HUBUNGAN UMUR, PARITAS, TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN IBU DENGAN KEJADIAN ABORTUS DI RUANG VERLOS KAMER BERSALIN RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN DEWI RAKASIWI, S.SiT AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN LATAR BELAKANG - Tampilan HUBUNGAN UMUR,
HUBUNGAN UMUR, PARITAS, TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN IBU
DENGAN KEJADIAN ABORTUS DI RUANG VERLOS KAMER BERSALIN RSUD
DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN
DEWI RAKASIWI, S.SiT
AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN
LATAR BELAKANG World Health Organization (WHO)memperkirakan diseluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus. Sekitar 13 % dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi abortus dan sekurangnya 95 %, yaitu 19 dari setiap 20 tindakan abortus diantaranya terjadi di Negara berkembang ( Widyaastuti Y.& Dina Kaspa, 2007 ). Di Indonesia angka kematian Ibu (AKI) menurut survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2002/2003) masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup. Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Menurut sensus penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15
- – 49 tahun, dan dari jumlah tersebut terdapat 23 kasus abortus per 100 kelahiran hidup ( Utomo,2001 ).
Mengenai penyebab kematian bahwa 90% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, toksemia gravidarum, infeksi, partus lama dan komplikasi abortus. Perdarahan merupakan penyebab kematian kedua yang paling penting. Perdarahan dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap. Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya abortus. Beberapa karakteristik umum dapat didefinisikan yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, tinggal di daerah perkotaan, status perkawinan, umur dan paritas. Sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia ditemukan bahwa insiden abortus lebih tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan.
(Widyaastuti Y. & Dina Kaspa, 2007) Menurut data di ruang Verlos Kamar
Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin, pada tahun 2008 ada 101 ibu yang mengalami abortus, pada tahun 2009 ada 125 ibu yang mengalami abortus, sedangkan pada tahun 2010 ibu yang mengalami abortus ada 186 orang.
Berdasarkan data di atas kasus abortus dari tahun 2008 sampai 2010 terjadi peningkatan sebesar 85 kasus ( 54 %) sehingga penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan Umur, Paritas, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang Verlos Kamer Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013”
METODE
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah survey analitik. Metode penelitian survey analitik adalah survey penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2010).
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Cross
sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara factor- sekunder yang diambil dari register di faktor risiko dengan efek, dengan cara Ruang VK bersalin Dr. H. Moch. Ansari pendekatan , observasi, atau pengumpulan Saleh Banjarmasin Tahun 2013. data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo,2010).
Dalam rancangan ini peneliti mencoba menggali hubungan Umur, Paritas, Tingkat Pada penelitian ini model yang
Pendidikan dan Pekerjaan ibu dengan digunakan adalah survey analitik. Metode kejadian abortus di Ruang Verlos Kamer penelitian survey analitik adalah survey bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh penelitian yang mencoba menggali Banjarmasin Tahun 2013. bagaimana dan mengapa fenomena
Populasi dalam penelitian ini adalah kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2010). keseluruhan ibu yang mengalami abortus di
Adapun pendekatan penelitian yang Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. digunakan adalah cross sectional. Cross
Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013
sectional adalah suatu penelitian untuk
sebanyak 186 orang yang mengalami mempelajari dinamika korelasi antara abortus. Sampel adalah sebagian yang factor-faktor risiko dengan efek, dengan diambil dari keseluruhan objek yang diteliti cara pendekatan , observasi, atau dan dianggap mewakili seluruh populasi pengumpulan data sekaligus pada suatu (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini saat (Notoatmodjo,2010). menggunakan Sampling jenuh yaitu teknik 1.
Analisis Univariat penentuan sampel yang mana semua Dilakukan pada tiap variabel anggota populasi digunakan sebagai sampel dari hasil penelitian, yakni variable
Istilah lain dari sampling jenuh adalah umur, paritas, tingkat pendidikan, sensus (Setiawan & Saryono, 2010). Sampel perkejaan dan abortus. Pada umumnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam analisis ini hanya menghasilkan seluruh ibu yang mengalami abortus di distribusi dan persentase dari tiap Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. variable. Data yang telah dikumpulkan
Ansari Saleh Banjarmasin pada tahun 2013 meliputi umur, paritas,tingkat sebanyak 186 orang. pendidikan, pekerjaan dan abortus
Pengambilan sampel dalam penelitian diklasifikasikan sesuai kategori ini secara Non Probability Sampling dengan masing-masing data, ditabulasi dan
porposive sampling dimana pengambilan
dipresentasikan dalam bentuk sampel secara purposive didasarkan pada distribusi frekuensi kemudian suatu pertimbangan tertentu yang dibuat dianalisis secara deskriftif. Adapun oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau rumus yang digunakan dalam analisis sifat-sifat populasi yang sudah diketahui univariat ini yaitu, (Sudijono,2008) : sebelumnya (Notoadmodjo, 2010).
Sedangkan penetuan jumlah sampel f menggunakan teknik Sampling Jenuh yaitu
P = x 100 % teknik penentuan sampel yang mana semua N anggota populasi digunakan sebagai sampel.
Istilah lain dari sampling jenuh adalah Keterangan: sensus (Setiawan & Saryono, 2010).
P : Angka persentase Metode yang digunakan untuk f : ftekuensi yang sedang dicari mengumpulkan data ini adalah data persentasenya N : Jumlah frekuensi / banyaknya HASIL individu A.
Uji Normalitas, Multikolinieritas dan 2.
Outler Analisis Bivariat
Dilakukan terhadap dua variable 1.
Uji Normalitas yang diduga berhubungan atau a.
Abortus berkorelasi. Dalam analisis ini dapat Tabel 4.1 Distribusi frekuensi dilakkan pengujian statistic denngan Berdasarkan Kasus menggunakan Chi Square untuk Abortus di Ruang VK mengetahui ada tidaknya hubungan Bersalin RSUD Dr. antara variabel bebas dan variabel
H. Moch. Ansari terikat dengan tingkat kemaknaan Saleh Banjarmasin Tahun 2013. α0,05 dan tingkat kepercayaan 95%. Kriteria uji hubungan antara variabel
No. Abortus Frekuensi Persentase (%)
penilitian berdasarkan nilai P yang
1 Abortus 112
60
dihasilkan dibandingkan dengan nilai
Inkomplet
kemaknaan yang dipilih α 0,05. Bila P
2 Abortus Lainnya 74 39,8
< 0,05 maka Ha di terima dan Ho
TOTAL 186 100
ditolak artinya ada hubungan antara Sumber : Analisis Data Sekunder variable dependen dengan variable
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan independen, bila P>0,05 maka Ho di hasil bahwa sebagian besar ibu terima dan Ha di tolak artinya tidak mengalami abortus inkomplet di Ruang ada hubungan antara variable
VK Bersalin yaitu sebanyak 112 orang ( dependen dengan variable independen, 60 % ). Adapun rumus Chi Square ( Sabri & b.
Umur Ibu yang mengalami Abortus Sutanto, 2009).
Tabel 4.2 l Distribusi frekuensi berdasarkan Umur Ibu yang2
∑ ( O – E ) mengalami Abortus di
2 =
X Ruang VK Bersalin RSUD ∑ E
Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013. Keterangan :
No Umur Frekuensi Persentase
2 X : statistic Uji Chi Square
(%)
∑ : Jumlah
1 Beresiko (<20 & > 95 51,1
35 Tahun)
O : Frekuensi yang diamati
2 Tidak Beresiko 91 48,9
E : Nilai (frekuensi) yang diharapkan
(20-35 Tahun) TOTAL 186 100
Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori umur Beresiko ( < 20 & > 35 tahun ) yaitu sebanyak 95 orang ( 51,1 % ). c. besar ibu yang mengalami abortus
Paritas Ibu yang mengalami Abortus
Tabel 4.3 l Distribusi frekuensi adalah ibu yang termasuk dalam berdasarkan Paritas Ibu kategori Tingkat Pendidikan Rendahyang mengalami Abortus di yaitu sebanyak 110 orang ( 59,1 Ruang VK Bersalin RSUD % ). Dr. H. Moch. Ansari Saleh e.
Pekerjaan Ibu yang mengalami Banjarmasin Tahun 2013. Abortus
Tabel 4.5 Distribusi frekuensiNo. Paritas Frekuensi Persentase
berdasarkan Pekerjaan
(%)
Ibu yang mengalami
1 Beresiko
39
21 Abortus di Ruang VK ( > 4 )
Bersalin RSUD Dr. H.
2 Tidak 147
79 Moch. Ansari Saleh beresiko ( < 4 )
Banjarmasin Tahun
TOTAL 186 100 2013.
Sumber : Analisis Data Sekunder
N Pekerja Frekue Persent
Berdasarkan tabel
4.4
o. an nsi ase (%)
didapatkan hasil bahwa sebagian
1 Bekerja
59 31,7 besar ibu yang mengalami abortus
2 Tidak 127 68,3
adalah ibu yang termasuk dalam bekerja kategori paritas tidak beresiko ( < 4 )
TOTAL 186 100
yaitu sebanyak 147 orang ( 79 Sumber : Data Sekunder %).
Berdasarkan tabel
4.6 d. Tingkat Pendidikan Ibu yang didapatkan hasil bahwa sebagian mengalami Abortus besar ibu yang mengalami abortus
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi adalah ibu yang termasuk dalamberdasarkan Tingkat kategori ibu yang yang tidak bekerja pendidikan Ibu yang yaitu sebanyak 127 orang ( 68,3 mengalami Abortus di % ). Ruang
VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch.
2. Ansari Saleh Multikolinieritas a.
Banjarmasin Tahun 2013.
Hubungan Umur dengan Kejadian Abortus
Tabel 4.6 Distribusi frekuensiN Tingkat Frekue Persent
Berdasarkan Hubungan
o. Pendidik nsi ase (%)
Umur ibu dengan
an
Kejadian Abortus di
1 Rendah 110 59,1
Ruang
VK Bersalin
2 Menenga
55 29,6 RSUD Dr. H. Moch. h
Ansari Saleh
3 Tinggi
21 11,3 Banjarmasin Tahun 2013.
TOTAL 186 100
Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel
4.5 didapatkan hasil bahwa sebagian
Kasus Abortus
mengalami abortus inkomplet dan
Abortus Abortus TOTAL Umur
dari 147 ibu tidak beresiko ( < 4 )
Inkomplet lainnya
terdapat 87 ibu ( 59,2 % ) yang
n % n % N % Beresiko ( <20 &
mengalami abortus inkomplet.
65 68,4 30 31,6 95 100 >35 Tahun )
Hasil Statistik dengan
Tidak beresiko 47 51,6 44 48,4 91 100
menggunakan uji chi square
(20-35 tahun ) TOTAL 112 60,2 74 39,8 186 100
didapatkan nilai p 0,708 maka p > α, ini berarti H ditolak H diterima,
a o Uji Chi square p 0,029 α 0,05
artinya tidak ada hubungan antara Sumber : Analisis Data Sekunder paritas ibu dengan kejadian abortus
Berdasarkan tabel 4.7 dapat di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. dilihat dari 95 ibu umur beresiko ( < 20
Moch. Ansari Saleh Banjarmasin & > 35 Tahun ) terdapat 65 ibu ( 68,4 % Tahun 2013. ) yang mengalami abortus inkomplet dan
c. Tingkat Pendidikan Hubungan dari 91 ibu tidak beresiko ( 20-35 tahun ) dengan Kejadian Abortus terdapat 47 ibu ( 51,6 % ) yang
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi mengalami abortus inkomplet.Berdasarkan Hubungan Hasil Statistik dengan menggunakan
Tingkat Pendidikan ibu uji chi square didapatkan nilai p 0,029 dengan Kejadian
a diterima H o
maka p < α, ini berarti H Abortus di Ruang VK ditolak, artinya ada hubungan antara Bersalin RSUD Dr. H. umur ibu dengan kejadian abortus di
Moch. Ansari Saleh Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Banjarmasin Tahun Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013. 2013.
b.
Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus
Kasus Abortus TOTAL Tingkat Abortus Abortus
Tabel 4.7 l Distribusi frekuensiPendidikan Inkomplet lainnya
Berdasarkan Hubungan
n % N % N %
Paritas ibu dengan Kejadian
Rendah 72 65,5 38 34,5 110 100
Abortus di Ruang
VK
Menengah 32 58,2 23 41,8 55 100 Bersalin RSUD Dr.
H.
Tinggi 8 38,1 13 61,9 21 100
Moch. Ansari Saleh TOTAL
112 60,2 74 39,8 186 100 Banjarmasin Tahun 2013. Uji Chi square p 0,059 α
0,05 Kasus Abortus
Sumber : Analisis Data Sekunder
Abortus Abortus TOTAL Paritas
Berdasarkan tabel 4.9 dapat
Inkomplet lainnya
dilihat dari 110 ibu yang memiliki
n % n % N %
pendidikan rendah terdapat 72 ibu
Beresiko ( >4 ) 25 64,1 14 35,9 39 100 Tidak beresiko
(65,5%) yang mengalami abortus
87 59,2 60 40,8 147 100 (<4 )
inkomplet, dari 55 ibu yang memiliki
TOTAL 112 60,2 74 39,8 186 100
pendidikan menengah, terdapat 32
Uji Chi square p 0,708 α
ibu (58,2%) yang mengalami abortus
0,05
inkomplet dan dari 21 ibu yang Sumber : Analisis Data Sekunder memiliki pendidikan tinggi terdapat
Berdasarkan tabel 4.8 dapat 8 ibu ( 38,1 % ) yang mengalami dilihat dari 39 ibu beresiko ( >4) abortus inkomplet. terdapat 25 ibu ( 64,1 % ) yang
Hasil Statistik dengan PEMBAHASAN menggunakan uji chi square
1. Kejadian abortus Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan didapatkan nilai p 0,059 maka p > α, ini berarti H a ditolak H o diterima, hasil bahwa sebagian besar ibu artinya tidak ada hubungan antara mengalami abortus inkomplet di Ruang tingkat pendidikan ibu dengan
VK Bersalin yaitu sebanyak 112 orang ( kejadian abortus di Ruang VK 60 % ). Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Menurut manuaba (1998), Saleh Banjarmasin Tahun 2013. kejadian abortus sulit di ketahui, karena
d. Pekerjaan dengan sebagian besar tidak dilaporkan dan Hubungan
Kejadian Abortus banyak di lakukan atas permintaan,
Tabel 4.9 l Distribusi frekuensi keguguran spontan di perkirakan sebesarBerdasarkan Hubungan
10
- – 15 %. Data yang diperoleh dari Pekerjaan ibu dengan RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Kejadian Abortus di Banjarmasin Tahun 2013 terdapat 186 Ruang
VK Bersalin kasus abortus dari tahun 2008 sampai RSUD Dr. H. Moch. 2010 terjadi peningkatan sebesar 85 Ansari Saleh kasus ( 54 %) kasus abortus, hal ini Banjarmasin Tahun 2013. berarti bahwa kejadian abortus di RSUD
Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin
Kasus Abortus
masih tinggi. Menurut Saifuddin ( 2008 )
TOTAL Abortus Abortus
dikenal berbagai macam abortus sesuai
Pekerjaan Inkomplet lainnya
dengan gejala, tanda dan proses patologi
n % n % N %
yang terjadi, yaitu Abortus Inkompletus,
Bekerja 31 52,2 28 47,5 59 100
Abortus Imminens, Abortus kompletus,
Tidak Bekerja 81 63,8 46 36,2 127 100
Abortus Insipiens, Abortus Habitualis,
TOTAL 112 60,2 74 39,8 186 100
Abortus infeksiosus (
Missed abortion, Uji Chi square p 0,145 α
septik ), Kelainan Anembrionik
0,05 (Blighted ovum) dan menurut
Sumber : Analisis Data Sekunder Wiknjosastro (2006), Faktor yang
Berdasarkan tabel 4.10 dapat menyebabkan abortus adalah karena dilihat dari 59 ibu bekerja terdapat kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, 31 ibu ( 52,2 % ) yang mengalami kelainan traktus genitalis, kelainan pada abortus inkomplet dan dari 127 ibu plasenta, dan penyakit ibu. tidak bekerja terdapat 81 ibu ( 63,8
Menurut Anonim (2009), faktor % ) yang mengalami abortus predisposisi kejadian abortus yaitu usia inkomplet. ibu yang lanjut, riwayat obstetri dan
Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi ginekologi yang kurang baik, paritas ibu didapatkan
square
nilai p 0,195 maka p > α, yang tinggi, riwayat infertilitas, penyakit ini berarti H ditolak H diterima, artinya
a o
yang menyertai kehamilam dan trauma tidak ada hubungan antara Pekerjaan ibu abdomen. dengan kejadian abortus di Ruang VK
Menurut Saifuddin (2008), Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh abortus inkomplet adalah sebagian Banjarmasin Tahun 2013. jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium ekternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa.
Pada penelitian ini abortus inkomplet merupakan yang paling banyak. Hal ini di sebabkan karena kebanyakan ibu-ibu yang datang mengalami perdarahan sampai mengalami anemia yang di karenakan berbagai macam sebab seperti terkena benturan yang keras dan gizi yang buruk dan beberapa faktor lain yang tidak diketahui sebabnya.
Menurut Derek L. (2005) pada kebanyakan kasus, abortus yang sering terjadi adalah abortus inkomplet, karena kebanyakan ibu mengalami perdarahan yang disertai kontraksi uterus yang kuat dan menyebabkan dilatasi serviks sehingga abortus tidak dapat dihindarkan.
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori umur Beresiko ( < 20 & > 35 tahun ) yaitu sebanyak 95 orang ( 51,1 % ).
- – > 35 tahun) hal ini sesuai dengan teori yang dikemukankan oleh Hebert Hutabarat (2007), umur ibu dilihat dari kejadian abortus adalah Umur beresiko tinggi yaitu < 20 tahun dan > 35 tahun, umur tidak beresiko yaitu umur 20 - 35 tahun.
Umur ibu yang terlalu muda (< 20 tahun) dan terlalu tua ( > 35 tahun ) dimana uterus belum siap menerima zigot dikarenakan fungsi endometrium belum optimal pada umur ibu < 20 tahun Yudiayuts, ( 2008 ).
Menurut Ari S. (2009) kondisi ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun akan sangat menentukan proses kelahiran nya. Hal itu pun turut mempengaruhi kondisi janinnya, kontraksi uterus juga sangat di pengaruhi oleh kondisi fisik ibu, jika ibu menglami penurunan kondisi, terlebih pada primitua maka keadaan ini harus benar-benar diwaspadai.
Pada usia di atas 35 tahun telah terjadi sedikit penurunan curah jantung yang disebabkan oleh berkurangnya kontraksi miokardium sehingga sirkulasi dan pengambilan O
2
oleh darah di paru-paru juga mengalami penurunan, ditambah lagi dengan peningkatan tekanan darah dan penyakit lainnya yang melemahkan kondisi ibu, sehingga mengganggu sirkulasi darah ibu janin. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi, dimana hasil konsepsi tidak dapat berimplantasi secara maksimal yang mengakibatkan kematian atau lepasnya sebagian atau seluruh dari hasil konsepsi dari tempat implantasinya. Bagian yang terlepas ini dianggap benda asing oleh uterus sehingga uterus berusaha untuk mengeluarkannya dengan cara berkontraksi (Multazamiah, 2003) dalam Yono (2011).
Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu yang memiliki umur beresiko (< 20
2. Umur ibu yang mengalami abortus
3. Paritas ibu yang mengalami abortus Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori paritas tidak beresiko ( < 4 ) yaitu sebanyak 147 orang ( 79 % ).
Menurut Hartanto (2004), paritas ibu dilihat dari kejadian abortus adalah: Paritas beresiko untuk terjadi abortus yaitu > 4, Paritas yang tidak beresiko untuk terjadi abortus < 4.
Menurut Benson, ralph C & Martin L pernol ( 2009 ) jumlah kelahiran sebelumnya merupakan keterangan penting. Sampai kelahiran anak ke-4, terdapat peningkatan kemungkinan keberhasilan kehamilan dengan adanya resiko abortus.
Menurut rochjati (2003), ibu yang pernah melahirkan > 4 maka akan banyak ditemui masalah dalam kehamilannya seperti anemia, kurang gizi, kekendoran dinding perut, dan kekendoran dinding rahim yang bisa menyebabkan terjadinya abortus.
Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu dengan paritas tidak beresiko ( < 4 ). Walaupun pada penelitian ini paritas tidak beresiko banyak terjadi pada kasus abortus tetapi banyak faktor lain yang dapat menyebabkan abortus yaitu karena terkena benturan yang keras dan gizi yang buruk dan beberapa faktor lain yang tidak diketahui sebabnya.
4. Tingkat pendidikan ibu yang mengalami abortus Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori Tingkat Pendidikan Rendah yaitu sebanyak 110 orang ( 59,1 % ).
Umumnya ibu yang mengalami abortus mempunyai pendidikan 1-9 tahun dan memungkinkan abortus pada pendidikan terendah lebih besar dibanding kelompok yang berpendidikan lebih tinggi. Menurut Prawirohardjo (1999), bahwa kejadian abortus pada wanita yang berpendidikan lebih rendah lebih banyak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saiffudin, dkk (2002) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan makin rendah kejadian abortus, yaitu tertinggi pada golongan berpendidikan 10-12 tahun (SMA), secara teoritis diharapkan wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya.
Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu dengan pendidikan rendah. Pendidikan diperlukan mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Ibu-ibu yang mempunyai pendidikan rendah akhirnya akan sering terjadi abortus di karenakan kurang nya informasi yang dapat menunjang kesehatan / kehamilannya.
5. Pekerjaan Ibu yang mengalami Abortus Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori ibu yang yang tidak bekerja yaitu sebanyak 127 orang ( 68,3 % ).
Menurut Wiknjosastro (2007), jika ia hamil, perlu mendapatkan perhatian khusus. Ia harus banyak istirahat hal ini tidak berarti bahwa ia harus tinggal di tempat tidur, tetapi perlu dicegah usaha-usaha yang melelahkan.
Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu yang tidak bekerja. Walaupun ibu tidak bekerja banyak terjadi pada kasus abortus tetapi banyak faktor lain yang dapat menyebabkan abortus yaitu kurangnya pendidikan ibu, gizi yang buruk dan beberapa faktor lain yang tidak diketahui sebabnya.
6. Hubungan Umur dengan Kejadian Abortus
Hubungan umur ibu dengan kejadian abortus dapat dilihat pada tabel 4.7 pada tabel tersebut didapatkan bahwa diantara 95 ibu umur beresiko (<20 & >35 Tahun) terdapat 65 ibu ( 68,4 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 91 ibu tidak beresiko ( 20-35 tahun ) terdapat 47 ibu ( 51,6 % ) yang mengalami abortus inkomplet. Dari hasil tersebut secara persentase, ibu yang memiliki umur <20 dan > 35 lebih banyak mengalami abortus inkomplet di bandingkan umur ibu antara 20
- – 35 tahun.
Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,029 maka p < α, ini berarti H
a
diterima H o di tolak, artinya ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.
Menurut Ari S. (2009) kondisi ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun akan sangat menentukan proses kelahiran nya. Hal itu pun turut mempengaruhi kondisi janinnya, kontraksi uterus juga sangat di pengaruhi oleh kondisi fisik ibu, jika ibu menglami penurunan kondisi, terlebih pada primitua maka keadaan ini harus benar-benar diwaspadai.
Menurut Cunningham (1995) dalam Yono (2011) dikatakan frekuensi abortus bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun. Menurut Yudiayuts (2008) dimana uterus belum siap menerima zigot dikarenakan fungsi endometrium belum optimal pada umur ibu < 20 tahun.
Pada usia di atas 35 tahun telah terjadi sedikit penurunan curah jantung yang disebabkan oleh berkurangnya kontraksi miokardium sehingga sirkulasi dan pengambilan O
2
oleh darah di paru-paru juga mengalami penurunan, ditambah lagi dengan peningkatan tekanan darah dan penyakit lainnya yang melemahkan kondisi ibu, sehingga mengganggu sirkulasi darah ibu janin. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi, dimana hasil konsepsi tidak dapat berimplantasi secara maksimal yang mengakibatkan kematian atau lepasnya sebagian atau seluruh dari hasil konsepsi dari tempat implantasinya. Bagian yang terlepas ini dianggap benda asing oleh uterus sehingga uterus berusaha untuk mengeluarkannya dengan cara berkontraksi (Multazamiah, 2003) dalam Yono (2011).
Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu yang memiliki umur beresiko (< 20 dan > 35 tahun) hal ini sesuai dengan teori yang dikemukankan oleh Hebert Hutabarat (2007), umur ibu dilihat dari kejadian abortus adalah Umur beresiko tinggi yaitu < 20 tahun dan > 35 tahun, umur tidak beresiko yaitu umur 20 - 35 tahun.
7. Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus
Hubungan paritas dengan kejadian abortus dapat dilihat pada tabel 4.8 pada tabel tersebut didapatkan bahwa diantara 39 ibu beresiko (>4) terdapat 25 ibu ( 64,1 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 147 ibu tidak beresiko (<4) terdapat 87 ibu ( 59,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet. Dari hasil tersebut secara persentase, ibu yang memiliki paritas (<4) lebih banyak mengalami abortus inkomplet di bandingkan umur ibu yang paritas (>4).
Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,708 maka p > α, ini berarti H
a
ditolak, artinya tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013. Menurut rochjati (2003), ibu yang pernah melahirkan > 4 maka akan banyak ditemui masalah dalam kehamilannya seperti anemia, kurang gizi, kekendoran dinding perut, dan kekendoran dinding rahim yang bisa menyebabkan terjadinya abortus.
Pada penelitian ini paritas tidak beresiko (<4) merupakan paritas terbanyak dalam kejadian abortus. Penelitian serupa pernah di lakukan oleh Rina Novitasari (2009) dimana penelitian tersebut tidak ada hubungan paritas dengan kejadian abortus, dimana hasil uji chi square diketahui nilai p = 0,091 lebih besar dari α = 0,05.
Walaupun paritas tidak beresiko pada penelitian banyak terjadi pada kasus abortus inkomplet maupun abortus lainnya namun masih banyak faktor lain yang dapat menyebabkan abortus yaitu seperti status gizi, gaya hidup, faktor psikologis serta faktor lingkungan, sosial dan budaya.
Pada penelitian ini dari 186 ibu yang mengalami abortus inkomplet maupun abortus lainnya terdapat 76 (40,9 %) ibu memiliki paritas pertama (G
1 ) dimana ibu baru merasakan
kehamilan, menurut Sulistyawati (2009) ibu yang baru mengalami kehamilan, kurang mempunyai pengetahuan tentang kebutuhan pada masa kehamilan dan belum bisa merubah gaya hidup seperti begadang, berpergian jauh dengan berkendaraan motor dll, gaya hidup ini akan menggangu kesejahteraan bayi yang di kandungnya.
Kejadian Abortus Hubungan paritas dengan kejadian abortus dapat dilihat pada tabel 4.9 pada tabel 3 kategori tersebut didapatkan bahwa diantara 110 ibu pendidikan rendah terdapat 72 ibu ( 65,5 % ) yang mengalami abortus inkomplet, dari 55 ibu yang memiliki pendidikan menengah terdapat 32 ibu ( 58,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 21 ibu yang memiliki pendidikan tinggi terdapat 8 ibu ( 38,1 % ) yang mengalami abortus inkomplet.
Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,059 maka p > α, ini berarti H
a
ditolak H o diterima, artinya tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.
Umumnya ibu yang mengalami abortus mempunyai pendidikan 1-9 tahun dan memungkinkan abortus pada pendidikan terendah lebih besar dibanding kelompok yang berpendidikan lebih tinggi. Menurut Prawirohardjo (1999), bahwa kejadian abortus pada wanita yang berpendidikan lebih rendah lebih banyak, Yudiayuts (2008).
Pendidikan diperlukan mendapatkan informasi misalnya hal- hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Ibu- ibu yang mempunyai pendidikan rendah akhirnya akan sering terjadi abortus di karenakan kurang nya informasi yang dapat menunjang kesehatan / kehamilannya, Yudiayuts (2008).
Akan tetapi pada penelitian ini pendidikan rendah tidak berhubungan dalam kejadian abortus. Ini tidak sesuai dengan teori di atas dan Teori Ari S. (2009) penguasaan pengetahuan erat kaitannya dengan tingkat pendidikan, seseorang penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin baik pula pengetahuannya tentang sesuatu.
8. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan
Penelitian pernah dilakukan oleh Soiha E. dkk (2006) dimana tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan pengetahuan tentang abortus hal ini dimungkinkan karena tidak keseluruhan pengetahuan yang dimiliki ibu diperoleh melalui jenjang pendidikan formal, khususnya pengetahuan tentang abortus.
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN
9. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian
Abortus Hubungan paritas dengan kejadian abortus dapat dilihat pada tabel 4.10 pada tabel tersebut didapatkan bahwa diantara 59 ibu bekerja terdapat 31 ibu ( 52,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 127 ibu tidak bekerja terdapat 81 ibu ( 63,8 % ) yang mengalami abortus inkomplet. Dari hasil tersebut secara persentase, ibu yang yang tidak bekerja lebih banyak mengalami abortus inkomplet di bandingkan umur ibu yang paritas (>4).
Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,145 maka p > α, ini berarti H a ditolak, artinya tidak ada hubungan antara Pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.
Menurut Wiknjosastro (2007), jika ia hamil, perlu mendapatkan perhatian khusus. Ia harus banyak istirahat hal ini tidak berarti bahwa ia harus tinggal di tempat tidur, tetapi perlu dicegah usaha- usaha yang melelahkan.
Pada penelitian ini ibu yang tidak bekerja merupakan yang terbanyak dalam kejadian abortus. Walaupun ibu tidak bekerja banyak terjadi pada kasus abortus inkomplet maupun abortus lainnya tetapi banyak faktor lain yang dapat menyebabkan abortus yaitu kurangnya pendidikan ibu tentang kehamilan, status gizi yang buruk dan beberapa faktor lain yang tidak diketahui sebabnya.
Dari penelitian yang telah di ruang VK bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, dapat di ambil rkesimpulan sebagai berikut :
1. Jumlah ibu yang mengalami abortus di ruang VK bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasinsebanyak 186 orang sebagian besar ibu mengalami abortus inkomplet sebanyak 112 orang ( 60 % ).
2. Umur ibu yang mengalami abortus terbanyak adalah pada umur tidak beresiko (20-40 tahun )sebanyak 141 orang ( 75.8 % ).
3. Paritas ibu yang mengalami abortus terbanyak adalah pada paritas tidak beresiko ( < 4 ) sebanyak 147 orang ( 79 % ).
4. Tingkat Pendidikan ibu yang mengalami abortus terbanyak adalah pada tingkat pendidikan rendah sebanyak 110 orang ( 59.1 % ).
5. Pekerjaan ibu yang mengalami abortus terbanyak adalah pada ibu yang tidak bekerja sebanyak 127 orang ( 68.3 % ).
6. Ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr.
H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.
7. Tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.
8. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.
9. Tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.
SARAN 1.
Diharapkan kepada petugas kesehatan khususnya para bidan di Ruang VK Bersalin RSUD Dr.
H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin untuk memberikan penuluhan kepada ibu hamil tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya abortus dan informasi mengenai pencegahan terjadinya abortus pada ibu hamil serta menyarankan kepada setiap ibu yang akan merencanakan kehamilan untuk lebih memperhitungkan aspek-aspek yang mempengaruhinya.
2. Di harapkan bagi peneliti lain dapat melanjutkan penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian lain dan variabel lain dengan memperluas penelitian.