BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Peningkatan Petani Sawit di Kecamatan P.Rakyat Asahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kredit Ketahanan Pangan (KKP)

2.1.1 Pengertian Ketahanan Pangan

  Krisnamuth (2006) dalam penelitiannya mengenai konsep ketahanan pangan mengungkapkan bahwa dari perspektif sejarah istilah ketahanan pangan (food security) muncul dan dibangkitkan karena kejadian krisis pangan dan kelaparan. Istilah ketahanan pangan dalam kebijakan pangan dunia pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh PBB untuk membebaskan dunia terutama negara

  • –negara berkembang dari krisis produksi dan suplai makanan pokok.

  Ketahanan pangan memiliki definisi yang sangat bervariasi dalam tiap konteks, waktu dan tempat, namun umumnya mengacu pada definisi Bank Dunia dan Maxwell dan Frankenberger yaitu “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat” (secure access at all times to sufficient

  food for healthy life ).

  Menurut Basauki (2003) ketahanan pangan memiliki 5 (lima) unsur yang harus dipenuhi, yaitu: a.

  Berorientasi pada rumah tangga dan individu b. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses c. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan sosial d.

  Berorientasi pada pemenuhan gizi e. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif

  Di Indonesia, definisi dan konsep ketahanan pangan terdapat pada pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Definisi tersebut menunjukkan bahwa target akhir dari ketahanan pangan adalah pada tingkat rumah tangga.

  Menurut Hastuti, dkk (2002) perwujudan ketahanan pangan dapat dipahami sebagai berikut: a.

  Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya.

  b.

  Terpenuhinya pangan dalam kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.

  c.

  Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

  d.

  Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tanggadengan harga yang terjangkau Kartasasmita (2005) menyatakan bahwa ketahanan pangan tidak mensyaratkan untuk melakukan swasembada produksi pangan karena tergantung pada sumberdaya yang dimiliki. Suatu negara bisa menghasilkan dan mengekspor komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi dan barang-barang industri, kemudian membeli komoditas pangan di pasar internasional. Sebaliknya, negara dijumpai masyarakatnya yang rawan pangan karena ada hambatan akses dan distribusi pangan.

2.1.2 Keterkaitan Kredit Pertanian dengan Ketahanan Pangan

  Kredit pertanian memiliki peran yang penting dalam pembangunan sektor pertanian. Pentingnya peranan kredit disebabkan bahwa secara relatif modal merupakan faktor produksi non alami yang persediaannya masih sangat terbatas terutama di negara yang sedang berkembang. Di samping itu, karena kemungkinan kecil untuk memperluas tanah pertanian dan persediaan tenaga kerja yang melimpah, diperkirakan bahwa cara yang lebih mudah dan tepat untuk memajukan pertanian dan peningkatan produksi adalah dengan memperbesar penggunaan modal.

  Wibowo (2010) menyatakan bahwa kredit berperan untuk memperlancar pembangunan pertanian, antara lain karena: a.

  Membantu petani kecil dalam mengatasi keterbatasan modal dengan bunga relatif ringan.

  b.

  Mengurangi ketergantungan petani pada pedagang perantara dan pelepas uang sehingga bisa berperan dalam memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil pertanian.

  c.

  Mekanisme transfer pendapatan untuk mendorong pemerataan.

  d.

  Insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi pertanian.

  Peningkatan produksi pertanian dan pendapatan petani akan maka ketersediaan pangan juga meningkat. Sementara peningkatan pendapatan petani akan meningkatkan aksesibilitas ekonomi dimana daya beli petani menjadi lebih tinggi dan skala usaha taninya juga dapat ditingkatkan.

2.1.3 Keterkaitan Pemerintah di Bidang Infrastruktur dengan Ketahanan Pangan

  Menurut Satori (2010) infrastruktur merupakan suatu sarana (fisik) pendukung agar pembangunan ekonomi suatu negara dapat terwujud.

  Infrastruktur juga menunjukkan seberapa besar pemerataan pembangunan terjadi. Suatu negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi akan mampu melakukan pemerataan pembangunan kemudian melakukan pembangunan infrastruktur keseluruh bagian wilayahnya. Perekonomian yang terintegrasi membutuhkan pembangunan infrastruktur. Menurut kajian ilmiah yang dilakukan Deni Friawan (2008) menjelaskan setidaknya ada tiga alasan utama mengapa infrastruktur penting dalam sebuah integrasi ekonomi. Pertama, ketersedian infrastruktur yang baik merupakan mesin utama pemacu pertumbuhan ekonomi, misalnya studi The World bank (2004) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah dalam beberapa tahun terakhir pasca krisis ekonomi 1998 salah satunya dipengaruhi rendahnya tingkat investasi. Kurangnya ketersediaan infrastruktur merupakan salah satu hambatan utama dalam perbaikan iklim investasi di Indonesia. Kedua, untuk memperoleh manfaat yang penuh dari integrasi, ketersediaan jaringan infrastruktur sangat penting dalam memperlancar aktifitas perdagangan dan investasi. Penurunan tarif akibat integrasi ekonomi tidak dapat adanya dukungan dari infrastruktur yang memadai. Ketiga, perhatian terhadap perbaikan infrastruktur juga penting untuk mengatasi kesenjangan pemba ngunan ekonomi antar negara-negara di Asia dan juga mempercepat integrasi perekonomian Asia.

  Pembangunan infrastruktur yang memadai, seperti jalan dan sarana irigasi, akan mampu melayani pergerakan ekonomi dengan baik. Peningkatan sarana perhubungan seperti jalan dan jembatan berimplikasi pada semakin murahnya biaya distribusi, dan mempercepat distribusi, sehingga akses masyarakat terhadap pangan menjadi lebih mudah dan cepat. Peningkatan sarana irigasi juga dapat menjadi insentif bagi petani dan meningkatkan produksi. Namun, proses akumulasi di sektor pertanian biasanya lebih lambat karena tingkat produktivitas pekerja yang lebih rendah daripada sektor di luar pertanian. Selain itu, kenaikan produktivitas per pekerja di sektor pertanian juga lebih lambat daripada sektor di luar pertanian. Itulah sebabnya investasi di sektor pertanian memiliki arti yang penting.

  Peningkatan pengeluaran pemerintah atas infrastruktur harus diikuti dengan efektifitas dan efisiensi dari pengeluaran tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur yang dibangun dan agar terciptanya transparansi dalam proses pengadaan barang dan pembangunan.

2.1.4 Konsep Kredit Ketahanan Pangan (KKP)

  pangan dan peningkatan pendapatan petani, peternak, nelayan dan petani ikan melalui penyediaan kredit investasi dan atau modal kerja dengan tingkat bunga yang terjangkau. Sesuai dengan surat keputusan menteri keuangan RI Nomer 345/kmk.017/2000 tentang petunjuk teknis pemanfaatan sekim kredit ketahanan pangan tanggal 22 Agustus 2000, dan memorandum kesepakatan bersama antara Bank Bukopin dengan pemerintah (Menteri Keuangan) Nomer MKB- 19/KKP/DP3/2000 tentang penyaluran KKP TP 2000 periode Oktober 2000 sesudah September 2001.

  Sedangkan pengertian kredit ketahanan pangan (KKP) adalah kredit investasi atau kredit modal kerja yang di berikan Bank Bukopin kepada petani, peternak, nelayan, petani ikan, (kelompok) dalam rangka: a.

  Pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar

  b. Pembiayaan pengembangan budidaya tanaman tebuh c.

  Pembiayaan peternakan sapi potong, ayam buras dan itik d. Pembiayaan usaha rengkap dan budidaya ikan

  Pembiayaan kepada kopaersi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah jagung dan kedelai. Sedangkan resiko KKP sepenuhnya di tanggung oleh Bank Bukopin, oleh karena itu dalam penyaluran KKP harus betul-betul memperhatikan aspek kehati-hatian.

2.1.5 Sumber Dana Kredit Ketahanan Pangan (KKP)

  komposisi 25% di sediakan dari cabang pelaksana dan 75% di sediakan oleh kantor pusat dan sumber dana untuk pembiayaan KKP untuk TP 2000/2001 berasal dari dana yang dihimpun oleh Bank Bukopin sendiri dengan pengaturan: a.

  Dana untuk pembiayaan KKP di sediakan oleh cabang sendiri sbesar 25% dan 75% disediaka oleh kantor pusat.

  b.

  Dana yang disediakan oleh kantor pusat dalam bentuk RKP khusus KKP kantor pusat dan cabang akan membuka 2 (dua) fasilitas RKP khusus KKP yaitu khusus untuk intensifikasi padi jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar dan RKP khusus KKP lainnya.

  c.

  Ketentuan RKP khusus KKP akan diatur dalam Memorandum tersendiri yang antara lain memuat: tingkat bunga RKP, jangka waktu RKP, perlakuan subsidi bunga yang mempengaruhi

  d. Pengajuan RKP khusus KKP ke kantor pusat di lakukan dengan pola reimbursment setelah kredit di droping oleh cabang kepada debitur.

  e.

  Permohonan RKP khusus KKP di ajukan cabang ke kantor pusat (CQ urusan hubungan kerjasama kelembagaan) untuk di teruskan kepada urusan Traesur dengan mencantumkan data-data yang memuat nama debitur, nomer pinjaman plapod kredit, fasilitas pembiayaan, dan jangka waktu kredit ke dalam bentuk tabel seperti pada lampiran.

  f.

  Besarnya dana RKP khusus KKP yang dimintakan reimbursment ke kantor pusat di tetapkan sebesar 75% daro flapod kredit. g.

  Kantor pusat (CQ. Unsur Hubungan Kerjasama Kelembagaan, UHKK) teruskan permintaan dananya kepada urusan treasury.

  h.

  Treasury memberikan persetujuan dan pengiriman dana atas permohonan RKP khusus KKP ke cabang dengan tembusan ke UHKK i.

  Dalam persetujuan RKP khusus KKP oleh urusan treasury di cantumkan persyaratan bahwa jangka waktu RKP sesuai dengan jangka waktu KKP dan RKP tidak dapat di perpanjang. Pada 1 (satu) bulan sebelum jatuh tempo RKP urusan treasury akan memberitahukan kepada cabang (tembusan UHKK bahwa RKP akan jatuh tempo dan RKP di tarik kembali). j.

  Apabila besarnya subsidi bunga KKP di rubah oleh departemen keuangan maka perubahan tingkat bunga RKP khusus KKP akan diberitahukan ke cabang dalam memorandum tersendiri.

  Sedangkan subsidi bunga yang di berikan pemerintah adalah subsidi bunga atas dana KKP yang bersumber dan di salurkan oleh Bank Bukopin yang di sepakati dalam memorandum kesepakatan bersama (MKB) antara dengan Menteri Keuangan yang besarnya ditetapkan yaitu: a.

  Subsidi bunga dalam rangka intenfikasi padi, jagung, kedelai, dan ubi jalar adalah sebesar 10% pertahun b.

  Subsidi bunga dalam rangka sumber dana.

2.2 Kebijakan Umum Kredit Ketahanan Pangan

  Ghozali (2007) substansi kebijakan umum ketahanan pangan yang terdiri dari 15 elemen penting yang diharapkan menjadi panduan bagi pemerintah, swasta dan elemen masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan ketahanan pangan di arah kebijakan yang lebih jelas dan mudah dicerna, pemerintah berperan menjabarkan secara rinci kebijakan-kebijakan lain yang mampu memberikan insentif dari hulu sampai hilir atau perlindungan kepada petani dan konsumen sekaligus. Langkah nyata yang berhubungan dengan hal-hal berikut menjadi sangat mutlak: penyediaan, distribusi, aksesibilitas, dan stabilitas harga pangan, diversifikasi usaha dan penganekaragaman pangan, penanganan pasca panen, keamanan pangan, pencegahanan kerawanan pangan, kerjasama internasional, penelitian dan pengembangan, penangulangan risiko, penataan aspek pertanahan dan tata ruang daerah dan wilayah, partisipasi masyarakat dan lain-lain.

  Menurut Solehatul (2005) adapun kebijakan umum kredit ketahanan pangan yaitu: a.

  Menjamin Ketersediaan Pangan Ketersediaan pangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi rumah tangga dengan bertumpu pada kemampuan produksi dalam negeri melalui pengembangan sistem produksi, efisiensi sistem usaha pangan, teknologi produksi pangan, sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif dan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal. Pemerintah memberikan dukungan peningkatan produktivitas pangan, terutama pangan pokok, termasuk pemanfaatan sumberdaya lahan dan air. b.

  Menata Pertanahan dan Tata Ruang dan Wilayah fungsi lahan pertanian subur berigasi teknis, dan memperbaiki tata ruang, administrasi dan sertifikasi pertanahan agar tidak menimbulkan ketidakadilan baru. Pemerintah memfasilitasi pelestarian sumberdaya air, membangun dan memelihara jaringan irigasi, dan bersama masyarakat mengelola pemanfaatan sumberdaya air secara adil dan berkelanjutan.

  c.

  Melakukan Antisipasi, Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Pemanasan global telah menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau yang makin kacau sehingga pola tanam dan estimasi produksi pertanian, persediaan stok pangan menjadi sulit diprediksi secara baik. Langkah rehabilitasi kerusakan karena dampak kekeringan dan perubahan iklim akan jauh lebih mahal dibandingkan dengan langkah adaptasi dan mitigasi bencana pemanasan global

  • – itu. Tidak ada kata terlambat untuk memulai suatu langkah sekecil apa pun bukan bersilang pendapat
  • – yang dapat berkontribusi pada kejayaan ekonomi pertanian dan kesejahteraan rakyat

d. Menjamin Cadangan Pangan Pemerintah dan Masyarakat

  Cadangan pangan dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan pangan, kelebihan pangan, gejolak harga dan/atau keadaan darurat. Cadangan pangan diutamakan berasal dari produksi dalam negeri dan pemasukan atau impor pangan dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi. Pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan desa menyediakan dan mengelola cadangan pangan tertentu yang bersifat pokok. e.

  Mengembangkan Sistem Distribusi Pangan yang Adil dan Etis antar pelaku mulai dari petani produsen, pedagang, pengolah, dan konsumen.

  Sistem distribusi pangan dilaksanakan untuk menjamin penyediaan pangan setiap rumah tangga di seluruh wilayah sepanjang waktu secara efisien dan efektif.

  Pemerintah mengembangkan sarana, prasarana dan pengaturan distribusi pangan serta mendorong partispasi masyarakat dalam mewujudkan sistem distribusi pangan.

  f.

  Meningkatkan Aksessibilitas Rumah Tangga terhadap Pangan Akses rumah tangga terhadap pangan diwujudkan melalui pengendalian stabilitas harga pangan, peningkatan daya beli, pemberian bantuan pangan dan pangan bersubsidi. Pemerintah memantau dan mengidentifkasi secara dini tentang kekurangan dan surplus pangan, kerawanan pangan, dan ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangannya serta melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan yang diperlukan. Bantuan pangan dan pangan bersubsidi disalurkan kepada kelompok rawan pangan dan keluarga miskin untuk meningkatkan kualitas gizinya.

  g.

  Menjaga Stabilitas Harga Pangan Stabilitas harga pangan tertentu yang bersifat pokok diarahkan untuk menghindari terjadinya gejolak harga yang mengakibatkan keresahan masyarakat.

  Pemerintah melakukan pemantauan dan stabilisasi harga pangan tertentu yang bersifat pokok melalui pengelolaan pasokan pangan, kelancaran distribusi pangan, kebijakan perdagangan, pemanfaatan cadangan pangan dan intervensi pasar Rencana aksi untuk mewujudkan stabilitas harga pangan tersebut dapat ditempuh melalui:

  1. Pemantauan secara mingguan dan bulanan harga pangan strategis (beras, jagung, gula, kedelai dan daging) agar tersedia data yang konsisten serta sebaran harga pangan strategis di tingkat produsen dan tingkat konsumen yang dapat dipercaya.

  2. Pengelolaan pasokan pangan dan cadangan penyanggah untuk menjaga stabilitas harga pangan, agar tersedia pasokan pangan, terutama pada saat paceklik, gagal panen dan bencana alam.

  3. Pengembangan sistem pangadaan pangan pokok yang melibatkan lembaga usaha ekonomi pedesaan, agar kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengadaan pangan semakin meningkat.

  h. Mencegah dan Menangani Keadaan Rawan Pangan Pencegahan keadaan rawan pangan dilakukan melalui pengembangan dan pemantapan sistem isyarat dini dan intervensi yang memadai. Pemerintah melakukan pencegahan dan penanggulangan keadaan rawan pangan dan gizi akibat kemiskinan dan keadaan darurat karena bencana alam, konflik sosial dan paceklik yang berkepanjangan. Penanggulangan keadaan rawan pangan dan gizi dilakukan melalui pemberian bantuan pangan dan pelayanan kesehatan serta penguatan kapasitas individu dan kelembagaan masyarakat perdesaan dan perkotaan. i.

  Melakukan Diversifikasi Pangan diversifikasi konsumsi pangan. Diversifikasi produksi (usaha) diarahkan untuk meningkatkan pendapatan produsen, terutama petani, peternak dan nelayan kecil melalui pengembangan usahatani terpadu, pelestarian sumberdaya alam, konservasi lingkungan hidup, pengelolaan sumberdaya air, dan keanekaragaman hayati. Diversifikasi konsumsi pangan diarahkan untuk mencapai konsumsi pangan yang bergizi seimbang. Pemerintah memfasilitasi diversifikasi usaha dan konsumsi pangan melalui pengembangan teknologi dan industri pangan sesuai sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal. j.

  Meningkatkan Keamanan dan Mutu Pangan Penanganan keamanan dan mutu pangan diarahkan untuk menjamin produksi dan konsumsi pangan masyarakat agar terhindar dari cemaran biologis, kimia, dan fisik yang berbahaya bagi kesehatan. Pemerintah melakukan pencegahan dan penanggulangan dampak pangan yang tidak aman bagi masyarakat melalui penetapan standar keamanan dan mutu pangan, kehalalan, serta perdagangan.

  Rencana aksi peningkatan keamanan dan mutu pangan dapat diwujudkan sebagai berikut:

  1. Pembinaan sistem produksi dan konsumsi pangan masyarakat agar terhindar dari cemaran biologis, kimia, dan fisik yang berbahaya, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, produsen pangan besar dan usaha kecil menengah tentang pangan bermutu dan aman bagi kesehatan.

  2. Pencegahan dini, penegakan hukum bagi penanggulangan dampak pangan dan tidak berkualitas, sekaligus untuk menciptakan mekanisme penanganan dampak negatif pangan.

  3. Penetapan standar keamanan dan mutu pangan, kehalalan, serta perdagangan pangan, untuk secara keserluruhan meingkatkan kualitas kemananan, mutu pangan, kehalanan pangan dalam sistem perdagangan pangan. k.

  Memfasilitasi Penelitian dan Pengembangan Penelitian dan pengembangan bidang pangan diarahkan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi. Pemerintah memfasilitasi kegiatan penelitian dan pengembangan terutama melalui alokasi anggaran yang memadai serta mendorong peran-serta sektor swasta dalam penelitian dan pengembangan ketahanan pangan. l.

  Meningkatkan Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat diarahkan untuk mewujudkan ketahanan pangan, melalui pengembangan aktivitas produksi, perdagangan dan distribusi pangan, pengeloalaan cadangan pangan, konsumsi pangan bergizi seimbang, serta pencegahan dan penanggulangan masalah pangan. Pemerintah memfasilitasi keikutsertaan masyarakat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi pangan dan gizi, serta peningkatan kapasitas dan motivasi masyarakat.

2.3 Pengembangan Kredit Sektor Pertanian

  Kredit sektor pertanian termasuk kredit produktif yang menghasilkan barang berupa bahan makanan utama rakyat Indonesia, membicarakan kredit sektor pertanian dengan sendirinya tidak akan terlepas dari pola tata hidup pertanian yang selalu terkait dengan keadaan alam, luas tanah garapan, pola tanam, dan musim.

  Menurut Nasrun & Nina (2007), kredit sektor pertanian ini secara tehnis perkreditan dan sosial ekonomi memerlukan suatu kajian secara khusus, hal ini tidak terlepas faktor-faktor kehidupan petani, pedesaan, kepadatan penduduk, semakin sempitnya tanah garapan, adat istiadat dan tata kehidupan yang tidak berubah, serta kemampuan SDM petani itu sendiri.

  Kredit pada sektor pertanian ini pada umumnya adalah kredit program yang merupakan kredit masal dan sering bersifat politis, kredit yang bersifat masal seringkali memberikan beban berat kepada bank BUMN khususnya bank pemerintah yang lebih dominan memberikan kredit pada sektor ini. Kredit program pada dasarnya merupakan kredit bersubsidi yaitu pengenaan suku bunga biasanya berada dibawah suku bunga komersial yang berlaku pada saat ini.

  Dengan sifatnya yang masal maka menjadikan bank tidak mungkin menganalisa satu persatu debiturnya, disamping itu banyaknya jumlah debitur yang juga tidak paham tentang pencatatan keuangannya sehingga data-data untuk analisa sulit didapatkan, ini penyebab terjadinya analisa secara bank tehnis tidak memenuhi syarat.

2.3.2 Jenis-Jenis Kredit Sektor Pertanian

  kehati-hatian menjadi pendukung utama dalam memacu pengembangan sektor pertanian, tanpa adanya dukungan dari lembaga perbankan maka sangat sulit diperoleh atau dicapainya pertumbuhan yang signifikan pada sektor riil khususnya sektor pertanian.

  Lembaga perbankan harus dipacu untuk selalu mengembangkan kebijakan yang selalu searah dan sejalan dengan pengembangan sector pertanian, untuk itu lembaga perbankan diupayakan tetap eksis membiayai kredit pada sektor pertanian dengan mengupayakan kredit bersubsidi maupun kredit dengan bunga dibawah kredit komersil.

  Menurut Rachmat & Maya (2003), adapun jenis

  • – jenis kredit pada program sektor pertanian antara lain adalah: 1.

  Kredit Usaha Tani Kredit Usaha Tani (KUT) merupakan kredit yang diberikan kepada para petani guna mendukung peningkatan produksi pangan melalui pembiyaan usaha tani dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura. Kredit ini disalurkan melalui Kelompok Tani, KUD maupun LSM yang telah direkomendasikan oleh dinas-dinas terkait diluar perbankan. KUT ini merupakan fasilitas kredit berprioritas tinggi yang mengandung unsur subsidi, serta KUT ini pada dasarnya merupakan kelanjutan dari kredit Bimas yang pada masa order baru hanya disalurkan melalui Bank Rayat Indonesia (BRI) yang sepenuhnya didukung oleh Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), Hasil nyata dari program ini terlihat tercapainya swasembada beras pada tahun 1984. Dalam perkembangannya Bank Danamon, Bank Pembangunan Daerah). Kredit ini bersifat masal, pemberian kredit ini disesuaikan dengan musim tanam dan dalam jangka waktu hanya satu tahun.

  2. Kredit Kepada Koperasi (KKOP) Kredit KKOP ini bertujuan untuk mengembangkan koperasi dibidang agribisnis terutama untuk pengadaan distribusi pangan serta pembiayaan pasca panen kepada koperasi. Kredit Kepada Koperasi (KKOP) adalah kredit investasi dan atau modal dalam rangka pembiayaan usaha agribisnis, yaitu semua kegiatan yang terkait dengan pengadaan dan penyaluran (distribusi) sarana produksi pertanian, budidaya pertanian, pengolahan hasil pertanian dan pemasaran hasil pertanian antara lain sebagai berikut: a.

  Pengadaan padi, palawija, cengkeh, pupuk dan hortikultura

  b. Distribusi beras, gula pasir, minyak goreng dan kedelai c.

  Usaha agribisnis lainnya yang secara langsung mendukung kelancaran usaha anggota koperasi

  3. Program Kredit Usaha Kecil Daerah Aliran Sungai (PKUK-DAS) Kredit Usaha Kecil Daerah Aliran Sungai selanjutnya disebut PKUK-DAS adalah kredit investasi yang digunakan untuk biaya pensertifikatan tanah dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank pelaksana kepada petani dan peternak di daerah aliran sungai. Kredit ini merupakan program pemerintah melalui Departemen Kehutanan bekerja sama dengan bank pelaksana dan instansi terkait lainnya. Kredit ini bersifat masal, pemberian kredit ini disesuaikan dengan tehnis.

4. Kredit Ketahanan Pangan (KKP)

  Kredit ketahanan pangan yang selanjutnya disebut KKP adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank pelaksana kepada petani, peternak, nelayan dan petani ikan, kelompok (tani, ternak,nelayan dan petani ikan) dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar, pengembangan budidaya tanaman tebu, peternak sapi potong, ayam buras dan itik, usaha penangkapan dan budidaya ikan, serta kepada koperasi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung dan kedelai.

2.3.3 Resiko Kredit Sektor Pertanian

  Dalam mengarugi kehidupan, setiap manusia selalu menghadapi resiko, tidak terkecuali kehidupan para petani dalam rangka pengembangan hasil usaha taninya, resiko tersebut yaitu kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian kepada tanaman dan kehidupan para petani sendiri. Pada hakekatnya setiap kegiatan manusia di dunia ini betapapun sederhananya, selalu mengandung berbagai kemungkinan, baik yang positif maupun negatif. Ada kalanya beruntung dan ada kalanya mengalami kerugian.

  Sehinga dapat dikatakan, bahwa setiap kegiatan manusia itu selalu mengandung suatu keadaan yang tidak pasti. Keadaan yang tidak pasti itu adalah sebagai suatu keadaan yang dengan penuh tanda tanya, kemungkinan menderita kerugian itu akan menimbulkan suatu peranan yang tidak aman. Keadaan tidak pasti yang menimbulkan rasa tidak aman terhadap setiap kemungkinan menderita suatu peristiwa yang menciptakan kerugian sehingga menimbulkan rasa tidak aman.

  Menurut TjiptoAdinugroho (1997) Resiko merupakan salah satu unsur dari suatu pemberian kredit, resiko sebagai suatu yang dihadapi akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan dan kontra prestasi yang akan diterima kelak kemudian hari, semakin lama jangka waktu kredit diberikan semakin tinggi tingkat resiko yang mungkin terjadi. Sesuatu ketidak pastian dimasa mendatang sebagai sebab yang mendasari munculnya resiko. Resiko dapat diartikan sebagai kemungkinan-kemungkinan menderita kerugian, sehingga didalamnya terkandung pengertian negatif.

  Resiko menurut GE.Golding Pada hakekatnya resiko itu dapat menimpa pada setiap orang, baik secara pribadi atau dalam kelompok termasuk badan hukum. Disamping itu resiko dapat pula menimpa pada kegiatan-kegiatan manusia pada umumnya, baik kegiatan yang sederhana sampai kegiatan-kegiatan lain yang paling komplek misalnya : kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan, industri, penggangkutan dan sebagainya. Upaya untuk menanggulangi, mengelakan, mengurangi, atau memperkecil resiko tersebut adalah dengan jalan mengalihkan pada pihak lain berdasarkan perjanjian.

  Kredit sektor pertanian, merupakan kredit yang diberikan kepada para petani dalam rangka mengembangkan hasil usaha tani, para petani tersebut dalam menjalankan usahanya banyak menghadapi resiko yaitu kemungkinan- kemungkinan peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian kepada tanaman, yang bank. Salah satu usaha untuk mengatasi kemungkinan menderita kerugian tersebut adalah melalui Asuransi Hasil Pertanian. Sebagaimana yang diatur dalam

  pasal 299 sampai dengan pasal 301 Kitab Undang Undang Hukum dagang (KUHD) kita. Asuransi hasil pertanian sebagaimana diatur dalam KUHD tersebut bersifat sukarela, oleh karena itu ditutupnya asuransi terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen tergantung dari kehendak petani sendiri,.Sifat sebagai asuransi sukarela ini pada umumnya tidak dipahami oleh para petani, sehingga asuransi ini kurang memasyarakat sehingga dapat dipahami jika sebagian besar petani tidak melakukan penutupan asuransi hasil pertaniannya.

2.3.4 Fasilitas Kredit Sektor Pertanian

  Dengan telah dicabutnya KLBI sesuai Undang Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, maka sulit mengharapkan bank -bank umum secara sukarela untuk mengubah visi dan misinya perbankan untuk mendukung pengembangan kredit pada sektor pertanian. Tanpa adanya kebijakan dari pemerintah baik pusat maupun daerah (sesuai otonomi daerah), kesinambungan pengembangan kredit pada sektor pertanian ini akan terganggu karena tingginya resiko kegagalan pengembalian kredit dan lemahnya akuntabilitas serta tidak jelasnya pertanggung jawaban dalam pemberian kredit pada sektor pertanian.

  Disamping kelemahan-kelemahan yang ada pada sektor pertanian, disisi perbankan menjadikan semakin jauhnya kucuran kredit pada sector pertanian.

  Seperti telah disebutkan terdahulu, bahwa kredit pada sektor pertanian sebagian besar adalah kredit program yang pendanaannya seluruhnya (100 %) berasal dari KLBI misalnya seperti KUT, atau KKP. Dalam pelaksanaan pemberian kredit pada sektor pertanian diluar dari kredit program yang pendanaannya dengan KLBI, kebanyakan bank pelaksana tidak dapat memberikan perhatian penuh pada sektor pertanian ini, karena pada sector pertanian ini memerlukan penanganan yang serius dan spesifik yang tidak sama dengan penanganan pada pemberian kredit pada sektor usaha lainnya, seperti pada sektor usaha perdagangan atau konsumsi yang saat ini sedang dilakukan oleh hampir semua bank.

  Menurut Wiraatmadja Rasjim dkk (2997), Kredit pada sektor pertanian ini pada umumnya adalah kredit program yang merupakan kredit masal atau bersifat kelompok. Proses pengucuran kredit program ini dimulai dari petani yang tergabung dalam kelompok tani menyusun Rencana Difinitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) adalah rencana kebutuhan modal kerja dan atu investasi kelompok untuk usaha pertanian yang disusun berdasarkan musyawarah anggota keolompok. RDKK tersebut kemudian diajukan kepada Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) untuk mendapatkan persetujuan tehnis, setelah ditanda tangani petugas PPL, RDKK tersebut diajukan kepada Dinas tehnis yaitu dinas yang mebidangi pertanian, setelah disetujui oleh dinas tehnis baru diajukan pada Bank yang ditunjuk (Bank pelaksana).

  Petugas Penyuluh Lapangan sebagai pelaksana tugas dan tanggung jawab membimbing dan meningkatkan kemampuan petani/kelompok tani dalam menerapkan program-program pemerintah. Peranan pembinaan dari Dinas Tehnis dalam proses penyusunan RDKK tersebut akan menentukan validitas data kebutuhan kredit bagi petani, sebab data-data yang tersusun dalam RDKK tersebut merupakan sumber data utama bagi petugas bank (Analis Kredit) dalam menganalisa kebutuhan riil dari para petani maupun kelompok tani, Berkas permohonan kredit dengan dilampiri RDKK yang telah disetujui oleh pejabat dinas tehnis terkait tersebut selanjutnya akan dianalisa kelayakannya oleh bank.

  Keputusan bank menerima maupun menolak permohonan kredit tersebut akan melihat pada pola penyalurannya, yaitu: a.

  Kredit dengan pola penyaluran Executing, disini bank sebagai pelaksana, resiko atas kredit tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab bank.

  b. Kredit dengan pola penyaluran Chanelling, disini bank sebagai penyalur dan keputusan atas permohonan kredit ditentukan oleh pihak yang terkait, dalam hal ini kedudukan bank hanya sebagai penyalur saja dan tidak menanggung resiko atas kredit tersebut, sehingga bank tidak akan menganalisa sesuai standar bank tehnis yang ada dan cukup berdasarkan pada RDKK yang telah disetujui oleh pejabat dinas tehnis terkait.

  Dari kedua pola penyaluran tersebut, memang pola penyaluran chanelling yang bagi bank tidak ada permasalah fungsi bank pada dasarnya tidak lebih sebagai pelaksana (handing bank), sedang pada pola penyaluran executing bank memerluhan analisa lebih mendalam sesuai ketentuan bank tehnis walapun RDKK Dengan semakin dikuranginya Kredit Likuiditas Bank Indonesia, maka perbankan nasional dituntut untuk menggali sendiri dana-dana murah baik dari masyarakat maupun dari kerja sama dengan pihak ketiga, agar tetap eksis mengembangkan kredit pada pengusaha ekonomi lemah (UKM) pada umumnya dan sektor pertanian pada khususnya sesuai dengan fungsinya bank sebagai penyedia modal atau pemberi fasilitas kredit.

2.4 Konsep Pendapatan

  Suatu kegiatan perekonomian yang bergerak dalam sektor apapun dalam penentuan tingkat produksi akan memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan dihasilkan dalam suatu produksi. Dengan efisiensi biaya produksi maka akan mencapai profit/keuntungan yang maksimum karena profit merupakan salah satu tujuan penting dalam berusaha. Menurut Winardi (1997), pendapatan adalah seluruh uang atau hasil material lainnya yang diterima seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi.

  Mankiw (2007) mengatakan bahwa apabila seluruh perusahaan dalam perekonomian adalah kompetitif dan memaksimalkan laba, maka setiap factor produksi dibayar berdasarkan kontribusi marjinalnya pada proses produksi. Upah riil yang dibayar kepada setiap pekerja sama dengan produk marjinal tenaga kerja (marginal product of labor, MPL) dan harga sewa riil yang dibayar kepada setiap pemilik modal sama dengan produk marjinal modal (marginal product of capital, MPK). Karena itu upah riil total yang dibayar kepada tenaga kerja adalah MPL x Pendapatan yang tersisa setelah perusahaan membayar faktor-faktor produksi adalah laba ekonomis (economic profit) dari para pemilik perusahaan.

  Laba ekonomis riil adalah: Laba Ekonomis = Y . (MPL x L ) . (MPK x K) ............(2.3.1)

  Karena kita ingin menghitung distribusi pendapatan nasional, kita ubah persamaan di atas menjadi: Y = (MPL x L) + (MPK x K) + Laba Ekonomis ...........(2.3.2)

  Pendapatan total dibagi diantara pengembalian kepada tenaga kerja, pengembalian kepada modal, dan laba ekonomis.

  Maka dapat diketahui laba ekonomis bahwa jika fungsi produksi memiliki sifat skala hasil konstan, yang kerap terjadi, maka laba ekonomis harus sama dengan nol. Yaitu tidak ada yang tersisa setelah faktor-faktor produksi dibayar. Kesimpulan ini mengikuti hasil matematis yang dikenal dengan Teorema Euler (dalam Mankiw, 2007), yang menyatakan bahwa jika fungsi produksi memiliki skala hasil konstan, maka: F (K,L) = (MPK x K) + (MPL x L) ............................(2.3.3)

  Jika setiap faktor produksi dibayar pada produk marjinalnya, maka jumlah pembayaran faktor ini sama dengan output total. Dengan kata lain skala hasil konstan, maksimasi laba, dan persaingan sama-sama mengimplikasikan bahwa laba ekonomis adalah nol. Namun demikian dalam dunia nyata, sebagian perusahaan memiliki modal sendiri, dan bukan menyewa modal yang mereka gunakan. Karena pemilik perusahaan dan pemilik modal adalah sama, laba Pendapatan total rumah tangga petani adalah penjumlahan antara pendapatan dari usaha tani, pendapatan non usaha tani, pendapatan dari bekerja di rumah tangga, pendapatan bukan hasil bekerja serta pendapatan yang diperoleh dengan meminjam (kredit). Pendapatan yang siap dibelanjakan adalah pendapatan total dikurangi pajak. Pendapatan yang siap dibelanjakan akan dialokasikan untuk memperoleh kepuasan rumah tangga melalui fungsi pengeluaran.

2.5 Konsep Tanaman Kelapa Sawit

  Sejarah kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam yang kemudian ditanam di kebun Raya Bogor. Perintis budidaya perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan oleh Adrien Hallet (berkebangsaan Belgia) pada tahun 1911, yang kemudian diikuti oleh K. Schadt budidaya perkebunan kelapa sawit ini hingga mulai berkembang di Indonesia. Di Sumatera perkebunan kelapa sawit ini mulai berkembang berlokasi di bagian Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh hingga luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha. Tanaman kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis (daerah khatulistiwa).

  Tanaman kelapa sawit mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan tanaman lainnya (penghasil minyak nabati). Keunggulan tersebut dapat dilihat dari segi produktivitas minyak kelapa sawit tersebut sehingga harga produksi menjadi lebih ringan. Masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang dikeluarkan petani. Dari segi hama dan penyakit tanaman kelapa sawit termasuk tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit jika dibandingkan dengan tanaman lainnya. Selain itu jika dilihat dari kebutuhan konsumsi orang terhadap minyak kelapa sawit hingga mencapai ratarata 25 kg/tahun.

  Sampai saat ini tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sub sector penyumbang devisa non migas yang terbesar karena minyak sawit dan inti sawitnya telah di ekspor ke luar negeri sehingga saat sekarang tanaman kelapa sawit merupakan primadona bagi masyarakat Indonesia. Dengan begitu baiknya prospek kelapa sawit tersebut telah mendorong pemerintah untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit tersebut.

2.6 Meningkatkan Pendapatan Petani

  Peran sektor pertanian yang utama adalah sebagai penyedia pangan bagi penduduk. Jenis komoditas pangan yang dihasilkan oleh sektor pertanian akan sangat tergantung dari pola konsumsi masyarakat. Pelaksanaan diversifikasi konsumsi pangan secara bertahap akan mengubah pola produksi pertanian di tingkat petani (diversifikasi produksi pertanian). Petani akan memproduksi komoditas yang banyak dibutuhkan oleh konsumen dan yang memiliki harga cukup tinggi. Kondisi ini akan membawa dampak pada peningkatan pendapatan petani. Mereka tidak lagi tergantung pada komoditas padi sebagai sumber pendapatan usahataninya, tetapi dapat mencoba tanaman lain yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Hal ini juga secara ekplisit dituangkan dalam PP No.

  68 yang menyebutkan bahwa penganekaragaman pangan dilakukan dengan Anonimus (2006), berpendapat bahwa usaha pembuatan aneka tepung lokal dan olahannya memiliki prospek yang cerah dan dapat dikembangkan di daerah-daerah yang memiliki potensi ketersediaan bahan pangan lokal, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan, membuka lapangan kerja dan meningkatkan ketahanan pangan nasional, sehingga layak dipromosikan.

  2.7 Kerangka Konseptual

  Kredit pangan Jumlah pohon sawit Pendapatan Jumlah petani sawit

  Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap

Peningkatan Pendapatan Petani Sawit di Kecamatan P. Rakyat Asahan

  2.8 Hipotesis

  Hipotesa merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada yang masih perlu dikaji kebenarannya melalui data-data yang terkumpul.

  Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesanya adalah sebagai berikut: 1.

  Ada pengaruh kredit pangan, jumlah pohon sawit, dan jumlah petani sawit terhadap pendapatan petani sawit secara simultan.

  2. Ada pengaruh kredit pangan terhadap pendapatan petani sawit secara parsial.

  Ada pengaruh jumlah pohon sawit terhadap pendapatan petani sawit secara parsial.

  4. Ada pengaruh jumlah petani sawit terhadap pendapatan petani sawit secara parsial.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak di Indonesia

0 0 21

I. Identitas Responden - Analisis Pengaruh Atribut Produk, Harga, dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian i-Phone pada Konsumen di Apple Store Sun Plaza Medan

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Perilaku Konsumen - Analisis Pengaruh Atribut Produk, Harga, dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian i-Phone pada Konsumen di Apple Store Sun Plaza Medan

0 3 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pengaruh Atribut Produk, Harga, dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian i-Phone pada Konsumen di Apple Store Sun Plaza Medan

0 2 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bencana - Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Intrinsik Pegawai SAR dalam Memberikan Pelatihan Pertolongan Pertama Korban Bencana terhadap Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan

0 0 28

Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Intrinsik Pegawai SAR dalam Memberikan Pelatihan Pertolongan Pertama Korban Bencana terhadap Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan

0 1 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Penelitian - Hiperrealitas dalam Trilogi Film Huner Games (Analisis Semiotika Hiperrealitas Simbol Pemberontakan Salam Tiga Jari Dalam Trilogi Film Hunger Games)

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Konteks Masalah - Hiperrealitas dalam Trilogi Film Huner Games (Analisis Semiotika Hiperrealitas Simbol Pemberontakan Salam Tiga Jari Dalam Trilogi Film Hunger Games)

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pengaruh Pembobotan Dengan Metode Nguyen Widrow Dalam Backpropagation Untuk Prediksi

0 0 21

C. Variabel - Variabel Penelitian - Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Peningkatan Petani Sawit di Kecamatan P.Rakyat Asahan

0 0 15