THE RESOLUTION OF ABSOLUTE COMPETENCE DISPUTE BETWEEN ARBITRATION TRIBUNAL AND COURT OF LAW
PENYELESAIAN SENGKETA KOMPETENSI ABSOLUT ANTARA ARBITRASE DAN PENGADILAN
Kajian Putusan Nomor 10/PDT.G/2010/PN.JKT.PST jo. Putusan Nomor 629/PDT/2011/ PT.DKI jo. Putusan Nomor 862 K/PDT/2013 jo. Putusan Nomor 238 PK/PDT/2014 dan Putusan BANI Nomor 547/XI/ARB-BANI/2013
THE RESOLUTION OF ABSOLUTE COMPETENCE DISPUTE BETWEEN ARBITRATION TRIBUNAL AND COURT OF LAW
Cut Memi
Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara Jl. S. Parman No. 1 Grogol, Jakarta 114550
E-mail: cutmemi@gmail.com
An Analysis of Court Decisions Number 10/PDT.G/2010/PN.JKT.PST jo. Number 629/ PDT/2011/PT.DKI jo. Number 862 K/PDT/2013 jo. Number 238 PK/PDT/2014 and Arbitral Award Number 547/XI/ARB-BANI/2013
Naskah diterima: 21 Maret 2017; revisi: 14 Agustus 2017; disetujui 14 Agustus 2017
Decision Number 238 PK/PDT/2014. On the other settling the case. Based on the analysis in this paper, it hand, the case is also arbitrated by Indonesia National can be concluded that the case between PT B against PT Board of Arbitration (BANI) by Arbitral Award Number CTPI is the authority of arbitration tribunal (BANI) to 547/XI/ARB-BANI/2013 confirming its authority to arbitrate, not court of law. adjudicate the same case. The absolute competence
Keywords: absolute competence, arbitration tribunal, dispute between the two parties need to be resolved
court of law.
by determining which party is actually authorized in
I. PENDAHULUAN
1. Dengan adanya pencantuman klausul
A. Latar Belakang
arbitrase, apabila terjadi perselisihan di antara para pihak, mereka telah
Dalam praktik pembuatan perjanjian bisnis sepakat untuk memilih arbitrase yang
baik nasional maupun internasional sudah dikenal telah ditentukan untuk menyelesaikan
secara umum bahwa para pihak perlu menyepakati perselisihan mereka, dan dengan demikian
mekanisme sekiranya terjadi perselisihan di perkara tersebut secara absolut berada
kemudian hari, meskipun perselisihan itu pada kewenangan arbitrase bukan pada
belum pasti akan terjadi. Upaya preventif lembaga peradilan biasa. Dengan adanya
menghadapi kemungkinan adanya perselisihan klausul arbitrase, para pihak tunduk
itu yaitu dengan mencantumkan klausul tentang kepada aturan yang berlaku pada lembaga
penyelesaian sengketa dalam perjanjian mereka. arbitrase yang dipilih. Misalnya para pihak
Klausul itu diberi judul Settlement of Disputes telah memilih Badan Arbitrase Nasional
yang isinya adalah kesepakatan tentang forum Indonesia (BANI) sebagai forum untuk
mana yang akan menyelesaikan perselisihan menyelesaikan sengketa mereka, maka
para pihak, apakah itu melalui pengadilan atau para pihak harus tunduk pada aturan ( law arbitrase. of procedure) dari BANI;
2. Sesuai dengan asas pakta sunt servanda berkontrak yang merupakan salah satu prinsip
Hal ini didasarkan atas asas kebebasan
yang menyatakan bahwa perjanjian berlaku universal yang telah diakui secara internasional
sebagai undang-undang, maka dengan (Adolf, 2016a: 17). Apabila penyelesaian
adanya klausul arbitrase, para pihak terikat sengketa yang dipilih adalah arbitrase, aturan
untuk menyelesaikan sengketa pada lembaga yang mengatur itu terdapat dalam Undang-
arbitrase yang telah disepakati. Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pasal Dalam praktik, sengketa yang telah terikat
3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dengan perjanjian arbitrase komersial, tetap menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang diajukan juga oleh salah satu pihak ke pengadilan untuk mengadili sengketa para pihak yang telah di Indonesia dan kemudian diadili oleh pengadilan terikat dengan perjanjian arbitrase. Terdapat dan bukan di hadapan arbitrase yang telah dipilih beberapa arti penting yang terkandung dalam oleh para pihak, bahkan putusan pengadilan yang suatu klausul arbitrase yaitu:
menyatakan berwenang untuk mengadili perkara
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134
lanjut pelaksanaan investment agreement tersebut, SHR memberikan surat kuasa khusus yang tidak
Terjadi tarik-menarik atau perebutan dapat dicabut kembali ( irrevocable of power of kewenangan dalam mengadili perkara. Pihak attorney) tanggal 7 Februari 2003 dan 3 Juni
pengadilan melalui Putusan Nomor 10/ 2003 kepada PT B, dengan mengenyampingkan
PDT.G/2010/PN.JKT.PST menyatakan bahwa Pasal 1813, 1814, dan 1816 KUHPerdata.
pengadilan yang berwenang untuk mengadili perkara. Sedangkan BANI melalui Putusan Nomor
Selanjutnya untuk menyehatkan kondisi PT 547/XI/ARB-BANI/2013 juga menyatakan CTPI diperlukan juga berbagai prasarana serta berwenang untuk mengadili perkara dengan program siaran agar perusahaan dapat berjalan. alasan bahwa di dalam investment agreement, Atas dasar hal itu disepakati pula perubahan para pihak telah sepakat untuk menyelesaikan kewajiban PT B dari yang semula terdapat dalam sengketa melalui arbitrase (BANI). Sebagai investment agreement menjadi supplemental contoh kasus dan sekaligus merupakan fokus agreement. Selain itu dalam Pasal 13.2 dan 13.3 kajian dalam tulisan ini adalah perkara antara PT investment agreement, terdapat klausul arbitrase
B melawan PT CTPI.
yang menyatakan:
Perkara ini berawal dari terjadinya krisis 13.2 All controversies arising between the Parties out of or in relation to this
ekonomi global tahun 1998, yang pada saat Agreement, including without limitation, itu banyak bank dan perusahaan yang ditutup
any question relative to its interpretation, oleh pemerintah dan para pemegang sahamnya
performance validity, effectiveness, and the termintation of the rights or obligations of
diwajibkan untuk menyelesaikan hutang- any Party, shall be settled amicably by the hutangnya. Salah satu yang terkena imbas dari
Parties wherever practicable. krisis tersebut adalah grup usaha milik SHR 13.3 If such dispute cannot be resolved (PT CTPI) yang hutang piutangnya kemudian
amicably by the Parties them, it shall be diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan
settled exclusively and finally by arbitration in Jakarta in accordance with the Rules of
Nasional (BPPN). SHR kemudian mencari Badan Arbitrase Nasional Indonesia. investor dengan meminta pertolongan pada
Dalam perjalanan waktu pelaksanaan HT untuk menyelesaikan segala permasalahan
perjanjian, PT B mendalilkan bahwa SHR dkk, mengenai hutang-hutang PT CTPI di BPPN.
ingin menguasai kembali PT CTPI dan tidak Sebagai kompensasinya SHR menjanjikan akan
melaksanakan kewajibannya sebagaimana telah mengeluarkan 75% saham PT CTPI kepada
investor yang dapat membantu menyelamatkan investment agreement dan
ditentukan dalam
PT CTPI. Tanggal 23 Agustus 2002 di antara supplemental agreement yakni menerbitkan dan mengeluarkan 75% saham baru kepada PT B.
para pihak telah ditandatangani surat perjanjian Sementara PT CTPI mendalilkan bahwa PT B telah
( investment agreement) yang pada intinya melakukan perbuatan melawan hukum, karena
menyepakati bahwa PT B berkewajiban untuk telah menyelenggarakan dan menghadiri Rapat
melaksanakan pembiayaan dan restrukturisasi Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB)
hutang-hutang PT CTPI dan sebagai
Penyelesaian Sengketa Kompetensi Absolut Antara Arbitrase dan Pengadilan (Cut Memi)
Putusan Nomor 238 PK/PDT/2014 Pasal 13.3 dari perjanjian investment menguatkan Putusan Nomor 862 K/PDT/2013
agreement menyatakan: jika sengketa demikian dan menyatakan bahwa sengketa gugatan tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan yang diajukan oleh SHR dkk, bukanlah
oleh para pihak, maka akan diselesaikan secara sengketa mengenai hak berdasarkan investment eksklusif dan final melalui arbitrase di Jakarta agreement, sehingga pengadilan negeri sesuai dengan aturan BANI. Akan tetapi pada berwenang memeriksa dan mengadili perkara.
tanggal 18 Agustus 2010, dalam Putusan Nomor PT B kemudian menggugat SHR dengan 10/PDT.G/2010/PN.JKT.PST telah memutuskan mengajukan permohonan ke BANI agar perkara menolak eksepsi kompetensi absolut dari ini diselesaikan secara arbitrase, yang kemudian tergugat turut tergugat I dan turut tergugat III; diterima oleh BANI dengan Putusan Nomor dan menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta 547/XI/ARB-BANI/2013 yang menyatakan sah Pusat berwenang mengadili Putusan Nomor 10/ dan mengikat investment agreement tanggal PDT.G/2010/PN.JKT.PST.
23 Agustus 2002 dan supplemental agreement tanggal 7 Februari 2003 terkait dengan sengketa
Terhadap putusan tersebut, PT B kepemilikan saham PT CTPI yang bersumber
mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi
dari investment agreement.
DKI. Salah satu alasan yang diajukan dalam memori banding adalah karena para pihak
Adanya dua lembaga yang memutus telah terikat dalam investment agreement dan perkara yang sama, terlihat bahwa di satu sisi supplemental agreement yang mengandung pengadilan berpendapat bahwa pengadilan negeri
klausul arbitrase, maka pengadilan negeri tidak yang berwenang mengadili perkara, sedangkan memiliki kewenangan/kompetensi absolut di sisi lain lembaga arbitrase berpendapat bahwa terhadap perkara dimaksud. Pada akhirnya, BANI yang berwenang dalam mengadili perkara. melalui Putusan Nomor 629/PDT/2011/PT.DKI Tindakan tarik-menarik dan pertentangan menerima permohonan banding dari PT B dan kompetensi absolut dalam mengadili perkara menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana dikemukakan di atas tentu tidak berwenang dalam mengadili perkara, dan perlu diselesaikan karena pada dasarnya
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134
saling berbeda satu sama lain. Tujuan tulisan ini adalah untuk meneliti dan
Penyelenggaraan pengadilan didasarkan mengkaji lembaga yang memiliki kewenangan pada kewenangan yang diberikan oleh Undang- absolut dalam mengadili perkara antara PT B Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan melawan PT CTPI. Tulisan ini diharapkan dapat Kehakiman. Sedangkan penyelenggaraan memberikan kontribusi baik secara teoritis, arbitrase didasarkan atas dasar perjanjian yang kepada disiplin ilmu hukum yang ditekuni oleh telah disepakati oleh para pihak, sebagaimana penulis maupun secara praktis kepada para hakim telah diatur dalam Undang-Undang Nomor pengadilan negeri untuk dapat dijadikan acuan
30 Tahun 1999. Para pihak yang menyepakati dalam praktik, khususnya mengenai lembaga supaya sengketa mereka diselesaikan melalui yang berkompeten dalam mengadili perkara yang arbitrase. Tanpa adanya kesepakatan itu, maka telah terikat dengan perjanjian arbitrase. arbitrase tersebut tidak akan ada.
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor D. Tinjauan Pustaka
48 Tahun 2009 mengatakan: Pengadilan 1. Pengertian Kompetensi Absolut
dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan
Kompetensi dari peradilan yang berwenang dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau untuk mengadili suatu perkara adalah hal yang
kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa sangat penting dalam pengajuan gugatan atas dan mengadilinya. Akan tetapi dengan telah suatu perkara, karena apabila gugatan atas suatu diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 perkara diajukan kepada peradilan yang tidak Tahun 1999, maka berdasarkan Pasal 3 telah berwenang untuk itu, maka akan mengakibatkan menyatakan secara tegas bahwa pengadilan ditolaknya perkara tersebut oleh badan peradilan. negeri tidak berwenang mengadili sengketa Dalam hukum acara perdata dikenal dua macam para pihak yang telah terikat dengan perjanjian kewenangan yaitu: arbitrase. Bertitik tolak dari pemikiran-pemikiran
a. Wewenang mutlak atau absolute sebagaimana telah diuraikan di atas, telah pula
competentie.
menarik perhatian dan sekaligus menjadikan motivasi bagi penulis untuk mengkaji dan b. Wewenang relatif atau relative competentie meneliti lebih lanjut permasalahan ini, khususnya
(Sutantio & Kartawinata, 2002: 11) . untuk menemukan jawaban tentang lembaga
Wewenang mutlak adalah menyangkut mana yang sesungguhnya berwenang dalam
pembagian kekuasaan antar badan-badan mengadili perkara.
peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut pemberian kekuasaan untuk
B. Rumusan Masalah
mengadili ( attributie van rechts macht). Wewenang mutlak atau kompetensi absolut ini
Lembaga mana yang memiliki kewenangan diatur dalam Pasal 133 dan 134 HIR. Wewenang
absolut untuk mengadili perkara antara PT B relatif mengatur pembagian kekuasaan mengadili
melawan PT CTPI, arbitrase atau pengadilan?
Penyelesaian Sengketa Kompetensi Absolut Antara Arbitrase dan Pengadilan (Cut Memi)
yang telah ditentukan oleh para pihak adalah merupakan suatu perjanjian, perjanjian tersebut
2. Istilah dan Pengertian Arbitrase
harus berbentuk tertulis, dan sebagaimana dikemukakan oleh Adolf (2014: 83), persyaratan
Di Indonesia, konsep arbitrase sebagai tertulis ini merupakan karakteristik terpenting penyelesaian sengketa atau beda pendapat ini dan telah berlaku secara universal baik nasional sejalan dengan ajaran tentang musyawarah yang maupun internasional. dikenal dalam masyarakat dan budaya Indonesia, dan bahkan merupakan sendi pokok dari falsafah
3. Perbedaan antara Arbitrase dan
Negara Republik Indonesia yang tercantum
Pengadilan
dalam UUD NRI 1945 (Abdurrasyid, 2011: xvi). Terdapat beberapa perbedaan prinsip antara
Keberadaan arbitrase ini telah diakui dan arbitrase dan pengadilan yaitu:
diperkuat dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Pengaturan hal ini a. Pengadilan memfungsikan suatu lembaga sejalan pula dengan Pasal 58 Undang-Undang
kontrol dalam persidangannya melalui sifat Nomor 48 Tahun 2009 yang menyatakan:
terbuka untuk umum ( open baar). Kedua bahwa penyelesaian sengketa perdata dapat
belah pihak harus didengar keterangannya dilakukan di luar pengadilan negara melalui
di depan persidangan. Sebaliknya, di arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
dalam persidangan arbitrase meskipun asas Terdapat beberapa pengertian tentang arbitrase.
bahwa kedua belah pihak harus didengar Abdurrasyid (2011, 76) mengatakan bahwa
keterangannya, namun persidangan arbitrase arbitrase adalah suatu tindakan hukum di mana
bersifat tertutup untuk umum, sehingga ada pihak yang menyerahkan sengketa atau
kerahasiaan (c onfidential) para pihak dapat selisih pendapat antara dua orang atau lebih
terjaga.
maupun dua kelompok atau lebih kepada seorang
b. Tuntutan perkara ke arbitrase hanya bisa atau beberapa ahli yang disepakati bersama
dengan tujuan memperoleh satu keputusan final dilakukan jika di antara para pihak yang bersengketa terdapat perjanjian (klausul)
dan mengikat. arbitrase, sedangkan tuntutan perkara ke
Setiawan (2003: 50) mengatakan bahwa pengadilan bisa diajukan tanpa syarat dan arbitrase adalah suatu proses privat untuk
oleh siapapun.
menyelesaikan sengketa antara pihak-pihak yang
c. Proses beracara di pengadilan lebih bersifat didasarkan pada suatu perjanjian atau klausul
formal dan sangat kaku, sedangkan proses arbitrase dalam suatu perjanjian. Dalam Pasal
beracara di arbitrase lebih bersifat informal
1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun sehingga terbuka untuk memperoleh
1999, bahwa yang dimaksud dengan arbitrase cara penyelesaian secara kekeluargaan
adalah cara penyelesaian suatu sengketa di dan damai ( amicable) serta memberi luar pengadilan umum yang didasarkan atas
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134
Nomor 52 Tahun 1847), Pasal 377 Reglement Indonesia yang diperbaharui ( Het Herziene
4. Pemilihan Arbitrase sebagai Forum Indonesisch Reglement, Stb. Nomor 44 Tahun
1941), serta Pasal 705 Reglement acara untuk daerah luar Jawa dan Madura ( Rechtsreglement
Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase Builen Gewesten, Stb. Nomor 227 Tahun 1927).
diasumsikan memberikan beberapa keuntungan
bagi pihak pengusaha, yaitu: 1) penyelesaian 6. Filosofi dan Prinsip-Prinsip Dasar
sengketa melalui arbitrase berlangsung relatif
Arbitrase
lebih cepat dibandingkan dengan proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan; 2)
Filosofi arbitrase dari Jakubowski sebagai putusan arbitrase bersifat final dan mengikat berikut:
kedua belah pihak serta tidak dapat diganggu
a. Teori Kewenangan Arbitrase ( authority not gugat lagi; dan 3) secara relatif, proses arbitrase
power ).
dianggap lebih murah apabila dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan jika Teori ini menegaskan bahwa dasar penyelesaian dilakukan di pengadilan. Namun
kewenangan antara arbitrase dan demikian, suatu hal yang perlu diluruskan
pengadilan berbeda satu sama lain. adalah bahwa arbitrase bukanlah saingan dari
Kewenangan pengadilan didasarkan atas pengadilan, karena peran arbitrase hanya terbatas
kekuasaan negara di bidang yudikatif, pada kewenangan untuk menyelesaikan sengketa
sedangkan kewenangan arbitrase justru dagang saja (Adolf, 2016b: 26).
berasal dari adanya kesepakatan para pihak yang memberikan kewenangan ( authority)
5. Aturan Hukum Arbitrase di Indonesia
kepada arbitrase untuk mengadili perkara yang diajukan kepadanya. Atas dasar itu
Aturan yang mengatur tentang arbitrase di Nugroho (2016: 104) mengatakan bahwa
Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Nomor perjanjian arbitrase merupakan dasar
30 Tahun 1999. Sebagai dasar pertimbangan fundamental untuk dapat menyelesaikan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 sengketa melalui forum arbitrase.
Tahun 1999 adalah Pasal 58 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yang mengatakan bahwa b. Teori Arbitrase dan Hukum upaya penyelesaian sengketa perdata dapat
Teori ini mengatakan bahwa arbitrase adalah dilakukan di luar pengadilan negara melalui
suatu lembaga hukum (bagian dari hukum arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
perdagangan). Sebagai lembaga hukum, Berlakunya Undang-Undang Nomor 30
arbitrase memiliki atau mengeluarkan Tahun 1999, maka ketentuan-ketentuan mengenai
seperangkat produk peraturan arbitrase,
Penyelesaian Sengketa Kompetensi Absolut Antara Arbitrase dan Pengadilan (Cut Memi)
penyelesaian secara litigasi di pengadilan hukum acaranya sendiri ( Arbitration Rules
negeri. Prinsip ini berlaku tidak hanya dalam and Procedures) (Adolf, 2014: 54).
jangka waktu pelaksanaan perjanjian, tetapi juga berlaku pada saat pelaksanaan putusan.
c. Teori Arbitrase dan Pihak Ketiga Prinsip ini merupakan tonggak dasar dari
Sifat dasar arbitrase yang dikemukakan arbitrase, sehingga tanpa adanya iktikad dalam teori ini adalah bahwa sifat
baik maka arbitrase tidak akan ada gunanya kerahasiaan (prinsip confidentiality). Pihak
sama sekali. ketiga, pengadilan, bahkan negara, tidak d. Prinsip Efisiensi
dapat mencampuri jalannya persidangan arbitrase (Adolf, 2014: 62).
Prinsip ini diatur dalam Pasal 48 ayat (1) yang menyatakan bahwa pemeriksaan atas
Dalam penyelenggaraan arbitrase terdapat sengketa harus diselesaikan dalam waktu
beberapa prinsip penting dan sangat mendasar paling lama 180 hari sejak arbitrase atau
sebagai berikut: majelis arbitrase terbentuk. Ketentuan ini
a. Prinsip Final and binding juga sejalan dengan aturan dan prosedur yang ada pada BANI.
Prinsip ini mengandung arti bahwa putusan arbitrase bersifat final (akhir) dan mengikat.
Berdasarkan hasil wawancara (2015) Dengan demikian, terhadap putusan yang dilakukan oleh penulis dengan Husseyn
arbitrase tidak bisa diajukan banding Umar yang mengatakan bahwa pada prinsipnya apalagi kasasi dan peninjauan kembali.
arbitrase sama seperti pengadilan, hanya saja sifatnya privat atau swasta. Pertanyaannya
b. Prinsip Kerahasiaan ( Confidenciality) adalah bagaimana menentukan kewenangan
Prinsip kerahasiaan ini diatur dalam Pasal arbitrase yang bersifat swasta itu. Hal penentuan
27 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 wewenang oleh badan arbitrase lazim disebut yang menyatakan semua pemeriksaan dengan doktrin competence-competence. Atas sengketa oleh arbitrase atau majelis arbitrase dasar kewenangan yang lahir dari penunjukan dilakukan secara tertutup. Hal ini bertolak para pihak sebagaimana dikemukakan di belakang dengan prinsip yang dianut dalam atas, badan arbitrase dapat menentukan persidangan di pengadilan yang dilakukan dirinya sendiri sebagai badan atau pihak yang secara terbuka untuk umum ( open baar).
berwenang untuk menentukan hal-hal apa saja yang menjadi kewenangan kompetensinya.
c. Prinsip Iktikad Baik Dalam perkembangannya, doktrin competence- competence ini telah pula dijadikan sebagai
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 menyatakan bahwa modern law arbitration
prinsip dasar dalam
yang menentukan bahwa pengadilan arbitrase sengketa atau beda pendapat perdata dapat
berwenang untuk menentukan yuridiksi atau diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif
kompetensinya sendiri.
penyelesaian sengketa yang didasarkan
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134
Lembaga pertama yang menentukan Badan yang bertindak melakukan bahwa arbitrase itu berwenang atau tidak, adalah penyelesaian itu disebut peradilan semu atau extra arbitrase itu sendiri bukan pengadilan. Akan tetapi judicial, di mana kedudukan dan organisasinya jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor berada di luar kekuasaan kehakiman. Arbitrase
30 Tahun 1999, doktrin competence-competence merupakan salah satu bentuk extra judicial yang
tidak diatur secara eksplisit, namun doktrin memiliki yurisdiki absolut untuk menyelesaikan tersebut justru tercantum dalam Pasal 18 Rules sengketa sebagaimana telah diatur dalam Undang- & Prosedures BANI yang mengatakan sebagai Undang Nomor 30 Tahun 1999. Eksistensi dari berikut: “Kompetensi-kompetensi: Majelis arbitrase ini diperkuat dengan Pasal 58 Undang- berhak menyatakan keberatan atas pernyataan Undang Nomor 48 Tahun 2009 yang menyatakan: bahwa ia tidak berwenang, termasuk keberatan upaya penyelesaian sengketa perdata dapat yang berhubungan dengan adanya atau keabsahan dilakukan di luar pengadilan negara melalui perjanjian arbitrase jika terdapat alasan untuk itu.” arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
Akan tetapi di sisi lain, di dalam Pasal 10 ayat (1)
7. Kewenangan Pengadilan dalam menyatakan bahwa pengadilan dilarang menolak Mengadili Sengketa dengan Klausul untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
Arbitrase
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
Kewenangan mutlak atau absolute memeriksa dan mengadilinya. competent merupakan wewenang yang menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-
Pasal 10 mengandung asas curia ius novit badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan yang artinya hakim dianggap mengetahui hukum
menyangkut pemberian kekuasaan untuk dan dapat mengambil keputusan berdasarkan mengadili (Hasibuan, 2006: 25). Kewenangan ilmu pengetahuannya dan keyakinannya sendiri absolut pengadilan dilakukan atas dasar kekuasaan sehingga hakim harus memutus perkara yang negara di bidang yudikatif (
judicial power) yang diajukan kepadanya (Wisana, Aburaera, & diberikan oleh kekuasaan negara berdasarkan Karim, 2011: 6-7). Atas dasar itu, jika salah
konstitusi yang selanjutnya diatur dalam Undang- satu pihak mengajukan perkara ke pengadilan Undang Nomor 48 Tahun 2009.
negeri, sedangkan para pihak telah terikat dengan perjanjian arbitrase, maka pengadilan
Selanjutnya, terdapat pula kewenangan negeri tetap memeriksa sengketa tersebut karena absolut extra judicial berdasarkan yurisdiksi hakim mempunyai kewajiban memeriksa perkara khusus ( spesific jurisdiction) oleh undang- tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat undang, yang mengatur bahwa selain pengadilan (1) tersebut. negara yang berada di dalam lingkungan kekuasaan kehakiman yang digariskan pada Pasal
II. METODE
24 ayat (2) UUD NRI 1945, terdapat juga sistem penyelesaian sengketa berdasarkan yurisdiksi
Metode yang digunakan dalam tulisan ini khusus yang diatur dalam berbagai peraturan adalah metode penelitian yuridis normatif. Bahan perundang-undangan.
hukum yang digunakan dalam tulisan ini adalah
Penyelesaian Sengketa Kompetensi Absolut Antara Arbitrase dan Pengadilan (Cut Memi)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
perundang-undangan berkenaan dengan arbitrase, Dasar pertimbangan hukum yang
putusan pengadilan, mengenai arbitrase, pendapat digunakan hakim pada tingkat pengadilan negeri
para ahli (doktrin) yang diperoleh melalui literatur,
adalah sebagai berikut:
serta bahan non-hukum berupa catatan hasil wawancara dengan para ahli maupun kebiasaan- Menimbang materi gugatan penggugat kebiasaan yang diterapkan dalam praktik hukum
pada pokoknya mempermasalahkan tentang perbuatan melawan hukum yang
khususnya dalam penyelesaian sengketa arbitrase dilakukan oleh PT B dan PT SRD karena
internasional. mengadakan RUPS LB tanggal 18 Maret 2005 dan RUPS lain yang menurut SHR
Atas dasar hal itu, hasil pengumpulan dkk memiliki cacat hukum dan hal tersebut merugikan para pihak, adanya pemblokiran
dan penemuan bahan hukum serta informasi SISMINBAKUM Departemen Hukum dan
melalui studi kepustakaan dilakukan secara HAM yang dilakukan oleh PT SRD selaku deduktif argumentatif pada berbagai teori yang
operator SISMINBAKUM; digunakan, dan sesuai dengan bahan hukum yang Menimbang, bahwa para pihak yang terkait
diteliti, maka tulisan ini bersifat deskriptif guna dalam gugatan a quo dan para pihak yang terkait dalam
menggambarkan secara detail dan mendalam investment agreement terdapat
perbedaan;
tentang permasalahan yang diteliti. Menimbang, bahwa dengan demikian
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam para pihak tersebut tidak terikat dengan investment agreement yang diadakan oleh
tulisan ini, dilakukan melalui penelaahan bahan
PT B dan SHR dkk;
hukum yang diperoleh dari bahan hukum primer Menimbang, bahwa dengan demikian
yang bersifat autoritatif (mempunyai otoritas) dan apabila dalam dokumen tidak terdapat pihak-
bahan hukum sekunder berupa semua publikasi pihak yang termasuk dalam perjanjian maka tentang hukum yang bukan merupakan dokumen
pihak tersebut tentu saja tidak terikat dengan ketentuan tentang arbitrase;
resmi, maupun bahan non-hukum yang terdiri atas:
Menimbang, bahwa dengan perkara a quo, pihak-pihak yang tidak terikat dengan
a) Bahan hukum primer dalam tulisan ini investment agreement tidak terikat dan
tunduk pada ketentuan yang terdapat pada yaitu: Undang-Undang Nomor 30 Tahun
investment agreement;
1999 dan putusan pengadilan; Menimbang, bahwa suatu gugatan perbuatan
melawan hukum sama sekali berbeda b)
Bahan hukum sekunder yang meliputi buku- dengan gugatan wanprestasi. Perbuatan
buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan melawan hukum tidak terkait dengan pada komentar-komentar atas putusan pengadilan
adanya suatu perjanjian melainkan merujuk pada kriteria dari suatu perbuatan melawan
yang terkait dengan masalah yang diteliti; hukum, sedangkan wanprestasi terkait
dan dengan pihak-pihak yang melakukan suatu perjanjian;
c) Bahan non-hukum berupa catatan hasil Menimbang, bahwa dari pertimbangan di wawancara dengan berbagai ahli (Marzuki,
atas maka menurut majelis oleh karena 2013: 181).
materi gugatan a quo berbeda dengan materi pelaksana investment agreement dan para pihak yang terdapat dalam gugatan juga
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134
telah ditentukan bahwa setiap sengketa negeri tidak terikat dengan ketentuan Pasal
yang timbul akan diselesaikan melalui
3 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor arbitrase dengan ketentuan BANI.
30 Tahun 1999 dan oleh karena gugatan memenuhi ketentuan 118 ayat (2) HIR yaitu Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan salah satu tergugat bertempat tinggal di
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun wilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta
1999 sudah terbukti bahwa gugatan dalam Pusat, maka Pengadilan Negeri Jakarta
perkara ini adalah merupakan sengketa Pusat berwenang mengadili gugatan a quo.
yang telah terikat dengan perjanjian arbitrase maka Pengadilan Negeri Jakarta
Terhadap pertimbangan hakim tersebut, Pusat harus dinyatakan secara absolut tidak berwenang untuk mengadili sengketa yang
PT B berpendapat bahwa hakim sama sekali digugat dalam perkara ini. tidak menyinggung tentang keberlakuan dan pelaksanaan investment agreement dan
Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, supplemental agreement dari para pihak. Atas melalui Putusan Nomor 629/PDT/2011/PT.DKI
dasar alasan tersebut PT B tidak menerima putusan memberikan amar putusan yang membatalkan hakim tersebut, dan kemudian mengajukan Putusan Nomor 10/PDT.G/2010/PN.JKT.PST. banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Dalam Pihak SHR dkk, tidak menerima hasil putusan eksepsinya SHR dkk, menyatakan bahwa Pengadilan Tinggi Jakarta tersebut dan kemudian kewenangan absolut untuk mengadili perkara mengajukan kasasi. Dalam eksepsinya PT B ini berada pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak karena sengketa yang diajukan terkait dengan memiliki kewenangan absolut karena perkara perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan
a quo merupakan pelaksanaan dari investment oleh PT B sehingga menimbulkan kerugian.
agreement yang mengandung klausul arbitrase secara tegas. Selain itu pokok gugatan yang
Atas permohonan banding yang diajukan diajukan oleh SHR dkk, mengenai keabsahan oleh PT B, majelis hakim memberikan surat kuasa tanggal 3 Juni 2003 dan RUPS LB pertimbangan yang pada intinya menyatakan tanggal 18 Maret 2005, merupakan realisasi sebagai berikut:
atas investment agreement dan supplemental Menimbang, bahwa karena sengketa agreement sebagai perjanjian pokoknya. yang digugat oleh PT B dalam perkara ini
terbukti dalam sengketa yang berhubungan Atas permohonan kasasi yang diajukan dengan pelaksanaan investment agreement; oleh SHR dkk, Mahkamah Agung memberikan
Menimbang, bahwa yang menjadi dasar pertimbangan hukum sebagai berikut: dari PT B untuk mengadakan RUPS LB
tanggal 18 Maret 2005 yang menjadi Menimbang bahwa alasan kasasi dapat pokok sengketa antara PT B dan SHR
dibenarkan, pengadilan tinggi telah salah dalam perkara a quo adalah didasarkan atas
dalam menerapkan hukumnya dengan adanya surat kuasa khusus tertanggal 3 Juni
alasan bahwa pengadilan tinggi telah keliru 2003 yang dibuat dan ditandatangani oleh
menafsirkan isi kesepakatan investment SHR;
agreement tanggal 23 Agustus 2002; Menimbang, bahwa perkara ini adalah Menimbang, bahwa masalah pokok dalam
sengketa yang berkaitan dan berhubungan perkara ini adalah tentang hasil RUPS LB dengan pelaksanaan investment agreement
tanggal 17 Maret 2005 yang dilakukan tertanggal 23 Agustus 2002 yang telah
oleh SHR dkk, atas PT CTPI dan akses
Penyelesaian Sengketa Kompetensi Absolut Antara Arbitrase dan Pengadilan (Cut Memi)
SISMINBAKUM yang diblokir oleh 2) Mengenai keabsahan RUPS LB tanggal 17 PT SRD atas kemauan PT B, sehingga
Maret 2005, dalam putusan kasasi, majelis pendaftaran hasil RUPS LB tersebut tidak
dapat didaftarkan kepada Departemen kasasi telah melakukan kekeliruan, di mana Hukum dan HAM;
telah menyatakan RUPS LB tanggal 17 Menimbang, bahwa selanjutnya PT B
Maret 2005 sah adanya dengan pertimbangan mengadakan RUPS LB sendiri pada tanggal
kehadiran dan persetujuan SHR dkk
18 Maret 2005 dan akses SISMINBAKUM tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan dibuka oleh PT SRD dan langsung
didaftarkan kepada Departemen Hukum bahwa SHR dkk, dan PT B telah terikat dan HAM;
pada investment agreement (serta klausul- Menimbang, bahwa perbuatan tersebut
klausulnya) dan surat kuasa yang tidak termasuk lingkup perbuatan melawan
dapat dicabut kembali;
hukum, yang berada di luar isi kesepakatan investment agreement tanggal 23 Agustus 3) Mengenai keabsahan RUPS LB tanggal 18
2002, sehingga sengketa ini adalah merupakan kewenangan peradilan umum.
Maret 2005, majelis kasasi telah melakukan kekeliruan dengan menyatakan bahwa RUPS
Atas dasar pertimbangan hukum tersebut, LB tanggal 18 Maret 2005 tidah sah hanya kemudian majelis hakim memutus perkara
dengan mempertimbangkan bahwa surat tersebut dalam Putusan Nomor 862 K/PDT/2013,
kuasa yang telah diberikan SHR dkk, telah yang amar putusannya menyatakan membatalkan
dicabut, tanpa mempertimbangkan adanya Putusan Nomor 629/PDT/2011/PT.DKI yang
investment agreement yang menyebabkan membatalkan Putusan Nomor 10/PDT.G/2010/
PT B berhak untuk menyelenggarakan PN.JKT.PST dan menguatkan putusan pengadilan
RUPS LB tanggal 18 Maret 2005 dan negeri. Membaca putusan kasasi seperti demikian,
berhak atas 75% saham di PT CTPI; PT B kemudian menggugat SHR dengan
mengajukan permohonan ke BANI agar perkara 4) Mengenai adanya pemblokiran ini diselesaikan secara arbitrase, yang kemudian
SISMINBAKUM oleh PT SRD. Dalam diterima oleh BANI dengan Putusan Nomor
putusan kasasi, majelis kasasi juga 547/XI/ARB-BANI/2013. Pertimbangan hukum
melakukan kekeliruan di mana majelis hakim pada tingkat peninjauan kembali. Oleh
mempertimbangkan bahwa telah terjadi karena PT B tidak menerima putusan kasasi
pemblokiran akses SISMINBAKUM tersebut, maka pada tahun 2014 PT B mengajukan
terkait proses pencatatan hasil RUPS LB permohonan peninjauan kembali, dengan alasan
tanggal 18 Maret 2005 yang telah dilakukan sebagai berikut:
oleh PT SRD berdasarkan perintah HT, hanya berdasarkan surat keterangan dari
1) Mengenai ruang lingkup kompetensi absolut. Menteri Hukum dan HAM tanpa pernah Menurut PT B dalam putusan kasasi, majelis
diuji kebenarannya di hadapan persidangan kasasi melakukan kekhilafan atau kekeliruan
dan juga berdasarkan keterangan YW. yang nyata dengan menyatakan sengketa ini
merupakan kewenangan peradilan umum Akan tetapi sebelum putusan arbitrase dan bukan kewenangan arbitrase;
diputuskan pada tanggal 12 Desember 2014, pada tanggal 29 Oktober 2014 Mahkamah
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134
Agung dalam Putusan Nomor 238 PK/ di sisi lain BANI juga tengah memeriksa PDT/2014 dengan amar putusan yang
dan kemudian memutus permohonan berbunyi: bahwa majelis hakim menolak
arbitrase yang diajukan oleh PT B dalam permohonan yang diajukan oleh PT B dan
Putusan Nomor 547/XI/ARB-BANI/2013. menghukum PT B untuk membayar biaya
Jawaban yang disampaikan oleh majelis perkara dalam pemeriksaan peninjuan
hakim adalah bahwa, perkara atau pokok kembali. Adapun pertimbangan hukum
sengketa yang diperiksa di peradilan umum yang digunakan hakim adalah sebagai
berbeda dengan sengketa yang diperiksa berikut:
dan diputus oleh BANI di dalam Putusan Nomor 547/XI/ARB-BANI/2013.
Menimbang, bahwa terhadap alasan- alasan peninjauan kembali tersebut
Mahkamah Agung berpendapat Sengketa di peradilan umum adalah bahwa alasan-alasan peninjauan
sengketa perbuatan melawan hukum kembali dari PT B tersebut tidak
tentang prosedur pelaksanaan dan dapat dibenarkan, oleh karena setelah
meneliti dengan saksama memori pencatatan hasil RUPS LB yang juga peninjauan kembali dihubungkan
melibatkan pihak-pihak di luar investment dengan pertimbangan putusan dalam
tingkat kasasi dan putusan pengadilan, agreement. Sedangkan perkara yang
dalam perkara a quo, ternyata tidak diperiksa di BANI adalah sengketa tentang terdapat adanya kekhilafan hakim
wanprestasi dan pelaksanaan isi investment dengan pertimbangan bahwa sengketa dalam perkara a quo adalah tentang
agreement, di mana sengketa di BANI diuji perbuatan melawan hukum dan bukan
berdasarkan ketentuan-ketentuan di dalam merupakan sengketa mengenai hak
investment agreement.
berdasarkan investment agreement; Menimbang, bahwa berdasarkan 5) Dasar pertimbangan hukum yang
pertimbangan di atas, maka digunakan oleh BANI. Pada tanggal 12 permohonan peninjauan kembali
Desember 2014, BANI telah memutuskan yang diajukan oleh pemohon
peninjauan kembali PT B tersebut perkara ini dengan amar putusan yang pada adalah tidak beralasan sehingga harus
intinya berbunyi sebagai berikut: ditolak; Menyatakan sah dan mengikat Menimbang, bahwa oleh karena
investment agreement tanggal 23 permohonan peninjauan kembali
Agustus 2002 dan supplemental dari pemohon peninjauan kembali
agreement tanggal 7 Februari 2003; ditolak, maka pemohon peninjauan
kembali dihukum untuk membayar Menyatakan sah dan mengikat surat biaya perkara dalam pemeriksaan
kuasa tanggal 3 Juni 2003 dan surat peninjauan kembali ini.
kuasa tanggal 7 Februari 2003; PT B mempertanyakan mengapa majelis
Menyatakan pemohon adalah pemohon yang beriktikad baik dan
hakim pada tingkat kasasi dan peninjauan telah melaksanakan ketentuan- kembali membatalkan Putusan Pengadilan
ketentuan di dalam investment Tinggi Jakarta dan menyatakan peradilan
agreement tanggal 23 Agustus 2002 dan supplemental agreement tanggal
umum berwenang memeriksa dan
7 Februari 2003;
mengadili gugatan SHR dkk, sedangkan
Penyelesaian Sengketa Kompetensi Absolut Antara Arbitrase dan Pengadilan (Cut Memi)
Menyatakan pemohon berhak atas Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 75% saham di PT CTPI sampai dengan
2.4 jo. Pasal 3.1.1 di mana pemohon (PT B) sebelum pemohon mengalihkan saham tersebut kepada pihak ketiga diwajibkan untuk melaksanakan pembiayaan dan
yaitu PT MNC, Tbk.; restrukturisasi hutang-hutang PT CTPI dengan Menyatakan para termohon telah batas pengeluaran sampai US$55.000.000 dan
melakukan cidera janji terhadap untuk itu PT B berhak mendapatkan 75% saham pemohon dengan mencabut surat penyertaan pada PT CTPI melalui pengeluaran kuasa tanggal 3 Juni 2003 yang bertentangan dengan investment saham baru. Secara lengkap bunyi pasal tersebut agreement tanggal 23 Agustus 2002.
adalah sebagai berikut:
Dasar pertimbangan hukum yang digunakan 2.4. The investor proposes to make available financing through various schemes and oleh majelis arbitrase adalah sebagai berikut:
forms of up to US$55.000.000 for the TPI Menimbang, bahwa putusan majelis
Debts Restructuring to be allocated as perkara
a quo mendasarkan kepada
follows.
kewenangannya yang diamanatkan 3.1.1. Subject to the terms of the share dan diatur oleh peraturan perundang-
subscription agreement, the investor shall undangan, khususnya Undang- subscribe for and TPI shall issue to the Undang Nomor 30 Tahun 1999; investor, shares in TPI constituting 75% (the
Menimbang, bahwa kesimpulan hasil “initial investor stake”) of TPI’s total issued
pemeriksaan fakta dalam perkara share capital, post subscription on a fully
a quo, majelis berpendapat cukup diluted basis (the “subscription shares”). alasan untuk mengabulkan sebagian
permohonan pemohon (PT B); Berdasarkan ketentuan pasal perjanjian tersebut di atas, maka hal yang akan diperoleh
Menimbang, bahwa dengan demikian sebagian permohonan pemohon (PT PT B adalah 75% dari penyertaan modal
B) dinyatakan terbukti; yang diberikan pada PT CTPI dengan cara Mengingat dan memperhatikan mengeluarkan saham baru. Kewajiban dari pihak
prosedur BANI, Undang-Undang PT B adalah menyediakan pembiayaan dengan Nomor 30 Tahun 1999 serta segenap
jumlah maksimal US$55.000.000 bagi keperluan peraturan perundang-undangan
lainnya. restrukturisasi hutang PT CTPI. Dengan demikian, hubungan hukum antara PT B dan PT CTPI
Terhadap dua putusan yang saling adalah dalam rangka investasi dan bukan dalam
bertentangan sebagaimana dikemukakan di rangka pemberian fasilitas kredit (hutang) sebab
atas, hal pertama yang perlu dijelaskan terlebih konsekuensi dari utang tentunya berupa adanya
dahulu adalah tentang objek perjanjian yang bunga dari pinjaman yang diberikan, sedangkan
dipersengketakan oleh kedua belah pihak, apakah dalam perjanjian para pihak tidak mengatur sama
perjanjian bersangkutan merupakan investment sekali tentang bunga, melainkan adalah berupa
agreement atau perjanjian tentang hutang saham sebagai konsekuensi dari investasi atau piutang. Setelah meneliti isi perjanjian para pihak
penanaman modal yang dimasukkan ke dalam sebagaimana dikemukakan dalam Putusan Nomor
perusahaan yang bersangkutan. 547/XI/ARB-BANI/2013 jelas bahwa perjanjian
yang telah disepakati oleh para pihak adalah Persoalan selanjutnya yang juga perlu perjanjian investment agreement.
didudukkan terlebih dahulu adalah bagaimana
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134
Istilah perbuatan melawan hukum lazim anggaran dasar di SISMINBAKUM. diartikan dari bahasa Belanda yaitu onrechtmatige
Pihak PT CTPI mendalilkan bahwa daad. Akan tetapi perlu diluruskan bahwa tindakan pemblokiran yang dilakukan oleh perbuatan melawan hukum tidak sama dengan SISMINBAKUM atas permintaan PT B adalah perbuatan melanggar hukum. Kata “ onrechtmatige perbuatan melawan hukum dan bukan merupakan daad” dalam bahasa Belanda lazim mempunyai persoalan yang timbul dari perjanjian investment arti yang sempit yaitu perbuatan melanggar
agreement. Oleh sebab itu, persoalan yang hukum, mengingat perkataan onrechtmatige muncul dalam perkara ini tidak termasuk ke dalam daad hanya tertuju pada perbuatan yang langsung
ruang lingkup perkara yang harus ditangani oleh melanggar suatu peraturan hukum. arbitrase. Dalil yang dikemukakan oleh pihak PT
Sejak tahun 1919 dengan adanya peristiwa CTPI ini kemudian dibenarkan oleh hakim dalam Cohen dan Lindenbaum ( Arrest Hoge Road tanggal amar Putusan Nomor 10/PDT.G/2010/PN.JKT.
31 Januari 1919), istilah perbuatan melanggar PST yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri
hukum itu ditafsirkan secara luas, sehingga Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara.
meliputi juga perbuatan yang bertentangan Penulis berpendapat bahwa kasus ini muncul dengan kesusilaan atau yang dianggap pantas dari adanya perjanjian investment agreement, jadi dalam pergaulan masyarakat. Berdasarkan arrest persoalan atau perselisihan mengenai saham, tersebut di atas, maka penulis berpendapat bahwa muncul dari adanya perjanjian pokok ( main pengertian yang dimaksud dalam Pasal 1365 BW contract), tanpa adanya perjanjian investment Indonesia (Pasal 1401 BW Nederland), bukanlah agreement, maka tidak akan ada persoalan tentang perbuatan melawan hukum melainkan perbuatan
saham. Dengan demikian baik hasil RUPS LB melanggar hukum yang di dalamnya juga maupun RUPS lainnya telah menyimpang dari termasuk perbuatan yang bertentangan dengan perjanjian investasi yang telah ditandatangani kesusilaan ( goede zeden) atau yang dianggap sebelumnya oleh para pihak. Oleh sebab itu, pantas dalam pergaulan masyarakat. hakim seharusnya tidak melihat persoalan dalam
Berbeda halnya dengan perbuatan kasus ini secara terpisah satu sama lain karena
melawan hukum. Perbuatan melawan hukum persoalan saham terkait erat dengan perjanjian
investment agreement berikut perubahannya yang adalah terminus pidana yang diartikan dari bahasa Belanda yaitu wederrechtelijkheid.
telah disepakati oleh para pihak. Selanjutnya Istilah ini terlihat jelas dalam Pasal 2 Undang-
terhadap pertimbangan hukum hakim yang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana
menyatakan bahwa dasar gugatan penggugat Korupsi yang menyatakan: Setiap orang yang
adalah karena adanya perbuatan melawan hukum secara melawan hukum melakukan perbuatan
dan bukan merupakan perselisihan yang timbul memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
dari perjanjian investment, penulis berpendapat
Penyelesaian Sengketa Kompetensi Absolut Antara Arbitrase dan Pengadilan (Cut Memi)
“Each Contracting State shall recognize an agreement in writing under which the parties
Atas dasar hal itu dapat dikatakan bahwa undertake to submit to arbitration all or any perbuatan melawan hukum berada dalam ranah
differences which have arisen or which may hukum pidana. Selanjutnya jika ketentuan
arise between them in respect of a defined legal relationship, whether contractual or
tersebut di atas diterapkan kepada alasan not, concerning a subject matter capable of pertimbangan hukum hakim yang mengabaikan
settlement by arbitration.” klausul arbitrase atas alasan perbuatan melawan
Alasan perbuatan melanggar hukum hukum sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,
tidak dapat dijadikan alasan pembenar oleh maka penulis berpendapat bahwa alangkah tidak
pengadilan negeri untuk mengabaikan klausul benarnya, apabila konsep perbuatan melawan
arbitrase dan menyatakan diri berwenang dalam hukum (yang ada dalam lingkup hukum pidana)
mengadili perkara arbitrase. Selain itu, sebagai dijadikan dasar oleh hakim sebagai alasan untuk
konsekuensi logis dari asas pakta sunt servanda, mengabaikan klausul arbitrase dan menyatakan
penulis berpendapat bahwa apabila salah satu berwenang dalam mengadili perkara para pihak
pihak tetap mengajukan sengketa ke pengadilan yang terikat dengan perjanjian arbitrase BANI,
sedangkan para pihak telah terikat dengan padahal bidang arbitrase tersebut berada dalam
perjanjian arbitrase, maka tindakan tersebut dapat lingkup hukum perdata (Purbacaraka, 1986: 42-
dikatakan sebagai suatu wanprestasi karena tidak 43).
melaksanakan kesepakatan sebagaimana diatur Pasal 13.3 perjanjian investment agreement dalam perjanjian ( breach of contract). Tindakan manyatakan bahwa: all controversies arising ini sekaligus juga menunjukkan adanya iktikad between the parties out of or in relation to this tidak baik ( te kwader trouw) dari salah satu agreement... (semua perselisihan yang muncul pihak untuk melaksanakan perjanjian arbitrase di antara para pihak yang berasal dari atau sebagaimana mestinya.
terkait dengan perjanjian ini...) shall be settled Prinsip iktikad baik merupakan tonggak by arbitration in Jakarta accordance with the
dasar (the corner stone) dari arbitrase (Adolf, rules of Badan Arbitrase Nasional Indonesia. 2014: 144) karena tujuan arbitrase baru dapat
Arti rumusan klausul arbitrase tersebut adalah tercapai jika didasari dengan adanya iktikad
bahwa semua sengketa (tanpa terkecuali) baik. Dengan demikian, apabila tidak ada iktikad
termasuk juga tentang adanya dugaan perbuatan baik dari kedua belah pihak yang berperkara
melawan hukum adalah ruang lingkup perkara maka arbitrase tidak akan ada gunanya sama
yang harus diselesaikan secara arbitrase dan sekali. Selanjutnya, apabila perkara akhirnya
otomatis merupakan kewenangan arbitrase untuk disidangkan di pengadilan negeri, maka prinsip
mengadilinya berdasarkan mandat yang diberikan kerahasiaan dari arbitrase tidak dapat diwujudkan
oleh para pihak sebagaimana tertera di dalam
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134
dasar itu, maka apabila perkara yang bersangkutan diadili oleh pengadilan, persoalan mendasar yang
Kondisi ini sangat bertentangan dengan sifat muncul ke permukaan adalah aturan prosedural dasar dari arbitrase yaitu prinsip konfidensialitas mana yang akan diterapkan oleh pengadilan
yang sangat dijunjung tinggi oleh para pelaku dalam menangani perkara yang bersangkutan.
bisnis. Atas dasar itu, apabila perkara yang Dalam penanganan kasus ini terlihat bahwa
telah terikat dengan perjanjian arbitrase tetap pengadilan negeri secara serta-merta menerapkan
disidangkan oleh pengadilan, maka tindakan aturan prosedural yang berlaku bagi perkara tersebut sangat bertentangan dengan filosofi dan
biasa sehari-hari, sedangkan dalam perjanjian tujuan semula dibentuknya arbitrase itu sendiri.
para pihak telah sepakat untuk menggunakan Berdasarkan teori arbitrase dan hukum dikatakan
aturan prosedural BANI. Tindakan hakim seperti bahwa arbitrase adalah suatu lembaga hukum.
demikian tentu tidak dapat dibenarkan karena Sebagai suatu lembaga hukum, arbitrase memiliki
tidak ada dasar acuan yang digunakan hakim seperangkat peraturan arbitrase. Dikaitkan dengan
untuk itu, sehingga terjadi peradilan yang sesat. perkara yang dibahas dalam tulisan ini di mana
arbitrase yang telah disepakati oleh para pihak Tindakan hakim tersebut juga bertentangan adalah BANI, maka sebagai suatu lembaga, BANI dengan prinsip dasar dari arbitrase yang mempunyai aturan prosedural tersendiri dalam menyatakan bahwa putusan arbitrase bersifat mengadili perkara yang diajukan kepadanya.
final and binding sebagaimana juga ditegaskan dalam Pasal 32 Aturan Prosedural BANI.
Pasal 17 Rules & Procedures BANI Sehingga pelanggaran terhadap prinsip dasar
mengatur: Dalam waktu paling lama 30 hari, arbitrase tersebut telah mengakibatkan berlarut-
termohon harus mengajukan surat jawaban larutnya penanganan perkara sampai ke tingkat
kepada BANI untuk disampaikan kepada majelis peninjauan kembali. Dalam arbitrase dikenal dan pemohon. Kemudian, Pasal 11 Rules & suatu doktrin yaitu kompetenz-kompetenz/
Procedures BANI menyatakan bahwa: Setiap competence-competence. Doktrin tentang arbiter dapat diingkari apabila terdapat suatu kompetenz-kompetenz ini tidak diatur sama keadaan tertentu yang menimbulkan keraguan
sekali secara eksplisit dalam undang-undang terhadap netralitas dan/atau kemandirian arbiter
yang bersangkutan. Doktrin tersebut justru tersebut. Selain ketentuan tersebut di atas juga
terdapat dalam Pasal 18 Rules & Procedures terdapat tentang batasan waktu sidang yaitu pada
BANI yang mengatakan: Majelis berhak Pasal 4 angka (7) yang mengatur bahwa: Kecuali
menyatakan keberatan atas pernyataan bahwa secara tegas disepakati para pihak, persidangan
ia tidak berwenang, termasuk keberatan yang akan diselesaikan dalam waktu paling lama 180
berhubungan dengan adanya atau keabsahan hari sejak tanggal majelis selengkapnya terbentuk
perjanjian arbitrase jika terdapat alasan untuk itu. (Umar, 2013: 115).
Berdasarkan Pasal 18 sebagaimana Apabila para pihak telah sepakat untuk
dikemukakan di atas, maka penulis berpendapat menyelesaikan sengketa mereka melalui BANI,
bahwa hakim pengadilan negeri yang tetap maka para pihak terikat untuk mematuhi aturan
mengadili perkara ini tidak mempunyai dasar
Penyelesaian Sengketa Kompetensi Absolut Antara Arbitrase dan Pengadilan (Cut Memi)
| 131
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 2 Agustus 2017: 115 - 134