Makalah Perencanaan Kota Permasalahan Ko

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kota Bogor dikenal dengan julukan “Kota Hujan” karena memiliki curah hujan
tahunan yang lebih tinggi dari daerah lain di Indonesia. Namun predikat ini mulai
bergeser menjadi “Kota 1000 Angkot” yang disebabkan karena tingginya jumlah
angkutan kota atau sering disebut angkot yang memadati sepanjang jalan Kota Bogor di
titik – titik strategis.
Mayoritas masyarakat bergantung pada angkutan umum untuk mempermudah
mobilitasnya karena beberapa faktor. Secara umum, masyarakat yang melakukan
pergerakan dengan tujuan yang berbeda membutuhkan sarana penunjang pergerakan
berupa angkutan pribadi (mobil, motor) maupun angkutan umum (paratransit dan
masstransit).
Di sisi lain membludaknya jumlah angkutan umum menimbulkan berbagai
permasalahan yang ada. Kepadatan kendaraan yang berada di wilayah Kota Bogor sudah
dirasakan dengan jumlah kendaraan angkutan kota yang mencapai 3.412 buah yang
memiliki 23 jalur trayek berbeda (http://indonesia-life.com, 18-12-2014,10:43). Dari
sekian banyaknya jumlah angkot yang menjadi dominasi transportasi di Kota Bogor
memunculkan permasalahan penataan ruang kota yang berkaitan erat dengan
‘kesemrawutan’ pengguna jalan raya termasuk pedagang kaki lima dan kemacetan

termasuk dampak terhadap lingkungannya.
Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) setempat mencatat, jumlah
angkot di Kota Bogor mencapai 3.412 unit dengan 23 trayek. Penanganan masalah
transportasi dihadapkan pada permasalahan yang rumit dan tidak berkesudahan karena
memang sangat berkaitan dengan masalah sosial, kesadaran manusia, dan kemauan
semua pihak untuk bahu membahu menimalisir kerusakan yang telah ditimbulkan,
dimana dengan semakin tingginya biaya kemacetan lalu lintas, polusi udara, kebisingan

1

lingkungan dan lain lain perlu dilakukan langkah pembinaan, pengendalian dan
pengawasan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan, sebagai berikut :
Permasalahan angkutan kota (angkot) ang terjadi di Kota Bogor.
1.3 Pembatasan Masalah
1. Apa penyebab tingginya jumlah angkot di Kota Bogor?
2. Apa permasalahan yang disebabkan oleh tingginya jumlah angkot di Kota Bogor?
3. Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh tingginya

jumlah angkot di Kota Bogor?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penyebab tingginya angka jumlah angkot di Kota Bogor.
2. Untuk mengetahui permasalahan yang disebabkkan oleh tingginya jumlah angkot di
Kota Bogor.
3. Untuk mengetahui solusi untuk mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh
tingginya jumlah angkot di Kota Bogor.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Pembaca
Manfaat penulisan laporan ini bagi pembaca atau orang banyak adalah sebagai
penambah wawasan tentang bagaimana seharusnya bersikap terhadap tingginya
jumlah angkot yang beroperasi di Kota Bogor.
2. Bagi Penulis
Manfaat penulisan karya tulis ini bagi penulis adalah sebagai sarana untuk
menambah

pengalaman

dibidang


laporan,

sebagai

medium

penulis

untuk

2

mengembangkan teori-teori yang telah dipelajari dalam mata kuliah Perencanaan
Kota dan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Perencanaan Kota.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Profil Kota Bogor


Kota Bogor adalah sebuah kota di
Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak
59 km sebelah selatan Jakarta, dan wilayahnya
berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten
Bogor. Dahulu luasnya 21,56 km², namun kini
telah berkembang menjadi 118,50 km² dan
jumlah penduduknya 1.030.720 jiwa (2014).
Bogor dikenal dengan julukan kota hujan, karena
memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Kota
Bogor terdiri atas 6 kecamatan yang dibagi lagi
atas sejumlah 68 kelurahan.
Pada

masa Kolonial

Belanda,

Bogor

Gambar 2.1 Tugu Kujang Kota Bogor


dikenal dengan nama Buitenzorg (pengucapan: boit'n-zôrkh", bœit'-) yang berarti "tanpa
kecemasan" atau "aman tenteram".Hari jadi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor
diperingati setiap tanggal 3 Juni, karena tanggal 3 Juni 1482 merupakan hari
penobatan Prabu Siliwangi sebagai raja dari Kerajaan Pajajaran.
Bogor (yang berarti "enau") telah lama dikenal dijadikan pusat pendidikan dan
penelitian pertanian nasional. Di sinilah berbagai lembaga dan balai penelitian pertanian
dan biologi berdiri sejak abad ke-19. Salah satunya yaitu, Institut Pertanian Bogor, berdiri
sejak awal abad ke-20.
3

Tabel 2.1 Profil Singkat Kota Bogor

sumber: wikipedia.com

4

Gambar 2.2 Peta Kota Bogor
sumber: petatematikindo.wordpress.com


Bogor Utara
Tanah Sareal

Kota Bogor berbatasan dengan Kecamatankecamatan dari Kabupaten Bogor sebagai berikut:
Utara

: Sukaraja, Bojong Gede, dan Kemang.

Timur

: Sukaraja dan Ciawi.

Bogor Tengah

Selatan

: Cijeruk dan Caringin.

Bogor Selatan


Barat

: Kemang, Ciomas dan Dramaga.

Bogor Barat

Bogor Timur
5

2.2 Angkutan Kota

Angkutan kota mulai diperkenalkan di Jakarta pada akhir tahun 1970-an dengan
nama mikrolet untuk menggantikan oplet yang sudah dianggap terlalu tua, terseok-seok
jalannya, dan sering mengalami gangguan mesin, sehingga mengganggu kelancaran lalu
lintas. Nama "mikrolet" dipilih sebagai singkatan gabungan dari kata "mikro" (Bahasa
Latin : kecil) dan "oplet". Tetapi ada juga yang menyebut "angkot" untuk di beberapa
daerah.
Tarif yang dibebankan kepada penumpang bervariasi tergantung jauhnya jarak
yang ditempuh. Umumnya sebuah angkutan kota diisi oleh kurang lebih 10 orang
penumpang, tetapi tidak jarang penumpangnya hingga lebih dari 10 orang. Perilaku sopir

angkutan kota yang sering berhenti mendadak dan di sembarang tempat sering dihubunghubungkan dengan penyebab kemacetan. Terkadang juga sebuah angkutan kota selalu
menepi dengan waktu yang lama untuk menunggu penumpang.
Jalur operasi suatu angkutan kota dapat diketahui melalui warna atau kode berupa
huruf atau angka yang ada di badannya.
Berikut adalah daftar trayek angkot Kota Bogor:
01: Ciawi - Tajur - Pajajaran - Terminal Baranangsiang
02: Sukasari - Lawang Gintung - Empang - Ir. H. Juanda - Kapten Muslihat Stasiun Bogor - Veteran - Terminal Bubulak
03: Terminal Bubulak - Pasar Anyar - Ir. H. Juanda - Istana Bogor - Jalak Harupat
- Salak - Pajajaran - Botani Square - Terminal Baranangsiang
04 Warung Nangka - Batu Tulis - Empang - Ir. H. Juanda - Ir. H. Juanda Suryakencana - Kebun Raya Bogor - Ramayana
04A: Cihideung - Batu Tulis - Empang - Ir. H. Juanda - Ir. H. Juanda Suryakencana - Kebun Raya Bogor - Ramayana

6

05: Cimahpar - Bogor Baru - Pangrango - Ir. H. Juanda - Suryakencana - Kebun
Raya Bogor- Ramayana
06: Universitas Pakuan - Ciheuleut - Pakuan - Pajajaran - Terminal
Baranangsiang - Jalak Harupat - Istana Bogor - Ir. H. Juanda - Suryakencana Kebun Raya Bogor - Ramayana
07: Ciparigi - Raya Bogor - Kedunghalang - Plaza Jambu Dua - Jend. A. Yani Jend. Sudirman - Istana Bogor - Ir. H. Juanda - Kapten Muslihat - Perintis
Kemerdekaan - Dr. Semeru - Pasar Mawar - Terminal Merdeka

07A: Pondok Rumput - Jend. Sudirman - Sawojajar - Pasar Anyar
08: Ciparigi - Raya Bogor - Kedunghalang - Plaza Jambu Dua - Pajajaran Pangrango - Jalak Harupat - Istana Bogor - Ir. H. Juanda - Suryakencana - Kebun
Raya Bogor - Ramayana
09: Ciparigi - Raya Bogor - Kedunghalang - Plaza Jambu Dua - Pajajaran - Botani
Square - Terminal Baranangsiang - Batutulis - Siliwangi - Sukasari
10: Bantar Kemang - Pajajaran Indah - Pajajaran - Botani Square - Terminal
Baranangsiang - Botani Square - Jalak Harupat - Istana Bogor - Ir. H. Juanda Kapten Muslihat - Perintis Kemerdekaan - Dr. Semeru - Pasar Mawar - Terminal
Merdeka
11: Pajajaran Indah - Pajajaran - Terminal Baranangsiang - Jalak Harupat - Istana
Bogor - Ir. H. Juanda - Suryakencana - Kebun Raya Bogor - Ramayana
12: Cimanggu - Tentara Pelajar - RE Martadinata - Pemuda - Jend. A. Yani Jend. Sudirman - Sawojajar - Pasar Anyar
13: Bantar Kemang - Durian - Pajajaran - Terminal Baranangsiang - Jalak
Harupat - Istana Bogor - Ir. H. Juanda - Suryakencana - Kebun Raya Bogor Ramayana

7

14: Terminal Bubulak - Sindang Barang - Aria Surialaga - Pulo Empang Bundaran Empang - Ir. H. Juanda - Kebun Raya Bogor - Suryakencana Ramayana - Sukasari
15: Terminal Bubulak - Sindang Barang - Perintis Kemerdekaan - Merdeka Kapten Muslihat - Stasiun Bogor - Pasar Anyar
16: Salabenda - Soleh Iskandar - Kebon Pedes - Pemuda - Jend. A. Yani - Jend.
Sudirman - Sawojajar - Pasar Anyar

17: Tanah Baru - Pangeran Sogiri - Pomad

8

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penyebab Banyaknya Angkot
1. Angkot merupakan moda transportasi umum paling umum digunakan oleh masyarakat
dalam maupun luar Kota Bogor
Bogor merupakan salah satu kota commuter yang masyarakatnya kebanyakan
bekerja di daerah sekitarnya seperti Jakarta atau Depok. Angkot merupakan satu-satunya
angkutan umum roda empat murah yang memiliki rute yang melewati Stasiun Bogor dan
tempat-tempat strategis seperti BTC, Botani Square, Istana Bogor dan Terminal
Baranangsiang, sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan angkot. Animo
masyarakat terhadap angkot mempertahankan eksistensi besarnya jumlah angkot di Kota
Bogor.
Menurut Bappeda Kota Bogor (RPJPD 2005 – 2025), pada tahun 2004 jumlah
perjalanan dari Kota Bogor menuju Jakarta menggunakan kendaraan umum sebanyak
25.972 perjalanan/hari. Pergerakan ke Jakarta menggunakan moda Kereta Api tahun 2004

menurut catatan Stasiun Bogor rata-rata sebanyak 28.572 perjalanan orang/hari.
Hal tersebut membuktikan bahwa interaksi antara Kota Bogor dan sekitarnya juga
sangat mempengaruhi jumlah pengguna dan angkot yang digunakan oleh masyarakat
setempat maupun di luar Kota Bogor.
Menurut teori lokasi model gravitasi Issac Newton dan Ullman, interaksi total dua
daerah (migrasi, traffic flow dan pertukaran barang atau jasa) dapat diestimasi dengan
rumus gravitasi. Berikut adalah perhitungannya,
I = PJakarta x PBogor
r2
9

I = 10.075.300 x 1.030.720 = 267.560.868 interaksi.
(62,3)2
dengan I = total interaksi; P = jumlah penduduk; r = jarak.
2. Angkot merupakan moda transportasi murah yang bisa dijangkau oleh semua lapisan
masyarakat.
Apabila dibandingkan dengan transportasi umum roda empat yang lain seperti
taksi, maka bisa dikatakan angkot merupakan moda transportasi yang murah. Jika
dikalkulasi secara singkat, dari Botani Square menuju Stasiun Bogor, hanya
membutuhkan biaya Rp. 4000, sedangkan dengan taksi membutuhkan Rp. 20.000.
Angkot sangat terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, sehingga permintaan
masyarakat terhadap angkot cenderung tinggi. Hal ini membawa implikasi penawaran
angkot yang tinggi pula.
3. Kurang tegasnya pemerintah dalam menyikapi angkot yang tidak berbadan hukum
mengakibatkan pengoperasian angkot ilegal lebih mudah.
Sebanyak 895 angkot di Kota Bogor pada tahun 2015 belum berbadan hukum
menunjukkan kurang tegasnya pemerintah dalam pelaksanaan aturan bahwa angkutan
umum diharuskan berbadan hukum adalah aturan yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 22/2009 yang dijabarkan oleh Pemerintah Kota Bogor dalam Peraturan Daerah
Nomor 3/2013 tentang penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.
Berikut adalah beberapa bunyi pada UU No. 22 Tahun 2009 yang mengatur
tentang badan hukum jasa angkutan.
UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 1

UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 137

10

UU No. 22 Tahun 2009 Penjelasan

3.2 Permasalahan yang Ditimbulkan Akibat Angkot
1. Kemacetan di titik-titik strategis
Banyaknya angkot pada trayek tertentu yang tidak sesuai alokasi pemerintah
mengakibatkan menumpuknya jumlah kendaraan. Umumnya, penyelenggara jasa angkot
memaksimalkan pendapatan pada trayek yang paling ramai. Menurut data BPS Kota
Bogor 2010, trayek Baranangsiang-Bubulak seharusnya 322 unit, tapi realisasinya 382
unit. Trayek ramai mengindikasikan tempat strategis dan pusat aktivitas masyarakat
seperti Stasiun Bogor, mall dan pasar. Kemacetan pada titik-titik strategis tentu akan
mengganggu kenyamanan mobilitas masyarakat kota Bogor.
Tabel 3.1 Titik Kemacetan Terparah di Kota Bogor
No

1
2

Titik Kemacetan
Perlintasan Kereta RE
Martadinata
Jalan Soleh Iskandar

Waktu Tempuh
150-200 meter
ditempuh 45-60
menit
2 kilometer
ditempuh 1-1,5

Sebab
Tingginya frekuensi KRL dan
ketidakdisiplinan pengendara
Tingginya frekuensi kendaraan
keluar tol Jagorawi
11

jam
1 kilometer
3

Jalan Kapten Muslihat

ditempuh 30-45
menit

4

Jalan Dewi Sartika

3-4 kilometer

5

Jalan Raya Dramaga

ditempuh 2-2,5

6

Jalan Pajajaran

jam
-

7

Jalan Lawang Gintung

8

Jalan Mawar dan Jalan Merdeka

9

Pertigaan depan Istana Bogor

1
0

Jalan di Pasar Bogor

500 meter
ditempuh 1 jam

Aktivitas di depan stasiun dan
angkot ngetem
Angkot berhenti sembarangan
dan pedagang kaki lima
Jalan sempit, banyak angkot dan
ketidakdisiplinan pengguna jalan
Angkot ngetem sambarangan
Berada di pertemuan dengan
Jalan Batu Tulis di dekat Istana
Batu Tulis Bogor.
Penyempitan jalan akibat
pedagang kaki lima
Banyaknya angkot dan
ketidakdisiplinan pengendara
Pedagang kaki lima, angkot,
volume kendaraan dan parkir
kendaraan

Sumber: jabar.pojoksatu.id

Gambar 3.1 Kemacetan di dekat Stasiun Bogor di Jalan Kapten Muslihat
12

2. Polusi udara
Angkot merupakan salah satu produsen gas berbahaya yang dapat menurunkan
kualitas udara segar. Hasil dari pembakaran tersebut antara lain karbon monoksida (CO),
karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2).
Diantara emisi tersebut yang membahayakan manusia antara lain CO dan NOx.
Sedangkan produksi CO2 yang berlebih dapat menambah efek rumah kaca yang akan
berlanjut pada kenaikan suhu udara sebagai pengaruh perubahan iklim mikro di beberapa
tempat.
(IPCC dalam Jinca dkk, 2009) Faktor emisi CO 2 pada kendaraan umum sedang
adalah 2.597,86 g/liter. Perharinya angkot harus kejar setoran Rp. 250.000. Sedangkan
sekali rit(PP) bisa mendapat Rp. 50.000 dan membutuhkan bensin 2 liter. Keuntungan
sopir rata-rata adalah Rp. 70.000 perhari. Berarti, dalam sehari sopir mendapat
pemasukan Rp. 320.000. Sehingga, sopir harus minimal menempuh 6,4 rit dan
menggunakan 12,8 liter bensin perharinya. Berikut adalah perhitungan total emisi angkot,
Q = 360 x Fe x N x K
= 360 x 2.597,86 x 3.412 x 12,8
Q = 40.844,84 ton CO2/tahun
dengan Q = total emisi; Fe = faktor emisi; N = jumlah angkot; K = konsumsi bensin.
Tabel 3.2 Emisi CO2 di Kota Bogor
Tahun

Emisi Gas CO2
Transportasi
(Ton)

2012

177.334

2013

188.469

13
sumber: Rizka, 2014

2014

201.013

2015

215.128

Berdasarkan pengamatan BPLH (Badan Pengamat Lingkungan Hidup) Jawa
Barat di Kota Bogor, sejak tahun 2007 jumlah partikel debu di Kota Bogor mencapai 200
mikrogram/meter kubik/hari. Sedangkan ambang batasnya adalah 150 mikrogram/meter
kubik/hari.
3. Ketidakteraturan lalu lintas di jalan raya
Ketidakteraturan lalu lintas di jalan raya lebih diakibatkan karena perilaku sopir
angkot itu sendiri yang kurang mematuhi aturan seringnya disebabkan karena sopir
angkot yang “kejar setoran” akibat banyaknya jumlah angkot di Kota Bogor sehingga
mereka kurang mempedulikan peraturan yang ada termasuk keselamatan penumpang itu
sendiri.
-

Sering melanggar rambu-rambu lalu lintas.

-

Berhenti sembarangan untuk mengangkut dan/atau menurunkan penumpang.

-

Berhenti di sembarang tempat.

-

Muatan armada yang melebihi kapasitas maksimal yang seharusnya.

4. Ketidaknyamanan Penggunaan Angkot
Tabel 3.3 Jumlah Angkutan Kota di Kota Bogor

Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

Jumlah
Angkutan Kota
(Unit)a
(Unit)
3316
3452
3443
3443
3412
3412
3412
14

sumber: Kota Bogor dalam Angka
(2009-2013)

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk di Kota Bogor
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014

Jumlah Penduduk
905.132
942.204
946.204
950.334
967.396
1.004.831
1.013.019
1.083.063

sumber: BPS Kota Bogor

Pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan jumlah angkot yang cenderung stabil
dan menurun membuat pelayanan angkot cukup tidak nyaman. Hal ini disebabkan
keinginan sopir angkot untuk mengangkut lebih banyak penumpang. Sehingga,
penumpang akan saling berdesak-desakkan di dalam angkot. Ditambah lagi dengan cuaca
yang panas dan udara berdebu. Persaingan untuk mendapat banyak penumpang
mendorong sopir untuk memotong jalur dan saling ‘serobot’ lajur yang berlawanan,
walaupun dalam keadaan macet sekalipun. Terlebih lagi, sopir kadang bekerja sama
dengan pengamen agar pengamen dapat ikut masuk ke dalam angkot saat masih dalam
perjalanan.

15

Gambar 3.2 Ketidakteraturan penggunaan angkot

5.

Dampak
sosial negatif yang lain
Dampak lain yang ditimbulkan dari banyaknya angkot dan kurangnya
pengawasan terhadap ketertiban memunculkan beberapa masalah sosial, diantaranya:
-

Masyarakat menjadi tidak patuh aturan.

-

Halte sia-sia.

-

Masyarakat menjadi agresif.

-

Persaingan antar angkot yang tinggi.

-

Masyarakat boros waktu.

-

Menghambat munculnya sarana transportasi baru.

3.3 Solusi

1. Kebijakan pemerintah
Dengan pergantian angkutan kota menjadi angkutan umum massal perkotaan
dengan system transit ”bus transit system bts” yang bernama Bus Trans Pakuan. Melalui
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP.113 Tahun 2009, Kota Bogor ditetapkan
sebagai salah satu Kota Percontohan Penataan Transportasi Perkotaan, dan dalam
implementasinya difasilitasi oleh Tim GIZ (Internationale Zusammenarbeit GmbH)
melalui Proyek Perbaikan Transportasi Perkotaan Berkelanjutan ”Sustainable Urban
Transport Improvement Project (SUTIP)”

16

Jumlah penumpang yang dapat diangkut angkutan kota berkisar antara 10
penumpang, sedangkan Bus Trans Pakuan dapat mengangkut 35 penumpang,
dikarenakan terdapat ruang yang digunakan penumpang untuk berdiri.
Terkait dengan hal itu, saat ini sudah pemerintah sudah memasang CCTV
Streaming di 13 lokasi, antara lain di Simpang Pasar Bogor, Simpang Gunung Batu,
Tanjakan Empang, Tugu Kujang, Terminal Baranangsiang, Simpang BORR (Bogor
Outer Ring Road), Simpang BTM (Bogor Trade Mall), dan di Jembatan Merah. Selain itu
juga sudah dilakukan pengadaan dan rekondisi Alat Pengendali Isyarat Lalu Lintas
(APILL) di 4 (empat) simpang yaitu di simpang Juanda, simpang Denpom, simpang
Sawojajar dan simpang Warung Jambu.
Terkait dengan penerapan shift angkutan kota, sampai akhir tahun 2011 uji coba
pengoperasian angkutan umum dengan sistem shift sudah dilaksanakan di 15 trayek.
Sedangkan sistem shift yang sudah diberlakukan pada 5 trayek sampai dengan tahun
2011, telah berhasil mengurangi jumlah angkot yang beroperasi per hari sebanyak 449
unit dari jumlah keseluruhan angkot yang beroperasi di trayek tersebut sebanyak 1.344
unit.
Adapun kebijakan reformasi angkutan umum yang telah dicanangkan oleh
Pemerintah Kota Bogor agar penggunaan jasa angkutan umum seperti angkot efisien dan
efektif dalam masyarakat.

17

Gambar 3.3 Grafik Kebijakan Reformasi Angkutan Umum di Kota Bogor

sumber: dishub.jabarprov.go.id/inc/data/info/321

2. Pola penggunaan angkutan masyarakat
Untuk mengurangi penggunaan angkot, apabila masyarakat menempuh jarak
perjalanan yang relatif dekat maka akan lebih baik untuk berjalan kaki atau menggunakan
sepeda. Diperkirakan, hal tersebut dapat menurunkan permintaan terhadap angkot dan
memaksa pemilik angkot perseorangan untuk mengurangi jumlah angkot yang
beroperasi. Terlebih lagi, hal tersebut juga akan mengurangi polusi udara.
Untuk jarak yang relatif panjang, masyarakat dapat menggunakan bus
transpakuan. Hal tersebut bertujuan untuk tetap menekan permintaan yang tinggi
terhadap angkot.

18

BAB IV
KESIMPULAN

1. Penyebab dari banyaknya jumlah angkot di Kota Bogor antara lain dikarenakan angkot
merupakan moda transportasi umum yang paling banyak digunakan, tarif dari angkot
terjangkau dan kurang tegasnya pemerintah dalam menindak angkot illegal.
2. Akibat yang ditimbulkan dari masalah ini sangat beragam mulai dari kemacetan, polusi
udara hingga ketidaknyamanan dari pengguna angkot itu sendiri.
3. Solusi untuk permasalahan angkot ini dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.
Pemerintah membuat kebijakan reformasi angkutan umum di Kota Bogor, menerapkan
BTS bus transpakuan dan shift. Masyarakat dapat menekan penggunaan angkot dengan
bersepeda untuk jarak dekat dan menggunakan bus transpakuan untuk perjalanan
panjang.

19

BAB V
SARAN

1. Bagi Pemerintah


Diperlukan pengawasan dari pemerintah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan
yang telah dibuat.



Apabila terdapat pihak-pihak yang melanggar aturan, maka pemerintah harus
bertindak dengan tegas (mencabut izin trayek angkot dan mem-plat hitamkannya).

2. Bagi Masyarakat


Berpindah moda transportasi dari angkot menjadi Bus Transit Pakuan yang telah
disediakan.



Apabila menempuh perjalanan dekat maka lebih baik untuk berjalan kaki atau
bersepeda.



Mematuhi dan menaati kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah.

20

DAFTAR PUSTAKA

BPS Kota Bogor. 2009. Kota Bogor Dalam Angka 2009. Bogor: Pemkot Bogor – Badan Pusat
Statistik Kota Bogor.
──-. 2010. Kota Bogor Dalam Angka 2010. Bogor: Pemkot Bogor – Badan Pusat Statistik Kota
Bogor.
──-. 2011. Kota Bogor Dalam Angka 2011. Bogor: Pemkot Bogor – Badan Pusat Statistik Kota
Bogor.
──-. 2012. Kota Bogor Dalam Angka 2012. Bogor: Pemkot Bogor – Badan Pusat Statistik Kota
Bogor.
──-. 2013. Kota Bogor Dalam Angka 2013. Bogor: Pemkot Bogor – Badan Pusat Statistik Kota
Bogor.
DLLAJ Kota Bogor. 2014. Penataan Transportasi Kota Bogor Berwawasan Lingkungan. Bogor:
Pemkot Bogor – Dinas Lalu Lintas Angkutan dan Jalan.
IPCC. 1996. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories –Workbook (Volume 2).
http://www.ipcc.ch.

21

Maharani, Azzizah D.K. et al. 2011. “Problematika Angkot di Kota Seribu Angkot”. Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nur, Rizka P.R.. 2014. “Model Dinamika Sistem Penyerapan Emisi CO2”. Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bogor
https://id.wikipedia.org/wiki/Angkutan_Kota
http://kotabogor.go.id/
http://bogorkota.bps.go.id/
http://jabar.pojoksatu.id/bogor/2015/08/29/10-titik-kemacetan-kota-bogor-paling-menyebalkan/
Lampiran 1
Analisis Kota Bogor Berdasarkan Teori Lokasi Model Gravitasi
Model gravitasi banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik suatu potensi
yang berada pada suatu lokasi serta kaitannya antara potensi pada suatu lokasi dan
besarnya pengaruh dari potensi tersebut. Salah satunya ialah interaksi antara dua kota yang
berdekatan seperti Kota Bogor dan Kota Jakarta. Perlu diketahui bahwa interaksi antara
Kota Bogor (sebagai hinterland) dan Kota Jakarta sudah sejak dulu dengan dikeluarkan
Instruksi Presiden no. 13 tahun 1976 tentang Jabotabek (Jakarta – Bogor – Tangerang –
Bekasi) pada tahun 1976 di mana wilayah Kota Bogor ditetapkan sebagai salah satu kota
penyangga Kota Jakarta dan sebagai kota pemukiman (dormitory town). Tujuannya adalah
untuk meringankan tekanan penduduk di wilayah DKI Jakarta, sehingga kehidupan sosial
ekonomi dan budaya dapat berlangsung serasi. Sebagai Ibukota Negara, Kota Jakarta yang
memiliki potensi besar mengusahakan agar kegiatan industri dan perdagangan yang
terdapat di wilayah DKI Jakarta dapat lebih mendorong kegiatan-kegiatan yang berkaitan
di daerah lain, terutama di daerah yang berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta seperti
halnya Kota Bogor. Selain itu, Kota Bogor juga bertindak sebagai penyedia tempat tinggal
untuk orang-orang yang bekerja di Kota Jakarta.

22

Dari penjelasan sebelumnya maka dapat diketahui bahwa besarnya interaksi antara
Kota Bogor dan Jakarta dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor yang pertama adalah besarnya
kedua kota tersebut dalam segi jumlah penduduk, banyaknya lapangan pekerjaan, total
pendapatan, jumlah atau luas bangunan atau banyaknya fasilitas umum. Faktor yang kedua
yang mempengaruhi interaksi kedua kota tersebut adalah jarak Kota Bogor dan Kota
Jakarta.
Berdasarkan pendataan terakhir, Kota Bogor memiliki jumlah penduduk 1.013.019
jiwa pada tahun 2013, dengan kepadatan penduduk 8.549 jiwa/km2 (BPS Kota Bogor,
2014). Dari jumlah penduduk tersebut, tidak sedikit diantaranya yang bekerja di ibukota
Jakarta.
Fasilitas yang memadai dan mendukung aksesibilitas antara Kota Bogor dan Kota
Jakarta antara lain adalah KRL. Dengan adanya fasilitas umum yang memadai seperti
itulah yang akan memperbesar interaksi antar dua kota dimana masing-masing memiliki
potensi sendiri-sendiri yang mana Kota Jakarta menyediakan banyak peluang pekerjaan
dan Kota Bogor yang menyediakan tempat untuk pemukiman sebagai potensi yang
menarik masyarakat kota lain untuk ke Kota Bogor. Fenomena commuter (penglaju) di
Kota Bogor terlihat dari tingginya jumlah perjalanan menuju Jakarta tiap harinya. Banyak
penduduk Bogor yang menghabiskan waktunya lebih banyak di Jakarta. Mereka berangkat
ke Jakarta untuk berkerja dari jam 6 pagi dan baru pulang ke rumahnya di Bogor jam 8
malam. Menurut Bappeda Kota Bogor (RPJPD 2005 – 2025), pada tahun 2004 jumlah
perjalanan dari Kota Bogor menuju Jakarta menggunakan kendaraan pribadi adalah 53.188
perjalanan/hari dan yang menggunakan kendaraan umum sebanyak 25.972 perjalanan/hari.
Pergerakan ke Jakarta menggunakan moda Kereta Api tahun 2004 menurut catatan Stasiun
Bogor rata-rata sebanyak 28.572 perjalanan orang/hari.
Faktor yang kedua adalah jarak antara kedua kota tersebut. Dengan letaknya yang
tidak jauh dari ibukota, Kota Bogor masuk ke dalam Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok
Tangerang Bekasi). Hal tersebut menjadikan kota ini menjadi salah satu sasaran tempat
tinggal yang strategis. Jarak antara kota Bogor dan Jakarta yaitu 62,3 kilometer dan dapat
ditempuh menggunakan mobil baik itu kendaraan pribadi maupun kendaraan umum darat
(bukan KRL) selama kurang lebih 1 jam lebih 13 menit menyebabkan mobilitas
23

masyarakat kedua kota tersebut tinggi terlebih lagi dengan adanya kereta listrik (KRL)
yang hamper setiap saat ada, nyaman dan murah.
Berdasarkan teori gravitasi Issac Newton dimana besar gaya tarik-menarik antar
dua region berdasarkan data tahun 2014 adalah perkalian antara jumlah penduduk Kota
Bogor dan jumlah penduduk Kota Jakarta dibagi dengan kuadrat jarak kedua kota.
Dengan menggunakan rumus gravitasi dapat dihitung sebagai berikut:

I = 10.075.300 x 1.030.720 = 267.560.868
(62,3)2

Nilai I yang merupakan gaya total tarik-menarik (interaksi) kedua region sangat
besar. Ini menunjukkan bahwa antara Kota Bogor dan Kota Jakarta memiliki interaksi
kependudukan yang sangat tinggi. Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa interaksi antara Kota Bogor dan Kota Jakarta ditentukan oleh
besarnya jumlah penduduk Kota Bogor dan jumlah penduduk Kota Jakarta yang besar.
Selain itu jarak antar kedua kota tersebut yang relatif dekat serta didukung oleh potensi
kedua kota tersebut yang saling butuh dan membutuhkan seperti banyaknya lapangan
pekerjaan dan fasilitas-fasilitas yang tersedia secara lengkap di Kota Jakarta serta
tersedianya lokasi pemukiman yang nyaman di Kota Bogor. Potensi yang menarik dari
kedua kota tersebut juga didukung dengan kemudahan transportasi yang tersedia dengan
harga yang murah dan kemudahan untuk mendapatkannya, sebagai contoh KRL.
Kemungkinan yang bias diprediksi selanjutnya adalah semakin banyak jumlah penduduk
kedua kota tersebut disertai fasilitas-fasilitas yang semakin memadai maka daya tarik
kedua kota tersebut akan semakin besar.

24

LAMPIRAN 2
Menghitung Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bogor
Pada tahun 2012, didapat data jumlah penduduk Kota Bogor adalah 967.396 jiwa,
sedangkan total kendaraan bermotor yang ada 336.878 unit. Maka, dapat dihitung
kebutuhan RTH Kota Bogor sebagai berikut:
1. Menghitung kebutuhan oksigen manusia
X = 967,396 x 4420,8ℓ/hari/orang x 1,2 kg/m3
= 5.131.997.084 ton/hari
2. Menghitung kebutuhan oksigen kendaraan bermotor
Z = 0,014 x 336.878
= 4716,292 ton/hari
3. Menghitung kebutuhan RTH
L = 5.131.997.084 + 4716,292 = 101.372.875,1 m2
52 x 0,9375
= 10.137,286 ha
Tersedia = 8.318,151 ha
25

Butuh

= 10.137,286 ha

Kurang = 1.819,135 atau 17,95%

LAMPIRAN 3
Dampak Perubahan Iklim pada Kota Bogor
Perubahan iklim terjadi secara global namun dampaknya dapat dirasakan berbeda
– beda secara lokal. Berdasarkan sumber pada www.tatangsite.com, Indikator utama
perubahan iklim terdiri dari perubahan pola dan intensitas berbagai parameter iklim yaitu
suhu, curah hujan, angin, kelembaban, tutupan awan dan penguapan dan semua indicator
tersebut ada di Indonesia. Bogor merupakan salah satu Kota yang terkenal akan curah
hujan yang tinggi dengan sebutannya sebagai Kota Hujan namun rupanya Bogor pun
mengalami kekeringan akibat kemarau panjang yang merupakan salah satu akibat dari
perubahan iklim global tersebut.
Akibat dari perubahan iklim maka suhu rata-rata di Kota Bogor mengalami
kenaikan dimana biasanya suhu rata-rata ialah 32 derajat celcius namun pada awal Mei
meningkat 2 derajat celcius menjadi 34 derajat celcius selama lima tahun terakhir. Di
samping itu, curah hujan di Kota Bogor juga mengalami penurunan curah hujan dimana
biasanya curah hujan rata-rata lebih dari 150 milimeter malah sempat mencapai 40
milimeter, namun kini kurang dari 150 milimeter.

26

Pemerintah Kota Bogor tidak tinggal diam menghadapi situasi yang memburuk
akibat dari perubahan iklim. Pemerintah Kota Bogor melakukan perjanjian kerkasama
dengan Asosisasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) yang dilaksanakan di
Kebun Raya Bogor oleh Wali Kota Bogor untuk melaksanakan program perumusan dan
pengintegrasian strategi ketahanan kota terhadap dampak dari perubahan iklim yang
terjadi. Tujuan dari penandatanganan perjanjian tersebut adalah untuk mengembangkan
perencanaan dan program pembangunan yang mempertimbangkan aspek adaptasi dan
ketahanan kota terhadap perubahan iklim.

LAMPIRAN 4
Masterplan Kota Bogor
1. Masterplan Transportasi Berkelanjutan (Sustainable Transportation) menurut Focus
Group Discussion Bogor Transportation Program (FGD B-TOP):

 Pengadaan massal bus transpakuan untuk mereduksi angkot
 Pembangunan LRT dari Jakarta menuju Bogor
 Peningkatan akses Bogor Inner Ring Road (BIRR) dan Bogor Outer Ring
Road (BORR)

 Pengembangan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda
 Optimalisasi manajemen lalu lintas menuju kota tertib lalu lintas
2. Masterplan Kota Hijau menurut Manual Masterplan Kota Bogor:
 Pengembangan RTH untuk membentuk karakter Kota Bogor sebagai Kota
Hijau
 Akuisisi RTH privat dan revitalisasi RTH yang sudah beralih fungsi
 Penetapan daerah konservatif
 Pembangunan taman dan jalur hijau di sepanjang rel kereta api
27

LAMPIRAN 5
Penentuan Sektor Basis dan Non Basis Kota Bogor
Menggunakan Metode LQ
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

SEKTOR
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estat
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan,

PDRB
BOGOR
33.147,45
213,19
5.367.689,30
323.294,38
48.921,83

PDRB
JAWA BARAT
113.948.104,85
34.829.948,32
544.183.777,95
8.802.690,31
955.503,33

968.133,58
5.802.512,38

99.103.612,36
199.720.305,33

2.457.816,23
1.182.330,60

56.700.883,10

622.514,27
1.611.659,57
0,00
424.515,95
280.987,02

30.268.188,40
32.408.455,16
13.739.946,85
4.873.091,87
30.242.182,04

30.027.380,08

28

15
16
17

Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Produk Domestik Regional Bruto

0,00
188.825,35
222.447,85
19.535.008,93

29.595.982,53
7.194.042,84
22.320.384,69
1.258.914.480,01

Nilai LQ
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

SEKTOR
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estat
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya

Nilai LQ
0,01875
0,00039
0,63566
2,36682
3,29954
0,62955
1,87230
2,79346
2,53749
1,32540
3,20478
0,00000
5,61400
0,59876
0,00000
1,69149
0,64226

Pendapatan Sektor Basis Kota Bogor
No
1
2

4
5
6
7
8

Sektor
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Jasa Perusahaan

9

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

3

Nilai LQ
2,36682

Pendapatan
323.294,38

3,29954

48.921,83

1,87230
2,79346
2,53749
1,32540
3,20478
5,61400

5.802.512,38
2.457.816,23
1.182.330,60
622.514,27
1.611.659,57
424.515,95

1,69149

188.825,35

29

Total

12.662.390,56

Pendapatan Sektor Non Basis Kota Bogor
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Sektor
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Konstruksi
Real Estat
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa lainnya
Total

Nilai LQ
0,01875
0,00039
0,63566
0,62955
0,00000
0,59876
0,00000
0,64226

Pendapatan
33.147,45
213,19
5.367.689,30
968.133,58
0,00
280.987,02
0,00
222.447,85
6.872.618,39

 Rumus multiplier sektor basis:
T=B+N
T = 12.662.390,56 + 6.872.618,39 = 19.535.008,93
Total Pendapatan Kota Bogor = 19.535.008,93
 Koefisien n:
n=

N
T

n=

6.872 .618,39
=0, 35181
19.535 .008,93

 Multiplier :
M=

T
B

19.535.008,93
= 12.662.390,56 =¿ 1,542758

30

LAMPIRAN 6
Penentuan Range dan Threshold
Lapis Talas Bogor Sangkuriang

Asumsi :
1. Setiap orang menyediakan uang estimasi sebesar Rp 95.125,00 untuk membeli kue Lapis
Bogor
2. Setiap kilometer biaya transportasi estimasi adalah Rp 2.500,00
3. Harga Lapis Bogor Sangkuriang per-boks adalah Rp 28.750,00
4. Setiap orang tidak setiap hari membeli kue Lapis Bogor, estimasi tiap orang membeli satu
bulan sekali
RANGE
The maximum distance each unit of demand is willing to travel to reach a service or the
maximum distance a product can be shipped to a customer. The range is a function of transport
costs, time or convenience in view of intervening opportunities. To be profitable, a market must
have
a
range
higher
than
its
threshold.
(https://people.hofstra.edu/geotrans/eng/methods/ch7m2en.html)

31

Jarak maksimum yang dapat ditempuh konsumen untuk mendapatkan satu boks Lapis Bogor
adalah ketika sebagian besar uang yang disediakan konsumen dihabiskan untuk biaya
transportasi pulang - pergi.
Rp 95.125,00 – Rp 28.750,00
Rp 66.375,00 : 2

=

Rp 66.375,00

=

Rp 33.187,00

Rp 33.187,00 : Rp 2.500,00 =

13 kilometer

Kesimulannya adalah, jarak maksimal yang dapat ditempuh konsumen untuk mendapatkan satu
boks kue Lapis Bogor adalah 13 kilometer dengan asumsi biaya transport Rp 2.500,00 perkilometer.
THRESHOLD
Minimum demand necessary to support an economic activity such as a service. Since each
demand has a distinct location, a threshold has a direct spatial dimension. The size of a market
has
a
direct
relationship
with
its
threshold.
(https://people.hofstra.edu/geotrans/eng/methods/ch7m2en.html)
Jarak minimum yang dapat ditempuh produsen agar dapat menutup biaya produksi.
Fix cost per-hari

= Rp 500.000,00

Variable cost per boks

= Rp 7.000,00

Selisih harga jual dengan biaya variable = Rp 28.750,00 – Rp 7.000,00 = Rp 21.750,00
Fix cost : selisih harga jual dengan biaya variable
Rp 500.000 : Rp 21.750,00 = 23 boks
Kesimpulannya adalah, perusahaan kue Lapis Bogor Sangkuriang harus menjual minimal 23
boks kue per-hari untuk menutup biaya produksi (modal) per-harinya (break-even point).
Menimbang dari penjualan minimal 23 boks dan kepadatan penduduk, maka diperkirakan
jangkauan Threshold mencapai 3 kilometer.

Range

Threshold

13 Km

3 Km
32

Lapis Bogor Sangkuriang

LAMPIRAN 7
Analisis Penilaian Nilai Properti di Kota Bogor
terhadap Aksesibilitas dan RTH

Pasar properti merupakan bisnis yang menjanjikan. Properti berarti tanah dan atau
bangunan yang melekat di atasnya. Di Kota Bogor, para developer mulai mengembangkan tanah,
mengingkat Kota Bogor merupakan kota commuter dan hinterland kota Jakarta yang tentunya
akan menarik beberapa warga Jakarta untuk berada di Bogor. Nilai suatu properti dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Berikut adaah analisis penilaian tanah terhadap volume kendaraan di Kota
Bogor.
Menurut urbanindo.com, pusat investasi tanah masih didominasi pada daerah Dramaga,
Baranangsiang, Cibinong dan Citayam. Hasil survey menyatakan bahwa masyarakat lebih
mencari property yang memiliki spesifikasi murah, strategis, sejuk, bebas banjir dan aman.
Harga tanah sekitar Rp. 2.500.000/m2 atau Rp. 500.000.000 per unit merupakan yang paling
banyak permintaannya. Menurut data yang dihimpun dari berbagai sumber, berikut adalah data
harga tanah beberapa daerah di Kota Bogor.

33

Harga tanah di dekat istana Bogor memiliki harga sekitar Rp. 17.500.000/m2. Walaupun
cukup macet, umumnya tanah di sana memiliki akses pada ruang terbuka hijau lebih cepat,
seperti Kebun Raya Bogor. Kawasan di daerah istana Bogor masih asri dan banyak pohon-pohon
rindang yang tumbuh menambah indah pemandangan. Banyaknya vegetasi di daerah ini tentunya
dapat menekan jumlah CO2 yang dikeluarkan kendaraan terutama angkot. Daerah ini juga
memiliki akses cepat ke Botani Square dan Stasiun Bogor.
Harga tanah di Rancamaya dekat Bogor Inner Ring Road memiliki harga sekitar Rp.
8.000.000/m2. Bogor Inner Ring Road dan Bogor Outer Ring Road merupakan proyek jalan
bebas macet dari pemkot Bogor. Menurut Henny Hendrawan, Marketing Director PT Suryamas
Dutamakmur, Tbk, harga tanah di sini naik dibanding dari tahun sebelumnya sejak BIRR sudah
dioperasikan. Hal tersebut membawa implikasi kemudahan dalam mobilitas tanpa harus
menemui kemacetan dan kesemrawutan yang diakibatkan oleh angkot dan kendaraan lain.
Harga tanah di perumahan kelas menengah di Cimanggu Bogor yang dekat dengan Jalan
Sholeh Iskandar memiliki harga sekitar Rp. 3.500.000/m2. Permintaan akan harga murah yang
tinggi menyebabkan beberapa developer mematok harga yang relative murah bila dibandingkan
dengan kebanyakan harga tanah di Kota Bogor untuk memenuhi preferensi masyarakat.
Menariknya, tanah yang murah, terlepas dari kelas menengah, ternyata bertempat di Jalan Sholeh
Iskandar yang cukup macet. Di Jalan Sholeh Iskandar juga terlihat kurang vegetasi, sehingga
kurang ada area ruang terbuka hijau yang mampu menekan jeleknya kualitas udara akibat
kemacetan. Dapat diperkirakan, developer mencoba menekan tingginya harga tanah dengan
menempatkan titik pembangunan pada kondisi tanah yang kurang menguntungkan, namun dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan dan tanah.
Harga tanah di daerah Tanah Sareal dekat Jalan Raya Bogor memiliki harga sekitar Rp.
13.000.000/m2. Tanah ini memiliki akses cepat menuju Rumah Sakit Salak, area niaga, mall dan
Pasar Anyar. harga yang dipatok developer lumayan tinggi meningat akses mudah menuju Jalan
Raya Bogor dan beberapa fasilitas umum seperti mall dan pasar.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi harga dan atau nilai
dari sebuah property sebagai perumahan yang meliputi tanah dan bangunan:
1. Kemudahan dalam mobilitas dan aksesibilitas.
Tanah yang berada di tempat yang mudah dijangkau oleh transportasi dan lancar lalu
lintasnya dapat meningkatkan nilai dari tanah itu sendiri. Ini disebabkan, rata-rata permintaan
akan tanah di Kota Bogor adalah masyarakat commuter dari Jakarta dan sekitarnya yang
bekerja di sana. Ini merupakan ‘rumah kedua’ bagi mereka. Sehingga dalam melakukan
pekerjaannya, mereka membutuhkan akses cepat yang tidak macet agar mampu mencapai
tempat kerja tepat waktu.
Kemacetan tentu akan menyebabkan nilai dari tanah dan atau bangunan menjadi
turun. Hal ini disebabkan oleh aksesibilitas dan mobilitas yang kurang nyaman. Selain itu,
volume kendaraan seperti menumpuknya angkot di berbagai tempat dapat menyebabkan
polusi suara dan udara. Pasalnya, kendaraan bermotor mengeluarkan emisi berupa CO2 yang
34

apabila terakumulasi dalam jumlah besar dapat menyebabkan meningkatnya suhu iklim
mikro daerah tersebut. Gas emisi kendaraan juga menyebabkan tersebarnya partikel debu.
Keadaan ini tentu akan membuat ketidaknyamanan dan mengurangi keindahan akibat
‘kesemrawutan’.
2. Keindahan dan akses ruang terbuka hijau
Fasilitas social berupa ruang terbuka hijau dapat meningkatkan keindahan dan daya
tarik di daerah tersebut sekaligus mengurangi polusi CO2. Hal ini penting sebab dalam pola
aktivitas masyarakat, mereka yang bekerja akan membutuhkan tempat untuk melepas penat.
Untuk daerah yang memiliki banyak kendaraan seperti Kota Bogor, tempat rekreasi yang
cocok adalah ruang terbuka hijau. Keindahan keadaan sekitar properti juga membantu
menjernihkan pikiran, sehingga ketika sebuah properti berada di tengah-tengah
kesemrawutan yang diakibatkan angkot, nilai tersebut diperkirakan akan turun dan tidak
cocok digunakan sebagai perumahan.
3. Strategis
Tanah yang strategis dan dekat dengan fasilitas umum berupa akses kendaraan umum
dan fasilitas sosial berupa rumah sakit, mall dan berbagai aspek lainnya tentu menambah nilai
dari sebuah properti. Apalagi tanah yang dekat dengan daya tarik atau ikon kota tersebut
seperti Istana Bogor.
4. Permintaan masyarakat
Tak bisa dipungkiri bahwa permintaan masyarakat termasuk salah satu faktor yang
meningkatkan nilai dari sebuah properti. Developer tentu telah memperkirakan lokasi tanah
yang cocok untuk harga yang sesuai preferensi masyarakat. Ketika permintaan masyarakat
akan tanah yang murah banyak, developer akan membangun perumahan di tanah yang
kondisinya cukup kurang menguntungkan, seperti akses yang lumayan sulit akibat macet.
Namun karena permintaan yang tinggi, tanah-tanah yang kondisinya tidak menguntungkan
ini justru laku terjual.
Untuk mengatasi menurunnya nilai properti pada beberapa daerah di Kota Bogor, sebagai
penilai, kita harus mampu menganalisa apa saja yang dapat meningkatkan nilai tersebut atau
mengatur tata guna lahan agar efisien. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan oleh
developer atau pemerintah untuk meningkatkan nilai guna lahan:
1. Memperbanyak ruang terbuka hijau
Ruang terbuka hijau tidak harus berbentuk taman. Di beberapa tanah yang berada
di daerah rawan macet dapat dibangun cincin hijau atau penanaman vegetasi yang dapat
meningkatkan keindahan dan penyerapan emisi gas buang. Kemacetan merupakan
masalah perkotaan kompleks yang tidak bisa mudah diatur oleh seorang developer. Maka
untuk meningkatkan nilai tanah yang berada di daerah seperti itu, bisa disiasati dengan
memperbanyak ruang terbuka hijau.
2. Mengatur Tata Guna Lahan
35

Tanah yang berada di daerah kemacetan yang parah seperti daerah Jalan Kapten
Muslihat di sekitar Stasiun Bogor, tidak cocok digunakan sebagai perumahan. Hal ini
mengingat polusi udara dan polusi suara yang membuat kualitas udara di sekitar sana
buruk. Walaupun diperbanyak ruang terbuka hijau, hal ini tetap tidak akan membantu,
karena minimnya ruang bangun. Tanah yang seperti ini harusnya digunakan untuk daerah
pertokoan dengan tempat parkir terpisah. Daerah yang ramai dan berdekatan dengan
fasilitas umum tentu menjadi pusat aktivitas masyarakat. Sehingga pembangunan
pertokoan dan penggunaan lahan seperti ini untuk pusat perdagangan sangat cocok. Maka
seharusnya, pemerintah tidak mengijinkan pembangunan perumahan di daerah yang
dekat dengan daerah kemacetan dan minim RTH.

LAMPIRAN 8

Hasil Diskusi Kelas pada Sesi Tanya-Jawab

36

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil badan usaha milik daerah terhadap pendapatan asli daerah Kota Tangerang (2003-2009)

19 136 149

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0

Perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung : (studi deksriptif mengenai perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung)

9 116 145

Tinjauan Atas Perencanaan Dan Pengendalian Anggaran Kas Pada Lembaga Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung

6 69 56

Sistem Informasi Absensi Karyawan Di Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung

38 158 129

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1