron yang akan menerima sinyal dari luar dan kemudian meneruskan ke neuron-neuron lain dalam jaringan.

  2. Lapisan Tersembunyi (hidden layer) Lapisan tersembunyi merupakan tiruan dari sel-sel saraf konektor pada jaringan saraf biologis. Lapisan tersembunyi berfungsi meningkatkan kemampuan jaringan dalam memecahkan masalah.

  3. Lapisan Keluaran (output layer) Lapisan keluaran berfungsi menyalurkan sinyal-sinyal keluaran hasil pemrosesan jaringan. Lapisan ini juga terdiri dari sejumlah neuron. Lapisan keluaran merupakan tiruan sel-sel saraf motor pada jaringan saraf biologi.

  Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan terdiri dari 2 macam jaringan yaitu sebagai berikut:

1. Jaringan Lapisan Tunggal (Single Layer )

  Jaringan single layer terdiri atas satu lapisan input dan satu lapisan output dengan setiap

  

neuron yang saling terhubung. Dalam jaringan ini, semua unit input dihubungkan dengan

  semua unit output dengan bobot yang berbeda-beda. Tidak ada unit input yang dihubungkan dengan unit input lainnya. Demikian pula dengan unit output, tidak ada unit output yang terhubung dengan unit output yang lain (Fausset, 1994). Selama proses pelatihan, bobot tersebut dimodifikasi untuk meningkatkan keakuratan hasil. Jaringan single layer dapat dilihat pada gambar 2.3 :

  Keterangan : X 1 ,X 2 ,X 3 : node lapisan input, Y 1 ,Y 2 : node lapisan Output, w 11 , w 12 …w 31 : bobot untuk menghubungkan sinyal input masukan dengan keluaran.

Gambar 2.3 JST Lapisan Single Layer (Fausset, 1994)

  Untuk mendapatkan nilai keluaran node 1 (Y

  1 ) didapat dengan mengalikan sinyal masukan

  dengan bobot yang menuju node Y

  1 = (x

1 *w

11 ) + (x 2 * w 21 ) + (x 3 *w 31 ). Dengan cara

  yang sama dapat dihitung untuk nilai keluaran dari Y . Sehingga dapat dirumuskan: n

  2 Y i = x v i ij

  (2.4)

  ∑ i =

1 Rumus 2.4 dapat digunakan jika tidak terdapat bias. Jika menggunakan bias maka Y

  1

  = v + (x *w ) + (x * w ) + (x *w )

  01

  1

  11

  2

  21

  3

  31

  dan n

   Y i = v + 0 j x v (2.5) i iji =

  1 Nilai input dalam gambar 2.4 merupakan nilai objek yang akan dihitung/ diteliti yang sudah disesuaikan dengan batas nilai fungsi aktifasi yang digunakan. Misalnya jika menggunakan fungsi aktifasi Sigmoid Biner maka nilai x yang dapat digunakan adalah

  i

  dalam interval -1 s/d 1. Jika nilai x lebih besar atau lebih kecil dari interval tersebut maka

  i data terlebih dahulu dinormalisasi.

  Nilai Input Neuron-Neuron pada Lapisan Input

  V

  41 V

  

31

V

  V V

  V

  13

  21

23 V33

  42 V

  11 V

  12 V

  22 V

  

32

V

  43 Neuron-Neuron pada

  Lapisan tersembunyi Z

21 Z

  31 Z Z Z Z

  11

  12

  22

  32 Neuron-Neuron pada

  Lapisan output Nilai Output

   .. x : lapisan input .. z : Lapisan tersembunyi , y Keterangan :x 1 4 ,z 1 3 ,y 1 2 : lapisan output

Gambar 2.5 JST Lapisan Multi Layer (Fausset, 1994)

  Untuk mendapatkan nilai keluaran node 1 (Z

  1 ) didapat dengan mengalikan sinyal masukan

  dengan bobot yang menuju node Z

  1 = (x

1 *V

11 ) + (x 2 * V 21 ) + (x 3 *V 31 ) + (x 4 *v 41 .

  Dengan cara yang sama dapat dihitung untuk nilai keluaran dari z dan z .

  2

  3 (2.5)

  Untuk mendapatkan nilai keluaran node 1 (Y

  1 ) didapat dengan mengalikan sinyal masukan

  dengan bobot yang menuju node Y = (x *z ) + (x * z ) + (x *z )

  1

  1

  11

  2

  21

  3

  31 Dengan cara yang sama dapat dihitung untuk nilai keluaran dari y 2 . Sehingga dapat

  dirumuskan: p

  

Y i = z w (2.6)

i jki

  =

1 Jika pada gambar 2.4 ditambah bias menuju lapisan tersembunyi (b1) dengan bobotnya v

  01

  dan bias menuju lapisan output (b2) dengan bobotnya w , maka rumus 2.5 dan 2.6 akan

  01

  menjadi:

  n z = i x v + v jk (2.7) i ij

  ∑ i =

  1 p Y i = z w + w jk i jk

  (2.8)

  ∑ i

  1 =

2.2.6 Proses Pembelajaran Jaringan Saraf Tiruan

  Suatu karakteristik yang sangat menarik dari JST adalah kemampuannya untuk belajar. Cara belajar dari latihan yang diberikan pada JST menunjukkan beberapa kesamaan dengan perkembangan intelektual manusia. Kemampuan belajar JST bersifat sangat terbatas sehingga jaringan ini tidak dapat melakukan segalanya seperti kemampuan saraf sesungguhnya. Proses pembelajaran suatu JST melibatkan tiga pekerjaan, sebagai berikut:

  1. Menghitung output.

  2. Membandingkan output dengan target yang diinginkan.

  3. Menyesuaikan bobot dan mengulangi proses Pada umumnya, jika menggunakan Jaringan Saraf Tiruan, hubungan antara input dan output harus diketahui secara pasti. Jika hubungan tersebut telah diketahui maka dapat dibuat suatu model. Hal lain yang penting adalah proses belajar hubungan input/output dilakukan dengan pembelajaran. Pelatihan Jaringan Saraf bertujuan untuk mencari bobot- bobot yang terdapat pada setiap layer.

  Ada dua jenis pelatihan dalam sistem jaringan saraf tiruan, yaitu: 1. Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning). Dalam proses pelatihan ini, jaringan dilatih dengan cara diberikan data yang disebut pelatihan data. Pelatihan data terdiri atas pasangan input-output yang diharapkan dan disebut associative memory. Setelah jaringan dilatih, associative memory dapat mengingat suatu pola. Dalam tesis ini akan digunakan pembelajaran terawasi yaitu dengan menggunakan metode backpropagation.

  2. Pembelajaran Tidak Terawasi (Unsupervised Learning). Dalam proses pelatihan ini, jaringan dilatih hanya dengan diberi data input yang memiliki kesamaan sifat tanpa disertai output.

2.3 METODE BACKPROPAGATION

  Backpropagation merupakan salah satu metode pelatihan dari Jaringan Saraf Tiruan.

Backpropagation menggunakan arsitektur multilayer dengan metode pelatihan

supervised pelatihan. Metode Backpropagation ini dikembangkan oleh Rumelhart

Hinton dan Williams sekitar tahun 1986. Menurut teori Backpropagation, metode ini

secara efektif bisa menentukan pendekatan yang paling baik dari data yang

dimasukkan.

  Backpropagation merupakan generalisasi aturan delta (Widrow-Hoff). Backpropagation menerapkan metode gradient descent untuk meminimalkan error kuadrat total dari keluaran yang dihitung oleh jaringan. Backpropagation melatih

jaringan untuk memperoleh keseimbangan antara “kemampuan jaringan” untuk

mengenali pola yang digunakan selama pelatihan dan “kemampuan jaringan”

merespon secara benar terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola pelatihan .

2.3.1 Algoritma Backpropagation: 1.

  Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil antara 0 sampai 1).

2. Untuk setiap pasangan vektor pelatihan lakukan langkah 3 sampai langkah 8.

  3. i dimana i=1,2,3,...,n) menerima sinyal masukan x i dan Tiap-tiap unit input (X menjalankan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada diatasnya atau selanjutnya (dalam hal ini adalah lapisan tersembunyi).

  4. j dimana j=1,2,3,...,p) jumlahkan bobotnya dengan sinyal- Tiap-tiap unit tersembunyi (Z sinyal input masing-masing : n

  Z inj = v 0 j (2.9)

  • + 1

  x v i iji =

  gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output-nya:

   Z j = f(Z inj ) (2.10)

  dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di layer atasnya (unit-unit output layer)

  

5. k dimana k=1,2,3,...,m) jumlahkan bobotnya dengan

Tiap-tiap unit output (Y sinyal-sinyal input masing-masing:

p

  • + y ink = w 0 j z w (2.11) i jk

  

i

=

  

1

  gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya :

   y k = f(y ink ) (2.12) dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output).

  

6. k dimana k=1,2,3,...,m) menerima target pola yang

Tiap-tiap unit output (Y berhubungan dengan pola input pembelajaran, hitung informasi error-nya: k = (t k -y k ) f’(y_in k ) (2.13)

  δ

  kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai

  w jk ) : jk k z j (2.14) ∆w = α δ

  hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai w 0k ): 0k k (2.15)

  ∆w = α δ kirimkan ini ke unit-unit yang ada lapisan bawahnya.

  7. j dimana j=1,2,3,...,p) menjumlahkan delta input- Tiap-tiap unit tersembunyi (Z nya (dari unit-unit yang berada pada lapisan di atasnya): j = δ (2.16) m

  δ_in w

k jk

k =

  1

  kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi

  error

  : j j f’(z_in j ) (2.17)

  δ = δ_ in

  kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai

  v ij ) : jk j x i (2.18) ∆v = α δ

  hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai v 0j ): 0j j (2.19)

  ∆v = α δ

  

8. dimana k=1,2,3,...,m) memperbaiki bias dan bobotnya (j

k

  Tiap-tiap unit output (Y = 0,1,2,...,p ): w jk (baru) = w jk (lama)+ jk (2.20) ∆w

  tiap-tiap unit tersembunyi (Z j dimana j = 1,2,3,...,p) memperbaiki bias dan bobotnya (i

  = 0,1,2,...,n ): v ij (baru) = v ij (lama)+ ij (2.21) ∆ v 9.

  Tes kondisi berhenti.

  Tahap 3 sampai dengan tahap 5 merupakan bagian dari feedforward, tahap 6 sampai 8 merupakan bagian dari backpropagation (Fausset,1994).

2.3.2 Arsitektur Backpropagation:

  Pada gambar 2.5 dapat dilihat gambar arsitektur Backpropagation dengan 3 node input layer masukan 2 node pada hidden layer, 3 node output layer dan 2 bias 1 menuju hidden layer, 1 menuju output layer. Pada gambar 2.6 arsitektur backpropagation terdapat dua jenis tanda panah yaitu tanda panah maju ( ) dan tanda panah mundur ( ). Tanda panah maju digunakan pada saat proses feedforward untuk mendapatkan sinyal keluaran dari output layer.

  Jika nilai error yang dihasilkan lebih besar dari batas error yang digunakan dalam sistem, maka akan dilakukan koreksi bobot dan bias. Koreksi bobot dapat dilakukan dengan menambah atau menurunkan nilai bobot.

  Jika sinyal keluaran terlalu besar dari target yang ditentukan maka bobotnya diturunkan, sebaliknya jika sinyal keluaran terlalu kecil dari target yang ditentukan maka bobotnya dinaikkan. Koreksi bobot akan dilakukan sampai selisih target dan sinyal keluaran sekecil mungkin atau sama dengan batas error. Untuk melakukan koreksi bobot dan bias akan dilakukan penelusuran ke belakang seperti ditunjukkan dengan tanda panah mundur.

  Output Output Output b b 1 2 Keterangan:Y 1 ..Y 3 : output, X 1 …X n : data input, b 1 ,b 2 : bias, Z 1 , Z 2 : hidden Layer

Gambar 2.5 Gambar Arsitektur Backpropagation (Fausett, 1994)

2.3.3 Meningkatkan Hasil Metode Backpropagation

  Masalah utama yang dihadapi dalam Backpropagation adalah lamanya iterasi yang harus dilakukan. Backpropagation tidak dapat memberikan kepastian tentang berapa epoch yang harus dilalui untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Untuk meningkatkan hasil yang diperoleh dengan metode backpropagation dapat dilakukan dengan analisis bobot dan bias awal, jumlah unit tersembunyi, waktu iterasi dan penambahan mom

2.3.3.1 Pemilihan Bobot dan Bias Awal

  Bobot awal akan mempengaruhi apakah jaringan mencapai titik minimum lokal (local

  minimum ) atau global, dan seberapa cepat konvergensinya dalam pelatihan. Inisialisasi bobot

  awal dapat dilakukan dengan 2 (dua) Metode yaitu: Inisialisasi Bobot dan Bias awal secara Random dan Inisialisasi Bobot dan Bias awal dengan Metode Nguyen Widrow.

  Bobot dalam Backpropagation tidak boleh diberi nilai yang sama. Penyebabnya adalah karena jika bobot sama jaringan tidak akan terlatih dengan benar. Jaringan mungkin saja gagal untuk belajar terhadap serangkaian contoh-contoh pelatihan. Misalnya dengan kondisi tetap atau bahkan error semakin besar dengan diteruskannya proses pelatihan. Untuk mengatasi hal ini maka inisialisasi bobot dibuat secara acak.

  Bobot yang menghasilkan nilai turunan aktivasi yang kecil sedapat mungkin dihindari karena akan menyebabkan perubahan bobotnya menjadi sangat kecil. Demikian pula nilai bobot awal tidak boleh terlalu besar karena nilai turunan fungsi aktivasinya menjadi sangat kecil juga. Dalam Standar Backpropagation, bobot dan bias diisi dengan bilangan acak kecil. Untuk inisialisasi bobot awal secara random maka nilai yang digunakan adalah antara -0.5 sampai 0.5 atau -1 sampai 1.

  2.3.3.2 Jumlah Unit Tersembunyi

  Berdasarkan hasil teoritis, Backpropagation dengan sebuah hidden layer sudah cukup untuk mampu mengenali sembarang pasangan antara masukan dan target dengan tingkat ketelitian yang ditentukan. Akan tetapi penambahan jumlah hidden layer kadangkala membuat pelatihan lebih mudah. Jika jaringan memiliki lebih dari hidden layer, maka algoritma pelatihan yang dijabarkan sebelumnya perlu direvisi. Dalam propagasi maju, keluaran harus dihitung untuk Setiap layer, dimulai dari hidden layer paling bawah (terdekat dengan unit masukan). Sebaliknya dalam propagasi mundur, faktor δ perlu dihitung untuk tiap hidden layer , dimulai dari lapisan keluaran (Hajar, 2005).

  2.3.3.3 Waktu Iterasi

  Tujuan utama penggunaan Backpropagation adalah mendapatkan keseimbangan antara pengenalan pola pelatihan secara benar dan respon yang baik untuk pola lain yang sejenis. Jaringan dapat dilatih terus menerus hingga semua pola pelatihan dikenali dengan benar. Akan tetapi hal itu tidak menjamin jaringan akan mampu mengenali pola pengujian dengan tepat. Jadi tidaklah bermanfaat untuk meneruskan iterasi hingga semua kesalahan pola pelatihan = 0.

  Umumnya data dibagi menjadi dua bagian, yaitu pola data pelatihan dan data pengujian. Perubahan bobot dilakukan berdasarkan pola pelatihan. Akan tetapi selama pelatihan (misalkan setiap 10 epoch), kesalahan yang terjadi dihitung berdasarkan semua data (pelatihan dan pengujian). Selama kesalahan ini menurun, pelatihan terus dijalankan. Akan tetapi jika kesalahannya sudah meningkat, pelatihan tidak ada gunanya diteruskan. Jaringan sudah mulai mengambil sifat yang hanya dimiliki secara spesifik oleh data pelatihan (tapi tidak dimiliki oleh data pengujian) dan sudah mulai kehilangan kemampuan melakukan generalisasi.

2.3.3.4 Momentum

  Pada standar Backpropagation, perubahan bobot didasarkan atas gradien yang terjadi untuk pola yang dimasukkan saat itu. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah melakukan perubahan bobot yang didasarkan atas ”ARAH GRADIEN” pola terakhir dan pola sebelumnya (momentum) yang dimasukkan. Jadi tidak hanya pola masukan terakhir saja yang diperhitungkan.

  Penambahan momentum dimaksudkan untuk menghindari perubahan bobot yang mencolok akibat adanya data yang sangat berbeda dengan yang lain. Apabila beberapa data terakhir yang diberikan ke jaringan memiliki pola yang serupa (berarti arah gradien sudah benar), maka perubahan bobot dilakukan secara cepat. Namun apabila data terakhir yang dimasukkan memiliki pola yang berbeda dengan pola sebelumnnya, maka perubahan bobot dilakukan secara lambat (Fausset, 1994).

  Penambahan momentum, bobot baru pada waktu ke (T + 1) didasarkan atas bobot pada waktu T dan (T-1). Di sini harus ditambahkan 2 variabel baru yang mencatat besarnya momentum untuk 2 iterasi terakhir. Jika

  μ adalah konstanta yang menyatakan parameter momentum (Dhaneswara dan Moertini, 2004).

  Jika menggunakan momentum maka bobot baru dihitung berdasarkan persamaan:

  wjk(T+1) = wjk(T) +

  (2.24)

  α δk zj + μ ( wjk(T) – wjk(T-1))

  dan

  vij(T+1) = vij(T) +

  (2.25)

  α δj xi + μ ( vij(T) – vij(T-1))

2.3.4 Pengujian (Testing) pada Metode Backpropagation

  Dalam proses testing ini diberikan input data yang disimpan dalam disk (file testing). JST yang telah dilatih akan mengambil data tersebut dan memberikan output yang merupakan “Hasil Prediksi JST”. JST memberikan output berdasarkan bobot yang disimpan dalam proses pelatihan.

  Pada akhir testing dilakukan perbandingan antara hasil prediksi (output JST) dan hasil asli (kondisi nyata yang terjadi). Hal ini adalah untuk menguji tingkat keberhasilan JST dalam melakukan prediksi.

2.4 METODE NGUYEN WIDROW

  Nguyen Widrow mengusulkan cara membuat inisialisasi bobot dan bias ke unit tersembunyi sehingga menghasilkan iterasi lebih cepat. Metode Nguyen Widrow akan menginisialisasi bobot-bobot lapisan dengan dengan nilai antara -0.5 sampai 0.5. Sedangkan bobot dari lapisan input ke lapisan tersembunyi dirancang sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan lapisan tersembunyi dalam melakukan proses pembelajaran (Fausset, 1994) Metode Nguyen Widrow secara sederhana dapat diimplementasikan dengan prosedur sebagai berikut: Tetapkan: n = jumlah unit masukan(input) p = jumlah unit tersembunyi

  1 n ( β = faktor skala = .

  7 ( ) p 2.22)

  ( )

  Analisis metode Nguyen Widrow didasarkan atas fungsi tangen Sigmoid yang memiliki interval nilai dari -1 sampai 1. Dalam fungsi tangen sigmoid ketika digunakan nilai x = 1 akan menghasilkan pendekatan nilai 0.75 dan ketika x = -1 akan mendekati nilai 0.25. Sedangkan Nilai β mempunyai interval 0 sampai 1 (0 < β < 1). Nilai yang paling dekat dengan 0.75 yang berada dalam interval 0 sampai dengan 1 adalah 0.7 dan 0.8. Jika digunakan 0.8 maka nilai nya akan melebihi batas interval fungsi sigmoid yaitu lebih dari 1. Hal inilah yang menyebabkan faktor skala β yang digunakan dalam metode Nguyen Widrow menggunakan nilai 0.7. Nilai 0.7 dalam faktor skala metode Nguyen Widrow diharapkan dapat menghasilkan bias dan bobot yang mampu menyesuaikan dengan pola pelatihan dalam backpropagation .

  Algoritma inisialisasi Nguyen Widrow adalah sebagai berikut: Kerjakan untuk setiap unit pada lapisan tersembunyi (j=1,2,...,p): a.

  Inisialisasi bobot-bobot dari lapisan input ke lapisan tersembunyi

  =

  v bilangan acak dalam interval [-0,5: 0,5] ij

  b. j || Hitung ||v c.

  Inisialisasi ulang bobot-bobot :

  β v ij v ij =

  (2.23) || v || j

  d. Set bias b 1j = bilangan random antara - β sampai β

2.5 NORMALISASI DATA Normalisasi adalah penskalaan terhadap nilai-nilai masuk ke dalam suatu range tertentu.

  Hal ini dilakukan agar nilai input dan target output sesuai dengan range dari fungsi aktivasi yang digunakan dalam jaringan. Normalisasi ini dilakukan untuk mendapatkan data berada dalam interval 0 sampai dengan 1. Hal ini disebabkan karena nilai dalam fungsi aktifasi Sigmoid Biner adalah berada diantara 0 dan 1. Tapi akan lebih baik jika ditransformasikan keinterval yang lebih kecil. Misalnya pada interval [0,1..0,9], karena mengingat fungsi Sigmoid Biner nilainya tidak pernah mencapai 0 ataupun 1 (Santoso at el, 2007).

  Adapun rumus yang digunakan untuk normalisasi data adalah sebagai berikut:

  − × − ( x x )( a )

  • max min

  X = x (2.26)

  min

  − ( b a ). Dimana:

  Xmax : Nilai maximum data aktual Xmin : Nilai minimum data aktual a : Data terkecil b : Data terbesar

  x : Data aktual

2.6 PENELITIAN TERKAIT

  

Terdapat beberapa riset yang telah dilakukan oleh banyak peneliti berkaitan dengan

penulisan penelitian ini. Adapun penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 di

bawah ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terkait

  Nama Peneliti Judul Pembahasan Tahun

  2010 Andrijasa M.F, Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Melakukan modifikasi Mistianingsih, Untuk Memprediksi Jumlah learning rate untuk

  

Pengangguran di Provinsi mendapatkan hasil prediksi

Kalimantan Timur Dengan yang akurat dalam penelitian

Menggunakan Algoritma yang dilakukannya learning

Pembelajaran Backprpagation. rate terbaik adalah 0.01 dengan 1 hidden layer.

  2005 Hadihardaja Pemodelan Curah Hujan- Menghitung kesalahan

  I.K, Limpasan Menggunakan absolute rata-rata (KAR)

Sutikno S, Artificial Neural Network. dalam metode

Backpropagation .

  2005 Backpropagation Backpropagation neural

  Hajar I Penggunaan neural network pada relay jarak network deprogram secara untuk mendeteksi gangguan pada terpadu menggunakan

jaringan transmisi. algoritma generalized delta

rule (GDR) untuk mengenali pola-pola bentuk gelombang tegangan dan arus pada kondisi saluran transmisi terganggu, dengan menggunakan tegangan dan arus phasa sebagai input, backpropagation output adalah keputusan trip/tidak trip.

  Siana Halim, Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Membandingkan MAD 2000

untuk Peramalan dengan MSE dalam Model

GARCH dan MAD dengan

  MSE dalam backpropagation Dhaneswara,G., Implementasi Jaringan Saraf Melakukan konfigurasi 2004

  Moertini, V. S. Tiruan Tipe Multilayer Feed- jaringan saraf tiruan Forward

  Menggunakan menggunakan

Algoritma Backpropagation Backpropagation dengan dengan Momentum untuk membandingkan hasil yang Klasifikasi Data diperoleh dengan 1 lapisan tersembunyi dengan 2 lapisan tersembunyi dengan Eksperimen Data Aplikasi

Kredit Bank.

Dokumen yang terkait

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Dimetil Eter Dari Metanol Dengan Kapasitas 250.000 Ton/Tahun

2 4 253

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Dimetil Eter Dari Metanol Dengan Kapasitas 250.000 Ton/Tahun

0 0 19

I. Identitas Responden - Analisis Pengaruh Atribut Produk, Harga, dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian i-Phone pada Konsumen di Apple Store Sun Plaza Medan

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Perilaku Konsumen - Analisis Pengaruh Atribut Produk, Harga, dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian i-Phone pada Konsumen di Apple Store Sun Plaza Medan

0 3 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pengaruh Atribut Produk, Harga, dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian i-Phone pada Konsumen di Apple Store Sun Plaza Medan

0 2 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bencana - Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Intrinsik Pegawai SAR dalam Memberikan Pelatihan Pertolongan Pertama Korban Bencana terhadap Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan

0 0 28

Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Intrinsik Pegawai SAR dalam Memberikan Pelatihan Pertolongan Pertama Korban Bencana terhadap Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan

0 1 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Penelitian - Hiperrealitas dalam Trilogi Film Huner Games (Analisis Semiotika Hiperrealitas Simbol Pemberontakan Salam Tiga Jari Dalam Trilogi Film Hunger Games)

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Konteks Masalah - Hiperrealitas dalam Trilogi Film Huner Games (Analisis Semiotika Hiperrealitas Simbol Pemberontakan Salam Tiga Jari Dalam Trilogi Film Hunger Games)

0 0 8

Hiperrealitas dalam Trilogi Film Huner Games (Analisis Semiotika Hiperrealitas Simbol Pemberontakan Salam Tiga Jari Dalam Trilogi Film Hunger Games)

0 0 15