Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas

Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas
BAB I
PENDAHULUAN

Guru adalah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan
dalam usaha membentuk sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Oleh
karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan
secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang makin berkembang. Dalam arti khusus dikatakan bahwa pada
setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu
kedewasaan atau taraf kematangan tertentu.
Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai “pengajar” tetapi juga sebagai “pendidik”
dan sekaligus sebagai “pembimbing”. Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki
peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar-mengajar, dalam usahanya
mengantarkan siswa/anak didik ke taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu, setiap rencana
kegiatan guru harus dapat didudukkan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak
didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi
belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar
mengajar. Dengan kata lain kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan
kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar-mengajar.
Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan
sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk
mencapai tujuan pengajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa,
siswa dengan siswa, itu merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas
yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang
efektif.
• Prinsip Penggunaan

1. Kehangatan dan keantusiasan
2. Tantangan
3. Bervariasi
4. Keluwesan
5. Penekanan pada hal-hal yang positif
6. Penanaman disiplin diri.
Dalam perannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu

mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah
yang perlu diorganisasi, lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar
terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut
menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik.
Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar,
memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk
bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik.
Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam
menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa
bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Peran guru pada pada kegiatan belajar siswa sangat menentukan prestasi siswa, pada
pembahasan pengelolaan kelas yang lalu menekankan sangat pentingnya pengelolaan kelas
khususnya dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip,
guru memegang dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan pengelolaan kelas.
Tugas sekaligus masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala usaha membantu
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, masalah pengelolaan berkaitan
dengan usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga
proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan
pembelajaran.

Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan
ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu seperti prestasi belajar
murid rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan.
Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai
dalam rangka proses pembelajaran. Karena itu setiap guru dituntut memiliki kemampuan
dalam mengelola kelas.
Proses belajar mengajar di dalam kelas hakikatnya akan melibatkan semua unsur yang ada di
dalam sekolah yang bersangkutan akan tetapi secara langsung akan terlibat hal-hal sebagai
berikut :

a. Guru sebagai pendidik
b. Murid sebagai yang dididik
c. Alat-alat yang dipakai
d. Situasi dalam dan lingkungan kelas
e. Kelas itu sendiri
f. Dan lain-lain yang sewaktu-waktu terjadi.
Dalam pengelolaan kelas selanjutnya, maka guru melalui pimpinan sekolah harus
mengadakan kegiatan-kegiatan antara lain :
1. Menyusun kelasnya dengan baik
2. Menyusun jadwal pelajaran

3. Merencanakan aktifitas kelas bagi murid dengan bimbingan guru
4. Guru dalam melaksanakan tugas harus terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan bahanbahan pelajaran sebelum berdiri di depan kelasnya
5. Guru menciptakan situasi kelas yang baik.

B. Hakikat Guru Sebagai Pembina
Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan diajarkan,
tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memang memiliki “Kepribadian
guru”, dengan segala ciri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain untuk menjadi pendidik
atau guru, seseorang harus memiliki kepribadian. Guru adalah sebagai seorang yang memiliki
kiat. Dalam hubungannya dengan fungsinya sebagai pendidik, maka menjadi guru berarti
menjadi pribadi yang terintegrasi.
Selanjutnya sebagai kelanjutan atau penyempurnaan fungsi guru sebagai pendidik, maka
harus berfungsi pula sebagai pembimbing atau Pembina. Pengertian pendidik dalam hal ini
lebih luas dari fungsi “membimbing/membina”. Bimbingan adalah termasuk sarana dan
serangkaian usaha pendidikan.
Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi Pembina/pembimbing. Sebagai
contoh guru yang berfungsi sebagai “pendidik” dan “pengajar” seringkali akan melakukan
pekerjaan bimbingan (bimbingan belajar, bimbingan tentang keterampilan dan sebagainya.
Jadi dalam proses pendidikan kegiatan “mendidik”, “mengajar” dan “membina/
membimbing” sebagai yang tidak dapat dipisahkan.

Membina dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam
perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan

pendidikan. Sebagai pendidik, guru harus berlaku membina, dalam arti menuntun sesuai
dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan
yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut memecahkan persoalanpersoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik.
Pendidikan adalah usaha pendidik memimpin anak didik secara umum untuk mencapai
perkembangannya menuju kedewasaan jasmani dan rohani dan pembinaan adalah usaha
pendidik memimpin anak didik dalam arti khusus misalnya memberikan dorongan atau
motivasi dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik/ siswa.
Adapun perana guru sebagai Pembina, tercermin dalam sikap dan perilaku terhadap siswa
sebagai berikut ;
1. Perlakuan terhadap siswa sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang dan
maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
2. Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa
3. Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati dan menyenangkan.
4. Pemahaman siswa secara empatik.
5. Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu.
6. Penampilan secara ikhlas (genuine) di depan siswa.
7. Kekongkritan dalam menyatakan diri.

8. Penerimaan siswa secara apa adanya
9. Perlakuan terhadap siswa secara terbuka.
10. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantunya untuk
menyadari perasaannya itu.
11. Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan
pengajaran saja, melainkan menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih
dewasa.
12. Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus.

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup
berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru
dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang
bersifat unik, tetapi sederhana.
Dikatakan unik karena hal itu berkenaan dengan manusia yang belajar, yakni siswa, dan yang
mengajar , yakni guru, dan berkaitan erat dengan manusia di dalam masyarakat yang

semuanya menunjukkan keunikan. Dikatakan sederhana karena mengajar dilaksanakan dalam
keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, mudah dihayati oleh siapa saja.
Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau
mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan

dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses
belajar.
Abu Ahmadi (1977) mengemukakan peran guru sebagai pembimbing atau pembina dalam
melaksanakan proses belajar-mengajar, sebagai berikut :
a. Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman dan
berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan
perhatian.
b. Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap,
minat dan pembawaannya.
c. Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku social yang baik.
d. Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang
lebih baik.
e. Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minatnya.
Peranan guru sebagai pembimbing/pembina harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru
di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap.
Tanpa bimbingan dan binaan anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi
perkembangan dirinya.

C. Fungsi Dan Kedudukan Guru Sebagai Pembina
Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan Pembina, minimal ada 2 fungsi :

• Fungsi moral
• Fungsi kedinasan.
Tinjauan secara umum, guru dengan segala peranannya akan kelihatan lebih menonjol fungsi
moralnya, sebab walaupun dalam situasi kedinasan pun guru tidak dapat melepaskan fungsi
moralnya. Oleh karna itu, guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan Pembina
juga diwarnai oleh fungsi moral itu, yakni dengan wujud bekerja secara sukarela, tanpa
pamrih dan semata-mata demi panggilan hati nurani.
Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Dalam pandangan
masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak
mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa jiga di masjid, di musholla, di rumah dan

sebagainya. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik mereka agar menjadi
orang yang berkepribadian mulia.
Tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga diluar sekolah. Pembinaan yang
harus diberikan pun tidak hanya kelompok (klasikal), tetapi juga secara individual. Dengan
kata lain guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk
membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah
maupun di luar sekolah.
Guru mempunyai peranan dan kedudukan kunci di dalam keseluruhan proses pendidikan
terutama dalam pendidikan di sekolah. Peranan yang sedemikian itu akan makin tampak,

kalau dikaitkan dengan kebijaksanaan program pembangunan dalam bidang pendidikan
dewasa ini, yaitu yang berkenaan dengan peningkatan mutu dan relevansi pendidikan. Dalam
rangka memfasilitasi terwujudnya kebijakan ini, guru dituntut menampilkan peranan, baik
sebagai pengajar maupun pembimbing/ pembina secara terpadu dalam proses belajar
mengajar yang sesuai dengan kompetensi yang dituntutnya.
Peran guru tersebut seyogyanya terefleksikan dalam kinerja (perilaku yang ditampilkannya)
dari mulai perencanaa (perumusan pengajaran), pelaksanaan, sampai evaluasi dan follow up
(tindak lanjut).
Erick Hoyle (Rochman Natawidjaja, 1988: 32-33) mengemukakan seperangkat peranan guru
yang sekaligus ditampilkannya di dalam kelas. Peranan-peranan itu sebagai berikut :
1. Wakil masyarakat.
2. Hakim (memberi nilai).
3. Sumber (proses, pengetahuan dan keterampilan).
4. Penolong (memberi bimbingan bagi kesulitan siswa).
5. Detektif (menemukan pelanggar aturan).
6. Pelerai (menyelesaikan perselisihan diantara siswa).
7. Obyek identifikasi bagi siswa.
8. Penawar kecemasan (membantu siswa mengendalikan nafsu).
9. Penunjang kekuatan ego (membantu siswa untuk memiliki kepercayaan pada diri sendiri).
10. Pemimpin kelompok (membentuk iklim kelompok).

11. Pengganti orang tua (bertindak sebagai tempat mengeluh anak-anak muda).
12. Sasaran kemarahan siswa (bertindak sebagai obyek agresi yang timbul dari frustasi yang
diciptakan orang dewasa).

13. Teman dan kepercayaan (membangun hubungan yang hangat dengan anak dan saling
mempercayai).
14. Obyek perhatian (mematuhi kebutuhan psikologi anak).

Dari kutipan di atas, menunjukkan bahwa peranan guru dalam proses belajar mengajar tidak
hanya menyangkut kegiatan instruksional, tetapi juga interaksional. Dengan perkataan lain,
dalam proses belajar mengajar itu, guru telah menampilkan peranannya sebagai pengajar dan
pembimbing atau pembina secara terpadu.
Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid diruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh
masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi
masyarakat. Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat dalam
kehidupan masyarakat, yakni di depan memberi suri taulada, di tengah-tengah membangun,
dan di belakang memberikan dorongan dan motivasi (Ing ngarso sung tulada, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani).
Kedudukan guru yang demikian itu senantiasa relevan dengan zaman dan sampai kapan pun
diperlukan. Kedudukan seperti itu merupakan penghargaan masyarakat yang tidak kecil

artinya bagi guru, sekaligus merupakan tantangan yang menuntut prestise dan prestasi yang
senantiasa terpuji dan teruji dari setiap guru.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dalam pengelolaan kelas yang dilakukan oleh seorang guru mampu mengatur siswa dan
sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk
mencapai tujuan pengajaran. Pengelolaan kelas ini mempunyai tujuan umum dan tujuan
khusus, yaitu :
Tujuan umum : Pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas
untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik.
Tujuan khusus : Mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar,
menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta
membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.

Membina dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam
perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan
pendidikan. Sebagai pendidik, guru harus berlaku membina, dalam arti menuntun sesuai
dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan
yang dicita-citakan.
3.2 SARAN
Saran yang dapat disampaikan yaitu agar seorang guru melaksanakan tugas, peran, dan
tanggung jawab seorang guru dengan baik. Profesi guru berbeda dengan profesi lainnya.
Perbedaan tersebut terletak dalam tugas dan tanggung jawab yang besar serta kemampuan
dasar yang disyaratkan (kompetensi).

Masalah pengelolaan kelas
Pada prakteknya pengelolaan kelas akan menemui masalah, menurut sifatnya masalah yang
ditemui dapat di bagi menjadi 2 katagori :
1.

Masalah perorangan

2.

Masalah kelompok

Masalah Perorangan
Penggolongan masalah perorangan ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku
manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan
dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal
mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku
menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik
perhatian orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan
ketidakmampuan. Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya,
seorang anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang
mengejar kekuasaan.
Seorang siswa yang gagak menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana
hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku
mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat
dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak (memperolok), membikin onar,
memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku
destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anakanak yang terus meminta bantuan orang lain.
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih
mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya
pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan
menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada

anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama
sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan
ketidakpatuhan.
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa
dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan
secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau
pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini
akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya
dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak
secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anakanak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan
tidak patuh (suka menetang.
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu
berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap
menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa
yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan
tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau
memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah perorangan seperti
diuraikan diatas pada diri para siswa.
Pertama, jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu
merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari
perhatian.
Kedua, jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa
siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
Ketiga, jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang
bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas.
Dan keempat, jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa
siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru
hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku
siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian,
mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru itu
mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
Masalah Kelompok
Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
1.

Kekurang-kompakan

2.

Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok

3.

Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok

4.

Penerimaan kelas (kelompok) atau tingkah laku yang menyimpang

5.
Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah
ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota)
lainnya saja
6.

Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes

7.

Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan

Kekurang-kompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik)
diantara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis
kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat
dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang
diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini
akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik
dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.
Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang
telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti
peraturan kelompok. Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu
padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu
kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masingmasing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.

Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang
dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota
kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang
menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian
“dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok
itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku
menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah
perbuatan memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar yang
“lucu” tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan
telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran
kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang
sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu
kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk

melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana
diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak
mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung.
Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa
mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas
karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau
keengganan bekerja.
Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan
penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.